Está en la página 1de 7

ANALISA DIAGNOSA KEPERAWATAN ISOLASI SOSIAL

MINGGU I, RESIDENSI 1 KOMUNITAS RT 03/RW 08 SUKADAMAI TANAH SAREAL BOGOR 16 - 20 Oktober 2013

JEK AMIDOS PARDEDE 1106122556

ISOLASI SOSIAL
A. Pengertian Isolasi sosial atau menarik diri adalah suatu pengalaman menyendiri dari seseorang dan perasaan segan terhadap orang lain sebagai sesuatu yang negatif atau keadaan yang mengancam (NANDA, 2007). Menurut Fontaine (2003) isolasi sosial adalah suatu keadaan dimana individu miskin hubungan dengan orang lain dan memiliki ketrampilan sosial yang tidak adekuat. Kesimpulannya isolasi sosial merupakan pengalaman menyendiri seseorang yang miskin hubungan dengan orang lain yang ketrampilan sosialnya tidak adekuat.

B. Karakteristik Perilaku Karakteristik perilaku isolasi sosial yang dapat ditemukan dengan wawancara (data subjektif) adalah : 1. Pasien menceritakan perasaan kesepian atau ditolak oleh orang lain. 2. Pasien merasa tidak aman berada dengan orang lain. 3. Pasien mengatakan hubungan yang tidak berarti dengan orang lain. 4. Pasien merasa bosan dan lambat menghabiskan waktu. 5. Pasien tidak mampu berkonsentrasi dan membuat keputusan. 6. Pasien merasa tidak berguna. 7. Pasien tidak yakin dapat melangsungkan hidup.

Pertanyaaan-pertanyaan berikut ini dapat perawat tanyakan pada waktu wawancara untuk mendapatkan data subjektif: 1. Bagaimana pendapat pasien terhadap orang-orang disekitarnya. (keluarga atau tetangga)? 2. Apakah pasien mempunyai teman dekat? Bila punya siapa teman dekat itu? 3. Apa yang membuat pasien tidak memiliki orang yang terdekat dengannya? 4. Apa yang pasien inginkan dari orang2 disekitarnya? 5. Apakah ada perasaan tidak aman yang dialami oleh pasien? 6. Apa yang menghambat hubungan yang harmonis antara pasien dengan orang disekitarnya? 7. Apakah pasien merasakan bahwa waktu begitu lama berlalu?

8. Apakah pernah ada perasaan ragu untuk bisa melanjutkan kehidupan?

Karakteristik perilaku isolasi sosial yang dapat diobservasi (data objektif): 1. Tidak memiliki teman dekat. 2. Menarik diri. 3. Tidak komunikatif. 4. Sulit menjalin hubungan dengan lingkungan 5. Menghindari orang lain 6. Asyik dengan pikirannya sendiri. 7. Tidak ada kontak mata. 8. Tampak sedih, afek tumpul.

C. Intervensi Generalis 1. Intervensi keperawatan untuk klien. a. Tujuan: 1) Klien mampu membina hubungan saling percaya 2) Klien mampu mengidentifikasi penyebab isolasi sosial 3) Klien mampu berinteraksi dengan orang lain secara bertahap b. Tindakan: 1) Membina hubungan saling percaya a) Mengucapkan salam setiap kali berinteraksi dengan klien b) Sapa klien dengan ramah c) Berkenalan dengan klien Perkenalkan nama dan nama panggilan yang perawat sukai, serta tanyakan nama dan nama panggilan klien d) Menanyakan perasaan dan keluhan klien saat ini e) Buat kontrak asuhan keperawatan/ interaksi Apa yang akan perawat lakukan bersama klien, tujuannya apa, berapa lama akan dikerjakan, dan di mana tempatnya f) Tunjukkan sikap empati setiap saat pada klien g) Jujur dan tepati janji h) Beri perhatian dan penuhi kebutuhan dasar klien

2) Membantu klien mengidentifikasi perilaku isolasi sosial yang dilakukan a) Menanyakan pendapat klien tentang kebiasaan berinteraksi dengan orang lain b) Menanyakan apa yang menyebabkan klien tidak ingin berinteraksi dengan orang lain 3) Membantu klien mengidentifikasi keuntungan berhubungan dan kerugian tidak berhubungan dengan orang lain a) Membantu klien mengidentifikasi keuntungan berhubungan dengan orang lain b) Membantu klien mengidentifikasi kerugian tidak berinteraksi dengan orang lain (1) Berdiskusi dengan klien kerugian jika klien hanya mengurung diri dan tidak bergaul dengan orang lain (2) Menjelaskan pengaruh isolasi sosial terhadap kesehatan fisik klien 4) Membantu klien untuk berinteraksi dengan orang lain secara bertahap a) Berkenalan dengan satu orang (1) Diskusikan dengan klien tentang cara berkenalan: menyebutkan nama lengkap, nama panggilan, hobi dan alamat (2) Beri kesempatan klien mempraktekkan cara berinteraksi dengan orang lain yang dilakukan di hadapan perawat (3) Membantu klien untuk berinteraksi dengan 1 orang (perawat, teman, atau keluarga) (4) Berikan reinforcement positif untuk setiap kemajuan interaksi yang telah dilakukan klien (5) Identifikasi kemampuan/ ketrampilan sosial klien yang telah dilakukan dalam hubungan interpersonal dengan orang lain b) Berkenalan dengan 2 orang atau lebih. (1) Membantu klien untuk berinteraksi dengan 2 orang/ lebih (perawat, teman, atau keluarga) (2) Berikan reinforcement positif untuk setiap kemajuan interaksi yang telah dilakukan klien (3) Identifikasi kemampuan/ ketrampilan sosial klien yang telah dilakukan dalam hubungan interpersonal dengan orang lain c) Berinteraksi dalam kelompok

Membantu klien untuk ikut TAK Sosialisasi

2. Tindakan keperawatan untuk keluarga. a. Tujuan: Keluarga mampu merawat klien dengan isolasi sosial b. Tindakan: 1) Berdiskusi dengan keluarga tentang masalah yang dirasakan keluarga dalam merawat klien 2) Menjelaskan tentang masalah isolasi sosial yang ada pada klien dan dampaknya 3) Menjelaskan tentang penyebab isolasi sosial 4) Berdiskusi dengan keluarga tentang cara merawat klien dengan isolasi sosial a) Membina hubungan saling percaya dengan klien dengan cara bersikap peduli dan tidak ingkar janji b) Memberikan semangat dan motivasi kepada klien untuk bisa melakukan kegiatan bersama-sama dengan orang lain yaitu dengan tidak mencela kondisi klien dan memberikan pujian yang wajar 5) Memperagakan cara merawat klien dengan isolasi sosial 6) Membantu keluarga mempraktekkan cara merawat klien isolasi sosial yang telah didiskusikan 7) Menyusun rencana pulang klien bersama keluarga

5. Intervensi Spesialis a. Terapi Individu : CT, SST b. Terapi Keluarga: family psikoedukasi c. Terapi Kelompok : terapi suportif d. Terapi Komunitas : ACT

Analisa Diagnosa
Praktik klinik keperawatan jiwa komunitas merupakan lahan bagi mahasiswa untuk menerapkan ilmu yang sudah di dapat di bangku kuliah. Dari beberapa kasus yang ditangani oleh mahasiswa residensi klien yang dirawat mahasiswa pada praktik

Residensi 1 di unit komunitas (RW 08 Sukadamai Tanah Sareal Bogor) ini adalah dengan masalah keperawatan Isolasi sosial. Klien Laki-laki, usia 35 tahun, belum menikah, 5 bersaudara (3 diantaranya laki-laki). Penampilan klien tidak bersih, kulit berdaki, badan berbau, tidak pakaian celana dan baju hanya pakai sarung dan rambut panjang serta klien malas mandi sudah hampir 6 bulan tidak mandi. Saat pertama berinteraksi dengan mahasiswa (pertemuan pertama) klien langsung menghindar, klien menyendiri dikamar tidur dan saat didekati klien memalingkan muka, menutup sebagian mukanya dengan kedua telapak tangan dan menolak berkenalan serta berinteraksi dengan mahasiswa.

Menurut keluarga dan tetangga, klien mengalami perubahan perilaku khususnya tidak mau berinteraksi dengan orang lain, malas mandi, dan suka bicara keras sejak 5 tahun yang lalu tepatnya setelah keluar dari penjara sulit berkomunikasi. Sehari-hari klien hanya berada di dalam kamar, Klien belum pernah dibawa berobat oleh keluarga, keluarga merisaukan keadaan klien namun juga tidak tahu solusi yang harus ditempuh sehingga keluarga tidak melakukan apa-apa terhadap klien tetapi perawat puskesmas sudah pernah mengunjungi klien dan memberikan obat tetapi tidak pernah diminum.

Isolasi sosial atau menarik diri adalah suatu pengalaman menyendiri dari seseorang dan perasaan segan terhadap orang lain sebagai sesuatu yang negatif atau keadaan yang mengancam (NANDA, 2007). Manifestasi klinis yang nampak pada klien sama seperti yang diungkapkan oleh Fortinash (2004), NANDA (2007), Townsend (2009) dan Keliat (2011) yaitu perilaku yang ditunjukkan klien isolasi sosial meliputi menarik diri, menjauh dari orang lain, tidak atau jarang melakukan komunikasi, tidak ada kontak mata, kehilangan gerak dan minat, malas melakukan kegiatan sehari-hari, berdiam diri di kamar, menolak hubungan dengan orang lain, dan sikap bermusuhan.

Tindakan keperawatan yang dilakukan pada klien ini berupa tindakan generalis yaitu mendiskusikan keuntungan bersosialisasi, kerugian tidak bersosialisasi serta latihan kemampuan berkenalan dengan satu orang dan lebih dari satu orang. Kemampuan generalis klien cukup baik secara kognitif, namun klien tidak memiliki motivasi untuk melakukan interaksi atau sosialisasi. Selanjutnya mahasiswa memberikan terapi spesialis berupa social skills training (SST) untuk meningkatkan fungsi kognitif

(proses kognitif) dan ketrampilan fungsi sosial pada klien skizofrenia (McQuaid, dkk, 2000).

Berdasarkan pengalaman mahasiswa merawat klien dengan masalah isolasi sosial maka SAK yang telah ada sudah efektif dan intervensi SST sudah mampu memberikan terapi yang mampu membuat klien berkenalan dan berinteraksi pada orang lain teruatama pada keluarga.

Referensi Fontaine, K.L. (2003). Mental Health Nursing. 5th ed. New Jersey : Pearson Education, Inc. Fortinash, K.M., & Holoday-Worret, P.A. (1999). Psychiatric Nursing Care Plans. 3rd ed. St. Louis, Missouri : Mosby. Inc. Keliat, dkk (2011). Keperawatan Kesehatan Jiwa Komunitas : CMHN (Basic Course). Jakarta. EGC McQuaid, dkk. (2000). Development of an Integrated Cognitive-Behavioral and Social Skills training Intervention for Older Patients With Schizophrenia. The Journal of Psychotherapy Practice and Research, 9(3), 149-156 NANDA. (2007). Nursing Diagnoses : Definitions & Classification 2007-2008. Philadelphia: NANDA International Townsend, M.C. (2009). Psychiatric Mental Health Nursing Concepts of Care in Evidence-Based Practice. 6th ed. Philadelphia: F.A. Davis Company

También podría gustarte