Está en la página 1de 24

RINGKASAN SKRIPSI

TINJAUAN HUKUM TENTANG PELAKSANAAN JAMSOSTEK DALAM PERJANJIAN KERJA


Diajukan Untuk Melengkapi Tugas-tugas dan Memenuhi Syarat-syarat Untuk Memperoleh Gelar SARJANA HUKUM

Oleh: EMANUEL HULU 086000268 BAGIAN HUKUM KEPERDATAAN

FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS SIMALUNGUN PEMATANGSIANTAR 2012

TINJAUAN HUKUM TENTANG PELAKSANAAN JAMSOSTEK DALAM PERJANJIAN KERJA

SKRIPSI

Diajukan Untuk Melengkapi Tugas-tugas dan Memenuhi Syarat-syarat Untuk Memperoleh Gelar SARJANA HUKUM

Oleh: EMANUEL HULU 086000268 BAGIAN HUKUM KEPERDATAAN Disetujui Oleh: PEMBIMBING UTAMA

ELPINA TANJUNG, S.H., M.H.

DIKETAHUI OLEH:

DEKAN

KETUA BAGIAN

JANUARISON, S.H., M.Hum.

MESDIANA PURBA, S.H., M.H.

FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS SIMALUNGUN PEMATANGSIANTAR 2012

PAKTA INTEGRITAS

Yang bertanda tangan di bawah ini: Nama NPM Fakultas Program Studi : Emanuel Hulu : 086000268 : Hukum : Ilmu Hukum (Hukum Keperdataan)

Menyatakan bahwa Skripsi saya yang berjudul: TINJAUAN HUKUM TENTANG PELAKSANAAN JAMSOSTEK DALAM PERJANJIAN

KERJA adalah asli karya saya sendiri, bebas plagiat. Sepanjang pengetahuan saya tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang secara tertulis diacu dalam naskah ini, dan disebutkan dalam daftar pustaka. Apabila dikemudian hari terbukti terdapat plagiat dalam karya ini, maka saya bersedia menerima sanksi sesuai dengan ketentuan perundang-undangan sebagaimana tertulis dalam Pasal 12 ayat (1) Permendiknas RI Nomor 17 Tahun 2010.

Pematangsiantar, 2 Agustus 2012 Yang Membuat Pakta Integritas Materai 6000 Emanuel Hulu 086000268

ABSTRAK

TINJAUAN HUKUM TENTANG PELAKSANAAN JAMSOSTEK DALAM PERJANJIAN KERJA EMANUEL HULU Perjanjian perburuhan adalah perjanjian yang diselenggarakan oleh serikat buruh atau serikat-serikat buruh yang telah didaftarkan pada Departemen Perburuhan dengan majikan, perkumpulan atau perkumpulan majikan yang berbadan hukum, yang pada dasarnya atau semata-mata memuat syarat-syarat yang harus diperhatikan dalam perjanjian kerja.Demikian juga halnya terhadap perjanjian kontrak kerja pada perusahaan dimana buruh dan majikan atau dengan kata lain antara buruh dengan pihak perusahaan mengadakan perjanjian kontrak kerja dalam waktu tertentu. Dalam penulisan ini penulis menggunakan 2 metode penelitian, yakni metode penelitian kepustakaan, yang dilakukan dengan cara mempelajari dan membaca buku-buku yang berhubungan dengan judul skripsi ini. Sehingga diperoleh bahan-bahan yang dapat digunakan dalam penulisan ini. Selain itu juga dengan metode penelitian lapangan. Hasil dari penelitian ini berupa kesimpulan, sebagai berikut: 1. Dasar Hukum Perjanjian Kerja adalah Pasal 1601-1602, 1603 Buku III KUH Perdata. 2. Pelaksanaan perjanjian kerja menurut undang-undang bahwa pelaksanaan perjanjian kerja pada perusahaan tidak dapat bertentangan dengan hal-hal yang normatif dari pada buruh/pekerja, baik perusahaan swasta/perusahaan Pemerintah. 3. Pelaksanaan Jamsostek merupakan suatu pertanggungjawaban yaitu merupakan perjanjian terhadap perikatan yang mengikat dengan ketenagakerjaan.

Mahasiswa Bagian Hukum Keperdataan, Fakultas Hukum Universitas Simalungun, Pematangsiantar.

DAFTAR ISI

Halaman PAKTA INTEGRITAS ABSTRAK DAFTAR ISI ............................................................................................. BAB I : PENDAHULUAN ................................................................. A. Latar Belakang .................................................................. B. Rumusan Masalah ............................................................. C. Hipotesa ............................................................................ D. Batasan Penulisan ............................................................. E. Tujuan Penulisan............................................................... F. Metode Penelitian ............................................................. BAB II : KAJIAN TENTANG PERJANJIAN KERJA ..................... A. Pengertian Perjanjian Kerja ............................................... B. Pengertian Perjanjian Kontrak Kerja ................................. C. Buruh dan Pengusaha ........................................................ D. Organisasi Buruh .............................................................. JAMSOSTEK DI INDONESIA......................................................... A. Pengertian Jamsostek ........................................................ B. Lahirnya Jamsostek ........................................................... C. Dasar Hukum Berlakunya Jamsostek................................. D. Pelaksana Jamsostek di Indonesia .....................................

i 1 1 2 3 3 3 4 5 5 6 7 8 9 9 10 11 11 14 14 14 15 18 18 18

BAB III

BAB IV

PELAKSANAAN JAMSOSTEK DALAM PERJANJIAN KERJA .................................................................................. A. Dasar Hukum Perjanjian Kerja .......................................... B. Pelaksanaan Perjanjian Kerja Menurut Undang-undang .... C. Pelaksanaan Jamsostek ...................................................... BAB V : PENUTUP ................................................................................ A. Kesimpulan ......................................................................... B. Saran . ................................................................................. DAFTAR PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Pembangunan pada hakekatnya adalah proses perubahan yang terus menerus yang merupakan kemajuan dan perbaikan. Dalam pola dasar pembangunan nasional ditegaskan bahwa pembangunan nasional bertujuan untuk mewujudkan suatu masyarakat adil dan makmur yang merata materiil dan spiritual berdasarkan Pancasila didalam wadah Negara Kesatuan Republik Indonesia yang merdeka, berdaulat, bersatu dan berkedaulatan rakyat dalam suasana perkehidupan bangsa yang aman, tenteram, tertib dan dinamis serta dalam lingkungan pergaulan dunia yang merdeka bersahabat dan tertib dan damai. Perjanjian perburuhan adalah perjanjian yang diselenggarakan oleh serikat buruh atau serikat-serikat buruh yang telah didaftarkan pada Departemen Perburuhan dengan majikan, perkumpulan atau perkumpulan majikan yang berbadan hukum, yang pada dasarnya atau semata-mata memuat syarat-syarat yang harus diperhatikan dalam perjanjian kerja. Demikian juga halnya terhadap perjanjian kontrak kerja pada perusahaan dimana buruh dan majikan atau dengan kata lain antara buruh dengan pihak perusahaan mengadakan perjanjian kontrak kerja dalam waktu tertentu. Perjanjian pada dasarnya harus memuat pula ketentuan-ketentuan yang berkenaan dengan hubungan kerja yaitu hak dan kewajiban buruh serta hak dan kewajiban majikan. Ketentuan-ketentuan ini dapat pula diterapkan oleh majikan, yaitu peraturan yang secara sepihak diterapkan oleh majikan juga disebut peraturan perusahaan. Peraturan majikan atau peraturan perusahaan ini atau lengkapnya peraturan perburuhan majikan dibuat secara sepihak oleh majikan, sehingga majikan ini pada dasarnya dapat memasukkan apa saja yang dia inginkan. Dia dapat mencantumkan kewajiban buruh semaksimal-maksimalnya. Asal dalam pada itu majikan tidak melanggar undang-undang tentang ketertiban umum, melanggar tata susila, melanggar ketentuan perundang-undangan yang sifatnya

memaksa atau aturan perundang-undangan yang sifatnya memaksa atau aturan yang tidak boleh dikesampingkan dengan peraturan majikan asal peraturan majikan itu memenuhi syarat. Dalam prakteknya sering kita temui adanya hal yang kontradiktif, dimana masalah yang telah diperjanjikan. Dengan demikian akan terjadilah pertikaian terhadap pemutusan hubungan kerja, sampai-sampai kasusnya dilimpahkan kepada instansi yang berwenang. Demikian juga terhadap perlindungan kerja yang menurut standart perusahaan. Pada setiap buruh diwajibkan mendapat perlindungan kerja dengan berbagai persyaratan, akan tetapi dalam prakteknya masih sering kita temui bahwa para buruh belum mengenakan peralatan/perlengkapan pekerjaan. Yang paling menarik menurut penulis bahwa dalam prakteknya masih kita jumpai sistem upah perorangan, hal ini sudah tidak saatnya lagi dipberlakukan pada suatu perusahaan sebab dengan banyaknya produksi yang dikerjakan merupakan imbalan gaji yang cukup besar bagi buruh, sementara para buruh ingin mendapatkan gaji yang besar tetapi tidak memperhatikan akan kesehatannya. Sejalan dengan hal tersebut, bahwa pembangunan ketenagakerjaan salah satu pembangunan manusia Indonesia seutuhnya. Sebagaimana halnya dalam judul skripsi ini yaitu : TINJAUAN HUKUM TENTANG PELAKSANAAN JAMSOSTEK DALAM PERJANJIAN KERJA, merupakan suatu

pembahasan yang menyangkut pembangunan ketenagakerjaan sebagaimana tersebut di atas.

B. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang di atas, maka penulis merumuskan masalahmasalah sebagai berikut: 1. Apa yang menjadi dasar hukum perjanjian kerja? 2. Bagaimana pelaksanaan perjanjian kerja menurut undang-undang? 3. Bagaimana pelaksanaan Jamsostek?

C. Hipotesa Untuk membicarakan hipotesa dalam penelitian ini, maka perlu terlebih dahulu dipaparkan mengenai pengertian dari istilah hipotesa. Dapat ditegaskan bahwa yang dimaksud dengan hipotesa adalah jawaban sementara terhadap suatu masalah yang masih harus dibuktikan lagi kebenarannya. Adapun yang menjadi hipotesa dalam penelitian ini, sebagai berikut: 4. Yang menjadi dasar hukum perjanjian kerja adalah Pasal 1601, 1602, 1603 Buku III Kitab Undang-Undang Hukum Perdata. 5. Pelaksanaan perjanjian kerja menurut undang-undang bahwa pelaksanaan perjanjian kerja pada perusahaan tidak dapat bertentangan dengan hal-hal yang normatif dari pada buruh/pekerja, baik perusahaan swasta/perusahaan Pemerintah. 6. Pelaksanaan merupakan Jamsostek perjanjian merupakan terhadap suatu pertanggungjawaban yang mengikat yaitu dengan

perikatan

ketenagakerjaan.

D. Batasan Penulisan Mengingat luasnya pembahasan tentang pelaksanaan Jamsostek dalam perjanjian kerja pada suatu perusahaan, maka penulis membatasinya tentang: Tinjauan Hukum Tentang Pelaksanaan Jamsostek Dalam Perjanjian Kerja.

E. Tujuan Penulisan Setiap kegiatan atau aktivitas yang dilakukan oleh manusia baik itu yang dilakukan secara perorangan maupun secara berkelompok pastilah mempunyai tujuan tertentu yang hendak dicapai. Demikian juga halnya dengan penelitian ini. Adapun yang menjadi tujuan dalam penelitian ini, sebagai berikut: 1. 2. 3. Untuk mengetahui dasar hukum perjanjian kerja. Untuk mengetahui pelaksanaan perjanjian kerja menurut undang-undang. Untuk mengetahui pelaksanaan Jamsostek.

F. Metode Penelitian Untuk melengkapi penelitian ini agar mempunyai tujuan yang jelas dan terarah serta dapat dipertanggungjawabkan sebagai salah satu hasil Karya Ilmiah, maka digunakan metode penelitian hukum. Adapun metode yang digunakan dalam penelitian ini, sebagai berikut: 1. Metode penelitian kepustakaan (library research). Dimana dalam metode ini, dilakukan pengumpulan data-data melalui literatur atau dari sumber bacaan, yang berupa undang-undang, majalah, makalah dan bahan bacaan lainnya yang terkait dengan penelitian ini, yang digunakan sebagai dasar ilmiah dalam pembahasan materi. 2. Metode penelitian lapangan (field research). Dimana dalam metode ini, dilakukan penelitian secara langsung ke lapangan. Data-data yang telah diperoleh, baik itu yang diperoleh melalui metode penelitian kepustakaan maupun yang diperoleh melalui metode penelitian lapangan, kemudian dipadukan (dikolaborasikan), hingga akhirnya dapat menghasilkan atau melahirkan suatu penulisan Karya Ilmiah yang berbentuk Skripsi.

BAB II KAJIAN TENTANG PERJANJIAN KERJA A. Pengertian Perjanjian Kerja Perjanjian kerja adalah suatu perjanjian dimana pihak yang satu (buruh) mengikatkan diri untuk bekerja pada pihak yang lain (majikan) selama suatu waktu tertentu dengan menerima upah. Prof. Imam Soepomo mengatakan bahwa: Pada dasarnya hubungan kerja yaitu hubungan antara buruh dan majikan, terjadi setelah diadakan perjanjian oleh buruh dengan majikan, dimana buruh menyatakan kesanggupannya untuk mempekerjakan buruh dengan menerima upah dan dimana majikan menyatakan kesanggupannya untuk mempekerjakan buruh dengan membayar upah.1 Menurut R. Subekti, bahwa perjanjian kerja dalam arti kata yang luas dibagi dalam: 1. Perjanjian perburuhan yang sejati (aebeids overeenkomst); 2. Pemborongan pekerjaan (aanneming van werk); 3. Perjanjian untuk melakukan sesuatu jasa atau pekerjaan terlepas (overeenkomst tot het verrichten van enkele diesten).2 Selanjutnya beliau menambahkan bahwa suatu perjanjian perburuhan yang sejati mempunyai sifat-sifat khusus yaitu: 1. Ia menerbitkan suatu hubungan diperantas, yaitu suatu hubungan antara buruh dengan majikan, berdasarkan mana pihak yang satu hendak memberikan perintah-perintah kepada pihak yang lain tentang bagaimana ia harus melakukan pekerjaannya; 2. Selalu diperjanjikan suatu gaji atau upah, yang lajimnya berupa uang, tetapi ada juga yang (sebagian) berupa pengobatan dengan percuma, kendaraan, makan dan penginapan, pakaian dan lain sebagianya; 3. Ia dibuat untuk suatu waktu tertentu atau sampai di akhiri oleh salah satu pihak. 3

Imam Soepomo, Pengantar Hukum Perburuhan, Djambatan, Jakarta, 1974, Halaman 52. R. Subekti, Pokok-pokok Hukum Perdata, Intermasa, Jakarta, 1980, Halaman 172. 3 R. Subekti, Op.cit, Halaman 172.
2

B. Pengertian Perjanjian Kontrak Kerja Perjanjian kontrak kerja, pada dasarnya menerangkan suatu perjanjian antara buruh dengan pengusaha dalam perjanjian yang dilaksanakan didalam melaksanakan sesuatu pekerjaan dalam jangka waktu tertentu. Perjanjian kontrak kerja dimaksud adalah perjanjian kerja yang dilakukan oleh buruh, sebagai angkatan kerja pada perusahaan yang masing-masing mempunyai hak dan kewajiban. Jika kita bekerja pada suatu pabrik, kantor dan sebagainya, maka segera timbullah masalah-masalah yang menyangkut hubungan antara buruh sebagai penerima kerja serta pengusaha sebagai pemberi kerja, seperti upah, jaminan sosial, jam kerja, lembur, cuti dan sebagainya, serta cara-cara penyelesaian perselisihan-perselisihan antara pihak buruh dan pihak

majikan/pengusaha. Dalam masyarakat yang sudah maju, permasalahan yang timbul antara buruh tidak sederhana lagi, dan sering tidak bisa diatasi oleh kedua belah pihak, sehingga Pemerintah turun tangan serta melibatkan diri secara langsung dalam hubungan tersebut, sehingga akhirnya pemerintahpun menjadi salah satu pelaku didalam hubungan tersebut. Untuk itulah pembinaan hubungan perburuhan adalah sangat perlu. Sebab dengan terbinanya hubungan perburuhan dengan baik, maka berarti hubungan antara buruh dengan pengusaha akan menjadi baik pula. Sehingga dapat diciptakan suasana tenteram ditempat kerja (industrial place), sebab dengan demikian pihak buruh merasa memiliki ketenangan kerja, sedangkan pengusaha mendapatkan ketenangan berusaha. Dalam suasana demikian kegairahan kerja dapat diciptakan produksi dan produktivitas tenaga kerja dapat ditingkatkan, sehingga dapat mendorong ke arah makin majunya perusahaan. Demikian juga halnya terhadap perjanjian kontrak kerja tersebut, dimana didalam perjanjian kontrak kerja telah diatur segala sesuatunya mengenai pekerjaan baik kewajiban majikan, buruh maupun hak-hak bagi kedua belah pihak memperhatikan perjanjian kontrak kerja dimaksud, maka sudah barang tentu pertikaian tidak akan timbul, oleh karenanya terciptalah keserasian kerja, demikian juga ketenangan kerja oleh pihak pengusaha.

Sehubungan dengan itu terbukalah kesempatan untuk mengadakan perbaikan-perbaikan terhadap kesejahteraan buruh baik yang berwujud kenaikan upah, syarat-syarat kerja maupun jaminan sosial lainnya, karena pengusaha makin besar kemampuannya. Untuk mencapai keadaan seperti ini tidaklah mudah, apalagi dalam negara yang falsafah hubungan perburuhannya berdasarkan atas faham atau teori perjanjian kelas dimana pihak buruh dan pengusaha dianggap sebagai pihak-pihak yang saling berhadapan secara konfrontatif. Itulah sebabnya di Indonesia kini telah meninggalkan teori yang demikian, dan menggantikannya dengan suatu falsafah hubungan perburuhan yang sesuai dengan kepribadian bangsa Indonesia sendiri yaitu Pancasila.

C. Buruh dan Pengusaha Pada zaman feodal dahulu istilah buruh hanya digunakan untuk orang yang melakukan pekerjaan tangan atau pekerja kasar seperti kuli, tukang, mandor dan lain-lain di dunia barat disebut blue collar. Orang-orang yang melakukan pekerjaan harus terutama yang mempunyai pangkat Belanda Klerk (bukan juru tulis atau kerani), komis dan sebagainya menamakan dirinya pegawai, sama dengan pegawai negeri yang berkedudukan sebagai priyayi atau employe. Golongan ini didunia barat disebut white collar. Istilah employe di dunia barat dipakai bagi orang-orang dipekerjakan oleh orang lain. Istilah tenaga kerja juga sangat luas yaitu meliputi semua orang yang mampu dan diperbolehkan untuk melakukan pekerjaan baik yang sudah mempunyai pekerjaan dalam hubungan kerja atau sebagai swakerja maupun yang belum atau tidak mempunyai pekerjaan. Demikian juga halnya dengan istilah pengusaha secara umum menunjukkan tiap orang yang melakukan setiap usaha. Seorang majikan adalah seorang pengusaha dalam hubungnannya dengan buruh atau dengan kata lain pengusaha adalah seorang pemilik modal atau pemilik perusahaan yang mempekerjakan beberapa orang buruh dengan memberi upah. Dalam perundang-undangan perburuhan di Indonesia untuk istilah buruh dan pengusaha digunakan istilah buruh dan majikan, sehingga dalam perumusan kedua istilah tersebut sering kita jumpai perumusan yang berbeda.

Dalam perumusan yang umum yang terdapat dalam undang-undang tentang penyelesaian perselisihan perburuhan, yang menyatakan bahwa yang dimaksud dengan buruh adalah barang siapa bekerja pada majikan dengan menerima upah.

D. Organisasi Buruh Pada dasarnya organisasi buruh itu bertujuan terutama untuk melindungi dan memperjuangkan kepentingan buruh. Melindungi dan memperjuangkan kepentingan buruh hendaknya jangan diartikan semata-mata sebagai usaha keluar dari melindungi kepentingan buruh terhadap dan memperjuangkan kepentingan buruh kepada majikan, tetapi harus pula diartikan sebagai usaha kedalam untuk meringankan kehidupan buruh dengan jalan mengadakan koperasi, memajukan pendidikan, kebudayaan, kesenian dan lainnya. Melindungi dan memperjuangkan kepentingan buruh meliputi pula usaha terciptanya perundang-undangan perburuhan yang menjamin kepentingan buruh. Usaha untuk mencapai tujuan tersebut terilhat dari dalam perjuangannya melawan Imperialisme, monopoli modal asing dan lain-lain. Perjuangan untuk

penghidupan yang lebih baik tidak terpisahkan dari perjuangan merubah sistem sosial dari Liberalisme menjadi Pancasilaisme. Serikat buruh yang termasuk golongan nasional, dasarnya adalah Demokrasi Kerakyatan dan tujuannya adalah realisasi masyarakat adil dan makmur. Tujuan serikat buruh yang sangat luas itu merupakan alasan bagi pengusaha untuk mengajak serikat buruh sebagai golongan fungsional yang bersangkutan, ikut serta dalam penyelesaian berbagai persoalan perburuhan, misalnya adlam dewan penasehat penempatan tenaga kerja dan panitia penyelesaian perselisihan perburuhan. Walaupun ungkapan menggunakan katakata wakil buruh dan orang dari kalangan buruh, mereka ini menjadi anggota atas usul dari dan karena itu sebagai wakil dari serikat buruh.

BAB III JAMSOSTEK DI INDONESIA

A. Pengertian Jamsostek Berdasarkan Undang-Undang Nomor 3 tahun 1992 tentang Jaminan Sosial Tenaga Kerja beserta peraturan-peraturan pelaksanaannya yaitu: peraturan Pemerintah Nomor 14 Tahun 1993 serta Kepres Nomor 22 Tahun 1993 dan Peraturan Menteri Tenaga Kerja No. PER. 05/MEN.1993 telah membawa angin segar bagi dunia perburuhan kita karena pada ketentuan tersebut sudah diatur apa yang menjadi hak-hak daripada pekerja (buruh) untuk mendapatkan Jaminan Kecelakaan Kerja, Jaminan Kematian, Jaminan Hari Tua, serta Jaminan Pemeliharaan Kesehatan. Lebih-lebih lagi setelah Jaminan Sosial Tenaga Kerja tersebut telah dimuat dalam ketetapan MPR No. II/MPR.1993 tentang GBHN. Sekarang yang menjadi persoalan apakah pelaksanaan Jamsostek tersebut telah dilaksanakan secara konsisten sesuai dengan amanat undang-undang tersebut. Dari uraian di atas terlihat pula betapa pentingnya mengetahui secara lengkap apa itu Jamsostek. Menurut Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1992 yang dimaksud dengan Jamsostek adalah suatu perlindungan bagi tenaga kerja dalam bentuk santunan berupa uang sebagai pengganti sebagian dari penghasilan yang hilang atau berkurang dan sebagian dari penghasilan yang hilang atau berkurang dan pelayanan sebagai akibat peristiwa atau keadaan yang dialami oleh tenaga kerja berupa kecelakaan kerja, sakit, bersalin, hari tua dan meninggal dunia. Pelaksanaan Jamsostek pada hakekatnya merupakan bagian dari

pembangunan nasional, khususnya dibidang ketenagakerjaan. Pembangunan nasional yang telah menciptakan lapangan kerja dan memperluas kesempatan kerja, juga memberikan perlindungan bagi tenaga kerja yang menjalankan pekerjaannya di berbagai bidang dan lapangan. Oleh karena itu, penciptaan perluasan kesempatan kerja dan Jamsostek merupakan dua sisi mata uang yang sama dalam kebijaksanaan ketenagakerjaan.

Pengertian dan prinsip-prinsip Jamsostek perlu dipahami oleh masyarakat khususnya pengusaha dan pekerja agar dapat mengetahui apa dan mengapa jaminan sosial itu dibutuhkan baik dalam pembangunan nasional maupun dalam kelangsungan perusahaan dan kehidupan tenaga kerja. Tata cara dan prosedur untuk melaksanakan hak dan kewajiban dalam Jamsostek juga diketahui dan dipahami oleh mereka yang berkepentingan agar dapat dimengerti bagaimana dan bilamana jaminan sosial itu dapat diperoleh kemanfaatannya. B. Lahirnya Jamsostek Lahirnya Jamsostek memiliki latar belakang. Adapun yang menjadi latar belakangnya, sebagai berikut: 1. Penyelenggara Jamsostek oleh BUMN dapat menciptakan kegotongroyongan yang lebih relatif antar peserta muda dengan yang lebih tua, yang sehat dengan yang sakit dan yang berpenghasilan rendah; 2. Pembinaan dan pengawasan oleh Pemerintah dapat diselenggarakan lebih mudah untuk menjamin solvabilitas badan penyelenggara dalam memenuhi kewajiban; 3. Badan Penyelenggara yang berpusat dapat lebih mudah menangani perpinadhan peserta dari perusahaan atau daerah lain yang frekwensinya cukup tinggi; 4. Penegakan hukum dari program wajib yang merupakan ciri khas dari Penyelenggara Jamsostek dapat dilakukan lebih efektif; 5. Dana dapat terpupuk secara efektif dengan pemanfaatannya yang lebih terkoordinasikan; 6. Dapat ditekan sekecil mungkin bahaya kegagalan, ketidakmampuan dan kebangkrutan dari penyelenggaraan perlindungan yang bersifat dasar ini. Oleh karena itu baik pengusaha maupun pekerja saat ini mengusulkan agar pada Jamsostek sesuai Pasal 25 ayat 2 yang memberikan kepada pihak swasta untuk mengelola program jaminan sosial ditinjau kembali dan mengharapkan agar pengelola Jamsostek tetap dilakukan oleh Pemerintah dalam hal ini BUMN.

C. Dasar Hukum Berlakunya Jamsostek Seperti telah disebutkan bahwa ketentuan mengenai jaminan sosial dan ketentuan mengenai perburuhan di Indonesia belum ada suatu undang-undang yang mengumpulkannya dalam suatu undang-undang seperti KUHP, KUH Perdata, dan sebagainya. Akan tetapi ketentuan mengenai perburuhan masih berserakan pengaturannya dalam berbagai peraturan perundang-undangan. Hal ini disebabkan masalah perburuhan baru mendapat tempat perhatian setelah Indonesia merdeka, sedangkan sebelumnya masalah perburuhan di Indonesia sangat menyedihkan. Berbeda dengan Hukum Perdata, Hukum Dagang, Hukum Pidana yang sudah sejak zaman Hindia Belanda sudah ada kitab undangundangnya. Pada pokoknya beberapa ketentuan perundang-undangan yang pernah berlaku, yang mengatur masalah Jamsostek, menegaskan bahwa apabila buruh mengalami kecelakaan sewaktu menjalankan pekerjaan atau sewaktu dalam hubungan kerja, majikan harus memberikan ganti kerugian kepada buruh. Pemberian ganti kerugian ini merupakan tanggung jawab majikan atas kerugian yang terjadi di perusahaannya. Ini merupakan resiko menjalankan perusahaan. Mengenai jaminan sosial buruh/pekerja atau tenaga kerja mulai mendapat perhatian dengan dikeluarkannya Peraturan Pemerintah Nomor 33 Tahun 1977.

D. Pelaksana Jamsostek di Indonesia Pada awalnya Jamsostek dikelola PT. ASTEK (Asuransi Tenaga Kerja). Berdasarkan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 36 Tahun 1995 tanggal 22 September 1995 pengelolaan tersebut berubah menjadi PT. Jamsostek. Maksud dan tujuan dari badan penyelenggara tersebut adalah untuk

menyelenggarakan Jaminan Kecelakaan Kerja (JKK), Jaminan Kematian (JK), Jaminan Hari Tua (JHT) dan Jaminan Pemeliharaan Kesehatan (JPK) yang tertuang dalam Undang-undang Nomor 3 Tahun 1992 tentang Jaminan Sosial Tenaga Kerja.

Dalam melaksanakan fungsi dan tugasnya, PT. Jamsostek sebagai badan Penyelenggara Program Jamsostek mengutamakan pelayanan kepada peserta dalam rangka peningkatan perlindungan dan kesejahteraan tenaga kerja beserta keluarganya. Dalam penjelasan undang-undang tersebut ditegaskan bahwa mengingat badan tersebut melaksanakan program peningkatan perlindungan dan kesejahteraan tenaga kerja, yang dananya berasal dari uraian pengusaha dan tenaga kerja, maka PT. Jamsostek yang diserahi tugas menyelenggarakan program Jamsostek sudah sewajarnya mengutamakan pelayanan kepada peserta disamping melaksanakan prinsip solvabilitas, liquiditas, rehabilitasi. Dengan demikian PT. Jamsostek dapat melaksanakan kewajibannya dengan baik dan dapat membiayai kebutuhan sendiri sebagai perusahaan, sehingga tidak membebani anggaran belanja negara. Sebagai badan penyelenggara dari Program Jamsostek ini ditunjuk PT. Jamsostek yang badan hukumnya sesuai dengan ketentuan Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1992, yaitu berbentuk perusahaan perseroan. Pengawasan PT. Jamsostek telah melibatkan semua unsur Tripartit, yaitu pengusaha, tenaga kerja, dan pemerintah PT. Jamsostek dianggap lebih baik ditunjuk sebagai penyelenggara karena kalau membentuk badan lain, maka akan lebih repot dan lebih menyulitkan. PT. Jamsostek merupakan badan penyelenggara jaminan sosial tenaga kerja yang melanjutkan program asuransi ketenagakerjaan yang dibentuk dengan Peraturan Pemerintah Nomor 33 Tahun 1977. Dengan ketentuan ini, Badan Penyelenggara Jamsostek masih berbentuk Perusahaan Umum (PERUM). Tetapi dengan dikeluarkannya Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 1990, Perusahaan Umum Jamsostek berubah menjadi Perseroan Terbatas ASTEK (Persero). Pengalihan bentuk perusahaan ini disesuaikan dengan perkembangan perusahaan dan tantangan yang dihadapi oleh perusahaan. Dalam Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 1990 tersebut antara lain disebutkan dalam bagian pertimbangan yang menyebutkan alasan pengalihan bentuk perusahaan tersebut pada bagian menimbang yang menyebutkan bahwa dalam rangka upaya meningkatkan efisiensi dan efektivitas usaha maka Perusahaan Umum (PERUM)

Asuransi Tenaga Kerja (ASTEK) yang dilahirkan dengan Peraturan Pemerintah Nomor 34 Tahun 1977 dinilai memenuhi persyaratan untuk dialihkan bentuknya menjadi Perusahaan Persero (PERSERO).

BAB IV PELAKSANAAN JAMSOSTEK DALAM PERJANJIAN KERJA A. Dasar Hukum Perjanjian Kerja Perjanjian kerja adalah suatu perjanjian dimana pihak yang satu (buruh) mengikatkan diri untuk bekerja pada pihak yang lain (majikan) selama suatu waktu tertentu dengan menerima upah. Dasar Hukum Perjanjian Kerja diatur dalam Bab 7 A Buku III KUHAP yang terdiri dari Pasal 1601, 1602, 1603. Bahwa sampai saat ini belum ada Undang-undang Nasional tentang perjanjian kerja secara khusus yang menggantikan Bab 7 A Buku III KUH Perdata yang bersifat Liberalisme (dimana manusia kerja dianggap sebagai benda, sebagai objek maupun sebagai salah satu faktor produksi). Imam Soepomo mengatakan: Bahwa pada dasarnya hubungan kerja yaitu hubungan antara buruh dan majikan, terjadi setelah diadakan perjanjian oleh buruh dengan majikan, dimana buruh menyatakan kesanggupannya untuk mempekerjakan buruh dengan menerima upah dan dimana majikan menyatakan kesanggupannya untuk mempekerjakan buruh dengan membayar upah.4 Bila dengan adanya undang-undang nasional tentang perjanjian kerja secara khusus yang berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945 yang penjabarannya pada Hubungan Industrial Pancasila (HIP), maka: Manusia kerja bukan lagi sebagai objek atau sebagai faktor produksi, melainkan sebagai pelaku dalam proses produksi maupun sebagai manusia pribadi dengan segala harkat dan martabatnya. 5

B. Pelaksanaan Perjanjian Kerja Menurut Undang-undang Perjanjian kerja secara khusus belum ada Undang-Undang secara Nasional yang mengaturnya saat ini. Perjanjian kerja diatur dalam Bab 7 A Buku III KUH Perdata yaitu Pasal 1601, 1602 dan 1603 KUH Perdata. Defenisi perjanjian kerja menurut Pasal 1601 adalah: Suatu perjanjian dimana pihak yang satu (buruh)

4 5

Imam Soepomo, Op.cit, Halaman 52. Imam Soepomo, Loc.cit, Halaman 52.

mengikatkan dirinya untuk bekerja pada pihak yang lain (majikan) selama suatu waktu tertentu dengan menerima upah (Pasal 1601 KUH Perdata). Mengingat daripada pelaksanaan dari perjanjian kerja pada perusahaan tidak dapat bertentangan dari perjanjian kerja pada perusahaan tidak dapat bertentangan dengan hal-hal normatif dari pada buruh/pekerja pada perusahaan baik di perusahaan swasta maupun perusahaan Pemerintah. Didalam membuat perjanjian kerja biasanya didahului oleh masa yang harus dilalui sebelum adanya perjanjian kerja itu dilaksanakan. Dalam praktek sehari-hari buruh yang mengadakan perjanjian kerja untuk waktu tertentu dimana waktu berlakunya ditentukan menurut perjanjian atau undang-undang, dan sering dinamakan buruh kontrakan dan buruh yang mengadakan perjanjian kerja untuk waktu tertentu dimana waktu berlakunya ditentukan menurut kebiasaan yang disebut sebagai buruh musiman.

C. Pelaksanaan Jamsostek Pada hakekatnya tenaga kerja yang mempunyai hubungan kerja dengan perusahaan, mempunyai kegiatan usaha yang produktif sehingga sudah sewajarnya jika kepada mereka diberikan perlakuan, pemeliharaan dan pengembangan bagi kesejahteraannya. Beranjak dari hal tersebut, maka sudah tiba saatnya pula untuk melakukan usaha yang lebih nyata untuk memelihara dan meningkatkan kesejahteraan tersebut, terutama didalam hubungan yang ditujukan untuk kesejahteraan maupun untuk hari tua yakni pada saat mereka tidak lagi mampu unuk memenuhi kebutuhannya. Hal ini penulis tekankan bahwa Program Jamsostek merupakan pertanggungan yang memberikan kepastian berlangsungnya arus penerimaan suatu penghasilan keluarga sebahagian atau seluruh penghasilan yang hilang. Jamsostek yang merupakan suatu pertanggungan, merupakan suatu perjanjian terhadap perikatan yang menyangkut dengan ketenaga kerjaan. Oleh karenanya pertanggungan dalam hal ini adalah pertanggungan sosial didalam hubungan kerja tersebut.

Sebagaimana sasaran Jamsostek yang telah penulis kemukakan terdahulu, maka program Jamsostek sebagai subjeknya adalah tenaga kerja. Pertanggungan bagi tenaga kerja merupakan bagian dari jaminan sosial tenaga kerja, adalah diatur di dalam Undang-undang Nomor 3 Tahun 1992, dimana didalam Pasal 4 ayat (3) ditegaskan bahwa persyaratan dan tata cara penyelenggaraan Jamsostek diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah. Sejalan dengan hal itu didalam Pasal 1 ayat (1) Peraturan Pemerintah Nomor 14 Tahun 1993 disebutkan bahwa badan penyelenggara adalah Badan Hukum yang bidang usahanya menyelenggarakan Program Jamsostek. Badan Penyelenggara Jamsostek adalah merupakan tindak lanjut dari Perum ASTEK yang dibentuk di dalam Peraturan Pemerintah Nomor 33 Tahun 1977 dahulu di dalam kerangka Peraturan Pemerintah Nomor 34 Tahun 1977. Perum ASTEK ini menyelenggarakan Program Asuransi Sosial Tenaga Kerja di sektor swasta. Program ini terkandung suatu tujuan untuk memberikan perlindungan untuk menanggulangi resiko sosial yang secara langsung mengakibatkan berkurangnya atau hilangnya pendapatan buruh atau tenaga kerja. Jika pada pembahasan terdahulu telah ditegaskan bahwa pertanggungan ini merupakan kewajiban pengusaha, maka berdasarkan Pasal 246 KUH Dagang disebutkan, Asuransi pada umumnya adalah suau persetujuan dimana pihak yang menjamin berjanji kepada pihak yang dijamin, untuk menerima sejumlah premi sebagai pengganti kerugian yang mungkin akan diderita karena akibat suatu peristiwa yang belum jelas akan terjadi. Sejalan dengan hal tersebut, badan penyelenggara yang dalam hal ini Perum Astek memberikan perlindungan sekaligus resiko yang terjadi didalam hubungan kerja sebagaimana yang dimaksud pada Jamsostek. Apabila diamati latar belakang dari perjanjian antara pihak asuransi dengan orang-orang atau pihak-pihak yang mengikatkan diri kepada pihak asuransi, maka ternyata bahwa pihak-pihak tersebut ingin memperkecil kemungkinan terjadinya kerugian yang disebabkan resiko yang harus dihadapi selama suatu pekerjaan atau perbuatan hukum tersebut berlangsung.

Dengan demikian resiko yang mungkin dipikul oleh seorang pekerja, tidak perlu lagi dipikulnya sendiri bilamana peristiwa yang membawa kerugian tersebut terjadi. Apabila keberadaan Jamsostek ini merupakan suatu pertanggungan, maka perlu diperhatikan dalam penetapan bentuk yang sesuai untuk menampung penyelenggaraan dimaksud, dimana bila dihubungkan dengan Pola Pengusaha Negara dan sebagaimana yang digariskan dalam Undang-Undang Nomor 9 Tahun 1969 tentang Perusahaan Umum, maka bentuk wadah yang sesuai untuk menyelenggarakan Asuransi Sosial adalah Perusahaan Umum (Perum) yang didalam hal ini adalah Perum ASTEK. Untuk menjaga hal-hal yang menyangkut penyelenggaraan yang dimaksud, diperlukan penetapan bentuk yaitu: 1. Kelangsungan (continuity) dalam penyelenggaraan, perlu terjamin; 2. Dikehendaki adanya campur tangan Pemerintah, dalam arti kata pemberian jaminan keuangan sekiranya terjadi ketidakmampuan atas badan penyelenggara; 3. Adanya pengawasan yang ketat dari pemerintah dimungkinkan, khususnya dalam pengelolaan dananya; 4. Keuntungan bukanlah tujuan utama meskipun dalam pengelolaannya jangan sampai merugikan. Dari hal tersebut memperlihatkan bahwa Asuransi Sosial Tenaga Kerja (ASTEK) merupakan penyelenggara dari Jaminan Sosial Tenaga Kerja. Hal ini memberikan arti penting bagi pihak-pihak di dalam hubungan kerja. Mengingat Jamsostek merupakan suatu pertanggungan, maka keberadaan tersebut terdapat hak dan kewajiban didalam hubungan kerja. Hak dan kewajiban tersebut bukan saja antara buruh dengan majikan, akan tetapi persintuhan antara pengusaha, buruh dan asuransi sosial tenaga kerja yang dalam hal ini sebagai badan penyelenggara.

BAB V PENUTUP

A. Kesimpulan Adapun yang menjadi kesimpulan dalam penelitian ini, sebagai berikut: 1. Dasar Hukum Perjanjian Kerja adalah Pasal 1601-1602, 1603 Buku III KUH Perdata. 2. Pelaksanaan perjanjian kerja menurut undang-undang bahwa pelaksanaan perjanjian kerja pada perusahaan tidak dapat bertentangan dengan hal-hal yang normatif dari pada buruh/pekerja, baik perusahaan swasta/perusahaan Pemerintah. 3. Pelaksanaan merupakan Jamsostek perjanjian merupakan terhadap suatu pertanggungjawaban yang mengikat yaitu dengan

perikatan

ketenagakerjaan.

B. Saran Adapun yang menjadi saran dalam penelitian ini, sebagai berikut: 1. Untuk menjamin ketenangan kerja dan kemantapan kerja, hasil yang baik dan memuaskan maka buruh tersebut diberikan status sebagai buruh yang dipekerjakan oleh pengusaha untuk dimana buruh itu tetap bekerja di perusahaan tersebut. 2. Disarankan agar penentuan upah minimum para buruh, benar-benar dapat membiayai kebutuhan hidup dari keluarga buruh itu. Oleh karenanya perlu perhatian Pemerintah memperhatikannya dengan mempertimbangkan

kemampuan perusahaan, keadaan perekonomian daerah dan nasional dan keadaan standart kebutuhan hidup buruh beserta keluarganya. 3. Agar di setiap unit/organisasi pekerja di perusahaan-perusahaan secara rutin diadakan penyuluhan hukum sehingga pemberi kerja dan tenaga kerja dapat mengerti akan hak dan kewajibannya.

DAFTAR PUSTAKA

1.

Buku Subekti, R., Pokok-pokok Hukum Perdata, Intermasa, Jakarta, 1980. Soepomo, Imam, Pengantar Hukum Perburuhan, Djambatan, Jakarta, 1974. Sugondo, Agus, FBSI Dahulu, Sekarang, dan Yang Datang, DPP FBSI, Jakarta, 1980.

2.

Peraturan Perundang-undangan Kitab Undang-undang Hukum Perdata. Kitab Undang-undang Hukum Dagang. Undang-undang Nomor 3 Tahun 1992 tentang Jaminan Sosial Tenaga Kerja. Undang-undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan.

También podría gustarte