Está en la página 1de 2

Nasib Komodo di Provinsi Nanti-Tuhan-Tolong Oleh: Melia Wanda Puspita (Mahasiswa Manajemen Resort dan Leisure 1103192)

Dibalik wajah menyeramkan komodo, sebenarnya tersimpan potensi yang unik karena nyatanya komodo adalah satu-satunya hewan purba yang masih eksis sekaligus sebagai kadal terbesar di dunia. Dan Indonesia dengan kekayaan alam dan budayanya yang tak terhitung, semakin diramaikan karena Indonesia; tepatnya di Kecamatan Komodo, Kabupaten Manggarai Barat, Provinsi Nusa Tenggara Timur, merupakan satu-satunya rumah bagi hewan purba ini. Lantas, sudahkah komodo merasa nyaman di rumahnya sendiri? Dalam pidato sambutan Pembukaan Acara Puncak Sail Komodo 2013, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono mengatakan bahwa Pulau Komodo telah ditetapkan sebagai Natural World Heritage oleh United Nations Education Scientific and Cultural Organization atau UNESCO sejak 19 Desember 1991. Dan 21 tahun kemudian tepatnya pada tahun 2012, Pulau Komodo masuk dalam daftar New 7 Wonders of Nature. Waktu yang tidak sebentar memang. Lalu bagaimana perbedaan perkembangan terutama yang berkaitan dengan kepariwisataan di NTT, sebelum dan sesudah masuknya Pulau Komodo dalam daftar bergengsi ini? Sebelum NTT gencar diberitakan di media, cukup banyak sumber yang menyebutkan bahwa NTT merupakan salah satu provinsi termiskin di Indonesia. Dengan angka Indeks Pembangunan Manusia (IPM) hanya 62,5 dimana IPM Nasional sudah mencapai angka 76. IPM atau yang biasa disebut Human Development Index (HDI) merupakan pengukuran perbandingan yang dilihat dari aspek angka harapan hidup, melek huruf, pendidikan, dan standar hidup. Hal ini mengakibatkan NTT berada di posisi IPM terendah ke-31 dari 33 provinsi yang ada di Indonesia. Sayangnya, hal ini masih terjadi hingga bulan Februari tahun ini. Hanya beberapa bulan saja sebelum pelaksanaan Sail Komodo 2013. Tidak berhenti disitu, menurut data Badan Pusat Statistik (BPS) pada tahun 2010, angka kemiskinan di NTT berada di atas 23%. Sedangkan angka kemiskinan nasional hanya sebesar 11,3%. Ditambah lagi dengan pertumbuhan ekonomi NTT yang hanya berkisar 5%. Selain data di atas kertas, kondisi ini dapat dilihat secara langsung di lapangan dari infrastrukturnya yang kurang memadai. Seperti jalan raya, pelabuhan, bandara, pelayanan kesehatan, air bersih, dan listrik yang berdampak pada mobilitas manusia dan distribusi barang yang terhambat. Dengan keadaan yang memprihatinkan ini, ada segelintir orang yang membuat lelucon dengan singkatan provinsi ini. NTT yang sebenarnya berarti Nusa Tenggara Timur, kerap kali diplesetkan menjadi Nasib Tidak Tentu atau Nanti Tuhan Tolong.

Sail Komodo 2013 Sail Komodo 2013 merupakan lanjutan dari event sejenis yang telah diselenggarakan sebelumnya selama empat tahun berturut-turut sejak tahun 2009, diantaranya Sail Bunaken, Sail Banda, Sail Wakatobi-Belitung, dan Sail Morotai.

Tujuan dari Sail Komodo 2013 adalah mempromosikan NTT sebagai destinasi utama pariwisata dunia dan diharapkan dapat menjadi sumber penghidupan rakyat dan pembangunan daerah yang berkelanjutan. Pelaksanaan Sail Komodo menyandang sejumlah tugas yang tidak ringan namun sebenarnya sangat strategis, yakni mendongkrak pariwisata nasional dan mewujudkan amanat Master Plan Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Nasional (MP3EI) untuk wilayah Bali, NTB, dan NTT. Sedangkan yang menjadi perhatian Pemerintah NTT adalah pembenahan infrastruktur yang ada di Pulau Komodo dan seluruh daratan Flores, seperti perbaikan bandara, jalan, restoran, hotel, transportasi, hingga SDM di hotel-hotel berbintang. Sehingga diharapkan bandara dan dermaga di Pulau Komodo dapat menjadi pintu gerbang dan akses utama bagi pengembangan objek wisata Pulau Komodo.

Aspek Ekowisata Terdapat lima aspek dalam ekowisata yaitu konservasi, sosial budaya, pendidikan, ekonomi, dan pemanfaatan waktu luang. Konservasi adalah upaya pelestarian lingkungan yang memperhatikan pemanfaatannya untuk di masa yang akan datang. Konservasi di Pulau Komodo menjadi sangat penting karena di tengah pembangunan yang sedang gencar dilakukan untuk mendorong kegiatan pariwisata di tempat tersebut, tidak merusak bahkan menyingkirkan komodo dan habitatnya yang mutlak merupakan main attraction di Taman Nasional tersebut. Selain itu, aspek sosial budaya menjadi tidak kalah penting karena suatu kawasan yang menerapkan ekowisata seyogyanya melibatkan masyarakat dalam perencanaan dan pengelolaannya agar pengembangannya selaras dengan nilai-nilai setempat serta tidak akan menimbulkan konflik dan kesenjangan di masa depan. Pendidikan, dalam hal ini pengenalan dan pemahaman ekowisata pun patut dilakukan, bukan hanya pada pihak pengelola saja, namun pada masyarakat lokal dan wisatawan agar prinsip ekowisata dapat berjalan secara menyeluruh. Dan tanpa menutup mata, aspek ekonomi menjadi hal yang penting bagi kelangsungan hidup setiap destinasi wisata termasuk Taman Nasional Komodo. Namun dalam praktik ekowisata, sebaiknya profit jangan menjadi tujuan utama karena lingkungan alam dan sosial adalah faktor utama yang harus diperhatikan. Setelah keempat aspek tersebut terpenuhi, maka barulah suatu kawasan ekowisata dapat memberikan hiburan dan media untuk pemanfaatan waktu luang sehingga terciptalah kegiatan wisata yang berkelanjutan dan bertanggung jawab.

También podría gustarte