Está en la página 1de 21

Asuhan Keperawatan Klien dengan Amputasi

1. 1.1

Konsep Amputasi Pengertian Amputasi Amputasi berasal dari kata amputare yang kurang lebih diartikan pancung.Amputasi dapat diartikan sebagai tindakan memisahkan bagian tubuh sebagian atau seluruh bagian ekstremitas, atau dengan kata lain suatu tindakan pembedahan dengan membuang bagian tubuh (Burner, 1988; 807 ). Tindakan ini merupakan tindakan yang dilakukan dalam kondisi pilihan terakhir manakala masalah organ yang terjadi pada ekstremitas sudah tidak mungkin dapat diperbaiki dengan menggunakan teknik lain, atau manakala kondisi organ dapat membahayakan keselamatan tubuh klien secara utuh atau merusak organ tubuh yang lain seperti dapat menimbulkan komplikasi infeksi. Kegiatan amputasi merupakan tindakan yang melibatkan beberapa sistem tubuh seperti sistem integumen, sistem persyarafan, sistem muskuloskeletal dan sisten cardiovaskuler. Labih lanjut ia dapat menimbulkan madsalah psikologis bagi klien atau keluarga berupa penurunan citra diri dan penurunan produktifitas.

1.2

Etiologi Indikasi utama bedah amputasi adalah karena : 1. Iskemia Iskemia karena penyakit reskulanisasi perifer, bisanya pada oang tua, seperti klien dengan arteriosklerosis, diabetes mellitus. 2. Trauma amputasi Bisa diakibatkan karena perang, kecelakaan kendaraan bermotor, thermal injury seperti (terbakar) , infeksi, gangguan metabolism seperti pagets deases dan kelainan congenital. 3. Gas ganggren Keadaan nyeri akut dan dimana otot dan jaringan subkutan menjadi terisi dengan gas dan eksudat serosangiunosa; disebabkan infeksi luka oleh bakteri anaerob, yang diantaranya adalah berbagai spesies clostridium. 4. Osteomielitis Peradangan pada tulang (bisa menyebabkan lumpuh) dan bias juga terjadi assending infection.

5. 6.

Kehancuran jaringan kulit yang tidak mungkin diperbaiki. Keganasan Adanya tumor pada organ yang tidak mungkin diterapi secara konservatif.

1.3

Jenis Amputasi Berdasarkan pelaksanaan amputasi, dibedakan menjadi : 1. Amputasi selektif/terencana Amputasi jenis ini dilakukan pada penyakit yang terdiagnosis dan mendapat penanganan yang baik serta terpantau secara terus-menerus. Amputasi dilakukan sebagai salah satu tindakan alternatif terakhir 2. Amputasi akibat trauma Merupakan amputasi yang terjadi sebagai akibat trauma dan tidak direncanakan. Kegiatan tim kesehatan adalah memperbaiki kondisi lokasi amputasi serta memperbaiki kondisi umum klien. 3. Amputasi darurat Kegiatan amputasi dilakukan secara darurat oleh tim kesehatan. Biasanya merupakan tindakan yang memerlukan kerja yang cepat seperti pada trauma dengan patah tulang multiple dan kerusakan/kehilangan kulit yang luas.

1.4

Metode Pelaksanaan Amputasi Amputasi dilakukan dengan 2 metode yaitu : 1. Metode terbuka (guillotine amputasi) Metode ini digunakan pada klien dengan infeksi yang mengemban. Bentuknya benar-benar terbuka dan dipasang drainage agar luka bersih, dan luka dapa ditutup setelah tidak terinfeksi, dan dilakukan pada kondisi infeksi yang berat dimana pemotongan pada tulang dan otot pada tingkat yang sama

2.

Metode tertutup Pada metode ini kulit tepi ditarik pada atas ujung tulang dan dijahit pada daerah yang kondisi diamputasi. yang Dilakukan dalam

lebih

memungkinkan

dimana dibuat skaif kulit untuk menutup luka yang dibuat dengan memotong

kurang lebih 5 sentimeter dibawah potongan otot dan tulang. Setelah dilakukan tindakan pemotongan, maka kegiatan selanjutnya meliputi perawatan luka operasi/mencegah terjadinya infeksi, menjaga kekuatan otot/mencegah kontraktur, mempertahankan intaks jaringan, dan persiapan untuk penggunaan protese (mungkin). Berdasarkan pada gambaran prosedur tindakan pada klien yang mengalami amputasi maka perawat memberikan asuhan keperawatan pada klien sesuai dengan kompetensinya. 2. 2.1 Batas dan Tingkatan Amputasi Tingkatan amputasi ditentukan oleh luas dan jenis penyakit. Pada cedera, ditentukan oleh peredaran darah yang adekuat. Pada tumor, ditentukan oleh daerah bebas tumor dan bebas resiko kekambuhan lokal. Pada penyakit pembuluh darah, ditentukan oleh vaskularisasi sisa ekstremitas dan daya sembuh luka puntung 1. Ekstremitas atas Amputasi pada ekstremitas atas dapat mengenai tangan kanan atau kiri. Hal ini berkaitan dengan aktivitas sehari-hari seperti makan, minum, mandi, berpakaian dan aktivitas yang lainnya yang melibatkan tangan. 2. Ekstremitas bawah Amputasi pada ekstremitas ini dapat mengenai semua atau sebagian dari jarijari kaki yang menimbulkan seminimal mungkin kemampuannya. Adapun amputasi yang sering terjadi pada ekstremitas ini dibagi menjadi dua letak amputasi yaitu : Amputasi dibawah lutut (below knee amputation). Ada 2 metode pada amputasi jenis ini yaitu amputasi pada nonischemic limb dan inschemic limb. Hal ini dibedakan erhubungan dengan cara menutup flap yang berbeda. Pada amputasi jenis ini dikenal tension myodesis dan myoplasty. Tension myodesis adala mengikatkan group otot tuang dengan tulang, sedangkan myoplasty adalah menjahitkan otot dengan jaringan lunak pada sisi yang lain yaitu pada otot atau fasia sebelahnya. Cara ini berguan untuk menstabilkan stump dan sangat ditekankan untuk penderita yang masih aktif dan masih muda.

Amputasi diatas lutut (above knee amputation) Amputasi ini memegang angka penyembuhan tertinggi pada pasien dengan penyakit vaskuler perifer. Amputasi jenis ini merupkan tebanyak kedua stelah amputasi bawah lutut. Pada amputasi jenis ini persendian lutut hilang, maka harus dipikirkan yang terbaik yang dapat menyangga berat badan. Prosthesis yang konvensional membutuhkan jarak 9-10 cm dari distal stump sehingga bisa berfungsi seperti sendi lutut. Amputasi tulang setinggi 5 cm atau kurang dari distal trochanter minor akan mempunyai fungsi dan kekuatan penggunaan postesis sama dengan hip disarticulation.

3. Nekrosis Pada keadaan nekrosis biasanya dilakukan dulu terapi konservatif, bila tidak berhasil dilakukan reamputasi dengan level yang lebih tinggi. 4. Kontraktur Kontraktur sendi dapat dicegah dengan mengatur letak stump amputasi serta melakukan latihan sedini mungkin. Terjadinya kontraktur sendi karena sendi terlalu lama diistirahatkan atau tidak di gerakkan 5. Neuroma Terjadi pada ujung-ujung saraf yang dipotong terlalu rendah sehingga melengket dengan kulit ujung stump. Hal ini dapat dicegah dengan memotong saraf lebih proximal dari stump sehingga tertanam di dalam otot. 6. Phantom sentation Hampir selalu terjadi dimana penderita merasakan masih utuhnya ekstremitas tersebut disertai rasa nyeri. Hal ini dapat diatasi dengan obat-obatan, stimulasi terhadap saraf dan juga dengan cara kombinasi.

2.2

Batas dan Lokasi Amputasi

Pada ekstremitas atas, tidak dipakai batas amputasi tertentu, sedangkan pada ekstremitas bawah lazim dipakai Batas Amputasi Klasik Penilaian batas amputasi : 1. Jari dan kaki Pada amputasi jari tangan dan kaki penting untuk mempertahankan falanx dasar. Amputasi transmetatarsal memberi puntung yang baik. Amputasi di sendi tarsometatarsus lisfranc mengakibatkan per ekuinus dengan pembebanan berlebih pada kulit ujung puntung yang sukar ditanggulangi. 2. Proksimal sendi pergelangan kaki

Amputasi transmaleolar baik sekali bila kulit tumit utuh dan sehat sehingga dapat menutup ujung puntung. 3. Tungkai bawah Panjang puntung tungkai bawah paling baik antara 12 dan 18 cm dari sendi lutut, tergantung keadaan setempat, usia penderita dan tinggi badan. Bila jarak dari sendi lutut kurang dari 5 cm, protesis mustahil dapat dikendalikan. 4. Eksartikulasi kulit Eksartikulasi lutut menghasilkan puntung yang baik sekali. Amputasi ini dapat dilakukan pada penderita geriatrik. 5. Tungkai atas Puntung tungkai atas sebaiknya tidak kurang dari 10cm dibawah sendi panggul, karena bisa menyebabkan kontraktur fleksi-abduksi-eksorotasi. Puntung juga tidak boleh kurang dari 10 cm diatas sendi lutut karena ujung puntung sepanjang ini sukar dibebani. Eksartikulasi dapat menahan pembebanan. 6. Sendi panggul dan hemipelvektomi Eksartikulasi sendi panggul kadang dilakukan pada tumor ganas. Protesis akan lebih sukar dipasang. Protesis untuk hemipelvektomi tersedia, tetapi memerlukan kemauan dan motivasi kuat dari penderita. 7. Tangan Amputasi parsial jari atau tangan harus sehemat mungkin setiap jari dengan sensitibilitas kulit dan lingkup gerak utuh berguna sekali sebab dapat digunakan untuk fungsi menggenggam atau fungi oposisi ibu jari. 8. Pergelangan tangan Dipertahankan fungsi pronasi dan supinasinya. Tangan mioelektrik maupun kosmetik dapat dipakai tanpa kesulitan. 9. Lengan bawah Batas amputasi di pertengahan lengan bawah paling baik untuk memasang protesis. Puntung harus sekurang-kurangnya distal insersi M. Biseps dan M. Brakhialis untuk fleksi siku. 10. Siku dan lengan atas Ekssartikulasi siku mempunyai keuntungan karena protesis dapat dipasang tanpa fiksasi sekitar bahu. Pada amputasi di diafisis humerus, protesis harus dipertahankan dengan ikatan dan fiksasi pada bahu. Eksartikulasi bahu dan

amputasi intertorakoskapular , yang merupakan amputasi termausk gelang bahu, ditangani dengan protesis yang biasanya hanya merupakan protesis kosmetik.

3.

Patofisiologi Kecelakaan Trauma Fraktur communitif Penanganan yang kurang tepat (alternatif) Gas gangren Amputasi Antibiotik Invasi bakteri Keluar pus & bau Inflamasi Nyeri Histamine, bradikinin Kalor, rubor Stump Imflamasi Nyeri analgesic

4. 4.1

Pemeriksaan Diagnostik Pemeriksaan Radiologi - Radiologi (ST- Scan) - X-ray

- Kultur jaringan - Biopsy - Laboratorik Tindakan pengkajian dilakukan juga dengan penilaian secara laboratorik atau melalui pemeriksaan penunjang lain secara rutin dilakukan pada klien yang akan dioperasi yang meliputi penilaian terhadap fungsi paru, fungsi ginjal, fungsi hepar dan fungsi jantung. - Pemeriksaan pasca amputasi 4.2 Kondisi fisik

SISTEM TUBUH Integumen : Kulit secara umum. Lokasi amputasi

KEGIATAN Mengkaji kondisi umum kulit untuk meninjau tingkat hidrasi. Lokasi amputasi mungkin mengalami keradangan akut atau kondisi semakin buruk, perdarahan atau kerusakan progesif. Kaji kondisi jaringan diatas lokasi amputasi terhadap terjadinya stasis vena atau gangguan venus return.

Sistem Cardiovaskuler : Cardiac reserve Pembuluh darah

Mengkaji tingkat aktivitas harian yang dapat dilakukan pada klien sebelum operasi sebagai salah satu indikator fungsi jantung. Mengkaji kemungkinan atherosklerosis melalui penilaian terhadap elastisitas pembuluh darah.

Sistem Respirasi

Mengkaji kemampuan suplai oksigen dengan menilai adanya sianosis, riwayat gangguan nafas.

Sistem Urinari

Mengkaji jumlah urine 24 jam. Menkaji adanya perubahan warna, BJ urine.

Cairan dan elektrolit

Mengkaji tingkat hidrasi.

Memonitor intake dan output cairan. Sistem Neurologis Mengkaji tingkat kesadaran klien. Mengkaji sistem persyarafan, khususnya sistem motorik dan sensorik daerah yang akan diamputasi. Sistem Mukuloskeletal Mengkaji kemampuan otot kontralateral.

5.

Penatalaksanaan Tujuan utama pembedahan adalah mencapai penyembuhan luka amputasi, menghasilkan sisa tungkai (puntung) yang tidak nyeri tekan dengan kulit yang untuk menggunakan prostesis. Lansia mungkin mengalami keterlambatan penyembuhan, karena nutrisi yang buruk dan masalah kesehatan lain. Percepatan penyembuhan dapat dilakukan dengan penanganan yang lembut terhadap sisa tungkai, pengontrolan edema sisa tungkai dengan balutan kompres lunak atau rigid, dan menggunakan teknik aseptic dalam perawatan luka untuk menghindari infeksi. 1. Balutan Rigid Tertutup Digunakan untuk mendapatkan kompresi yang merata, menyangga jaringan lunak dan mengontrol nyeri, serta mencegah kontraktur. Segera setelah pembedahan balutan gips rigid dipasang dan dilengkapi tempat memasang ekstensi prosthesis sementara (pylon) dan kaki buatan.Pasang kaus kaki steril pada sisi steril, dan bantalan dipasang pada daerah peka tekanan. Sisa tungkai (puntung) kemudian dibalut dengan gips elastisyang ketika mengeras akan memberikan tekanan yang merata. Gips diganti sekitar 10-14 hari. Bila terjadi peningkatan suhu tubuh, nyeri berat atau gips mulai longgar harus segera diganti. 2. Balutan Lunak Balutan lunak dengan atau tanpa kompresi dapat digunakan bila diperlukan inspeksi berkala sisa tungkai (puntung) sesuai kebutuhan. Bidai imobilisasi dapat dibalutkan pada balutan. 3. Amputasi Bertahap Dilakukan bila ada gangrene atau infeksi. Pertama-tama dilakukan amputasi guillotine untuk mengangkat semua jaringan nekrosis dan sepsis. Luka didebridemen dan dibiarkan mongering. Sepsis ditangani dengan antibiotik.

Dalam beberapa hari, bila infeksi telah terkontrol dank lien telah stabil, dilakukan amputasi definitive dengan penutupan kulit. 4. Prostesis Sementara kadang diberikan pada hari pertama pascabedah, sehingga latihan segera dapat dimulai. Keuntungan menggunakan prostesis sementara adalah membiasakan klien menggunakan prosthesis sedini mungkin. Kadang prosthesis darurat baru diberikan setelah satu minggu luka menyembuh tanpa penyulit. Pada amputasi karena pembuluh darah, prosthesis sementara diberikan setelah empat minggu. Prostesis bertujuan untuk mengganti bagian ekstremitas yang hilang. Artinya defek system musculoskeletal harus diatasi, termasuk defek faal. Pada ekstremitas bawah, tujuan prosthesis ini sebagian besar dapat dicapai. Sebaliknya untuk ekstremitas atas, tujuan itu sulit dicapai, bahkan dengan tangan mioelektrik canggih yang bekerja atas sinyal mioelektrik dari otot biseps dan triseps. 5.1 Proses Perawatan Luka Perawatan luka umum Perawatan luka mencakup pembersihan luka dan debridemen, pengolesan preparat antibiotik topikal serta pembalutan. Kasa yang dibuat dari bahan biogik, biosintetik, dan sintetik dapat digunakan. Pembersihan luka Pembersihan luka harus dilakukan secara berkala untuk mengcegah terjadinya infeksi dan kelainan yang lain yang bisa diakibatkan oleh perawatan luka yang kurang tepat. Luka dapat dibersihak menggunkan larutan NaCl atau betadine sebagia antisepti luar. Terapi antibiotik topikal Terapi ini digunakan untuk mencegah timbulnya invasi mikroorganisme yang akan memeprberat dari kondisi klien Penggantian balutan Balutan basah Balutan basah biasanya dilakukan untuk lesi inflamasi yang akut dan mengeluarkan sekret. Kompres tersebut bisa steril ataupun nonsteril menurut keadaannnya. Komprees basah akan:

1. Mengurangi inflamasi dengan menimbulkan konstriksi pada pembuluh darah (sehingga menguarangi vasodilatasi dan aliran darah setempat pada daerah inflamasi); 2. Membersihkan kulit dari eksudat, kusta dll; 3. Mempertahankan drainase pada daerah yang terinfeksi; 4. Meningkatkan proses kesembuhan dengan memfasilitasi gerakan bebas ael-sel epidermis lewat kulit yang sakit sehingga terbentuk jaringan granulasi yang baru. Kompres basah umunya mengandung air ledenga yang bersih atau larutan salin dengan suhu kamar. Meskipun sebagian kompres basah harus ditutupi untuk mencegah evaporasi, kebanyakan kompres ini dibiarkan terbuka terhadap udara.kompres terbuka memerlukan penggantian yang sering karena evaporasi berlangsung dengan cepat. Kompres tertutup lebih jarang diganti. Namun demikian, bahaya selalu ada karena bentuk kompres ii bukan hanya melunakkan tetapi juga dapat menimbulkan maserasi pada kulit yang ditutupi. Kompres basah hingga kering dilakukan untuk menghilangkan eksudat. Kasa dibiarkan pada tempatnya sanapai kasa tersebut mengering. Balutan oklusif Balutan oklusif dapt dibuat atau diproduksi secara komersila dari potongan kain penutup atau kasa yang steril atau nonsteril. Kasa dipkai untuk menutupi obat topikal yang dioleskan pada kulit yang luka. Daerah lesi dibuat kedap udara dengan memekai lembaran plastik yang tipis. Lembaran plastik tersebut tipis dan mudah beradaptasi dengan tubuh serta permukaan kulit. Plester bedah dari plastik ynag mengandung kortikosteroid pada lapisan perekat dapat dipotong menjadi ukran tertentu dan dapat ditempelkan di bagian luka. Umunya plastik pembalut ini tidak boleh digunakan lebih dari 12 jam. Untuk memesang kasa di rumah, klien harus mendapatkan intruksi : 1. Mencuci daerah yang sakit, kemudian mengeringkannya; 2. Mengoleskan obat pada lesi ketika kulit tersebut berada dalam keadaan basah; 3. Menutupu dengan lembaran plastik;

4. Menutupi dengan pembalut elastik, kasa tau plester kertas agar bagian tepi tersegel. Kasa harus dilepas setelah 12 jam dari setipa 24 jam untuk mencegah penipisan kulit, striae (guratan mirip sabuk), talangiektasia dan maserasi. Terapi intralesi Terapi intralesi terdiri atas penyuntikan suspensi obat yang steril ke dalam atau tepat di bawah lesi. Meskipun terapi ini mungkin memberikan efek antiinflamasi, atrifi lokal dapat terjadi bila obat tersebu dimasukkan ke dalam jaringan subkutan.

6.

Komplikasi 1. Kecepatan metabolisme Jika seseorang dalam keadaan immobilisasi maka akan menyebabkan penekanan pada fungsi simpatik serta penurunan katekolamin dalam darah sehingga menurunkan kecepatan metabolisme basal. 2. Ketidakseimbangan cairan dan elektrolit Adanya penurunan serum protein tubuh akibat proses katabolisme lebih besar dari anabolisme, maka akan mengubah tekanan osmotik koloid plasma, hal ini menyebabkan pergeseran cairan intravaskuler ke luar keruang interstitial pada bagian tubuh yang rendah sehingga menyebabkan oedema. Immobilitas menyebabkan sumber stressor bagi klien sehingga menyebabkan kecemasan yang akan memberikan rangsangan ke hypotalamus posterior untuk menghambat pengeluaran ADH, sehingga terjadi peningkatan diuresis. 3. Sistem respirasi a. Penurunan kapasitas paru Pada klien immobilisasi dalam posisi baring terlentang, maka kontraksi otot intercosta relatif kecil, diafragma otot perut dalam rangka mencapai inspirasi maksimal dan ekspirasi paksa. b. Perubahan perfusi setempat Dalam posisi tidur terlentang, pada sirkulasi pulmonal terjadi perbedaan rasio ventilasi dengan perfusi setempat, jika secara mendadak maka akan terjadi peningkatan metabolisme (karena latihan atau infeksi) terjadi hipoksia. c. Mekanisme batuk tidak efektif

Akibat immobilisasi terjadi penurunan kerja siliaris saluran pernafasan sehingga sekresi mukus cenderung menumpuk dan menjadi lebih kental dan mengganggu gerakan siliaris normal. 4. Sistem Kardiovaskuler a. Peningkatan denyut nadi Terjadi sebagai manifestasi klinik pengaruh faktor metabolik, endokrin dan mekanisme pada keadaan yang menghasilkan adrenergik sering dijumpai pada pasien dengan immobilisasi. b. Penurunan cardiac reserve Dibawah pengaruh adrenergik denyut jantung meningkat, hal ini mengakibatkan waktu pengisian diastolik memendek dan penurunan isi sekuncup. c. Orthostatik Hipotensi Pada keadaan immobilisasi terjadi perubahan sirkulasi perifer, dimana anterior dan venula tungkai berkontraksi tidak adekuat, vasodilatasi lebih panjang dari pada vasokontriksi sehingga darah banyak berkumpul di ekstremitas bawah, volume darah yang bersirkulasi menurun, jumlah darah ke ventrikel saat diastolik tidak cukup untuk memenuhi perfusi ke otak dan tekanan darah menurun, akibatnya klien merasakan pusing pada saat bangun tidur serta dapat juga merasakan pingsan. 5. Sistem Muskuloskeletal a. Penurunan kekuatan otot Dengan adanya immobilisasi dan gangguan sistem vaskuler memungkinkan suplai O2 dan nutrisi sangat berkurang pada jaringan, demikian pula dengan pembuangan sisa metabolisme akan terganggu sehingga menjadikan kelelahan otot. b. Atropi otot Karena adanya penurunan stabilitas dari anggota gerak dan adanya penurunan fungsi persarafan. Hal ini menyebabkan terjadinya atropi dan paralisis otot. c. Kontraktur sendi Kombinasi dari adanya atropi dan penurunan kekuatan otot serta adanya keterbatasan gerak. d. Osteoporosis

Terjadi penurunan metabolisme kalsium. Hal ini menurunkan persenyawaan organik dan anorganik sehingga massa tulang menipis dan tulang menjadi keropos. 6. Sistem Pencernaan a. Anoreksia Akibat penurunan dari sekresi kelenjar pencernaan dan mempengaruhi sekresi kelenjar pencernaan dan mempengaruhi perubahan sekresi serta penurunan kebutuhan kalori yang menyebabkan menurunnya nafsu makan. b. Konstipasi Meningkatnya jumlah adrenergik akan menghambat pristaltik usus dan spincter anus menjadi kontriksi sehingga reabsorbsi cairan meningkat dalam colon, menjadikan faeces lebih keras dan orang sulit buang air besar. 7. Sistem perkemihan Dalam kondisi tidur terlentang, renal pelvis ureter dan kandung kencing berada dalam keadaan sejajar, sehingga aliran urine harus melawan gaya gravitasi, pelvis renal banyak menahan urine sehingga dapat menyebabkan : - Akumulasi endapan urine di renal pelvis akan mudah membentuk batu ginjal. - Tertahannya urine pada ginjal akan menyebabkan berkembang biaknya kuman dan dapat menyebabkan ISK. 8. Sistem integumen Tirah baring yang lama, maka tubuh bagian bawah seperti punggung dan bokong akan tertekan sehingga akan menyebabkan penurunan suplai darah dan nutrisi ke jaringan. Jika hal ini dibiarkan akan terjadi ischemia, hyperemis dan akan normal kembali jika tekanan dihilangkan dan kulit dimasase untuk meningkatkan suplai darah.

7.

Peran perawat Libatkan klien dalam melakukan perawatan diri yang langsung menggunakan putung : perawatan luka, mandi, menggunakan pakaian.hal itu dapat mendorong antisipasi meningkatkan adaptasi pada perubahan citra tubuh Berikan dukungan moral untuk meningkatkan status mental klien Hadirkan orang yang pernah amputasi yang telah menerima dirinya di amputasi

Anjurkan klien untuk mengekspresikan perasaan tentang dampak pembedahan pada gaya hidup karena itu dapat mengurangi rasa tertekan dalam diri klien, menghindarkan depresi, meningkatkan dukungan mental. Berikan informasi yang adekuat dan rasional tentang alasan pemilihan tindakan pemilihan amputasi. Hal itu dapat membantu klien menggapai penerimaan terhadap kondisinya melalui teknik rasionalisasi. Berikan informasi bahwa amputasi merupakan tindakan untuk memperbaiki kondisi klien dan merupakan langkah awal untuk menghindari ketidakmampuan atau kondisi yang lebih parah.itu sangat di butuhkan untuk meningkatkan dukungan mental 8. Diagnosa Keperawatan 1. Gangguan Rasa Nyaman: Nyeri berhubungan dengan terputusnya kontinuitas tulang ditandai dengan nyeri pada stump 2. Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan hilangnya ekstremitas ditandai dengan bedrest. 3. Gangguan citra diri berhubungan dengan perubahan fisik ditandai dengan hilangnya anggota tubuh. 4. Infeksi berhubungan dengan luka pasca operasi ditandai dengan pus purulen.

9.

Rencana Asuhan Keperawatan Tujuan nyeri hilang / berkurang dengan kriteria hasil : Klien menyatakn nyeri hilang Skala nyeri berkurang Ajarkan tekhik napas dalam, relaksasi dan distraksi Intervensi Kaji TTV dan skala nyeri Rasional Untuk menentukan intervensi selanjutnya Napas dalam merupakan tekhnik relaksasi untuk mengurangi rasa nyeri, distraksi akan membantu mengalihkan focus

No. Diagnosa 1. Gangguan rasa nyaman : nyeri b.d terputusnya kontinuitas tulang d.d nyeri pada stump

Ekspresi wajah klien rileks

klien terhadap nyeri Tinggikan stump Memperlancar peredaran darah sehingga mengurangi rasa nyeri. Berikan kompres hangat Mengurangi rasa nyeri, tapi tidak boleh dilakukan jika pada luka terbuka karena akan membuat pembuluh darah bervasodilatasi Berikan massage Mengurangi rasa nyeri dan membuat klien lebih nyaman, jangan massage Kolaborasi : Berikan analgetik pada area luka Obat pereda nyeri

2.

Gangguan mobilitas fisik b.d hilangnya ekstremitas d.d bedrest.

Mencapai mobilitas mandiri dengan kriteria hasil sbb : Memperlihatkan rentang gerak aktif. Tetap seimbang saat duduk dan

Mandiri : Kaji derajat imobilisasi. Mengetahui kemampuan klien dalam aktivitas. Dorong partisipasi pada aktivitas terapeutik, Mempercepat klien untuk dapat bermobilisasi.

berpindah tempat. Meningkatkan kekuatan dan ketahanan. Mampu menggunakan prostesis dengan aman. Mempu menggunakan alat bantu saat mobilisasi.

misalnya perubahan posisi : berdiri setelah duduk atau berdiri dengan satu kaki

Dekatkan alatalat yang dibutuhkan klien.

Memudahkan klien dalam memenuhi kebutuhannya secara mandiri.

Dorong klien untuk melakukan latihan gerak sendi (ROM) : latihan panggul dan lutut pada klien amputasi bawah lutut, latihan pinggul untuk klien amputasi atas lutut dan latihan pada tungkai yang diamputasi.

Mencegah kontraktur sendi.

Dorong klien untuk melakukan latihan otot.

Menguatkan otot dan mencegah atrofi.

Merubah posisi setiap 3-4 jam sekali dan gunakan kasur busa.

Menghindari dekubitus.

Bantu klien dalam mobilisasi dengan kursi roda, kruk, atau tongkat.

Membantu klien dalam mobilisasi.

Ajarkan klien menggunakan prostesis.

Memudahkan mobilisasi.

Kolaborasi : Ahli fisioterapi dan ahli prostesis. 3. Gangguan citra diri b.d perubahan fisik d.d hilangnya anggota tubuh. Memperlihatkan peningkatan citra diri dengan kriteria hasil sbb : Menerima perubahan citra diri. Berpartisipasi dalam aktivitas perawatan diri. Memperlihatkan peningkatan kemandirian. Mandiri : Identifikasi sikap positif klien. Jalin hubungan saling percaya dengan klien. Dorong klien untuk melihat, merasakan, kemudian melakukan perawatan pada Klien mau mengungkapkan perasaannya. Melatih penerimaan diri klien. Memfasilitasi rehabilitasi. Membantu penyembuhan klien.

Memperlihatkan rasa percaya diri.

sisa tungkai. Sertakan keluarga dalam mendukung klien. Bantu klien mencapai tujuan realistik secara bertahap. Memberi dukungan agar klien tidak merasa sendiri. Klien mempunyai kekuatan dan percaya diri untuk mencegah frustasi.

Kolaborasi Konsultasi dengan psikolog jika diperlukan. 4. Infeksi b.d luka pasca operasi d.d pus purulen Infeksi berhenti dan tidak menyebar dengan kriteria : Nilai Leukosit normal Luka tidak kemerahan Luka tidak mengeluarkan pus Luka tidak bengkak Luka tidak panas Cuci tangan sebelum dan sesudah melakukan perawatan luka Jaga lingkungan pasien agar aman, bersih dan Mencegah infeksi dan mencegah luka pada pasien Kaji adanya tanda-tanda infeksi dan derajat keparahan infeksi Ganti balutan secara teratur dengan tekhnik steril Mencegah masuknya mikroorganisme lain penyebab infeksi Menghindari penyebaran infeksi Membantu klien dalam penerimaan dirinya. Untuk menentukan intervensi selanjutnya

nyaman

bertambah

PATOFISIOLOGI
Kecelakaan lalu lintas Fraktur Defisit pengetahuan Informasi Penanganan yang salah Nekrosis jaringan Gas ganggren terputusnya kontinuitas tlg otot saraf hilang organ gangguan citra diri amputasi luka pasca amputasi invasi bakteri inflamasi saraf terputus ujung saraf merangsang hipotalamus persepsi nyeri phantom limb pasang stump gangguan mobilitas fisik vasokontriksi dilatasi makrofag, leukosit menempel pada jaringan luka pus yang purulen infeksi kalor, rubor, dolor histamine, bradikinin menekan saraf Nyeri

También podría gustarte