Está en la página 1de 102

L La ap po orra an nI In ntteerriim m

Pembuatan Master Plan Drainase di Kota Cimahi

Sesuai dengan SP No. KPA/SP/DPU-I-S/PU/X/2011

tanggal

17 Oktober 2011 antara

Pengguna Jasa pekerjaan ini adalah Dinas Pekerjaan Umum Kota Cimahi Kuasa Pengguna Anggaran Bidang Permukiman dan Perumahan dengan PT. Secon dWitunggal Putra tentang Pekerjaan Pembuatan Master Plan Drainase di Kota Cimahi, maka kami melaporkan : LAPORAN INTERIM Dalam laporan ini diuraikan tentang Latar Belakang, Maksud dan Tujuan, Apresiasi,Lokasi, Koordinasi dan Arahan, Tinjauan Sosial Ekonomi, Tinjauan RTRW, Hidrologi, Identifikasi dan Inventarisasi Kondisi Eksisting serta Konsep Penyusunan Master Drainase. Demikian Laporan ini disampaikan untuk memberikan gambaran pekerjaan, saran dan masukan dari direksi pekerjaan diharapkan dapat menyempurnakan laporan ini.

Bandung, Desember 2011 PT. SECON Dwitunggal putra

DRS. Radjulaini, MPd Team Leader

L La ap po orra an nI In ntteerriim m

Pembuatan Master Plan Drainase di Kota Cimahi

DAFTAR ISI DAFTAR TABEL DAFTAR GAMBAR BAB I. PENDAHULUAN 1.1 1.2 1.3 1.4 1.5 1.6 1.7 Latar Belakang Maksud dan Tujuan Sasaran Waktu Pelaksanaan Nama Organisasi Pengguna Jasa Nama dan Ruang Lingkup Wilayah Pekerjaan Lingkup Kegiatan

ii v viii

I-1 I-2 I-2 I-4 I-4 I-4 I-7

BAB II. APRESIASI, LOKASI, KOORDINASI DAN ARAHAN 2.1 2.2 Wilayah Administratif Cimahi Kondisi Fisik Kota Cimahi 2.2.1 2.2.2 2.2.3 2.2.4 2.3 2.4 2.5 2.6 2.7 Kondisi Geologi Kondisi Topografi Kondisi Hidrologi Iklim dan Curah Hujan II-1 II-3 II-3 II-3 II-4 II-5 II-5 II-5 II-6 II-6 II-8

Tata Guna Lahan Kondisi Prasarana dan Sarana Jalan Rekap Hasil Koordinasi dan Arahan Batas batas Daerah Perencanaan Identifikasi dan Inventarisasi Permasalahan Umum dan Spesifikasi Lokasi

ii

L La ap po orra an nI In ntteerriim m

Pembuatan Master Plan Drainase di Kota Cimahi

2.8

Permasalahan Kawasan Perkotaan Cimahi

II-9

BAB III. TINJAUAN SOSIAL DAN EKONOMI 3.1 Tinjauan Sosial 3.1.1 Fasilitas Pendidikan 3.1.2 Fasilitas Kesehatan 3.1.3 Fasilitas Peribadatan 3.1.4 Fasilitas Permukiman/Perumahan 3.2 Tinjauan Ekonomi 3.2.1 Ekonomi Makro 3.2.2 Ekonomi 3.2.3 Usaha Masyarakat BAB IV. HIDROLOGI 4.1 4.2 Analisa Curah Hujan Intensitas Hujan 4.2.1 4.2.2 4.3 BAB V. Model Intensitas Hujan Mononobe Model Intensitas Hujan Mononobe Modifikasi (MMK) IIV-1 IIV-2 IIV-2 IIV-9 IIV-24 III-1 III-1 III-7 III-9 III-12 III-13 III-13 III-18 III-20

Debit Banjir Rencana Berdasarkan Intensitas Hujan

IDENTIFIKASI DAN INVENTARISASI KONDISI EKSISTING 5.1 5.2 Identifikasi Dan Inventarisasi Lapangan Kondisi Drainase Ekisting 5.2.1 5.2.2 Permasalahan Drainase Perkotaan Permasalahan Drainase Ibukota Kecamatan IV-1 IV-1 IV-2 IV-6

BAB VI. KONSEP PENYUSUNAN MASTER DRAINASE 6.1 6.2 6.3 Umum Acuan Teknis Formal Konsep Eko-Hidraulik dalam Drainase 6.3.1 Fungsi Sungai sebagai Saluran Drainase 6.3.2 Pelurusan Sungai, Sudetan dan Tanggul 6.3.3 Drainase Ramah Lingkungan VI-1 VI-1 VI-8 VI-8 VI-9 VI-9
iii

L La ap po orra an nI In ntteerriim m

Pembuatan Master Plan Drainase di Kota Cimahi

6.3.4 Eko-Engineering dalam Eko-Hidraulik 6.4 6.5 6.6 Prinsip-prinsip Teknis Master Plan Drainase Kota Cimahi Strategi Pelaksanaan Pekerjaan Indikasi Program

VI-12 VI-17 VI-17 VI-21

iv

L La ap po orra an nI In ntteerriim m

Pembuatan Master Plan Drainase di Kota Cimahi

Tabel 2.1 Tabel 2.2 Tabel 2.3 Tabel 2.4 Tabel 3.1 Tabel 3.2 Tabel 3.3 Tabel 3.4 Tabel 3.5 Tabel 3.6 Tabel 3.7 Tabel 3.8 Tabel 3.9 Tabel 3.10 Tabel 3.11 Tabel 4.1 Tabel 4.2 Tabel 4.3 Tabel 4.4 Tabel 4.5 Tabel 4.6

Data Administrasi Kota Cimahi Data DAS Kota Cimahi Jumlah Penduduk dan Komposisi Penduduk Kabupaten Sumedang Tahun 2003 Tahun 2009 Kepadatan Penduduk Kota Cimahi Tahun 2003 - Tahun 2009 (sampai 17 Agustus 2009) Jumlah TK, Kelas dan siswa menurut Kelompok di Kota Cimahi Jumlah SD, siswa Negeri dan swasta Menurut kelas di Kota Cimahi Jumlah Madrasah Ibtidaiyah (MI) Siswa Negeri dan swasta di Kota Cimahi Jumlah SLTP, Siswa Menurut Kelas di Kota Cimahi Jumlah SMU,Siswa Menurut Kelasa di kota Cimahi Jumlah SMK, Siswa Menurut Kelas di Kota Cimahi Jumlah Rumah Sakit Menurut Kecamatan di Kota Cimahi Jumlah Rumah Sakit Menurut Kecamatan di Kota Cimahi Jumlah Tenaga Kesehatan Menurut Kecamatan di Kota Cimahi Jumlah Tempat Perbadatan Umat Islam di Kota Cimahi Jumlah sarana Peribadatan Agama Kristen Protestan, Katolik, Hindu dan Budha di Kota Cimahi Nomor Urut Data Intensitas Hujan Berdasarkan Metode Gingorten Nilai Intensitas Hujan Berdasarkan Metode Gingorten Tabel Perhitungan Nilai tetapan Model Intensitas Hujan Mononobe untuk Periode ulang T = 2 Nilai tetapan m dan R24/24 untuk setiap Periode Ulang Proyeksi Intensitas Hujan Model Mononobe untuk Lokasi kajian Nomor Urut Data, Curah Hujan Harian dan Koefisien R 2 4
24

II-2 II-11 II-24 II-25 III-2 III-3 III-4 III-5 III-6 III-7 III-9 III-10 III-11 III-12 III-13 IV-5 IV-5 IV-6 IV-7 IV-8

L La ap po orra an nI In ntteerriim m

Pembuatan Master Plan Drainase di Kota Cimahi

Berdasarkan data curah hujan Stasiun Hujan Dago Pakar Tabel 4.7 Nomor Urut Data, Curah Hujan Harian dan Koefisien R 2 4
24

IV-11

Berdasarkan data curah hujan Stasiun Pengamatan Cipeusing Tabel 4.8 Nomor Urut Data, Curah Hujan Harian dan Koefisien R 2 4
24

IV-11

Berdasarkan data curah hujan Stasiun Pengamatan Margahayu Tabel 4.9 Tabel 4.10 Tabel 4.11 Formulasi untuk Menghitung Tetapan mh untuk Setiap t (jam) Berdasarkan data curah hujan Stasiun Pengamatan Cipeusing Formulasi untuk Menghitung Tetapan mh untuk Setiap t (jam) Berdasarkan data curah hujan Stasiun Pengamatan Margahayu Formulasi untuk Menghitung Tetapan mh untuk Setiap t (jam) Berdasarkan data curah hujan Stasiun Pengamatan Dago Pakar Tabel 4.12 Formulasi dan Tetapan mh untuk Model Mononobe yang Telah Dikembangkan (MMK) Berdasarkan data curah hujan Stasiun Hujan Margahayu Tabel 4.13 Formulasi dan Tetapan mh untuk Model Mononobe yang Telah Dikembangkan (MMK) Berdasarkan data curah hujan Stasiun Cipeusing Tabel 4.14 Formulasi dan Tetapan mh untuk Model Mononobe yang Telah Dikembangkan (MMK) Berdasarkan data curah hujan Stasiun Margahayu Tabel 4.15 Hubungan antara mh dengan Durasi Hujan (t:jam) dan Formulasi Model Mononobe yang Telah Dikembangkan (MMK) Berdasarkan data curah hujan Dago Pakar Tabel 4.16 Hubungan antara mh dengan Durasi Hujan (t:jam) dan Formulasi Model Mononobe yang Telah Dikembangkan (MMK) Berdasarkan data curah hujan Cipeusing Tabel 4.17 Hubungan antara mh dengan Durasi Hujan (t:jam) dan Formulasi Model Mononobe yang Telah Dikembangkan (MMK) Berdasarkan data curah hujan Stasiun Margahayu Tabel 4.18

IV-12 IV-13 IV-13 IV-14

IV-14

IV-15

IV-15

IV-16

IV-16

IV-17

Proyeksi Intensitas Hujan Model Mononobe yang Telah Dikembangkan (MMK) Berdasarkan data curah hujan Stasiun IV-18 Hujan Dago Pakar
vi

L La ap po orra an nI In ntteerriim m

Pembuatan Master Plan Drainase di Kota Cimahi

Tabel 4.19

Proyeksi

Intensitas

Hujan

Model

Mononobe

yang

Telah IV-19

Dikembangkan (MMK) Berdasarkan data curah hujan Stasiun Hujan Cipeusing Tabel 4.20 Proyeksi Intensitas Hujan Model Mononobe yang Telah IV-21 IV-23 V-2 Dikembangkan (MMK) Berdasarkan data curah hujan Stasiun Hujan Margahayu Tabel 4.21 Tabel 5.1 Harga C Berdasarkan Type Catchment Area Rekapitulasi Permasalahan Drainase Eksisting

vii

L La ap po orra an nI In ntteerriim m

Pembuatan Master Plan Drainase di Kota Cimahi

Gambar 2.1 Gambar 2.2 Gambar 2.3 Gambar 2.4 Gambar 2.5 Gambar 2.6 Gambar 2.7 Gambar 2.8 Gambar 2.9

Citra Google Earth Daerah Perkotaan Cimahi Drainase dijalan Melong drainase tertutup sedimen sampah Drainase rusak di sekitar daerah Melong dan tertutup sedimen Sungai yang tertutup sedimen sehingga air menjadi tinggi Drainase di sekitar Cibeureum yang dialiri air limbah Saluran Drainase yang tertutup sampah di daerah Cibeureum Saluran drainase tertutup di bawah fly Over Cimindi Drainase di sekitar Cimindi yang tertutup sedimen dan sampah

II-7 II-9 II-9 II-10 II-10 II-11 II-11 II-12

Gorong-gorong di bawah Fly Over Cimindi yang tertutup sampah II-12 Cimindi II-13 II-13 II-14 II-14 II-15 II-15 II-16

Gambar 2.10 Dimensi Gorong-gorong yang kecil dan tertutup sampah di sekitar Gambar 2.11 Gambar 2.12 Gambar 2.13 Gambar 2.14 Drainase tertutup sedimen, sampah dan batu Saluran Drainase di daerah Cibaligo Dimensi saluran yang tidak memadai di sekitar Cibaligo Drainase yang menempel dengan rumah warga serta tertutup sedimen Gambar 2.15 Gambar 2.16 Gambar 2.17 Drainase di daerah Cihanjuang dan tertutup sampah Pada tanggal 22 Oktober di Cihanjuang terjadi banjir akibat hujan yang cukup besar serta dimensi saluran yang tidak memadai Akibat dimensi yang tidak memadai air meluap dan menggenang di jalan Gambar 2.18 Hujan yang cukup deras menggenangi jalan di bawah fly over Cimindi Gambar 2.19 Debit air yang cukup besar di salah satu saluran drainase di sekitar Cimindi Gambar 2.20 Akibat air meluap ke jalan aktivitas terganggu sehingga mengakibatkan kemacetan II-18 II-17 II-17 II-16

viii

L La ap po orra an nI In ntteerriim m

Pembuatan Master Plan Drainase di Kota Cimahi

Gambar 2.21 Drainase di Cisangkan yang tertutup sedimen dan batu Gambar 2.22 Sedimen dan sampah yang cukup tebal menghambat aliran air Gambar 2.23 Saluran yang rusak akibat kurangnya pemeliharaan Gambar 2.24 Saluran yang tetutup sampah di wilayah Leuwi gajah Gambar 2.25 Saluran yang menuju sungai dengan dimensi yang kecil dan tertutup material Gambar 2.26 Embung Leuwi gajah Gambar 2.27 Pencatatan hasil survey lapangan dan pengambilan koordinat dengan menggunakan GPS Gambar 2.27 Koordinasi pada saat survey lapangan Gambar 4.1. Gambar 4.2. Gambar 4.3. Gambar 4.4. Gambar 4.5 Flowchart Analisis Hidrologi Grafik Model Intensitas Hujan (Gringorten) Grafik Model Intensitas Hujan Mononobe Flowchart Analisis Hidrologi Menggunakan MMK Intensitas Hujan Model Mononobe yang Telah Dikembangkan (MMK) Berdasarkan data curah hujan Stasiun Hujan Dago Pakar Gambar 4.6. Gambar 4.7. Intensitas Hujan Model Mononobe yang Telah Dikembangkan (MMK) Berdasarkan data curah hujan Stasiun Hujan Cipeusing Intensitas Hujan Model Mononobe yang Telah Dikembangkan (MMK) Berdasarkan data curah hujan Stasiun Hujan Margahayu Gambar 4.9. Gambar 6.1. Gambar 6.2. Langkah Perhitungan Debit Banjir Maksimum Drainase Ilustrasi alur air hujan di rumah Kerangka berpikir penyusunan Master Plan Drainase Kota Cimahi

II-18 II-19 II-19 II-20 II-20 II-21 II-21 II-22 IV -3 IV -5 IV -8 IV -10

IV -18

IV -19

IV -20 IV -24 VI -11 VI -19

ix

L La ap po orra an nI In ntteerriim m

Pembuatan Master Plan Drainase di Kota Cimahi

1.1. Latar Belakang ota Cimahi terletak 10 KM di sebelah barat Kota Bandung sebagai ibu kota Propinsi Jawa Barat. Kota Cimahi terdiri dari 3 (tiga) kecamatan, yaitu Kecamatan Cimahi utara, Kecamatan Cimahi Tengah, dan Kecamatan Cimahi Selatan dengan ketinggian 730 m diatas permukaan laut, topografi bergelombang dan kemiringan antara 0-15% hampir seluruh wilayah kota. Hanya tiga kelurahan yang mempunyai kemiringan lebih dari 15% yaitu kelurahan Cipageran, Padasuka dan Cibeber. Kota Cimahi mempunyai enam sungai alam yang mengalir dari arah utara ke selatan. Sungaisungai tersebut terdapat pada wilayah bagian timur sampai ke barat, yang meliputi Sungai Cibeureum, Sungai Cilember, Sungai Mancong, Sungai Cimahi, Sungai Cisangkan dan Sungai Cisasak. Keseluruhan sungai mempunyai daerah pengaliran sungai (DPS) tersendiri yang bermuara di Sungai Citarum. Sungai-sungai tersebut melalui kawasan permukiman hingga kawasan industri. Daerah persawahan yang sebelumnya ada, saat ini sudah mulai terkonversi oleh bangunan-bangunan permukiman dan lain-lain seiring dengan perkembangan kota dan pertumbuhan penduduk yang memerlukan lahan untuk ditempati. Lebih jauh, dengan terjadinya alih fungsi sawah menjadi area terbangun, telah menyebabkan alih fungsi saluran irigasi menjadi saluran drainase yang tentunya memiliki prinsip pengaliran yang berlawanan. Penduduk Kota Cimahi yang setiap tahunnya bertambah tentunya membutuhkan peningkatan sarana dan prasarana yang berakibat terhadap perubahan tata guna dan tutupan lahan. Tutupan lahan dengan perekerasan semakin meningkat karena peningkatan jumlah pemukiman yang cenderung mengurangi infiltrasi air hujan atau meningkatkan limpasan permukaan (run off). Perubahan sifat dan karakteristik aliran permukiman ini tentunya harus diikuti dengan penyesuaian prasarana drainase. Banyaknya konversi lahan yang tidak diikuti dengan penanganan drainase yang tepat dan berwawasan lingkungan telah menimbulkan banyak masalah belakangan ini. Konsep drainase yang hanya bertujuan untuk mengalirkan air hujan secepatnya telah mengakibatkan banyaknya lokasi banjir berikut peningkatan banjir di beberapa kawasan. Lebih jauh, konsep ini telah menyebabkan berkurangnya resapan air tanah
I-1

L La ap po orra an nI In ntteerriim m

Pembuatan Master Plan Drainase di Kota Cimahi

yang secara langsung mengancam kelestarian air tanah dan menyebabkan kekeringan. Sistem drainase yang berwawasan lingkungan menggunakan konsep peningkatan waktu tinggal air hujan yang jatuh di darat semaksimum mungkin berada di daratan. Usaha yang dilakukan untuk peningkatan waktu tinggal air hujan di daratan adalah dengan meningkatkan inflitrasi, perkolasi dan mengurangi debit limpasan air hujan. Meskipun demikian konsep drainase berwawasan lingkungan harus tetap mampu menjalankan fungsi drainase Pengentasan masalah banjir tentunya tidak bisa hanya diselesaikan tempat per tempat secara parsial. Untuk mengatasi permasalahan saluran ini harus dibuat suatu perencanaan yang menyeluruh dan terintegrasi agar tidak terjadi pemindahan masalah banjir dari satu tempat ke tempat yang lain. Dalam rangka penyelesaian masalah banjir dan penertiban drainase di seluruh kawasan di Kota Cimahi, pemerintah Kota Cimahi melalui Dinas Pekerjaan Umum selaku instansi teknis pelaksanaan pembangunan fisik di Kota Cimahi akan membuat masterplan drainase yang mencakup pekerjaan perencanaan drainase yang menyeluruh dan terintegrasi di seluruh wilayah kota berikut rencana teknis pelaksanaannya.sebagai pencegah terjadinya genangan dan banjir.

1.2. Maksud dan Tujuan Maksud : Maksud dari pekerjaan ini adalah sebagai petunjuk bagi Konsultan Perencana yang memuat azas, kriteria dan proses yang harus dipenuhi, diperhatikan dan diinterpretasikan di dalam melaksanakan tugas pekerjaan ini. Tujuan : Tujuannya adalah membuat suatu masterplan drainase sebagai referensi dalam perencanaan detail teknis drainase Kota Cimahi. Di beberapa lokasi prioritas akan dilakukan Detail Engineering Design teknis (DED). 1.3. Sasaran Sasaran kegiatan ini adalah secara khusus untuk mengatasi banjir dan secara umum sebagai bagian dari upaya penataan kota yang manfaatnya diharapkan dapat dirasakan oleh masyarakat sekota Cimahi. Secara terperinci, sasaran kegiatan ini dapat diuraikan sebagai berikut : Menganalisa sistem drainase di Kota Cimahi berdasarkan hasil survey lapangan dan hasil kajian yang telah ada di Kota Cimahi

I-2

L La ap po orra an nI In ntteerriim m

Pembuatan Master Plan Drainase di Kota Cimahi

Melakukan perhitungan secara akurat mengenai sistem drainase di Kota Cimahi sampai dalam kurun waktu 20 tahun ke depan Menyajikan suatu program secara komprehensif mengenai rencana pembangunan dan pengembangan saluran drainase Kota Cimahi untuk jangka menengah dalam rentang waktu 20 tahun ke depan. Membuat jadwal penanganan prioritas setiap tahunnya Memilah kegiatan alternatif yang dapat dikelola oleh masyarakat, pemerintah maupun privatisasi. 1.4. Waktu Pelaksanaan Waktu pelaksanaan untuk Pekerjaan Master Plan Drainase di Kota Cimahi ini adalah 90 (sembilan puluh) hari kalender, terhitung semenjak dikeluarkannya Surat Perintah Mulai kerja (SPMK). 1.5. Nama dan Organisasi Pengguna jasa Kegiatan Perencanaan Master Plan Drainase di Kota Cimahi, Kuasa Pengguna Anggaran Bidang Permukiman dan Perumahan Dinas Pekerjaan Umum Kota Cimahi. 1.6. Lokasi Pekerjaan Lokasi Pekerjaan Master Plan Drainase di Kota Cimahi secara administrasi berada di Kota Cimahi. 1.7. Lingkup Kegiatan Ruang lingkup pekerjaan ini meliputi: 1. Kegiatan Persiapan a. Pengumpulan data masukan baik primer maupun sekunder b. Melakukan review data dari laporan studi terdahulu untuk mendapatkan rumusan permasalahan dan potensi wilayah studi c. Persiapan Survey d. Sosialisasi dan diskusi dengan masyarakat yang melibatkan organisasi kemasyarakatan, diantaranya Forum Kota Sehat. 2. Kegiatan Survey Lapangan a. Pengukuran topografi dan pemetaan Masterplan dan Penyusunan DED

I-3

L La ap po orra an nI In ntteerriim m

Pembuatan Master Plan Drainase di Kota Cimahi

b. Survey Hidrologi, peninjauan ketersediaan air, sedimentasi dan genangan air banjir serta pengecekan kondisi debit serta pengamatan kondisi catchment areanya c. Kegiatan Investigasi Geologi / Mekanika Tanah. 3. Kegiatan Analisis data hidrologi dan hidrolika a. Analisis Hidrologi Kota Cimahi b. Analisis permasalahan genangan c. Analisis perhitungan debit limpasan pada DPS d. Analisis perhitungan unit pelengkap e. Analisis perhitungan aliran dan dimensi ideal saluran yang mampu mengatasi permasalahan banjir dalam kurun waktu 5 tahun ke depan berikut alternatif penyelesaian masalah genangan dan banjir di Kota Cimahi. 4. Kegiatan Pembuatan Master Plan dan DED Drainase a. Kerangka sistem dan rencana sistem drainase b. Perencanaan Struktur Desain dan DED Drainase c. Sosialisasi dan diskusi dengan masyarakat yang melibatkan organisasi kemasyarakatan, diantaranya Forum Kota Sehat.

I-4

L La ap po orra an nI In ntteerriim m

Pembuatan Master Plan Drainase di Kota Cimahi

2.1. Wilayah Administratif Kota Cimahi uas wilayah administratif Kota Cimahi adalah 4.025 Ha yang terdiri atas 3 (tiga) Kecamatan yaitu Kecamatan Cimahi Utara, Cimahi Tengah dan Cimahi Selatan. Batas Wilayah Meliputi :

Sebelah utara Sebelah Timur Sebelah Selatan

: Kecamatan Parongpong, Cisarua dan Ngamprah. : Kecamatan Sukasari, Sukajadi, Cicendo dan Andir Kota Bandung : Kecamatan Marga asih, Batujajar, Kabupaten Bandung Barat dan Bandung Kulon kota Bandung.

Sebelah Barat

: Kecamatan Padalarang, Batujajar, dan Ngamprah Kabupaten Bandung Barat.

Kota Cimahi memiliki tiga Kecamatan dan 15 Kelurahan, yaitu: 1. Kecamatan Cimahi utara: Kelurahan Pasirkaliki Kelurahan Cibabat Kelurahan Citeureup Kelurahan Cipageran.

2. Kecamatan Cimahi Tengah Kelurahan Baros Kelurahan Karang Mekar


II - 1

L La ap po orra an nI In ntteerriim m
Kelurahan Cigugur Tengah Kelurahan Setiamanah Kelurahan Padasuka Kelurahan Cimahi

Pembuatan Master Plan Drainase di Kota Cimahi

3. Kecamatan Cimahi Selatan Kelurahan Cibeber Kelurahan Leuwigajah Kelurahan Utama Kelurahan Melong Kelurahan Cibeureum.

a.

RW 02 Melong
f

b. Kelurahan utama c. Kelurahan Padasuka d. Kelurahan Cibeureum e. Kelurahan Pasirkaliki f. Jalan Cihanjuang g. Kali Cimahi h. Kelurahan Cibabat i. j.
Aliran Cibaligo Fly Over Cimindi
b i g c h

Gambar 2.1. Peta Lokasi Kajian

II - 2

L La ap po orra an nI In ntteerriim m

Pembuatan Master Plan Drainase di Kota Cimahi

Luas wilayah Kecamatan Cimahi Utara 13,31 km, Kecamatan Cimahi Utara 10 km dan Kecamatan Cimahi Selatan 40,25 km. Secara geografis wilayah ini merupakan lembah cekungan yang melandai ke arah selatan, dengan ketinggian di bagian utara 1,040 meter dpl ( Kelurahan Cipageran Kecamatan Cimahi Utara), yang merupakan lereng Gunung Burangrang dan Gunung Tangkuban Perahu serta ketinggian di bagian selatan sekitar 685 meter dpl (Kelurahan Melong Kecamatan Cimahi Selatan) yang mengarah ke Sungai Citarum. Sungai yang melalui Kota Cimahi adalah Sungai Cimahi dengan debit air rata-rata 3.830 l/dt, dengan anak sungainya ada lima yaitu Kali Cibodas, Ciputri, Cimindi, Cibeureum (masingmasing di bawah 200 l/dt) dan Kali Cisangkan (496 l/dt), sementara itu mata air yang terdapat di Kota Cimahi adalah mata air Cikuda dengan debit air 4 l/dt dan mata air Cisintok (93 l/dt).

2.2. Kondisi Fisik Kota Cimahi

2.2.1. Geologi
Kondisi geologi alam kota cimahi, terdiri atas 4 (empat) formasi tanah yaitu Batuan tufa, berbatu apung sedang, penyebarannya di sebagian besar wilayah kecamatan cimahi tengah dan kecamatan cimahi selatan. Batuan basal tinggi, penyebaranya di wilayah kelurahan cibeber kecamatan cimahi selatan. Batuan andesit, penyebarannya di sebagian wilayah kecamatan cimahi selatan yaitu kelurahan cibeber dan kelurahan leuwigajah. Tufa pasir, penyebarannya di sebagian kecil wilayah kelurahan cipageran kecamatan cimahi utara. cimahi utara dan sebagian kecil di

2.2.2. Kondisi Topografi


Kondisi topografi dan kemiringan Kota Cimahi dapat dikelompokan dalam 3 (tiga) klasifikasi yaitu: Tingkat kemiringan 0 8 %, pada kawasan atau lahan seluruh wilayah Kota Cimahi yang berada pada ketinggian antara +700 hingga +800 m di atas permukaan laut (dpl). Tingkat kemiringan 8 15 %, berada pada kawasan sebelah utara cimahi yaitu di

Kelurahan Cipageran terletak pada ketinggian antara +725 sampai +800 m dpl.
II - 3

L La ap po orra an nI In ntteerriim m

Pembuatan Master Plan Drainase di Kota Cimahi

Tingkat kemiringan 15 40 %, berada di kawasan Kecamatan Cimahi Selatann, tepatnya di perbukitan Gunung Bohong, Kelurahan Cibeber dan Kelurahan Leuwigajah pada ketinggian antara +800 dan +1000 m dpl.

2.2.3. Kondisi Hidrologi Kondisi hidrologi dipengaruhi oleh letak geografis dan topografi Kota Cimahi yang terletak di hulu Sungai Citarum. Kota Cimahi berada dalam bagian cekungan Bandung dan salah satu daerah lembah Sungai Citarum. Hujan yang jatuh padaDPS di Kota Cimahi cenderung memberikan limpasan yang cukup besar akibat perubahan tutupan lahan yang terjadi. Tutupan lahan di Kota Cimahi sebagian besar merupakan tutupan bukan vegetasi. Data penggunaan lahan di Kota Cimahi pada tahun (2003) menunjukan bahwa : Permukiman Pemerintahan Kompleks Militer Perdagangan dan jasa Industri : 66,52 % : 0,55 % : 7,97 % : 1,98 % : 6,51 %

Total luas lahan bukan vegetasi adalah 83,53%. Total luas lahan dengan tutupan vegetasi hanya tinggal 16,47 %. Tutupan lahan vegetasi ini meliputi lahan untuk sawah, lahan kering, kolam jalur hijau dan peruntukan lahan lainnya. Kecilnya tutupan lahan vegetasi ini menentukan sifat hidrologi yaitu dengan semakin kecik infiltrasi dan perkolasi yang terjadi. Kecilnya air hujan yang terinfiltrasi tersebut dapat mengakibatkan terancamnya cadangan air tanah di Kota Cimahi maupun daerah yang berada di hilir dari DPS yang berada di Kota Cimahi. Ancaman terhadap cadangan air tanah Kota Cimahi ini dapat dikurangi dengan meningkatkan infiltasi dengan mempergunakan rekayasa imbuhan buatan.

Berkaitan dengan kondisi hidrologi Kota Cimahi yang spesifik tersebut maka system drainase Kota Cimahi harus memergunakan system drainase berwawasan lingkungan dengan mempertahankan waktu tinggal air hujan selama mungkin berada di darat. System drainase konvensional dengan mempersingkat waktu tinggal air hujan berada di darat akan mengancam kelestarian air tanah Kota Cimahi. Berkurangnya air tanah di Kota Cimahi akan menyebabkan

II - 4

L La ap po orra an nI In ntteerriim m

Pembuatan Master Plan Drainase di Kota Cimahi

berkurangnya volume air tanah dan dapat menyebabkan bencana kekeringan di Kota Cimahi pada waktu yang akan datang.

2.2.4. Iklim Dan Curah Hujan Keadaan iklim Kota Cimahi tidak jauh berbeda dengan keadaan iklim daerah sekitarnya seperti Kabupaten dan Kota Bandung. Jumlah curah hujan rata-rata setiap harinya yaitu sebesar 50,13 mm, musim hujan biasanya terjadi pada bulan November April dan musim kemarau terjadi padabulan Mei Oktober. Suhu udara di Kota Cimahi berkisar antara 18 - 32C, suhu minimum berkisar antara 18 - 26C dan suhu maksimum berkisar antara 27 - 32C.

2.3. Tata Guna lahan Berdasarkan data tahun 1976 penggunaan lahan di Kota Cimahi sebagian besar penggunaan lahannya berupa sawah dengan luas sebesar 2.033,277 Ha atau 48,48% dari luas wilayah Kota Cimahi. Sedangkan penggunaan lahan untuk pemukiman hanya seluas 768,887 Ha (18,31%). Seiring dengan perkembangan wilayah Cimahi menjadi kawasan perkotaan terjadi ergeseran penggunaan lahan ( 1976 1986 ) yaitu dari kawasan pertanian (sawah, lahan kering, dan kolam) menjadi kawasan pemukiman yang luasnya sebesar 1.929,649 Ha (45,99%) dari luas wilayah Cimahi. Pergeseran tersebut secara fungsional keterkaitan dengan wilayah skitar kota, terutama yang berbatasab langsung dengan arah barat yaitu Kota Bandung dan sebelah timur yaitu Padalarang dan ngamprah, hal ini terlihat denganmembentuk pola kawasan yang sah terbangun mengikuti ruas jalan raya utama.

Ditinjau dari prosentase perkembangan per tahun (1976 2000), perkembangan terbesar terjadi pada penggunaan lahan untuk perdagangan dan jasa (14,42%), pemukiman (10,34%), pemerintahan sebesar (9,93%), serta industry (7,03%). Sedangkan penurunan terbesar adalah penggunaan lahan untuk jalur hijau (-3,73% per tahun) dan sawah (-3,55% per tahun).

2.4. Kondisi Prasarana dan Sarana Jalan Sistem jaringan transportasi di Kota Cimahi menyangkut sistem transportasi darat, yaitu jaringan jalan utama dan jaringan jalan kereta api. Jaringan jalan utama di Kota Cimahi saat ini yang membentuk struktur kota akan sangat berpengaruh terhadap pergerakan arus barang dan orang ke Kota Cimahi. Jaringan jalan utama di Kota Cimahi berdasarkan fungsi jalanya

II - 5

L La ap po orra an nI In ntteerriim m

Pembuatan Master Plan Drainase di Kota Cimahi

dapat diklasifikasikan ke dalam jalan tol jalan arteri sekunder, sedangkan berdasarkan status jalan dari hasill sensus adalah sebagai berikut:

Jalan tol

: Panjang 17 Km, lebar 12 40 m 8 Km, lebar 13 20 m

Jalan Nasional/Negara: Panjang Jalan Kabupaten Jalan Desa

: Panjang 43 Km, lebar 3 11 m : Panjang 88 Km, lebar 3 6 m

Berdasarkan kondisi jalan yang ada tercatat bahwa 73,44% pada kondisi baik, 17,19% pada kondisi sedang, 3,13% pada kondisi rusak. Jaringan jalan utama yaitu pada jalan raya Cimahi dan seolah-olah membagi dua bagian, merupakan tempat pertemuan arus lalu lintas berbagai simpul jalan, sehingga akan menjadi penyumbang padatnya lalu lintas dan ditandai adanya kemacetan. Kemacetan lainnya di Kota Cimahi dapat diidentidikasikan dari beberapa ruas jalan seperti Persimpangan Tagog, Jalan Baros, Jalan Cimindi, Jalan Kerkof dan pasar antri.

2.5. Rekap Hasil Koordinasi dan Arahan Berdasarkan hasil koordinasi dengan Bidang Permukiman dan perumahan Dinas Pekerjaan Umum Kota Cimahi diinformasikan daerah banjir/Genangan di Kota Cimahi sebagai berikut: 1. RW 02 Melong 2. Kelurahan Utama Ciujung 3. Kelurahan Padasuka (Cisangkan & Jalan Usman Damiri) 4. Kelurahan Cibeureum 5. Kelurahan Pasir Kaliki ( Ciwaruga Selatan) 6. Jalan Cihanjuang 7. Kali Cimahi 8. Cibabat (RS - Bank Jabar) 9. Aliran Cibaligo 10. Fly Over Cimindi

II - 6

L La ap po orra an nI In ntteerriim m
2.6. Batas-batas Daerah Perencanaan

Pembuatan Master Plan Drainase di Kota Cimahi

Sesuai dengan arahan Kerangka Acuan Kerja (KAK) Pekerjaan Master Plan Drainase Perkotaan Kota Cimahi dan arahan rapat persiapan pelaksanaan pekerjaan, maka cakupan lokasi pekerjaan adalah 1. Secara administratif. lokasi pekerjaan mencakup seluruh wilayah Kota Cimahi. 2. Secara Umum yaitu Daerah Kota Cimahi 3. Kawasan, mencakup gambaran utuh dan rencana induk yang menyeluruh, namun fokus kajian adalah kawasan fasilitas sosial, fasilitas umum, pemerintahan, pemukiman dan pariwisata. 4. Secara hidrologis, mencakup satuan-satuan hidrologis menurut batas-batas basin (cekungan) di Kota Cimahi dan Sekitarnya.

Gambar 2.1.

Citra Google Earth Daerah Perkotaan Cimahi

II - 7

L La ap po orra an nI In ntteerriim m

Pembuatan Master Plan Drainase di Kota Cimahi

2.7. Identifikasi dan inventarisasi permasalah umum dan spesifik lokasi Berdasarkan hasil koordinasi dan pengamatan dapat dikemukakan beberapa permasalahan umum drainase saat ini. Permasalahan tersebut antara lain adalah: (1) Luapan dan genangan limpasan permukaan (limpasan hujan) yang terjadi pada hampir setiap kejadian hujan. Kondisi ini berpotensi, merusak atau mempercepat kerusakan sarana dan prasarana kota, memberikan ketidaknyaman bagi warga. (2) Kapasitas saluran dan gorong-gorong yang sudah tidak memadai. Kondisi ini, dapat disebabkan oleh desain yang tidak memadai atau karena volume limpasan permukaan yang sudah jauh meningkat dibanding ketika saluran drainase didesain/dibangun. (3) Pertumbuhan kawasan kota yang cepat, alih fungsi lahan, pembangunan kawasan pemukiman baru, berkurangnya kawasan retensi dan resapan, dan tidak/kurang-nya upaya pengendalian limpasan di tingkat lokal, memberikan andil signifikan terhadap pertambahan volume limpasan (4) Integrasi dan konsistensi sistem jaringan drainase yang belum memadai. Dalam hal ini terkait belum terciptanya satuan sistem drainase yang saling terkait, saling mendukung dan terintegrasi, mulai dari tersier, sekunder hingga primer. Sistem drainase eksisting, masih bersifat spot-spot (setempat) baik dilihat dari aspek sistem jaringan maupun dimensinya. (5) Adanya Saluran-saluran drainase yang terputus. (6) Sangat terbatasnya upaya pembangunan dan operasi dan pemeliharaan. Pembangunan saluran/sistem drainase baru cenderung lebih lambat dibandingkan dengan pertubuhan fasilitas dan penduduk kota. Di sisi lain, operasi dan pemeliharaan pada jaringan yang ada, tidak bisa mengimbangi penurunan fungsi dan laju kerusakan jaringan drainase yang ada. (7) Kondisi daerah yang relatif datar dan berada di posisi cekungan/ lebih rendah dari badan jalan atau sungai. (8) Rendahnya kesadaran dan partisipasi masyarakat terkait dengan optimalisasi fungsi saluran/system drainase. Terdapat di hampir setiap lokasi prioritas, saluran drainase yang ada tidak dapat berfungsi atau bahkan saluran sudah tidak tampak lagi karena sedimentasi dan sampah
II - 8

L La ap po orra an nI In ntteerriim m

Pembuatan Master Plan Drainase di Kota Cimahi

2.8. Permasalahan Kawasan Perkotaan Cimahi Hampir seluruh item permasalahan yang disebutkan pada Subab 2.4 di atas secara jelas ditemui di kawasan Perkotaan Cimahi dan sekitarnya. foto lapangan berikut akan memperjelas kondisi di lokasi.

Gambar 2.2. Drainase dijalan Melong drainase tertutup sedimen sampah

Gambar 2.3.

Drainase rusak di sekitar daerah Melong dan tertutup sedimen

II - 9

L La ap po orra an nI In ntteerriim m

Pembuatan Master Plan Drainase di Kota Cimahi

Gambar 2.4.

Sungai yang tertutup sedimen sehingga air menjadi tinggi

Gambar 2.5.

Drainase di sekitar Cibeureum yang dialiri air limbah

II - 10

L La ap po orra an nI In ntteerriim m

Pembuatan Master Plan Drainase di Kota Cimahi

Gambar 2.6.

Saluran Drainase yang tertutup sampah di daerah Cibeureum

Gambar 2.7.

Saluran drainase tertutup di bawah fly Over Cimindi

II - 11

L La ap po orra an nI In ntteerriim m

Pembuatan Master Plan Drainase di Kota Cimahi

Gambar 2.8.

Drainase di sekitar Cimindi yang tertutup sedimen dan sampah

Gambar 2.9.

Gorong-gorong di bawah Fly Over Cimindi yang tertutup sampah

II - 12

L La ap po orra an nI In ntteerriim m

Pembuatan Master Plan Drainase di Kota Cimahi

Gambar 2.10.

Dimensi Gorong-gorong yang kecil dan tertutup sampah di sekitar Cimindi

Gambar 2.11.

Drainase tertutup sedimen, sampah dan batu

II - 13

L La ap po orra an nI In ntteerriim m

Pembuatan Master Plan Drainase di Kota Cimahi

Gambar 2.12.

Saluran Drainase di daerah Cibaligo

Gambar 2.13.

Dimensi saluran yang tidak memadai di sekitar Cibaligo

II - 14

L La ap po orra an nI In ntteerriim m

Pembuatan Master Plan Drainase di Kota Cimahi

Gambar 2.14. Drainase yang menempel dengan rumah warga serta tertutup sedimen

Gambar 2.15. Drainase di daerah Cihanjuang dan tertutup sampah

II - 15

L La ap po orra an nI In ntteerriim m

Pembuatan Master Plan Drainase di Kota Cimahi

Gambar 2.16. Pada tanggal 22 Oktober di Cihanjuang terjadi banjir akibat hujan yang cukup besar serta dimensi saluran yang tidak memadai

Gambar 2.17. Akibat dimensi yang tidak memadai air meluap dan menggenang di jalan

II - 16

L La ap po orra an nI In ntteerriim m

Pembuatan Master Plan Drainase di Kota Cimahi

Gambar 2.18.

Hujan yang cukup deras menggenangi jalan di bawah fly over Cimindi

Gambar 2.19. Debit air yang cukup besar di salah satu saluran drainase di sekitar Cimindi

II - 17

L La ap po orra an nI In ntteerriim m

Pembuatan Master Plan Drainase di Kota Cimahi

Gambar 2.20. Akibat air meluap ke jalan aktivitas terganggu sehingga mengakibatkan kemacetan

Gambar 2.21.

Drainase di Cisangkan yang tertutup sedimen dan batu

II - 18

L La ap po orra an nI In ntteerriim m

Pembuatan Master Plan Drainase di Kota Cimahi

Gambar 2.22. Sedimen dan sampah yang cukup tebal menghambat aliran air

Gambar 2.23.

Saluran yang rusak akibat kurangnya pemeliharaan

II - 19

L La ap po orra an nI In ntteerriim m

Pembuatan Master Plan Drainase di Kota Cimahi

Gambar 2.24. Saluran yang tetutup sampah di wilayah Leuwi gajah

Gambar 2.25. Saluran yang menuju sungai dengan dimensi yang kecil dan tertutup material

II - 20

L La ap po orra an nI In ntteerriim m

Pembuatan Master Plan Drainase di Kota Cimahi

Gambar 2.26. Embung Leuwi gajah

Gambar 2.27. Pencatatan hasil survey lapangan dan pengambilan koordinat dengan menggunakan GPS

II - 21

L La ap po orra an nI In ntteerriim m

Pembuatan Master Plan Drainase di Kota Cimahi

Gambar 2.28. Koordinasi pada saat survey lapangan

II - 22

L La ap po orra an nI In ntteerriim m

Pembuatan Master Plan Drainase di Kota Cimahi

3.1.

Tinjauan Sosial

Kebijaksanaan pembangunan dibidang sosial menyangkut berbagai aspek memang sangat kompleks, selain berdampak terhadap ekonomi juga dalam sosial politik masyarakat. Bahkan keberhasilan pembangunan bidang sosial dapat di evaluasi dan dijadikan sebagai indikator tahun-tahun selanjutnya. Keberhasilan pembangunan bidang sosial tidak hanya dapat dilihat dari bentuk fisik saja , namun harus dilihat secara keseluruhan, yaitu dari segi fisik dan mental. Segi fisik meliputi pembangunan sarana dan prasarana misalnya gedung atau penunjang lainnya, sedangkan segi mental meliputi kondisi mental penduduknya. Salah satu upaya untuk mencapai delapan jalur pemerataan yang mencakup

usaha/pemerataan dalam rangka pembangunan sosial budaya, Pemerintah Kota Cimahi telah mengupayakan berbagai usaha meliputi bidang pendidikan, kesehatan, agama dan kehidupan sosial lainnya.

3.2.1. Fasilitas Pendidikan penggerak pembangunan yang pada gilirannya dapat meningkatkan kesejahteraan di samping sumber daya alam. Kebijakan pemerintah di dunia pendidikan sangat menentukan arah dan mutu pendidikan itu sendiri. Untuk mengambil kebijakan yang tepat sasaran pemerintah sangat membutuhkan data-data pendidikan yang akurat. Pada bab ini disajikan data-data jumlah sekolah, siswa dan jumlah guru pengajar serta status kepegawainnya. Pada tahun ajaran 2009/2010, rasio perbandingan jumlah murid terhadap jumlah guru adalah sebagai berikut; untuk Taman Kanak-kanak (TK) 44,4, Sekolah Dasar (SD) 25,5 murid per guru, Sekolah lanjutan Tingkat Pertama (SLTP) 13,98 murid per guru serta Sekolah Menengah Umum (SMU) adalah 13,43.

III - 1

L La ap po orra an nI In ntteerriim m

Pembuatan Master Plan Drainase di Kota Cimahi

Tabel 3.1. Jumlah TK, Kelas dan siswa menurut Kelompok di Kota Cimahi

No Kecamatan Urut BPS

Jumlah Tk

Siswa Kelompok A

Siswa Kelompok B Total

010

Cimahi Selatan

46

549

1576

2125

020

Cimahi tengah

54

644

2020

2664

030

Cimahi utara

45

541

1108

1649

2009 2008 2007 2006 2005 2004

145 92 92 88 82 76

1.734 1.355 1.355 1.056 880 905

4.704 3.666 3.666 3.434 2.408 3.283

6.438 5.113 5.113 4.490 3.288 4.188

III - 2

L La ap po orra an nI In ntteerriim m

Pembuatan Master Plan Drainase di Kota Cimahi

Tabel 3.2. Jumlah SD, siswa Negeri dan swasta Menurut kelas di Kota Cimahi

No BPS Kec

Jml SD I

Siswa Per Kelas ( Negeri + Swasta) II III IV V VI

Jml

010

Cimahi Selatan

46

3.660

3.528 3.407 3.344 2.901 2.881 19.721

020

Cimahi tengah

40

3.666

3.436 3.430 3.390 2.978 3.065 19.965

030

Cimahi utara

31

2.705

2.348 2.250 2.217 1.919 1.832 13.271

2009 2008 2007 2006 2005 2004 2003

117 1.0031 9.312 9.087 8.951 7.798 7.778 52.957 141 9.657 141 9.657 9.377 8.093 8.322 8.209 8.271 51.929 9.377 8.093 8.322 8.209 8.271 51.929

143 10.581 9.068 9.437 9.422 9.442 8.269 56.219 185 8.343 184 8.412 185 8.557 8.441 8.624 8.741 8.430 7.894 50.473 8.733 9.001 8.539 8.069 7.651 50.405 8.873 8.675 8.191 7.907 7.406 49.609

III - 3

L La ap po orra an nI In ntteerriim m

Pembuatan Master Plan Drainase di Kota Cimahi

Tabel 3.3.

Jumlah Madrasah Ibtidaiyah (MI) Siswa Negeri dan swasta

Menurut kelas di Kota Cimahi

No BPS Kec

Jml MI I

Siswa Per Kelas ( Negeri + Swasta) II III IV V VI

Jml

010

Cimahi Selatan

252

267

253

222

170

151

1315

020

Cimahi tengah

144

158

122

85

57

644

644

030

Cimahi utara

78

109

98

101

100

562

562

2009 2008 2007 2006 2005 2004 2003

13 12 12 11 11 10 10

474 580 580 932 409 394 337

534 477 477 820 384 346 295

473 387 387 784 356 295 289

408 359 359 765 292 303 267

324 338 338 720 288 264 242

308 266 266 292 245 242 215

2.521 2.407 2.407 4.313 1.974 1.844 1.430


III - 4

L La ap po orra an nI In ntteerriim m

Pembuatan Master Plan Drainase di Kota Cimahi

Tabel 3.4. No BPS Kec

Jumlah SLTP, Siswa Menurut Kelas di Kota Cimahi Jumlah Negeri SLTP Swasta I Siswa Per kelas II III Jml

010

Cimahi Selatan

2.448

2.413

2.426

7.287

020

Cimahi tengah

2.376

2.773

2.560

7.709

030

Cimahi utara

1.874

1.619

1.492

4.985

2009 2008 2007 2006 2005 2004 2003

13 12 12 10 10 10 10

22 22 22 24 22 23 24

6.698 6.944 6.944

6.805 6.882 6.882

6.478 19.981 6.585 20.441 6.585 20.441

7.128 14.072 6.400 27.600 6.823 6.091 6.523 6.322 5.779 6.255 6.181 19.326 5.549 17.419 5.584 18.362

III - 5

L La ap po orra an nI In ntteerriim m

Pembuatan Master Plan Drainase di Kota Cimahi

Tabel 3.5.

Jumlah SMU,Siswa Menurut Kelasa di kota Cimahi

No BPS Kec

Jumlah Negeri

SMU Swasta I

Siswa Per kelas II III

Jml

010

Cimahi Selatan

1.024

965

974

2.963

020

Cimahi tengah

1.412 1.470 1.469

4.351

030

Cimahi utara

668

676

733

2.077

2009 2008 2007 2006 2005 2004 2003

6 6 6 6 6 6 6

10 10 10 10 10 11 11

3.104 3.111 3.176

9.391

3.473 3.778 3.618 10.869 3.473 3.778 3.618 10.869 4.064 4.307 3.649 12.020 3.969 3.859 3.545 11.373 4.084 3.757 3.698 11.539 3.914 3.815 3.647 11.376

III - 6

L La ap po orra an nI In ntteerriim m

Pembuatan Master Plan Drainase di Kota Cimahi

Tabel 3.6. No BPS Kec

Jumlah SMK, Siswa Menurut Kelas di Kota Cimahi Jumlah Negeri SLTP Swasta I Siswa Per kelas II III Jml

010

Cimahi Selatan

857

799

1.193

2.849

020

Cimahi tengah

1.125 1.164

819

3.108

030

Cimahi utara

2.827 2.595 2.194

7.616

2009 2008 2007 2006 2005

4 2 2 2 2

14 15 15 15 14

4.809 4.558 4.206 13.573 4.425 3.218 3.218 11.184 4.425 3.218 3.218 11.184 3.897 3.372 3.343 10.612 3.625 3.111 2.771 9.731

III - 7

L La ap po orra an nI In ntteerriim m

Pembuatan Master Plan Drainase di Kota Cimahi

3.2.2. Fasilitas Kesehatan Upaya pemerintah untuk meningkatkan derajat dan status kesehatan penduduk dilakukan antara lain dengan meningkatkan fasilitas dan sarana kesehatan. Pembangunan dibidang kesehatan bertujuan agar semua lapisan masyarakat dapat memperoleh pelayanan kesehatan secara mudah, merata dan murah, dengan upaya tersebut di harapkan akan tercapai derajat kesehatan masyarakat sehingga pada akhirnya dapat meningkatkan produktifitas. Pada tahun 2009 jumlah rumah sakit di Kota Cimahi sebanyak 8 rumah sakit yang terdiri dari rumah sakit pemerintah 2 buah, swasta 2 buah dan rumah sakit bersalin 4 buah. Sedangkan jumlah puskesmas pada tahun 2009 mengalami peningkatan kuantitas dari tahun sebelumnya yaitu terdiri dari puskesmas umum sebanyak 11 buah, dan puskesmas pembantu 5 buah sedangkan untuk posyandu posyandu mengalami peningkatan dari tahun sebelumnya sebanyak 380 menjadi 382 posyandu . Jumlah keluarga pra sejahtera ( pra KS) sebanyak 7.182 Keluarga di tahun 2009 atau 5,85 persen dari jumlah keluarga di Kota Cimahi. Jumlah pra KS tertinggi terdapat di Kecamatan Cimahi Selatan yaitu sebesar 3638 keluarga.

III - 8

L La ap po orra an nI In ntteerriim m

Pembuatan Master Plan Drainase di Kota Cimahi

Tabel 3.7. No

Jumlah Rumah Sakit Menurut Kecamatan di Kota Cimahi Rumah Rumah Sakit Pemerintah Kec Sakit Swasta Bersalin Rumah Sakit

BPS

010

Cimahi Selatan

020

Cimahi tengah

030

Cimahi utara

2009 2008 2007 2006 2005 2004

2 1 2 2 2 2

2 3 2 2 2 4

5 5 4 4 4 4

III - 9

L La ap po orra an nI In ntteerriim m

Pembuatan Master Plan Drainase di Kota Cimahi

Tabel 3.8. No BPS Kec

Jumlah Puskesmas dan Balai Pengobatan di Kota Cimahi Puskesmas Umum Pembantu Keliling Balai Pengobat an Posyan du Pengobat an Altenatif

010

Cimahi Selatan

27

132

020

Cimahi tengah

15

140

030

Cimahi utara

12

110

2009 2008 2007 2006 2005 2004

11 9 9 9 9 8

5 3 5 5 5 5

1 1 9 -

54 82 57 41 38 30

382 380 372 370 350 341

8 534 517 6

III - 10

L La ap po orra an nI In ntteerriim m

Pembuatan Master Plan Drainase di Kota Cimahi

Tabel 3.9. No

Jumlah Tenaga Kesehatan Menurut Kecamatan di Kota Cimahi Dokter Lakilaki Perempuan Non BDD Bidan Dukun Belum Terlatih

BPS

Kec

BDD

Terlatih

010

Cimahi Selatan

51

66

NR

NR

020

Cimahi tengah

116

33

NR

NR

030

Cimahi utara

64

46

NR

NR

2009 2008 2007 2006 2005 2004

231 148 148 22 160 81 162 162 9 204 72

145 35 33 32 31 144

1 -

NR 54 54 59 38 59

NR 24 24 1 20 1

III - 11

L La ap po orra an nI In ntteerriim m

Pembuatan Master Plan Drainase di Kota Cimahi

3.2.3. Fasilitas Peribadatan Jumlah sarana peribadatan islam sebanyak 839 buah yang terdiri dari mesjid 352 buah, langgar 272 dan mushola 215 buah, tempat peribadatan agama lainnya berjumlah 23 buah terdiri dari gereja protestan 28 buah, gereja kartolik 1 buah dan pura hindu 1 buah.

Tabel 3.10.

Jumlah Tempat Perbadatan Umat Islam di Kota Cimahi No

BPS

Kec

Mesjid

Langgar

Mushola

Jumlah

010

Cimahi Selatan

140

102

97

339

020

Cimahi tengah

105

79

76

260

030

Cimahi utara

107

91

42

240

2009 2008 2007 2006

352 359 356 355

272 272 272 272

215 356 215 215

839 987 843 842

III - 12

L La ap po orra an nI In ntteerriim m

Pembuatan Master Plan Drainase di Kota Cimahi

2005 2004

360 330

179 179

256 176

795 685

Tabel 3.11.

Jumlah sarana Peribadatan Agama Kristen Protestan, Katolik,

Hindu dan Budha di Kota Cimahi No Greja Protestan Greja Katolik Pura Hindu Vihara Budha

BPS

Kec

010

Cimahi Selatan

020

Cimahi tengah

20

030

Cimahi utara

2009 2008

28 21

1 1

1 1

III - 13

L La ap po orra an nI In ntteerriim m

Pembuatan Master Plan Drainase di Kota Cimahi

2007 2006 2005 2004

21 18 17 17

1 1 1 1

1 1 1 1

III - 14

L La ap po orra an nI In ntteerriim m

Pembuatan Master Plan Drainase di Kota Cimahi

3.2. Tinjauan Ekonomi 3.2.1. Struktur Ekonomi Dalam pembentukan struktur ekonomi wilayah, masalah-masalah yang perlu ditanggapi dalam pola kegiatan ekonomi yang kompleks seperti penyebaran sumber daya alam, kegiatan-kegiatan ekonomi yang terkonsentrasi dan biaya transport serta biaya komunikasi, kesemuanya itu memperhitungkan unsur-unsur tata ruang terutama lokasi. Penyebaran sektor-sektor pembangunan yang tersusun dalam suatu pola ruang yang baik akan memberikan pendapatan yang tinggi bagi daerah tersebut, sehingga akan meningkatkan laju pertumbuhan ekonomi. Laju pertumbuhan ekonomi adalah proses kenaikan output per kapita dalam jangka panjang. Penekanan pada proses ini mengandung unsur dinamis, perubahan atau perkembangan. Laju pertumbuhan ekonomi diukur melalui indikator perkembangan PDRB (Produk Domestik Regional Bruto) dari tahun ke tahun berdasarkan harga konstan. penyajian atas harga konstan diperoleh dengan menggunakan harga tetap satu tahun. Dalam hal ini semua barang dan jasa yang dihasilkan, biaya antara yang digunakan ataupun nilai tambah masing-masing sektor dinilai tambah bruto masing-masing sektor, sesuai dengan tahun yang berjalan. Angka PDRB secara absolut memberikan gambaran besarnya tingkat produksi suatu wilayah. Angka-angka pendapatan regional menggambarkan adanya kenaikan ataupun penurunan tingkat pendapatan masyarakat di daerah tersebut. Kenaikan/penurunan itu dapat disebabkan oleh faktor kenaikan/penurunan riil yaitu kenaikan/penurunan tingkat pendapatan yang tidak dipengaruhi oleh faktor perubahan harga, bila terjadi kenaikan riil pendapatan penduduk berarti daya beli penduduk di daerah tersebut meningkat dan kenaikan/penurunan pendapatan disebabkan karena adanya faktor perubahan harga, kenaikan pendapatan yang banyak disebabkan karena adanya inflasi (menurunnya nilai uang) akan melemahkan daya beli penduduk.

III - 15

L La ap po orra an nI In ntteerriim m

Pembuatan Master Plan Drainase di Kota Cimahi

3.2.2. Prospek Perkembangan Ekonomi dan Sektor Unggulan Prospek perkembangan ekonomi di Kota Cimahi berdasarkan Dari kontribusi sektoral terhadap PDRB Kota Cimahi maka sektor yang mempunyai basis kuat untuk menjadi sektor ungulan adalah pertanian, perdagangan dan jasa serta industri pengolahan. Pembangunan sektor pertanian dan industri yang saat ini, masih pada urutan paling bawah harus dapat didorong dalam rangka terwujudkan struktur ekonomi yang semakin seimbang dan kokoh bagi Kota Cimahi pada masa datang dengan diciptakannya pengembangan Agrotekno, agrobisnis dan agroindustri, sehingga tidak merusak lingkungan dan dapat menampung tenaga kerja yang cukup banyak .

III - 16

L La ap po orra an nI In ntteerriim m

Pembuatan Master Plan Drainase di Kota Cimahi

4.1.

Analisis Curah Hujan 1. Ketersediaan Data Dalam menghitung besar debit banjir rencana pada perencanaan drainase di suatu wilayah tertentu diperlukan data curah hujan dari stasiun-stasiun pencatat yang berada di sekitar wilayah perencanaan. 2. Data Sekunder Data-data yang diperoleh adalah sebagai berikut : Foto dokumentasi lapangan. Gambar peta rupa bumi, skala 1 : 25.000 yang mencakup wilayah Kota Cimahi, sumber dari Bakosurtanal edisi Tahun 1999 dan Tahun 2000 . Data curah hujan menitan atau intensitas hujan dari stasiun yang dianggap mewakili catchment area wilayah kajian. Data curah hujan harian dari stasiun terdekat dengan lokasi kajian, antara lain data curah hujan harian dari stasiun hujan Cipeusing, Dago Pakar, Margahayu dan data curah hujan harian dari Stasiun Pengamat Dirgantara Tanjungsari. 3. Data Curah Hujan. Data curah hujan untuk penghitungan debit banjir puncak dalam perencanaan drainase perkotaan Kota Cimahi diambil dari stasiun hujan terdekat yang dapat mewakili dan menggambarkan karakteristik hujan di lokasi perencanaan. Data curah hujan yang digunakan untuk kepentingan tersebut adalah: 1. Stasiun Cipeusing 2. Stasiun Dago Pakar

IV - 1

L La ap po orra an nI In ntteerriim m

Pembuatan Master Plan Drainase di Kota Cimahi

3. Stasiun Margahayu Data ini dapat mewakili dan digunakan untuk perencanaan drainase di wilayah Kota Cimahi. 4.2. Intensitas Hujan Intensitas hujan adalah tinggi curah hujan yang terjadi secara kontinyu pada suatu kurun waktu tertentu dimana air tersebut berkonsentrasi. Intensitas hujan biasa dinotasikan dengan huruf I dengan satuan mm/jam. Terdapat beberapa metode yang bisa digunakan dalam menghitung dan menentukan model intensitas hujan, antara lain metode : Jenis Talbot (1881) :

4.2.1. Model Intensitas Hujan Mononobe

a.

I= b.

a' . t+b

Jenis Sherman (1905) :

I= c.

a tn

. 2

Jenis Ishiguro (1953)

I= d.

a .. t +b

Jenis Mononobe :
R 24 2 4 I = 24 t
m

..

Metode yang digunakan dalam menghitung intensitas hujan rencana dalam kajian ini adalah Metoda Mononobe. Data curah hujan yang diperlukan dalam penggunaan metode tersebut adalah data curah hujan menitan, dalam hal ini data jumlah curah hujan harian dalam durasi 0.25 ; 0.5; 1.0 ; 1.5 ; 2.0 ; 3.0 ; 4.0 ; 5.0 dan 7.0 jam. Langkah atau prosedur analisa proyeksi intensitas hujan menggunakan metode Mononobe disajikan pada Gambar 4.1.

IV - 2

L La ap po orra an nI In ntteerriim m

Pembuatan Master Plan Drainase di Kota Cimahi

1. Input dan Pengurutan data Curah Hujan harian Menitan Langkah analisa debit puncak diawali dengan input data. Model intensitas hujan menurut Metoda Mononobe (Persamaan 4) menghendaki tetapan m dan tetapan R 2 4 . Nilai tetapan ini dihitung dari data curah hujan kumulatif dalam 24
24

jam dan lama (durasi) hujan pada hari yang bersangkutan (jam). Data intensitas hujan dikelompokan berdasarkan durasi hujannya, kemudian pada setiap kelompok tersebut data diurut dari nilai terbesar hingga terkecil.

Mulai

Input Data Curah hujan

Kelompokan Data Curah-/Intensitas Hujan Berdasarkan Durasi hujan yang sama

Tentukan Nomor Urut Data Menggunakan Gringorten untuk menentukan Periode Ulang Hujan dalam setiap Kelompok Hujan

Tentukan Nilai Tetapan Metode Mononobe (R24/24 dan m)

Formulasikan Model Intensitas Hujan Mononobe pada setiap Periode Ulang

Formula Model Intensitas Hujan Mononobe pada setiap Periode Ulang

Proyeksi Intensitas pada berbagai Periode Ulang

Hitung Debit Banjir Saluran Dengan Metoda Rasional

Gambar 4.1 Flowchart Analisis Hidrologi

IV - 3

L La ap po orra an nI In ntteerriim m

Pembuatan Master Plan Drainase di Kota Cimahi

Besarnya intensitas hujan untuk setiap ti dan periode ulang kejadian hujan (Ti) ditentukan berdasarkan Gringorten (1963) :

T =

N + 0 ,12 .. d 0 , 44

atau :

d =

( N + 0 ,1 2 ) + 0 , 4 4 T T

dengan : d = Nomor urut data setelah data diurut dari yang terbesar hingga terkecil N = Banyaknya data kejadian hujan T = Periode ulang (tahun) Persamaan ini, digunakan karena sifat distribusi hujan jangka pendek bersifat eksponential. Nilai T yang digunakan adalah 2 ; 3 ; 5 ; 7 ; 10 ; 15 dan 20 tahun. Nilai ini digunakan dengan asumsi bahwa dalam lingkup cekungan kecil umur kegiatan beberapa tindakan pengelolaan sumberdaya air biasanya diproyeksikan dalam kisaran waktu tersebut. Nilai N, ditentukan berdasarkan banyaknya data kejadian hujan untuk setiap durasi hujan (ti). Dasar penentuan untuk nilai N ini diambil dengan pertimbangan bahwa hasil pemodelan ini merupakan masukan bagi model infiltrasi-kolom tanah untuk menduga besarnya surface runoff pada setiap kejadian hujan. Dengan menggunakan data yang tersedia, data dari stasiun pencatat hujan automatis milik RLKT di kawasan Malangbong, dan mengacu pada persamaan 6 dapat ditentukan nomor urutan data (d) intensitas hujan hasil pengukuran (urutan dari yang terbesar ke yang terkecil) untuk menentukan intensitas hujan pada masing-masing durasi hujan (t) dan periode ulang (T). Nomor urutan (d) hasil perhitungan disajikan pada Tabel 4.1.

IV - 4

L La ap po orra an nI In ntteerriim m

Pembuatan Master Plan Drainase di Kota Cimahi

Tabel 4.1 Nomor Urut Data Intensitas Hujan Berdasarkan Metode Gingorten
T (tahun) 2 3 5 7 10 15 20 Nomor Urut Data (d) pada t (jam) 1.50 2.00 3.00 4.00 8 11 8 8 5 7 5 5 3 4 3 3 2 3 2 3 2 2 2 2 1 2 1 1 1 1 1 1

0.25 8 5 3 2 2 1 1

0.50 13 9 5 4 3 2 2

1.00 19 12 8 6 4 3 2

5.00 5 3 2 2 1 1 1

7.00 5 4 2 2 1 1 1

Tabel 4.2 Nilai Intensitas Hujan Berdasarkan Metode Gingorten


T (tahun) 2 3 5 7 10 15 20 25 0.25 6.40 12.80 16.00 20.80 20.80 38.40 38.40 38.40 0.5 3.80 4.60 9.40 10.00 12.00 20.00 20.00 29.00 Intensitas Hujan : I (mm/jam) pada Durasi Hujan ; t (jam) 1 2.30 3.70 5.10 8.20 10.02 17.00 20.40 20.40 1.5 2.93 10.13 17.40 21.13 21.13 32.73 32.73 32.73 2 1.10 2.15 4.10 5.05 9.50 9.50 13.55 13.55 3 1.67 3.57 4.13 8.73 8.73 14.90 14.90 14.90 4 3.50 7.40 9.55 9.55 10.43 10.68 10.68 10.68 5 1.92 4.90 7.32 7.32 8.90 8.90 8.90 8.90 7 1.36 1.36 5.66 5.66 7.44 7.44 7.44 7.44

14 12 10 T= 2 8 6 4 2 0 0.25 0.5 1 1.5 2 3 4 5 7 T= 3 T= 5 T= 7 T= 10 T= 15 T20

IntensitasHujan;I(mm/jam)

DurasiHujan;t(jam)
Sumber : hasil analisis data

Gambar 4.2

Grafik Model Intensitas Hujan (Gringorten)

IV - 5

L La ap po orra an nI In ntteerriim m

Pembuatan Master Plan Drainase di Kota Cimahi

2. Formulasi Model Intensitas Hujan Mononobe Formulasi model intensitas hujan dengan menggunakan metode mononobe untuk berbagai periode ulang diawali dengan penentuan nilai tetapan R24/24 dan m. Berikut tahapan formulasi model Intensitas hujan Mononobe. Ubah bentuk persamaan sederhana. (4) ke dalam bentuk persamaan regresi linier

Dimana : Y = Log I A = Log R24/24 B = m X = Log (24/t)

(7)

Dengan melakukan teknik perhitungan matematik dan regresi linier sederhana maka diperoleh nilai tetapan m dan R24/24. Contoh Perhitungan tersebut disajikan pada Tabel 4.3.

Tabel 4.3 Tabel Perhitungan Nilai tetapan Model Intensitas Hujan Mononobe untuk Periode ulang T = 2
No. 1 2 3 4 5 6 7 8 9 ti 0.25 0.50 1.00 1.50 2.00 3.00 4.00 5.00 7.00 Jumlah I 6.40 3.80 2.30 2.93 1.10 1.67 3.50 1.92 1.36 log I (= Y) 0.81 0.58 0.36 0.47 0.04 0.22 0.54 0.28 0.13 3.44 24/t 96.00 48.00 24.00 16.00 12.00 8.00 6.00 4.80 3.43 log (24/t) (=X) 1.98 1.68 1.38 1.20 1.08 0.90 0.78 0.68 0.54 10.22 (=X*Y) 1.60 0.97 0.50 0.56 0.04 0.20 0.42 0.19 0.07 4.57 (=X^2) 3.93 2.83 1.90 1.45 1.16 0.82 0.61 0.46 0.29 13.45

Sumber : Hasil Analisis

Nilai tetapan m diperoleh dengan formula statistik :

B=

n XY X Y n X 2 ( X )
2

..

(8)

IV - 6

L La ap po orra an nI In ntteerriim m

Pembuatan Master Plan Drainase di Kota Cimahi

Nilai tetapan R24/24 diperoleh melalui penyelesaian persamaan (9)

Nilai tetapan m dan R24/24 Model Intensitas Hujan Mononobe untuk setiap periode ulang selengkapnya adalah sebagai berikut :

Tabel 4.4 Nilai tetapan m dan R24/24 untuk setiap Periode Ulang

No.

T (Tahun)

R24/24
0.937 1.789 4.126 4.530 6.004 4.836 5.056 4.647

Formulasi Model Mononobe


I2 = 0.937.(24/t)0.361 I3 = 1.789.(24/t)0.357 I5 = 4.126.(24/t)0.236 I7 = 4.530.(24/t)0.283 I10 = 6.004.(24/t)0.242 I15 = 4.836.(24/t)0.437 I20 = 5.056.(24/t)0.443 I25 = 4.647.(24/t)0.491

1 2 3 4 5 6 7 8

2 3 5 7 10 15 20 25

0.361 0.357 0.236 0.283 0.242 0.437 0.443 0.491

Sumber : hasil analisis data

3. Proyeksi Intensitas Hujan Menurut Model yang Terbentuk Berdasarkan formula pada Tabel 4.5, proyeksi intensitas hujan untuk setiap

durasi hujan (t ; jam) pada setiap periode ulang dapat dihitung dan digambarkan. Hasil perhitungan untuk wilayah kajian disajikan dalam bentuk tabel dan gambar berikut ini.

IV - 7

L La ap po orra an nI In ntteerriim m

Pembuatan Master Plan Drainase di Kota Cimahi

Tabel 4.5
T (tahun) 2 3 5 7 10 15 20 25 0.25 4.87 9.13 12.12 16.48 18.12 35.54 38.19 43.70

Proyeksi Intensitas Hujan Model Mononobe untuk Lokasi Kajian


Intensitas Hujan : I (mm/jam) pada Durasi Hujan ; t (jam) 0.5 3.79 7.13 10.29 13.55 15.32 26.25 28.09 31.09 1 2.95 5.56 8.73 11.14 12.96 19.39 20.67 22.12 1.5 2.55 4.81 7.94 9.93 11.74 16.24 17.27 18.13 2 2.30 4.34 7.42 9.15 10.95 14.32 15.20 15.74 3 1.98 3.76 6.74 8.16 9.93 12.00 12.70 12.90 4 1.79 3.39 6.30 7.52 9.26 10.58 11.18 11.20 5 1.65 3.13 5.97 7.06 8.78 9.60 10.13 10.04 7 1.46 2.78 5.52 6.42 8.09 8.29 8.73 8.51

Sumber : hasil analisis data

Berdasarkan nilai pada Tabel 4.5, untuk setiap periode ulang, dapat dibentuk grafik yang menyatakan hubungan durasi hujan dan besar intensitas hujan (mm/jam).
60.00

50.00

IntensitasHujan;I(mm/jam)

T= 2 40.00 T=3 T= 5 30.00 T= 7 T= 10 20.00 T= 15 T= 20 10.00 T= 25 Power (T= 25) 0.00 0.25 0.5 1 1.5 2 3 4 5 7

DurasiHujan;t(jam)

Gambar 4.3

Grafik Model Intensitas Hujan Mononobe

Berdasarkan hasil perhitungan model intensitas hujan mononobe seperti diuraikan di atas maka diketahui : Berdasarkan data dan grafik proyeksi intensitas hujan selanjutnya dapat ditentukan besar intensitas hujan pada berbagai periode ulang dengan terlebih dahulu menghitung waktu konsentrasi.

IV - 8

L La ap po orra an nI In ntteerriim m

Pembuatan Master Plan Drainase di Kota Cimahi

Formula model intensitas hujan Mononobe tersebut di atas (Tabel 4.4) dapat digunakan untuk wilayah perencanaan drainase perkotaan Kota Cimahi bagian sebelah selatan (Wado, Darmaraja, Situraja, Jatinunggal).

5.2.2 Model Intensitas hujan Mononobe Modifikasi (MMK) Fakta menunjukan, Ketersediaan data curah hujan dalam durasi pendek (menit atau jam) di beberapa wilayah sering kali ditemukan tidak lengkap, jumlahnya tidak memadai atau bahkan tidak tersedia samasekali. Hal ini menjadi kendala utama dalam perhitungan model intensitas hujan (I). Kondisi ini juga ditemui ketika melakukan analisis intensitas hujan untuk beberapa lokasi perencanaan drainase di perkotaan Sumedang. Oleh karena itu dalam kajian ini akan digunakan Metoda Mononobe Modifikasi atau yang Dikembangkan (MMK) yang lebih fleksibel dalam penyediaan data. Metode tersebut dikembangkan melalui pendekatan pemanfaatan data curah hujan harian yang durasinya tidak diketahui, dengan mengacu pada pada model mononobe yang terbentuk berdasarkan data curah hujan yang durasinya diketahui. Prosedur atau langkah-langkah metoda Mononobe yang Dikembangkan (MMK) dalam mentukan model Intensitas Modifikasi secara garis besar dapat dilihat pada Gambar 4.4.

IV - 9

L La ap po orra an nI In ntteerriim m

Pembuatan Master Plan Drainase di Kota Cimahi

Gambar 4.4 Flowchart Analisis Hidrologi Menggunakan MMK

1. Input Data dan Model Mononobe Modifikasi atau yang Dikembangkan Acuan dasar Model Mononobe sangat sesuai untuk digunakan karena salah satu parameternya adalah R24 (curah hujan maksimum harian). Dalam hal ini

IV - 10

L La ap po orra an nI In ntteerriim m

Pembuatan Master Plan Drainase di Kota Cimahi

parameter R24, dimodifikasi menjadi curah hujan kumulatif yang jatuh selama 24 jam ( 1 hari). Dengan menggunakan persamaan Gringorten (persamaan 6) dapat ditentukan nomor urut data dan curah hujan harian untuk setiap periode ulang. Dari data ini kemudian dihitung koefisien
R 24 24

. Hasil perhitungan untuk Stasiun Pengamatan

Dirgantara Tanjung sari, Dago Pakar, Cipeusing dan Stasiun Margahayu disajikan dalam Tabel 4.6, Tabel 4.7, dan Tabel 4.8 dan Tabel 4.9. Tabel 4.6 Nomor Urut Data, Curah Hujan Harian dan Koefisien R 2 4
24

Berdasarkan data curah hujan Stasiun Hujan Dago Pakar


T (Tahun) 2 3 5 7 10 15 20 25
Sumber : hasil analisis data

Urutan Data (d) 688 458 275 197 138 92 69 55

Curah hujan Harian (mm) 11.0 19.5 30 40.0 52 70.0 100.0 120.0

R24/24 0.4583 0.8125 1.2500 1.6667 2.1667 2.9167 4.1667 5.0000

Tabel 4.7 Nomor Urut Data, Curah Hujan Harian dan Koefisien R 2 4
24

Berdasarkan data curah hujan Stasiun Hujan Cipeusing


T (Tahun) 2 3 5 7 10 15 20 25
Sumber : hasil analisis data

Urutan Data (d) 682 455 273 195 137 91 69 55

Curah hujan Harian (mm) 11.0 17.0 25.0 31.0 36.0 43.0 46.5 50.0

R24/24 0.4583 0.7083 1.0417 1.2917 1.5000 1.7917 1.9375 2.0833

Tabel 4.8 Nomor Urut Data, Curah Hujan Harian dan Koefisien R 2 4
24

IV - 11

L La ap po orra an nI In ntteerriim m

Pembuatan Master Plan Drainase di Kota Cimahi

Berdasarkan data curah hujan Stasiun Hujan Margahayu


T (Tahun) 2 3 5 7 10 15 20 25
Sumber : hasil analisis data

Urutan Data (d) 508 338 203 145 102 68 51 41

Curah hujan Harian (mm) 10.0 15.0 23.0 27.5 34.0 40.0 43.0 45.0

R24/24 0.4167 0.6250 0.9583 1.1458 1.4167 1.6667 1.7917 1.8750

2. Formulasi Model Monobe yang Telah Dikembangkan (MMK) Berdasarkan formulasi intensitas hujan Model Mononobe yang telah diperoleh sebelumnya (Tabel 4.4) dan Nilai
R 24 24

(Tabel 4.6, Tabel 4.7, Tabel 4.8 dan Tabel

4.9), dapat diformulasilkan suatu persamaan modifikasi untuk menghitung nilai tetapan m modifikasi (disebut mh) untuk setiap durasi hujan (t: jam). Formulasi Model Mononobe modifikasi diperoleh dengan cara mengganti tetapan
R 24 24

dengan nilai yang baru (Tabel 4.6; Tabel 4.7 dan Tabel 4.8). Formulasi Model Mononobe modifikasi dapat dilihat pada Tabel 4.9, Tabel 4.10 dan Tabel 4.11.

IV - 12

L La ap po orra an nI In ntteerriim m

Pembuatan Master Plan Drainase di Kota Cimahi

Tabel 4.9
No.

Formulasi untuk Menghitung Tetapan mh untuk Setiap t (jam) Berdasarkan data curah hujan Stasiun Dago Pakar
T (Tahun) 2 3 5 7 10 15 20 25 Model Mononobe R24/24 Model Mononobe Modifikasi I2 = 0.45833 .(24/t) I3= 0.81250 .(24/t) I5 = 1.25000 .(24/t) I7= 1.66667 .(24/t) I10= 2.16667 .(24/t) I15= 2.91667 .(24/t) I20 = 4.16667 .(24/t) I25= 5.00000 .(24/t)
mh

1 2 3 4 5 6 7 8

I2=0.937.(24/t) I3=1.789.(24/t) I5=4.126.(24/t) I7=4.530.(24/t)

0.361

0.45833 0.81250 1.25000 1.66667 2.16667 2.9167 4.16667 5.00000

0.357

mh

0.236

mh

0.283

mh

I10=6.004.(24/t) I15=4.836.(24/t) I20=5.056.(24/t) I25=4.647.(24/t)

0.242

mh

0.437

mh

0.443

mh

0.491

mh

Sumber : hasil analisis data

Tabel 4.10 Formulasi untuk Menghitung Tetapan mh untuk Setiap t (jam) Berdasarkan data curah hujan Stasiun Cipeusing
No. T (Tahun) 2 3 5 7 10 15 20 25 Model Mononobe R24/24 Model Mononobe Modifikasi I2 = 0.45833 .(24/t) I3= 0.70833 .(24/t) I5 = 1.04167 .(24/t) I7= 1.29167 .(24/t) I10= 1.50000 .(24/t) I15= 1.79167 .(24/t) I20 = 1.93750 .(24/t) I25= 2.08333 .(24/t)
mh

1 2 3 4 5 6 7 8

I2=0.937.(24/t) I3=1.789.(24/t) I5=4.126.(24/t) I7=4.530.(24/t)

0.361

0.45833 0.70833 1.04167 1.29167 1.50000 1.7917 1.93750 2.08333

0.357

mh

0.236

mh

0.283

mh

I10=6.004.(24/t) I15=4.836.(24/t) I20=5.056.(24/t) I25=4.647.(24/t)

0.242

mh

0.437

mh

0.443

mh

0.491

mh

Sumber : hasil analisis data

IV - 13

L La ap po orra an nI In ntteerriim m

Pembuatan Master Plan Drainase di Kota Cimahi

Tabel 4.11 Formulasi untuk Menghitung Tetapan mh untuk Setiap t (jam) Berdasarkan data curah hujan Stasiun Hujan Margahayu
No. T (Tahun) 2 3 5 7 10 15 20 25 Model Mononobe R24/24 Model Mononobe Modifikasi I2 = 0.41667 .(24/t)
mh

1 2 3 4 5 6 7 8

I2=0.937.(24/t)0.361 I3=1.789.(24/t)
0.357

0.41667 0.62500 0.95833 1.14583 1.41667 1.6667 1.79167 1.87500

mh I3= 0.62500 .(24/t) mh

I5=4.126.(24/t)0.236 I7=4.530.(24/t)0.283 I10=6.004.(24/t)0.242 I15=4.836.(24/t)


0.437

I5 = 0.95833 .(24/t) I7= 1.14583 .(24/t)

mh

mh I10= 1.41667 .(24/t) mh I15= 1.66667 .(24/t) mh I20 = 1.79167 .(24/t) mh

I20=5.056.(24/t)0.443 I25=4.647.(24/t)
0.491

I25= 1.87500 .(24/t)

Sumber : hasil analisis data

Tabel 4.12

Formulasi dan Tetapan mh untuk Model Mononobe yang Telah Dikembangkan (MMK) Berdasarkan data curah hujan Stasiun Dago Pakar
Formula mh 0.25 0.518 0.530 0.498 0.502 0.465 0.548 0.485 0.475 0.5 0.546 0.561 0.544 0.541 0.505 0.568 0.493 0.472 Nilai Koefisien mh pada durasi hujan (t:Jam) 1 0.586 0.605 0.612 0.598 0.563 0.596 0.504 0.468 1.5 0.619 0.641 0.667 0.644 0.610 0.620 0.513 0.465 2 0.649 0.674 0.716 0.685 0.652 0.641 0.521 0.462 3 0.705 0.736 0.810 0.764 0.732 0.680 0.536 0.456 4 0.760 0.797 0.902 0.841 0.811 0.719 0.551 0.450 5 0.817 0.860 0.997 0.920 0.892 0.760 0.566 0.444 7 0.942 0.997 1.205 1.094 1.069 0.848 0.600 0.432

T (Tahun) 2 3 5 7 10 15 20 25 mh2= mh3= mh5= mh7= mh10= mh15= mh20= mh25=

(log(2.04511))/Log(24/t)+0.361011 (log(2.20212))/Log(24/t)+0.356658 (log(3.3008))/Log(24/t)+0.235882 (log(2.71780))/Log(24/t)+0.283026 (log(2.77129))/Log(24/t)+0.242056 (log(1.65792))/Log(24/t)+0.437293 (log(1.21351))/Log(24/t)+0.443059 (log(0.92942))/Log(24/t)+0.491102

Sumber : hasil analisis data

IV - 14

L La ap po orra an nI In ntteerriim m

Pembuatan Master Plan Drainase di Kota Cimahi

Tabel 4.13 Formulasi dan Tetapan mh untuk Model Mononobe yang Telah Dikembangkan (MMK) Berdasarkan data curah hujan Stasiun Hujan Cipeusing
T (Tahun) 2 3 5 7 10 15 20 25 mh2= mh3= mh5= mh7= mh10= mh15= mh20= mh25= Formula mh (log(2.04511))/Log(24/t)+0.361011 (log(2.52596))/Log(24/t)+0.356658 (log(3.96096))/Log(24/t)+0.235882 (log(3.50684))/Log(24/t)+0.283026 (log(4.00297))/Log(24/t)+0.242056 (log(2.69894))/Log(24/t)+0.437293 (log(2.60970))/Log(24/t)+0.443059 (log(2.23061))/Log(24/t)+0.491102 0.25 0.518 0.560 0.537 0.558 0.546 0.655 0.653 0.667 0.5 0.546 0.596 0.591 0.607 0.600 0.694 0.691 0.698 Nilai Koefisien mh pada durasi hujan (t:Jam) 1 0.586 0.648 0.669 0.678 0.678 0.750 0.745 0.744 1.5 0.619 0.691 0.732 0.736 0.742 0.795 0.789 0.780 2 0.649 0.730 0.790 0.788 0.800 0.837 0.829 0.814 3 0.705 0.802 0.898 0.886 0.909 0.915 0.904 0.877 4 0.760 0.874 1.004 0.983 1.016 0.991 0.978 0.939 5 0.817 0.947 1.113 1.083 1.126 1.070 1.055 1.003 7 0.942 1.109 1.353 1.301 1.368 1.243 1.222 1.142

Sumber : hasil analisis data

Tabel 4.14 Formulasi dan Tetapan mh untuk Model Mononobe yang Telah Dikembangkan (MMK) Berdasarkan data curah hujan Stasiun Hujan Margahayu
T (Tahun) 2 3 5 7 10 15 20 25 mh2= mh3= mh5= mh7= mh10= mh15= mh20= mh25= Formula mh (log(2.24963))/Log(24/t)+0.361011 (log(2.86276))/Log(24/t)+0.356658 (log(4.305391))/Log(24/t)+0.235882 (log(3.953165))/Log(24/t)+0.283026 (log(4.238440))/Log(24/t)+0.242056 (log(2.901361))/Log(24/t)+0.437293 (log(2.822120))/Log(24/t)+0.443059 (log(2.478457))/Log(24/t)+0.491102 0.25 0.539 0.587 0.556 0.584 0.558 0.671 0.670 0.690 0.5 0.570 0.628 0.613 0.638 0.615 0.712 0.711 0.726 Nilai Koefisien mh pada durasi hujan (t:Jam) 1 0.616 0.688 0.695 0.716 0.696 0.772 0.770 0.777 1.5 0.653 0.736 0.762 0.779 0.763 0.821 0.817 0.818 2 0.687 0.780 0.823 0.836 0.823 0.866 0.861 0.856 3 0.751 0.862 0.938 0.944 0.937 0.950 0.942 0.928 4 0.814 0.944 1.051 1.050 1.048 1.032 1.022 0.998 5 0.878 1.027 1.167 1.159 1.163 1.116 1.104 1.070 7 1.019 1.210 1.421 1.399 1.414 1.302 1.285 1.228

Sumber : hasil analisis data

Persamaan polinomial yang merupakan formulasi hubungan antara durasi hujan (t) dengan nilai mh untuk setiap periode ulang untuk masing-masing stasiun hujan Dengan diperolehnya disajikan pada Tabel 4.15, Tabel 4.16 dan Tabel 4.17.

hubungan ini, maka intensitas hujan Model Mononobe yang telah dikembangkan

(MMK) dapat diformulasikan dengan cara mengsubstitusikan persamaan polinomial


yang telah diperoleh pada setiap periode ulang hujan terhadap notasi mh pada MMK.

IV - 15

L La ap po orra an nI In ntteerriim m

Pembuatan Master Plan Drainase di Kota Cimahi

Tabel 4.15 Hubungan antara mh dengan Durasi Hujan (t:jam) dan Formulasi Model Mononobe yang Telah Dikembangkan (MMK) Berdasarkan data curah hujan Stasiun Hujan Dago Pakar
No. T (Tahunan)
2 3 5 7 10 15 20 25 I2 = I3 = I5 = I7 = I10 = I15 = I20 = I25 =

MMK

Nilai mh

1 2 3 4 5 6 7 8

0.45833 .(24/t) 0.81250 .(24/t) 1.25000 .(24/t)

mh2

mh2 = 0.004t2 + 0.004t + 0.519 mh3 = 0.004t2 + 0.004t + 0.531 mh5= 0.007t2 + 0.007t + 0.500 mh7 = 0.006t2 + 0.005t + 0.504 mh10 = 0.006t2 + 0.006t + 0.467 mh15 = 0.003t2 + 0.003t + 0.549 mh20 = 0.001t2 + 0.001t + 0.485 mh25 = 0.0005t2 + 0.0004t + 0.4749

mh3

mh5

1.66667 .(24/t)

mh7

2.16667 .(24/t) 2.91667 .(24/t) 4.16667 .(24/t) 5.00000 .(24/t)

mh10

mh15

mh20

mh25

Sumber : hasil analisis data

Tabel 4.16 Hubungan antara mh dengan Durasi Hujan (t:jam) dan Formulasi Model Mononobe yang Telah Dikembangkan (MMK) Berdasarkan data curah hujan Stasiun Hujan Cipeusing
No. T (Tahunan)
2 3 5 7 10 15 20 25 I2 = I3 = I5 = I7 = I10 = I15 = I20 = I25 =

MMK

Nilai mh

1 2 3 4 5 6 7 8

0.45833 .(24/t) 0.70833 .(24/t) 1.04167 .(24/t) 1.29167 .(24/t)

mh2

mh2 = 0.004t2 + 0.004t + 0.519 mh3 = 0.005t2 + 0.005t + 0.561 mh5= 0.008t2 + 0.008t + 0.540 mh7 = 0.007t2 + 0.007t + 0.560 mh10 = 0.008t2 + 0.008t + 0.549 mh15 = 0.006t2 + 0.005t + 0.657 mh20 = 0.006t2 + 0.005t + 0.655 mh25 = 0.005t2 + 0.0047t + 0.6686

mh3

mh5

mh7

1.50000 .(24/t)

mh10

1.79167 .(24/t) 1.93750 .(24/t) 2.08333 .(24/t)

mh15

mh20

mh25

Sumber : hasil analisis data

IV - 16

L La ap po orra an nI In ntteerriim m

Pembuatan Master Plan Drainase di Kota Cimahi

Tabel 4.17 Hubungan antara mh dengan Durasi Hujan (t:jam) dan Formulasi Model Mononobe yang Telah Dikembangkan (MMK) Berdasarkan data curah hujan Stasiun Hujan Margahayu
No. T (Tahunan)
2 3 5 7 10 15 20 25 I2 = I3 = I5 = I7 = I10 = I15 = I20 = I25 =

MMK

Nilai mh

1 2 3 4 5 6 7 8

0.41667 .(24/t) 0.62500 .(24/t) 0.95833 .(24/t) 1.14583 .(24/t) 1.41667 .(24/t) 1.66667 .(24/t) 1.79167 .(24/t) 1.87500 .(24/t)

mh2

mh2 = 0.005t2 + 0.004t + 0.540 mh3 = 0.006t2 + 0.006t + 0.589 mh5= 0.009t2 + 0.008t + 0.558 mh7 = 0.008t2 + 0.008t + 0.587 mh10 = 0.009t2 + 0.008t + 0.561 mh15 = 0.006t2 + 0.006t + 0.673 mh20 = 0.006t2 + 0.006t + 0.672 mh25 = 0.0057t2 + 0.0053t + 0.6920

mh3

mh5

mh7

mh10

mh15

mh20

mh25

Sumber : hasil analisis data

3. Proyeksi Intensitas Hujan Menurut Model yang Telah Dikembangkan (MMK) Berdasarkan formulasi seperti tersaji dalam Tabel 4.15, Tabel 4.16 dan Tabel 4.17, proyeksi intensitas hujan untuk setiap durasi hujan (t ; jam) pada setiap periode ulang untuk masing-masing stasiun hujan dapat dihitung dan digambarkan, seperti disajikan dalam Tabel 4.18, Tabel 4.19 dan Tabel 4.20; serta pada Gambar 4.5, Gambar 4.6 dan Gambar 4.7 berikut ini.

IV - 17

L La ap po orra an nI In ntteerriim m

Pembuatan Master Plan Drainase di Kota Cimahi

Tabel 4.18

Proyeksi Intensitas Hujan Model Mononobe yang Telah Dikembangkan (MMK) Berdasarkan data curah hujan Stasiun Hujan Dago Pakar
Intensitas Hujan pada Periode Ulang (T) : (Tahun)

Durasi Hujan t 0.25 0.50 1.00 1.50 2.00 3.00 4.00 5.00 7.00 2 3

10

15

20

25

4.93 3.46 2.45 2.01 1.77 1.49 1.34 1.25 1.14

9.22 6.42 4.51 3.69 3.23 2.71 2.43 2.26 2.06

12.37 8.84 6.40 5.38 4.81 4.21 3.93 3.81 3.75

16.75 11.91 8.56 7.15 6.35 5.49 5.06 4.84 4.65

18.42 13.44 9.93 8.42 7.56 6.65 6.20 5.98 5.83

35.89 24.64 17.02 13.79 11.93 9.84 8.69 7.95 7.06

38.18 27.32 19.59 16.15 14.11 11.71 10.30 9.35 8.11

43.71 31.47 22.68 18.74 16.39 13.58 11.91 10.77 9.28

Sumber : hasil analisis data

50.00 45.00 40.00 35.00 t=2 30.00 25.00 20.00 15.00 10.00 5.00 0.00 0.25 0.50 1.00 1.50 2.00 3.00 4.00 5.00 7.00 DurasiHujan (jam) t=3 t= 5 t=7 t= 10 t= 15 t= 20 t= 25

Gambar 4.5

IntensitasHujan (mm/jam)

Intensitas Hujan Model Mononobe yang Telah Dikembangkan (MMK) Berdasarkan data curah hujan Stasiun Hujan Dago Pakar

IV - 18

L La ap po orra an nI In ntteerriim m

Pembuatan Master Plan Drainase di Kota Cimahi

Tabel 4.19

Proyeksi Intensitas Hujan Model Mononobe yang Telah Dikembangkan (MMK) Berdasarkan data curah hujan Stasiun Hujan Cipeusing
Intensitas Hujan pada Periode Ulang (T) : (Tahun)

Durasi Hujan t 0.25 0.50 1.00 1.50 2.00 3.00 4.00 5.00 7.00 2 3

10

15

20

25

4.93 3.46 2.45 2.01 1.77 1.49 1.34 1.25 1.14

9.23 6.31 4.35 3.53 3.08 2.58 2.32 2.16 2.00

12.39 8.62 6.10 5.06 4.49 3.91 3.65 3.54 3.52

16.81 11.52 8.01 6.56 5.77 4.93 4.53 4.32 4.17

18.59 12.86 9.03 7.47 6.61 5.74 5.34 5.17 5.12

36.21 23.15 14.97 11.74 9.98 8.11 7.16 6.61 6.04

38.80 24.84 16.09 12.62 10.73 8.73 7.71 7.12 6.51

44.31 27.99 17.73 13.60 11.29 8.70 7.24 6.29 5.10

Sumber : hasil analisis data

50.00 45.00 40.00 35.00 t=2 30.00 25.00 20.00 15.00 10.00 5.00 0.00 0.25 0.50 1.00 1.50 2.00 3.00 4.00 5.00 7.00 DurasiHujan (jam) t=3 t= 5 t=7 t= 10 t= 15 t= 20 t= 25

Gambar 4.6

IntensitasHujan (mm/jam)

Intensitas Hujan Model Mononobe yang Telah Dikembangkan (MMK) Berdasarkan data curah hujan Stasiun Hujan Cipeusing

IV - 19

L La ap po orra an nI In ntteerriim m

Pembuatan Master Plan Drainase di Kota Cimahi

Tabel 4.20

Proyeksi Intensitas Hujan Model Mononobe yang Telah Dikembangkan (MMK) Berdasarkan data curah hujan Stasiun Hujan Margahayu
Intensitas Hujan pada Periode Ulang (T) : (Tahun)

Durasi Hujan t 0.25 0.50 1.00 1.50 2.00 3.00 4.00 5.00 7.00 2 3

10

15

20

25

4.93 3.41 2.39 1.95 1.71 1.44 1.30 1.22 1.13

9.27 6.22 4.22 3.41 2.95 2.47 2.23 2.09 1.95

12.38 8.51 5.96 4.92 4.36 3.80 3.57 3.48 3.52

16.89 11.38 7.79 6.34 5.55 4.74 4.37 4.19 4.10

18.55 12.73 8.89 7.34 6.50 5.66 5.31 5.18 5.22

36.28 22.96 14.70 11.46 9.70 7.85 6.90 6.35 5.78

38.82 24.58 15.75 12.29 10.41 8.42 7.41 6.82 6.20

44.47 27.75 17.51 13.53 11.37 9.09 7.92 7.24 6.50

Sumber : hasil analisis data

50.00 45.00 40.00 35.00 t=2 30.00 25.00 20.00 15.00 10.00 5.00 0.00 0.25 0.50 1.00 1.50 2.00 3.00 4.00 5.00 7.00 DurasiHujan (jam) t=3 t= 5 t=7 t= 10 t= 15 t= 20 t= 25

Gambar 4.7 Intensitas Hujan Model Mononobe yang Telah Dikembangkan (MMK) Berdasarkan data curah hujan Stasiun Hujan Margahayu

IntensitasHujan (mm/jam)

IV - 20

L La ap po orra an nI In ntteerriim m

Pembuatan Master Plan Drainase di Kota Cimahi

Berdasarkan uraian di atas diketahui bahwa : Berdasarkan data dan grafik proyeksi intensitas untuk masing-masing wilayah kajian dapat ditentukan besar intensitas hujan pada berbagai periode ulang dengan terlebih dahulu menghitung waktu konsentrasi. Salah satu metoda yang bisa digunakan adalah persamaan Kirpich (1940). Proyeksi Intensitas hujan pada berbagai periode ulang berdasarkan model Mononobe yang telah dikembangkan (MMK) berdasarkan data curah hujan yang tersedia seperti digambarkan dalam bentuk grafik pada Gambar 4.5, Gambar 4.6, Gambar 4.7 dan Gambar 4.8, menunjukan pola/trend yang hampir sama, dimana besar intensitas hujan cenderung menurun/mengecil jika durasi hujannya lebih lama. Intensitas hujan terbesar terjadi pada durasi hujan 0.25 jam pada periode ulang 25 tahunan. Terdapat perbedaan /selisih yang cukup signifikan antara Intensitas hujan 5 (Lima) tahunan dengan Intensitas hujan 25 (Dua puluh lima) tahunan. Intensitas hujan rencana yang biasa digunakan dalam perencanaan drainase adalah intensitas hujan 5 (lima) tahunan, sesuai dengan debit rencana yang digunakan dalam Kajian ini yaitu debit puncak rencana lima tahunan (Q5).

4.1.

Debit Banjir Rencana Berdasarkan Intensitas Hujan Metoda yang digunakan untuk menghitung besar debit puncak pada sarana drainase dalam kajian ini adalah Metoda Rasional Praktis (Sumber: Metode, Spesifikasi dan Tata Cara, Dep. Permukiman dan Prasarana Wilayah). Persamaan yang digunakan

Q p = 0.00278.C.I . A .........................................
Dimana :

(10)

Qp = Besarnya debit puncak


C I tc A = koefisien pengaliran

= Intensitas Hujan (mm/jam) pada waktu konsentrasi (tc). = 0.0195.I0.77.S-0.385 = Luas Cathment Area (Ha)

IV - 21

L La ap po orra an nI In ntteerriim m

Pembuatan Master Plan Drainase di Kota Cimahi

Besar debit banjir maximum didalam suatu kawasan tergantung pada beberapa variabel, antara lain Luas Cathment Area (A), Koefisien Pengaliran (C) dan besar intensitas hujan yang terjadi pada kawasan tersebut. Besar intensitas hujan yang digunakan untuk memperoleh debit banjir maksimum adalah besar intensitas hujan yang terjadi selama waktu Konsentrasi (tc) di kawasan catchment area. Lihat Tabel 4.21. Besar koefisien pengaliran (c) pada suatu kawasan sangat tergantung pada type kawasan Cathment area. Bila daerah pengaliran terdiri dari beberapa tipe kondisi permukaan yang mempunyai nilai C yang berbeda, maka harga C rata-rata ditentukan dengan menggunakan rumus sebagai berikut :

C= Keterangan : C1, C2, C3,

C1 . A1 + C2 . A2 + C3 . A3 + . A1 + A2 + A3 + .. =

(11)

Koefisien pengaliran yang sesuai dengan tipe kondisi permukaan

A1, A2, A3,

Luas daerah pengaliran yang diperhitungkan sesuai dengan kondisi permukaan

IV - 22

L La ap po orra an nI In ntteerriim m

Pembuatan Master Plan Drainase di Kota Cimahi

Tabel 4.21. Harga C berdasarkan type Catchment Area


Type Daerah Aliran 1 Perumputan tanah tanah tanah tanah tanah tanah Keterangan pasir, datar, 2 % pasir, rata-rata, 2- 7 % pasir, curam, 7 % gemuk, datar, 2 % gemuk, rata-rata, 2- 7 % gemuk, curam, 7 % Harga C 0.05 - 0.10 0.10 - 0.15 0.15 - 0.20 0.13 - 0.17 0.18 - 0.22 0.25 - 0.35 0.75 - 0.95 0.50 - 0.70 0.30 0.40 0.60 0.25 0.50 - 0.50 - 0.60 - 0.75 - 0.40 - 0.70

Business

daerah kota lama daerah kota pinggiran daerah "single family" "multi unit", terpisah-pisah "multi unit", tertutup "suburban" daerah rumah-rumah apartemen daerah ringan daerah berat

Perumahan

Industri

0.50 - 0.80 0.60 - 0.90 0.10 - 0.25

Pertamanan, kuburan Tempat bermain Halaman Kareta Api daerah yang tidak dikerjakan Jalan beraspal beton batu

6 7 8

0.20 - 0.35 0.20 - 0.40 0.10 - 0.30

0.70 - 0.95 0.80 - 0.95 0.70 - 0.85 0.75 - 0.85

10

untuk berjalan dan naik kuda atap

11

0.75 - 0.95

Waktu konsentrasi adalah waktu

yang diperlukan air hujan yang jatuh di titik

terjauh di Cathment Area untuk sampai pada pada titik tinjau. Langkah perhitungan debit banjir maksimum dapat dilihat pada Gambar 4.8.

IV - 23

L La ap po orra an nI In ntteerriim m

Pembuatan Master Plan Drainase di Kota Cimahi

Luas Catment Area (A)

Koefisien Pengaliran (C)

Lama Hujan (t)

Intensitas Hujan (I)

Waktu Konsentrasi

(tc)

Intensitas Hujan pada Waktu Konsentrasi (Ic )

Qtc = C.Ic. A

Gambar 4.8

Langkah Perhitungan Debit Banjir Maksimum Drainase

Dalam perhitungan waktu konsentrasi pada suatu Cathment Area digunakan persamaan Kirpich (1940) yang mempunyai bentuk persamaan sebagai berikut : tc = 0.0195.I0.77.S-0.385 Dimana : tc = waktu dalam menit I = panjang saluran dalam m S = Kemiringan lereng m/m Debit banjir rencana yang akan digunakan dalam perencanaan drainase di Kota Cimahi akan digunakan Debit puncak 5 tahunan. Besar debit tersebut selanjutnya menjadi dasar dalam penentuan dimensi saluran drainase pada lokasi perenanaan. (12)

Estimasi Debit Run off Wilayah Kajian Estimasi debit run off ini adalah estimasi secara global. Debit ini tidak bisa dijadikan acuan dalam perencanaan drainase dan hanya memberikan gambaran secara kasar/umum mengenai debit yang akan diterima oleh catchment area yang selanjutnya akan mengalir ke sungai. Metode yang digunakan adalah metode rasional :

Q p = 0.00278.C.I . A
Dimana :

IV - 24

L La ap po orra an nI In ntteerriim m

Pembuatan Master Plan Drainase di Kota Cimahi

Qp = Besarnya debit puncak


C I tc A = koefisien pengaliran

= Intensitas Hujan (mm/jam) pada waktu konsentrasi (tc). = 0.0195.I0.77.S-0.385 = Luas Cathment Area (Ha)

Hasil Perhitungan disajikan dalam tabel berikut ini.

IV - 25

L La ap po orra an nI In ntteerriim m

Pembuatan Master Plan Drainase di Kota Cimahi

5.1.

Identifikasi Dan Inventarisasi Lapangan

Survey Identifikasi dan nventarisasi dilakukan guna memperoleh gambaran menyeluruh tentang kondisi daerah perencanaan saat ini (rona awal), baik on site maupun off site. Beberapa aspek yang menjadi menjadi objek survey inventarisasi antara lain: Orientasi dan identifikasi batas-batas daerah perencanaan. Kondisi umum fisik-geografis dan lingkungan daerah kajian. Identifikasi dan inventarisasi permasalahan umum dan spesifik lokasi perencanaan berkenaan dengan drainase di kawasan Kota Cimahi, Inventarisasi jaringan drainase yang sudah ada Identifikasi kemungkinan layout masterplan drainase

Survey inventarisasi dilakukan berdasarkan acuan dasar : Peta topografi (Peta Rupa Bumi) Kota Cimahi. Citra Satelit Data Kota Cimahi. Peta ikhtisar dan situasi hasil study dan perencanaan sebelumnya. Informasi aktual dari masyarakat setempat dan pemerintah Kota Cimahi Kondisi Drainase Eksisting

5.2.

Pekerjaan Master Plan Drainase Kota Cimahi, sesuai dengan arahan Kerangka Acuan Kerja (KAK), Secara umum lokasi pekerjaan mencakup seluruh wilayah Kota Cimahi yaitu: RW 02 Melong Kelurahan Utama Kelurahan Padasuka

V-1

L La ap po orra an nI In ntteerriim m

Pembuatan Master Plan Drainase di Kota Cimahi

Keluraha Cibeureum Kelurahan Pasirkaliki Jalan cihanjuang Kali Cimahi Kelurahan Cibabat Aliran Cibaligo Fly Over Cimindi

Rekapitulasi permasalahan yang ada di perkotaan berdasarkan hasil survey dan identifikasi lapangan adalah : Tabel 5.1 Rekapitulasi Permasalahan Drainase Eksisting.

Permasalahan Kondisi Yang Ada


1. Rw 02 Melong Beberapa bangunan di bangun di atas saluran drinase sehingga terjadi penyempitan Saluran yang menyempit pada bagian hilir drainase Perubahan arah aliran oleh pihak industri (Pabrik) menyebabkan banjir di sekitar. Pendangkalan Sungai. 2. Kelurahan Utama Pengubahan arah aliran sungai untuk kepentingan pabrik Pendangkalan outpole drainase

Pemecahan Masalah

Agar direncanakan ulang ( review design) untuk saluran drainase di sekitar Wilayah Perlu dibuat kolam retensi banjir Dilakukan OP untuk saluran yang telah ada.

Agar direncanakan ulang ( review design) untuk saluran drainase di sekitar kecamatan Tanjungsari Dilakukan OP untuk saluran yang telah ada. Normalisasi sungai

V-2

L La ap po orra an nI In ntteerriim m

Pembuatan Master Plan Drainase di Kota Cimahi

Permasalahan Kondisi Yang Ada


3. Kelurahan padasuka Sedimentasi dibeberapa ruas drinase Run off Besar dari daerah bagian atas. Penyempitan saluran drainase 4. Kelurahan Cibeureum Beban drainase yang terlalu besar Energi Air yang merusak karena topografi curam sehingga dibeberapa tempat jalan menjadi rusak Beberapa saluran tersedimentasi 5. Kelurahan Pasirkaliki Genangan banjir yg terjadi di Pangeran Kornel disebabkan oleh sedimentasi pada badan saluran oleh sampah dan kabelkabel Genangan yang terjadi disebabkan dua saluran dengan beban debit yang besar ketika hujan sedangkan gorong-gorong menuju saluran primer dimensinya kecil. Di beberapa tempat saluran terpenuhi oleh tanah dan sampah

Pemecahan Masalah

Agar direncanakan ulang ( review design) untuk saluran drainase di sekitar kecamatan Tanjungsari Dilakukan OP untuk saluran yang telah ada.

Diperlukan saluran baru untuk menampung aliran air hujan Dilakukan OP untuk saluran yang telah ada Pembuatan Kolam olakan Normalisasi sungai

Agar direncanakan ulang ( review design) untuk saluran drainase di sekitar kecamatan Sumedang selatan Dilakukan OP untuk saluran yang telah ada

V-3

L La ap po orra an nI In ntteerriim m

Pembuatan Master Plan Drainase di Kota Cimahi

Permasalahan Kondisi Yang Ada


6. Jalan Cihanjuang Umumnya banjir terjadi karena imbas dari hujan. Saluran drainase yang tersumbat sampah pasar. Saluran drainase tertutup sedimen. Beban drainase yang terlalu besar Tertutupnya drainase oleh bangunan yang menyebabkan berkurangnya dimensi drainase. Bangunan membuang langsung limpasan kejalan 7. Kali Cimahi Dimensi Saluran tidak mencukupi Beberapa saluran tersedimentasi Saluran yang menyempit pada bagian hilir drainase

Pemecahan Masalah
Agar direncanakan ulang ( review design) untuk saluran drainase di sekitar kecamatan sumedang utara Agar dilakukan OP untuk saluran yang ada. Diperlukan saluran baru untuk menampung aliran air hujan

Diperlukan penambahan saluran baru untuk menampung aliran air hujan. Dilakukan rehabilitasi saluran yang telah ada. Agar direncanakan ulang ( review design) untuk saluran drainase di sekitar kawasan permukiman di Kelurahan Cibabat. Agar dilakukan OP untuk saluran yang ada. Diperlukan saluran baru untuk menampung aliran air hujan

8. Kelurahan Cibabat Umumnya banjir terjadi karena imbas dari hujan. Saluran drainase yang tersumbat sampah pasar. Saluran drainase tertutup sedimen. Beban drainase yang terlalu besar Tertutupnya drainase oleh

V-4

L La ap po orra an nI In ntteerriim m

Pembuatan Master Plan Drainase di Kota Cimahi

Permasalahan Kondisi Yang Ada


bangunan 9. Aliran Cibaligo Tertutupnya drainase oleh bangunan yang menyebabkan berkurangnya dimensi drainase. Aliran Sungai Cilember di sepanjang jalan Cibaligo melalui area industri.

Pemecahan Masalah

Agar direncanakan ulang ( review design) untuk saluran drainase di sekitar kawasan permukiman di Kelurahan Cibabat. Agar dilakukan OP untuk saluran yang ada. Diperlukan saluran baru untuk menampung aliran air hujan Agar direncanakan ulang ( review design) untuk saluran drainase di sekitar kawasan permukiman di Kelurahan Cibabat. Agar dilakukan OP untuk saluran yang ada. Diperlukan saluran baru untuk menampung aliran air hujan

10. Fly Over Cimindi Saluran drainase jalan berupa saluran tertutup dan sudah mengalami sedimentasi. Lubang pembuang di trotoir pada saluran drainase jalan sudah tertutup. Tertutupnya drainase oleh bangunan yang menyebabkan berkurangnya dimensi drainase. Tertutupnya drainase oleh bangunan yang menyebabkan berkurangnya dimensi drainase. Berkurangnya daya tampung saluran oleh sedimentasi dan sampah.
Sumber : Hasil Survey dan Identifikasi lapangan 2011

V-5

L La ap po orra an nI In ntteerriim m

Pembuatan Master Plan Drainase di Kota Cimahi

6.1.

Umum

Dalam penyusunan dan pengembangan Master Plan Drainase Kota Cimahi terdapat beberapa kriteria dan standar yang dijadikan acuan. Acuan-acuan tersebut dapat berupa acuan teknis formal dan acuan konsepsi yang bersifat ilmiah-aplikatif. Disamping itu, master plan drainase perlu menegaskan beberapa prinsip dasar yang bersifat teknis-lingkungan. Prinsip dasar ini dapat dipandang sebagai visi, atau cara pandang apa dan bagaimana sistem drainase disusun dan dikembangkan. tersebut. 6.2. Acuan Teknis Formal Strategi dan prosedur pelaksanaan penyusunan master plan drainase Kota Cimahi dibuat dengan acuan dan cara pandang

Beberapa hal yang sangat penting terkait penyusunan masterplan drainase yang digariskan dalam SNI ini, antara lain : A. Lingkup SNI dan Beberapa Pengertian

Tata cara perencanaan Umum Drainase Perkotaan tertuang dalam SNI 02-2406-1991. Dalam SNI, dengan tegas dinyatakan bahwa : (1) proses perencanaan drainase perkotaan, berlandaskan pada konsep pembangunan yang terlanjutkan (pembangunan yang berwawasan lingkungan) khususnya dalam rangka konservasi sumberdaya air agar air permukiman dapat cepat dialirkan dan diresapkan. (2) Ruang ligkup perencanaan umum drainase perkotaan mencakup : perencanaan drainase perkotaan sebagai pembuang air hujan dengan mempertimbangkan pembangunan berwawasan lingkungan; tidak termasuk saluran pengendali banjir, pembuang air limbah dan drainase pedesaan;

VI - 1

L La ap po orra an nI In ntteerriim m

Pembuatan Master Plan Drainase di Kota Cimahi

(3) perencanaann umum drainase perkotaan tidak mencakup perencanaan teknik drainase perkotaan yang lebih terperinci. Beberapa pengertian penting juga tercantum secara jelas dalam SNI ini, antara lain: a) b) Drainase adalah prasarana yang berfungsi mengalirkan air permukaan ke badan air dan atau ke bangunan resapan buatan; Drainase perkotaan adalah drainase di wilayah kota yang berfungsi mengendalikan kelebihan air permukaan, sehingga tidak mengganggu masyarakat dan dapat memberikan manfaat bagi kegiatan kehidupan manusia; c) d) e) f) Sistem drainase utama adalah sistem drainase perkotaan yang melayani kepentingan sebagian besar warga masyarakat; Sistem drainase lokal adalah sistem drainase perkotaan yang melayani kepentingan sebagian kecil warga masyarakat; Sistem drainase terpisah adalah sistem drainase yang mempunyai jaringan saluran pembuangan yang terpisah untuk air permukaan atau air limbah; Sistem drainase gabungan adalah sistem drainase yang mempunyai jaringan saluran pembuangan. B. Faktor-faktor umum Beberapa faktor umum yang harus diperhatikan dalam penyusunan master plan drainase adalah: Faktor sosial ekonomi Pertumbuhan penduduk, urbanisasi dan angkatan kerja; Kebutuhan nyata dan prioritas daerah; Keseimbangan pembangunan antarkota dan dalam kota; Ketersediaan dan tataguna tanah; Pertumbuhan fisik kota dan ekonomi pedesaan. Faktor medan dan lingkungan Topografi, keberadaan jaringan saluran drainase, jalan, sawah, perkampungan, laut, pantai, tataguna tanah, pencemaran lingkungan, estetika, dan sebagainya yang mempengaruhi dan dipengaruhi sistem drainase perkotaan perlu dipertimbangkan dan diperhitungkan dalam perencanaan;

VI - 2

L La ap po orra an nI In ntteerriim m

Pembuatan Master Plan Drainase di Kota Cimahi

Dalam merencanakan sistem drainase perkotaan yang terletak pada daerah lereng pegunungan agar diperhitungkan terhadap masalah longsor yang disebabkan oleh kandungan air tanah; Dalam merencanakan sistem drainase perkotaan yang terletak pada daerah datar agar diperhitungkan tersedianya air penggelontor untuk mengatasi kemungkinan pengendapan dan pencemaran; Dalam merencanakan sistem drainase perkotaan yang terletak pada daerah yang terkena pengaruh pengempangan dari laut, danau atau waduk dan sungai agar diperhitungkan terhadap masalah pembendungan atau pengempangannya. C. 1. Perencanaan Landasan perencanaan

Perencanaan drainase perkotaan perlu memperhatikan fungsi drainase perkotaan sebagai prasarana kota yang dilandaskan pada konsep pembangunan yang berwawasan lingkungan. Konsep ini antara lain berkaitan dengan usaha konservasi sumberdaya air, yang pada prinsipnya adalah mengendalikan air hujan supaya lebih banyak meresap ke dalam tanah dan tidak banyak terbuang sebagai aliran permukaan, antara lain dengan membuat bangunan resapan buatan, kolam tendon, penataan lansekap dan sengkedan. 2. Tahapan perencanaan

Tahapan perencanaan drainase perkotaan meliputi: tahapan dilakukan melaui pembuatan rencana induk, studi kelayakan dan perencanaan detil, dengan penjelasan: studi kelayakan dapat dibuat sebagai kelanjutan dari pembuatan rencana induk; perencanaan detil perlu dibuat sebelum pekerjaan konstruksi drainase perkotaan dilaksanakan; drainase perkotaan di kota-raya dan kota-besar perlu direncanakan secara menyeluruh melalui tahapan rencana induk; drainase perkotaan di kota-sedang dan kota-kecil dapat direncanakan melalui tahapan rencana kerangka sebagai pengganti rencana induk; drainase perkotaan di kota-sedang yang mempunyai pertumbuhan fisik dan pertambahan penduduk yang cepat serta drainase perkotaan yang mempunyai

VI - 3

L La ap po orra an nI In ntteerriim m

Pembuatan Master Plan Drainase di Kota Cimahi

permasalahan rumit karena keadaan alam setempat, perlu perencanaan yang menyeluruh melalui tahapan rencana induk; drainase perkotaan agar direncanakan dengan berbagai alternatif, dan pemilihan alternatif yang terbaik dilaksanakan melalui proses pengkajian dengan mempertimbangkan aspek teknik, sosial ekonomi, finansial dan lingkungan; survei yang dilakukan dalam rangka perencanaan drainase perkotaan meliputi lokasi, topografi, hidrologi, geoteknik, tataguna tanah, sosial ekonomi, institusi atau kelembagaan, peranserta masyarakat, kependudukan, lingkungan dan pembiayaan; penyelidikan yang dilakukan dalam rangka perencanaan drainase perkotaan adalah rincian lebih lanjut pekerjaan survei untuk mendapatkan parameter-parameter desain; desain drainase perkotaan agar didasarkan pada pertimbangan hidrologi, hidraulik, struktur, dan biaya; penyiapan tanah untuk pembangunan drainase perkotaan agar dilaksanakan sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku; pelaksanaan drainase perkotaan agar dikerjakan sesuai dengan peraturan konstruksi yang lazim dipakai dan disetujui instansi yang berwenang; operasi dan pemeliharaan drainase perkotaan agar yang mengikuti peraturan yang lazim dipakai dan disetujui instansi yang berwenang. 3. Data dan persyaratan

Data dan persyaratan untuk perencanaan drainase perkotaan dijelaskan sebagai berikut : 1) data primer adalah data dasar yang sangat dibutuhkan dalam perencanaan drainase perkotaan, yang diperoleh baik dari lapangan maupun dari pustaka, mencakup: 2) data permasalahan dan data kuantitatif pada setiap lokasi genangan dan atau banjir yang meliputi luas, lama, kedalaman rata-rata dan frekuensi genangan; data keadaan fungsi, sistem, geometri dan dimensi saluran; data daerah pengaliran sungai atau saluran meliputi topografi, hidrologi, morfologi sungai, sifat tanah, tataguna tanah dan sebagainya; data prasarana dan fasilitas kota yang telah ada dan yang direncanakan; data sekunder adalah data tambahan yang dipergunakan dalam perencanaan drainase perkotaan yang sifatnya menunjang dan atau melengkapi data primer: rencana pengembangan kota; geoteknik;

VI - 4

L La ap po orra an nI In ntteerriim m

Pembuatan Master Plan Drainase di Kota Cimahi

foto udara; pembiayaan; kependudukan; institusi atau kelembagaan; sosial ekonomi; peranserta masyarakat; keadaan kesehatan lingkungan permukiman;

3) persyaratan kualitas dan kuantitas data untuk analisis agar dikaji dan dipilih sesuai dengan peralatan, metode perhitungan dan asumsi yang digunakan. 4. Sistem drainase perkotaan

Sistem drainase perkotaan adalah sebagai berikut : 1) 2) 3) ditinjau dari segi fisik, sistem drainase perkotaan terdiri atas saluran primer, sekunder, tersier, kuarter dan seterusnya; ditinjau dari segi fungsi pelayanan, system drainase perkotaan terdiri atas system drainase utama dan lokal; drainase perkotaan agar direncanakan sebagai system drainase terpisah, pada keadaan tertentu dan mendesak, sistem drainase gabungan boleh direncanakan dengan melalui koordinasi instansi yang berwenang; 4) saluran drainase perkotaan dapat direncanakan sebagai saluran terbuka atau saluran tertutup dengan mempertimbankan terhadap faktor-faktor tersedianya tanah dan keadaan alam setempat, pembiayaan, operasi dan pemeliharaan. 5. a. Kriteria perencanaan Pertimbangan teknik Saluran drainase perkotaan agar direncanakan dengan pertimbangan teknik termasuk metode perhitungan yang lazim berlaku sebagai berikut : 1) aspek hidrologi; penentuan debit rencana agar dihitung melalui lengkung kekerapan durasi deras hujan; penentuan debit desain dan tinggi jagaan agar didasarkan pada: macam kota (kotaraya, kota-besar, kota-sedang dan kota-kecil), macam daerah (daerah perdagangan, daerah industri dan daerah pemukiman), macam saluran (saluran primer, saluran

VI - 5

L La ap po orra an nI In ntteerriim m

Pembuatan Master Plan Drainase di Kota Cimahi

sekunder, saluran tersier, saluran jalan bebas hambatan, saluran jalan arteri dan lain-lain); penetapan karakteristik darah aliran berupa luas daaerah aliran, koefisien aliran, dan penetapan tinggi jagaan agar didasarkan pada macam kota-raya, kota-besar, kotasedang, kota-kecil, daerah perdagangan, daerah industri, dan daerah pemukiman; drainase perkotaan yang menggunakan bangunan stasiun pompa, perlu mempertimbangkan penyediaan waduk atau kolam tendon dan memperhitungkan volume total aliran serta waktu konsentrasi curah hujan; 2) aspek hidraulik; kecepatan maksimum aliran agar ditentukan tidak lebih besar dari pada kecepatan maksimum yang diizinkan sehingga tidak terjadi kerusakan; kecepatan minimum aliran agar ditentukan tidak lebih kecil dari pada kecepatan minimum yang diizinkan sehingga tidak terjadi pengendapan dan pertumbuhan tanaman air; bentuk penampang saluran agar dipilih berupa segi empat, trapesium, lingkaran, bagian dari lingkaran, bulat telur, bagian dari bulat telur, atau kombinasi dari bentuk-bentuk tersebut; saluran sebaiknya dibuat dengan bentuk majemuk, terdiri atas saluran kecil dan saluran besar, guna mengurangi beban pemeliharaan; kelancaran pengaliran air dari jalan ke dalam saluran drainase agar dilewatkan melalui lubang pematus yang berdimensi dan berjarak penempatan tertentu; dimensi bangunan pelengkap seperti gorong-gorong, pintu air dan lubang pemeriksaan agar ditentukan berdasarkan kriteria desain sesuai dengan macam kota, daerah dan macam saluran; 3) aspek struktur; jenis dan mutu bahan bangunan agar dipilih sesuai dengan persyaratan desain, tersedia cukup banyak dan mudah diperoleh; kekuatan dan kestabilan bangunan agar diperhitungkan sesuai dengan umur layan yang ditentukan. b. Pertimbangan Non Teknik

Saluran drainase perkotan agar direncanakan dengan pertimbangan segi-segi lainnya sebagai berikut :

VI - 6

L La ap po orra an nI In ntteerriim m

Pembuatan Master Plan Drainase di Kota Cimahi

1) biaya: drainase perkotaan agar direncanakan sesuai dengan ketersediaan biaya; biaya agar dikelola dan dipertanggung-jawabkan sesuai peraturan perundangundangan yang berlaku; 2) pemeliharaan: drainase perkotaan agar dipelihara dengan membersihkan saluran dan merawat bangunan pelengkapnya secara berkala sesuai dengan peraturan pemeliharaan yang lazim dipakai; pembersihan saluran drainase dengan cara penggelontoran agar diperhitungkan sejak tahap awal perencanaan, dan debit minimum untuk penggelontoran agar diusahakan dari saluran yang ada di dalam atau di dekat perkotaan; drainase perkotaan agar dilindungi dengan garis sempadan yang batasnya dtetapkan sesuai dengan macam saluran; drainase perkotaan agar dilengkapi dengan jalan inspeksi untuk keperluan pemeliharaan dan dapat berfungsi ganda, yaitu disamping berfungsi sebagai jalan inspeksi dapat pula berfungsi sebagai jalan akses, jalan lokal, jalan kolektor, atau jalan arteri yang merupakan bagian dari jaringan jalan di dalam kota. 6. a. Lain-lain Laporan Laporan mengenai perencanaan drainase perkotaan dijelaskan sebagai berikut : 1) setiap aspek perencanaan baik yang menyangkut bangunan baru maupun bangunan lama agar dilaporkan dan dikonsultasikan kepada instansi yang berwenang dan bertanggung jawab atas drainase perkotaan; 2) laporan perlu dibuat secara berkala oleh perencana, dan dilaporkan kepada instansi yang berwenang dan bertanggung jawab atas drainase perkotaan. b. Koordinasi dan tanggung jawab perencanaan 1) seluruh penyelenggaraan teknis pekerjaan perencanaan drainase perkotaan agar dilaksanakan di bawah koordinasi dan tanggung jawab seorang ahli yang kompeten, dibantu tim terpadu yang karena pelatihan dan pengalamannya berpengetahuan luas dan ahli dalam pekerjaan yang berkaitan dengan drainase perkotaan;

VI - 7

L La ap po orra an nI In ntteerriim m

Pembuatan Master Plan Drainase di Kota Cimahi

2)

apabila dalam tahapan perencanaan drainase perkotaan timbul masalah yang tidak dapat diselesaikan oleh instansi yang berwenang, maka masalah tersebut harus diajukan kepada pihak berwenang yang lebih tinggi.

Penjelasan teknis atas SNI ini (Tata Cara Perencanaan Umum Drainase Perkotaan) terdapat pada Petunjuk Teknis Tata Cara Pembuatan Rencana Induk Drainase

Perkotaan (CT/Dr/Re-TC/001/98).

6.3.Konsep Eko-Hidraulik dalam Drainase. 6.3.1. Fungsi Sungai sebagai Saluran Drainase. Sungai merupakan komponen drainase utama dalam suatu DAS (Daerah Aliran Sungai). Bentuk dan ukuran sungai alamiah merupakan bentuk yang sesuai dengan kondisi geologi, geografi, ekologi, dan hidrologi daerah tsb. Konsep alamiah drainase adalah bagaimana membuang kelebihan air selambat-lambatnya ke sungai. Hal ini dapat terlihat dari sungai yang memiliki bentuk alamiah tidak teratur. Drainase konvensional yang banyak dianut selama ini didefinisikan sebagai usaha untuk membuang / mengalirkan kelebihan air di suatu tempat secepat-cepatnya menuju sungai, dan secepat-cepatnya dibuang ke laut. Hal ini bertentangan dengan konsep eko-hidraulik. Dengan konsep pembuangan secepat-cepatnya ini akan terjadi akumulasi debit di bagian hilir dan rendahnya konsevasi air untuk ekologi di hulu. Sungai di hilir akan menerima beban debit yang lebih tinggi dan waktu debit puncak lebih cepat daripada keadaan semula sehingga menimbulkan penurunan kualitas ekologi di daerah hulu. Maryono, 2001, mengusulkan konsep drainase baru sebagai suatu usaha membuang / mengalirkan kelebihan air ke sungai dengan waktu seoptimal mungkin sehingga tidak menyebabkan terjadinya masalah kesehatan dan banjir di sungai yang terkait. Pengelolaan sungai tidak dapat dilakukan hanya dengan melihat fungsi hidraulisnya saja dan mengabaikan fungsi ekologisnya. Pengelolaan sungai adalah usaha manusia guna memanfaatkan sungai sebesar-besarnya untuk kepentingan manusia dan lingkungan secara integral dan berkesinambungan, tanpa menyebabkan kerusakan rezim dan kondisi ekologis sungai yang bersangkutan.

VI - 8

L La ap po orra an nI In ntteerriim m

Pembuatan Master Plan Drainase di Kota Cimahi

Konsep pengelolaan sungai seperti di atas disebut konsep Eko-Hidraulik (Maryono, 2001). Pengelolaan sungai dengan konsep Eko-Hidraulik bukan saja bertujuan untuk melestarikan kondisi ekologis di lingkungan sungai, namun juga untuk memanfaatkan komponen ekologis sungai dalam rekayasa hidraulis. Untuk menanggulangi banjir, maka komponen ekologis di sepanjang alur sungai dapat dimanfaatkan sebagai komponen retensi hidraulis yang menahan aliran air, sehingga terjadi peredaman banjir. Dengan banyaknya genangan retensi lokal di sepanjang sungai, maka kualitas ekologi sungai pun diharapkan akan meningkat. Prinsip pengelolaan sungai adalah bagaimana mempertahankan kondisi sungai tersebut semaksimal mungkin pada kondisi alamiahnya (back to nature concept). 6.3.2. Pelurusan Sungai, Sudetan dan Tanggul Banjir dan permasalah genangan yang kerap kali terjadi di daerah perkotaan memerlukan penanganan secara komprehensif, tidak hanya menggunakan metode konvensional melainkan juga dengan metode penyelesaian banjir lainnya, seperti ekohidrolik. Adapun yang dimaksud metode konvensional adalah membuat sudetan, normalisasi sungai, pembuatan talud, dan berbagai macam konstruksi sipil lainnya. Sedangkan metode ekohidrolik bertitik berat pada renaturalisasi, restorasi sungai, serta peningkatan daya retensi lahan terhadap air hujan. Penyelesaian banjir dan permasalahan drainase dengan konsep penanganan banjir secara konvensional yang hanya mengutamakan faktor hidraulik, bertitik tolak pada penanganan dampak banjir secara lokal. Hal ini perlu diimbangi dengan konsep ekohidrolik yang bertitik tolak pada penanganan penyebab banjir dari segi ekologi dan lingkungan. Dengan dilakukannya retensi air di bagian hulu, tengah, dan hilir, juga di sepanjang wilayah sungai, sempadan sungai, badan sungai, dan saluran, selain berfungsi sebagai penanggulangan banjir juga sekaligus menanggulangi kekeringan di kawasan yang bersangkutan. 6.3.3. Drainase Ramah Lingkungan Eko-drainase atau drainase ramah lingkungan adalah sistim drainase yang memperhatikan kelestarian lingkungan. Hal ini sebenarnya bukan sesuatu yang baru bahwa segala sesuatu yang berhubungan dengan man made world, segala sesuatu buatan manusia, perlu dibuat dengan ramah terhadap lingkungan, yang pada gilirannya, artinya juga perlu ramah terhadap manusia.

VI - 9

L La ap po orra an nI In ntteerriim m

Pembuatan Master Plan Drainase di Kota Cimahi

Di bidang drainase, pertimbangan desain sistem drainase sampai saat ini masih menggunakan paradigma lama yaitu bahwa air drainase harus secepatnya dibuang ke hilir atau ke laut. Baru kemudian disadari bahwa paradigma ini tidak sesuai lagi dengan keadaan masa kini ketika didapati fenomena defisit air dalam neraca keseimbangan air antara ketersediaan dan kebutuhan yang diperlukan oleh manusia yang semakin banyak. Defisit neraca air ini ditandai dengan menurunnya permukaan air tanah, karena disedot untuk berbagai keperluan, bahkan tidak hanya untuk keperluan primer manusia seperti air minum, tetapi juga untuk keperluan sekunder yaitu industri. Tanda yang lain dari defisit air ini adalah semakin menurunnya kuantitas dan kualitas ketersediaan air baku akibat semakin membesarnya fluktuasi jumlah aliran permukaan persatuan waktu yang terjadi di musim penghujan dibandingkan yang terjadi di musim kemarau. Besarnya fluktuasi ini terjadi antara lain oleh kurangnya daerah resapan air di bagian hulu dikarenakan gundulnya hutan dan kurangnya usaha membangun sistim tampungan (tandon) air pada sistim drainase. Hal ini berakibat menurunnya recharging air tanah dan pada gilirannya kemudian berefek pada turunnya base flow pada aliran sungai atau menghilangnya mata air mata air dari hulu sungai. Filosofi pembuatan sistim drainase dengan tampungan-tampungan ramah

lingkungan dalam usaha menanggulangi banjir mirip tetapi tidak sama dengan filosofi pembuatan waduk penahan banjir. Waduk dibangun dalam skala besar, tidak hanya dalam pengertian fisik, tapi juga besar dalam efek negatif yang terjadi. Sedangkan sistim drainase dengan tampungan-tampungan air ramah lingkungan dibuat dan dikelola oleh orang perorang dan oleh unit masyarakat kecil. Sedemikian sehingga perbedaan filosofi diantara keduanya ialah bahwa waduk dimotori oleh sebuah otoritas, sedangkan sistim drainase dengan tampungan-tampungan ramah lingkungan digerakkan oleh public community. Penerapan konsep drainase ramah lingkungan di lapangan yang diiringi oleh program pengembangan masyarakat dilakukan pada berbagai bidang, seperti: 1. Sistem pembuangan air hujan di rumah Dengan konsep bahwa air hujan harus ditahan selama mungkin dan sebanyak mungkin diserap oleh tanah maka urutan aliran air hujan di setiap unit rumah dapat mengikuti alur sebagai berikut :

VI - 10

L La ap po orra an nI In ntteerriim m

Pembuatan Master Plan Drainase di Kota Cimahi

Air hujan bungker air sumur resapan saluran Ilustrasi alur air hujan di setiap unit rumah disajikan pada Gambar 6.1 berikut :
air hujan

air dapat digunakan untuk berbagai keperluan

air hujan ditampung dalam bunker

kelebihan air dari bunker mengalir ke sumur resapan kelebihan air dari sumur resapan mengalir ke selokan selokan sumur resapan

bunker air

pengisian air tanah

Gambar 6.1 Ilustrasi alur air hujan di rumah 1. Pada tahap pertama, air hujan dari atap rumah disalurkan ke bunker air. Air yang ditampung pada bungker ini di kemudian hari dapat digunakan untuk berbagai keperluan, seperti untuk menyiram tanaman, mencuci kendaraan, dll. Jika air untuk keperluan-keperluan diatas dapat diambil dari bungker air yang ada maka hal ini dapat secara langsung mengurangi beban air yang harus disuplai dari PAM. 2. Pada tahap kedua, air hujan yang tidak tertampung di bungker air dialirkan menuju sumur resapan. Air dari sumur resapan ini berfungsi sebagai pengisian kembali air tanah. 3. Pada tahap ketiga, air hujan yang tidak tertampung di sumur resapan kemudian dialirkan ke selokan / saluran pembuangan air hujan. Hal ini merupakan tahapan terakhir jika semua usaha untuk menahan air agar dapat meresap ke dalam tanah telah dilakukan Jika dihitung, proporsi volume air yang dapat ditampung dalam bungker untuk tiap rumah mungkin tidak terlalu besar jika dibandingkan dengan keseluruhan volume air hujan yang turun. Namun jika setiap rumah dalam suatu kompleks perumahan menggunakan cara seperti ini, maka jumlah volume air yang dapat ditampung akan

VI - 11

L La ap po orra an nI In ntteerriim m

Pembuatan Master Plan Drainase di Kota Cimahi

semakin besar. Hal ini juga berlaku dalam penggunaan sumur resapan pada setiap unit rumah. Walaupun volume air yang dapat menyerap ke tanah untuk satu unit rumah tidaklah besar, namun jika setiap rumah menerapkan hal ini maka jumlah volume air yang dapat dikonvservasi akan semakin besar. 2. Saluran drainase sebagai long storage Saluran drainase selain berfungsi untuk mengalirkan air hujan ke daerah yang lebih rendah, juga dapat difungsikan sebagai long storage. Untuk beberapa kawasan, long storage ini diperlukan karena air tidak dapat dibuang langsung ke laut akibat adanya pengaruh pasang surut. Namun untuk beberapa kawasan lain, long storage ini dapat berfungsi sebagai bagian dari proses retensi air hujan, agar volume air yang menyerap ke dalam tanah semakin besar. Selain itu, pada musim kemarau, keberadaan air di saluran drainase cukup penting untuk menghindari pengendapan dan tertumpuknya berbagai kotoran yang dapat menimbulkan bau tidak sedap. Dengan adanya long storage tersebut, air yang ada dapat digunakan untuk melakukan penggelontoran saluran. Pengaturan air pada saat akan dilakukan penggelontoran dapat dilakukan menggunakan bantuan pintu air maupun bangunan air sejenis, yang dioperasikan oleh masyarakat setempat. Dengan demikian, untuk lokasi-lokasi yang dianggap memenuhi persyaratan, perencanaan saluran drainase perlu mengikutsertakan faktor retensi air, dengan konsekuensi dimensi saluran drainase akan semakin besar. 3. Peningkatan luas badan air Peningkatan luas badan air sungai dimaksudkan untuk meningkatkan daya retensi sungai terhadap air. Komponen retensi alamiah di wilayah sungai, sempadan sungai, dan badan sungai dapat ditingkatkan dengan cara menanami kembali sempadan dan sungai yang telah rusak serta memfungsikan daerah genangan atau Folder alamiah di sepanjang sempadan sungai dari hulu sampai hilir untuk menampung banjir 4. Pemeliharaan kebersihan

6.3.4. Eko-Engineering dalam Eko-Hidraulik . Teknologi berkelanjutan yang sekarang banyak diterapkan salah satunya adalah BioEngineering, yaitu pemanfaatan tetumbuhan untuk perbaikan-perbaikan struktur fisik

VI - 12

L La ap po orra an nI In ntteerriim m

Pembuatan Master Plan Drainase di Kota Cimahi

wilayah sungai. Contoh penerapan Bio-Engineering atau Eko-Engineering adalah untuk mengatasi permasalahan longsor. Longsoran tebing, erosi pada dinding penahan tanah, erosi di sekitar pilar jembatan, dan jebolnya tanggul merupakan efek dari meningkatnya kecepatan air dan debit air. Bangunan perlindungan tebing sungai yang digunakan dalam teknik konvensional adalah perkerasan tebing dengan pasangan batu. Konstruksi ini menutup seluruh permukaan tebing. Bangunan semacam ini secara langsung akan memperpendek alur sungai dan menurunkan faktor kekasaran dinding. Dalam konsep Eko-Engineering, perlindungan tebing dapat dilakukan dengan menggunakan vegetasi lokal setempat. Hermono, 2001, mengusulkan 3 buah vegetasi di Indonesia yang bisa digunakan, yaitu :

Vitiver grass (rumput akar wangi), Ipoema carrnia (karangkungan), dan Bombusa
(bambu). A. Penggunaan Vertiver grass Vertiver grass adalah tanaman yang sangat mudah tumbuh di berbagai tingkat kesuburan tanah, tahan kekeringan dan tahan genangan air serta penanamannya mudah relatif tanpa pemeliharaan. Akar vertiver ini tumbuh lebat menancap ke bawah (dapat mencapai 3 m), sehingga tidak terjadi perebutan unsur hara dengan tanaman lain. Sifat yang menguntungkan lainnya adalah umumya panjang dan dapat bertahan selama puluhan tahun. Jenis Vertiver adalah yang tidak menghasilkan biji, tidak mempunyai akar yang dapat menghasilkan tanaman baru dan sekaligus berfungsi sebagai ranting Dengan karaktenstik ini Vertiver tidak akan berkembang liar di luar daerah rencana, tidak mengganggu tanaman pertanian di sekitamya dan tikus tidak mau masuk karena bau akarnya. Daun Vertiver relatif rimbun sebagai penangkal erosi akibat hujan Akarnya yang kuat akan mengikat tanah disekitarnya Satu jalur Vertiver sepanjang kontur akan berfungsi mengikat tanah, menahan sedimen dan lumpur yang terbawa air. Maka dapat terbentuk bangku terasering yang stabil. Beberapa lokasi sungai di Indonesia yang sudah dilakukan penanaman Vertiver untuk perlindungan tebing adalah Sungai Pecangaan dan Sungai Wulan di Seluna Jawa Barat, Sungai Cisanggurung, Sungai Gjangkelok di Jawa barat.

VI - 13

L La ap po orra an nI In ntteerriim m

Pembuatan Master Plan Drainase di Kota Cimahi

B.

Penggunaan Ipoema carnia Ipomea camia disebut juga Karangkungan atau Kangkung-kangkungan atau

Kangkung londo atau Lompong-lompongan. Ipomea ini merupakan tanaman rawa yang dapat tumbuh di segala tempat dan tahan terhadap genangan dan arus air. C. Penggunaan Bambusa (bambu) Bambusa atau bambu; Bambu termasuk keluarga rumput-rumputan. Tanaman bambu tumbuh alami di hampir semua benua. Sampai saat ini menurut FAO terdapat sebanyak 75 genus bambu dan 1250 spesies. Batangnya berbentuk pipa, dengan bukubuku sebagai pembatas pipa, mempunyai lapisan kulit khusus di bagian dalam dan luar batangnya. Kekuatan tarik lapis luar 2 kali lipat dan bagian dalam. Memiliki kekuatan tinggi secara axial dan memiliki sifat lentur. Dalam waktu 3-4 bulan dapat mencapai ketinggian maksimum 40 meter dan diameter rumpunnya sekitar 15-30 cm. Bambu ini dapat dijumpai di sebagian besar tebing sungai. Tebing sungai merupakan habitat yang sangat cocok untuk tanaman bambu. Dalam kaitannya dengan perbaikan tebing, bambu dapat ditanam di sepanjang bagian tebing yang dianggap rawan. Di samping itu dapat juga dikombinasikan dengan tanaman Vertiver dan Ipomea. D. Kombinasi antara bambu, Vertiver dan Ipoema Kombinasi konstruksi Bambu, vertiver dan Ipomea sesuai untuk lokasi yang mempunyai kondisi dimana kecepatan air saat banjir kurang dan 1,5 m/dt, air banjir banyak membawa sedimen tersuspensi (banyak membawa lumpur) dan dasar sungai bukan tersusun oleh batu kerikil. Cara pemasangannya adalah batang bambu dipasang vertikal pada lokasi yang tebingnya mengalami ancaman gerusan, batang melintang mendatar dipasang dan diikatkan pada batang vertikal sebagai penguat. Di antara baris batang vertikal dimasukkan ranting pohon (segala jenis ranting dan dahan pohon). Dengan ini terbentuklah krib porous yang dapat menahan air banjir dan mengikat sedimen. Setelah endapan terbentuk maka Karangkungan atau Vertiver ditanam Selanjutnya akan tumbuh kuat dan tumbuhnya tidak teratur saling tindih dan terkait sehingga dapat mempercepat proses pengendapan. Pada saat batang bambu mulai rapuh dimakan panas dan waktu, vertiver atau karangkungan dan endapan baru pada kaki tebing sungai cukup stabil dan mampu menahan gerusan.
VI - 14

L La ap po orra an nI In ntteerriim m

Pembuatan Master Plan Drainase di Kota Cimahi

E.

Penggunaan batang pohon yang tidak teratur Batang pohon yang tak teratur, pohon tumbang baru dan belum dipotong dahan dan

rantingnya, dapat dipasang pada bagian yang longsor. Di daerah pegunungan dapat dipakai pohon cemara. Bagian bawah (akarnya) diletakkan di hulu membujur di sepanjang tebing yang longsor. Untuk dataran rendah dapat digunakan pohon-pohon atau bambu di sekitar sungai yang ada. Pada longsoran yang panjang dapat digunakan sejumlah batang pohon yang dipasang memanjang. F. Gabungan batang dan ranting pohon membujur Gabungan (ikatan) batang dan ranting pohon membujur dengan mengikat dahan dan ranting pohon memanjang dapat dipasang dengan dipatok disepanjang kaki tebing sungai Fungsi utamanya adalah untuk menahan kemungkinan longsornya tebing akibat arus air. Jenis tumbuhan (ranting-dahan) dipilih di daerah setempat, misalnya batang tanaman 'mantang-mantangan' atau bambu-bambu yang berukuran kecil. Ikatan tersebut sebaiknya ditimbun tanah sebagian sehingga mendorong tumbuh. Untuk menjaga kebasahan selama masa pertumbuhan, maka ikatan tersebut harus di letakkan di bawah atau pada muka air rata-rata G. Ikatan batang dan ranting pohon dengan batu Ikatan batang dan ranting pohon dengan batu dan tanah di dalamnya memiliki prinsip yang sama dengan ikatan batang, hanya di bagian dalam ikatan tersebut diisi dengan batu dan tanah. Fungsi batu dan tanah ini adalah sebagai alat pemberat sehingga ikatan tidak terbawa arus. Di samping itu mempermudah tumbuhnya batang dan ranting tersebut. H. Pagar datar Pagar ini dapat dibuat dengan bambu atau batang atau ranting pohon yang ada di sekitar sungai. Penancapan pilar pagar sekitar 50 cm dan jarak pilar antara 50-80 cm. Pagar di pasang di dasar sungai dengan bagian atas di bawah tinggi muka air rata-rata. Pemasangan pagar ini paling tepat sebelum musim penghujan. Tergantung jenis tanaman setempat, dalam waktu berapa bulan tanaman di belakang pagar sudah bisa tumbuh.

VI - 15

L La ap po orra an nI In ntteerriim m

Pembuatan Master Plan Drainase di Kota Cimahi

I.

Penutup tebing Penutup tebing untuk menanggulangi erosi ini dapat dibuat dan berbagai macam

bahan, misalnya dari alang-alang, mantang-mantangan, jerami kering, rumput gajah kering, daun kelapa dll. Di bagian bawah dipasang ikatan batang pohon untuk penahan. Diantaranya bisa ditanami dengan vegetasi. Jenis vegetasi sebaiknya adalah vegetasi yang ditemukan di sekitar lokasi tersebut J. Tanaman tebing Untuk melindungi erosi dan longsoran tebing yang terjal dapat digunakan perlindungan dengan tanaman. Jenis tanaman disesuaikan dengan jenis tanaman yang didapat di sekitar lokasi Panjang batangnya sekitar 60 cm masuk ke dalam tanah dengan diurug diatasnya dan sekitar 20 cm yang di luar Dengan cara pengurugan ini didapat kondisi tanah yang gembur dan memungkinkan hidupnya tanaman tersebut. Dengan masukan sedalam 60 cm ke dalam tanah make akan didapat tanaman yang kuat mengikat tebing sungai. K. Penanaman tebing Tebing-tebing sungai yang tanpa tanaman sebaiknya sesegera mungkin ditanami. Jenis tanaman dapat dipilih dan daerah setempat Bambu adalah salah satu jenis vegetasi yang banyak dijumpai di sepanjang sungai di Indonesia. Penanaman bambu dapat dilakukan dengan memilih beberapa jenis bambu yang sesuai dengan lebar dan kedalaman sungai. Jenis-jenis bambu yang pendek dan kecil dapat ditanam pada sungai yang relatif kecil Sedang bambu tinggi dan besar batangnya digunakan pada tebing sungai besar. Tanaman di tebing sungai ini selain berfungsi sebagai pelindung tebing juga berfungsi sebagai retensi aliran, sehingga kecepatan aliran turun dan banjir di hilir dapat dikurangi. L. Tanaman antara pasangan batu kosong Pasangan batu kosong akan lebih kuat jika dicelah-celahnya ditanami tanamantanaman yang sesuai. Dengan tanaman tersebut batu akan semakin kokoh terikat pada tebingnya

VI - 16

L La ap po orra an nI In ntteerriim m

Pembuatan Master Plan Drainase di Kota Cimahi

6.4.

Prinsip-prinsip Teknis Master Plan Drainase Kota Cimahi Berdasarkan acuan teknis formal termasuk petunjuk teknisnya serta pertimbangan

ilmiah-aplikatif, maka penyusunan master plan drainase untuk Kota Cimahi dilakukan dengan berpegang pada prinsip-prinsip teknik sebagai berikut: 1. Skema sistem saluran yang dikembangkan mulai dari hierarki sekunder, primer dan saluran drainase utama (sungai) sebagai main out pole. drainase yang akan datang. 2. Sistem saluran yang dikembangkan merupakan sistem saluran gabungan, yaitu sistem saluran atau air limbah. yang mempunyai saluran pembuang bersatu antara air permukaan Prinsip ini dapat dilakukan dengan syarat bahwa dalam jangka Namun demikian sejauhmungkin dapat mengakomodasi kemungkinan perkembangan sistem saluran

menengah dan jangka panjang, semua limbah domestik yang akan dibuang ke saluran drainase telah melalui proses pengolahan/netralisari terlebih dahulu. 3. Asumsi dasar penyusunan master plan drainase ini adalah bahwa : (1) Dalam jangka menengah dan jangka panjang pengolahan limbah domestik dan limbah industri atau atau limbah-limbah lain dirancang sedemkian rupa sehingga terintegrasi dengan master plan ini. (2) Upaya konservasi air, dalam jangka pendek dan jangka menengah secara kontinyu dan terintegrasi dilakukan mulai dari tingkat rumah tangga, satuan pemukiman, hingga ke tingkat satuan hidrologi yang lebih luas. Sehingga drainase limpasan permukaan air hujan hanya dilakukan setelah seoptimal mungkin dilakukan menahan dan meresapkan air sebanyak dan selama mungkin. (3) Prinsip-prinsip ekohidraulik dilakukan secara sistematis, mulai dari tingkat rumah tangga, setiap hierarki saluran drainase, sungai, hingga ke tingkat satuan hidrologi yang lebih luas. 4. Sesuai dengan petunjuk teknis, penyusunan master plan ini dirancanng untuk dapat mengalirkan limpsan perukaan air hujan pada kala ulang 2 5 tahun.

6.5.

Strategi Pelaksanaan Pekerjaan

Strategi penyusunan master plan drainase agar diperoleh master plan drainase Kota Cimahi yang tepat sasaran, antara lain :

VI - 17

L La ap po orra an nI In ntteerriim m

Pembuatan Master Plan Drainase di Kota Cimahi

(1)

Penyusunan dilakukan dengan menerapkan pendekatan dan metoda yang tepat. Pendekatan yang dimaksud adalah pendekatan pemecahan masalah aktual dan masalah potensial dengan kerangka berpikir yang sistematis. serta dasar teoritik-aplikatif yang ada dan mutakhir. Metoda yang digunakan adalah metoda deskriptif-analitik berdasarkan data dan fakta lapangan

(2)

Penyusunan master plan dilakukan melalui sistematika/prosedur yang sistematis sebagaimana disajikan pada bagan berikut ini.

VI - 18

L La ap po orra an nA An ntta arra a

Master Plan Drainase Kota Cimahi

Masalah Drianse Perkotaan

Standar Nasional Indonesia (SNI) Sistem Drainase Kota

Kajian Kondisi Drainase Daerah Kajian eksisting.

Kajian Klimatologis (Hujan max , T, Water Balance )

Analisa topografi Kawasan Daerah.

Kajian

Kajian : Renaca Tata Ruang Daerah Kajian dan Sekitarnya

Kajian/Analisa: Foto Udara dan/atau Citra Satelit

Kajian : Sosial dan Lingkungan

Perumusan permasalahan drainase Daerah Kajian eksisting

Zonasi satuan -satuan basin ( cekungan ) Daerah Kajian

Kajian zonasi dan peruntukan lahan Daerah Kajian

Kajian Strategi Pembangunan Daerah Kajian

Rencana sistem jaringan drainase Daerah Kajian : Sistem saluran Pola Aliran Daerah tangkapan

Rencana site : retarding basin / embung /Zona Konserrvasi

Rencana Jaringan Saluran Induk dan Saluran Sekunder Drainase Daerah Kajian

Rencana program dan kegiatan pelaksanaan pembangunan drainase Daerah Kajian dan Detil Desain pada Tiga Lokasi Prioritas

Keluaran

Gambar 6.2 Kerangka berpikir penyusunan Master Plan Drainase Kota Cimahi

VI - 19

L La ap po orra an nA An ntta arra a

Master Plan Drainase Kota Cimahi

6.6.

Indikasi Program

Master Plan drainase Kota Cimahi, akan menghasilkan sejumlah program penanganan sistem drainase dan pengendalian banjir di perkotaan. tersebut antara lain: 1. Penataan sistem drainase secara umum. Penataan tersebut antara lain mencakup: a. Hirarki saluran drainase yang tertata baik, mulai dari saluran tersier, sekunder, primer hingga outpole pada saluran alami b. Tata arah aliran yang terencana dalam satu satuan hidrologi. Dalam hal ini seluruh wilayah Kabupaetn Sumedang terbagi habis ke dalam beberapa satuan hidrologi c. Rencana penataan sistem drainase yang saluran terintegrasi, drainase antara eksisting rencana dengan rehabilitasi/peningkatan/pengembangan Banjir yang dikendalikan Program-program merupakan banjir yang berasal dari limpasan permukaan air hujan.

pengembaangan saluran drainase yang baru 2. Program pelaksanaan penataan sistem drainase, yang mencakup penjenjangan waktu dan tahapan kegiatan serta skala prioritas kegiatan. Dalam program pelaksanaan ini tercakup: a. Skala prioritas. Skala prioritas ditentukan bedasarkan hasil analisis yang didasarkan atas kriteria yang ditetapkan oleh Dirjen Ciptakarya b. Skala waktu program pelaksanaan penataan sistem drainase. Skala waktu program pelaksanaan terbagi atas: Program tahunan, mulai tahun 1 hingga tahun ke 5 Program 5 tahunan: 6 10 tahun; 11 15 tahun; 16 20 tahun

c. Urutan tahapan kegiatan, mulai dari penyusunan master plan, studi kelayakan, survey identifikasi dan desain, hingga detail desain, dan pelaksanaan fisik. d. Pada setiap jenjang waktu dan tahapan kegiatan penanganan, tercakup indikasi saluran dan/atau satuan hidrologi yang harus ditangani. Tingkat kerincian informasi saluran dan/atau satuan hidrologi sangat tergantung pada tahapan kegiatan yang direncanakan. Informasi saluran tersebut antara lain mencakup: Lokasi (satuan hidrologi, nama daerah) dan nama atau nomor ruas saluran Indikasi panjang dan dimensi Bentuk dan jenis penanganan Indikasi/estimasi biaya Dinas/instansi yang bertanggung jawab

VI - 20

También podría gustarte