Está en la página 1de 19

1

STRATEGI PEMBELAJARAN
BERORIENTASI AKTIVITAS SISWA

Makalah Strategi Pembelajaran Geografi


Disusun Oleh
Oswald Sitanggang NIM: 3113331025










JURUSAN PENDIDIKAN GEOGRAFI
FAKULTAS ILMU SOSIAL
UNIVERSITAS NEGERI MEDAN
2013
2

BAB I
PENDAHULUAN

Istilah strategi mula-mula dipakai dikalangan militer dan diartikan sebagai
seni dalam merancang (operasi) peperangan, terutama yang erat kaitannya dengan
gerakan pasukan dan navigasi kedalam posisi perang yang dipandang paling
menguntungkan untuk memperoleh kemenangan. Kata strategi berasal dari kata
Strategos (Yunani) atauStrategus. Strategis berarti jenderal atau berarti pula perwira
Negara (state officer). Jenderal inilah yang bertanggungjawab merencanakan suatu
strategi dan mengarahkan pasukannya untuk mencapai kemenangan. (Drs.H. Abu
Ahmadi-Drs, Joko Tri Prasetya,1997:121).
Dewasa ini istilah strategi banyak dipinjam oleh bidang-bidang ilmu lain,
termasuk bidang ilmu pendidikan, dalam kaitannya dengan belajar mengajar,
pemakain istilah strategi dimaksudkan sebagai daya upaya guru dalam menciptakan
suatu sitem lingkungan yang memungkinkan tejadinya proses mengajar.
Pengertian Strategi pembelajaran cukup beragam walaupun pada dasarnya
sama. Joni (1983) berpendapat bahwa yang dimaksud strategi adalah suatu prosedur
yang digunakan untuk memberikan suasana yang konduktiI kepada siswa dalam
rangka mencapai tujuan pembelajaran. Secara spesiIik Sherly (1987) merumuskan
pengertian strategi sebagai keputusan-keputusan bertindak yang diarahkan dan
keseluruhannya diperlukan untuk mencapai tujuan.
Kemp (1995) menjelaskan bahwa strategi pembelajaran adalah suatu kegitan
pembelajaran yang harus dikerjakan guru dan siswa agar tujuan pembelajaran dapat
dicapai secara efektif dan efisien. Dick and Carey (1985) menyebutkan bahwa strategi
pembelajaran adalah suatu set materi dan prosedur pembelajaran yang digunakan
secara bersama-sama untuk menimbulkan hasi belajar pada siswa.



3

BAB II
STRATEGI PEMBELAJARAN BERORIENTASI AKTIVITAS SISWA

A. Pengertian Strategi, Metode, dan Pendekatan Pembelajaran
Dalam dunia pendidikan, Strategi diartikan sebagai a plan method, or series
of activities designed to achieves a particular educational goal (J. R. David, 1976).
Jadi, dengan demikian strategi pembelajaran dapat diartikan sebagai perencanaan
yang berisi tentang rangkaian kegiatan yang didesain untuk mencapai tujuan
pendidikan tertentu.
Kemp (1995) menjelaskan bahwa strategi pembelajaran adalah suatu kegiatan
pembelajaran yang harus dikerjakan guru dan siswa agar tujuan pembelajaran dapat
dicapai secara efektif dan efisien. Senada dengan pendapat diatas, Dick and Carey
(1985) juga menyebutkan bahwa strategi pembelajaran itu adalah suatu set materi dan
prosedur pembelajaran yang digunakan secara bersama-sama untuk menimbulkan
hasil belajar pada siswa.
Istilah lain yang juga memiliki kemiripan dengan strategi adalah Pendekatan
(approach). Sebenarnya pendekatan berbeda baik dengan strategi maupun metode.
Pendekatan dapat diartikan sebagai titik tolak atau sudut pandang kita terhadap proses
pembelajaran. Istilah pendekatan merujuk kepada pandangan tentang terjadinya suatu
proses yang sifatnya masih sangat umum.
Roy Killen (1998) misalnya, mencatat ada dua pendekatan dalam
pembelajaran, yaitu: Pendekatan yang berpusat pada Guru (teacher-centred
approaches) dan Pendekatan yang berpusat pada siswa (student-centred approaches).
Selain Strategi, Metode, dan Pendekatan Pembelajaran, terdapat juga istilah
lain yang kadang kadang sulit dibedakan, yaitu teknik dan taktik mengajar. Teknik
adalah cara yang dilakukan seseorang dalam rangka mengimplementasikan suatu
metode. Taktik adalah gaya seseorang dalam melaksanakan suatu teknik atau metode
tertentu.




4

B. Jenis Jenis Strategi Pembelajaran
Ada beberapa strategi pembelajaran yang dapat digunakan. Menurut Rowntree
(1974) mengelompokkan kedalam Strategi Penyampaian-Penemuan atau exposition-
discovery learning dan Strategi Pembelajaran Kelompok dan Strategi Pembelajaran
Individual atau groups-individual learning.
Strategi exposition menyatakan bahwa pelajaran disajikan kepada siswa dalam
bentuk jadi dan siswa dituntut untuk menguasai bahan tersebut. Roy Killen
menyebutnya dengan strategi pembelajaran langsung (direct instruction).
Sedangkan Strategi individual dilakukan oleh siswa dengan cara mandiri.
Kecepatan, kelambatan dan keberhasilan pembelajaran siswa sangat ditentukan oleh
kemampuan individu siswa yang bersangkutan.Contoh dari strategi pembelajaran ini
adalah belajar melalui modul atau belajar bahasa melalui kaset audio. Tetapi berbeda
dengan strategi pembelajaran individual, belajar kelompok dilakukan secara beregu.
Dalam kelompok ini siswa diajar oleh seorang atau beberapa guru. Bentuk belajar
kelompok bisa dalam pembelajaran kelompok besar atau pembelajaran klasikal atau
bisa juga siswa belajar dalam kelompok kecil semacam buzz group. Strategi
kelompok tidak memperhatikan kecepatan belajar individual dan dalam individu
dianggap sama.
Strategi pembelajaran juga dapat dibedakan antara strategi pembelajaran
deduktif dan strategi pembelajaran induktif. Strategi pembelajaran deduktif adalah
strategi pembelajaran yang dilakukan dengan mempelajari konsep terlebih dahulu
untuk kemudian dicari kesimpulan dan ilustrasi atau bahan pelajaran yang dipelajari
dari hal yang abstrak, secara pelahan menuju hal yang konkret. Sebaliknya strategi
pembelajaran induktif ialah strategi yang dipelajari mulai dari hal yang konkret atau
contoh yang kemudian secara perlahan siswa dihadapkan pada materi yang kompleks
dan sukar. Maka strategi ini kerap dinamakan strategi pembelajaran dari khusus ke
umum.







5

C. Prinsip Prinsip Penggunaan Strategi Pembelajaran dalam Konteks Standar
Proses Pendidikan.
Yang dimaksud dengan prinsip prinsip bahasan ini adalah hal yang harus
diperhatikan dalam menggunakan strategi pembelajaran. Prinsip umum penggunaan
strategi pembelajaran adalah bahwa tidak semua strategi pembelajaran cocok
digunakan untuk mencapai semua tujuan dan semua keadaan. Hal ini dikemukan oleh
Killen (1998):No teaching strategy is better than others in all circumstances, so you
have to be able to use a variety of teaching strategies, and make rational decisions
about when each of the teaching strategies is likely to most effective. Dengan apa
yang dikemukakan oleh Killen jelas bahwa guru harus mampu memilih strategi yang
dianggap cocok dengan keadaan. Oleh sebab itu guru perlu memahami prinsip umum
penggunaan strategi pembelajaran sebagai berikut:
1. Berorientasi Pada Tujuan
Dalam sistem pembelajaran tujuannya merupakan komponen yang utama. Dan
segala aktivitas guru dan siswa mestilah diupayakan untuk mencapai tujuan yang
telah ditentukan. Tujuan pembelajaran dapat menentukan suatu strategi yang harus
digunakan oleh guru. Dengan hal ini guru yang senang berceramah hampir setiap
tujuan menggunakan strategi penyampaian seakan-akan dia berpikir bahwa segala
jenis tujuan dapat dicapai dengan strategi yang ada.

2. Aktivitas
Belajar bukanlah menghafal sejumlah fakta atau informasi tetapi belajar adalah
berbuat dengan memperoleh pengalaman tertentu sesuai dengan tujuan yang
diharapkan. Dalam strategi pembelajaran harus dapat mendorong aktivitas siswa.
Aktivitas siswa tidak dimaksud terbatas pada aktivitas fisik akan tetapi meliputi
aktivitas yang bersifat psikis seperti aktivitas mental

3. Individualitas
Mengajar adalah usaha mengembangkan setiap individu siswa. Walaupun kita
mengajar pada pada kelompok siswa, namun pada hakikatnya yang ingin dicapai
adalah perubahan perilaku setiap siswa. Maka dengan semakin tinggi standar
keberhasilan dapat ditentukan dengan kualitas proses pembelajaran.


6

4. Integritas
Mengajar harus dipandang sebagai usaha pengembangan seluruh pribadi siswa.
Mengajar bukan hanya mengembangkan kemampuan kognitif saja, akan tetapi
juga meliputi pengembangan aspek afektif dan aspek psikomotor. Oleh karena itu,
strategi pembelajaran harus dapat mengembangkan seluruh aspek kepribadian
siswa secara terintegrasi. Penggunaan metode diskusi, contohnya guru harus dapat
merancang strategi pelaksanaan diskusi tak hanya terbatas hanya perkembangan
aspek interektual saja. Tetapi harus mendorong siswa agar mereka bisa
berkembang secara keseluruhan. Misalnya keseluruhan mendorong agar siswa
dapat menghargai pendapat orang lain, mendoring siswa agar berani
mengeluarkan gagasan atau ide-ide yang orisinil, mendorong untuk bersikap jujur,
tenggang rasa, dan lain sebagainya.
Disamping itu, bab IV Pasal 19 Peraturan Pemerintah No. 19 Tahun 2005
dikatakan bahwa proses pembelajaran pada satuan pendidikan keselanggaraan
secara interaksi,inspiratif, menyenangkan, menantang, motivasi peserta didik
untuk berpartisipasi aktif, serta memberikan ruang yang cukup bagi prakarsa,
kreativitas, dan kemendirian sesuai dengan bakat, minat dan perkembangan fisik
serta psikologis peserta didik.

Sesuai dengan isi peraturan pemerintah diatas, maka ada sejumlah prinsip khusus
dalam pengelolahan pembelajaran, sesuai berikut:
a. Interaktif
Prinsip interaktif mengandung makna bahwa mengajar bukan hanya sekedar
menyampaikan pengetahuan dari guru ke siswa; akan tetapi mengajar diangap
sebagai proses mengatur lingkungan yang dapat merangsang siswa untuk
belajar. Dengan demikian, proses pembelajaran adalah proses interaksi baik
antar guru dan siswa dengan lingkungannya. Melalui proses interaksi,
memungkinkan kemampuan siswa akan berkembang baik mental maupun
intelektual.





7

b. Inspiratif
Proses pembelajaran adalah proses yang inspiratif, yang memungkinkan siswa
untuk mencoba dan melakukan sesuatu. Berbagai informasi dan proses
pemecahan masalah dalam pembelajaran bukan harga mati, yang bersifat
mutlak, akan tetapi merupakan hipotesis yang merangsang siswa untuk mau
mencoba dan mengujinya. Oleh karena, itu guru mesti membuka berbagai
kemungkinan yang dapat dikerjakan siswa. Biarkan siswa berbuat dan berpikir
sesuai dengan inspirasinya sendiri, sebab pengetahuan pada dasarnya bersifat
subjektif yang bisa dimaknai oleh setiap subjek belajar.

c. Menyenangkan
Proses pembelajaran adalah proses yang dapat mengembangkan seluruh
potensi siswa. Seluruh potensi itu hanya mungkin dapat berkembang manakala
siswa terbebas dari rasa takut dan menegangkan. Oleh karena itu perlu
diupayakan agar proses pembelajaran merupakan proses yang menyenangkan
(enjoyful learning). Proses pembelajaran yang menyenangkan bisa dilakukan,
pertama dengan menata ruang yang apik dan menarik, yaitu memenuhi unsur
kesehatan, misalnya dengan pengaturan cahaya, ventilasi, dan sebagainnya;
serta memenuhi unsur keindahan, misalnya cat tembok yang segar dan bersih,
bebas dari debu, lukisan dan karya-karya siswa yang bertata, pas bunga, dan
lain sebagainnya. Kedua, melalui pengelolahan pembelajaran yang hidup dan
bervariasi, yakni dengan mengunakan pola dan model pembelajaran, median
dan sumber pembelajaran yang relevan serta gerakan-gerakan guru yang
mampu membangkitkan motivasi belajar siswa.

d. Menantang
Proses pembelajaran adalah proses yang menantang siswa untuk
mengembangkan kemampuan berpikir, yakni merangsang otak secara
maksimal. Kemampuan tersebut dapat ditumbuhkan dengan cara
mengembangkan rasa ingin tahu siswa melalui kegiatan mencoba-mencoba,
berpikir secara intuitif atau bereksplorasi. Apapun yang diberikan dan
dilakukan guru harus dapat merangsang siswa untuk berpikir (learning how to
learn) dan melakukan (learning how to do).
8

Apabila guru akan memberikan informasi, hendaknya tidak memberikan
inIormasi yang sudah jadi yang siap ditelan siswa, akan tetapi informasi
yang mampu membangkitkan siswa untuk mau mengunyahnya, untuk
memikirnya sebelum ia ambil kesimpulan. Untuk itu dalam hal-hal tertentu
sebaiknya guru memberikan inIormasi yang meragukan, kemudian karena
keraguan siswa itulah siswa terangsang untuk membuktikannya.

e. Motivasi
Motivasi adalah aspek yang sangat penting untuk membelajarkan siswa. Tanpa
adanya motivasi, tidak mungkin siswa memiliki kemampuan untuk belajar.
Oleh karena itu, membangkitkan motivasi merupakan salah satu peran dan
tugas guru dalam setiap proses pembelajaran. Motivasi dapat diartikan sebagai
dorongan yang memungkinkan siswa untuk bertindak atau melakukan sesuatu.
Dorongan itu hanya mungkin muncul dalam diri siswa manakala siswa merasa
membutuhkan (need). Siswa yang merasa butuh akan bergerak dengan
sendirinya untuk memenuhi kebutuhannya. Oleh sebab itu dalam rangka
membangkit motivasi, guru harus dapat menunjukan pentingnyapengalaman
dan materi belajar bagi kehidupan siswa, dengan demikian siswa akan belajar
bukan hanya sekedar untuk memperoleh nilai atau pujian akan tetapi didorong
oleh keinginan untuk memenuhi kebutuhannya.

D. Pembelajaran Berorientasi Aktivitas Siswa (PBAS)
Dalam standar pendidikan, pembelajaran didesain untuk membelajarkan
siswa. Artinya, sistem pembelajaran menetapkan siswa sebagai subjek belajar.
Dengan kata lain, pembelajaran ditekankan atau beriorientasi pada aktivitas siswa
(PBAS).
Ada beberapa asumsi perlunya pembelajaran berorientasi pada aktivitas siswa.
Pertama, asumsi filosofis tentang pendidikan. Pendidikan merupakan usaha sadar
mengembangkan manusia menuju kedewasaan, baik kedewasaan intelektual, sosial,
maupun kedewasan moral. Oleh karena itu, proses pendidikan bukan hanya
mengembangkan intelektual saja, tetapi mencakup seluruh potensi yang memiliki
anak didik.

9

Dengan demikian, hakikat pendidikan pada dasarnya adalah: (a) interaksi
manusia; (b) pembinan dan pengembangan potensi manusia; (c) berlangsung
sepanjang hayat; (d) kesesuaian dengan kemampuan dan tingkatan perkembangan
siswa; (e) keseimbangan antara kebebasan subjek didik dan kebiwibawaan guru; dan
(f) peningkatan kualitas hidup manusia.
Kedua, asumsi tentang siswa sebagai subjek pendidikan, yaitu: (a) siswa
bukanlah manusia dalam ukuran mini, akan tetapi manusia yang sedang dalam tahap
perkembangan; (b) setiap manusia mempunyai kemampuan yang berbeda; (c) anak
didik pada dasarnya adalah insan yang aktif kreaktif dan dinamis dalam menghadapi
lingkungannya; (d) anak didik dimiliki motivasi untuk memenuhi kebutuhannya.
asumsi tersebut menggambarkan bahwa anak didik bukanlah objek yang harus dijejali
dengan informasi, tetapi mereka adalah subjek yang memiliki potensi dan
pembelajaran seharusnya diarahkan untuk mengembangkan seluruh potensi yang
dimiliki anak didik itu.
ketiga, asumsi tentang guru adalah: (a) guru bertanggung jawab atas
tercapainya hasil belajar peserta didik; (b) guru memiliki kemampuan profesional
dalam mengajar; (c) guru mempunyai kode etik keguruan; (d) guru memiliki peran
sebagai sumber belajar, pemimpin (organisator) dalam belajar memungkinkan
terciptannya kondisi yang baik bagi siswa dalam belajar.
keempat, asumsi yang berkaitan dengan proses pengajaran adalah (a) bahwa
proses pengajaran dirancangkan dan dilaksanakan sebagai suatu sistem; (b) peristiwa
belajar akan terjadi manakala anak didik berinteraksi dengan lingkungan yang diatur
oleh guru; (c) proses pengajaran akan lebih aktif apabila mengunakan metode dan
teknik yang tepat dan berdaya guna; (d) pengajaran memberi tekanan kepada proses
dan produk secara seimbang; (e) inti proses pengajaran adalah adanya kegiatan belajar
siswa secara optimal.
Dalam pandangan psikologi modern belajar bukan hanya sekedar menghafal
sejumlah fakta atau informasi, akan tetapi peristiwa mental dan proses pengalaman.
Oleh karena itu, setiap peristiwa pembelajaran menuntut keterlibatan intelektua-
emosional siswa melalui asimilasi dan akomodasi kognitif untuk mengembangkan
pengetahuan, tindakan serta pengalaman langsung dalam rangka membentuk
keterampilan (Motorik, Kognitif, dan Sosial), penghayatan serta internalisasi nilai-
nilai dalam pembentukan sikap. (Raka Joni, 1980 : 2).
10

Proses pembelajaran pada satuan pendidikan diselenggaraan secara interaktif,
inspiratif, menyenangkan, menentang, memotivasi peserta didik untuk berpartisipasi
aktif, serta memberikan ruang yang cukup bagi prakarsa, kreativitas, dan kemandirian
sesuai dengan bakat minat, dan perkembangan fisik serta psikologis peserta didik. Hal
ini menunjukkan bahwa mengajar yang didesain guru harus berorientasi pada aktivitas
siswa.
1. Konsep dan Tujuan PBAS
PBAS dapat dipandang sebagai suatu pendekatan dalam pembelajaran yang
menekankan kepada aktivitas siswa secara optimal untuk memperoleh hasil
belajar berupa perpanduan antara aspek kognitif, efektif, dan psikomotor secara
seimbang.
Dari konsep tersebut ada dua hal yang harus dipahami. Pertama, dipandang
dari sisi proses pembelajaran, PBAS menekankan kepada aktivitas siswa secara
optimal, artinya PBAS menghendaki keseimbangan antara aktivitas fisik, mental,
termasuk emosional dan aktivitas intelektual. Oleh karena itu, kadar PBAS tidak
hanya bisa dilihat dari aktivitas fisik saja, akan tetapi juga aktivitas mental dan
intelektual. Seorang siswa yang tampaknya hanya mendengarkan saja, tidak
berarti memiliki kadar PBAS yang rendah dibandingkan dengan seseorang yang
sibuk mencatat. Sebab, mungkin saja yang duduk itu secara mental ia aktif,
misalnya menyimak, menganalisi dalam pikirannya, dan menginternalisasi nilai
dari setiap informasi yang disampaikan, sebaliknya, siswa yang sibuk mencatat
tak bisa dikatakn memiliki kadar PBAS yang tinggi jika yang bersangkutan hanya
sekedar secara fisik aktif mencatat, tidak diikuti oleh aktifitas mental dan emosi.
Kedua, dipandang dari sisi hasil belajar, PBAS menghendaki hasil belajar
yang seimbang dan terpadu antara kemampuan intelektual (kognitif), sikap
(afektif), dan keterampilan (psikomotor). Artinya dalam PBAS pembentukan
siswa secara utuh merupakan tujuan utama dalam proses pembelajaran. PBAS
tidak menghendaki pembentukan siswa yang secara inteketual cerdas tanpa
diimbangi oleh sikap dan keterampilan. Akan tetapi, PBAS bertujuan membentuk
siswa yang cerdas sekaligus siswa yang memiliki sikap positif dan secara motorik
trampil, misalnya kemampuan mengeneralisasi kemampuan mengamati,
kemampuan mencari data, kemampuan untuk menemukan, menganalisis,
mengkomunikasikan hasil penemuan, dan lain sebagainya. aspek-aspek semacam
inilah yang diharapkan dapat dihasilkan dari pendekatan PBAS.
11

Dari konsep diatas, maka jelas bahwa pendekatan PBAS berbeda dengan
proses pembelajaran yang selama ini banyak berlangsung. Selama ini proses
pembelajaran banyak diarahkan kepada proses menghafalkan informasi yang
disajikan guru.
Ukuran keberhasilan pembelajaran adalah sejauh mana siswa dapat menguasai
materi pelajaran; apakah materi itu dipahami untuk kebutuhan hidup setiap siswa,
apakah siswa bisa menangkap hubungan materi yang dihafal itu dengan
pengembangan potensi yang dimilikinya, bukan tidak menjadi soal, yang penting
siswa dapat mengungkapkan kembali apa yang telah dipelajarinya. Oleh sebab itu,
tidak heran kalau proses pembelajaran yang selama ini digunakan tidak
memperhatikan akibat mata pelajaran yang disajikan.
Misalnya, untuk pelajaran agama dan PMP yang semestinya diarahkan untuk
mengembangkan sikap dan nilai-nilai kehidupan sebagai bekal untuk dapat
bertindak dan berperilaku di masyarakat sesuai dengan norma-norma atau sistem
nilai-nilai yang berlaku, tidak pernah terjadi. Kedua mata pelajaran ini berfungsi
sama dengan mata pelajaran lain, yaitu mengembangkan itelektual siswa dengan
menghafal materi pelajaran. Dari penjelasan diatas, maka PBAS sebagai salah
benduk inovasi dalam memperbaiki kualitas proses belajar mengajar bertujuan
untuk membantu peserta didik agar bisa belajar mandiri dan kreatif, sehinga ia
dapat memperoleh pengetahuan, keterampilan, dan sikap yang dapat menunjang
terbentuknya keperibadian yang mandiri. Dengan kemampuan itu diharapkan
lulusan menjadi angota masyarakat yang sesuai dengan tujuan pendidikan
nasional yang dicita-citakan.
Sedangkan, secara khusus pendekatan PBAS bertujuan, pertama,
meningkatkan kualitas pembelajaran agar lebih bermakna. Artinya, melalui PBAS
siswa tidak hanya dituntut untuk menguasai sejumlah informasi, tetapi juga
bagaimana memanfaatkan informasi itu untuk kehidupanya. Kedua,
mengembangkan seluruh potensi yang dimilikinya artinya, melalui PBAS
diharapkan tidak hanya kemampuan intelektual saja yang berkembang, tetapi juga
seluruh pribadi siswa termaksud sikap dan mental.




12

2. Peran Guru dalam Implementasi PBAS
Kekeliruan yang kerap muncul adalah adanya anggapan bahwa dengan PBAS
peran guru semakin berkurang. Anggapan ini tentu saja tidak tepat, sebab
walaupun PBAS didesain untuk meningkatkan aktivitas siswa, tidak berarti
mengakibatkan kurangnya peran dan tanggung jawab guru. Baik guru maupun
siswa sama sama harus berperan secara penuh, oleh karena peran mereka sama
sama sebagai subjek belajar.
Adapun yang membedakannya hanya terletak pada tugas apa yang harus
dikerjakannya. Misalnya, ketika siswa melaksanakan diskusi kelompok atau
mengerjakan tugas, tidak berarti guru hanya diam dan duduk di kursi sambil
membaca koran, akan tetapi secara aktif guru juga harus mengontrol dan memberi
bantuan kepada siswa yang memerlukannya.
Dalam implementasi PBAS, guru tidak berperan sebagai satu satunya
sumber belajar yang bertugas menuangkan materi pelajaran kepada siswa, akan
tetapi yang lebih penting adalah bagaimana memfasilitasi agar siswa belajar. Oleh
karena itu, penerapan PBAS menuntut guru untuk kreatif dan inovatif sehingga
mampu menyesuaikan kegiatan mengajarnya dengan gaya dan karakteristik
belajar siswa. Untuk itu ada beberapa kegiatan yang dapat dilakukan guru,
diantaranya adalah:
a. Mengemukakan berbagai alternatif tujuan pembelajaran yang harus dicapai
sebelum kegiatan pembelajaran dimulai. Artinya, tujuan pembelajaran tidak
semata mata ditentukan oleh guru, akan tetapi diharapkan siswa pun terlibat
dalam menentukan dan merumuskannya.
b. Menyusun tugas tugas belajar bersama siswa. Artinya, tugas tugas apa
yang sebaiknya dikerjakan oleh siswa untuk mencapai tujuan pembelajaran,
tidak hanya ditentukan guru akan tetapi melibatkan siswa. Hal ini penting
untuk menumbuhkan rasa tanggung jawab siswa
c. Memberikan informasi tentang kegiatan pembelajaran yang harus dilakukan.
Dengan pemberitahuan rencana pembelajaran, maka siswa akan semakin
paham apa yang harus dilakukan.

13

d. Memberikan bantuan dan pelayanan kepada siswa yang memerlukannya. Guru
perlu menyadari bahwa siswa memiliki kemampuan yang sangat beragam.
Oleh karena keragamannya itulah guru perlu melakukan kontrol kepada siswa.
e. Memberikan motivasi, mendorong siswa untuk belajar, membimbing, dan lain
sebagainya melalui pengajuan pertanyaan-pertanyaan. Dalam PBAS
pertanyaan tidak hanya berfungsi untuk menguji kemampuan siswa, akan
tetapi dapat membuat siswa berpikir kritis dan kreatif.
f. Membantu siswa dalam menarik kesimpulan. Dalam implementasi PBAS,
guru tidak menyimpulkan sendiri pokok pembahasannya, tapi siswa juga harus
ikut dalam menyimpulkan.

3. Penerapan PBAS dalam Proses Pembelajaran
Dalam kegiatan belajar mengajar PBAS diwujudkan dalam berbagai bentuk
kegiatan, seperti mendengarkan, berdiskusi, memprodukasi sesuatu, meyusun
laporan, memecahkan masalah, dan lain sebagainya.
Keaktifan siswa itu ada yang secara langsung dapat diamati, seperti
mengerjakan tugas, berdiskusi, mengumpulkan data dan lain sebagainya; akan
tetapi juga ada yang tidak bisa diamati, seperti kegiatan mendengarkan dan
menyimak. Kadar PBAS tidak hanya ditentukan oleh aktivitas fisik semata, akan
tetapi juga ditentukan oleh aktivitas non-fisik seperti mental, intelektual, dan
emosional. Oleh sebab itu, sebetulnya aktif dan tidak aktifnya siswa dalam belajar
hanya siswa yang mengetahuinya secara pasti. Kita tidak dapat memastikan
bahwa siswa yang diam mendengarkan penjelasan tidak berarti tidak PBAS;
demikian juga sebaliknya, belum tentu siswa yang secara fisik aktif memiliki
kadar aktivitas mental yang tinggi pula.
Namun demikian, salah satu hal yang dapat kita lakukan untuk mengetahui
apakah suatu proses pembelajaran memiliki kadar PBAS yang tinggi, sedang, atau
lemah, dapat kita lihat dari kriteria penerapan PBAS dalam proses pembelajaran.
Kriteria tersebut menggambarkan sejauhmana keterlibatan siswa dalam
pembelajaran baik dalam perencanaan pembelajaran, proses pembelajaran maupun
dalam mengevaluasi hasil pembelajaran. Semakin siswa terlibat dalam ketiga
aspek tersebut, maka kadar PBAS semakin tinggi.

14

Kadar PBAS dilihat dari proses perencanaan
a. Adanya keterlibatan siswa dalam merumuskan tujuan pembelajaran sesuai
dengan kebutuhan dan kemampuan serta pengalaman dan motivasi yang
dimiliki sebagai bahan pertimbangan dalam menentukan kegiatan
pembelajaran.
b. Adanya keterlibatan siswa dalam menyusun rancangan pembelajaran
c. Adanya keterlibatan siswa dalam menentukan dan memilih sumber belajar
yang diperlukan
d. Adanya keterlibatan siswa dalam menentukan dan mengadakan media
pembelajaran yang akan digunakan.
Kadar PBAS dilihat dari proses pembelajaran
a. Adanya keterlibatan siswa baik secara fisik, mental, emosional maupun
intelektual dalam setiap proses pembelajaran. Hal ini dapat dilihat dari
tingginya perhatian serta motivasi siswa untuk menyelesaikan setiap tugas
yang diberikan sesuai dengan waktu yang telah ditentukan.
b. Siswa belajar secara langsung (experiental learning). Dalam proses
pembelajaran secara langsung, konsep dan prinsip diberikan melalui
pengalaman nyata seperti merasakan, meraba, mengoperasikan, melakukan
sendiri, dan lain sebainya. Demikian juga pengalaman itu bisa dilakukan
dalam bentuk kerjasama dan interaksi dalam kelompok.
c. Adanya keinginan siswa untuk menciptakan iklim belajar yang kondusif
d. Keterlibatan siswa dalam mencari dan memanfaatkan setiap sumber belajar
yang tersedia yang dianggap relevan dengan tujuan pembelajaran
e. Adanya keterlibatan siswa dalam melakukan prakarsa seperti menjawab dan
mengajukan pertanyaan, berusaha memecahkan masalah yang diajukan atau
yang timbul selama proses pembelajaran berlangsung.
f. Terjadinya interaksi yang multi-arah, baik antara siswa dengan siswa maupun
antara guru dan siswa. Interaksi ini juga ditandai dengan keterlibatan siswa
secara merata. Artinya, pembicaraan atau proses tanya jawab tidak didominasi
oleh siswa tertentu.

15

Kadar PBAS ditinjau dari kegiatan evaluasi pembelajaran
a. Adanya keterlibatan siswa untuk mengevaluasi sendiri hasil pembelajaran
yang telah dilakukannya.
b. Keterlibatan siswa secara mandiri untuk melaksanakan kegiatan semacam tes
dan tugas tugas yang harus dikerjakannya.
c. Kemauan siswa untuk menyusun laporan baik tertulis maupun secara lisan
berkenaan hasil belajar yang diperolehnya.

4. Faktor Yang Mempengaruhi PBAS
Keberhasilan penerapan PBAS dalam proses pembelajaran dapat dipengaruhi
oleh beberapa faktor, diantaranya:
a. Guru
Dalam proses pembelajaran dalam kelas, guru merupakan ujung tombak yang
sangat menentukan keberhasilan penerapan PBAS, karena guru merupakan orang
yang berhadapan langsung dengan siswa. Ada beberapa hal yang mempengaruhi
keberhasilan PBAS dipandang dari sudut guru, yaitu kemampuan guru, sikap
profesionalitas guru, latar belakang pendidikan guru, dan pengalaman mengajar.

Kemampuan Guru
Kemampuan guru merupakan faktor pertama yang dapat mempengaruhi
keberhasilan pembelajaran dengan pendekatan PBAS. Guru yang memiliki
kemampuan tinggi akan bersikap kreatif dan inovatif yang selamanya akan
mencoba dan mencoba menerapkan berbagai penemuan baru yang dianggap lebih
baik untuk membelajarkan siswa.
Kemampuan dalam proses pembelajaran berhubungan erat dengan bagaimana cara
guru mengimplementasikan perencanaan pembelajaran, yang mencakup
kemampuan menerapkan keterampilan dasar mengajar dan keterampilan
mengembangkan berbagai model pembelajaran yang dianggap mutakhir.
Keterampilan dasar mengajar yang harus dimiliki, seperti keterampilan bertanya,
keterampilan variasi stumulus, keterampilan membuka dan menutup pelajaran,
keterampilan memberikan penguatan (reinforcement), dan lain sebagainya.


16

Sikap Profesional Guru
Sikap profesional guru berhubungan erat dengan motivasi yang tinggi dalam
melaksanakan tugas mengajarnya. Guru yang profesional selamanya akan
berusaha mencapai hasil yang optimal. Ia tidak akan merasa puas dengan hasil
yang telah dicapai. Penerapan PBAS sebagai suatu pendekatan pembelajaran yang
menuntut aktivitas siswa secara penuh dalam rangka mencapai tujuan
pembelajaran, akan sangat dipengaruhi oleh tingkat profesional guru. PBAS tidak
akan berhasil di implementasikan oleh guru yang memiliki motivasi rendah.

Latarbelakang Pendidikan dan Pengalaman Mengajar Guru
Latarbelakang pendidikan dan pengalaman mengajar guru akan sangat
berpengaruh terhadap implementasi PBAS. Dengan latarbelakang pendidikan
yang tinggi, memungkinkan guru memiliki pandangan dan wawasan yang luas
terhadap variable variable pembelajaran seperti pemahaman tentang psikologi
anak, pemahaman terhadap unsur lingkungan dan gaya belajar siswa, pemahaman
tentang berbagai model, dan metode pembelajaran.

b. Sarana Belajar
Keberhasilan implementasi PBAS juga dapat dipengaruhi oleh ketersedian sarana
belajar. Yang termasuk ketersedian sarana itu meliputi ruang kelas dan setting
tempat duduk siswa, media dan sumber belajar.

Ruang Kelas
Kondisi ruang kelas merupakan faktor yang menentukan keberhasilan penerapan
PBAS. Ruang kelas yang terlalu sempit misalnya, akan mempengaruhi
kenyamanan siswa dalam belajar. Demikian juga halnya dengan penataan kelas.
Kelas yang tidak ditata dengan rapi, tanpa ada gambar yang menyegarkan,
ventilasi yang kurang memadai, dan sebagainya akan membuat siswa cepat lelah
dan tidak bergairah dalam belajar.





17

Media dan Sumber Belajar
PBAS merupakan pendekatan pembelajaran yang menggunakan multimetode dan
multimedia. Artinya, melalui PBAS siswa memungkinkan untuk belajar dari
berbagai sumber informasi secara mandiri, baik dari media grafis seperti buku,
majalah, surat kabar, buletin, dan lain lain; atau dari media elektronik seperti
radio, televisi, film slide, video, komputer, atau mungkin dari internet. Oleh
karena itu, keberhasilan penerapan PBAS akan sangat dipengaruhi oleh
ketersediaan dan pemanfaatan media dan sumber belajar.

c. Lingkungan Belajar
Lingkungan belajar merupakan faktor lain yang dapat mempengaruhi keberhasilan
PBAS. Ada dua hal yang termasuk ke dalam faktor lingkungan belajar, yaitu
lingkungan fisik dan lingkungan psikologis. Lingkungan fisik meliputi keadaan
dan kondisi sekolah, misalnya jumlah kelas, laboratorium, perpuastakaan, kantin,
kamar kecil yang tersedia; serta dimana lokasi sekolah itu berada. Apabila sekolah
berada dekat terminal atau pasar bising, misalnya, tentu saja akan mempengaruhi
kenyamanan anak dalam belajar.
Yang termasuk kedalam lingkungan fisik ini juga adalah keadaan dan jumlah
guru. Keadaan guru misalnya adalah kesesuaian bidang studi yang melatar
belakangi pendidikan guru dengan mata pelajaran yang akan diberikan. Seorang
yang tidak pernah belajar ilmu keguruan tidak akan optimal manakal harus
mengajar di depan kelas, bagaimanapun hebatnya kualitas orang tersebut.
Yang dimaksud dengan lingkungan psikologis adalah iklim sosial yang ada di
lingkungan sekolah itu. Misalnya, keharmonisan hubungan antara guru dengan
guru, antara guru dengan kepala sekolah, termasuk antara pihak sekolah dengan
orang tua. PBAS merupakan pendekatan pembelajaran yang memerlukan usaha
dari setiap orang yang terlibat. Oleh karena itu, tidak mungkin PBAS dapat
diimplementasikan dengan sempurna manakala tidak terjalin hubungan yang baik
antara semua pihak yang terlibat.





18

BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Dalam standar pendidikan, pembelajaran didesain untuk membelajarkan
siswa. Artinya, sistem pembelajaran menetapkan siswa sebagai subjek belajar.
Dengan kata lain, pembelajaran ditekankan atau beriorientasi pada aktivitas siswa
(PBAS).
Kekeliruan yang kerap muncul adalah adanya anggapan bahwa dengan PBAS
peran guru semakin berkurang. Anggapan ini tentu saja tidak tepat, sebab walaupun
PBAS didesain untuk meningkatkan aktivitas siswa, tidak berarti mengakibatkan
kurangnya peran dan tanggung jawab guru. Baik guru maupun siswa sama sama
harus berperan secara penuh, oleh karena peran mereka sama sama sebagai subjek
belajar.
Adapun yang membedakannya hanya terletak pada tugas apa yang harus
dikerjakannya. Misalnya, ketika siswa melaksanakan diskusi kelompok atau
mengerjakan tugas, tidak berarti guru hanya diam dan duduk di kursi sambil membaca
koran, akan tetapi secara aktif guru juga harus mengontrol dan memberi bantuan
kepada siswa yang memerlukannya.
Dalam implementasi PBAS, guru tidak berperan sebagai satu satunya
sumber belajar yang bertugas menuangkan materi pelajaran kepada siswa, akan tetapi
yang lebih penting adalah bagaimana memfasilitasi agar siswa belajar. Oleh karena
itu, penerapan PBAS menuntut guru untuk kreatif dan inovatif sehingga mampu
menyesuaikan kegiatan mengajarnya dengan gaya dan karakteristik belajar siswa.










19

DAFTAR PUSTAKA

Wina Sanjaya. Strategi Pembelajaran Berorientasi Standart Proses Pendidikan.
Jakarta: Kencana Prenada Media 2006

También podría gustarte