Está en la página 1de 41

PROPOSAL PENELITIAN Penerapan Model Pembelajaran Class-Wide Peer Tutoring (CWPT) Untuk Meningkatkan Kemampuan Berkomunikasi dan Interaksi

Sosial Siswa Dalam Pembelajaran Biologi

OLEH: MEMORITA WALASARI K4311041/B PENDIDIKAN BIOLOGI

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA 2013

BAB 1 PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah

Pendidikan pada dasaarnya merupakan salah satu upaya untuk memberikan pengetahuan, wawasan, keterampilan, dan keahlian tertentu kepada individu-individu guna menggali dan mengembangkan bakat serta kepribadian mereka. Melalui pendidikan, manusia berusaha

mengembangkan dirinya setiap menghadapi setiap perubahan yang diakibatkan oleh kemajuan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi. Mencerdaskan kehidupan bangsa dan meningkatkan kualitas manusia Indonesia merupakan tanggung jawab semua warga Negara dalam menunjukkan pendidikan nasional. Pembanguna ini dapat dilakukan melalui upaya peningkatan kualitas pendidikan pada semua jenjang pendidikan yang memungkinkan warganya mengembangkan diri sebagai manusia Indonesia seutuhnya. Peningkatan dan penyempurnaan penyelenggaraan pendidikan sesuai dengan perkembangan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (IPTEK) merupakan upaya untuk mewujudkan pembangunan nasional di bidang pendidikan. Dalam upaya meningkatkan kualitas pendidikan, persoalan yang dihadapi adalah berhubungan dengan metode pengajaran dan sistem pendidikan atau system pembelajaran. Metode pengajaran dalam

pembelajaran diharapkan agar sumber informasi utama bagi murid tidak hanya dari guru tetapi dari sumber-sumber yang lain seperti teman, lingkungan maupun dari media baik cetak maupun elektronik. Sedangkan sistem pengajaran yang diharapkan adalah yang sesuai dengan keadaan pendidik, peserta didik, dan masyarakat sekitarnya. Peningkatan kualitas pendidikan di sekolah berkaitan erat dengan kualitas proses belajar mengajar yang dilakukan guru dan siswa di sekolah. Proses belajar yang berkualitas akan menghasilkan manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berbudi pekerti luhur,

bertanggung jawab, mandiri, terampil, kreatif, dan produktif. Sukmadinata (2004:4) menyatakan bahwa pendidikan berfungsi untuk mengembangkan apa yang secara potensial dan actual telah dimiliki peserta didik, sebab peserta didik bukanlah gelas kosong yang harus diisi dari luar. Sistem pembelajaran pada dasarnya merupakan cara-cara untuk mencapai tujuan pembelajaran yaitu tujuan-tujuan yang diharapkan tercapai oleh peserta didik dalam kegiatan belajar. Dalam proses belajar mengajar senantiasa terjadi proses kegiatan interaksi antara siswa sebagai pihak yang belajar dan guru sebagai pihak yang mengajar. Dalam hal interaksi siswa dan guru sering disebut interaksi edukatif. Dalam interkasi edukatif sebaiknya guru tidak mendominasi kegiatan tetapi menciptakan kondisi yang mendukung serta memberikan motivasi dan bimbingan kepada siswa agar dapat mengembangkan potensi dan kreatifitasnya melalui kegiatan belajar. Dalam upaya meningkatkan kreatifitas dan mengembangkan potensi tersebut dapat ditempuh dengan metode pembelajaran yang sesuai dan dengan media yang tepat. Keberhasilan dalam proses belajar mengajar dipengaruhi oleh banyak faktor, yaitu faktor intern dan faktor ekstern. Faktor intern adalah faktor yang ada dalam diri individu yang sedang belajar, sedangkan faktor ekstern yaitu yang ada di luar individu seperti metode pembelajaran dan kurikulum sekolah. Metode pembelajaran yang diperlukan dalam proses belajar mengajar harus memiliki konsep belajar yang dapat mengaitkan antara materi yang diajarkan dengan keadaan sebenarnya serta dengan materi-materi yang lain. Selain itu, metode pembelajaran harus membuat peseerta didik lebih aktif dan kreatif yang dapat ditempuh dengan penerapan metode pembelajaran yang bersifat ineraktif. Bila kita memperhatikan praktik pendidikaan di sekolah selama ini, proses pembelajaran yang dilakukan sebaagian besar guru menggunakan sistem kompetisi, baik dalam pengajaran maupun penilaian anak didik sehingga dengan begitu, sekolah dijadikan sebagai salah satu arena persaaingan. Mulai dari awal masa pendidikan formal, seorang anak belajar dalam suasana kompetisi daan harus berjuang untuk memenangkan

kompetisi agar bisa lulus. Arena kompetisi itu secara tidak langsung telah mendidik dan menggembleng anak didik untuk selalu berusaha mencari jalan keluar agar dapat memenangkan persaingan dengan menghalalkan segala cara. Padahal untuk bisa berhasil pembelajaran harus bisa menciptakan iklim kerja sama. Dalam arti kerja sama dan adanya interaksi antar anggota dalam kelompok-kelompok kecil yang mana hal ini dapat dicapai dengan penerapan metode pembelajaran yang bersifat kooperatif. Salah satu cara yang dapat dilakukan untuk menyelenggarakan proses pembelajaran tersebut adalah menggali metode pembelajaran yang berpusat guru (teacher center) dengan metode yang berpusat pada siswa (student center), sehingga bukan guru yang mendominasi proses pembelajaran. Melalui metode yang bersifat student center tersebut, diharapkan siswa sebagai subjek yang berperan aktif dalam menggali dan memecahkan sendiri masalah-masalah dari suatu konsep yang dipelajari, sedangkan guru lebih banyak bertindak sebagai motivator dan fasilitator. Cara yang dapat dilakukan oleh guru untuk memfasilitasi siswa antara lain menciptakan lingkungan belajar yang kondusif, memberikan bimbingan pada saat kegiatan belajar, dan menjadi partner belajar yang mampu bekerja bersama-sama siswa dalam menyelesaikan masalah (Waras Kamdi:2009). Pada sebuah penelitian di SMA 2 Karangpandan tentang kegiatan pembelajaran di kelas X di tahun pembelajaran 2013/2014 menunjukkan bahwa dari 39 siswa, yang antusias mengikuti pelajaran Biologi hanya sebesar 51,28% (20 orang). Sisanya adalah 17,95% (7 orang) mengantuk, 10,25% (4 orang) melamun, 15,38% (6 orang) berbicara dengan temannya, dan 20,51% (8 orang) sibuk dengan aktifitasnya sendiri. Hasil observasi tersebut menunjukkan minat belajar Biologi siswa masih rendah. Selain minat, keaktifan berkomunikasi dan interaksi social antar sesama siswa dalam pembelajaran Biologi juga masih rendah. Selama berlangsungnya kegiatan pembelajaran, siswa yang berani menjawab pertanyaan guru tanpa ditunjuk sebanyak 25,64% (10 orang). Siswa lain diam jika tidak ditunjuk oleh guru. Siswa terkadang menjawab dengan jawaban serempak. Kepasifan siswa semakin tampak saat guru memberi

kesempatan

untuk

bertanya

dan

mengemukakan

pendapat

yang

berhubungan dengan materi pelajaran, tapi respon yang diberikan siswa sangat minim. Siswa yang berani bertanya hanya sebesar 12,82% (5 oarang). Siswa tidak ada yang berani mengemukakan pendapat sama sekali, dengan demikian tidak ada siswa yang menanggapi pendapat. Dampaknya berimbas pada rendahnya prestasi hasil belajar siswa. Kemampuan berkomunikasi dan interaksi social siswa yang masih kurang terhadap pembelajaran Biologi dapat dirangsang guru dengan menggunakan metode yang dapat melibatkan siswa secara aktif dalam kegiatan pembelajaran, sehingga pembelajaran tidak monoton dan membosankan. Salah satu metode yang dapat digunakan adalah CWPT (Clas-Wide Peer Tutoring). CWPT adalah suatu metode pembelajaran yang dimana siswa dipasangkan oleh guru untuk mengajar satu sama lain secara serempak, sistematis, dan menyenangkan. Penerapan metode ini, siswa dalam satu kelas dibagi menjadi dua kelompok (tim) besar. Pada masing-masing tim tersebut siswa dipasangkan satu sama lain untuk memainkan peran sebagai tutor atau tutee secara bergantian. Tugas tutor adalah menyampaikan materi pelajaran, sedangkan tugas tutee adalah menerima pelajaran. Pada akhir sesi tutoring, tutor menguji kemampuan kognitif tutee dengan membacakan beberapa soal kemudian tutee diberi poin sesuai dengan kebenaran jawabannya. Tujuannya adalah berkompetisi menjadi kelompok pemenang dengan mengumpulkan point sebanyak-banyaknya. Penerapan metode CWPT yang mengharuskan siswa berperan sebagai tutor dan tutee secara bergantian selama sesi tutoring diharapkan dapat mengatasi kebosanan terhadap kegiatan pembelajaran yang biasa dilakukan selama ini, sehingga minat belajar Biologi pun meningkat. Selain itu, adanya sesi tutoring juga diharapkan dapat meningkatkan keberanian dan kepercayaan diri siswa sehingga kemampuan berkomunikasi serta interaksi antar siswa seperti mengajukan pertanyaan, menjawab pertanyaan, mengemukakan pendapat, menanggapi pendapat dan saling membelajarkan dapat meningkat.

Adanya kemauan yang tinggi terhadap suatu materi pelajaran, membuat siswa belajar dengan sungguh-sungguh karena ada daya tarik yang membuatnya bersemangat. Selain itu, dengan kemampuan berkomunikasi siswa yang tinggi akan membawa dampak pada peningkatan interaksi siswa dengan lingkungannya, sehingga dapat memudahkan guru mengetahui halhal yang belum dipahami oleh siswa. Kemampuan berkomunikasi dan interaksi antar sesama siswa yang tinggi saat peembelajaran akan berdampak pada peningkatan prestasinya.

B. Identifikasi Masalah

Berdasarkan latar belakang tersebut dapat diidentifikasi beberapa masalah sebagai berikut: 1. Metode pembelajaran yang digunakan guru saat mengajar menjadi salah satu faktor yang akan mempengaruhi hasil belajar siswa. 2. Pendekatan pembelajaran yang digunakan masih berpusaat padaa guru (teacher center) . 3. Pentingnya inovasi metode pembelajaran dari penggunaan metode ceramah ke model pembelajaran CWPT sehingga dapat meningkatkan hasil belajar siswa.

C. Pembatasan Masalah

Agar penelitian ini mempunyai arah daan lingkup yang jelas maka perlu adanya pembatasan masalah. Adapun pembatasan masalah ini meliputi: 1. Subjek Penelitian Subjek penelitian adalah seluruh siswa kelas X SMA 2 Karangpandan tahun pelajaran 2013/2014. 2. Objek Penelitian a. Pembelajaran dengan penerapan model pembelajaran kooperatif tipe CWPT yaitu pembelajaran dengan system tutoring antar sesame siswa

sehingga dapat diketahui tingkat pemahaman siswa apabila saling membelajarkan. b. Hasil belajar biologi siswa dengan model CWPT yaitu mencakup aspek kognitif, afektif dan psikomotorik pada pokok bahasan ekosistem serta kemampuan berkomunikasi dan interaksi sosial.

D. Perumusaan Masalah Berdasarkan identifikasi masalah dan pembatasan masalah untuk memperjelas dapat dirumuskan sebagai berikut: a. Apakah penggunaan model CWPT (Class-Wide Peer Tutoring) dapat meningkatkan kemampuan berkomunikasi siswa dalam pembelajaran Biologi? b. Apakah penggunaan model CWPT (Class-Wide Peer Tutoring) dapat meningkatkan keaktifan dalam interaksi social antar sesama siswa dalam pembelajaran Biologi?

E. Tujuan Penelitian Tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah untuk mengetahui adanya pengaruh penggunaan model Class-Wide Peer Tutoring (CWPT) terhadap peningkatan kemampuan berkomunikasi dan interaksi sosial siswa dalam pembelajaran biologi SMA 2 Karangpandan tahun pelajaran 2013/2014.

F. Manfaat Penelitian 1. Manfaat Teoritis Penelitian ini memberikan sumbangan konseptual utamanya kepada pembelajaran biologi yaitu melalui penerapan model pembelajaran CWPT sebagai suatu model pembelajaran yang diharapkan dapat meningkatkan kemampuan berkomunikasi dan interaksi sosial siswa. Hasil penelitian ini juga dapat bermanfaat dalam peningkatan mutu dan hasil pembelajaran Sekolah Menengah Atas (SMA). 2. Manfaat Praktis

a. Bagi Siswa 1) Proses pembelajaran ini membuat siswa lebih aktif dalam membelajarkan antar sesame siswa dan mengkonstruksi pengetahuan sehingga mempengaruhi kemampuan berkomunikasi dan interaksi sosial dalam pembelajaran biologi. 2) Memberikan kemudahan dalam memahami konsep materi pelajaran melalui kegiatan tutoring yang dilakukan oleh siswa sendiri. 3) Mengajarkan siswa untuk bekerja sama dalam kelompok-kelompok, memecahkan masalah bersama, berpendapat, berinteraksi, dan bertanggung jawab. b. Bagi Guru 1) Menambah wawasan tentang penerapan model pembelajaran CWPT untuk mengembangkan kemampuan berkomunikasi dan interaksi social siswa. 2) Memberikan solusi terhadap kendala pelaksanaan pembelajaran biologi khususnya terkait dengan kemampuan berkomunikasi dan interaksi sosial sebagai bagian dari kemampuan keterampilan dan sosial dalam bermasyarakat. c. Bagi Institusi Memberikan masukan atau saran dalam upaya mengembangkan suatu proses pembelajaran yang mampu mengembangkan kemampuan berkomunikasi dan interaksi sosial siswa sehingga meningkatkan sumber daya pendidikan untuk menghasilkan lulusan yang berkualitas.

BAB II A. KAJIAN PUSTAKA 1. Kajian Teori a. Pengertian Komunikasi

Komunikasi secara umum dapat diartikan sebagai suatu cara untuk menyampaikan suatu pesan dari pembawa pesan ke penerima pesan untuk memberitahu, pendapat, atau perilaku baik langsung secara lisan, maupun tak langsung melalui media (Herdian:2010). Di dalam

berkomunikasi tersebut harus dipikirkan bagaimana caranya agar pesan yang disampaikan seseorang itu dapat dipahami oleh orang lain. Untuk mengembangkan kemampuan berkomunikasi, orang dapat menyampaikan dengan berbagai bahasa termasuk bahasa matematis. Menurut Baroody (1993:107) ada lima aspek komunikasi.

Kelima aspek itu adalah: 1) Representasi (representating) adalah: (a) bentuk baru sebagai hasil translasi dari suatu masalah, atau ide, (b) translasi suatu diagram atau model fisik ke dalam simbol atau kata-kata. Misalnya, representasi bentuk perkalian ke dalam beberapa model konkret, dan representasi suatu diagram ke dalam bentuk simbol atau kata-kata. Representasi dapat

membantu anak menjelaskan konsep atau ide, dan memudahkan anak mendapatkan strategi pemecahan. Selain itu, penggunaan representasi

dapat meningkatkan fleksibilitas dalam menjawab soal-soal matematik. 2) Mendengar (listening) merupakan aspek penting dalam suatu

diskusi. Siswa tidak akan mampu berkomentar dengan baik apabila tidak mampu mengambil inti sari dari topik diskusi. Siswa sebaiknya

mendengar dengan hati -hati manakala ada pertanyaan dan komentar dari temannya. Mendengar secara hati-hati terhadap pertanyaan teman dalam suatu grup juga dapat membantu siswa mengkontruksi lebih lengkap pengetahuan matematika dan mengatur strategi jawaban yang

lebih efektif. Pentingnya mendengar secara kritis juga dapat mendorong siswa berpikir tentang jawaban pertanyaan sambil mendengar. 3) Membaca (reading) adalah aktivitas membaca teks secara aktif untuk mencari jawaban atas pertanyaan-pertanyaan yang telah disusun.

Pembaca yang baik terlibat aktif dengan teks bacaan dengan cara: (a) membangun pengetahuan dalam pikiran mereka berdasarkan apa yang telah mereka ketahui, (b) menggunakan strategi untuk memahami teks bacaan dan mengorganisasikannya dalam bentuk visual berupa bagan, diagram, atau outline, (c) memonitor, merencanakan dan mengatur

pembentukan makna, (d) membangun penafsiran atau pemahaman teks bacaan yang bermakna dalam memori jangka pendek, dan (e)

menggunakan strategi dan pengetahuan yang sudah ada yang digali dalam memori jangka panjang. 4) Diskusi (discussing) merupakan sarana untuk mengungkapkan dan merefleksikan pikiran siswa. Beberapa kelebihan dari diskusi kelas, yaitu antara lain: (a) dapat mempercepat pemahaman materi

pembelajaran dan kemahiran menggunakan strategi, (b) membantu siswa mengkonstruk pemahaman matematk, (c) menginformasikan bahwa, para ahli matematika matematika biasanya tidak memecahkan masalah

sendiri-sendiri, tetapi membangun ide bersama pakar lainnya dalam suatu tim, dan (d) membantu siswa menganalisis dan memecahkan

masalah secara bijaksana. 5) Menulis (writing) adalah suatu kegiatan yang dilakukan dengan sadar untuk mengungkapkan dan merefleksikan pikiran. Menulis adalah alat yang bermanfaat dari berpikir karena melalui berpikir, siswa memperoleh pengalaman matematika sebagai suatu aktivitas yang

kreatif. Manzo mengatakan menulis dapat meningkatkan taraf berpikir siswa ke arah yang lebih tinggi (higher-order-thinking). Kemampuan komunikasi menjadi penting ketika siswa dilakukan, dimana siswa diharapkan mampu diskusi antar menyatakan,

menjelaskan, menggambarkan, mendengar, menanyakan dan bekerjasama sehingga dapat membawa siswa pada pemahaman yang mendalam tentang Biologi. Anak-anak yang diberikan kesempatan untuk bekerja

dalam kelompok dalam mengumpulkan dan menyajikan data, mereka menunjukkan kemajuan baik di saat mereka saling mendengarkan ide yang satu dan yang lain, mendiskusikannya bersama kemudian menyusun

kesimpulan yang menjadi pendapat kelompoknya. Ternyata mereka belajar sebagian besar dari berkomunikasi dan mengkontruksi sendiri pengetahuan mereka. Merumuskan pengalaman belajar biologi atau sains terikat erat dengan pengembangan keterampilan proses sains. Pengalaman belajar siswa dapat bervariasi, tapi seorang guru yang professional akan berupaya agar siswanya belajar secara bermakna. Pembelajaran bermakna baru akan dicapai siswa apabila siswa terlibat secara intelektual, manual, dan social. Belajar dengan keterampilan proses memungkinkan siswa mempelajari konsep yang menjadi tujuan belajar sains dan sekaligus dapat

mengembangkan keterampilan-keterampilan dasar sains, sikap ilmiah dan sikap kritis. Keterampilan proses sains meliputi keterampilan intelektual, keterampilan manual, dan keterampilan social yang perlu dikembangkan melalui pengalaman langsung. Salah satu bagian dari keterampilan proses sains adalah keterampilan komunikasi (Rustaman, 2005). Keterampilan komunikasi merupakan salah satu tujuan yang diharapkan tercapai dalam sains (Woolnough dan Allsop, 1984), akan tetapi kenyataan yang terjadi di dunia pendidikan keterampilan ini sangat tidak diperhatikan padahal keterampilan berkomunikasi sangat bermanfaat untuk siswa dan juga untuk pengajar. Memiliki keterampilan komunikasi yang baik dapat menjadi modal untuk siswa memahami suatu konsep dalam sains. Keterampilan komunikasi merupakan keterampilan yang penting dimiliki oleh siswa karena dengan memiliki kemampuan komunikasi, siswa dapat mengkomunikasikan informasi baik secara lisan ataupun tulisan kepada masyarakat luas. Keterampilan komunikasi menunjukkan interaksi

siswa dalam kelas baik dengan guru ataupun dengan siswa sesamanya, karena berkomunikasi dapat dilakukan melalui tulisan, gambar (grafik atau bagan), membaca atau berbicara. Interaksi yang hendak dibentuk didalam kelas melalui keterampilan berkomunikasi ini dapat dilakukan dengan menyusun kegiatan yang dapat mengembangkan keterampilan

berkomunikasi siswa. Siswa dapat diminta untuk membaca data dalam table dan mengemukakannya kembali atau siswa dapat ditugaskan untuk menyajikan data hasil pengamatan ke dalam bentuk table atau grafik. Hal ini dapat dilaksanakan dalam kegiatan pembelajaran yang pelaksanaannya menggunakan metode praktikum (Rustaman, 2005). Tujuan Komunikasi Ada tiga tujuan atau motif komunikasi yang perlu dikemukakan di sini. Motif atau tujuan ini tidak perlu dikemukakan secara sadar, juga tidak perlu mereka yang terlibat menyepakati tujuan komunikasi mereka. Tujuan dapat disadari ataupun tidak, dapat dikenali ataupun tidak. Selanjutnya, meskipun. teknologi komunikasi berubah dengan cepat dan drastis (kita mengirimkan surat elektronika, bekerja dengan komputer, misalnya) tujuan komunikasi pada dasarnya tetap sama, bagaimanapun hebatnya revolusi elektronika dan revolusi-revolusi lain yang akan datang. (Arnold dan Bowers, 1984; Naisbit.1984). a. Menemukan Salah satu tujuan utama komunikasi menyangkut penemuan diri (personal discovery) Bila anda berkomunikasi dengan orang lain, anda belajar mengenai diri sendiri selain juga tentang orang lain. Kenyataannya, persepsi-diri anda sebagian besar dihasilkan dari apa yang telah anda pelajari tentang diri sendiri dari orang lain selama komunikasi, khususnya dalam perjumpaan-perjumpaan antarpribadi.

b. Untuk meyakinkan Media masa ada sebagian besar untuk meyakinkan kita agar mengubah sikap dan perilaku kita. Dalam perjumpaan antarpribadi

sehari-hari kita berusaha mengubah sikap dan perilaku orang lain. Kita berusaha mengajak mereka melakukan sesuatu, mencoba cara diit yan baru, membeli produk tertentu, menonton film, membaca buku, rnengambil mata kuliah tertentu, meyakini bahwa sesuatu itu salah atau benar, menyetujui atau mengecam gagasan tertentu, dan sebagainya. Daftar ini bisa sangat panjang. Memang, sedikit saja dari komunikasi antarpribadi kita yang tidak berupaya mengubah sikap atau perilaku.

c. Untuk bermain Kita menggunakan banyak perilaku komunikasi kita untuk bermain dan menghibur diri. Kita mendengarkan pelawak, pembicaraan, musik, dan film sebagian besar untuk hiburan. Demikian pula banyak dari perilaku komunikasi kita dirancang untuk menghibur orang lain (menceritakan lelucon mengutarakan sesuatu yang baru, dan mengaitkan cerita-cerita yang menarik). Adakalanya hiburan ini merupakan tujuan akhir, tetapi adakalanya ini merupakan cara untuk mengikat perhatian orang Iain sehingga kita dapat mencapai tujuantujuan lain. Prinsip-prinsip komunikasi 1. Komunikasi Adalah Paket Isyarat Perilaku komunikasi, apakah ini melibatkan pesan verbal, isyarat tubuh, atau kombinasi dari keduanya, biasanya terjadi dalam "paket". Biasanya, perilaku verbal dan nonverbal saling memperkuat dan mendukung. Semua bagian dari sistem pesan biasanya bekerja bersama-sama untuk mengkomunikasikan makna tertentu. Dalam segala bentuk komunikasi, apakah antarpribadi, kelompok kecil, pidato di muka umum, atau media masa, kita kurang memperhatikan sifat paket dari komunikasi.

2. Komunikasi Adalah Proses Penyesuaian

Sebagian dari seni komunikasi adalah mengidentifikasikan isyarat orang lain, mengenali bagaimana isyarat-isyarat tersebut digunakan, dan memahami apa artinya. Mereka yang hubungannya akrab akan menyadari bahwa mengenali isyarat-isyarat orang lain memerlukan waktu yang sangat lama dan seringkali membutuhkan kesabaran. Jika kita ingin benar-benar memahami apa yang dimaksud seseorang, bukan sekadar mengerti apa yang dikatakan atau dilakukannya, kita harus mengenal sistem isyarat orang itu.

3. Komunikasi Mencakup Dimensi Isi Dan Hubungan Aspek isi mengacu pada tanggapan perilaku yang diharapkan yaitu, bawahan menemui atasan setelah rapat. Aspek hubungan menunjukkan bagaimana komunikasi dilakukan. Bahkan

penggunaan kalimat perintah yang sederhana sudah menunjukkan adanya perbedaan status di antara kedua pihak Atasan dapat memerintah bawahan. Ini barangkali akan lebih jelas terlihat bila kita membayangkan seorang bawahan memberi perintah kepada

atasannya. Hal ini akan terasa janggal dan tidak layak karena melanggar hubungan normal antara atasan dan bawahan.

4. Komunikasi Melibatkan Transaksi Simetris dan Komplementer Hubungan dapat berbentuk simetris atau komplementer. Dalam hubungan simetris dua orang saling bercermin pada perilaku lainnya. Perilaku satu orang tercermin pada perilaku yang lainnya. Jika salah seorang mengangguk, yang lain mengangguk, jika yang satu menampakkan rasa cemburu, yang lain memperlihatkan rasa cemburu; jika yang satu pasif, yang lain pasif. Hubungan ini bersifat setara (sebanding), dengan penekanan pada meminimalkan

perbedaan di antara kedua orang yang bersangkutan.

5. Komunikasi adalah proses transaksional Komunikasi adalah transaksi. Dengan transaksi dimaksudkan bahwa komunikasi merupakan suatu proses, hahwa komponen-

komponennya saling terkait, dan bahwa para komunikatornya beraksi dan bereaksi sebagai suatu kesatuan atau keseluruhan. Komunikasi adalah Proses. Komponen-komponen Komunikasi Saling Terkait. Komunikator bertindak sebagai satu kesatuan. Menurut Kridalaksana (2000) kemampuan komunikasi adalah kemampuan komunikator (orang yang menyampaikan informasi) untuk mempergunakan bahasa yang dapat diterima dan memadai secara umum. Defenisi lain dari kemampuan komunikasi adalah kemampuan individu dalam mengolah kata-kata, berbicara secara baik dan dapat dipahami oleh lawan bicara (Evans & Russel, 1992). Batasan lain menurut Berelson & Steiner (dalam Mulyana, 2001) mengartikan kemampuan komunikasi sebagai kemampuan mentransmisi informasi, gagasan, emosi, keterampilan dengan menggunakan simbol-simbol seperti perkataan, gambar, figur, grafik dan sebagainya. Menurut Book (dalam Cangara, 2002) kemampuan komunikasi adalah proses simbolik yang menghendaki individu agar dapat mengatur lingkungan dalam hubungan sosialnya melalui pertukaran informasi untuk mengubah sikap dan tingkah laku orang lain. Dari berbagai definisi diatas dapat ditarik suatu kesimpulan bahwa kemampuan komunikasi adalah suatu kecakapan individu dalam mengolah kata-kata, berbicara secara baik dalam penyampaian informasi, gagasan, emosi, keterampilan dengan

menggunakan simbol-simbol seperti perkataan, gambar, figur, grafik dan sebagainya sehingga dapat dipahami dengan baik oleh lawan bicaranya. A. Interaksi Sosial Interaksi sosial dapat diartikan sebagai hubungan-hubungan sosial yang dinamis. Hubungan sosial yang dimaksud dapat berupahubungan antara individu yang satu dengan individu lainnya, antara kelompok yang satu dengan kelompok lainnya, maupun antara kelompok dengan individu.

Dalam interaksi juga terdapat simbol, di mana simbol diartikan sebagai sesuatu yang nilai atau maknanya diberikan kepadanya oleh mereka yang menggunakannya. Proses Interaksi sosial menurut Herbert Blumer adalah pada saat manusia bertindak terhadap sesuatu atas dasar makna yang dimiliki sesuatu tersebut bagi manusia. Kemudian makna yang dimiliki sesuatu itu berasal dari interaksi antara seseorang dengan sesamanya. Dan terakhir adalah Makna tidak bersifat tetap namun dapat dirubah, perubahan terhadap makna dapat terjadi melalui proses penafsiran yang dilakukan orang ketika menjumpai sesuatu. Proses tersebut disebut juga dengan

interpretative process. Syarat-syarat Terjadinya Interaksi Sosial Suatu interaksi sosial tidak akan mungkin terjadi apabila tidak memenuhi dua syarat (Soerjono Sukanto) yaitu: adanya kontak sosial, dan adanya komunikasi: 1. Kontak Sosial Kontak sosial berasal dari bahasa latin con atau cum yang berarti bersama-sama dan tango yang berarti menyentuh. Jadi secara harfiah kontak adalah bersama-sama menyentuh. Secara fisik, kontakbaru terjadi apabila terjadi hubungan badaniah. Sebagai gejala sosial itu tidak perlu berarti suatu hubungan badaniah, karena orang dapat mengadakan hubungan tanpa harus menyentuhnya, seperti misalnya dengan cara berbicara dengan orangyang bersangkutan. Dengan berkembangnya teknologi dewasa ini, orang-orang dapat berhubungan satu sama lain dengan melalui telepon, telegraf, radio, dan yang lainnya yang tidak perlu memerlukan sentuhan badaniah. Kontak sosial dapat berlangsung dalam tiga bentuk (Soerjono Soekanto : 59) yaitu sebagai berikut : a. Antara orang perorangan

Kontak

sosial

ini

adalah

apabila

anak

kecil

mempelajari

kebiasaankebiasaan dalam keluarganya. Proses demikian terjadi melalui komunikasi, yaitu suatu proses dimana anggota masyarakat yang baru mempelajari norma-norma dan nilai-nilai masyarakat di mana dia menjadi anggota. b. Antara orang perorangan dengan suatu kelompok manusia atau sebaliknya. Kontak sosial ini misalnya adalah apabila seseorang merasakan bahwa tindakan-tindakannya berlawanan dengan normanorma masyarakat. c. Antara suatu kelompok manusia dengan kelompok manusia lainnya. Umpamanya adalah dua partai politik yang bekerja sama untuk mengalahkan partai politik lainnya. Kontak sosial memiliki beberapa sifat, yaitu kontal sosial positif dan kontak sosial negative. Kontak sosial positif adalah kontak sosial yang mengarah pada suatu kerja sama, sedangkan kontak sosial negative mengarah kepada suatu pertentangan atau bahkan sama sekali tidak menghasilkan kontak sosial. Bentuk-Bentuk Interaksi Sosial 1. Proses Asosiatif (Processes of Association) a. Kerja Sama (Cooperation) Beberapa sosiolog menganggap bahwa kerja sama merupakan bentuk interaksi sosial yang pokok. Sosiolog lain menganggap bahwa kerja sama merupakan proses utama. Golongan terakhir tersebut memahamkan kerja sama untuk menggambarkan sebagian besar bentuk-bentuk interaksi sosial atas dasar bahwa segala macam bentuk inetarksi tersebut dapat dikembalikan kepada kerja sama. Kerja sama di sini dimaksudkan sebagai suatu usaha bersama antara orang perorangan atau kelompok manusia untuk mencapai satu atau beberapa tujuan bersama. Sehubungan dengan pelaksanaan kerja sama, ada lima bentuk kerja sama, yaitu:

1) Kerukunan yang mencakup gotong-royong dan tolong-menolong. 2) Bargaining, yaitu pelaksanaan perjanjian mengenai pertukaran barabg-barabg dan jasa-jasa antara dua organisasi atau lebih. 3) Ko-optasi (Co-optation), yaitu suatu proses penerimaan unsurunsur baru dalam kepemimpinan atau pelaksanaan politik dalam suatu organisasi, sebagai salah satu cara untuk menghindari terjadinya kegoncangan dalam stabilisasi organisasi yang

bersangkutan. 4) Koalisi (Coalition), yaitu kombinasi antara dua ornagisasi atau lebih yang mempunyai tujuan-tujuan yang sama. Akan tetapi karena maksud utama adalah untuk mencapai satu atau beberapa tujuan bersama, maka sifatnya alaha kooperatif. 5) Joint-ventrue, yaitu kerja sama dalam pengusahaan proyekproyek tertentu, misalnya pemboran minyak, pertambangan batu bara, perfilman, perhotelan, dll.

b. Akomodasi (Accomodation) Istilah akomodasi dipergunakan dalam dua arti yaitu untuk menunjuk pada suatu keadaan dan untuk menunjuk pada suatu proses. Akomodasi yang menunjuk pada suatu keadaan,

berartiadanya suatu keseimbangan (equilibrium) dalam interaksi antara orang-peorangan atau kelompok-kelompok manusia dalam kaitannya dengan normanorma sosial dan nilai-nilai sosial yang berlaku didalam masyarakat. Sebagai suatu proses, akomodasi menunjuk pada usaha-usaha manusia untuk pertentangan yaitu usaha-usaha meredakan suatu

untuk mencapai kestabilan.

Menurut Gillin dan Gillin, akomodasi adalah suatu pengertian yang digunakan oleh para sosiolog untuk menggambarkan suatu proses dalam hubungan-hubungan sosial yang sama artinya

dengan pengertian adaptasi (adaptation) yang dipergunakan oleh ahli-ahli biologi untuk menunjuk pada suatu proses dimana

makhluk-makhluk hidup sekitarnya.

menyesuaikan

dirinya

dengan

alam

c. Asimilasi (Assimilation) Asimilasi merupakan proses sosial dalam taraf lanjut. Ia ditandai dengan adanya usaha-usaha mengurangi perbedaan-

perbedaan yang terdapat antara orang-perorangan atau kelompokkelompok manusia dan juga meliputi usaha-usaha untuk

mempertinggi kesatuan tindak, sikap dan proses-proses mental dengan memperhatikan kepentingan-kepentingan dan tujuan-tujuan bersama. 2. Proses Disosiatif Proses disosiatif sering disebut sebagai oppositional processes, persis halnya dengan kerja sama, dapat ditemukan pada setiap masyarakat, walaupun bentuk dan arahnya ditentukan oleh

kebudayaan dan system social masyarakat bersangkutan. a. Persaingan (competition) Adalah suatu proses social, di mana individu atau kelompokkelompok manusia yang bersaing, mencari keuntungan melalui bidang-bidang kehidupan yang pada suatu masa tertentu menjadi pusat perhatian umum (baik perseorangan maupun kelompok manusia) dengan cara menarik perhatian public atau dengan yang telah ada, tanpa mempergunakan

mempertajam prasangka ancaman atau kekerasan. b. Kontravensi (contravention)

Kontravensi pada hakikatnya merupakan suatu bentuk proses social yang berada antara persaingan dan pertentangan atau

pertikaian.

Jenis-jenis Interaksi Sosial Ada tiga jenis interaksi sosial, yaitu: 1. Interaksi antara Individu dan Individu. Pada saat dua individu bertemu, interaksi sosial sudah mulai terjadi. Walaupun kedua individu itu tidak melakukan kegiatan apa-apa, namun sebenarnya

interaksi sosial telah terjadi apabila masing-masing pihak sadar akan adanya pihak lain yang menyebabkan perubahan dalam diri masingmasing. Hal ini sangat dimungkinkan oleh faktor-faktor tertentu, seperti bau minyak wangi atau bau keringat yang menyengat, bunyi sepatu ketika sedang berjalan dan hal lain yang bisa mengundang reaksi orang lain. 2. Interaksi antara Kelompok dan Kelompok. Interaksi jenis ini terjadi pada kelompok sebagai satu kesatuan bukan sebagai pribadi-pribadi anggota kelompok yang bersangkutan. Contohnya, permusuhan

antara Indonesia dengan Belanda pada zaman perang fisik. 3. Interaksi antara Individu dan Kelompok. Bentuk interaksi di sini berbedabeda mencolok sesuai dengan keadaan. Interaksi antara tersebut lebih

manakala terjadi

perbenturan

kepentingan

perorangan dan kepentingan kelompok.

Ciri-ciri Interaksi Sosial Interaksi sosial mempunyai ciri-ciri sebagai berikut: 1. Ada pelaku dengan jumlah lebih dari satu orang 2. Ada komunikasi antarpelaku dengan menggunakan simbol-simbol 3. Ada dimensi waktu (masa lampau, masa kini, dan masa mendatang) yang menentukan sifat aksi yang sedan berlangsung 4. Ada tujuan-tujuan tertentu, terlepas dari sama tidaknya tujuan tersebut dengan yang diperkirakan oleh pengamat. Tidak semua tindakan merupakan interaksi. Hakikat interaksi terletak pada kesadaran mengarahkan tindakan pada orang lain. Harus ada orientasi timbal-balik antara pihak-pihak yang bersangkutan, tanpa menghiraukan isi perbuatannya.

B. Metode CWPT Menurut Hall dan Stegila (2003) guru selalu dihadapkan pada tantangan mengajar dengan berbagai kemampuan dan karakteristik siswa dalam suatu kelas. Salah satu cara untuk menghadapi tantangan tersebut adalah dengan penerapan Peer-Mediated Instruction and Intervebtion (PMII). PMII merupakan alternative penyelesaian permasalahan kelas yang dalam pelaksanaannya siswa bertugas untuk mengajar teman sekelasnya atau satu sama lain. Strategi ini merupakan salah satu pembelajaran kooperatif dalam kelompok kecil dimana siswa bekerja secara berpasangan. PMII terdiri dari tiga metode yaitu Reverse-Role Tutoring, Cross-Age Tutoring dan Class-Wide Peer Tutoring (CWPT).

Salah satu metode dari PMII yang sering digunakan adalah CWPT. Menurut Greenwood, Delquadri & Hall (1988) dalam Slavin (2009:26) Class-Wide Peer Tutoring (Pengajaran Berpasangan Seluruh Kelas) merupakan salah satu metode pembelajaran kooperatif yang sejak lama digunakan di dalam kelas. Menurut Terry (tanpa tahun) CWPT adalah suatu mengajar timbal balik oleh teman sebaya dengan penguatan kelompok dimana seluruh siswa di kelas dapat aktif dalam proses pembelajaran. Latihan yang digunakan dalam CWPT berdasarkan kemampuan akademis secara simultan, sistematis dan menyenangkan.

Beberapa ciri CWPT berdasarkan Hall dan Stegila (2003) yaitu semua pasangan (tim) dibentuk di dalam kelas, prosedur pengajaran yang sangat terstruktur, adanya pengumpulan poin harian/pengumpulan poin dari anggota, dan praktek langsung keterampilan akademis.

Pembelajaran dengan tutor teman sebaya merupakan strategi pembelajaran aktif yang efektif untuk meningkatkan pemahaman konsep Biologi siswa selama siswa dilibatkan secara langsung di dalam pengajaran

materi khusus (Tessier, 2004). Selain itu, Du Paul (1998) menyatakan, CWPT membantu guru memastikan bahwa: a. Siswa mempunyai seseorang yang mendampingi mereka secara pribadi untuk menjelaskan pelajaran dengan cara yang paling tepat untuk mereka (tidak terlalu cepat maupun terlalu lambat). b. Siswa mempunyai kesempatan yang lebih banyak untuk membicarakan dan berlatih sesuatu yang mereka pelajari. c. Siswa mempunyai kesempatan yang lebih banyak untuk bertanya ketika mereka bingung tanpa merasa takut dipermalukan di depan kelas. d. Siswa mempunyai seseorang yang dapat memberitahu kebenaran jawaban mereka. e. Siswa mempunyai seseorang yang dapat memberitahu dan mendorong menyelesaaikan tugas.

Du Paul (1998) menambahkan bahwa Class-Wide Peer Tutoring merupakan suatu cara bagi semua siswa untuk mendapat bantuan satu per satu dan mendapat cukup waktu untuk belajar dan berlatih. Pada penerapan CWPT, masing-masing siswa akan mendapat partner yang dapat membantu siswa belajar, sehingga guru tidak perlu merasa khawatir bahwa mereka tidak dapat memberi perhatian pada semua siswa yang ada di kelas.

Pelaksanaan Pembelajaran Metode CWPT

Pembelajaran dengan metode CWPT dilakukan berdasarkan format permainan basket, yaitu dengan membagi siswa yang ada di kelas menjadi dua tim sama besar yang akan bersaing menjadi tim pemenang dengan mengumpulkan poin terbanyak selama proses pembelajaran. Selanjutnya Fulk dan King (2001:50) mengungkapkan bahwa setiap siswaa pada masing-masing tim tersebut selanjutnya dipasang-pasangkan. Salah satu siswa dalam setiap pasangan berperan sebagai tutor (guru) yang menyediakan stimulus bagi siswa lain. Sedangkan, siswa lain dalam

pasangan tersebut berperan sebagai siswa yang belajar (tutee) dengan merespon tutor secara oral maupun tertulis.

Prosedur pelaksanaan CWPT menurut Greenwood, et al (1988) adalah seluruh siswa di kelas dibagi menjadi dua kelompok yang sebelumnya telah dipasang-pasangkan menjadi tutor dan tutee yang duduk berdekatan, tutor telah dilengkapi dengan naskah berisi materi akademik sesuai dengan konten yang akan diajarkan. Jika jumlah siswa yang dipasangkan tidak genap dapat dibentuk kelompok yang beranggotakan tiga siswa. Selanjutnya, tutor mengajarkan satu bagian dari naskah kepada tutee dalam waktu tertentu, tutee merespon secara oral bagian yang diajarkan. Tutor melakukan perhitungan poin berdasarkan jawaban yang diberikan tutee. Kedua siswa bertukar peran saat waktu yang telah ditentukan sudah habis. Siswa yang berperan sebagai tutor/tutee sekarang diajar oleh siswa yang berperan sebagai tutee/tutor dalam waktu yang sama. Pada setiap waktu tutoring guru mencatat perolehan poin setiap siswa. Selanjutnya, guru menjumlahkan seluruh perolehan poin yang dihasilkan oleh masing-masing tim. Tim dengan perolehan poin terbanyak diumumkan sebagai tim pemenang dan diberikan penghargaan oleh anggota dari tim lain. Setiap siswa melaksanakan perannya (sebagai tutor ataupun tutee) dalam waktu tertentu. Apabila waktu tersebut telah berakhir, maaka siswa bertukar peran, sehingga tutor sekarang menjadi tutee dan sebaliknya. Pada akhir sesi tutoring, poin dikumpulkan dari semua anggota kedua tim dan dijumlahkan bersama untuk menentukan tim pemenang pada hari tersebut.

Kelebihan dan Kekurangan Metode CWPT Menurut Nobel (2005:299-31) CWPT memiliki kelebihan yaitu: a. Pelaksanaannya mudah CWPT merupakan metode yang fleksibel yang dapat diaplikasikan dari tingkat sekolah umum hingga sekolah dengan siswa yang berkebutuhan khusus. b. Bermanfaat untuk tutor maupun tutee

Tutor dan tutee mendapatkan manfaat dari penggunaan metode CWPT. Dalam system pengajaran CWPT yang berulang, kedua siswa baik tutor maupun tutee menunjukkan peningkatan penguasaan materi. CWPT juga mampu memperbaiki self-concept, sikap di sekolah dan meningkatkan rasa nasionalisme. c. Pengajaran secara personal CWPT dapat mengefisiensikan waktu mengajar karena setiap siswa diharuskan berperan sebagai tutor dan tutee dan melakukan pengajaran secara personal. d. Meningkatkan prestasi akademik CWPT merupakan cara yang efektif untuk mengajar siswa dengan berbagai tingkatan dengan materi yang bervariasi. e. Meningkatkan kesempatan memberikan tanggapan Terdapat hubungan positif antara kesempatan memberikan tanggapan, tanggapan aktif siswa dan perbaikan akademik. Kesempatan

memberikan tanggapan merupakan interaksi antara pengajaran langsung dari guru dan tanggapan siswa.

C. Hakikat IPA Biologi dan Pengajarannya

Sains merupakan suatu kumpulan pengetahuan y ang diperoleh tidak hanya produk saja, akan tetapi juga mencakup pengetahaun seperti keterampilan keingintahuan, keteguhan hati, dan juga

keterampilan dalam hal melakukan peny elidikan ilmiah.

Para ilmuwan IPA dalam mempelajari gejala alam, menggunakan proses dan sikap ilmiah. Proses ilmiah yang dimaksud misalnya melalui pengamatan, eksperimen, dan analisis y ang bersifat rasional. Sedang sikap ilmiah misalnya objektif dan jujur dalam mengumpulkan data yang diperoleh. Dengan menggunakan proses dan sikap ilmiah itu saintis memperoleh penemuan-penemuan atau produk yang berupa fakta, konsep, prinsip, dan teori. Carin (1993) menyatakan bahwa IPA sebagai

produk atau isi mencakup fakta, konsep, prinsip, hukum-hukum, dan teori IPA. Jadi pada hakikatny a IPA terdiri dari tiga komponen, yaitu sikap ilmiah, proses ilmiah, dan produk ilmiah. Hal ini berarti bahwa IPA tidak hanya terdiri atas kumpulan pengetahuan atau berbagai macam fakta yang dihafal, IPA juga merupakan kegiatan atau proses aktif menggunakan pikiran dalam mempelajari gejala -gejala alam yang belum dapat direnungkan. IPA menggunakan apa yang telah diketahui sebagai batu loncatan untuk memahami apa y ang belum diketahui. Suatu masalah IPA yang telah dirumuskan dan kemudian berhasil dipecahkan akan memungkinkan IPA untuk berkembang secara dinamis. Akibatnya kumpulan pengetahuan sebagai produk juga bertambah.

Biologi sebagai salah satu cabang ilmu pengetahuan alam memfokuskan pembahasan pada masalah-masalah biologi di alam

sekitar melalui proses dan sikap ilmiah. Sebagai cabang IPA, maka dalam pembelajaran biologi berpatokan pada pembelajaran IPA seperti yang tertuang dalam kurikulum 1994, yaitu pembelajaran yang

berorientasi pada hakikat IPA yang meliputi produk, proses, dan sikap ilmiah melalui keterampilan proses.Berdasarkan uraian di atas jelas

bahwa pembelajaran IPA biologi lebih menekankan pada pendekatan keterampilan proses sehingga siswa menemukan fakta-fakta, membangun konsep-konsep, teori dan sikap ilmiah di pihak siswa yang dapat berpengaruh positif terhadap kualitas maupun produk pendidikan. Pembelajaran biologi selama ini lebih banyak menghafalkan fakta, prinsip, dan teori saja. Untuk mengantisipasi biologi hal tersebut perlu

dikembangkan

strategi pembelajaran

yang dapat

melibatkan

siswa secara aktif dalam kegiatan pembelajaran untuk menemukan dan menerapkan ide -ide mereka.

Pengertian Pembelajaran Kooperatif Pembelajaran kooperatif adalah salah satu bentuk pembelajaran y ang berdasarkan faham konstruktivis. Pembelajaran kooperatif

merupakan strategi belajar dengan sejumlah siswa sebagai anggota kelompok kecil yang tingkat kemampuannya berbeda. Dalam

menyelesaikan tugas kelompoknya, setiap siswa anggota kelompok harus saling bekerja sama dan saling membantu untuk memahami materi pelajaran. Dalam pembelajaran kooperatif, belajar dikatakan belum

selesai jika salah satu teman dalam kelompok belum menguasai bahan pelajaran. Unsur-unsur dasar dalam pembelajaran kooperatif adalah sebagai berikut (Lungdren, 1994). a. Para siswa harus memiliki persepsi bahwa mereka tenggelam atau berenang bersama. b. Para siswa harus memiliki tanggungjawab terhadap siswa atau peserta didik lain dalam kelompoknya, selain tanggung jawab

terhadap diri sendiri dalam mempelajari materi yang dihadapi c. Para siswa harus berpandangan bahwa mereka semua memiliki tujuan yang sama. d. Para siswa membagi tugas dan berbagi tanggungjawab di antara para anggota kelompok. e. Para siswa diberikan satu evaluasi atau penghargaan y ang akan ikut berpengaruh terhadap evaluasi kelompok. f. Para siswa berbagi kepemimpinan sementara mereka memperoleh keterampilan bekerja sama selama belajar. g. Setiap siswa akan diminta mempertanggungjawabkan secara individual materi yang ditangani dalam kelompok kooperatif.

Menurut Thompson, et al. (1995), pembelajaran kooperatif turut menambah unsur-unsur interaksi sosial pada pembelajaran sains. Di dalam pembelajaran kooperatif siswa belajar bersama dalam kelompokkelompok kecil yang saling membantu satu sama lain. Kelas disusun dalam kelompok y ang terdiri dari 4 atau 6 orang siswa, dengan

kemampuan yang heterogen. Maksud kelompok heterogen adalah terdiri dari campuran kemampuan siswa, jenis kelamin, dan suku. Hal ini

bermanfaat untuk melatih siswa menerima perbedaan dan bekerja dengan teman yang berbeda latar belakangnya. Pada pembelajaran kooperatif diajarkan keterampilan-keterampilan khusus agar dapat bekerja sama dengan baik di dalam kelompoknya, seperti menjadi pendengar y ang baik, siswa diberi lembar kegiatan yang berisi pertanyaan atau tugas yang direncanakan untuk diajarkan. Selama kerja kelompok, tugas anggota kelompok adalah mencapai

ketuntasan (Slavin, 1995).

Ciri-ciri Pembelajaran Kooperatif Beberapa ciri dari pembelajaran kooepratif adalah; (a) setiap anggota memiliki peran, (b) terjadi hubungan interaksi langsung di antara siswa, (c) setiap anggota kelompok bertanggung jawab atas belajarnya dan juga teman-teman sekelompoknya, (d) guru membantu

mengembangkan keterampilan-keterampilan interpersonal kelompok, (e) guru hany a berinteraksi dengan kelompok saat diperlukan (Carin, 1993).

Tiga konsep sentral yang menjadi karakteristik pembelajaran kooperatif sebagaimana dikemukakan oleh Slavin (1995), yaitu

penghargaan kelompok, pertanggungjawaban individu, dan kesempatan yang sama untuk berhasil. a. Penghargaan kelompok Pembelajaran kooperatif menggunakan tujuan-tujuan kelompok untuk memperoleh penghargaan kelompok. Penghargaan kelompok diperoleh jika kelompok mencapai skor di atas kriteria yang ditentukan. Keberhasilan kelompok didasarkan pada penampilan individu sebagai anggota kelompok dalam menciptakan hubungan antar personal y ang saling mendukung, saling membantu, dan saling peduli. b. Pertanggungjawaban individu

Keberhasilan kelompok tergantung dari pembelajaran individu dari semua anggota kelompok. pada aktivitas Pertanggung anggota jawaban yang tersebut saling

menitikberatkan

kelompok

membantu dalam belajar. Adanya pertanggungjawaban secara individu juga menjadikan setiap anggota siap untuk menghadapi tes dan tugas-tugas lainnya secara mandiri tanpa bantuan teman

sekelompoknya. c. Kesempatan yang sama untuk mencapai keberhasilan Pembelajaran kooperatif menggunakan metode skoring yang

mencakup nilai perkembangan berdasarkan peningkatan prestasi yang diperoleh siswa dari yang terdahulu. Dengan menggunakan metode skoring ini setiap siswa baik yang berprestasi rendah, sedang, atau tinggi sama-sama memperoleh kesempatan untuk berhasil dan

melakukan y ang terbaik bagi kelompoknya.

B. Kerangka Berpikir Permasalahan yang dihadapi siswa dalam pembelajaran biologi di kelas X SMA 2 Karangpandan adalah rendahnya keaktifan siswa dalam proses pembelajaran. Keaktifan yang dimaksud adalah keaktifan

berkomunikasi dalam pembelajaran yang tampak dari kurangnya partisipasi siswa dalam bertanya, menjawab pertanyaan, berpendapat dan menanggapi pendapat selama proses pembelajaran berlangsung. Perkiraan yang menyebabkan permasalahan adalah metode dan sumber pembelajaran yang digunakan belum mampu melibatkan keaktifan berkomunikasi siswaa secara menyeluruh. Berhubungan dengan masalah tersebut, perlu dilakukan inovasi yang dapat membuat siswa aktif dalam pembelajaran. Salah satu cara yang ditempuh adalah dengan menggunakan model CWPT. CWPT adalah saalah satu metode dalam pembelajaran kooperatif, dimana proses pembelajaran lebih menekankan pada partisipasi siswa dan keaktifan siswa dalam pembelajaran. Pelaksanaan metode ini menambah keberanian dan

kepercayaan diri siswa untuk berinteraksi dengan lingkungannya sehingga dapat meningkatkan keaktifan berkomunikasi dalam pembelajaran biologi. Penggunaan metode CWPT dilengkapi dengan penggunaan sumber belajar yang relevan, menarik dan memungkinkan siswa untuk dapat belajar mandiri. Pembelajaran dapat menggunakan modul yang memungkinkan siswa untuk dapat mempelajari sendiri materi yang akan dibahas dengan seminimal mungkin bantuan dari orang lain. Modul dapat berupa hasil penelitian yang menjadi materi pembelajaran. Hasil penelitian di laboratorium tersebut kemudian diwujudkan dalam bentuk modul yang digunakan oleh guru dan siswa dalam pembelajaran biologi menunjang materi pada pokok bahasan pencemaran. Penerapan model CWPT disertai modul hasil penelitian diharapkan dapat meningkatkan keaktifan berkomunikasi siswa dalam pembelajaran biologi pada pokok bahasan pencemaran kelas X SMA 2 Karangpandan. Alur kerangka berpikir dalam melaksanakan kegiatan penelitian secara sederhana dapat digambarkan pada skema dibawah ini: untuk

Masalah Siswa kurang aktif dalam proses pembelajaran Keaktifan berkomunikasi siswa kurang Kurangnya pemahaman siswa terhadap materi biologi Permasalahan pembelajaran: Metode pembelajaran yang digunakan belum berpusat pada aktivitas siswa Sumber belajar masih berupa buku teks yang belum mampu meningkatkan keaktifan siswa. Interaksi dan keaktifan berkomunikasi siswa masih rendah

Strategi penelitian Penerapan Model CWPT Siswa aktif dalam pembelajaran Siswa saling berbagi pengetahuan

Pembelajaran dengan kegiatan tutoring menggunakan modul pembelajaran hasil penelitian. Menggunakan pengetahuan untuk menyelesaikan permasalahan dalam kehidupan sehari-hari

CWPT : memungkinkan siswa untuk berpendapat, bertanya, menjawab pertanyaan dan menanggapi pendapat. Modul : memungkinkan siswaa belajar mandiri dan lebih menguasaai materi.

Target: Keaktifan berkomunikasi dan interaksi social siswa meningkat

C. Hipotesis Penelitian Berdasarkan kajian pustaka dan hasil penelitian yang relevan maka dalam penelitian ini dapat ditarik satu hipotesis penelitian yaitu ada pengaruh model pembelajaran Class-Wide Peer Tutoring (CWPT) dalam meningkatkan kemampuan berkomunikasi dan interaksi siswa pada pembelajaran biologi SMA 2 Karangpandan tahun pelajaran 2013/2014 pada pokok bahasaan pencemaran lingkungan.

BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian

1. Tempat Penelitian

Penelitian ini akan dilaksanakan di SMA 2 Karangpandan pada kelas X semester 1 tahun pelajaran 2013/2014.

2. Waktu Penelitian

Penelitian penggunaan model CWPT dilakukan secara bertahap meliputi tahap persiapan, penelitian, dan penyelesaian. Perincian kegiatan penelitian seperti pada table 3.1 Bulan ke (dalam tahun 2013-2014) Tahap Kegiatan penelitian 10 11 12 01 02 03 04 05 06 1. Permohonan pembimbing 2. Survei sekolah 3. Persiapan 4. Konsult asi judul Konsult asi draf proposal 5. Konsultasi instrument

dan seminar proposal 1. Ijin penelitian dan melengkapi instrument 2. Try out Pelaksanaan instumen penelitian 3. Pelaksanaanp enelitian dan konsultasi bab I, II, dan III Pengolahan data dan penyusunan laporan Pengolahan data hasil penelitian dan penyusunan laporan

B. Penelitian

Rancangan

Berdasarkan tujuannya, penelitian termasuk dalam penelitian deskriptif kuantitatif yang bersifat eksperimen semu (Quasi experimental research). Metode ini digunakan karena banyak dari subjek penelitian yang tidak dapat dikontrol atau dikendalikan (Darmadi, 2011). Karena keterbatasan peneliti dalam mengontrol variabel bebas lain mungkin berpengaruh terhadap variabel terikat. Tujuan penelitian eksperimen semu

adalah mencari hubungan sebab-akibat memberi perlakuan-perlakuan tertentu pada dua kelompok eksperimen. Penerapan pembelajaran dengan metode CWPT dapat diuraikan sebagai berikut: a) seluruh siswa di kelas menjadi dua tim besar. b) Memasangk an seluruh siswa dalam setiap tim menjadi pasangan tutor dan tutee. c) Siswa dalam satu pasangan mendapatkan modul yang berbeda untuk dipelajari dengan materi pelajaran yang berbeda tetapi masih dalam satu topic yaitu pencemaran lingkungan. Misalnya, di pertemuan pertama diberikan modul ciri-ciri lingkungan tercemar, factor-faktor Membagi

penyebabnya sedangkan di pertemuan kedua modul tentang cara penanggulangan dan usaha-usaha pelestarian lingkungan. d) Tutor dan

tutee melaksanakan kegiatan tutoring. Kegiatan tersebut dilakukan dengan dua sesi dimana siswa saling bertukar peran menjadi tutor dan tutee. Pada setiap akhir tutoring dilakukan perhitungan poin. e) Memantau kegiatan tutoring yang dilakukan tutor dan tutee di dalam kelas. f) perolehan total poin masing-masing kelompok g) s dan mengevaluasi kegiatan pembelajaran. Menganalisi Menghitung

Rancangan penelitian ini adalah Posttest Only Nonequivalent Control Group Design. Karakteristiknya adalah setelah melakukan

perlakuan pada salah satu kelompok ekperimental, peneliti memilih satu kelompok perbandingan kemudian dilakukan posttest pada kelompok eksperimental dan kelompok perbandingan yang sudah dipilih sebelumnya (Creswell, 2010). Kelas pertama yang terpilih digunakan sebagai kelas

perbandingan sedangkan kelas kedua sebagai kelas eksperimen. Pemilihan dua kelas dalam penelitian digunakan untuk mengetahui pengaruh variabel bebas terhadap variabel terikatnya. Pada kelas eksperimen diberi perlakuan baru berupa penerapan model pembelajaran CWPT dan untuk kelas perbandingan tidak diberi perlakuan atau tetap menggunakan model pembelajaran konvensional berupa ceramah. Selanjutnya kedua kelompok tersebut diberi posttest. Data primer yang terkumpul kemudian diolah dan dianalisis untuk mengetahui ada tidaknya perbedaan kemampuan

berkomunikasi dan interaksi social model pembelajaran CWPT dengan pembelajaran konvensional siswa kelas X IPA SMA 2 Karangpandan.
Tabel 3.2. Rancangan Penelitian Posttest Only Nonequivalent Control Group Design Kelompok Kontrol Eksperimen Keterangan: X1 = Perlakuan yang diberikan kepada kelompok eksperimen model Treatment X1 X2 Posttest O1 O2

pembelajaran konvensional
X2 = Perlakuan yang diberikan kepada kelompok eksperimen model

pembelajaran CWPT O1 = Tes akhir yang diberikan kepada kelompok kontrol. O2 = Tes akhir yang diberikan kepada kelompok eksperimen. Keterkaitan antara variabel bebas yang berupa model pembelajaran CWPT C. Populasi dan Sampel

1. Populasi Populasi merupakan wilayah generalisasi yang terdiri atas objek atau subjek yang mempunyai kualitas dan karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh peneliti dan kemudian ditarik

kesimpulannya (Sugiyono, 2012). Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh siswa kelas X IPA SMA 2 Karangpandan tahun pelajaran 2013/2014. 2. Sampel Pengambilan sampel dilakukan karena keterbatasan peneliti dalam penelitian yang tidak mampu memberi perlakuan terhadap seluruh populasi, sehingga hanya mengambil sebagian dari populasi sebagai saampel yang dapat mewakili seluruh populasi. Sampel yang diambil dari populasi tersebut harus bersifat representative agar penarikan kesimpulan dapat diberlakukan untuk populasi. Sampel dalam penelitian adalah dua kelas yang ada di kelas X IPA SMA 2 Karangpandan yaitu satu sebagai kelas control dan lainnya sebagai kelas ekperimen.

D. Teknik Pengambilan Sampel Teknik pengambilan sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah sampling klaster (cluster sampling) dimana unit sampelnya berupa kumpulan atau kelompok (cluster) unit observasi. Kelompok sampel dalam populasi penelitian ini adalah kelas X. Tiap kelas berpeluang sama sebagai sampel kemudian dua kelas terpilih sebagai kelas kontrol dan kelas eksperimen. dilakukan Sebelum pengambilan sampel dilakukan, terlebih dahulu pengujian untuk mengetahui apakah sampel memiliki

karakteristik yang sama dalam rata-rata nilai hasil belajar agar sampel termasuk kelas yang homogen. Pengujian dilakukan dengan cara menguji data sekunder berupa dokumen hasil belajar biologi. Melalui teknik pengambilan sampling ini akan diambil dua kelas dari sepuluh kelas yang ada. E. Pengumpulan Data 1. Variabel Penelitian Pada penelitian ini terdapat satu variabel bebas dan variabel terikat. Variabel penelitian disajikan pada table 3.3 sebagai berikut:

No

Variabel

Indikator

Jenis data

Sumber Data

Instrumen

1.

Variabel Bebas Penggunaan model pembelajaran CWPT Keterlaksanaan Sintak Nominal Observer Lembar Observasi

2.

Kemampuan

Partisipasi Siswa

Ordinal

Siswa

Lembar Observasi dan tes

berkomunikasi Dalam Diskusi dan sosial Partisipasi Siswa dalam kerja Kelompok/proyek Frekuensi siswa bertanya tentang materi Biologi Frekuensi siswa menjawab pertanyaan guru dengan berbagai jawaban yang bervariasi Frekuensi siswa mengemukakan pendapat interaksi

2. Teknik Pengumpulan Data

Data penelitian penggunaan model CWPT melalui observasi, angket, wawancara,dan teknik dokumentasi yang secara lengkap diuraikan sebagai berikut: a. Observasi Observasi dilaksanakan dengan panduan pengamatan melalui lembar observasi (LO). Metode observasi pada penelitian dengan menggunakan LO berfungsi untuk mengontrol keterlaksanaan sintaks model

pembelajaran CWPT. b. Angket (Teknik Kuisioner) Teknik angket digunakan sebagai data untuk mengetahui respon siswa terhadap pembelajaran CWPT secara subjektif. Angket merupakan teknik pengumpulan data dengan cara memberi seperangkat pertanyaan kepada responden (Sugiyono, 2012). Penyusunan instrument angket berdasarkan indicator yang telah ditetapkan sebelumnya. Responden diminta untuk memilih jawaban yang sesuai dengan keadaan yang dialami dirinya dengan cara memberi tanda silang (X) atau checklist. c. Wawancara Wawancara dilakukan di setiap siklus setelah proses pembelajaran berlangsung. Narasumber dalam wawancara adalah guru dan siswa kelas X IPA SMA 2 Karangpandan. Wawaancara dengan narasumber siswa dilakukan dengan mewawancarai beberapa siswa yang dianggap mewaakili siswa kelas X IPA SMA 2 Karangpandan. Materi wawancara yang diberikan berkaitan dengan indicator-indikator keaktifan

berkomunikasi siswa. d. Teknik dokumentasi Teknik dokumentasi dilakukan untuk memperoleh data dari sekolah yang akan digunakan sebagai pembagian kelompok sesuai dengan model CWPT. Data yang akan digunakan adalah nilai ulangan harian siswa. Menurut Rahman (1993) metode ini berfungsi untuk

menghimpun secara selektif bahan-bahan yang dipergunakan di dalam kerangka atau landasan teori, penyusunan hipotesis secara tajam (Margono, 2010).

DAFTAR PUSTAKA

Arikunto, S. 1991. Dasar-dasar Evaluasi Pendidikan. Jakarta: Bumi Aksara. Baroody, Arthur J. (1993). Problem Solving, Reasoning, And Communicating (K-8). New York: Macmillan Publishing Company. Carin, A. 1993. Teaching Modern Science. New York: Macmillan Publishing Company . Cangara, Hafied.2002.Pengantar Ilmu Komunikasi.Jakarta :

PT.RajaGrafindo Persada Creswell, J.W. 2010. Research Design. Yogyakarta:Pustaka Pelajar

Fisher, A. Aubrey, Teori-teori Komunikasi, 1978. Penyunting: Jalaluddin Rakmat, penerjemah: Soejono Trimo, MLS. Remaja Rosdakarya, Bandung. Herdian. (2010). Kemampuan Berpikir Kreatif Siswa. [Online]. Tersedia :http://herdy07.wordpress.com/2010/05/27/kemampuanberfikir-kreatif-siswa/ Lungdren, L. 1994. Cooperative Learning in The Science Classroom. New York: McGraw Hill Companies Margono. 2010. Metodologi Penelitian Pendidikan. Jakarta: Rineka Cipta

Purwanti, Desy. (2011). Penggunaan Metode Class-Wide Peer Tutoring (CWPT) disertai Modul Hasil Penelitian untuk Meningkatkan Keaktifan Berkomunikasi pada Pokok Bahasan Limbah Siswa Kelas X.5 SMA Al Islam 1 Surakarta. Skripsi Tidak Dipublikasikan. Universitas Sebelas Maret,

Surakarta. Rustaman, N.Y. 2005. Strategi Belajar Mengajar Biologi. Malang: Universitas Negri Malang. Slavin. 1995. Cooperative Learning Theory. Second Edition. Massachusetts: Ally n and Bacon Publisher. Slavin. 1994. Educational Psychology, Theory and Practice. Needham Heights: Ally n & Bacon. Sugiyono. 2012. Cooperative Learning Teori, Riset dan Praktik. Bandung: Nusa Media Sukmadinata, Nana Syaodih. 2004. Kurikulum dan Pembelajaran Kompetensi. Bandung: Kesuma Karya. Soekanto, Soerjono.2010. Sosiologi Suatu Pengantar, PT Raja Grafindo Persada, Jakarta Thompson et al., 1994 Thompson, J. D., Higgins, D. G. & Gibson, T. J. (1994). CLUSTAL W: improving the sensitivity of progressive multiple sequence alignment through sequence weighting, positions-specific gap penalties and weight matrix choice. Nuc. Ac. Res. 22, 4673-4680. Thompson, M., McLaughlin, C.W. , & Smith, R.G. 1995. Merril Physical Science Teacher. Wraparound Edition. New York: Glencoe McGraw Hil Watson, S. B. 1994. Cooperative learning ang group educational modules: Effects on cognitive achievement oh High School Biology Students. Journal of Research in Science Teaching. Volume 28 Nomer 2 pp. 141-146.

Woolfolk, A. 1993. Educational Psychology. Fifth Edition. Needham Height: Ally n and Bacon Publishers.

También podría gustarte