Está en la página 1de 9

MIASTENIA GRAVIS Oleh Ery Wardhana Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit Saraf PENDAHULUAN Istilah miastenia menyatakan kecenderungan

yang abnormal dari otot menjadi letih, sehingga otot-otot tersebut tidak mampu lagi untuk melakukan fungsinya. Miastenia gravis adalah suatu keadaan yang ditandai oleh kelemahan atau kelumpuhan otot-otot lurik setelah melakukan aktivitas, dan akan pulih kekuatannya setelah beberapa saat yaitu dari beberapa menit sampai beberapa jam.1,2,3 Jolly (1985) adalah orang yang pertama kali menggunakan istilah miastenia gravis, dan ia yang juga mengusulkan pemakaian fisostigmin sebagai obatnya namun hal ini tidak berlanjut. Baru kemudian Remen (1932) dan Walker (1934) menyatakan bahwa fisostigmin merupakan obat yang baik untuk miastenia gravis.1 EPIDEMIOLOGI Prevalensi 1 per 10.000-15.000 penduduk.3 Pada awalnya angka kematian tinggi yaitu 30-40%. Namun dengan pengobatan dan terapi pada pasien yang gawat, menurunkan angka kematian menjadi 3-4%. Rasio wanita dibandingkan pria adalah 6 : 4, tetapi pada usia yang lebih tua, rasionya sama. Miastenia gravis muncul pada semua umur terutama pada dekade ketiga. 4 Usia rata-rata 28 tahun pada wanita dan 42 tahun pada pria. KLASIFIKASI Secara klinis, miastenia gravis dibagi menjadi 6 subgroup (Tabel 1).3 Pada neonatal MG, antibodi AchR dari ibu dipindahkan ke janin melalui peredaran darah plasenta dan menyebabkan self-limited disorder dari NMJ. Pada sindrom miasthenic kongenital, terdapat gangguan herediter pada satu atau lebih protein yang dibutuhkan oleh NMJ. Gangguan ini bukan auto-imun, dan immunosupresi tidak dianjurkan. Pada Juvenile MG, menunjukkan onset penyakit yang dini pada usia kurang dari 18 tahun dan

biasanya mengenai wanita post-pubertal. Kasus ocular seronegative MG lebih umum terjadi pada anak-anak ras Oriental. Pada seronegative MG. Antibodi AchR tidak terdeteksi dalam serum. Early-onset MG biasanya terjadi pada wanita pada usia 18-50 tahun. Late-onset MG lebih sering pada laki-laki dengan usia 50 tahun ke atas.
Tabel 1. Subgroup dalam Miastenia Gravis Non Immune Congenital myasthenic syndrome Immune Neonatal myasthenia gravis Juvenile myasthenia gravis Early-onset myasthenia gravis Late-onsat myasthenia gravis Seronegative myasthenia gravis Jalur transplasenta antibodi AchR Onset sebelum 18 tahun Onset umur 18-50 tahun Onset setelah umur 50 tahun Antibodi AchR tidak terdeteksi Defek protein pada pre sinaps, sinaps dan post sinaps NMJ

Untuk menentukan prognosis dan pengobatannya, penderita miastenia gravis dibagi atas 4 golongan:1 Golongan I : Miastenia Okular. Pada kelompok ini terdapat gangguan pada satu atau beberapa otot okuler yang menyebabkan gejala ptosis dan diplopia. Seringkali ptosis unilateral. Bentuk ini biasanya ringan akan ettapi seringkali resisten terhadap pengobatan. Golongan II: Miastenia bentuk umum yang ringan. Timbulnya gejala perlahan-lahan dimulai dengan gejala okuler yang kemudian menyebar mengenai muka, anggota badan, dan otot-otot bulbar. Otot-otot respirasi biasanya tidak terkena. Perkembangan kea rah golongan III dapat terjadi dalam dua tahuhn pertama dari timbulnya penyakit miastenia gravis. Golongan III: Miastenia bentuk umum yang berat. Pada kasus ini timbulnya gejala biasanya cepat, dimulai dari gangguan otot okuler, anggota badan dan kemudian otot pernapasan. Golongan IV: Krisis miastenia. Kadang-kadang terdapat keadaan yang berkembang menjadi kelemahan otot yang menyeluruh disertai dengan paralysis otot-otot pernapasan. Hal ini merupakan keadaan darurat medik. Krisis miastenia dapat terjadi pada penderita

golongan III yang kebal terhadap obat-obat antikolinesterase yang pada saat yang sama menderita penyakit infeksi lain. ETIOLOGI Miastenia gravis pada kebanyakan pasien merupakan penyakit idiopatik. Sering berhubungan dengan penyakit-penyakit lain seperti tirotoksikosis, miksedema, arthritis rematoid dan lupus eritematosus sistemik. Miastenia disebabkan oleh kerusakan reseptor aetilkolin neuromuscular junction akibat penyakit auto-imun.1 Penicillamine dikenal dapat menyebabkan penyakit auto-imun termasuk miastenia gravis. Antibodi AChR ditemukan hampir 90% pasien miastenia gravis yang terpapar penicillamine. Antibodi AChR dapat ditemukan walaupun pasien tidak mempunyai gejala klinis miastenia pada beberapa kasus.3 Berbagai macam obat dapat menginduksi gejala miastenia gravis, yaitu Antibiotik (aminoglycosides, ciprofloxacin, erythromycin, ampicillin) Beta-adrenergic receptor blocking agents (propranolol, oxprenolol) Lithium Magnesium Procainamide Verapamil Quinidine Chloroquine Prednisone Timolol (topical beta-blocking agent yang digunakan untuk glaucoma) Anticholinergics (trihexyphenidyl)

PATOFISIOLOGI Miastenia gravis terjadi akibat adanya gangguan hantaran rangsang neuromuskuler melalui motor end-plates pada rangka. Kontraksi otot dapat terjadi akibat adanya interaksi antara asetilkolin yang dilepaskan dari ujung sarat dengan reseptor asetilkolin yang terdapat pada motor end-plates.5 Kelemahan pada otot-otot miastenia gravis dan meningkatnya kelemahan otot pada saat melakukan kegiatan fisik adalah 3

disebabkan oleh penurunan jumlah reseptor asetilkolin pada neuromuscular junction. Pada orang normal, waktu untuk kegiatan fisik adalah lebih lama dibandingkan waktu yang dibutuhkan untuk pemulihan kekuatan otot atau istirahat, sebaliknya pada miastenia gravis justru waktu yang dibutuhkan untuk istirahat adalah lebih lama dibandingakn dengan waktu yang dibutuhkan untuk kegiatan fisik.1 Antibodi Ig G sebagai antibodi yang merusak reseptor asetilkolin pada penderita miastenia gravis kadarnya di dalam serum lebih besar dari 85%. Antibodi tersebut dan komplemen C3 terdapat pada membrane yang menghubungkan saraf dengan otot (neuromuscular junction). Antibodi antireseptor berperan melalui bermacam-macam mekanisme, dimana mekanisme yang paling penting adalah meningkatkan degradasi protein, sehingga mengakibatkan berkurangnya konsentrasi reseptor. Juga didapatkan lisis pada membrane postsinaptik yang diperantarai oleh komplemen dan pengaruh langsung terhadap penghantaran impuls (Gambar 1).5

Gambar 1. Mekanisme antibodi AChR

Sekitar 75% penderita miastenia gravis mempunyai kelainan pada kelenjar timus. 10-15% menderita tumor pada kelenjar timus, sementara yang lainnya (wanita muda) terdapat hiperplasi timus. Pada hiperplasi timus, germinal centers mengandung sel B yang menghasilkan antibodi terhadap reseptor asetilkolin. 5 Walaupun hampir setiap otot tubuh dapat terkena, penyakit tersebut memperlihatkan affinitet khusus pada otot-otot yang dipersarafi dari nucleus-nucleus bulbaris (wajah, bibir, mata, lidah, tenggorok, dan leher).1 GAMBARAN KLINIK Gambaran klinik miastenia gravis sangat jelas yaitu kelemahan lokal yamg ringan sampai pada kelemahan tubuh menyeluruh yang fatal. Kira-kira 33% hanya terdapat gejala kelainan ocular disertai kelemahan otot-otot lainnya. Kelemahan ekstrimitas tanpa disertai gejala kelainan okuler jarang ditemukan dan terdapat kira-kira 15%. Yang lainnya kira-kira 20% penderita didapati kesulitan mengunyah dan menelan. Ananmesa yang klasik dari penderita dengan miastenia okuler adalah adanya gejala diplopia yang timbul pada sore hari atau pada waktu maghrib dan menghilang pada waktu pagi harinya.1 Kelemahan pada otot extraoculer mengakibatkan diplopia dan strabismus.2 Dapat pula timbul ptosis pada otot-otot kelopak mata (Gambar 2). Bila otototot bulbar terkena, suaranya menjadi suara basal yang cenderung berfluktuasi dan suara akan memburuk bila percakapan belangsung terus. Senyuman myasthenik (nasal, seolah-olah mengeram) dapat dilihat.2 Pada kasus yang berat akan terjadi afoni temporer. Adanya kelemahan rahang yang progesif pada waktu mengunyah, dan penderita seringkali menunjang rahangnya dengan tangan sewaktu mengunyah. Keluhan lain adanya disfagia dan regurgitasi makanan sewaktu makan.1 Musculatur somatik lainnya dapat pula terkena, yang mengakibatkan kelemahan menyeluruh. Keadaan mudah letih dan refleks-refleks tendon yang dalam dengan berkurangnya respons pada pengetukan tendon yang berulang-ulang, dapat sekali-kali terlihat. Sesudah istirahat sebentar, stimulus tunggal dapat kemudian menimbulkan kontraksi otot yang kuat. Reaksi Jolly berkenaan dengan keadaan mudah letih yang tidak lazim pada otot ketika dilakukan stimuli listrik yang berulang-ulang; dan disertai kemampuan yang menonjol untuk pulih kembali setelah istirahat sebentar.2

Gambar 2. Ptosis pada miastenia gravis

DIAGNOSIS Prosedur diagnostik dimulai dari anamnesa yang cermat dan dilanjutkan dengan tes klinik sederhana untuk menilai berkurangnya kekuatan otot setelah aktivitas ringan tertentu, kemudian ditegakkan dengan pemeriksaan farmakologik yaitu tes edrofonium atay dengan tes neostigmin. Penderita miastenia gravis derajat ringan sering tidak menunjukkan gambaran yang tegas pada EMG, pada keadaan ini perlu diperiksa kadar antibodi reseptor dalam darah. Foto roentgen dada sebaiknya dibuat seawal mungkin untuk mendeteksi adanya kelainan kelenjar timus. Tes klinik, didasarkan pada kelemahan otot-otot yang terkena 1. Memandang objek di atas level bola mata akan timbul ptosis pada miastenia okuler.

2. Mengangkat lengan akan mengakibatkan jatuhnya lengan bila otot-otot bahu terkena 3. Pada kasus-kasus bulbar, penderita disuruh menghitung 1 sampai 100 maka volume suara akan menghilang atau timbul disartria 4. Sukar menelan barium bila terdapat gejala disfagia Tes Farmakologik 1. Dengan pemberian injeksi edrofonium, bila tidak ada efek samping dilanjutkan dengan 8 mg yang diberikan intravena. Gejala miastenia akan membaik dalam waktu 30 detik sampai 1 menit, dan efek akan hilang dalam beberapa menit. 2. Dengan pemberian 1,25 mg neostigmin secara intramuskuler, dapat dikombinasi dengan atropin 0,6 mg untuk mencegah efek samping. Gejalanya akan membaik dalam waktu 30 detik dan akan berakhir dalam 2 atau 3 jam. DIAGNOSIS BANDING Meliputi tirotoksikosis, lupus eritematosus, dan sindrom Fischer. TERAPI Terapi meliputi penggunaan obat antikolinesterase, timektomi, pemberian kortikosteroid; pada kasus-kasus yang berat juga perlu dipertimbangkan plasmaferesis, bila dengan ketiga jenis pengobatan tadi tidak ada perbaikan maka perlu dipikirkan penggunaan sitostatika. Panas dan penggunaan antibiotika tertentu dapat memperburuk kondisi penderita miastenia gravis. Dasar pengobatan adalah dengan menggunakan obat-obatan antikolinesterase misalnya neostigmin dan piridostigmin. Obat-oabat ini berperan menghambat kolinesterase yang kerjanya menghancurkan asetilkolin. Biasanya dimulai dengan 1 tablet neostigmin atau piridostigmin 3 kali perhari, kemudian dosisnya ditingkatkan bergantung pada reaksi penderita. Obat-obat antikolinesterase ini mempunyai aktivitas muskarinik dan nikotinik. Efek muskarinik yaitu mempengaruhi otot polos dan kelenjar sedangkang efek nikotinik mempengaruhi ganglion autonom dan myoneural junction. Efek muskarinik seperti kolik abdomen, diare dan hiperhidrosis dapat diatasi dengan pemberian atropin.

Pada penderita tua atau penderita dengan kontra-indikasi untuk dilakukan timektomi, prednison mungkin sangat efektif.

TINDAKAN PEMBEDAHAN Tindakan bedah pada miastenia gravis adalah timektomi. Ini terutama diindikasikan pada penderita-penderita wanita muda dengan riwayat yang kurang dari 5 tahun menderita myastenia gravis. Juga dilakukan tindakan tersebut bila terdapat timoma yang kemungkinan ganas. Persiapan untuk timektomi 1. Terapi antikolinesterase dengan neostigmin atau piridostigmin yang optimal dilanjutkan sampai saat operasi. 2. Harus dilakukan tes fungsi paru. Bila kapasitas vital sangat menurun, maka harus dilakukan trakeostomi pada saat dilakukan timektomi supaya bantuan respirasi dapat diberikan pada saat pasca bedah. 3. Pada pasca bedah, terapi antikolinesterase diberikan dosis rendah dan disesuaikan dengan kebutuhan penderita. PENYULIT Ada 2 penyulit yang penting: 1. Krisis kolinergik Dapat terjadi bila kolinesterase dihambat secara berlebihan oleh obat antikolinesterase. Gejala kolinergik seperti bingung, pucat, berkeringat dan pupil miosis menyertai kelemahan otot yang progesif. 2. Krisis myastenia Terjadi akibat terapi yang tidak adekuat dan adanya deteriorasi. Terutama terjadi pada keadaan pasca bedah, partus, infeksi atau menggunakan obat-obat yang memperberat keadaan miastenia. PROGNOSA

Remisi spontan sering terjadi, tetapi umumnya akan kambuh kembali. Kehamilan biasanya memperbaiki keadaan sekalipun pada saat ini dapat pula terjadi exacerbasi. Dapat terjadi krisis myasthenik dengan kematian mendadak yang disebabkan oleh kegagalan respirasi. Krisis yang dapat dilampaui biasanya akan diikuti dengan remisi. Pengobatan neostigmin yang berlebihan dapat menimbulkan kelemahan otot yang menyerupai krisis myasthenik.2 Pada krisis myasthenik, angka kematian dapat diturunkan dengan menghentikan pemberian anticholinesterase kira-kira 72 jam setelah dimulainya kesukaran respirasi atau respiratory arrest dan lalu melakukan tracheostomy dini dengan positive pressure respiration yang menggunakan cuffed tracheostomy tube.2 REFERENSI 1. Harsono, 2005. Buku Ajar Neurologi Klinik. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press. p. 327-336. 2. Chusid, JG, 1990. Neuroanatomi Korelatif dan Neurologi Fungsional Bagian 2. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press. p. 759-763 3. Nicole, WM, 2002. The Neurologist: Myasthenia Gravis, (Online), (http://www.myasthenia.org/hp_clinicaloverview.cfm, diakses tangggal 29 Juli 2007). 4. Shah, AK, 2006. Myasthenia Gravis, (Online), (http://www.emedicine.com/neuro/topic232.htm, diakses tangggal 29 Juli 2007). 5. Robbins SL , Kumar V, 1995. Buku Ajar Patologi II Ed. 4. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC. p. 469-471.

También podría gustarte