Está en la página 1de 8

Penatalaksanaan Pingsan atau disebut juga sinkop ialah kehilangan kesadaran sesaat karena aliran darah ke otak untuk

sementara berkurang. Berbeda dengan shock, denyut nadi menjadi lebih lambat, meskipun akan segera meningkat kembali. Biasanya pasien bisa segera pulih. Dalam menangani pasien yang mengalami sinkop, kita harus bisa memastikan faktor pencetus atau penyebab sehingga penanganan yang dilakukan bisa sesuai. Penyebab pingsan yang patut kita perhatikan di antaranya adalah gangguan tonus vaskular atau volume darah, gangguan kardiovaskular, penyakit serebrovaskular, serta kelainan lain seperti gangguan metabolik, psikogenik dan kejang. Sinkop yang disebabkan oleh kelainan jantung beresiko menyebabkan kematian. Sebagai bentuk pencegahan, pasien yang mengalami sinkop berulang atau memiliki riwayat pingsan tanpa gejala terlebih dahulu sebaiknya menghindari kegiatan-kegiatan yang dapat menimbulkan cedera lebih lanjut apabila dia sampai kehilangan kesadaran pada saat melakukan kegiatan tersebut seperti berenang sendirian, mengoperasikan mesin berat atau mengemudi. Pasien usia lanjut dengan pusing atau sinkop beresiko mendapatkan cedera traumatik. Morbiditas dan mortalitas pasien usia lanjut sangat signifikan saat mereka terjatuh ketika kehilangan kesadaran. Sebelum seseorang pingsan, biasanya ada pertanda yang dirasakan. Oleh karena itu, bisa dilakukan pernafasan dalam, serta teknik relaksasi untuk menghindari pingsan. Teknik tersebut bisa membantu mengontrol pingsan yang berkaitan dengan regulasi tekanan darah. Berbaring setidaknya 10-15 menit ditempat yang sejuk dan tenang. Pada saat muncul gejala akan pingsan seperti kepala terasa ringan, mual atau kulit dingin dan lembab, dapat dilakukan counter-pressure maneuvers seperti mengepalkan jari tangan, menegangkan tangan, dan menyilangkan kaki atau merapatkan paha. Jika pingsan terjadi sering tanpa kejadian yang memicu, biasanya merupakan pertanda penyakit jantung yang mendasarinya. Jika sudah mengalami kehilangan kesadaran, pasien sebaiknya diposisikan pada posisi yang mendukung aliran darah ke otak, terlindung dari trauma dan mendapatkan jalan nafas yang aman. Tindakan yang dapat dilakukan pada pertolongan pertama pada pingsan adalah membaringkan pasien dengan kaki ditinggikan dan ditopang. Pasien harus dipastikan bisa mendapatkan udara segar. Oleh karena itu, jendela sebaiknya dibuka atau jika berada di luar ruangan atau di keramaian, jangan sampai dikerubungi. Jika kesadaran tidak segera pulih,

pernapasan dan nadi harus diperiksa serta bersiap melakukan resusitasi untuk mengantipasi apabila diperlukan. Jika memungkinkan, pasien sebaiknya terbaring dengan posisi supinasi serta kepala menghadap ke satu sisi untuk mencegah aspirasi dan terhambatnya jalan nafas oleh lidah. Selanjutnya, penilaian nadi dan auskultasi jantung dapat membantu menentukan apakah pingsan tersebut berkaitan dengan bradiaritmia atau takiaritmia. Pakaian yang menempel ketat sebaiknya dilonggarkan, terutama pada leher dan pinggang. Stimulasi perifer seperti meneteskan air pada wajah dapat membantu menyadarkan pasien. Pemberian apapun ke mulut pasien, termasuk air, sebaiknya dihindari jika pasien masih berada dalam kelemahan secara fisik. Secara garis besar, penatalaksanaan penurunan kesadaran ( Sinkop ) dapat dibagi menjadi dua, yaitu : 1) a. Umum Tidurkan pasien dengan posisi lateral dekubitus dengan leher sedikit ekstensi bila tidak ada kontraindikasi seperti fraktur servikal dan tekanan intracranial yang meningkat. b. Posisi Trendelenburg berguna untuk mengeluarkan cairan trakeobronkhial, untuk memastikan jalan nafas lapang. Gigi palsu dikeluarkan serta lakukan suction di daerah nasofaring jika diduga ada cairan. c. Lakukan imobilisasi jika diduga ada trauma servikal, pasang infuse sesuai dengan kebutuhan bersamaan dengan sampel darah. d. e. Pasang monitor jantung jika tersedia bersamaan dengan melakukan EKG. Pasang nasogastric tube, keluarkan isi lambung untuk mencegah aspirasi, lakukan bilas lambung jika diduga terjadi intoksikasi. Berikan thiamin 100 mg iv, berikan destrosan 100 mg/kgbb. 2) Khusus Pada herniasi a. b. pasang ventilator lakukan hiperventilasi dengan target PCO2 : 25-30 mmHg Berikan manitol 20% dengan dosis 1-2 gr/kgbb atau 100 gr iv. Selama 10-20 menit kemudian dilanjutkan 0,25-0,5 gr/kgbb atau 25 gr setiap 6 jam. c. Edema serebri karena tumor atau abses dapat diberikan deksametason 10 mg iv lanjutkan 4-6 mg setiap 6 jam. d. Jika pada CT scan kepala ditemukan adanya CT yang operable seperti epidural hematom, konsul bedah saraf untuk operasi dekompresi

Tanpa herniasi a. b. Ulang pemeriksaan neurologi yang lebih teliti Jika pada CT scan tidak ditemukan kelainan, lanjutkan dengan pemeriksaan fungsi lumbal. Jika LP positif ada infeksi, berikan antibiotic yang sesuai. Jika ada pedarahan terapi sesuai dengan pengobatan subarachnoid hemorrhage. c. Pasien yang mengalami sinkop vasovagal sebaiknya diinstruksikan untuk menghindari situasi atau stimulus yang menyebabkan dia kehilangan kesadaran sebelumnya atau bisa juga disarankan untuk berbaring apabila gejala awal pingsan mulai terasa. Tilt training, berdiri dan bersandar melawan tembok dengan waktu yang semakin lama tiap harinya, biasanya digunakan untuk pasien yang mengalami intoleransi ortostatik. Jika pingsan berkaitan dengan deplesi volume intravaskular, pemberian garam dan cairandapat dilakukan untuk mencegah pingsan. d. Sinkop vasovagal yang persisten dapat ditangani dengan terapi obat terutama jika sering terjadi maupun berkaitan dengan resiko tertentu terhadap cedera. Antagonis reseptor adrenergik seperti metoprotol (25-50 mg), atenolol (25-50 mg) atau nadolol (10-20 mg) merupakan obat yang sering digunakan. Obat-obatan tersebut dapat mengurangi peningkatan kontraktilitas miokardial yang menstimulasi mekanoreseptor ventrikel kiri dan juga mengeblok reseptor serotinin sentral. Serotonin reuptake inhibitorseperti paroxetine (20-40mg), sertraline (25-50 mg) juga bisa digunakan. Kedua obat ini sering digunakan sebagai obat lini pertama terutama pada pasien muda. Selain itu, obat antidepresan seperti bupropion SR (150 mg) juga juga terkadang digunakan. e. Pemberian Hidrofludrokortison (0,1-0,2 mg) dapat memberikan efek retensi natrium, ekspansi volume, dan vasokonstriksi perifer dengan meningkatkan sensitifitas -reseptor terhadap katekolamin endogen. Obat tersebut bisa efektif diberikan pada pasien sinkop dengan deplesi volume intravaskular serta hipotensi postural. Proamatine (2,5-10 mg), sebuah -agonist juga biasa digunakan sebagai agen lini pertama. 2,3 f. Disopiramid (150 mg), obat antiaritmia vagolitik dengan inotropik negatif, serta vagolitik lain seperti transdermal scopolamine, telah digunakan untuk menangani sinkop vasovagal. Begitu juga dengan teofilin dan efedrin. Selain dengan obat, pasien dengan artimia juga bisa ditatalaksana dengan pemasangan pacemaker. g. Pasien dengan hipotensi ortostatik sebaiknya diinstuksikan untuk bangun secara perlahan dan sistematis dari ranjang ke kursi. Pergerakan kaki sebelum bangkit bisa membantu venous

return dari ekstremitas bawah. Jika memungkinkan, pengobatan yang dapat memperburuk keadaan seperti vasodilator dan diuretik sebaiknya tidak dilanjutkan.2,4 Elevasi kepala dan penggunaan kompresi stocking juga bisa membantu. Terapi tambahan yang bisa dilakukan di antaranya adalah pemberian garam dan obat-obatan seperti simpatomimetik amin, monoamine oksidase inhibitor, beta blocker, dan levodopa. Sementara itu, pasien dengan hipotensi postprandial sebaiknya menghindari makan besar serta aktivitas fisik setelah makan. h. Neuralgia glosofaringeal dapat ditangani dengan carbamazepine, yang dapat menangani pingsan sekaligus nyerinya. Pasien dengan sindrom sinus karotis sebaiknya menghindari pakaian atau situasi yang dapat menstimulasi baroreseptor. Jangan menggunakan pakaian yang ketat pada leher serta menghindari gerakan leher yang berlebihan. 3 Saat menoleh ke satu sisi, disarankan untuk menggerakan seluruh badan, tidak hanya kepala saja. Paroxetine merupakan obat yang cukup terbukti memperbaiki gejala sinkop vasovagal, tetapi tidak disarankan untuk pasien geriatri. 3Sinkop yang sering terjadi karena respopn kardioinhibitori terhadap stimulasi sinus karotis sebaiknya ditangani dengan pemasangan pacemaker permanen. i. Individu dengan sinkop yang tidak bisa dijelaskan oleh semua pemeriksaan kemungkinan besar berkaitan dengan kondisi psikiatri. Pasien dengan sinkop sebaiknya dirawat di rumah sakit jika kejadiannya berkaitan dengan abnormalitas yang mengancam nyawa atau kambuh dengan kemungkinan cedera yang signifikan. Pemeriksaan dengan elektrokardiogram juga sebaiknya dilakukan. Jika kondisi jantung pasien normal atau jelas pingsan karena pengaruh vasovagal atau sinkop situasional, pasien bisa dipulangkan. 3) Nutrisi dan suplemen Mengingat banyak kasus yang berkaitan dengan jantung, suplemen yang diberikan biasanya berguna untuk meningkatkan kesehatan jantung. a. Asam lemak omega-3, seperti minyak ikan, berguna untuk menurunkan inflamasi serta meningkatkan kesehatan jantung. Penggunaan bersama warfarin harus diperhatikan karena dapat meningkatkan resiko perdarahan. b. Multivitamin harian yang berisi vitamin antioksidan seperti A, C, E, vitamin B dan mineral (Mg, Ca, asam folat, Zinc, dan Selenium). c. d. e. Koenzim Q10, 100-200 mg pada bedtime yang merupakan antioksidan. Acetyl-L-carnitine, 500 mg perhari (antioksidan) Alpha-lipoic acid, 25-50 mg dua kali perhari (antioksidan)

f.

L-arginine (1-2 gram satu atau dua kali perhari). Tidak disarankan pada pasien dengan infeksi virus seperti herpes.

Zat-zat herbal yang dapat digunakan di antaranya adalah : a. b. Green tea (camellia sinensis), 250-500 mg perhari, merupakan antioksidan dan antiinflamasi. Bilberry (Vaccinium myrtillus). 80 mg dua sampai tiga kali perhari, merupakan antioksidan yang membantu memperlancar sirkulasi. c. Ginkgo (Ginkgo biloba), 40-80 mg tiga kali perhari, merupakan antioksidan.

Penatalaksanaan pasien dengan sinkop sangat tergantung dari diagnosis yang telah dibuat, seperti pasien dengan sinkop yang disebabkan oleh blok atrioventrikular atau sick sinus syndrome harus dilakukan pemasangan pacu jantung menetap, tatalaksana pasien dengan sindrom WolfParkinson-White membutuhkan ablasi kateter, sedangkan pasien dengan takikardia ventrikel kemungkinan harus dilakukan implantasi defibrillator. Berikut ini adalah penatalaksanaan sinkop secara khusus sesuai dengan penyebabnya : 1) Sinkop neurokardiogenik Pada pasien sinkop berulang atau sinkop yang berhubungan dengan cedera fisik atau stress pada pasien. Pendekatan non farmakologik adalah pilihan pertama seperti edukasi dan pencegahan terhadap faktor resiko terjadi ny sinkop berulang Pendekatan farmakologik nya adalah diberikan beta blocker, alfa agonist, paroxetine dan enalapril 2) Sinkop vasovagal Terapi farmakologik yang direkomendasikan adalah disopiramid, antikolinergik, teofilin dan clonidine. 3) Pacu jantung Secara teoritis memiliki manfaat pada pasien yang di dominasi dengan kelainan pada kardioinhibisi dibandingkan respon vasodepresan. 4) Sinkop aritmia

Belum banyak data yang mengevaluasi efek antiaritmia namun hingga saat ini dipertimbangkan pemasangan defribilator intrakardiak pada pasien yang mengalami sinkop namun harus disesuaikan dengan criteria pasien yang pernah menglami infark miokard, ejeksi fraksi nya < 35%. Sedangkan pada pasien yg mengalami bradiaritmia perlu dipasangkan pacu jantung Belum banyak data yang mengevaluasi efek antiaritmia baik farmakologis ataupun pemasangan alat pada pasien dengan episode sinkop akibat aritmia. Saat ini telah dipertimbangan untuk pemasangan defibrilator intrakardiak pada pasien yang mengalami sinkop dan membutuhkannya sesuai rekomendasi dari American College Cardiology (ACC) / American Heart Association (AHA) yaitu pasien dengan riwayat infark miokard dengan ejection fraction, 35% atau sama terdapat dokumentasi yang membuktikan terjadinya takikardia ventrikular yang tidak menetap dan takikardia ventrikular yang diinduksi pada studi elektrofisiologi atau kejadian takikardia ventrikular yang spontan. Sedangkan pacu ja ntung harus dipasang pada pasien dengan bukti dokumentasi terjadinya bradiaritmia berat atau simptomatik. Penatalaksanaan pasien dengan Torsades de Pointes adalah dengan pemberian magnesium sulfat, pemasangan pacu jantung sementara (pada keadaan bradikardia) dan obat penyekat beta. Sedangkan penatalaksanaan Sick Sinus Syndrome tergantung pada irama dasarnya. Umumnya diperlukan pemasangan pacu jantung permanen. Pada keadaan bradikardia diperlukan kombinasi obat antiaritmia dan pacu jantung permanen. Secara umum penatalaksanaan pasien sinkop kardiak terdiri dari tiga cara yaitu terapi farmakologi, pemasangan pacu jantung dan terapi bedah. Untuk pasien dengan kardiomiopati hipertropi dapat berespon dengan terapi farmakologi dengan menggunakan beta bloker, calcium channel blocker dan obat antiaritmia lainnya, sedangkan untuk pasien kelainan irama jantung diperlukan pemasangan alat pacu jantung. Untuk pasien yang penyebab sinkop kardiaknya disebabkan kelainan struktur jantung seperti Stenosis Aorta, terapi bedah mungkin diperlukan.

Penatalaksanaan pasien sinkop karena kelainan irama. Klas I : Pasien yang menderita sinkop karena aritmia jantung dan kondisi yang mengancam kehidupan atau trauma dengan terapi yang cepat. Klas II : Pengobatan dilakukan bila culprit arrhytmia tidak ada dan aritmia yang mengancam kehidupan diperkirakan dari data pengganti. Pengobatan dilakukan bila ada culprit arrhytmia tapi tidak mengancam kehidupan atau ada resiko tinggi. resiko tinggi harus mendapat

Indikasi perawatan rumah sakit pasien dengan sinkop : Mempunyai riwayat penyakit arteri koroner, gagal jantung kogestif atau aritmia ventrikular. Disertai gejala nyeri dada. Pada pemeriksaan fisik terdapat kelainan katup yang bermakna, gagal jantung kongestif, strok atau gangguan neurologik fokal. Pada pemeriksaan EKG ditemukan gambaran iskemia, aritmia, interval QT memanjang atau blok berkas cabang. Kehilangan kesadaran tiba-tiba disertai terjadinya cedera, denyut jantung yang cepat atau sinkop yang berhubungan dengan aktivitas. Frekuensi kejadian meningkat, kemungkinan penyakit jantung koroner atau terdapat aritmia (misalnya pada pemakaian obat-obatan yang dapat menginduksi terjadinya torsade de pointes) Hipotensi ortostatik sedang-berat Usia diatas 70 tahun. 5) Sinkop metabolisme Segera koreksi kelainan metabolisme pada pasien tersebut seperti sinkop hipoglikemi maka harus segera berikan cairan gula untuk mengoreksi hipoglikemi pada pasien tersebut serta hentikan penggunaan obat peningkat insulin. Selain itu

seperti sinkop hipoksia juga harus segera di koreksi hipoksianya dengan menggunakan oksigen atau air mask segera mungkin.

También podría gustarte