Está en la página 1de 7

PENANGANAN CEDERA KEPALA Langkah-langkah Tatalaksana Cedera Otak di Ruang Gawat Darurat 1. General Precaution 2.

Stabilisasi airway, Breathing, Circulation

3. Survey sekunder Servey sekunder meliputi anamnesis dan pemeriksaan fisik umum. Informasi yang diperlukan dalam anamnesis meliputi : Identitas pasien : nama, umur, jenis kelamin, suku, agama, pekerjaan, alamat Mekanisme trauma Waktu trauma Pingsan setelah trauma Amnesia retrograde atau antegrade Keluhan : nyeri kepala seberapa berat, kejang, vertigo, mual Riwayat penggunaan alcohol dan narkotika Penyakit penyerta : epilepsy, jantung, asma, riwayat operasi kepala, hipertensi dan diabetes mellitus, serta gangguan pembekuan darah. Pemeriksaan fisik umum pada kasus cedera kepala meliputi inspeksi, palpasi, perkusi, dan auskultasi unuk menentukan kelainan dapat dilakukan dari ujung rambut sampai dengan ujung kaki maupun per siste, B1-B6 (Breath, Blood, Brain,

Bowel, Bladder, Bone). Pemeriksaan fisik yang berkaitan erat dengan trauma otak adalah : a. Pemeriksaan kepala, mencari tanda tanda : Jejas di kepala meliputi hematoma, luka terbuka, luka tembus dan benda asing Tanda tanda patah dasar tengkorak, meliputi : ekimosis periorbita, ekimosis post auricular, rhinorhoe dan otorhoe serta perdarahan di membrane timpani atau laserasi kanalis auditorius. Tanda-tanda patah tulang wajah meliputi : fraktur maxilla (Le Fort), Fraktur rima orbita dan fraktur mandibula Tanda tanda trauma pada mata meliputi perdarahan konjungtiva, perdarahan bilik mata depan, kerusakan pupil dan jejas lain di mata Auskultasi pada arteri karotis untuk menentukan adanya bruit yang berhubungan dengan diseksi karotis. b. Pemeriksaan pada leher dan tulang belakang. Mencari tanda tanda adanya cedera pada tulang belakang (terutama cedera servikal) dan cedera pada medulla spinalis. Meliputi jejas, deformitas dan status motorik, sensorik dan autonomic. 4. Pemeriksaan Neurologis a. Tingkat kesadaran : berdasarkan skala Glasgow Coma Scale (GCS) b. Saraf cranial Saraf II-III, yaitu pemeriksaan pupil : besar & bentuk, reflek cahaya, reflek konsensuil, bandingkan kanan-kiri Tanda-tanda lesi saraf VII perifer (wajah asimetris)

c. Fundoskopi dicari tanda-tanda edema pupil, perdarahan pre retina, retinal detachment. d. Motoris & sensoris, bandingkan kanan dan kiri, atas dan bawah mencari tandatanda lateralisasi. e. Autonomis: refleks bulbocavernous, refleks kremaster, refleks spingter, refleks tendon, refleks patologis dan tonus spingter ani. 5. Menentukan diagnosis klinis dan pemeriksaan tambahan

Dalam menentukan diagnosis klinis diperlukan pemeriksaan penunjang yang tepat. Pada cedera kepala dapat dilakukan pemeriksaan foto polos kepala, CT Scan kepala, MRI,maupun angiografi serebral. Pemeriksaan penunjang dilakukan berdasarkan indikasi. Indikasi pemeriksaan foto polos kepala antara lain : Kehilangan kesadaran, amnesia Nyeri kepala menetap Gejala neurologis fokal Jejas pada kulit kepala Kecurigaan luka tembus Keluar cairan cerebrospinal atau darah dari hidung atau telinga Deformitas tulang kepala, yang terlihat atau teraba Kesulitan dalam penilaian klinis : mabuk, intoksikasi obat, epilepsi, pasien anak Pasien dengan GCS 15, tanpa keluhan dan gejala tetapi mempunyai resiko : benturan langsung atau jatuh pada permukaan yang keras, pasien usia > 50 tahun. Namun pemeriksaan foto polos kepala sudah mulai ditinggalkan dan digantikan dengan pemeriksaan penunjang yang lebih canggih seperti CT-Scan atau MRI karena hanya sedikit informasi yang didapatkan dari pemeriksaan foto polos kepala. Indikasi pemeriksaan CT Scan kepala pada pasien cedera kepala : GCS < 13 setelah resusitasi Deteorisasi neurologis : penurunan GCS 2 poin atau lebih, hemiparesis, kejang Nyeri kepala, muntah yang menetap Terdapat tanda fokal neurologis Terdapat tanda Fraktur, atau kecurigaan fraktur Trauma tembus, atau kecurigaan trauma tembus Evaluasi pasca operasi Pasien multitrauma ( trauma signifikan lebih dari 1 organ ) Indikasi sosial

6. Menentukan tahapan tatalaksana selanjutnya. Tahapan tatalaksana selanjutnya adalah penanganan kasus. Pasien yang dirawat di rumah sakit dengan kriteria sebagai berikut : Kebingungan atau riwayat pingsan / penurunan kesadaran Keluhan dan gejala neurologik, termasuk nyeri kepala menetap dan muntah Kesulitan dalam penilaian klinis, misalnya pada alkohol, epilepsy Kondisi medik lain : gangguan koagulasi, diabetes mellitus Fraktur tengkorak CT scan kepala abnormal Tak ada yang dapat bertanggung jawab untuk observasi di luar rumah sakit Umur pasien diatas 50 tahun Anak-anak (usia < 18 tahun) Indikasi sosial

Penderita cedera kepala yang tidak mempunyai atau memenuhi criteria indikasi rawat di atas, setelah beberapa saat menjalani pemantauan di rumah sakit diperkenankan untuk pulang berobat jalan dengan catatan bila ada gejala-gejala seperti yang tercantum di bawah ini harus segera kembali bila : Muntah makin sering Nyeri kepala atau vertigo memberat Gelisah atau kesadaran menurun Kejang Kelumpuhan anggota gerak

Sedangkan kriteria pasien cedera otak dapat dipulangkan dengan kondisi : Sadar dan orientasi baik, tidak pernah pingsan Tidak ada gejala neurologis Keluhan berkurang, muntah atau nyeri kepala hilang Tak ada fraktur kepala atau basis kranii Ada yang mengawasi di rumah Tempat tinggal dalam kota.

Pada beberapa kasus cedera kepala memerlukan perawatan di rumah sakit ruang perawatan bangsal dengan kriteria : Pasien dengan CT scan kepala abnormal yang belum indikasi operasi Pasien Cedera Otak Ringan (COR) dan Cedera Otak Sedang (COS) yang tidak memenuhi kriteria masuk ROI dan memerlukan observasi ketat. Sedangkan, kasus cedera kepala yang memerlukan perawatan di ruang observasi intensif sesuai kriteria : GCS < 8 GCS < 13 dg tanda TIK tinggi GCS < 15 dengan lateralisasi GCS < 15 dengan Hemodinamik tidak stabil. Cedera otak dengan defisit neurologis progresif menurun belum indikasi operasi. Pasien pasca operasi

Algoritma Penatalaksanaan Pasien Cedera Otak Ringan

Algoritma Penatalaksanaan Pasien Cedera Otak Sedang

Algoritma

Penatalaksanaan

Pasien

Cedera

Otak

Berat

También podría gustarte