Está en la página 1de 4

Opini

Mengurangi Gejala Asma Alergi dengan Bantuan Dokter Gigi


Program Pasca Sarjana, Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Airlangga, Surabaya, Indonesia

Haryono Utomo

PENDAHULUAN Asma merupakan gangguan keradangan kronik saluran napas yang melibatkan banyak sel dan elemennya. Keradangan kronik menyebabkan peningkatan kepekaan jalan napas yang menimbulkan gejala episodik berulang berupa mengi (wheezing), sesak napas, dada terasa berat dan batuk-batuk terutama malam hari dan dini hari. Pada tahun 2005, asma diderita oleh 300 juta orang dan telah merenggut 250.000 nyawa di seluruh dunia, pada tahun 2025 diperkirakan akan bertambah dengan 100 juta orang (WHO). Dengan berbagai terapi metode kedokteran konvensional mutakhir seperti menghindari makanan pemicu alergi, obat oral, inhaler serta imunoterapi ternyata 5-10% penderita asma tetap tidak terkontrol dengan baik. (Utomo, 2009b). Pada Global Initiative for Asthma (GINA) yang merupakan pedoman terapi untuk asma alergi tahun 2009, peranan kesehatan rongga mulut belum dibahas; belum banyak diketahui bahwa dokter gigi dapat membantu mengurangi gejala asma. PENGALAMAN PRIBADI Penulis menderita asma alergi sejak usia 8 tahun hingga 43 tahun. Segala upaya pengobatan ilmu kedokteran konvensional maupun alternatif misalnya akupunktur dan mencoba makanan tradisionil seperti bekicot telah dicoba. Akan tetapi sesak nafas masih sering kambuh apalagi bila mencium bau menyengat atau rokok. Demikian pula berbagai upaya pribadi seperti tidur menungging, belajar akupresur secara mandiri telah dilakukan. Saat berusia 43 tahun, terjadi pembengkakan gigi geraham atas yang pernah dirawat saluran akar giginya. Karena perawatan ulang gigi termasuk sulit, disarankan reseksi apeks gigi. Ternyata selain bengkak hilang, gejala asma makin berkurang dalam beberapa minggu.

TERAPI ASSISTED DRAINAGE (Masase Saku Gusi) Pada tahun 1996 secara tidak sengaja, pasien yang menjalani perawatan pembersihan karang gigi melaporkan, dalam beberapa jam setelah perawatan, gejala vertigo hilang. Sejak saat itu sebelum melakukan pembersihan karang gigi pasien ditanya apakah pernah menderita vertigo, migren dan sebagainya. Ternyata setelah pembersihan karang gigi, berbagai gejala penyakit lain seperti nyeri haid, tangan kesemutan, pilek (rinitis) dan sulit tidur nyenyak berkurang bahkan hilang. Pada pasien anak usia 7 tahun dengan gejala sinusitis, tindakan pembersihan karang gigi manual sangat efisien mengurangi hidung buntu dalam hitungan menit dan pasien berhasil buang ingus yang sebelumnya sangat sulit. Setelah itu gejala klinis sinusitis jauh berkurang. Pembersihan plak gigi di dalam gusi menyebabkan penekanan berulang yang menimbulkan efek masase pada jaringan gusi. Masase menyebabkan darah keluar secara pasif (assisted), meningkatkan suhu lokal yang melebarkan pembuluh darah sehingga membantu aliran keluar (drainage) berbagai produk radang dan toksin dari dalam gusi sehingga mengurangi keradangan setempat.

Gambar 2. Efek klinis Terapi assisted drainage (ADT) / Terapi Pijat (Saku) Gusi Walaupun masase menyebabkan perdarahan tetapi tidak nyeri jika dilakukan pada gusi yang mengalami radang kronis (Gambar 2) (Utomo dan Pradopo, 2006).

Terapi ini pertama dilaporkan dengan nama terapi assisted drainage (Utomo, 2006). Dibandingkan dengan pembersihan karang gigi dengan alat elektrik berpendingin air, terapi manual lebih efektif karena tidak ada pendinginan yang justru mengurangi pelebaran pembuluh darah kapiler. Terapi assisted drainage resmi dinyatakan sebagai temuan baru di bidang kedokteran gigi yang dapat memperbaiki gejala kelainan organ tubuh lain (sistemik), khususnya reaksi asma alergi (Utomo, 2009). Prinsip utamanya adalah bahwa gusi rahang atas mempunyai persarafan yang sama dengan hidung; juga berhubungan dengan ganglion sphenopalatina (SPG), ganglion parasimpatis yang mengatur tonus hidung (Gambar 2). Gingivitis kronis menyebabkan keradangan menjalar lewat jaringan saraf, selain itu ada interaksi sel imun dan jaringan saraf yang disebut mekanisme neurogenic switching (Meggs, 1997) atau mast cell-nerve interaction (van der Kleij, 2002).; akibatnya radang menjalar ke rongga hidung. Terapi ini mengurangi gingivitis, juga mengurangi gejala hidung buntu karena radang pada organ dengan persarafan sama

Gambar 1. Gerakan assisted drainage merupakan scaling-root planing (SRP) dengan modifikasi (adaptasi Newman et al., 2006).

144
CDK-190 OK.indd 144

CDK-190/ vol. 39 no. 2, th. 2012

03/02/2012 13:54:00

Opini
juga berkurang. Akibatnya hidung menjadi lega dan gejala asma alergi yang terkait radang hidung juga berkurang, konsep ini sesuai dengan terapi one airway-one disease. Selain itu, hasil uji faal paru penderita asma alergi yang kurang baik berkorelasi kuat dengan banyaknya plak gigi; sehingga sangat mungkin plak gigi berhubungan dengan keparahan asma. Oleh karena itu pembersihan plak gigi diperkirakan dapat membantu mengurangi gejala asma. halasi diberi terapi ini, gejala alergi turun bermakna (Utomo, 2009b; Utomo, 2009c). Selain itu pembersihan plak gigi terbukti dapat mengurangi gejala asma alergi (Utomo 2009a; Utomo, 2009b). MENGAPA RADANG RONGGA MULUT DAPAT MENJALAR KE ORGAN LAIN Salah satu sistim pertahanan tubuh adalah sistim imun mukosa (common mucosal immune system), secara umum terdapat di bawah kulit atau langsung di permukaan jaringan tidak berkulit seperti hidung, paru, mata, mulut dan lain-lain. Sistim imun mukosa ini saling berhubungan sehingga kelainan salah satu organ misalnya sinusitis dapat memperparah asma (Utomo, 2009b). PEMBERSIHAN PLAK GIGI DAN HIPOTESIS HIGIENE Konsep pembersihan plak gigi untuk mengurangi gejala pilek, sinusitis dan asma (Utomo dan Setiyanto, 2005; Utomo, 2006a: Utomo, 2007a; Utomo, 2008a) sebenarnya bertentangan dengan hipotesis higiene yang dicetuskan David Strachan tahun 1989 yang secara garis besar menyatakan bahwa semakin bersih seseorang makin mudah mengalami alergi. Demikian pula beberapa peneliti bidang kedokteran gigi yaitu Alberse dkk dan Friedrich dkk pada tahun 2006 juga mendukung hipotesis higiene, sehingga perlu diteliti lebih lanjut. Penelitian tahun 2008 berupa injeksi toksin bakteri Porphyromonas gingivalis dari plak gigi atas tikus Wistar yang dikondisikan alergi telah membuktikan konsep plak gigi

Gambar 3. n.maksilaris dan ganglion sphenopalatina (Gray, 2005)

PEMBUKTIAN PADA PASIEN ASMA ALERGI Pada penelitian kolaborasi dokter gigi dan dokter spesialis alergi anak atas anak asma alergi persisten ringan usia 7-11 tahun di Subdivisi Alergi-imunologi RSUD dr Soetomo Surabaya (2007), dibuktikan bahwa terapi assisted drainage (terapi pijat saku gusi) dan pembersihan plak gigi berhasil mengurangi secara bermakna gejala asma alergi yang dinilai berdasarkan uji faal paru dengan spirometer dibanding diet penghindaran alergen (allergen avoidance) saja setelah evaluasi satu minggu. Fenomena yang lebih menarik adalah bahwa terapi assisted drainage berhasil meningkatkan faal paru dalam hitungan menit (5 dan 30 menit setelah terapi). PEMBUKTIAN PADA HEWAN COBA Konsep baru ini telah diuji di Departemen Biologi Universitas Brawidjaja Malang terhadap tikus jenis Wistar yang dikondisikan menjadi alergi dengan suntikan alergen ovalbumin (OVA); suntikan toksin bakteri plak gigi Porphyromonas gingivalis memperparah reaksi alergi secara bermakna (Utomo 2008). Pada tikus alergi yang menginhalasi (menghirup) OVA, gejala alergi makin parah; tetapi bila sebelum in-

Gambar 4. Penjalaran dari gingivitis ke sistemik (Scannapieco, 2004)

Hubungan lain terjadi karena jalur persarafan yang sama misalnya radang jaringan gigi dan mulut dapat menjalar ke hidung karena persarafan yang sama, yaitu saraf trigeminus, untuk hidung adalah nervus maksilaris yang juga memsarafi jaringan gusi dan gigi rahang atas. Nervus maksilaris juga berhubungan dengan ganglion sphenopalatina, ganglion parasimpatis yang terletak di rongga hidung dan berfungsi mengatur tonus rongga hidung. Gangguan tonus hidung menyebabkan gejala hidung buntu (Gambar 3) (Utomo 2006b; Utomo 2006c).

sebagai faktor yang dapat memperparah asma alergi. PENELITIAN PENGARUH PLAK GIGI TERHADAP REAKSI ALERGI PADA TIKUS WISTAR Tikus alergi yang sebelumnya mendapat suntikan toksin produk bakteri plak gigi menunjukkan gejala alergi yang lebih dominan pada suntikan ovalbumin. Temuan yang lebih penting adalah terbuktinya terapi assisted drainage (terapi pijat saku gusi) dapat mengurangi gejala asma pada tikus dalam hitungan menit (Utomo, 2009b).

CDK-190/ vol. 39 no. 2, th. 2012

145
03/02/2012 13:54:08

CDK-190 OK.indd 145

Opini
Dalam terapi asma alergi berlaku paradigma one airway-one disease ; bahwa terapi salah satu organ pernafasan akan mengurangi gejala pada organ lainnya; terapi sinusitis akan mengurangi gejala asma dan sebaliknya (Utomo, 2009b). Terapi asma konvensional lebih dominan pada sistim imunitas dan belum banyak memperhatikan peran jaringan saraf, diperkirakan ini yang menyebabkan terapi asma sulit tuntas karena masih ada gangguan kepekaan saraf hidung, saluran nafas dan paru karena persarafan hidung, gusi dan gigi rahang atas adalah sama, yaitu nervus maksilaris. Oleh karena itu pengurangan radang gusi dan gigi akan menurunkan radang di hidung. PERANAN OTOT PENGUNYAH TERHADAP HIDUNG BUNTU Otot pengunyah dipersarafi oleh n.trigeminus, sama dengan jaringan gingiva, gigi dan rongga hidung; akibatnya ketidakseimbangan atau kekakuan otot pengunyah dapat mempengaruhi rongga hidung. Manusia melakukan gerakan mengunyah berulang kali, sebagian mempunyai kebiasaan bruksism; hal ini bisa menyebabkan spasme atau kekakuan otot. Kekakuan otot pengunyah sering dijumpai pada pasien dengan gejala pilek, sinusitis dan asma. Dari pengalaman klinis, setelah dilakukan masase 2-3 menit pada otot pengunyah yang kaku, hidung dapat lega dalam beberapa menit (Gambar 5) (Utomo, 2008b) menyebabkan radang hidung sesuai proses penjalaran radang melalui jalur saraf sensoris dan parasimpatis serta sistim pertahanan mukosa (Utomo, 2006a; Utomo 2006c). HUBUNGAN SEL IMUN DAN SEL SARAF Asma alergi bukan hanya disebabkan hipersensitivitas atau kepekaan terhadap alergen, misalnya telur, susu dan berbagai produknya. Konsep alergi terdahulu berkaitan dengan hipersensitivitas yang berhubungan dengan produksi imunoglobulin E (IgE) berlebihan sehingga menyebabkan aktivasi sel imun (misalnya sel mast dan basofil) mengeluarkan berbagai bahan penyebab reaksi alergi misalnya histamin dan leukotrin. Dewasa ini, peran jaringan saraf makin diperhatikan, terutama pengaruh kepekaan terhadap bahan kimia atau bau-bauan yang menyengat, disebut Multiple Chemical Sensitivity (MCS) (Utomo, 2006b; Utomo, 2006c). Jaringan saraf dan sel imun dapat bekerjasama memperparah reaksi alergi sehingga keduanya membutuhkan perbaikan. Menurut berbagai penelitian, toksin bakteri plak gigi dapat merangsang sel imun, kemudian produk sel imun antara lain histamin dan enzim dapat merangsang ujung sel saraf. Sel saraf yang teraktivasi akan mengeluarkan berbagai bahan yang kemudian akan mengaktivasi sel imun; akibatnya terjadi lingkaran setan yang berkelanjutan, hanya berhenti bila salah satu komponen dikurangi atau dihilangkan (Utomo dan Pradopo, 2006; Utomo dan Harsono, 2009). TERAPI ASSISTED DRAINAGE DAPAT MENGURANGI GEJALA ASMA ALERGI Assisted drainage menyebabkan darah keluar secara pasif karena masase saku

Gambar 6. Peta persarafan sensoris daerah orofasial

Keberhasilan terapi dapat dievaluasi dengan mudah dengan metode tiup kertas sebelum dan sesudah terapi, yaitu dengan menutup mulut dan salah satu lubang hidung kemudian berusaha meniup potongan kertas kecil dengan ukuran 2 X 10 cm. Apabila hidung buntu maka udara yang terhembus lebih sedikit sehingga butuh kekuatan meniup yang kuat agar kertas bergerak, setelah hidung lebih longgar maka tiupan ringan akan menggerakkan kertas tersebut. MENGAPA HARUS BERNAPAS MELALUI HIDUNG? Keluhan pilek (rinitis) dialami 60-80% penderita asma sehingga untuk bernapas terpaksa menggunakan mulut. Kebiasaan bernapas melalui mulut akan memperparah asma karena udara yang dihirup tidak disaring, diatur kelembapan maupun suhunya yang seharusnya dilakukan oleh hidung melalui bulu hidung dan sistim imunitas alami. Oleh karena itu bernapas melalui mulut akan membebani saluran nafas bawah, sehingga penderita asma mudah batuk karena lendir berlebihan disebabkan udara yang dihirup masih kotor dan belum diproses. Mulut juga menjadi kering dan saliva menjadi tidak efektif sebagai pertahanan tubuh. Berkurangnya saliva secara tidak langsung menyebabkan gingivitis yang kemudian juga

Tabel 1. Mekanisme patofisiologis eksaserbasi asma yang disebabkan sinusitis


1. Gambar 5. Pemijatan otot pengunyah 2. 3. 4. 5. 6. 7. Penyebaran mediator inflamasi dan faktor kemotaktik ke saluran nafas bawah akan memicu mekanisme refleks sinobronchial Stimulasi sistem saraf otonom menyebabkan hiperresponsivitas bronkus akut Terjadi rangsang refleks bronkokonstriktif berasal dari reseptor saluran pernafasan ekstrathoraks Peningkatan blokade beta-adrenergik parsial yang reversibel Hidung buntu menyebabkan bernafas melalui mulut (mouth-breathing), yang menyebabkan kurangnya kelembapan dan kehangatan di saluran nafas bawah. Depresi konsentrasi oksida nitrit meningkatkan hiperresponsivitas bronkus akut Penyakit refluks gastroesophageal merangsang edema mukosa mukosa nasal, obstruksi ostia sinus, dan stimulasi sistim saraf otonom

Fenomena tersebut dapat terjadi karena otot pengunyah mendapat persarafan sensoris dari nervus trigeminus, sehingga spasme otot pengunyah dapat menjalar ke rongga hidung yang juga mendapat persarafan sensoris oleh nervus maksilaris. (Gambar 6).

(Adaptasi dari Muller, 2000)

146
CDK-190 OK.indd 146

CDK-190/ vol. 39 no. 2, th. 2012

03/02/2012 13:54:13

Opini
gusi selama 3 menit akan menimbulkan peningkatan suhu lokal. Suhu yang meningkat akan menyebabkan pelebaran pembuluh darah (vasodilatasi) sehingga pada pembuluh darah yang sudah terjadi perubahan permeabilitas dan lebih fragile menimbulkan aliran darah keluar. Darah yang keluar mengandung sel radang, bahan kimia penyebab radang dan produk bakteri plak gigi antara lain toksin dan ensim. Kejadian ini dalam jangka pendek, dalam hitungan menit memutuskan lingkaran setan reaksi sel imun dengan sel saraf lokal. Perbaikan ini lambat laun akan menjalar ke jaringan saraf yang lebih jauh, antara lain ke rongga hidung, sehingga melegakan hidung. Dalam jangka panjang, dalam hitungan hari akan mengurangi jumlah sel mast dan basofil yang berperan pada reaksi alergi karena sel-sel tersebut bila teraktivasi juga mengeluarkan bahan yang dapat membuat umur sel lebih lama karena apoptosis berkurang dan lebih cepat berproliferasi (Utomo dan Harsono, 2009). Apabila IgE yang sangat berperan dalam reaksi alergi melekat pada sel mast atau basofil maka half life degradasi adalah 21 hari, sebaliknya bila tidak melekat atau bebas, hanya 1-2 hari. Dapat disimpulkan menurut konsep ini terapi assisted drainage dapat mengurangi gejala alergi dengan mengurangi IgE (Utomo dan Harsono, 2009). KERJASAMA DENGAN DOKTER YANG MERAWAT ASMA ALERGI Terapi asma mandiri dengan bantuan dokter gigi ini sangat perlu kerja sama dengan dokter yang merawat asma alergi untuk saling membantu mengurangi gejala asma dan mengatur dosis obat. MENGATUR DIET ALERGI Dokter spesialis alergi umumnya memberikan daftar makanan yang perlu dihindari selama pengobatan, daftar ini harus ditaati sampai diijinkan mencoba makanan sedikit demi sedikit. TIPS MENCEGAH KEKAMBUHAN 1. Jauhi tempat berdebu; 2. Jangan makan terlalu kenyang; 3. Tidur miring agar cairan dari belakang hidung atau cairan lambung tidak masuk ke saluran pernafasan; kedua cairan ini memicu timbulnya gejala asma; 4. Kurangi makanan berpengawet; 5. Kurangi makanan yang terlalu asam dan pedas; 6. Memakai pasta gigi yang tidak terlalu pedas; 7. Kontrol ke dokter gigi.

REFERENSI
Muller BA. Sinusitis and its relationship to asthma: can treating one airway disease ameliorate another? Postgrad Med 2000;108(5): 55-61. Newman MG, Takei H, Klokkevold PR and Carranza FA, 2006. Carranzas Clinical Periodontology.10th ed. Elsevier-Saunders. pp.146. Pradopo S, Utomo H (2007b). New Insight in pediatric dentistry: preventive dentistry in allergy management protocol. (Review of article). Dental J 2007;40 (3) Pradopo S, Utomo H (2009b) Allergic asthma in children: inherited, transmitted or both?. Dental J. 2009;(42)3. Scannapieco FA, Periodontal inflammation: from gingivitis to systemic disease? Compendium 2004;25(7 Suppl 1): 16-25. Utomo H, Setiyanto D. Apakah Terapi Pengendalian Plak dapat menurunkan keparahan Rinitis Alergika. Maj. Kedokt. Gigi 2005;38(2) Utomo H (2006a). Peran Dokter Gigi dalam Tatalaksana Rinitis Alergika pada Anak (Tinjauan Pustaka). PDGI Online, lomba karya tulis ilmiah, 2005 Utomo H, Pradopo S. Assisted Drainage: Practical approach for Rhinosinusitis Management (Case Report) Indon. J. Dentistry 2006;13 (4) Utomo H (2006b). Sensitization of the Sphenopalatine Ganglion (SPG) by Periodontal Inflammation: a possible etiology of sinusitis and headache in children. Dental J. 2006;39 (1) 10. Utomo H (2006c). Management of oral focal infection in patients with asthmatic symptoms. Dental J. 2006;39(2) 11. Utomo H (2007a). The oral health-asthma prevention program: an integrated study in behavioral intervention and childrens immunity (Case Report). J Indon. Dental Associ. Special ed for 2nd National Scientific Meeting in Pediatric Dentistry, Surabaya, August, 2007. 12. Utomo H (2008a). Reducing asthmatic symptoms through improving oral health: from imaginary to reality (Case Report). Indonesian Dental Association. Special edition for Indonesian Dental Association Congress, March 19-22, 2008 13. Utomo H (2008b). A new intra-oral approach in chronic rhinosinusitis management for children with bruxism. Makalah pada FORIL FKG Trisakti 7-9 Agustus 2008 14. Utomo H (2008c). Rapid resolution of childrens asthmatic symptoms after dental plaque control therapy: a case report (the dental plaque-induced asthma hypothesis). Makalah untuk Kongres Nasional Ilmu Kesehatan Anak (KONIKA), 7-9 Juli, Surabaya. 15. Utomo H, Prahasanti C, Ruhadi I (2009a). Reducing allergic symptoms through eliminating subgingival plaque. Dental J. 2009;42(1) 16. Utomo H, Harsono A Rapid improvement of respiratory quality in asthmatic children after the assisted drainage therapy. Dipresentasikan di KPPIKGUI XV Oktober 2009. 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 17. Utomo H (2009a) The increase of allergic reaction in ovalbumin-induced allergic rats stimulated with porphyromonas gingivalis lipopolysaccharide. Dipresentasikan di International Conference of Microbiology (PERMI) Surabaya, 21-22 November 2009. 18. Utomo H (2009b). Mekanisme imunoneuro-modulasi terapi assisted drainage pada reaksi tikus alergi yang dipajan lipopolisakarida Porphyromonas gingivalis. Studi eksperimental pada tikus strain Wistar. Disertasi. Program Pasca Sarjana Universitas Airlangga, 2009.

CDK-190/ vol. 39 no. 2, th. 2012

147
03/02/2012 13:54:19

CDK-190 OK.indd 147

También podría gustarte