Está en la página 1de 3

1) Taraf berpikir konkret yang dalam belajar selalu memerlukan benda-benda konkret, sehingga anak pada taraf berpikir

ini tidak mungkin dapat menyelesaikan soal 3 + 5 =...... tanpa bantuan alat peraga yang berupa benda-benda konkretnya. 2) Taraf berpikir semi konkret dapat mengerti dalam belajarnya, bila dibantu dengan gambar benda konkret. Anak yang dapat berpikir semi konkret dapat mengerti arti tiga bila tiga batang pensil atau tiga buah kursi digambar, tidak perlu lagi tiga batang pensil atau tiga buah kursi yang sebenarnya, jadi alat peraganya sudah dapat berupa gambar. 3) Taraf berpikir semi abstrak dapat mengerti belajar matematika dengan bantuan diagram, ttorus dan sebagainya. Untuk anak yang berada pada taraf ini sudah tidak memerlukan tiga batang pensil real atau tiga buah kursi real, juga tidak perlu digambar, cukup digunakan tiga buah tanda hitung ( tally atau Torus ), berarti alat peraga yang harus kita pakai berupa diagram. 4) Taraf berpikir abstrak yang merupakan taraf berpikir keempat dari tahap berpikir operasi konkret. Pada taraf berpikir ini anak-anak sudah mengerti arti tiga tanpa bantuan alat peraga lagi. ( dalam Ruseffendi, 1993:143 )

2. Pembelajaran dapat dilakukan dengan cara dari mudah ke yang sukar atau dari konkret ke abstrak. Contoh : Dari mudah ke yang sukar Lingkaran diajarkan pada tahap awal kemudian dilanjutkan dengan jari-jari dan garis tengah, keliling lingkaran, luas lingkaran dan penggunaan lingkaran pada bangun ruang seperti kerucut, tabung dan bola. Dari konkret ke abstrak Mengajar penjumlahan bilangan cacah, misalnya 2 + 3 dimulai dengan memberikan model seperti 2 kelereng ditambah 3 kelereng kemudian digabung, sehingga mengahasilkan 5 kelereng. Kemudian dilanjutkan dengan tahap semi konkret dengan gambar 2 kelereng dan 3 kelereng seperti berikut :
+=

Berikutnya dilanjutkan dengan tahap abstrak dalam bentuk simbol : 2+3=5 3. Penggunaan alat-alat peraga. Hal ini dapat dilakukan dengan cara : 1) Langsung yaitu dengan memperlihatkan bendanya sendiri, mengadakan percobaanpercobaan yang dapat diamati anak didik.

Misalnya : Guru membawa alat-alat atau benda-benda peraga ke dalam kelas atau membawa anak didik ke laboratorium, kebun binatang dan sebagainya. 2) Tidak langsung yaitu dengan menunjukkan tiruan misalnya model, gambar-gambar, photophoto dan sebagainya.

Menurut James dan James (Ruseffendi, 1997:2) Geometri adalah ilmu yang berhubungan dengan bentuk dan besarnya (ukurannya) benda-benda. Sejalan dengan itu, Kustner dan Kastner mengatakan bahwa geometri elementer ialah geometri yang berkenaan dengan titik, ruas garis, sudut, garis (garis lurus), segitiga, segiempat, lingkaran bidangempat, dan sebagainya pada bidang dan ruang. Dalam mempelajari geometri akan berhubungan dengan beberapa ide atau gagasan dasar. Contoh ide dasar dalam geometri antara lain adalah titik, garis, bidang, permukaan dan ruang. Ide-ide dasar tersebut sangat menentukan keberhasilan dalam pembelajaran geometri. Menurut Van Hiele (Ruseffendi, 1997:30-31), ada lima tahapan berpikir siswa dalam geometri, yaitu : a. Tahap Pengenalan Dalam tahap ini siswa mulai belajar mengenal suatu bangun geometri secara keseluruhan, namun belum mampu mengetahui adanya sifat-sifat dari bangun geometri yang dilihatnya itu. b. Tahap Analisis Pada tahap analisis siswa sudah mulai mengenal sifat-sifat yang dimiliki bangun geometri yang diamati. Siswa sudah mampu menyebutkan keteraturan yang terdapat pada benda geometri itu. c. Tahap Pengurutan Pada tahap ini siswa sudah mengenal dan memahami sifat-sifat bangun geometri serta dapat mengurutkan bangun-bangun geometri yang satu sama lainnya saling berhubungan. d. Tahap Deduksi Pada tahap ini siswa telah mampu menarik kesimpulan secara deduktif, yaitu menarik kesimpulan yang bersifat umum menuju ke hal-hal yang bersifat khusus. e. Tahap Akurasi Pada tahap kelima ini siswa sudah mulai menyadari pentingnya ketepatan prinsip-prinsip dasar yang melandasi suatu pembuktian. Beberapa manfaat yang dapar diambil dari teori belajar Van Hiele khususnya dalam pengajaran matematika diantaranya : 1) Perlu adanya kombinasi yang baik antar waktu, materi dan metoda yang digunakan pada tahap tertentu untuk dapat meningkatkan berpikir ke tahap yang lebih tinggi. 2) Dua anak yang tahap berpikirnya berbeda dan bertukar pikiran maka satu sama lainnya tidak akan mengerti. Pengetahuan tentang hubungan, dan pemahaman secara mendalam tentang bangun geometris serta sifat-sifatnya, berguna dalam berbagai situasi dan berkaitan dengan topiktopik matematika dan pelajaran lain di sekolah. Geometri dapat membantu anak

mempresentasikan kemampuannya dan mencapai pandangan tertentu tentang dunianya. Penguasaan model-model geometri serta sifat-sifatnya dapat memberikan suatu perspektif bagi siswa, sehingga ia dapat menganalisis dan memecahkan masalah yang terkait dengan bangun-bangu geometri. Menurut Ruseffendi (1990 :139) bahwa Saya mendengar maka saya lupa, saya melihat maka saya tahu, saya berbuat maka saya mengerti. Pernyataan tersebut diperkuat oleh Crow dan Crow (1989:538) yang menyatakan bahwa: Kesulitan yang dialami siswa dalam mempelajari geometri lebih disebabkan karena siswa hanya diberikan hafalan tentang sistem abstraksi yang rumit dan generalisasi yang telah disusun bukannya mencoba menemukan hubungan deengan menggunakan berpikir reflektif kalau ia mempelajari konsep-konsep pokok yang terkandung didalam geometri itu sendiri. Kesimpulan yang dapat diambil dari pendapat di atas, yaitu apabila siswa akan lebih mudah memahami konsep, apabila mereka belajar dengan berbuat dan mengerti bukan hanya sekedar menghafal atau mengingat fakta saja. Sehingga konsep abstrak dalam matematika yang baru dipahaminya itu akan mengendap, melekat dan tahan lama. Dengan kata lain, untuk dapat menanamkan konsep-konsep baru dalam pengajaran, diperlukan suatu cara yang dapat mempermudah siswa dalam memahami konsep yang diajarkan.

Proses pembelajaran merupakan proses komunikasi. Dalam suatu proses komunikasi selalu melibatkan tiga komponen pokok, yaitu komponen pengiriman pesan (guru), komponen penerima pesan (siswa), dan komponen pesan itu sendiri yang biasanya berupa materi pelajaran. Pengaruh Penggunaan Alat . (Indah N ursuprianah dan Aan Ani) | 73 Kadang-kadang dalam proses pembelajaran terjadi kegagalan komunikasi. Artinya, materi pelajaran atau pesan yang disampaikan guru tidak dapat diterima oleh siswa dengan optimal, artinya tidak seluruh materi pelajaran dapat dipahami dengan baik oleh siswa; lebih parah lagi siswa sebagai penerima pesan salah menangkap isi pesan yang disampaikan. Untuk menghindari semua itu, maka guru dapat menyusun strategi pembelajaran dengan memanfaatkan berbagai media dan sumber belajar. Melalui media pembelajaran, guru dapat menyajikan bahan pembelajaran yang bersifat abstrak menjadi konkret, sehingga mudah dipahami dan dapat menghilangkan verbalisme. Selain itu, media pembelajaran juga bisa membantu menampilkan objek yang terlalu besar yang tidak mungkin dapat ditampilkan di dalam kelas, atau menampilkan objek yang terlalu kecil yang sulit dilihat dengan menggunakan mata telanjang. (Wina Sanjaya, 2008:162-176)

También podría gustarte