Está en la página 1de 2

PATOFISIOLOGI HIPOGLIKEMI

Normal tubuh mempertahankan kadar gula darah antara 60-120 mg/dl. agar dapat memberi sumber energi bagi metabolisme sel. Pemasukan glukosa dari berbagai sumber seperti : pemasukan makanan, pemecahan glikogen, glukoneogenesis memacu terjadinya respon insulin. Orang sehat akan segera memproduksi Hormon insulin untuk menurunkan kembali kadar gula darah ke level yang normal. Pada orang Diabetes Melitus, terjadi defisiensi Insulin, sehingga Glukosa tidak bisa dimanfaatkan oleh sel dan hanya beredar di pembuluh darah sehingga menimbulkan Hiperglikemia. Untuk menurunkan kadar gula darah biasanya diberikan Insulin, namun karena dosis yang kurang tepat bisa menimbulkan penurunan glukosa darah yang cepat. Efek dari penurunan glukosa darah , bisa timbul Hipoglikemia, dengan gejala yang ringan sampai berat. Gejala Hipoglikemia Ringan, ketika kadar glukosa darah menurun, sistem syaraf simpatis akan terangsang. Terjadi pelimpahan adrenalin ke dalam darah menyebabkan gejala : perspirasi, tremor, takhikardia, palpitasi, gelisah dan rasa lapar. Pada Hipoglikemia Sedang, penurunan kadar glukosa darah menyebabkan sel-sel otak tidak memperoleh cukup bahan bakar dengan baik. Tanda-tanda gangguan fungsi pada sistem syaraf pusat mencakup ketidakmampuan berkonsentrasi, sakit kepala, vertigo, konfusio, penurunan daya ingat, patirasa di daerah bibir serta lidah, bicara pelo, gerakan tidak terkoordinasi, perubahan emosional, penglihatan ganda dan perasaan ingin pingsan. Pada Hipoglikemia Berat, fungsi sistem syaraf pusat mengalami gangguan yang sangat berat sehingga pasien memerlukan pertolongan orang lain untuk mengatasi Hipoglikemia yang diderita, gejalnya : Disorientasi, serangan kejang, sulit dibangunkan dari tidur, kehilangan kesadaran. Terjadi hipoglikemia bila serum glukosa tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan jaringan. Sistem saraf sangat sensitif terhadap penurunan kadar glukosa serum, karena glukosa merupakan sumber energi utama. Otak tidak dapat menggunakan sumber energi lain (ketone, lemak) kecuali glukosa. Sebagai konsekwensi penurunan kadar glukosa, maka akan mempengaruhi aktivitas sistem saraf.

Dalam keadaan normal, penurunan glukosa serum oleh karena aktivitas hormon insulin secara akut, akan merangsang sekresi hormon glukagon dan epinephrin yang dapat meningkatkan kadar glukosa darah. Sekresi hormon glukagon pada penderita IDDM mengalami gangguan, sehingga tidak dapat menaikkan kadar gula darah. Peran hormon glukagon diasumsikan akan digantikan oleh hormon ephinephrine untuk menaikan gula darah, dengan cara meningkatkan produksi glukosa hepar dan menghambat sekresi hormon insulin. Akan tetapi pada penderita IDDM sekresi hormon ephinephrine juga menurun, sebagai akibat adanya gangguan saraf outonom. Respon terhadap penurunan kadar gula darah (hipoglikemia) dapat dibedakan menjadi 2 kategori yaitu : 1. Gejala adrenergik sebagai akibat dari stimulasi sistem saraf outonom dengan gejala palpitasi, iritabile, kelemahan umum, dilatasi pupil, pucart, keringat dingin. 2. Gejala neuroglycopenia sebagai akibat dari tidak adekwatnya suplay gula darah ke jaringan saraf, yaitu sakit kepala, gelisah, tidak mampu konsentrasi, bicara tidak jelas, gangguan penglihatan, kejang, coma. Hal ini sering tampak pada kadar glukosa darah dibawah 45 50 mg/dl.

También podría gustarte