Está en la página 1de 58

AGAMA HINDU

INTI SARI AJARAN AGAMA HINDU


Weda adalah kitab suci agama Hindu, diyakini dan dipedomi oleh umat Hindu sebagai satu satunya sumber bimbingan dan informasi yang diperlukan dalam kehidupan sehari hari, maka kitab suci Weda adalah sumber ajaran agama Hindu. Weda dihimpun menjadi 4 (empat) disebut "Samhita" dan keempat ini dikenal dengan nama Catur Weda yang terdiri dari Rg Weda, Sama Weda, Yayur Weda dan Atharwa Weda. Umat Hindu dengan kepercayaan dan keyakinannya mengaktualisasikan Weda dalam kehidupannya melalui proses Catur Konsep. Catur Konsep yang kita bahas disini terdiri dari Catur Weda, Catur Purusartha, Catur Dharma, Catur Yuga, Catur Asrama, Catur Warna, dan Catur Marga. Melalui Catur Konsep inilah umat Hindu melakukan pencerahan kehadapan Yang Widhi Wasa disamping konsep2 lainnya seperti Panca Yadnya, Trikaya Parisuda, Tri Hita Karana dan lain lainnya. Diantara Catur Konsep tersebut satu sama lainnya saling keterkaitan dan mempunyai korelasi sehingga maksud dan tujuannya akan menjadi lebih jelas apabila kita mencoba melakukan simulasi dari Catur Konsep tersebut. Tetapi sebelum melakukan simulasi sebaiknya Catur Konsep didalami terlebih dahulu, sehingga dapat dihubungkan antara Catur Konsep yang satu dengan yang lain dan mempunyai keterkaitan. Setiap konsep pasti tidak terlepas dari konsep inti yaitu Weda, sebab Wedalah merupakan inti sari dari semua konsep yang ada dan tidak boleh menyimpang dari kitab suci Hindu Weda. Catur Konsep. Catur Konsep adalah suatu konsep dasar ajaran agama Hindu yang merupakan kepercayaan dan keyakinan umat Hindu yang terdiri dari Catur (empat) himpunan (bagian) yang saling keterkaitan satu dengan yang lain. Didalam Catur Konsep ini adalah pembahasan mengenai Visi Missi dan Etika yaitu tindakan yang harus dilakukan sebagai kewajiban agar umat Hindu dapat dengan mudah dan cepat dapat melakukan pendekatan atau pencerahan kehadapan Yang Maha Kuasa. Dengan memperdalam Catur Konsep ini, umat Hindu dapat dengan jelas kemana arah tujuan yang akan ditempuh, sebab tahap2 yang wajib diaplikasikan secara sistematis sudah diatur didalam Catur Konsep ini. Tujuan akhir dari umat Hindu adalah Moksa, yang terdapat dalam Catur Purusartha, untuk mencapai Moksa dibutuhkan Catur Dharma sebagai landasannya. Umat Hindu percaya adanya ruang dan waktu (kala), dan diatur dalam Catur Yuga, setiap Yuga mempunyai pengaruh terhadap kehidupan di alam semesta ini. Manusia dalam proses kehidupan dibagi dalam Catur Asrama sesuai dengan tingkat umur, masa, asrama dan setiap asrama mempunyai tanggung jawab yang berbeda beda sesuai

dengan tujuan hidup yang terdapat dalam Catur Purusartha. Disamping Catur Asrama, manusia dalam kehidupannya mempunyai profesi masing masing sesuai tingkat bakat dan kemampuannya yang disebut Catur Warna (bukan Kasta). Dalam mendekatkan diri kehadapan Yang Widhi Wasa, dalam agama Hindu ada beberapa cara dapat ditempuh sesuai dengan kemampuan serta keinginan. Dalam agama Hindu diatur umatnya apabila ingin menunjukan Cinta Kasih kepada Tuhan melalui Catur Marga dan jangan dipermasalahan jalan (marga) mana yang akan ditempuh, terserah masing2 individu sesuai dengan keyakinanya. Sebagai ilustrasi Catur Konsep dapat digambarkan sebagai berikut : AKTUALISASI CATUR KONSEP. Dalam mengaktualisasikan ajaran2 Weda tidak terlepas dari Panca Srada, Ritual dan Etika yang merupakan inti ajaran Agama Hindu. Untuk pembahasan dalam tulisan ini kita membatasi hanya beberapa Catur Konsep yang mempunyai keterkaitan satu sama lainnya dan hanya ringkasan saja tidak dibahas secara detail, sebab yang ditonjolkan dalam tulisan ini adalah metodelogi cara pembahasan. Adapun Catur Konsep yang akan dibahas adalah sebagai berikut : Catur Weda. Nama Catur Weda dimaksudkan untuk menunjukkan bahwa weda merupakan himpunan (Samhita) dari RgWeda, Yajur Weda, Samaweda dan Atharwaweda. Setiap ajaran Agama selalu memberikan tuntunan untuk kesejahteraan dan kebahagiaan umat manusia baik lahir maupun bathin. Dan diyakini bahwa ajaran agama bersumber dari kitab suci yang merupakan wahyu atau sabda Tuhan yang disebut Sruti yang artinya didengar. Weda sebagai himpunan sabda (wahyu) berasal dari Tuhan bukan dari manusia (Resi), sebab para resi penerima wahyu hanya berfungsi sebagai sarana dari Tuhan untuk menyampaikan ajaran sucinya. Svami Dayanada Saraswati menyatakan bahwa Weda adalah sabdanya Tuhan dan segala kuasanya bersifat abadi mengacu kepada Yayurweda sebagai berikut: Tasmad Yajnat sarvahuta Rcah samani jajnire Chandamsi jajnire tasmad Yajus tasmad ajayata (Yayurweda XXX.7) Artinya : Dari Tuhan yang maha agung dan kepadanya umat Manusia mempersembahkan berbagai yadna dan Dari padanya muncul Rgweda dan Samaweda. Dari padanya muncul Yayurweda dan Samaweda. Weda mengandung ajaran2 yang bersifat rahasia yakni ajaran Moksa atau kelepasan. Ajaran Weda meliputi ajaran Ketuhanan serta penciptaan alam ini yang penuh misteri, manusia sebagai salah satu makluk Tuhan yang mempunyai kemampuan terbatas harus selalu mendalami ajaran Tuhan sehingga tujuan tertinggi yaitu Moksa dapat tercapai. Masing2

himpunan Weda ini mempunyai isi yang berbeda beda baik banyaknya Mantra dan Isi Mantranya. Rg Weda terdiri dari 10.589 mantra dibagi dalam 10 mandala (buku), yang berisi pujian terhadap Agni yaitu Dewi Api dan Dewa Indra. Sama Weda terdiri dari 1875 mantra dibagi dalam 6 prapathaka (buku) yang berisi pujian terhadap Soma yaitu Dewa Surya (Dewa Matahari). Yayur Weda terdiri dari 1975 mantra dalam 41 adhyaya, yang berisi tata cara pemujaan yaitu Yadnya. Atharwa Weda terdiri dari 5.977 mantra dibagi dalam 20 kanda, yang berisi nyanyian suci dan tata cara pengobatan serta bahan2 obat untuk penyembuhan Catur Purusartha. Didalam Catur Purusartha tergambar Visi Misi dari umat Hindu, yaitu tujuan mutlak yang tertinggi yang ingin dicapai adalah Moksa yaitu pembebasan Atma dari Triguna (Satwam, Rajas dan Tamas) melalui Reinkarnasi dengan hukum Karmanya (Karma Pala).Untuk mencapai Moksa harus dilandasi dengan Dharma dan setiap tindakan (karma) yang dilakukan harus berdasarkan Dharma, serta Ajaran Dharma yang terdapat dalam Weda harus ditegakkan. Dalam proses kehidupan ini, umat Hindu tidak terlepas dari kewajiban (duty) untuk melakukan Yadnya, yang dikenal dengan Panca Yadnya. Untuk mendukung kehidupan dibutuhkan Artha yang akan dipergunakan untuk korban suci (Yadnya), maka Artha ini harus dicari sebanyak banyaknya, tetapi berdasarkan Dharma. Didalam kehidupan diduni ini, manusia pada umumnya selalu mendabakan kenikmatan, kesenangan, kebahagiaan yaitu Kama. Sesuai dengan konsep Catur Purusartha, semua kenikmatan yang ingin dicapai harus berdasarkan Dharma pula sehingga kita selalu mendapat keselamatan. Maka dalam Catur Purusartha yang terdiri dari Dharma, Artha, Kama dan Moksa harus merupakan kesatuan yang saling terkait, yang harus diaplikasikan dalam kehidupan ini sehingga tujuan akhir dapat tercapai yaitu Moksa. Catur Dharma. Kata Dharma berasal dari bahasa sansekreta dari urat kata DHR yang artinya menjunjung, memangku, mengatur dan menuntun. Dharma berarti hukum yang mengatur dan memelihara alam semesta beserta semua makluk. Untuk peredaran alam semesta , Dharma dapat diartikan dengan Kodrat. Sedangkan untuk kehidupan umat manusia Dharma berarti ajaran2/kewajiban2 atau peraturan suci yang memelihara dan menuntun umat manusia untuk mencapai kesempurnaan hidup demi tercapainya Moksarthan Jagadhita (kesejahteraan, kebahagiaan dan kebebasan Atma) dari penjelmaan. Dalam menjalankan Dharma harus ditumbuhkan dalam diri kita sifat sifat yang mulia dan suci , dan memancar dalam jiwa kita yaitu sifat2 Tuhan. Didalam Catur Dharma terdiri dari Satya (kebenaran), Virtue (kebijakan), Ahimsa (tanpa kekerasan) dan Shanty (kedamaian). Didalam menjalankan kebenaran membutuhkan pengertian apa itu Benar, sebab benar belum tentu Baik, maka antara Benar dan Baik sering menjadi kontradiksi dalam kehidupan manusia. Tujuan dari Satya ini adalah bagaimana kita dapat menegakkan kebenaran menuju perbaikan bagi umat manusia dengan tetap berpegang kepada ajaran2 Tuhan yaitu Weda. Maka dalam Catur Dharma dalam menegakkan Dharma disamping kebenaran harus disertai dengan Virtue yaitu kebijaksanaan. Setiap mengambil keputusan harus dengan bijak dengan

menguntungkan semua pihak, dan hindari menggunakan kekerasan (Ahimsa). Dengan sikap selalu mendahulukan kebenaran serta kebijaksanaan dengan tanpa kekerasan maka keselamatan atau kedamaian (Shanty) akan selalu tercapai. Inilah tujuan dari Catur Dharma yang harus diterapkan oleh setiap umat Hindu dalam kehidupan, sehingga tujuan akhir yaitu Moksa pasti akan tercapai. Catur Yuga. Makluk hidup yang ada di alam semesta ini akan selalu melewati Catur Yuga yaitu 4 (empat) zaman, yang merupakan batas2 kehidupan setiap periode mempunyai sifat2 tertentu. Catur Yuga terdiri dari Kerta Yuga, Treta Yuga, Dewapara Yuga dan Kali Yuga. Setiap Yuga mempunyai karakteristik masing2, seperti Kerta Yuga adalah zaman Spiritual, Treta Yuga adalah zaman ilmu pengetahuan, Dewapara Yuga adalah zaman upacara ritual dan Kali Yuga adalah jaman dunia material. Hubungan dengan Dharma adalah pada saat Kerta Yuga, manusia menjalankan Dharma adalah 100 %, Treta Yuga adalah sebesar 75 %, Dewapara Yuga adalah sebesar 50 % dan Kali Yuga hanya 25 % yang saat ini kita alami dimana dunia ini penuh dengan gejolak sebab tindakan manusia selalu menjauhi Dharma. Catur Asrama. Setiap periode tertentu manusia dalam kehidupannya dibagi dengan asrama yaitu suatu phase yang harus dilakukan sebagai manusia. Setiap phase mempunyai karakteristik masing2 sesuai dengan umur dan kemampuan manusia. Diharapkan pada saat akhir hidupnya apabila berjalan normal manusia dapat dengan mudah munuju moksa. Tahap2 yang harus dilalui di jaman Kali oleh setiap manusia adalah pada saat manusia masih menuntut ilmu (umur 7-24 tahun ) phase ini disebut Brahmacharia, setelah kawin dan bekerja maka phase ini disebut Grhasta (umur 24-55 tahun), pada saat manusia berhenti bekerja (pensiun) dengan melakukan kegiatan spiritual disebut Wenaprasta (umur 55-65 tahun) dan setelah melepaskan semua dunia material disebut Bhiksuka (umur 65meninggal), umur atau phase disesuaikan dengan Yuga yang dilalui. Hubungannya dengan Catur Purusartha adalah saat Brahmacharia kegiatan mempelajari ajaran Dharma, Grhasta adalah saat mengumpulkan Arta dan menikmati Kama, Wanaprasta sudah mulai sebagian meninggalkan dunia material (Artha dan Kama) menuju alam spiritual, dan Bhiksuka sudah penuh mininggalkan dunia material dan mulai melakukan Yoga (dunia spiritual) untuk menuju Moksa. Catur Warna. Setiap manusia dalam kehidupan ini pasti mempunyai profesi sesuai dengan bakat maupun kemampuannya. Didalam menunjang kehidupan ini, manusia harus bekerja untuk mencari Artha dan Kama, maka pembagian profesi didalam bidang pekerjaannya. Sudra adalah golongan pekerjaan2 kasar yang tidak banyak membutuhkan ilmu pengetahuan (Jnana) dan Triguna yang menguasai adalah Tamas, Wesia adalah pekerjaan dalam perdagangan membutuhkan ilmu pengetahuan niaga dan Triguna yang menguasai adalah Rajas Tamas, Kesatria adalah pekerjaan yang membutuhkan ilmu yang cukup agar dapat

memimpin negara atau pemerintahaan Triguna yang menguasai adalah Rajas satwam, dan Brahmana adalah yang mempunyai latar belakang Spiritual seperti pemuput upacara2 ritual dan Triguna yang menguasai adalah Satwam. Catur Marga. Didalam mendekatkan diri (Bhakti) kehadapan Yang Widhi Wasa banyak jalan yang dapat ditempuh sesuai dengan bakat dan kemampuan spiritualnya. Bagi umat Hindu yang belum banyak mengetahui pengetahuan (Jnana) spiritual jalan yang terbaik adalah Bhakti Marga. Bagi umat yang banyak berkarya maka Karma Marga yang harus dilakukan, dan apabila tertarik dengan ilmu pengetahuan maka Jnana Marga yang sebaiknya dilaksanakan dan bagi umat yang sudah mulai mempelajari Yoga maka Raja Yoga yang sebaiknya dilakukan. Diantara Catur Marga ini jangan dipermasalahkan mana yang terbaik, semua marga ini mempunyai nilai yang sama dihadapan Yang Widhi Wasa yang penting kesucian dan ketulusan dalam diri sendiri.

SEKTE-SEKTE AGAMA HINDU


Jalan yang dipakai untuk menuju Tuhan (Hyang Widhi) jalurnya beragam, dan kemudian dikenallah para dewa. Dewa yang tertinggi dijadikan sarana untuk mencapai Hyang Widhi. Aliran terbesar agama Hindu saat ini adalah dari golongan Sekte Waisnawa yaitu menonjolkan kasih sayang dan bersifat memelihara; yang kedua terbesar ialah Sekte Siwa sebagai pelebur dan pengembali yang menjadi tiga sekte besar, yaitu Sekte Siwa, Sekte Sakti (Durga ), dan Sekte Ganesha, serta terdapat pula Sekte Siwa Siddhanta yang merupakan aliran mayoritas yang dijalani oleh masyarakat Hindu Bali, sekte Bhairawa dan Sekte - Sekte yang lainnya. Yang ketiga ialah Sekte Brahma sebagai pencipta yang menurunkan Sekte Agni, Sekte Rudra, Sekte Yama, dan Sekte Indra. Sekte adalah jalan untuk mencapai tujuan hidup menurut Agama Hindu, yaitu moksha (kembali kepada Tuhan), dan pemeluk Hindu dipersilahkan memilih sendiri aliran yang mana menurutnya yang paling baik/bagus.

SEKTE AGAMA HINDHU


Ajaran Hindu yang dianut sebagai warisan nenek moyang di Bali adalah ajaran Siwa Siddhanta yang kadang-kadang juga disebut Sridanta. Siddhanta artinya akhir dari sesuatu yang telah dicapai, yang maksudnya adalah sebuah kesimpulan dari ajaran yang sudah mapan. Ajaran ini merupakan hasil dari akulturasi dari banyak ajaran Agama Hindu. Di dalamnya kita temukan ajaran Weda, Upanisad, Dharmasastra, Darsana (terutama Samkya

Yoga), Purana, dan Tantra. Ajaran dari sumber-sumber tersebut berpadu dalam ajaran Tattwa yang menjadi jiwa atau intisari Agama Hindu di Bali. Dalam realisasinya, tata pelaksanaan kehidupan umat beragama di Bali juga menampakkan perpaduan dari unsur-unsur kepercayaan nenek moyang. Wariga, Rerainan (hari raya), dan Upakara sebagian besarnya merupakan warisan nenek moyang. Warisan ini telah demikian berpadu serasi dengan ajaran Agama Hindu sehingga merupakan sebuah satu kesatuan yang bulat dan utuh. Dengan demikian, Agama Hindu di Bali mempunyai sifat yang khas sesuai dengan kebutuhan rohani orang Bali dari zaman dahulu hingga sekarang. Di masa sekarang ini, warisan agama yang adhiluhung tersebut perlu kita jaga, rawat, dan menyempurnakan pemahaman kita sehingga tetap bisa memenuhi kebutuhan jiwa keagamaan umatnya. Sejarah Sekte Siwa Sidhanta dipimpin oleh Maha Rsi Agastya di daerah Madyapradesh (India tengah) kemudian menyebar ke Indonesia. Di Indonesia seorang Maha Rsi pengembang sekte ini yang berasal dari pasraman Agastya Madyapradesh dikenal dengan berbagai nama antara lain: Kumbhayoni, Hari Candana, Kalasaja, dan Trinawindu. Yang popular di Bali adalah nama Trinawindu atau Bhatara Guru, begitu disebut-sebut dalam lontar kuna seperti Eka Pratama. Ajaran Siwa Sidhanta mempunyai ciri-ciri khas yang berbeda dengan sekte Siwa yang lain. Sidhanta artinya kesimpulan sehingga Siwa Sidanta artinya kesimpulan dari Siwaisme. Kenapa dibuat kesimpulan ajaran Siwa? karena Maha Rsi Agastya merasa sangat sulit menyampaikan pemahaman kepada para pengikutnya tentang ajaran Siwa yang mencakup bidang sangat luas. Diibaratkan seperti mengenalkan binatang gajah kepada orang buta; jika yang diraba kakinya, maka orang buta mengatakan gajah itu bentuknya seperti pohon kelapa; bila yang diraba belalainya mereka mengatakan gajah itu seperti ular besar. Metode pengenalan yang tepat adalah membuat patung gajah kecil yang bisa diraba agar si buta dapat memahami anatomi gajah keseluruhan. Bagi penganut Siwa Sidhanta kitab suci Weda-pun dipelajari yang pokok-pokok/ intinya saja; resume Weda itu dinamakan Weda Sirah (sirah artinya kepala atau pokok-pokok). Lontar yang sangat popular bagi penganut Siwa Sidhanta di Bali antara lain Wrhaspati Tattwa. Pemantapan paham Siwa Sidhanta di Bali dilakukan oleh dua tokoh terkemuka yaitu Mpu Kuturan dan Mpu/ Danghyang Nirartha. Di India wahyu Hyang Widhi diterima oleh Sapta Rsi dan dituangkan dalam susunan sistematis oleh Bhagawan Abyasa dalam bentuk Catur Weda. Pengawi dan ahli Weda I Gusti Bagus Sugriwa dalam bukunya: Dwijendra Tattwa, Upada Sastra, 1991 menyiratkan bahwa di Bali wahyu Hyang Widhi diterima setidak-tidaknya oleh enam Maha Rsi. Wahyuwahyu itu memantapkan pemahaman Siwa Sidhanta meliputi tiga kerangka agama Hindu yaitu Tattwa, Susila, dan Upacara. Wahyu-wahyu itu berupa pemikiran-pemikiran cemerlang dan wangsit yang diterima oleh orang-orang suci di Bali sekitar abad ke delapan sampai ke-empat belas yaitu:

1. Danghyang Markandeya Pada abad ke-8 beliau mendapat wahyu di Gunung Di Hyang (sekarang Dieng, Jawa Timur) bahwa bangunan palinggih di Tolangkir (sekarang Besakih) harus ditanami panca datu yang terdiri dari unsur-unsur emas, perak, tembaga, besi, dan permata mirah. Setelah menetap di Taro, Tegal lalang-Gianyar, beliau memantapkan ajaran Siwa Sidhanta kepada para pengikutnya dalam bentuk ritual: Surya sewana, Bebali (banten), dan Pecaruan. Karena semua ritual menggunakan banten atau bebali maka ketika itu agama ini dinamakan Agama Bali. Daerah tempat tinggal beliau dinamakan Bali. Jadi yang bernama Bali mula-mula hanya daerah Taro saja, namun kemudian pulau ini dinamakan Bali karena penduduk di seluruh pulau melaksanakan ajaran Siwa Sidanta menurut petunjuk-petunjuk Danghyang Markandeya yang menggunakan bebali atau banten. Selain Besakih, beliau juga membangun pura-pura Sad Kahyangan lainnya yaitu: Batur, Sukawana, Batukaru, Andakasa, dan Lempuyang. Beliau juga mendapat wahyu ketika Hyang Widhi berwujud sebagai sinar terang gemerlap yang menyerupai sinar matahari dan bulan. Oleh karena itu beliau menetapkan bahwa warna merah sebagai simbol matahari dan warna putih sebagai simbol bulan digunakan dalam hiasan di Pura antara lain berupa ider-ider, lelontek, dan lainnya. Selain itu beliau mengenalkan hari Tumpek Kandang untuk mohon keselamatan pada Hyang Widhi, digelari Rare Angon yang menciptakan darah, dan hari Tumpek Pengatag untuk menghormati Hyang Widhi, digelari Sanghyang Tumuwuh yang menciptakan getah. 2. Mpu Sangkulputih Setelah Danghyang Markandeya moksah, Mpu Sangkulputih meneruskan dan melengkapi ritual bebali antara lain dengan membuat variasi dan dekorasi yang menarik untuk berbagai jenis banten dengan menambahkan unsur-unsur tetumbuhan lainnya seperti daun sirih, daun pisang, daun janur, buah-buahan: pisang, kelapa, dan biji-bijian: beras, injin, kacang komak. Bentuk banten yang diciptakan antara lain canang sari, canang tubugan, canang raka, daksina, peras, panyeneng, tehenan, segehan, lis, nasi panca warna, prayascita, durmenggala, pungu-pungu, beakala, ulap ngambe, dan lainnya. Banten dibuat menarik dan indah untuk menggugah rasa bhakti kepada Hyang Widhi agar timbul getaran-getaran spiritual. Di samping itu beliau mendidik para pengikutnya menjadi sulinggih dengan gelar Dukuh, Prawayah, dan Kabayan. Beliau juga pelopor pembuatan arca/ pralingga dan patung-patung Dewa yang dibuat dari bahan batu, kayu, atau logam sebagai alat konsentrasi dalam pemujaan Hyang Widhi. Tak kurang pentingnya, beliau mengenalkan tata cara pelaksanan peringatan hari Piodalan di Pura Besakih dan pura-pura lainnya, ritual hari-hari raya: Galungan, Kuningan, Pagerwesi, Nyepi, dan lainnya.

Jabatan resmi beliau adalah Sulinggih yang bertanggung jawab di Pura Besakih dan purapura lainnya yang telah didirikan oleh Danghyang Markandeya. 3. Mpu Kuturan Pada abad ke-11 datanglah ke Bali seorang Brahmana Buddha dari Majapahit yang berperan sangat besar pada kemajuan Agama Hindu di Bali. Pada saat itu beliau mampu menyatukan berbagaimacam aliran atau sekte yang berkembang dibali. Atas wahyu Hyang Widhi beliau mempunyai pemikiran-pemikiran cemerlang mengajak umat Hindu di Bali mengembangkan konsep Trimurti dalam wujud simbol palinggih Kemulan Rong Tiga di tiap perumahan, Pura Kahyangan Tiga di tiap Desa Adat, dan Pembangunan Pura-pura Kiduling Kreteg (Brahma), Batumadeg (Wisnu), dan Gelap (Siwa), serta Padma Tiga, di Besakih. Paham Trimurti adalah pemujaan manifestasi Hyang Widhi dalam posisi horisontal (pangider-ider). 4. Mpu Manik Angkeran Setelah Mpu Sangkulputih moksah, tugas-tugas beliau diganti oleh Mpu Manik Angkeran. Beliau adalah Brahmana dari Majapahit putra Danghyang Siddimantra. Dengan maksud agar putranya ini tidak kembali ke Jawa dan untuk melindungi Bali dari pengaruh luar, maka tanah genting yang menghubungkan Jawa dan Bali diputus dengan memakai kekuatan bathin Danghyang Siddimantra. Tanah genting yang putus itu disebut segara rupek. 5. Mpu Jiwaya Beliau menyebarkan agama Budha Mahayana aliran Tantri terutama kepada kaum bangsawan di zaman Dinasti Warmadewa (abad ke-9). Sisa-sisa ajaran itu kini dijumpai dalam bentuk kepercayaan kekuatan mistis yang berkaitan dengan keangkeran (tenget) dan pemasupati untuk kesaktian senjata-senjata alat perang, topeng, barong, dan lainnya. 6. Danghyang Dwijendra Datang di Bali pada abad ke-14 dari desa keling dijawa, beliau adalah keturunan Brahmana Buddha tetapi beralih menjadi Brahmana Siwa, ketika Kerajaan Bali Dwipa dipimpin oleh Dalem Waturenggong. Beliau mendapat wahyu di Purancak, Jembrana bahwa di Bali perlu dikembangkan paham Tripurusa yakni pemujaan Hyang Widhi dalam manifestasi-Nya sebagai Siwa, Sadha Siwa, dan Parama Siwa. Bentuk bangunan pemujaannya adalah Padmasari atau Padmasana. Jika konsep Trimurti dari Mpu Kuturan adalah pemujaan Hyang Widhi dalam kedudukan horizontal, maka konsep Tripurusa adalah pemujaan Hyang Widhi dalam kedudukan vertikal.

Danghyang Dwijendra mempunyai Bhiseka lain: Mpu/ Danghyang Nirarta, dan dijuluki: Pedanda Sakti Wawu Rawuh karena beliau mempunyai kemampuan supra natural yang membuat Dalem Waturenggong sangat kagum sehingga beliau diangkat menjadi Bhagawanta (pendeta kerajaan). Ketika itu Bali Dwipa mencapai jaman keemasan, karena semua bidang kehidupan rakyat ditata dengan baik. Hak dan kewajiban para bangsawan diatur, hukum dan peradilan adat/ agama ditegakkan, prasasti-prasasti yang memuat silsilah leluhur tiap-tiap soroh/ klan disusun. Awig-awig Desa Adat pekraman dibuat, organisasi subak ditumbuh-kembangkan dan kegiatan keagamaan ditingkatkan. Selain itu beliau juga mendorong penciptaan karya-karya sastra yang bermutu tinggi dalam bentuk tulisan lontar, kidung atau kekawin. Karya sastra beliau yang terkenal antara lain: Sebun bangkung, Sara kusuma, Legarang, Mahisa langit, Dharma pitutur, Wilet Demung Sawit, Gagutuk menur, Brati Sesana, Siwa Sesana, Aji Pangukiran, dan lainnya. Beliau juga aktif mengunjungi rakyat di berbagai pedesaan untuk memberikan Dharma wacana. Saksi sejarah kegiatan ini adalah didirikannya Pura-pura untuk memuja beliau di tempat mana beliau pernah bermukim membimbing umat misalnya: Purancak, Rambut siwi, Pakendungan, Hulu watu, Bukit Gong, Bukit Payung, Sakenan, Air Jeruk, Tugu, Tengkulak, Gowa Lawah, Ponjok Batu, Suranadi (Lombok), Pangajengan, Masceti, Peti Tenget, Amertasari, Melanting, Pulaki, Bukcabe, Dalem Gandamayu, Pucak Tedung, dan lainnya. Keenam tokoh suci tersebut telah memberi ciri yang khas pada kehidupan beragama Hindu di Bali sehingga terwujudlah tattwa dan ritual yang khusus yang membedakan Hindu-Bali dengan Hindu di luar Bali, karena dibali sesungguh Siwa Sidhanta dan Buddha kasogatan menjadi satu dalam keseharian hidup dan ritual orang bali. Sumber-Sumber Ajaran Walaupun sumber-sumber ajaran Agama Hindu di Bali berasal dari kitab-kitab berbahasa Sanskerta, namun sumber-sumber tua yang kita warisi kebanyakan ditulis dalam dua bahasa yaitu Bahasa Sanskerta dan Bahasa Jawa Kuna. Kitab yang di tulis dalam bahasa Sanskerta umumnya adalah kitab Puja, namun bahasa Sanskerta yang digunakan adalah bahasa Sanskerta kepulauan khas Indonesia yang sedikit berbeda denga bahasa Sanskerta versi India. Sedangkan kitab-kitab yang ditulis dalam bahasa Jawa kuna antara lain Bhuwanakosa, Jnana Siddhanta, Tattwa Jnana, Wrhaspati tatwa, dan Sarasamuscaya. Kitab Bhuwanakosa, Jnana Siddhanta, Tattwa Jnana dan Wrhaspati Tattwa adalah kitab-kitab yang Tattwa yang mengajarkan Siwa Tattwa yang mana juga kitab-kitab ini menjadi unsur dari isi Puja. Sedangkan Sarasamuscaya adalah kitab yang mengajarkan susila, etika dan tingkah laku. Di samping itu juga terdapat banyak lontar-lontar indik yang menjadi rujukan pelaksanaan kehidupan umat beragama dan bermasyarakat di Bali seperti lontar Wariga, lontar tentang pertanian, pertukangan, organisasi sosial dan yang lainnya. Di samping itu juga terdapat kitab-kitab Itihasa dan gubahan-gubahan yang berasal dari purana, seperti Parwa (kisah Maha Bharata), Kanda (Ramayana), dan juga kekawin-kekawin yang menjadi alat pendidikan dan pedoman dalam bertingkah laku bagi masyarakat. Itihasa dan juga Purana juga menjadi sumber dalam kehidupan berkesenian di Bali terutama kesenian yang masuk

kategori Wali atau sakral, seperti wayang, topeng, calonarang, dan yang lainnya, yang mana pementasan kesenian tersebut umumnya mengangakat tema cerita yang berasal dari Itihasa, Purana, atau kekawin. Tidak semua pelaksanaan kehidupan beragama di Bali yang dapat dirujuk kedalam sumber-sumber ajaran sastra agama, yang dikarenakan agama Hindu di Bali begitu menyatu dengan budaya, adat, seni dan segala aspek kehidupan orang Bali, sehingga banyak warisan budaya para leluhur orang Bali yang tetap diwariskan turun-temurun dan menjadi satu keatuan dengan agama Hindu di Bali. Pokok-Pokok Ajaran Ajaran Siwa Siddhanta di Bali terdiri dari tiga kerangka utama yaitu Tattwa, Susila, dan Upacara keagamaan. Tatwa atau filosofi yang mendasarinya adalah ajaran Siwa Tattwa. Di dalan Siwa Tattwa, Sang Hyang Widhi adalah Ida Bhatara Siwa. Dalam lontar Jnana Siddhanta dinyatakan bahwa Ida Bhatara Siwa adalah Esa yang bermanifestasi beraneka menjadi Bhatara-Bhatari. Sa eko bhagavan sarvah Siwa karana karanam Aneko viditah sarwah Catur vidhasya karanam Ekatwanekatwa swalaksana bhatara ekatwa ngaranya Kahidup makalaksana siwatattwa Tunggal tan rwatiga kahidep nira Mangekalaksana siwa karana juga tan paphrabeda Aneka ngaranya kahidup Bhataramakalaksana caturdha. Caturdha ngaranya laksananiram stuhla suksma sunya. (Sifat Bhatara eka dan aneka. Eka artinya ia dibayangkan bersifat Siwa Tattwa, ia hanya esa tidak dibayangkan dua atau tiga. Ia bersifat Esa saja sebagai Siwakarana [Siwa sebagai pencipta], tiada perbedaan. Aneka artinya Bhatara bersifat Caturdha. Caturdha adalah sifatnya, sthula, suksma dan sunia.) Sumber-sumber lain yang menyatakan Dia yang Eka dalam Beraneka juga kita temukan dalam banyak mantra-mantra, di antaranya adalah: Om namah Sivaya sarvaya Dewa-devaya vai namah

Rudraya Bhuvanesaya Siwa rupaya vai namah. (Sembah bhakti dan hormat kepada Siwa, kepada Sarwa. Sembah bhakti dan hormat kepada dewa dewanya. Kepada Rudra raja alam semesta. Sembah hormat kepada dia yang rupanya manis.) Twam Sivas twam Mahadewa Isvara Paramesvara Brahma Visnuca Rudrasca Purusah Prakhrtis tatha. (Engkau adalah Siwa Mahadewa Iswara, Parameswara Brahma, Wisnu dan Rudra Dan juga sebagai Purusa dan Prakerti.) Tvam kalas tvam yamomrtyur varunas tvam kverakah Indrah Suryah Sasangkasca Graha naksatra tarakah. (Engkau adalah Kala, Yama dan Mrtyu Engkau adalah Varuna, Kubera Indra, Surya dan Bulan Planet, naksatra dan bintang-bintang.) Prthivi salilam tvam hi Tvam Agnir vayur eva ca

Akasam tvam palam sunyam Sakhalam niskalam tatha. (Engkau adalah Bumu, Air dan juga Api Angkasa dan alam sunia tertinggi Juga yang berwujud dan tak berwujud.) Dengan contoh-contoh ini menunjukkan bahwa semua Bhatara-Bhatari itu adalah Bhatara Siwa sendiri. Bhatara-Bhatari itulah yang dipuja sebagai Ista Dewata. Banyaknya Ista Dewata yang dipuja akan berkaitan dengan banyaknya Pura dan Pelinggih, Pengastawa, Rerainan dan Banten. Ista Dewata adalah Bhatara Siwa yang aktif sebagai Sada Siwa, sedangkan Bhatara Siwa sebagai Parama Siwa bersifat tidak aktif atau sering disebut Sunia. Dalam manifestasi beliau sebagai Dewa Brahma, Wisnu dan Iswara yang paling mendominasi pemujaan yang ada di Bali. Konsep penciptaan, pemeliharaan dan pemrelina menunjukkan Bhatara Siwa sebagai apa yang sering disebut Sang Hyang Sangkan paraning Numadi, yaitu asal dan kembalinya semua yang ada dan tidak ada di jagat raya ini. Salah satu yang menarik dari keberadaan Bhatara Siwa, ialah Beliau berada di mana-mana, di seluruh penjuru mata angin dan di pengider-ider. Di timur Ia adalah Iswara, di tenggara Ia adalah Mahesora, di selatan Ia adalah Brahma, di barat daya Ia adalah Rudra, di barat Ia adalah Mahadewa, di barat laut Ia adalah Sangkara, di utara Ia adalah Wisnu, di timur laut Ia adalah Sambhu dan ditengah Ia adalah Siwa. Sebagai Sang Hyang kala, di timur Ia adalah kala Petak (putih), di selatan Ia adalah Kala Bang (merah), di barat ia adalah Kala Gading (Kuning), di utara Ia adalah Kala Ireng (hitam) dan ditengah Ia adalah kala mancawarna. Selain ajaran ketuhanan, ajaran Siwa Siddhanta juga memuat beberapa ajaran di antaranya ajaran tentang Atma yang sesungguhnya berasal dari Bhatara Siwa dan akan kembali kepada-Nya juga, ajaran Karma Phala yang berkaitan dengan Punarbawa atau siklus reinkarnasi, ajaran pelepasan yang berkaitan tentang Yoda dan Samadhi. Terdapat pula ajaran tata susila yang erat hubungannya dengan ajaran Karma Phala. Tumpuan dari ajaran tata susila itu adalah Tria Kaya Parisuddha yaitu Kayika Parisuddha (berbuat yang benar), Wacika Parisuddha (berbicara yang benar) dan Manacika Parisuddha (berpikir yang benar).

Siwa Siddhanta Dalam Pelaksanaan Kehidupan Beragama di Bali


Ada relasi antara manusia dengan Tuhan. Relasi ini diwujudkan dalam bentuk bakti sebagai wujud Prawrtti Marga. Tuhan dipuja sebagai saksi agung akan semua perbuatan manusia di dunia. Tuhan yang memberikan berkah dan hukuman kepada semua mahluk. Di Bali, bhakti kepada Tuhan direalisasikan dalam berbagai bentuk. Untuk orang kebanyakan, bhakti diwujudkan dengan sembahyang yang diiringi dengan upakara. Upakara artinya pelayanan

dengan ramah diwujudkan dengan banten. Upakara termasuk Yajna atau persembahan suci. Baik sembahyang maupun persembahan Yajna memerlukan tempat pemujaan. Pemangku, Balian Sonteng dan Sulinggih mengantarkan persembahan umat kepada Tuhan dengan saa, mantra dan puja. Padewasan dan rerainan memengang peranan penting, yang mana pada semua ini ajaran sradha kepada Tuhan akan selalu tampak terwujud. Demikian juga misalnya saat Bhatara Siwa sebagai Dewata Nawa Sanga diwujudkan dalam banten caru, belia disimbulkan pada banten Bagia Pula Kerti, beliau dipuja pada puja Asta Mahabhaya, Nawa Ratna dan pada kidung belia dipuja pada kidung Aji Kembang. Bhatara Siwa sebagai Panca Dewata dipuja dalam berbagai Puja, Mantra dan saa, ditulis dalam aksara pada rerajahan dan juga disimbulkan pada alat upacara serta aspek kehidupan beragama lainnya. Tempat-tempat pemujaan menunjukkan tempat memuja Bhatara Siwa dalam manifestasi beliau. Belia dipuja sebagai Siwa Raditya di Padmasana, dipuja sebagai Trimurti di sanggah, paibon, Kahyanga Desa dan kahyangan jagat. Pemujaan Tuhan pada berbagai tempat sebagai Ista Dewata sesuai dengan ajaran Tuhan berada di mana-mana. Demikinalah orang Bali menyembah Tuhan disemua tempat, di Pura Dalem, Pura Desa, Pura Puseh, Bale Agung, Pempatan Agung, Peteula, Setra, Segara, Gunung, Sawah, Dapur dan sebagainya. Di samping itu diberbagai tempat Tuhan dipuja sebagai Dewa yang Ngiyangin atau yang memberkati daerah pada berbagai aspek kehidupan, seperti Dewa Pasar, Peternakan, Kekayaan, Kesehatan, Kesenian, Ilmu Pengetahuan dan sebagainya. Dengan demikian hampir tidak ada aspek kehidupan orang Bali yang lepas dari Agama Hindu. Dalam pemujaan ini Tuhan dipuja sebagai Ista Dewata, Dewa yang dimohon kehadirannya pada pemujaannya, sehingga yang dipuja bukanlah Tuhan yang absolut sebagai Brahman dalam Upanisad atau Bhatara Siwa sebagai Parama Siwa, namun Tuhan yang bersifat pribadi yang menjadi junjungan yang disembah oleh penyembahnya. Ista Dewata ini dipandang sebagai tamu yang dimohon kehadirannya oleh hambanya pada waktu dipuja untuk menyaksikan sembah bakti umatnya. Oleh karena itu Tuhan dipuja sebagai Hyang dari aspek-aspek kehidupan yang rasa kehadiran-Nya sangat dihayati oleh hambanya sama seperti penghayatan umat terhadapa aspek kehidupan tersebut. Pemujaan dilakukan dalam suasana, tempat, cara, dan bahan yang paling tepat dan paling dihayati oleh para pemuja-Nya. Terdapat persembahan Banten, pakaian, hiasan yang semuanya dipersembahkan dengan begitu serasi dengan penghayatan, perasaan dan cita rasa dari penyembah-Nya sehingga penghayatan menyusup kedalam lubuk hati yang terdalam. Apapun yang dipersembahkan, maka itu adalah sesuatu yang terbaik menurut para penyembah-Nya. Akibat dari semua itu adalah adanya variasi dan pelaksanaan hidup beragama di Bali. Namun inti dari prinsip ajaran agama Hindu adalah sama, yaitu Tuhan yang ada di manamana sama dengan Tuhan Yang Maha Esa yang menampakkan diri dalam berbagai wujud dan pandangan penyembah-Nya, yang abstrak dihayati melalui bentuk.

TEMPAT IBADAH AGAMA HINDU


Tempat suci Hindu adalah suatu tempat maupun bangunan yang dikeramatkan oleh umat Hindu atau tepat persembahyangan bagi umat Hindu untuk memuja Brahman beserta aspekaspeknya. Di Tanah Hindu, banyak kuil yang didedikasikan untuk Dewa-Dewi Hindu, beserta inkarnasinya ke dunia (awatara), seperti misalnya Rama dan Kresna. Di India setiap kuil menitikberatkan pemujaannya terhadap Dewa-Dewi tertentu, termasuk memuja Bhatara Rama dan Bhatara Kresna sebagai utusan Tuhan untuk melindungi umat manusia. Tempat suci Hindu umumnya terletak di tempat-tempat yang dikelilingi oleh alam yang asri, seperti misalnya laut, pantai, gunung, gua, hutan, dan sebagainya. Namun tidak jarang ada tempat suci Hindu yang berada di kawasan perkotaan atau di dekat pemukiman penduduk. Tempat suci Hindu memiliki banyak sekali sebutan di berbagai belahan dunia, dan nama tersebut tergantung dari bahasa yang digunakan. Umumnya berbagai nama tersebut memiliki arti yang hampir sama, yaitu merujuk kepada pengertian Rumah pemujaan kepada Tuhan. Berbagai istilah tempat suci Hindu yaitu:

Mandir atau Mandira (bahasa Hindi salah satu bahasa resmi India) Alayam atau Kovil (bahasa Tamil) Devasthana atau Gudi (Kannada) Gudi , Devalayam atau Kovela (bahasa Telugu) Puja pandal (bahasa Bengali) Kshetram atau Ambalam (Malayalam) Pura atau Candi (Indonesia: Bali, Jawa, dll.)

Terdapat juga berbagai nama lain seperti Devalaya, Devasthan, Deval atau Deul, dan lainlain, yang berarti Rumah para Dewa. Biara Hindu sering disebut Matha, dimana para pendeta dididik dan guru spiritual tinggal. Kebanyakan tempat-tempat tersebut merupakan rumah kuil.

STUKTUR DAN ARSITEKTUR

Pura Besakih, kuil Hindu terbesar di pulau Bali Bangunan suci Hindu umumnya menyerupai replika sebuah gunung, karena menurut filsafat Hindu, gunung melambangkan alam semesta dengan ketiga bagiannya. Selain itu, gunung merupakan kediaman para Dewa, seperti misalnya gunung Kailasha yang dipercaya sebagai kediaman Dewa Siwa. Selain menyerupai gunung, terdapat bangunan suci Hindu yang memiliki atap bertumpuk-tumpuk, dan di Indonesia dikenal dengan istilah Meru. Meru merupakan lambang dari lapisan alam, mulai dari alam terendah sampai alam tertinggi. Arsitektur bangunan suci Hindu tidak lepas dari aturan-aturan yang termuat dalam kitab suci. Dalam pembangunan suatu tempat suci Hindu, arsitekturnya harus mengikuti apa yang termuat dalam sastra suci Hindu. Di Indonesia, selain berbentuk candi dan meru, bangunan suci Hindu juga berbentuk gedong dan padmasana. Dalam bangunan suci Hindu, tidak jarang dijumpai relief atau pahatan, serta patung-patung yang berada di sekeliling areal suatu tempat suci. Umumnya patung-patung tersebut melambangkan Dewa-Dewi yang muncul dalam sastra dan mitologi Hindu. Fungsi berbagai patung dalam bangunan suci Hindu adalah sebagai hiasan atau simbol, karena bukan untuk

disembah.

A. PADMASANA
Padmasana atau padmsana adalah sebuah tempat untuk bersembahyang dan menaruh sajian bagi umat Hindu, terutama umat Hindu Indonesia. Kata padmasana berasal dari bahasa Sansekerta, menurut Kamus Jawa Kuna-Indonesia yang disusun oleh Prof. Dr. P.J. Zoetmulder (Penerbit Gramedia, 1995) terdiri dari dua kata yaitu : "padma" artinya bunga teratai dan "asana" artinya sikap duduk. Hal ini juga merupakan sebuah posisi duduk dalam yoga.

Bunga teratai dipilih sebagai symbol yang tepat menggambarkan kesucian dan keagungan Hyang Widhi (Tuhan) karena memenuhi unsur-unsur :

Helai daun bunganya berjumlah delapan sesuai dengan jumlah manifestasi Hyang Widhi di arah delapan penjuru mata angin sebagai kedudukan Horizontal : Timur (Purwa) sebagai Iswara, Tenggara (Agneya) sebagai Maheswara, Selatan (Daksina) sebagai Brahma, Barat Daya (Nairiti) sebagai Rudra, Barat (Pascima) sebagai Mahadewa, Barat Laut (Wayabya) sebagai Sangkara, Utara (Uttara) sebagai Wisnu, Timur Laut (Airsanya) sebagai Sambhu. Puncak mahkota berupa sari bunga yang menggambarkan symbol kedudukan Hyang Widhi secara vertikal dalam manifestasi sebagai : Siwa (adasthasana/dasar), Sadasiwa (madyasana/tengah) dan Paramasiwa (agrasana/puncak). Bunga teratai hidup di tiga alam yaitu tanah/lumpur disebut pertiwi, air disebut apah, dan udara disebut akasa. Bunga teratai merupakan sarana utama dalam upacara-upacara Panca Yadnya dan juga digunakan oleh Pandita-Pandita ketika melakukan surya sewana (pemujaan Matahari).

Dilihat dari bentuk bangunan Padmasana, dibedakan adanya lima jenis Padmasana yaitu: 1. Padma Anglayang = memakai dasar bhedawangnala, bertingkat tujuh dan di puncaknya ada tiga ruang. Digunakan selain sebagai niyasa stana Sanghyang Siwa Raditya atau Sanghyang Tripurusa, juga sebagai niyasa stana Trimurti. 2. Padma Agung = memakai dasar bhedawangnala, bertingkat lima dan di puncaknya ada dua ruang. Digunakan selain sebagai niyasa stana Sanghyang Siwa Raditya atau Sanghyang Tripurusa, juga sebagai niyasa Ardanareswari yaitu kekuatan/ kesaktian Hyang Widhi sebagi pencipta segala yang berbeda misalnya: lelaki-perempuan, siang-malam, kiri (pengiwa) - kanan (penengen), dst. 3. Padmasana = memakai bhedawangnala, bertingkat lima dan di puncaknya ada satu ruang. Digunakan selain sebagai niyasa stana Sanghyang Siwa Raditya atau Sanghyang Tripurusa, juga sebagai niyasa Sanghyang Tunggal yaitu Hyang Widhi Yang Maha Esa 4. Padmasari = tidak memakai dasar bhedawangnala, bertingkat tiga dan di puncaknya ada satu ruang. Digunakan hanya untuk niyasa stana Sanghyang Siwa Raditya atau Sanghyang Tripurusa 5. Padma capah = tidak memakai dasar bhedawangnala, bertingkat dua dan di puncaknya ada satu ruang. Digunakan untuk niyasa stana Hyang Widhi dalam manifestasi sebagai Baruna (Dewa lautan) Pemilihan bentuk kelima jenis Padmasana itu berdasar pertimbangan kemampuan penyungsung melaksanakan upacara, baik ketika mendirikannya maupun pada setiap hari piodalannya. Oleh karena itu dipertimbangkan juga jumlah penyungsungnya. Makin banyak

penyungsungnya makin "utama" bentuk padmasana, sesuai dengan urutan di atas

B. CANDI
Candi adalah istilah dalam Bahasa Indonesia yang merujuk kepada sebuah bangunan tempat ibadah dari peninggalan masa lampau yang berasal dari peradaban Hindu-Buddha. Digunakan sebagai tempat pemujaan dewa-dewa ataupun memuliakan buddha. Akan tetapi, istilah 'candi' tidak hanya digunakan oleh masyarakat untuk menyebut tempat ibadah saja, banyak situs-situs purbakala non-religius dari masa Hindu-Buddha atau klasik Indonesia, baik sebagai istana (kraton), pemandian (petirtaan), gapura, dan sebagainya, juga disebut dengan istilah candi. Candi juga berasal dari kata Candika yang berarti nama salah satu perwujudan Dewi Durga sebagai Dewi kematian. Karenanya candi selalu dihubungkan dengan monumen tempat pedharmaan untuk memuliakan Raja Anumerta (yang sudah meninggal) contohnya candi Kidal untuk memuliakan Raja Anusapati. Penafsiran yang berkembang di luar negeri adalah; istilah 'candi' hanya merujuk kepada bangunan peninggalan era Hindu-Buddha di Nusantara, yaitu di Indonesia dan Malaysia saja (contoh: Candi Lembah Bujang di Kedah). Akan tetapi dari sudut pandang Bahasa Indonesia, istilah 'candi' juga merujuk kepada semua bangunan bersejarah Hindu-Buddha di seluruh dunia; tidak hanya di Indonesia dan Malaysia, tetapi juga Kamboja dan India, seperti candi Angkor Wat di Kamboja dan candi Khajuraho di India.

"Antara abad ke-7 dan ke-15 masehi, ratusan bangunan keagamaan dibangun dari bahan bata merah atau batu andesit di pulau Jawa, Sumatera, dan Bali. Bangunan ini disebut candi. Istilah ini juga merujuk kepada berbagai bangunan pra-Islam termasuk gerbang, dan bahkan pemandian, akan tetapi manifestasi utamanya tetap adalah bangunan suci keagamaan." Soekmono, R. "Candi:Symbol of the Universe".

FUNGSI DAN JENIS


Selain itu candi pula berfungsi sebagai:

Candi Stupa: didirikan sebagai lambang Budha, contoh: candi Borobudur Candi Pintu Gerbang: didirikan sebagai gapura atau pintu masuk, contoh: candi Bajang Ratu Candi Balai Kambang / Tirta: didirikan didekat / di tengah kolam, contoh: candi Belahan dan candi Tikus Candi Pertapaan: didirikan di lereng lereng tempat Raja bertapa, contoh: candi Jalatunda Candi Wihara: didirikan untuk tempat para pendeta bersemedhi, contoh: candi Sari dan Plaosan

Struktur bangunan candi terdiri dari 3 bagian:


Kaki candi adalah bagian dasar sekaligus membentuk denahnya (berbentuk segi empat, ujur sangkar atau segi 20) Tubuh candi. Terdapat kamarkamar tempat arca atau patung Atap candi: berbentuk limasan, bermahkota stupa, lingga, ratna atau wajra

Bangunan candi ada yang berdiri sendiri ada pula yang berkelompok. Ada dua sistem dalam pengelempokan atau tata letak kompleks candi, yaitu:

Sistem Konsentris (pengaruh dari India) yaitu posisi candi induk berada di tengah tengah anakanak candi (candi perwara), contohnya kelompok candi Prambanan Sistem Berurutan (asli Nusantara) yaitu posisi candi induk berada di belakang anak anak candi, contohnya candi Penataran

Suatu candi di masa lampau biasanya berfungsi dan digunakan masyarakat dari latar belakang agamanya, yaitu Hindu-Saiwa, Budha Mahayana, Siwa Buddha dan Rsi. Bangunan candi terbagi menjadi: 1. Candi Kerajaan, yaitu yang digunakan oleh seluruh warga kerajaan. Contoh: C.Borobudur, C.Prambanan, C.Sewu, C.Plaosan (Jawa Tengah), C.Panataran di Jawa Timur.

2. Candi Wanua/Watak,yaitu candi yang digunakan oleh seluruh masyarakat pada daerah tertentu pada suatu kerajaan. Contoh:candi yang berasal dari masa Majapahit,C.Sanggrahandi (Tulung Agung, Jawa Tengah), C.Gebang (Yogya),C.Pringapus (tulung Agung, Jawa Tengah). 3. Candi Pribadi, yaitu candi yang digunakan untuk mendharmakan seorang tokoh. Contoh: C.Kidal (pendharmaan Anusapati,raja Singhasari), C.Jajaghu (Pendharmaan Wisnuwardhana,raja Singhasari), C.Ngrimbi (pendharmaan Tribuanatunggadewi, ibu Hayam Wuruk),C. Tegawangi (pendharmaan Bhre Matahun), dan C. Surawana (pendharmaan Bhre Wengker).

GAYA ARSITEKTUR
Soekmono, seorang arkeolog terkemuka di Indonesia, mengidentifikasi perbedaan gaya arsitektur (langgam) antara candi Jawa tengah dengan candi Jawa Timur. Langgam Jawa Tengahan umumnya adalah candi yang berasal dari sebelum tahun 1.000 masehi, sedangkan langgam Jawa Timuran umumnya adalah candi yang berasal dari sesudah tahun 1.000 masehi. Candi-candi di Sumatera dan Bali, karena kemiripannya dikelompokkan ke dalam langgam Jawa Timur.[2] Bagian Langgam dari Candi Tengah Bentuk bangunan Jawa Langgam Timur Cenderung tinggi dan ramping Jawa

Cenderung tambun

Atap

Atapnya merupakan kesatuan tingkatan. Jelas menunjukkan Undakan-undakan undakan, umumnya kecil yang sangat terdiri atas 3 banyak membentuk tingkatan kesatuan atap yang melengkung halus.

Kubus (kebanyakan Stupa (candi candi Hindu), Buddha), Ratna terkadang Dagoba Kemuncak atau Vajra (candi yang berbentuk Hindu) tabung (candi Buddha) Gawang Gaya Kala-Makara; Hanya kepala Kala pintu dan kepala Kala dengan tengah menyeringai hiasan mulut menganga lengkap dengan

relung

tanpa rahang bawah rahang bawah terletak terletak di atas di atas pintu, Makara pintu, terhubung tidak ada dengan Makara ganda di masingmasing sisi pintu Ukiran lebih Ukiran lebih tinggi (tipis) dan dan menonjol menonjol, dengan gambar bergaya bergaya naturalis wayang bali rendah kurang gambar seperti

Relief

Mandala konsentris, simetris, formal; dengan candi utama Tata letak terletak tepat di dan lokasi tengah halaman candi kompleks candi, utama dikelilingi jajaran candi-candi perwara yang lebih kecil dalam barisan yang rapi

Linear, asimetris, mengikuti topografi (penampang ketinggian) lokasi; dengan candi utama terletak di belakang, paling jauh dari pintu masuk, dan seringkali terletak di tanah yang paling tinggi dalam kompleks candi, candi perwara terletak di depan candi utama Kebanyakan menghadap ke barat bata

Kebanyakan Arah hadap menghadap bangunan timur Bahan bangunan Kebanyakan andesit

ke

batu Kebanyakan merah

Meskipun demikian terdapat beberapa pengecualian dalam pengelompokkan langgam candi ini. Sebagai contoh candi Penataran, Jawi, Jago, Kidal, dan candi Singhasari jelas masuk dalam kelompok langgam Jawa Timur, akan tetapi bahan bangunannya adalah batu andesit, sama dengan ciri candi langgam Jawa Tengah; dikontraskan dengan reruntuhan Trowulan seperti candi Brahu, serta candi Majapahit lainnya seperti Jabung dan Pari yang berbahan bata merah. Bentuk candi Prambanan adalah ramping serupa candi Jawa Timur, tapi susunan dan bentuk atapnya adalah langgam Jawa Tengahan. Lokasi candi juga tidak menjamin kelompok langgamnya, misalnya Candi Badut terletak di Malang, Jawa Timur, akan tetapi

candi ini berlanggam Jawa Tengah yang berasal dari kurun waktu yang lebih tua di abad ke-8 masehi. Bahkan dalam kelompok langgam Jawa Tengahan terdapat perbedaan tersendiri dan terbagi lebih lanjut antara langgam Jawa Tengah Utara (misalnya kelompok Candi Dieng) dengan Jawa Tengah Selatan (misalnya kelompok Candi Sewu). Candi Jawa Tengah Utara ukirannya lebih sederhana, bangunannya lebih kecil, dan kelompok candinya lebih sedikit; sedangkan langgam candi Jawa Tengah Selatan ukirannya lebih raya dan mewah, bangunannya lebih megah, serta candi dalam kompleksnya lebih banyak dengan tata letak yang teratur. Pada kurun akhir Majapahit, gaya arsitektur candi ditandai dengan kembalinya unsur-unsur langgam asli Nusantara bangsa Austronesia, seperti kembalinya bentuk punden berundak. Bentuk bangunan seperti ini tampak jelas pad Candi Sukuh dan Candi Cetho di lereng gunung Lawu, selain itu beberapa bangunan suci di lereng Gunung Penanggungan juga menampilkan ciri-ciri piramida berundak mirip bangunan piramida Amerika Tengah.

Candi Pawon dekat Borobudur, contoh Langgam Jawa Tengah

Gerbang Bajang Ratu di Trowulan, contoh Langgam Jawa Timur.

C. PURA
Pura adalah istilah untuk tempat ibadah agama Hindu di Indonesia. Pura di Indonesia terutama terkonsentrasi di Bali sebagai pulau yang mempunyai mayoritas penduduk penganut agama Hindu. Kata "Pura" sesungguhnya berasal dari akhiran bahasa Sansekerta (-pur, -puri, -pura, puram, -pore), yang artinya adalah kota, kota berbenteng, atau kota dengan menara atau istana. Dalam perkembangan pemakaiannya di Pulau Bali, istilah "Pura" menjadi khusus untuk tempat ibadah; sedangkan istilah "Puri" menjadi khusus untuk tempat tinggal para raja dan bangsawan.

TATA LETAK
Tidak seperti candi atau kuil Hindu di India yang berupa bangunan tertutup, pura dirancang sebagai tempat ibadah di udara terbuka yang terdiri dari beberapa lingkungan yang dikelilingi tembok. Masing-masing lingkungan ini dihubungkan dengan gerbang atau gapura yang penuh berukiran indah. Lingkungan yang dikelilingi tembok ini memuat beberapa bangunan seperti pelinggih yaitu tempat suci bersemayam hyang, meru yaitu menara dengan atap bersusun, serta bale (pendopo atau paviliun). Struktur tempat suci pura mengikuti konsep Trimandala, yang memiliki tingkatan pada derajat kesuciannya, yakni: 1. Nista mandala (Jaba pisan): zona terluar yang merupakan pintu masuk pura dari lingkungan luar. Pada zona ini biasanya berupa lapangan atau taman yang dapat digunakan untuk kegiatan pementasan tari atau tempat persiapan dalam melakukan berbagai upacara keagamaan. 2. Madya mandala (Jaba tengah): zona tengah tempat aktivitas umat dan fasilitas pendukung. Pada zona ini biasanya terdapat Bale Kulkul, Bale Gong (Bale gamelan), Wantilan (Bale pertemuan), Bale Pesandekan, dan Perantenan. 3. Utama mandala (Jero): yang merupakan zona paling suci di dalam pura. Di dalam zona tersuci ini terdapat Padmasana, Pelinggih Meru, Bale Piyasan, Bale Pepelik, Bale Panggungan, Bale Pawedan, Bale Murda, dan Gedong Penyimpenan. Meskipun demikian tata letak untuk zona Nista mandala dan Madya mandala kadang tidak mutlak seperti demikian, karena beberapa bangunan seperti Bale Kulkul, atau Perantenan atau dapur pura dapat pula terletak di Nista mandala. Pada aturan zona tata letak pura maupun puri (istana) di Bali, baik gerbang Candi bentar maupun Paduraksa merupakan satu kesatuan rancang arsitektur. Candi bentar merupakan gerbang untuk lingkungan terluar yang membatasi kawasan luar pura dengan Nista mandala zona terluar kompleks pura. Sedangkan gerbang Kori Agung atau Paduraksa digunakan sebagai gerbang di lingkungan dalam pura, dan digunakan untuk membatasi zona Madya mandala dengan Utama mandala sebagai kawasan tersuci pura Bali. Maka disimpulkan baik untuk kompleks pura maupun tempat tinggal bangsawan, candi bentar digunakan untuk lingkungan terluar, sedangkan paduraksa untuk lingkungan dalam.

JENIS PURA
Terdapat beberapa jenis pura yang berfungsi khusus untuk menggelar beberapa ritual keagamaan Hindu dharma, sesuai penanggalan Bali. 1. Pura Kahyangan Jagad: pura yang terletak di daerah pegunungan. Dibangun di lereng gunung, pura ini sesuai dengan kepercayaan Hindu Bali yang memuliakan tempat yang tinggi sebagai tempat bersemayamnya para dewa dan hyang. 2. Pura Segara: pura yang terletak di tepi laut. Pura ini penting untuk menggelar ritual khusus seperti upacara Melasti. 3. Pura Desa: pura yang terletak dalam kawasan desa atau perkotaan, berfungsi sebagai pusat kegiatan keagamaan masyarakat Hindu dharma di Bali.

SAD KAHYANGAN
Sad Kahyangan atau Sad Kahyangan Jagad, adalah enam pura utama yang menurut kepercayaan masyarakat Bali merupakan sendi-sendi pulau Bali. Masyarakat Bali pada umumnya menganggap pura-pura berikut sebagai Sad Kahyangan: 1. 2. 3. 4. 5. 6. Pura Besakih di Kabupaten Karangasem. Pura Lempuyang Luhur di Kabupaten Karangasem. Pura Goa Lawah di Kabupaten Klungkung. Pura Uluwatu di Kabupaten Badung. Pura Batukaru di Kabupaten Tabanan. Pura Pusering Jagat (Pura Puser Tasik) di Kabupaten Gianyar.

Selain pura-pura Sad Kahyangan tersebut di atas, masih banyak pura-pura di lainnya di berbagai tempat di pulau Bali, sesuai salah satu julukannya Pulau Seribu Pura.

Pura Besakih, pura terbesar di pulau Bali

JENIS HARI RAYA AGAMA HINDU


A. NYEPI
Hari raya Nyepi oleh umat hindu di Bali dirayakan sebagai hari pergantian tahun baru Caka. Hari raya ini menurut penanggalan hindu jatuh pada tanggal satu (penanggal pisan) sasih X (kedasa) atau tepatnya sehari sesudah tilem ke IX (kesanga). Terdapat beberapa rangkaian pelakasanaan hari raya Nyepi ini, yaitu:

Melasti Melasti sering disebut dengan Melis atau Mekiis. Upacara melasti ini dilakukan pada pengelong 13 sasih kesanga (tepatnya traodasa kresnapaksa sasih IX). Pada upacara melasti ini dilakukan pensucian atau pembersihan segala sarana atau prasarana persembahyangan. Alat-alat atau sarana persembahyangan yang dibersihkan antara lain adalah: pratima dan pralingga. Sarana-sarana ini selanjutnya diusung ke tempat pembersihan seperti laut (pantai) atau sumber mata air lain yang dianggap suci, sesuai dengan keadaan tempat pelaksanaan upacara (desa, kala, patra). Tujuan dari upacara melasti ini adalah untuk memohon tirtha amerta sebagai air pembersih dari Hyang Widhi.

Tawur Kesanga

Tawur kesanga jatuh sehari sebelum pelaksanaan hari raya nyepi yaitu pada tilem kesanga. Pada upacara tawur ini dilakukan persembahan kepada para bhuta berupa caru. Caru ini dipesembahkan agar para bhuta tidak menurunkan sifat-sifatnya pada pelaksanaan hari raya nyepi. Hal ini juga bertujuan untuk menghilangkan unsur-unsur jahat dari diri manusia sehingga tidak mengikuti manusia pada tahun berikutnya. Upacara tawur kesanga ini sering juga disebut dengan upacara pecaruan dan juga tergolong upacara bhuta yadnya.

Hari Nyepi

Hari raya nyepi dirayakan oleh umat dengan cara melakukan Catur Bratha Penyepian. Catur bratha penyepian terdiri dari empat macam pantangan yaitu: amati geni (tidak menyalakan api), amati karya (tidak bekerja), amati lelungan (tidak bekerja) dan amati lelanguan (tidak melakukan kegiatan hiburan). Semua pantangan in dilakukan untuk mengekang hawa nafsu dan segala keinginan jahat sehingga dicapai suatu ketenangan atau kedamaian batin. Dengan ini pikiran manusia bisa terintropeksi atas segala perbuatannya pada masa lalu dan pada saat yang sama memupuk perbuatan yang baik untuk tahun berikutnya. Semua ini dilakukan selama satu hari penuh pada hari raya nyepi.

Ngembak Geni

Sehari setelah hari raya nyepi, semua aktivitas kembali berjalan seperti biasa. Hari ini dimulai dengan persembahyangan dan pemanjatan doa kepada Hyang Widhi untuk kebaikan pada tahun yang baru. Pada hari ngembak geni ini hendaknya umat saling bersilatuahmi dan memaafkan satu sama lain. Hari raya nyepi pada hakekatnya adalah hari pengekangan hawa nafsu dan intropeksi diri atas segala perbuatan yang dilakukan pada masa lalu. Pelaksanaan hari raya nyepi ini harus didasari dengan niat yang kuat, tulus dan ikhlas tanpa ada ambisi tertentu. Pengekangan hawa nafsu untuk mencapai kebebasan batin memang suatu ikatan tetapi ikatan itu dilakukan dengan penuh keikhlasan.

B. SIWARATRI

Pengertian.
Siwaratri adalah hari suci untuk melaksanakan pemujaan ke hadapan Hyang Widhi Wasa/ Tuhan Yang Maha Esa dalam perwujudannya sebagai Sang Hyang Siwa. Hari Siwaratri mempunyai makna khusus bagi umat manusia, karena pada hari tersebut Sang Hyang Siwa beryoga. Sehubungan dengan itu umat Hindu melaksanakan kegiatan yang mengarah pada usaha penyucian diri, pembuatan pikiran ke hadapan Sang Hyang Siwa, dalam usaha menimbulkan kesadaran diri (atutur ikang atma ri jatinya). Hal itu diwujudkan dengan pelaksanaan brata berupa upawasa, monabrata dan jagra. Siwartri juga disebut hari suci pajagran. Siwartri jatuh pada hari Catur Dasi Krsna paksa bulan Magha (panglong ping 14 sasih
Kapitu).

Brata Siwartri.
Brata Siwartri terdiri dari: 1. Utama, melaksanakan: 1. Monabrata (berdiam diri dan tidak berbicara). 2. Upawasa (tidak makan dan tidak minum). 3. Jagra (berjaga, tidak tidur). 2. Madhya, melaksanakan: 1. Upawasa. 2. Jagra. 3. Nista, hanya melaksanakan: Jagra.

Tata cara melaksanakan Upacara Siwartri. 1. Untuk Sang Sadhaka sesuai dengan dharmaning kawikon. 2. Untuk Walaka, didahului dengan melaksanakan sucilaksana (mapaheningan) pada pagi hari panglong ping 14 sasih Kapitu. Upacara dimulai pada hari menjelang malam dengan urutan sebagai berikut: 1. Maprayascita sebagai pembersihan pikiran dan batin. 2. Ngaturang banten pajati di Sanggar Surya disertai persembahyangan ke hadapan Sang Hyang Surya, mohon kesaksian- Nya. 3. Sembahyang ke hadapan leluhur yang telah sidha dewata mohon bantuan dan tuntunannya. 4. Ngaturang banten pajati ke hadapan Sang Hyang Siwa. Banten ditempatkan pada Sanggar Tutuan atau Palinggih Padma atau dapat pula pada Piasan di Pamerajan atau Sanggah. Kalau semuanya tidak ada, dapat pula diletakkan pada suatu tempat di halaman terbuka yang dipandang wajar serta diikuti sembahyang yang ditujukan kepada: Sang Hyang Siwa. Dewa Samodaya. Setelah sembahyang dilanjutkan dengan nunas tirta pakuluh. Terakhir adalah masegeh di bawah di hadapan Sanggar Surya. Rangkaian upacara Siwartri, ditutup dengan melaksanakan dana punia. 5. Sementara proses itu berlangsung agar tetap mentaati upowasa dan jagra. Upawasa berlangsung dan pagi hari pada panglong ping 14 sasih Kapitu sampai dengan besok paginya (24 jam). Setelah itu sampai malam (12 jam) sudah bisa makan nasi putih berisi garam dan minum air putih. Jagra yang dimulai sejak panglong ping 14 berakhir besok harinya jam 18.00 (36 jam). 6. Persembahyangan seperti tersebut dalam nomor 4 di atas, dilakukan tiga kali, yaitu pada hari menjelang malam panglong ping 14 sasih Kapitu, pada tengah malam dan besoknya menjelang pagi.

C. SARASWATI
Hari Raya Saraswati bagi umat Hindu di Indonesia dirayakan setiap 210 hari sekali menurut kalender Jawa Bali, yakni pada setiap Saniscara Umanis Watugunung. Arti Kata Sarasvati Kata Sarasvati dalam bahasa Sanskerta dari urat kata Sr yang artinya mengalir. Sarasvati berarti aliran air yang melimpah menuju danau atau kolam. Sarasvati dalam Veda Di dalam RgVeda, Sarasvati dipuji dan dipuja lebih dari delapan puluh re atau mantra pujaan. Ia juga sering dihubungkan dengan pemujaan terhadap deva Visvedevah disamping juga dipuja bersamaan dengan Sarasvati. Sarasvati dalam Susastra Hindu di Indonesia Tentang Sarasvati di Indonesia telah dikaji oleh Dr. C. Hooykaas dalam bukunya Agama Tirtha, Five Studies in Hindu-Balinese Religion (1964) dan menggunakan acuan atau sumber kajian adalah tiga jenis naskah, yaitu: Stuti, Tutur dan Kakavin yang jumlahnya tidak terlalu banyak. Sarasvati di Bali dipuja dengan perantaraan stuti, stava atau stotra seperti halnya Dengan menggunakan sarana banten.

Makna Penggambaran Dewi Saraswati Tubuh dan busana putih bersih dan berkilauan. Didalam Brahmavaivarta Purana dinyatakan bahwa warna putih merupakan simbolis dari salah satu Tri Guna, yaitu Sattva-gunatmika dalam kapasitasnya sebagai salah satu dari lima jenis Prakrti. Ilmu pengetahuan diidentikan dengan Sattvam-jnanam . Caturbhuja : memiliki 4 tangan, memegang vina (sejenis gitar), pustaka (kitab suci dan sastra), aksamala (tasbih) dan kumbhaja (bunga teratai). Atribut ini melambangkan : vina (di tangan kanan depan) melambangkan Rta (hukum alam) dan saat alam tercipta muncul nadamelodi (nada - brahman) berupa Om. Suara Om adalah suara musik alam semesta atau musik angkasa. Aksamala (di tangan kanan belakang) melambangkan ilmu pengetahuan dan kebijaksanaan dan tanpa keduanya ini manusaia tidak memiliki arti. kainnya yang putih menunjukkanbahwa ilmu itu selalu putih, emngingatkan kita terhadap nilai ilmu yang murni dan tidak tercela (Shakunthala, 1989: 38). Vahana. sarasvati duduk diatas bunga teratai dengan kendaraan angsa atau merak. Angsa adalah sejenis unggas yang sangat cerdas dan dikatakan memiliki sifat kedewataan dan spiritual. Angsa yang gemulai mengingatkan kita terhadap kemampuannya membedakan sekam dengan biji-bijian dari kebenaran ilmu pengetahuan, seperti angsa mampu membedakan antara susu dengan air sebelum meminum yang pertama. Kendaraan yang lain adalh seekor burung merak yang melambangkan kebijaksanaan (Shakunthala, 1989 : 38).

Berdasarkan uraian-uraian diatas, maka Sarasvati di dalam Veda pada mulanya adalah dewi Sungai yang diyakini amat suci. Dalam perkembangan selanjutnya, Sarasvati adalah dewi Ucap, dewi yang memberikan inspirasi dan kahirnya ia dipuja sebagai dewi ilmu pengetahuan.Perwujudan Dewi Saraswati sebagai dewi yang cantik bertangan empat dengan berbagai atribut yang dipegangnya mengandung makna simbolis bahwa Tuhan Yang Maha Esa adalah sumber ilmu-pengetahuan, sumber wahyu Tuhan Yang Maha Esa yang terhimpun dalam kitab suci Catur Veda dan lain-lain menunjukkan bahwa simbolis tersebut memiliki nilai yang sangat tinggi dengan latar belakang filosofis yang sangat dalam.

AGAMA ISLAM
INTISARI AJARAN AGAMA ISLAM

SEKTE-SEKTE AGAMA ISLAM


Dan janganlah kamu menyerupai orang-orang yang bercerai-berai dan berselisih sesudah datang keterangan yang jelas kepada mereka. mereka Itulah orang-orang yang mendapat siksa yang berat,.

Berikut akan dijelaskan berbagai sekte dalam islam beserta sejarah kelahirannya dan faham-faham yang dianutnya. Dengan memahaminya kita akan mengetahui dan memahaminya, sehingga kita bisa mengikuti yang benar-benar sesuai dengan Quran dan Sunnah.

1. KHAWARIJ
Khawarij jamak dari kata kharijah (yang keluar). Mereka dinamakan itu karena mereka keluar dari agama dan keluar (memberontak) dari pilihan kaum muslimin. Pertama kali mereka memberontak Ali bin Abi Thalib tatkala terjadi penentuan hukum. Kemudian mereka berkumpul di Harura, daerah pinggiran kota Kufah. Di Nihran Ali memerangi mereka dengan sengit setelah berdebat dan menjelaskan hujjah kepada mereka. Hanya kurang dari sepuluh orang dari mereka yang berhasil meloloskan diri dari sergapan tentara Ali dan hanya kurang dari sepuluh tentara Ali yang berhasil mereka bunuh. Dua orang lari terbirt-birit ke Aman, dua orang prajurit ke Kirman, dua orang prajurit ke Sajistan dan dua orang prajurit ke alJazzirah serta satu orang prajurit ke Tel Marwan di Yaman. As-Syahrstani mengatakan, Bidah-bidah Khawarij berkembang di tempat-tempat tersebut sampai hari ini. Khawarij mempunyai banyak gelar antara lain Haruriyah, Syurrah, Mariqah (yang keluar dari agama), Muhakimah (yang menghukumi), dan mereka ridha mendapatkan gelar-gelar itu kecuali Mariqah. Dalam kelompok ini terdapat duapuluh sekte. Sekte terbesar adalah Muhakkimah, al-Azariq, Najdat, Baihasiah, Ajaridah, Tsualibah, Ibadhiah, Shafriah dan sisanya adalah cabang-cabangnya. Meskipun terdiri-dari sekte-sekte yang berbeda-beda, mereka satu kata dalam mengafirkan Utsman ra, Ali ra, sahabat yang ikut perang Jamal, sahabat yang berhukum dengan Ali ra, orang yang ridha dan membenarkannya dengan hukum yang beliau

jalankan atau salah satu dari keduanya, dan memberontak terhadap penguasa Islam yang lalim. Mereka berkeyakinan bahwa setiap pelaku dosa besar adalah kafir kecuali sekte Najdat yang tidak berkeyakinan demikian. Berikut doktrin-doktrin inti dari golongan Khawarij : 1.Khalifah harus dipilih oleh seluruh umat secara bebas, 2.Khalifah tidak harus orang Arab, siapapun bisa asal memenuhi syarat, 3.Khalifah dipilih secara permanen selama tetap menjalankan perintah Allah, ia harus dijatuhkan bahkan dibunuh bila berbuat zalim, 4.Khalifah sebelum Ali ra, adalah sah. Tetapi sejak tahun ketujuh kekhalifahan Utsman diannggap menyeleweng,

2. SYIAH
Para peneliti telah mengkualisfikasikan golongan Syiah menjadi tiga kualifikasi : Ghulah, Imamiyah dan Zaidiyah. Mereka menyebutkan bahwa setiap bagian itu bercabang-cabang menjadi beberapa golongan. Berikut golongan-golongan yang ada pada Firqah Syiah.

A. Ghulah As-Syahrstani berkata, Golongan ini mengkultuskan para pemimpin mereka sampai mengeluarkan dari batasan sebagai mahluk, menghukumi pemimpin dengan hukum-hukum ilahiah, terkadang menyerupakan salah seorang dari para pemimpin itu dengan Allah dan terkadang menyerupakan Allah dengan mahluk. Mereka berada pada dua posisi, belebihan dan meremehkan. Kerancuan logika mereka itu diilhami oleh pemikiran Hulululiah, Tanasikhiyah, Yahudiyah dan Nasraniyah. Kelompok ini telah tepecah belah menjadi banyak golongan yang saling mengafirkan. Yang termasuk pecahan dari golongan ini ialah Sabaiyah, golongan pengikut Abdullah bin Saba yang mengkultuskan Ali dan menganggapnya nabi hingga meyakinya sebagai Tuhan. Pemahamannya itu ia sebarkan di Kufah. Keberadaan mereka tercium oleh Ali lalu beliau memerintahkan anak buahnya untuk membakar mereka.
BATHINIYAH Golongan ini mempunyai banyak julukan antara lain Qaramthah, Khurramiyah, Khurramdiniyah, Ismailiyah, Sabiyyah, Babikiyah, Muhammirah dan Talimiyah. Imam Ghazali mengatakan, Telah disepakati bahwa dakwah ini tidak dibangun di atas suatu ajaran agama mana pun. Tidak diikatkan pada suatu ajaran agama yang dikuatkan oleh kenabian. Karena sesungguhnya tempat berjalannya digiring oleh keterlepsannya dari agama sebagaimana rambut terlepas dari adonan. Tetapi ia mengikuti golongan Majusi, Muzdakiyah, segolongan kecil penyembah berhala yang menyeleweng dari tauhid, dan sekelompok besar tokoh-tokoh failosof terdahulu. Mereka mempergunakan panah logika dalam mengambil hukum suatu urusan yang diringankan bagi mereka.

NASHIRIYAH
Termasuk sekte Syiah adalah Nashiriyah. Nama ini dinisbatkan kepada Muhammad bin Nashir anNamiri yang hidup pada abad ketiga hijriyah dan mati pada tahun 270 H. Sejaman dengan para tokoh itsna asyariyah (Tokoh syiah yang duabelas) antara lain Ali al -Hady, al-Hasan al-Aksari dan Muhammad al-Mahdy. Dia mengaku bahwa ia pintu masuk yang kedua kepada imam al-Hasan dan al-Hujjah orang yang setelahnya. Nashiriyah menyangka Allah taala menyatu dengan Ali pada sebagian waktu dan mengangkat Ali ke posisi ilahiyah.

DARUZ
Syaikhul Islam berkata, Mereka adalah pengikut Hisytakin ad-Daruzi dia termasuk maula al-Hakim Bi Amrillah diutus ke penduduk lembah Taimullah bin Tsalabah.Lalu mengajak mereka untuk menyembah al-Hakim. Mereka menamakannya al-Bari al-Alam (yang menciptakan alam), dan mereka bersumpah dengan namanya. Mereka termasuk Ismailyah yang mengatakan bahwa Muhammad bin Ismail menghapus Syariat Muahammad bin Abdillah. Orang-orang ini lebih kafir daripada al-Ghaliyah.

B. IMAMIYAH ATAU RAFIDLAH


Mereka dinamakan Rafidlah karena mereka menolak (rafdl) kepemimpinan Abu Bakar dan Umar. Abdullah bin Ahmad berkataAku bertanya kepada ayahku tentang Rafdlah. Beliau menjawab, Orangorang yang mencela Abu Bakar dan Umar. Para ulama menyebutkan, mereka ada lima belas golongan. Sebagian mereka menghitungnya sampai duapuluh empat golongan.

C. ZAIDIYAH

Mereka ialah pengikut Zaid bin Ali bin Al-Husain bin Ali bin Abi Thalib. Mereka memberikan mandat keimamahan kepada anak-anak Fathimah dan tidak memberikannya kepada selainnya. Akan tetapi mereka membolehkan setiap pengikut golongan Fatimy yang alim, pemberani dan dermawan tampil menjadi imam yang wajib ditaati apakah ia dari anakanak al-Hasan atau dari anak-anak al-Husain. Kelompok Zaidiyah ini terbagi menjadi enam golongan sebagaimana yang disebutkan oleh Abul Hasan al-Asyari.

3. MURJIAH
Secara bahasa kata Murjiah diambil dari kata irja yang mengandung dua makna. Pertama : Memberi tangguh sebagaimana tersebut dalam ayat, Pemuka-pemuka itu menjawab, Beri tangguhlah dia dan saudaranya. Kedua : Memberikan harapan. Adapun secara istilah bermakna seperti yang disebutkan oleh Imam Ahmad. Beliau berkata, Mereka adalah orang yang berkeyakinan bahwa iman itu hanya ucapan semata dan semua manusia sama keimanannya. Keimanan manusia pada umumnya, malaikat dan para nabi adalah satu. Iman menurut mereka tidak bertambah dan berkurang, iman tidak dikecualikan. Barang siapa yang telah beriman dengan ucapannya tetapi tidak beramal shaleh maka ia seorang mukmin yang sebenarnya.

4. JABARIYAH
Kata Jabariyah berasal dari kata jabara yang berarti memaksa dan mengharuskannya melakukan sesuatu. Asy-Syahratsani menegaskan bahwa aliran Jabariyah berarti menghilangkan perbuatan manusia dalam arti yang sebenarnya dan menyandarkannya kepada Allah. Dengan kata lain manusia melakukan perbuatannya dengan terpaksa. Mereka menganut faham fatalisme, yang mengatakan bahwa perbuatan manusia telah ditentukan dari semula oleh qadha dan qadar Allah.

6. MUTAZILAH
Secara harfiah kata mutazilah berasal dari kata itazala yang berarti berpisah atau memisahkan diri, yang berarti juga menjauh dan menjauhkan diri. Terdapat dua golongan mutazilah secara taknis, di antaranya adalah mutazilah 1 yang muncul karena respon politik murni. Golongan ini tumbuh sebagai golongan netral politik tanpa stigma teologis seperti yang timbul pada golongan ini selanjutnya.Yang kedua adalah mutazilah 2, yaitu golongan yang muncul sebagai respon persoalan teologis yang berkembang di kalangan Khawarij dan Murjiah akibat adanya peristiwa tahkim. Zgolongan ini muncul karena perbedaan pendapat dengan golongan Khawarij dan Murjiah mengenai pemberian status kafir kepada orang yang berbuat dosa besar.

7. AL-MATURIDIYAH
Aliran Maturidiyah lahir di Samarkand pada pertengahan abad IX M. Didirikan oleh Abu Mansur Muhammad ibn Mahmud Al-Maturidi. Beliau dilahirkan di Maturid, sebuah kota kecil di Samarkand, wilayah Trmsoxiana di Asia Tengah, daerah yang kini disebut Uzbekistan1. Tahun kelahirannya tidak diketahui secara pasti, hanya diperkirakan sekitar pertengahan abad ke-3 Hijriah. Al-Maturidi hidup pada masa khalifah Al-Mutawakil yang memerintah tahun 232-274 H/847-861 M. Gurunya dalam bidang fiqih dan teologi adalah Nasyr bin Yahya Al-Balakhi.

TEMPAT IBADAH AGAMA ISLAM

MASJID

Masjid atau mesjid adalah rumah tempat ibadah umat Muslim. Masjid artinya tempat sujud, dan mesjid berukuran kecil juga disebut musholla, langgar atau surau. Selain tempat ibadah masjid juga merupakan pusat kehidupan komunitas muslim. Kegiatan - kegiatan perayaan hari besar, diskusi, kajian agama, ceramah dan belajar Al Qur'an sering dilaksanakan di Masjid. Bahkan dalam sejarah Islam, masjid turut memegang peranan dalam aktivitas sosial kemasyarakatan hingga kemiliteran

SEJARAH
Menara-menara, serta kubah masjid yang besar, seakan menjadi saksi betapa jayanya Islam pada kurun abad pertengahan. Masjid telah melalui serangkaian tahun-tahun terpanjang di sejarah hingga sekarang. Mulai dari Perang Salib sampai Perang Teluk. Selama lebih dari 1000 tahun pula, arsitektur Masjid perlahan-lahan mulai menyesuaikan bangunan masjid dengan arsitektur modern.

PENYEBARAN MASJID
Masjid kemudian dibangun di daerah luar Semenanjung Arab, seiring dengan kaum Muslim yang bermukim di luar Jazirah Arab. Mesir menjadi daerah pertama yang dikuasai oleh kaum Muslim Arab pada tahun 640. Sejak saat itu, Ibukota Mesir, Kairo dipenuhi dengan masjid. Maka dari itu, Kairo dijuluki sebagai kota seribu menara. Beberapa masjid di Kairo berfungsi sebagai sekolah Islam atau madrasah bahkan sebagai rumah sakit.Masjid di Sisilia dan Spanyol tidak menirukan desain arsitektur Visigoth, tetapi menirukan arsitektur bangsa Moor.Para ilmuwan kemudian memperkirakan bahwa bentuk bangunan pra-Islam kemudian

diubah menjadi bentuk arsitektur Islam ala Andalus dan Magribi, seperti contoh lengkung tapal kuda di pintu-pintu masjid. Masjid pertama di Cina berdiri pada abad ke 8 Masehi di Xi'an. Masjid Raya Xi'an, yang terakhir kali di rekonstruksi pada abad ke 18 Masehi, mengikuti arsitektur Cina. Masjid di bagian barat Cina seperti di daerah Xinjiang, mengikuti arsitektur Arab, dimana di masjid terdapat kubah dan menara. Sedangkan, di timur Cina, seperti di daerah Beijing, mengandung arsitektur Cina. Masjid mulai masuk di daerah India pada abad ke 16 semasa kerajaan Mugal berkuasa. Masjid di India mempunyai karakteristik arsitektur masjid yang lain, seperti kubah yang berbentuk seperti bawang. Kubah jenis ini dapat dilihat di Masjid Jama, Delhi. Masjid pertama kali didirikan di Kesultanan Utsmaniyah pada abad ke 11 Masehi, dimana pada saat itu orang-orang Turki mulai masuk agama Islam. Beberapa masjid awal di Turki adalah Aya Sofya, dimana pada zaman Bizantium, bangunan Aya Sofya merupakan sebuah katedral. Kesultanan Utsmaniyah memiliki karakteristik arsitektur masjid yang unik, terdiri dari kubah yang besar, menara dan bagian luar gedung yang lapang. Masjid di Kesultanan Usmaniyah biasanya mengkolaborasikan tiang-tiang yang tinggi, jalur-jalur kecil di antara shaf-shaf, dan langit-langit yang tinggi, juga dengan menggabungkan mihrab dalam satu masjid.Sampai saat ini, Turki merupakan rumah dari masjid yang berciri khas arsitektur Utsmaniyah.

BENTUK
Masjid telah diubah di beberapa bagian negara Islam di dunia. Gaya masjid terkenal yang sering dipakai adalah bentuk masjid Abbasi, bentuk T, dan bentuk kubah pusat di Anatolia. Negara-negara yang kaya akan minyak biasanya membangun masjid yang megah dengan biaya yang besar dan pembangunannya dipimpin oleh arsitek non-Muslim yang dibantu oleh arsitek Muslim. Arab-plan atau hypostyle adalah bentuk-bentuk awal masjid yang sering dipakai dan dipelopori oleh Bani Umayyah. Masjid ini berbentuk persegi ataupun persegi panjang yang dibangun pada sebuah dataran dengan halaman yang tertutup dan tempat ibadah di dalam. Halaman di masjid sering digunakan untuk menampung jamaah pada hari Jumat. Beberapa masjid berbentuk hypostyle ayau masjid yang berukuran besar, biasanya mempunyai atap datar diatasnya, dan digunakan untuk penopang tiang-tiang. Contoh masjid yang menggunakan bentuk hypostyle adalah Masjid Kordoba, di Kordoba, yang dibangun dengan 850 tiang. Beberapa masjid bergaya hypostyle memiliki atap melengkung yang memberikan keteduhan bagi jamaah di masjid. Masjid bergaya arab-plan mulai dibangun pada masa Abbasiyah dan Umayyah, tapi masjid bergaya arab-plan tidak terlalu disenangi.Kesultanan Utsmaniyah kemudian memperkenalkan bentuk masjid dengan kubah di tengah pada abad ke-15 dan memiliki kubah yang besar, dimana kubah ini melingkupi sebagian besar area salat. Beberapa kubah kecil juga ditambahkan di area luar tempat ibadah. Gaya ini sangat dipengaruhi oleh bangunan-bangunan dari Bizantium yang menggunakan kubah besar.

Masjid Indrapuri di Aceh, akhir abad ke-19, bergaya arsitektur Nusantara.

MENARA
Bentuk umum dari sebuah masjid adalah keberadaan menara. Menara asal katanya dari bahasa Arab "nar" yang artinya "api"( api di atas menara/lampu) yang terlihat dari kejauhan. Menara di masjid biasanya tinggi dan berada di bagian pojok dari kompleks masjid. Menara masjid tertinggi di dunia berada di Masjid Hassan II, Casablanca, Maroko. Masjid-masjid pada zaman Nabi Muhammad tidak memiliki menara, dan hal ini mulai diterapkan oleh pengikut ajaran Wahabiyyah, yang melarang pembangunan menara dan menganggap menara tidak penting dalam kompleks masjid. Menara pertama kali dibangun di Basra pada tahun 665 sewaktu pemerintahan khalifah Bani Umayyah, Muawiyah I, yang mendukung pembangunan menara masjid untuk menyaingi menara-menara lonceng pada gereja. Menara bertujuan sebagai tempat muazin mengumandangkan azan.

HARI RAYA AGAMA ISLAM IDUL ADHA

Idul Adha (di Republik Indonesia, Hari Raya Haji, bahasa Arab: ) adalah sebuah hari raya Islam. Pada hari ini diperingati peristiwa kurban, yaitu ketika nabi Ibrahim (Abraham), yang bersedia untuk mengorbankan putranya Ismail untuk Allah, akan mengorbankan putranya Ismail, kemudian digantikan oleh-Nya dengan domba.Pada hari raya ini, umat Islam berkumpul pada pagi hari dan melakukan salat Ied bersama-sama di tanah lapang, seperti ketika merayakan Idul Fitri. Setelah salat, dilakukan penyembelihan hewan kurban, untuk memperingati perintah Allah kepada Nabi Ibrahim yang menyembelih domba sebagai pengganti putranya. PENETAPAN IDUL ADHA Bahwa bila umat Islam meyakini, bahwa pilar dan inti dari ibadah Haji adalah wukuf di Arafah, sementara Hari Arafah itu sendiri adalah hari ketika jamaah haji di tanah suci sedang melakukan wukuf di Arafah, sebagaimana sabda Nabi saw.: Ibadah haji adalah (wukuf) di Arafah. (HR at-Tirmidzi, Ibn. Majah, al-Baihaqi, adDaruquthni, Ahmad, dan al-Hakim. Al-Hakim berkomentar, Hadits ini sahih, sekalipun beliau berdua [Bukhari-Muslim] tidak mengeluarkannya). Dalam hadits yang dituturkan oleh Husain bin al-Harits al-Jadali berkata, bahwa amir Makkah pernah menyampaikan khutbah, kemudian berkata: e

Rasulullah saw. telah berpesan kepada kami agar kami menunaikan ibadah haji berdasarkan ruyat (hilal Dzulhijjah). Jika kami tidak bisa menyaksikannya, kemudian ada dua saksi adil (yang menyaksikannya), maka kami harus mengerjakan manasik berdasarkan kesaksian

mereka. (HR Abu Dawud, al-Baihaqi dan ad-Daruquthni. Ad-Daruquthni berkomentar, Hadits ini isnadnya bersambung, dan sahih.). Hadits ini menjelaskan: Pertama, bahwa pelaksanaan ibadah haji harus didasarkan kepada hasil ruyat hilal 1 Dzulhijjah, sehingga kapan wukuf dan Idul Adhanya bisa ditetapkan. Kedua, pesan Nabi kepada amir Makkah, sebagai penguasa wilayah, tempat di mana perhelatan haji dilaksanakan, untuk melakukan ruyat; jika tidak berhasil, maka ruyat orang lain, yang menyatakan kesaksiannya kepada amir Makkah.

Maulid Nabi Muhammad


Maulid Nabi Muhammad SAW kadang-kadang Maulid Nabi atau Maulud saja (bahasa Arab: , mawlidun-nab), adalah peringatan hari lahir Nabi Muhammad SAW, yang di Indonesia perayaannya jatuh pada setiap tanggal 12 Rabiul Awal dalam penanggalan Hijriyah. Kata maulid atau milad dalam bahasa Arab berarti hari lahir. Perayaan Maulid Nabi merupakan tradisi yang berkembang di masyarakat Islam jauh setelah Nabi Muhammad wafat. Secara subtansi, peringatan ini adalah ekspresi kegembiraan dan penghormatan kepada Nabi Muhammad. SEJARAH Perayaan Maulid Nabi diperkirakan pertama kali diperkenalkan oleh Abu Said al-Qakburi, seorang gubernur Irbil, di Irak pada masa pemerintahan Sultan Salahuddin Al-Ayyubi (11381193). Adapula yang berpendapat bahwa idenya justru berasal dari Sultan Salahuddin sendiri. Tujuannya adalah untuk membangkitkan kecintaan kepada Nabi Muhammad SAW, serta meningkatkan semangat juang kaum muslimin saat itu, yang sedang terlibat dalam Perang Salib melawan pasukan Kristen Eropa dalam upaya memperebutkan kota Yerusalem dan sekitarnya. PERAYAAN DI INDONESIA Masyarakat muslim di Indonesia umumnya menyambut Maulid Nabi dengan mengadakan perayaan-perayaan keagamaan seperti pembacaan shalawat nabi, pembacaan syair Barzanji dan pengajian. Menurut penanggalan Jawa bulan Rabiul Awal disebut bulan Mulud, dan acara Muludan juga dirayakan dengan perayaan dan permainan gamelan Sekaten.

IDUL FITRI

Idul Fitri (Bahasa Arab: du l-Fir) adalah hari raya umat Islam yang jatuh pada tanggal 1 Syawal pada penanggalan Hijriyah. Karena penentuan 1 Syawal yang berdasarkan peredaran bulan tersebut, maka Idul Fitri atau Hari Raya Puasa jatuh pada tanggal yang berbeda-beda setiap tahunnya apabila dilihat dari penanggalan Masehi. Cara menentukan 1 Syawal juga bervariasi, sehingga boleh jadi ada sebagian umat Islam yang merayakannya pada tanggal Masehi yang berbeda. Pada tanggal 1 Syawal, umat Islam berkumpul pada pagi hari dan menyelenggarakan Salat Ied bersama-sama di masjid-masjid, di tanah lapang, atau bahkan jalan raya (terutama di kota besar) apabila area ibadahnya tidak cukup menampung jamaah. Dan sebelum salai ied di lakukan imam mengingatkan siapa yang belum membayar zakat fitrah, sebab kalau selesai salat ied baru membayar zakatnya hukum nya sodakoh biasa bukan zakat.

Isra dan Mikraj


Isra Mikraj (Arab: , al-Isr wal-Mir) adalah dua bagian dari perjalanan yang dilakukan oleh Muhammad dalam waktu satu malam saja. Kejadian ini merupakan salah satu peristiwa penting bagi umat Islam, karena pada peristiwa ini Nabi Muhammad Shallallahu Alaihi wa Sallam mendapat perintah untuk menunaikan salat lima waktu sehari semalam. Isra Mikraj terjadi pada periode akhir kenabian di Makkah sebelum Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam hijrah ke Madinah. Menurut al-Maududi[1] dan mayoritas ulama,[2] Isra Mi'raj terjadi pada tahun pertama sebelum hijrah, yaitu antara tahun 620-621 M. Menurut alAllamah al-Manshurfuri, Isra Mi'raj terjadi pada malam 27 Rajab tahun ke-10 kenabian, dan inilah yang populer. Namun demikian, Syaikh Shafiyurrahman al-Mubarakfuri[3] menolak pendapat tersebut dengan alasan karena Khadijah radhiyallahu anha meninggal pada bulan Ramadan tahun ke-10 kenabian, yaitu 2 bulan setelah bulan Rajab. Dan saat itu belum ada

kewajiban salat lima waktu. Al-Mubarakfuri menyebutkan 6 pendapat tentang waktu kejadian Isra Mikraj. Tetapi tidak ada satupun yang pasti. Dengan demikian, tidak diketahui secara persis kapan tanggal terjadinya Isra Mi'raj. Peristiwa Isra Mikraj terbagi dalam 2 peristiwa yang berbeda. Dalam Isra, Nabi Muhammad Shallallahu Alaihi wa Sallam "diberangkatkan" oleh Allah SWT dari Masjidil Haram hingga Masjidil Aqsa. Lalu dalam Mi'raj Nabi Muhammad SAW dinaikkan ke langit sampai ke Sidratul Muntaha yang merupakan tempat tertinggi. Di sini Beliau mendapat perintah langsung dari Allah SWT untuk menunaikan salat lima waktu. Bagi umat Islam, peristiwa tersebut merupakan peristiwa yang berharga, karena ketika inilah salat lima waktu diwajibkan, dan tidak ada Nabi lain yang mendapat perjalanan sampai ke Sidratul Muntaha seperti ini. Walaupun begitu, peristiwa ini juga dikatakan memuat berbagai macam hal yang membuat Rasullullah SAW sedih.

AGAMA BUDHA
INTISARI AGAMA BUDHA
1. RIWAYAT HIDUP BUDDHA GAUTAMA
Ayah dari Pangeran Siddharta adalah Sri Baginda Raja Suddhodana dari Suku Sakya dan ibunya adalah Sri Ratu Mah My Dewi. Ibunda Ratu meninggal dunia tujuh hari setelah melahirkan Sang Pangeran.Setelah meninggal, beliau terlahir di alam Tusita, yaitu alam sorga luhur. Sejak itu maka yang merawatPangeran Siddharta adalah Mah Pajpati, bibinya yang juga menjadi isteri Raja Suddhodana.Pangeran Siddharta dilahirkan pada tahun 623 Sebelum Masehi di Taman Lumbini. Oleh para pertapa dibawah pimpinan Asita Kaladewala diramalkan bahwa Pangeran Siddharta kelak akan menjadi Maharaja Diraja atau akan menjadi Seorang Buddha. Hanya pertapa Kondaa yang dengan pasti meramalkan bahwa Sang Pangeran kelak akan menjadi Buddha. Mendengar ramalan tersebut Sri Baginda menjadi cemas, karenaapabila Sang Pangeran menjadi Buddha, tidak ada yang akan mewarisi tahta kerajaannya. Oleh pertanyaanSang Raja, para pertapa itu menjelaskan agar Sang Pangeran jangan sampai melihat empat macam peristiwa,atau ia akan menjadi pertapa dan menjadi Buddha. Empat macam peristiwa itu adalah : 1. Orang tua, 2.Orang sakit, 3. Orang mati, 4. Seorang pertapa.Sejak kecil sudah terlihat bahwa Sang Pangeran adalah seorang anakyang cerdas dan sangat pandai,selalu dilayani oleh pelayan-peolayan dan dayang-dayang yang masih muda dan cantik rupawan di istanayang megah dan indah. Dalam usia 16tahunPangeran Siddharta menikah dengan Puteri Yasodhara yangdipersuntingnya setelah memenangkan berbagai sayembara. Ternyata akhirnya Sang Pangeran melihat empat peristiwa yang selalu diusahakan agar tidak berada di dalam penglihatannya, setelah itu Pangeran Siddharta tampak murung dan kecewa melihat kenyataan hidup yang penuh dengan derita ini.Ketika beliau berusia 29 tahun, putera pertamanya lahir dan diberi nama Rahula. Setelah itu Pangeran Siddharta meninggalkan istana, keluarga, kemewahan, untuk pergi berguru mencari ilmu sejati yang dapat membebaskan manusia dari usia tua, sakit dan mati.Pertapa Siddharta berguru kepada Alra Klma dan kemudian kepada Uddaka

Ramputra, tetapi tidak merasa puas karena tidak memperoleh yang diharapkannya. Kemudian beliau bertapa menyiksa diri dengan ditemani lima orang pertapa. Akhirnya beliau juga meninggalkan cara yang ekstrim itu dan bermeditasi di bawah pohon Bodhi untuk mendapatkan Penerangan Agung. Dalam usia 35 tahun pertapa Siddharta memperoleh Penerangan Agung, menjadi Buddha di bawah pohon Bodhi di hutan Uruvela (kini tempat tersebut disebut Buddha Gaya). Untuk pertama kalinya Beliaumengajarkan Dhamma yang maha sempurna kepada lima orang pertapa kawan Beliau di Taman Rusa Isipatana di dekat Benares. Adapun kelima orang pertapa itu adalah Kondaa, Bodhiya, Vappa, Mahanama dan Assaji. Setelah mendengarkan khotbah Sang Buddha, Kondaa, segera menjadi Sotapanna dan kemudian menjadi Arahat. Yang lainnya pun menyusul menjadi Arahat. Khotbah pertama ini kemudian dikenal sebagai Khotbah Pemutaran Roda Dhamma (Dhamma Cakka Pavattana Sutta). Selanjutnya Sang Buddha sangat giat mengajarkan Dhamma kepada para siswaNya sampai Beliau mangkat di Kusinara dalam usia 80 tahun.

SEKTE-SEKTE AGAMA BUDHA


Buddha Dharma atau Ajaran Buddha hanya satu.Apakah itu Theravada , Mahayana , ataupun Tantrayana (Vajrayana).Theravada itu sendiri bisa digolongkan dalam aliran Hinayana (Kereta Kecil) sedangkan Mahayana dan Tantrayana digolongkan ke dalam aliran Mahayana (Kereta Besar)Semuanya merupakan satu kesatuan dengan bermacam-macam dan metodametoda yang diperkenalkan kepada umat manusia agar terlepas dari penderitaan dan menuju pembebasan (Nirvana). Seperti yang kita ketahui,Secara umum garis-garis besar ajaran Sang Buddha dapat diringkaskan sebagai berikut : I. Tri Ratna (Buddha,Dharma,Sangha). Sebagai sendi dasar ajaran Buddha dimana umat berlindung kepadaNya. II. Empat Kebenaran Mulia dan Delapan Jalan Utama. III. Tiga Corak umum dari alam Fenomena a.Anicca / Anitya ( Semua yang berkondisi adalah tidak kekal) b.Dukkha ( Semua yang berkondisi adalah tidak memuaskan) c.Anatta / Anatma( Semua yang berkondisi ataupun tidak adalah Tanpa Inti dan mengalami perubahan) IV. Hukum Pattica Sammupadda/Pratityasamudpada : Hukum tentang sebab dan akibat yang saling bergantungan.

V. Hukum karma dan kelahiran kembali. Ajaran-ajaran tersebut secara universal diterima oleh umat Buddha diseluruh dunia baik dari aliran Mahayana maupun Hinayana.

Perkembangan Tradisi Ajaran Buddha Setelah Sang Buddha Parinirvana


Beberapa abad setelah Parinirvana Sang Buddha,maka muncullah 4 golongan besar yang semuanya menyatakan perwakilan asli ajaran Sang Buddha.Golongan-golongan ini muncul bukan karena berbeda dalam ajaran Sang Buddha,tetapi hanya perbedaan dalam penafsiran.Ada yang cocok dengan penafsiran ini dan ada yang cocok dengan penafsiran itu tergantung dengan kecocokan penafsiran dalam Buddha Dharma. 4 golongan besar inilah muncul 18 aliran dan inilah sejarah atau akar dari aliran-aliran Hinayana maupun Mahayana. I.Golongan Sarvastivada (Berbahasa Sanskerta) terbagi menjadi : 1. Mula-Sarvastivadin 2. Kasyapiya 3. Mahasasaka 4. Dharmagupta 5. Bahusrutiya 6. Tamrasatiya 7. Vibhajyavada II.Golongan Sammatiya (Berbahasa Apabhramsa) terbagi menjadi : 8. Kaurukullaka 9. Avantaka 10. Vatsiputriya III.Golongan Mahasanghika (Berbahasa Prakrit/Pali) terbagi menjadi : 11. Purvasila 12. Aparasila 13. Haimavata 14. Lokottaravada 15. Prajnaptivada IV.Golongan Sthavira (Berbahasa Paisaci) terbagi menjadi : 16. Mahaviharavasin 17. Jetavaniya 18. Abhayagirivasin Dari 4 golongan besar inilah muncul Tradisi Hinayana dan Mahayana.Pada dasarnya tradisi Mahayana timbul dari ajaran Sang Buddha bahwa setiap Individu memiliki potensi keBuddha-an dan percaya mereka dapat mencari keselamatan atau mencapai pencerahan melalui campur tangan Makhluk Agung Dhyani Buddha(Cosmic Buddha)ataupun Boddhisatva.Karena cinta kasih (metta-karuna) sebagai landasan maka Mahayana bisa menunda KeBudhaaan mereka sendiri sampai mereka telah menolong makhluk lain menuju pembebasan.Tradisi Hinayana(Theravada) berkata bahwa potensi ini dapat disadari melalui usaha individual untuk mencapai berbagai tahap kesucian sampai ketahap kesucian tertinggi yaitu Arahat. Berbagai penafsiran yang berbeda ini secara doktrin sama sekali tidak ada pertentangan.Mereka bebas untuk menafsirkan ayat-ayat suci ataupun sutta/sutra menurut pemahaman mereka.Baik Tradisi Mahayana ataupun Hinayana(Theravada) adalah satu dalam penerimaan mereka akan Sang Buddha dan AjaranNya sebagai satu-satunya jalan untuk mencapai Nirvana(Nibbana).

Persamaan yang sangat jelas diantara kedua Tradisi ini adalah : 1.Keduanya menerima Sang Buddha Sakyamuni sebagai Sang Guru. 2.Keduanya menerima Empat Kebenaran Ariya. 3.Keduanya menerima Jalan Ariya Beruas Delapan. 4.Keduanya menerima Paticca Samuppada (Sebab Akibat Yang Bergantungan) 5.Keduanya menerima Hukum Karma. 6.Keduanya menerima Anicca,Dukkha,Anatta dan Sila Samadhi Panna tanpa Perbedaan apapun. 7.Keduanya menolak gagasan suatu makhluk adikuasa yang menentukan takdir Ataupun yang memerintah dan menciptakan dunia ini. 8.Keduanya menolak kepercayaan adanya Jiwa Abadi. 9.Keduanya menerima tumimbal lahir setelah kematian. 10.Keduanya menerima doktrin Devaloka(alam Dewa) dan Brahmaloka. 11.Keduanya berlindung pada Tri Ratana/Tri Ratna(Buddha,Dharma,Sangha) 12.Keduanya menerima Nirvana/Nibbana sebagai pencapaian akhir. Sekte-Sekte Agama Buddha Setelah kita memahami adanya 2 Tradisi besar didalam Ajaran Buddha maka sesuai dengan daerah dan tempat,tradisi itu juga berkembang dengan berbagai sekte-sekte. Dalam Tradisi Hinayana muncul 2 sekte yaitu : 1. Sekte Abhidharma-Kosa ( Ci She Cung / Kusa) Aliran ini adalah pewaris dari aliran Sarvastivada di India,dengan berdasarkan karya sastra yang ditulis oleh YM.Vashubandu yaitu Abhidharma Kosa Sastra serta kitab-kitab Abhidharma dari aliran Sarvastivada dan Maha Vaibasha Sastra.Aliran ini lebih mengutamakan penyelidikan Abhidharma.Secara Filosofis sekte ini digolongkan Realistis.Mereka menekankan bahwa segala macam Sankhara dan alam fenomena memang bereksistensi walaupun segala macam sankhara dan fenomena ini dicengkeram oleh Anitta,Dukkha,Anatta. Sejak tahun 383 Masehi hingga tahun 654 Masehi sekte ini berkembang di daratan Tiongkok berkat usaha Paramartha,Kumarajiva, dan Suan Cuang. Pada tahun 658 Masehi sekte ini diperkenalkan ke Jepang. 2. Sekte Satyasiddhi ( Chen Se Cung / Jiojice) Aliran ini termasuk golongan Sautarantika di India.Berdasarkan karya Harivarman (250 M ? 350 M) yang berjudul Satyasiddhi Sastra. Aliran ini berbeda dengan aliran Abhidharma Kosa.Karena mereka menyangkal adanya eksistensi Sankhara dan alam fenomena.Ini digolongkan aliran Nihilistik dari Hinayana.Antara tahun 411 dan 412 M Kumarajiva menterjemahkan sastra ini kedalam bahasa Tionghoa dan mulai dikembangkan.Pada tahun 658 M seorang Biksu dari Korea memperkenalkan ajaran ini ke Jepang. Dalam Tradisi Mahayana muncul 9 sekte yaitu. 1. Sekte Yogacara/Dharmalaksa/Vijnanavada (Wei She Cung/Hoso) Di India sekte ini disebut Yogacara atau Vijnanavada.Bermula dari Arya Asanga abad V Masehi yang menyusun Yogacarabhumi Sastra (Yu Cia She Ti Luen).Sastra lainnya yang ditulis beliau adalah Mahayana Samparigraha Sastra (She Ta Chen Luen).Terjemahan ke

dalam bahasa Tionghoanya di lakukan oleh Buddhasanta,Paramartha dan Suan Cuang. Isi dari sastra-sastra tersebut menerangkan : Vijnana Citta,Sad Paramitha,Sila Samadhi,Prajna serta Dasabhumi dan Tri-Kaya. Aliran ini adalah suatu sekte Mahayana yang khusus menganalisa tentang objek-objek mental dan fenomena,sehingga sukar dimengerti oleh awam.Adanya 5 kelompok dan 100 dharma(Keberadaan Elemen/Mental) Kelompok I : 8 Cittadharma (mind) Kelompok II : 51 Caitasika Dharma (mental function) Kelompok III : 11 Rupa Dharma (Form-Element) Kelompok IV : 24 Citta Viprayukta (Sankhara- Things not associated with - Mind) Kelompok V : 6 Asankrta Dharma (non created elements) Jadi keseluruhan ada 100 Dharma. Aliran Yogacara ini juga berpedoman pada Sandhi Nirmocana Sutra, Dasabhumi Ka Sastra,Vijnapti Matrada Sidhi karya Dharmapala terjemahan Suan Cuang.Pada Masa Sekarang Sekte ini hanya dipelajari di perguruan tinggi Buddhis dan hanya terbatas pada kaum intelektual saja.

TEMPAT IBADAH AGAMA BUDHA

VIHARA
Vihara adalah rumah ibadah agama buddha, bisa juga dinamakan kuil. Kelenteng adalah rumah ibadah penganut taoisme, maupun konfuciusisme. Tetapi di Indonesia, karena orang yg ke vihara/kuil/keleteng, umumnya adalah etnis tionghoa, maka menjadi agak sulit untuk di bedakan, karena umumnya sudah terjadi sinkritisme antara buddhisme, taoisme, dan konfuciusisme. Banyak umat awam yang tidak mengerti perbedaan dari klenteng dan vihara. Klenteng dan vihara pada dasarnya berbeda dalam arsitektur, umat dan fungsi. Klenteng pada dasarnya beraritektur tradisional Tionghoa dan berfungsi sebagai tempat aktivitas sosial masyarakat selain daripada fungsi spiritual. Vihara berarsitektur lokal dan biasanya

mempunyai fungsi spiritual saja. Namun, vihara juga ada yang berarsitektur tradisional Tionghoa seperti pada vihara Buddhis aliran Mahayana yang memang berasal dari Tiongkok. Perbedaan antara klenteng dan vihara kemudian menjadi rancu karena peristiwa G30S pada tahun 1965. Imbas peristiwa ini adalah pelarangan kebudayaan Tionghoa termasuklah itu kepercayaan tradisional Tionghoa oleh pemerintah Orde Baru. Klenteng yang ada pada masa itu terancam ditutup secara paksa. Banyak klenteng yang kemudian mengadopsi nama Sansekerta atau Pali, mengubah nama sebagai vihara dan mencatatkan surat izin dalam naungan agama Buddha demi kelangsungan peribadatan. Dari sinilah kemudian umat awam sulit membedakan klenteng dengan vihara. Setelah Orde Baru digantikan oleh Orde Reformasi, banyak vihara yang kemudian mengganti nama kembali ke nama semula yang berbau Tionghoa dan lebih berani menyatakan diri sebagai klenteng daripada vihara. kalau sejak orde baru hingga sekarang tetap klenteng itu klenteng tak ada perubahan, bahkan sebaliknya masa Refomasi dipengaruhi ganti Tri Dharma ( seolah-olah dipaksakan ).

HARI RAYA AGAMA BUDHA WAISAK


Waisak atau Waisaka (Pali; Sanskrit: Vaikha ) merupakan hari suci agama Buddha. Hari Waisak juga dikenal dengan nama Visakah Puja atau Buddha Purnima di India, Saga Dawa di Tibet, Vesak di Malaysia, dan Singapura, Visakha Bucha di Thailand, dan Vesak di Sri Lanka. Nama ini diambil dari bahasa Pali "Wesakha", yang pada gilirannya juga terkait dengan "Waishakha" dari bahasa Sanskerta.[1] Di beberapa tempat disebut juga sebagai "hari Buddha". Dirayakan dalam bulan Mei pada waktu terang bulan (purnama sidhi) untuk memperingati 3 (tiga) peristiwa penting, yaitu : 1. Lahirnya Pangeran Siddharta di Taman Lumbini di tahun 623 S.M., 2. Pangeran Siddharta mencapai Penerangan Agung dan menjadi Buddha di BuddhaGaya (Bodhgaya) pada usia 35 tahun di tahun 588 S.M. 3. Buddha Gautama parinibbana (wafat) di Kusinara pada usia 80 tahun di tahun 543 S.M. Tiga peristiwa ini dinamakan "Trisuci Waisak". Keputusan merayakan Trisuci ini dinyatakan dalam Konferensi Persaudaraan Buddhis Sedunia (World Fellowship of Buddhists - WFB) yang pertama di Sri Lanka pada tahun 1950. Perayaan ini dilakukan pada purnama pertama di bulan Mei.Waisak sendiri adalah nama salah satu bulan dalam penanggalan India Kuno.

PERAYAAN DI INDONESIA Perayaan Hari Waisak di Indonesia mengikuti keputusan WFB. Secara tradisional dipusatkan secara nasional di komplek Candi Borobudur, Magelang, Jawa Tengah. Rangkaian perayaan Waisak nasional secara pokok adalah sebagai berikut:[2] 1. Pengambilan air berkat dari mata air (umbul) Jumprit di Kabupaten Temanggung dan penyalaan obor menggunakan sumber api abadi Mrapen, Kabupaten Grobogan. 2. Ritual "Pindapatta", suatu ritual pemberian dana makanan kepada para bhikkhu/bhiksu oleh masyarakat (umat) untuk memberikan kesempatan kepada masyarakat untuk melakukan kebajikan. 3. Samadhi pada detik-detik puncak bulan purnama. Penentuan bulan purnama ini adalah berdasarkan perhitungan falak, sehingga puncak purnama dapat terjadi pada siang hari. Selain tiga upacara pokok tadi dilakukan pula pradaksina, pawai, serta acara kesenian.

AGAMA KATOLIK
INTISARI AGAMA KATOLIK

Sejak tahun 1995 di Indonesia beredar Katekismus Gereja Katolik (KGK) yang cukup tebal (783 halaman!). Pada tahun 2005 di Vatikan diterbitkan Kompendium Katekismus Gereja Katolik (KKGK), semacam ringkasan katekismus yang tebal tadi. Namun, jauh sebelum terbitnya kedua buku tersebut, ajaran pokok Gereja Katolik diringkaskan dalam rumusanrumusan singkat yang sampai sekarang dipandang jitu dan mudah diingat. Silakan membacanya dan merenungkannya. Tak salah juga jika dihafal. Sebab manfaatnya sungguh besar. Sepuluh perintah Allah Akulah Tuhan, Allahmu, 1. Jangan menyembah berhala, berbaktilah kepada-Ku saja, dan cintailah Aku lebih dari segala sesuatu. 2. Jangan menyebut Nama Tuhan Allahmu dengan tidak hormat. 3. Kuduskanlah hari Tuhan. 4. Hormatilah ibu bapamu. 5. Jangan membunuh.

6. Jangan berzina. 7. Jangan mencuri. 8. Jangan bersaksi dusta tentang sesamamu. 9. Jangan mengingini istri sesamamu. 10. Jangan mengingini milik sesamamu secara tidak adil. Tradisi Gereja yang setia kepada Kitab Suci dan yang mengikuti teladan Yesus, selalu mengakui keunggulan Kesepuluh Perintah Allah serta pentingnya. Orang-orang Kristen diwajibkan untuk mengamalkannya. (KKGK # 438). Sepuluh perintah ini dapat dibaca dalam versi asli di dalam kitab Keluaran (20:1-17) dan kitab Ulangan (5:1-21). Lima perintah Gereja 1. Rayakan hari raya yang disamakan dengan hari Minggu. 2. Ikutlah perayaan ekaristi pada hari Minggu dan hari raya yang diwajibkan, dan janganlah melakukan pekerjaan yang dilarang pada hari itu. 3. Berpuasalah dan berpantanglah pada hari yang ditentukan. 4. Mengaku dosalah sekurang-kurangnya sekali setahun. 5. Sambutlah Tubuh Tuhan pada Masa Paskah. Lima perintah Gereja bertujuan menjamin bagi umat beriman minimum semangat doa, hidup sakramental, usaha moral serta pertumbuhan dalam kasih kepada Allah dan sesama. (KKGK # 431) Dua Perintah Kasih Dalam perintah ini tercakuplah segala perintah yang lain. Kasihilah Tuhan, Allahmu, dengan segenap jiwamu dan dengan segenap akal budimu. Kasihilah sesamamu manusia seperti dirimu sendiri.(Mat 22:37, 39) Hukum baru, yaitu Hukum Injil, adalah kepenuhan dan penggenapan Hukum Allah, baik alami maupun yang diwahyukan, yang diwujudkan melalui Kristus. Hukum itu mencakup perintah mengasihi Allah dan sesama, supaya semua orang saling mengasihi seperti Kristus telah mengasihi kita. (KKGK #420) Kaidah emas Peganglah patokan ini dalam hubungan dengan semua manusia tanpa kecuali. Segala sesuatu yang kamu kehendaki supaya orang perbuat kepadamu,

perbuatlah demikian juga kepada mereka. (Mat 7:12) Delapan Sabda Bahagia Tak cukup tidak berdosa saja. Tuhan menghendaki supaya kita berbuat baik. Dengan berbuat baik, kita disebut berbahagia. Inilah teksnya yang dikutip dari Perjanjian Baru edisi ke-2 ( LAI) 1. Berbahagialah orang yang miskin di hadapan Allah, karena merekalah yang punya Kerajaan Surga. 2. Berbahagialah orang yang berdukacita, karena mereka akan dihibur. 3. Berbahagialah orang yang lemah lembut, karena mereka akan memiliki bumi. 4. Berbahagialah orang yang lapar dan haus akan kehendak Allah, karena mereka akan dipuaskan. 5. Berbahagialah orang yang berbelaskasihan, karena mereka akan beroleh belas kasihan. 6. Berbahagialah orang yang suci hatinya, karena mereka akan melihat Allah. 7. Berbahagialah orang yang membawa damai, karena mereka akan disebut anak-anak Allah. 8. Berbahagialah orang yang dianiaya karena melakukan kehendak Allah, karena merekalah yang punya Kerajaan Surga. Berbahagialah kamu, jika karena Aku kamu dicela dan dianiaya dan kepadamu difitnahkan segala yang jahat. Bersukacita dan bergembiralah, karena upahmu besar di surga,

sebab demikian juga telah dinaiaya nabi-nabi yang sebelum kamu. (Mat 5:3-12)

Kedelapan Sabda Bahagia menurut Alkitab-Kabar Baik: 1. Berbahagialah orang yang merasa tidak berdaya dan hanya bergantung pada Tuhan saja, mereka adalah anggota umat Allah! 2. Berbahagialah orang yang bersedih hati; Allah akan menghibur mereka! 3. Berbahagialah orang yang rendah hati; Allah akan memenuhi janji-Nya kepada mereka! 4. Berbahagialah orang yang rindu melakukan kehendak Allah; Allah akan memuaskan mereka! 5. Berbahagialah orang yang mengasihani orang lain; Allah akan mengasihani mereka juga! 6. Berbahagialah orang yang murni hatinya; mereka akan mengenal Allah. 7. Berbahagialah orang yang membawa damai di antara manusia; Allah akan mengakui mereka sebagai anak-anak-Nya! 8. Berbahagialah orang yang menderita penganiayaan karena melakukan kehendak Allah; mereka adalah anggota umat Allah! Berbahagialah kalian kalau dicela, dan difitnah demi Aku. Nabi-nabi yang hidup sebelum kalian pun sudah dianiaya seperti itu. Bersukacitalah dan bergembiralah, sebab besarlah upah di surga yang disediakan Tuhan untuk kalian. (Mat 5:3-12)

Sabda-sabda Bahagia menempati tempat sentral dalam pemberitaan Yesus, mengulangi dan menggenapkan janji-janji Allah yang diberikan semasa Abraham. Juga mencerminkan wajah Yesus sendiri, menjadi ciri khas hidup Kristen otentik serta menyingkapkan tujuan akhir segala tindakan manusiawi: kebahagiaan kekal. (KKGK # 360) Pokok-pokok iman Cacat jiwa adalah kebalikan keutamaan, yaitu kecenderungan-kecenderungan yang menumpulkan suara hati dan membujuk manusia untuk berbuat dosa. Semua cacat jiwa itu dapat dihimpun seputar tujuh dosa yang biasa disebut dosa utama. (KKGK #398) Anak-anak cacat jiwa utama Anak-anak kesombongan: Keangkuhan, ambisi, gila hormat, bualan, kemunafikan, perselisihan, ketidaktaatan. Anak-anak ketamakan: Kekerasan hati, kekhawatiran atau keinginan berlebihan akan benda duniawi, kekerasan dalam mendapatkan harta, kelicikan,penipuan. Anak-anak ketidaksopanan: Kebutaan hati, ketidakbijaksanaan, ketidakteguhan, cinta diri dan kebencian akan Allah, keterikatan pada masa kini dan kengerian terhadap masa mendatang. Anak-anak keirihatian: Kebencian, sungut, fitnahan, kesusahan karena keberhasilan sesama, sukacita karena kegagalan sesama. Anak-anak kerakusan: Ketumpulan otak, kebiasaan bicara banyak, kesukaan akan lelucon yang tidak pantas, kegembiraan yang tidak wajar, ketidaksopanan segala jenis. Anak-anak kemarahan: Keberangan, kepongahan, bicara keras, hujah, caci maki, perkelahian. Anak-anak kemalasan: Kelambanan dalam melaksanakan perintah, ketidakpedulian akan hal-hal terlarang, ketawaran hati, keputusasaan mengenai keselamatan sendiri.

Tahun gerejawi 1. Adven. Dari sore menjelang hari Minggu I Adven hingga sore menjelang hari raya Natal. 2. Natal. Dari sore menjelang hari raya Natal hingga hari Minggu Baptisan Tuhan [antara 7-13 Januari]. 3. Prapaskah. Dari hari Rabu Abu hingga misa Kamis Putih. 4. Trihari Suci. Dari misa Perjamuan Terakhir pada malam Kamis Putih hingga sore hari raya Paskah. 5. Paskah. Dari hari raya Paskah hingga hari raya Pentekosta. 6. Masa biasa. Dari Senin sesudah hari Minggu Baptisan Tuhan hingga hari Rabu Abu; dari Senin sesudah hari raya Pentekosta hingga sore menjelang hari Minggu I Adven. Bulan-bulan suci sepanjang tahun Januari: Bulan Nama Yesus Februari: Bulan Sengsara Yesus Maret: Bulan Santo Yosef April: Bulan Ekaristi Mei: Bulan Santa Perawan Maria

Juni: Bulan Hati Yesus yang Mahakudus Juli: Bulan Tubuh dan Darah yang Mahakudus Agustus: Bulan Hati St. Perawan Maria yang mulia. September: Bulan Bunda Maria Berdukacita Oktober: Bulan Rosario Suci November: Bulan Jiwa-jiwa di Purgatorium Desember: Bulan Kanak-kanak Yesus Hari-hari suci sepanjang pekan Senin: Hari Trinitas yang Mahakudus Selasa: Hari Roh Kudus Rabu: Hari para Malaikat dan semua Orang Kudus Kamis: Hari Ekaristi yang Mahakudus Jumat: Hari Hati Yesus yang Mahakudus Sabtu: Hari Santa Perawan Maria. Tujuh belas tema renungan harian 01. Allah yang perlu dimuliakan. 02. Yesus yang perlu diikuti. 03. Para malaikat dan para kudus yang perlu diminta doanya. 04. Jiwa yang perlu diselamatkan. 05. Tubuh yang perlu dikuasai. 06. Dosa yang perlu ditinggalkan. 07. Keutamaan-keutamaan yang perlu dimiliki. 08. Neraka yang perlu dihindari. 09. Surga yang perlu dicapai. 10. Kekekalan yang perlu dipersiapkan.

11. Waktu yang perlu dimanfaatkan dengan baik. 12. Sesama yang perlu diberi teladan. 13. Dunia yang perlu ditangkis. 14. Iblis yang perlu diperangi. 15. Nafsu yang perlu ditaklukkan. 16. Kematian yang perlu diterima. 17. Penghakiman yang perlu dihadapi. Tata tertib hidup orang Katolik Apa saja yang Anda lakukan, lakukanlah itu demi mengasihi Allah dan sesama. 1. Setelah bangun dari tidur, buatlah tanda salib dan persembahkanlah seluruh hari kepada Allah. Bila mungkin, ikutilah perayaan ekaristi setiap hari. 2. Laksanakanlah dengan setia dan rajin tugas kewajiban Anda. 3. Ingatlah bahwa Allah itu Maha Tahu. Ia selalu melihat dan mendengar Anda. Ia mengenal pikiran Anda yang paling rahasia. Maka taatlah kepada-Nya. 4. Berdoalah sebelum dan sesudah makan. Jangan makan tanpa batas. 5. Anda boleh mencari hiburan untuk menjadi segar kembali. Tetapi, hiburan itu hendaknya Anda cari pada saat yang sesuai, dan hendaknya Anda terlibat di dalamnya secara wajar. Jangan mengambil bagian dalam pesta pora dan jangan ikut serta dalam himpunan orang yang tidak benar tingkah lakunya. Jauhkanlah orang-orang yang demikian. 6. Ramah tamahlah terhadap setiap orang. Jangan menyinggung perasaan orang lain. Jangan merugikan nama ataupun harta sesama. Kendalikanlah lidah. Bicaralah benar. Jangan mendengarkan ataupun meneruskan perkataan atau cerita yang buruk, fitnah, makian, dan sebagainya. Hindarilah kesempatan-kesempatan yang dapat menjerumuskan Anda ke dalam dosa. 7. Tanggunglah derita dengan sabar. Jangan mengeluh dalam kesulitan-kesulitan yang Anda hadapi. Menderita karena kasih kepada Allah menghasilkan pahala. Karena itu jangan menyimpan rasa benci atau rasa ingin membalas dendam. Jika Anda disengsarakan tanpa alasan yang serius, bertahanlah dengan rendah hati. 8. Ingatlah bahwa Anda wajib merayakan hari-hari suci. Gereja adalah rumah Allah dan pintu menuju keselamatan. Jika pada hari Minggu Anda tidak pergi ke gereja tanpa alasan yang serius, Anda merugikan diri sendiri dan umat beriman lain.

9. Terimalah sesering mungkin sakramen ekaristi. Sekali sebulan akukanlah dosa Anda. Takutilah hilangnya rahmat Allah, tetapi jangan takut terhadap kematian. Seandainya Anda telah berdosa berat sesalilah secepatnya dosa itu. Berdoalah, Tuhan Yesus, kasihanilah aku! Lalu sesegera mungkin pergilah kepada imam untuk mengaku dosa. 10. Ingatlah akan kematian dan akhir hidupmu. Segala sesuatu akan berlalu di dunia ini. Karena itu bersahabatlah dengan Tuhan dan berdoalah senantiasa. Berdoalah pula untuk mereka yang sudah meninggal dunia dan mintalah Tuhan agar Anda berpulang kelak dengan hati yang bersih

TEMPAT IBADAH AGAMA KATOLIK


GEREJA ORTODOKS

Eropa Timur dan daerah pesisir timur Laut Tengah. Selain itu, Gereja Ortodoks juga terdapat di India, Jepang, dan sekarang juga di Indonesia. Umat gereja Ortodoks beribadat mengikuti Ritus Bizantin dan tata-tertib gerejawi Bizantium karena pengaruh Gereja Konstantinopel (Bizantium). Selama milenium (seribu tahun) pertama Kekristenan, lima wilayah yaitu Jerusalem, Aleksandria, Antiokhia, Roma dan Konstantinopel berada dalam persekutuan dan mengaku sebagai Gereja yang Satu, Kudus (Suci), Katolik (Penuh/Universal) dan Apostolik (Rasuli). Perkembangan politik dan jatuhnya Romawi Barat ke tangan suku-suku Jerman mengakibatkan jarangnya komunikasi antara Gereja Barat (Roma) dan Gereja Timur (Jerusalem, Aleksandria, Antiokhia dan Konstantinopel). Pada tahun 1054 utusan Paus Roma ke Konstantinopel mengekskomunikasi

Patriarkh Konstantinopel, yang membalas dengan tindakan serupa. Menurut pandangan Roma (satu-satunya wilayah patriarkhal Gereja Barat), Gereja Ortodoks yang memisahkan diri dari Gereja Yang Satu yaitu Gereja Katolik Roma. Tapi menurut pandangan Gereja Timur (empat wilayah patriarkhal), Roma lah yang jatuh dalam kesesatan (dengan memaksakan kekuasaan paus dan mengubah Pengakuan Iman Nicea) dan memisahkan diri dari Gereja Yang Satu. Perpecahan ini disebut skisma. Sampai sekarang Gereja Ortodoks tetap menganggap dirinya sebagai Gereja Yang Satu, Kudus, Katolik dan Apostolik. Gereja Katolik Roma juga mengklaim hal yang sama.

JUMLAH PENGANUT Berdasarkan jumlah penganut, Ortodoksi Timur adalah komuni Kristiani terbesar kedua di dunia sesudah Gereja Katolik Roma.[1] Estimasi paling umum mengenai jumlah umat Kristiani Ortodoks Timur di seluruh dunia berkisar antara 150-350 juta jiwa. [2] Ortodoksi Timur adalah agama tunggal terbesar di Belarusia (89%), Bulgaria (86%), Republik Siprus (88%), Georgia (89%), Yunani (98%), Republik Makedonia (70%), Moldova (98%), Montenegro (84%), Romania (89%), Rusia (88%), Serbia (88%), dan Ukraina (83%).[3] Ortodoksi Timur juga merupakan agama dominan di Republika Srpska (92%) entitas di Bosnia dan Herzegovina, serta agama dominan di Kazakhstan Utara (48% dari populasi Kazakhstan). Selain itu, ada pula sejumlah besar komunitas Ortodoks di Afrika, Asia, Australia, Amerika Utara, dan Amerika Selatan.

HARI RAYA AGAMA KATOLIK JUMAT AGUNG HARI RAYA ADVEN HARI RAYA PASKAH HARI RAYA NATAL HARI RAYA EPIFANI

HARI RAYA PROTESTAN

INTISARI AGAMA PROTESTAN


PERTAMA, sejak para kekristenan masuk Roma, maka kekuasaan membawa pengaruh besar pada kekristenan, baik positif maupun negatif. Ia kini di bawah kekuasaan dan otoritas yang memungkinkan kekristenan disebarkan dengan cepat, tetapi di bawah kekuasaan yang sama, ia juga dipengaruhi oleh kebudayaan dan kebiasaan lama kerajaan Romawi, termasuk agama mereka terdahulu. KEDUA, banyak ajaran Katolik yang kemudian oleh Marthin Luther diprotes dalam 95 tesisnya, antara lain perkataan Paus tidak mungkin salah (berarti ia setara Tuhan), konsep purgatori atau api penyucian (yang tidak ada di Alkitab), penyembahan dan pengiriman doa kepada Maria dan para Santo (juga tidak Alkitabiah tetapi lebih cenderuing tradisi), dsb. Penentangan itu disebut gerakan Reformasi. Pengikutnya disebut Protestan. KETIGA, mengenai kemudian protestan menjadi Advent, Pantekosta, termasuk menjadi gereja Baptis, Anglican, dsb. itu disebabkan penekanan pada ajaran tertentu. Tidak semua ajaran itu benar. Yang agak aneh di Indonesia adalah gereja Pantekosta, kata itu tidak pernah ditemukan di mana-mana, tetapi kalau gerakan serta gereja Pentakosta memang ada. KEEMPAT, hal itu belum tentu menggambarkan perpecahan. Setiap gereja memiliki keunikan tersendiri dan mengisi kebutuhan keimanan secara unik dari umat manusia yang juga unit. Tetapi inti-inti ajaran, misalnya Kristus sebagai satu-satunya juru selamat, konsep kasih dan keadilan Allah, dsb. harus benar. Misalnya ada Gereja JAwi Wetan, tetapi ajarannya protestan. Hal itu bisa dan biasa saja. Semua gereja adalah bagian dari tubuh Kristus. KELIMA, komunitas kekristenan adalah komunitas yang paling unik. Gereja dalah tempat berkumpul, saling mengenal dan memperhatikan serta saling melayani. Oleh karena itu, bisa saja ada gereja Batak (HKBP), atau Minahasa (GMIM) atau orang-orang Indonesia Barat (GPIB), dsb. Siapa saja bisa diterima di gereja mana saja. Di gereja Tionghoa banyak juga orang Batak.ulah komunitas ini semakin unik. pertama katolik: katolik mempercayai paus, yang dianggap sebagai pengganti Yesus di dunia ini. juga, kitab di dalam alkitab katolik lebih banyak ketimbang yang lain, dengan ditambahkannya kitab deuterokanonika selain perjanjian lama dan perjanjian baru. di dalam katolik, bunda maria juga ikut disembah, tidakseperti kristen yang lainnya. katolik merupakan aliran dalam kristen yang paling tua, yang diajarkan oleh Santo Petrus. kedua protestan: diajarkan oleh Martin Luther, sejak jaman reformasi gereja. Martin Luther, memprotes kan kekuasaan paus yang begitu mengikat umat kridstiani, dan akhirnya mendirikan aliran baru dalam ajaran kristen. perbedaan dalam agama protestan adalah, tidak diakuinya adanya paus,

dan tidak disembahnya bunda maria. mereka juga tidak melakukan tanda salib seperti yang lazim

TEMPAT IBADAH AGAMA PROTESTAN GEREJA PENTAKOSTA Gereja-gereja Pentakosta atau Pentakostalisme (aliran Pentakosta) - yang di Indonesia sering disebut juga Pantekosta - adalah sebuah gerakan di kalangan Protestanisme yang sangat menekankan peranan karunia-karunia Roh Kudus. Aliran ini sangat mirip dengan gerakan Karismatik, namun gerakannya muncul lebih awal dan terpisah dari gereja arus utama. Orang Kristen Karismatik, setidak-tidaknya pada awal gerakannya, cenderung untuk tetap tinggal di dalam denominasi mereka masing-masing. Secara ringkas, Gereja Pentakosta memiliki ciri-ciri umum sebagai berikut:

Sangat menekankan keyakinan akan peranan Roh Kudus dan karunia-karunia Roh Kudus di dalam kehidupan sehari-hari para pengikutnya. Pembaharuan infrastruktur ibadah, antara lain lagu-lagu rohani yang digunakan lebih modern dibandingkan dengan lagu-lagu lama yang bernuansa Gregorian. Gereja mengizinkan peran kaum perempuan dalam pelayanan. Desakralisasi hubungan antara imam dan jemaat yang lebih ditekankan pada nilai kekeluargaan, sehingga jauh dari kesan kesenjangan tingkat kerohanian.

Gerakan Pentakosta juga menonjol di kalangan gerakan Kesucian yang pertama-tama mulai menggunakan istilah pentakostal pada tahun 1867 ketika mereka mendirikan Perhimpunan Pertemuan Kemah Nasional untuk Pemasyhuran Kesucian Kristen dengan sebuah catatan yang berbunyi: [Kami mengundang] semua orang - apapun juga alirannya ... yang merasa terasing di dalam keyakinan kesuciannya agar semuanya secara bersama-sama dapat mewujudkan baptisan Pentakosta oleh Roh Kudus... Pentakostalisme modern sesungguhnya dimulai sekitar tahun 1901. Pada umumnya gerakan ini diakui berasal pada waktu Agnes Ozman menerima karunia berbahasa roh (glossolalia) pada suatu persekutuan doa di Sekolah Alkitab Bethel di Topeka, Kansas, tahun 1901. Parham, seorang pendeta yang berlatar belakang Metodis, merumuskan ajaran bahwa bahasa roh adalah "bukti alkitabiah" dari baptisan Roh Kudus. Gerakan Pentakosta muncul di Eropah tapi juga muncul di Amerika Utara sekitar tahun 1906. Gerakan ini awalnya muncul dalam Gerakan Methodis yang berkeinginan untuk kembali kepada kegairahan dan kesederhanaan yang menekankan kembali kepada pertobatan secara mendadak yang menjadi cita-cita dalam kebangunan Methodis dan kesempurnaan Kristen seperti yang dianjurkan dalam Teologi Wesley. Dalam perkembangnya penganut gerakan ini membentuk organisasi tersendiri. Pada tahun 1900 salah seorang tokoh gerakan tersebut, Ch. F. Parham (asal dari Gereja Methodis dan keluar) mengembangkan 3 pokok ajaran yang kemudian hari menjadi ciri gerakan Pentakosta pada umumnya, yaitu tekanan pada eskatologi, pada baptisan dengan Roh dan pada karunia-karunia Roh, khususnya karunia lidah, sebagai tanda seseorang telah menerima baptisan Roh.

Parham meninggalkan Topeka dan memulai pelayanan kebangunan rohani yang membawanya kepada Kebangunan Rohani Azusa Street melalui William J. Seymour yang menjadi muridnya di sekolahnya di Houston. Seymour, karena ia seorang kulit hitam, saat itu hanya diizinkan duduk di luar kelas untuk mendengarkan kuliah-kuliahnya. Gerakan ini meluas yang dimulai dari Kebangunan Rohani Azusa Street, pada 9 April 1906 di rumah Edward Lee di Los Angeles. Ia menggambarkan pengalamannya dipenuhi oleh Roh Kudus pada 12 April 1906. Pada 18 April 1906, koran Los Angeles Times memberitakan gerakan ini pada halaman mukanya. Pada minggu ketiga April 1906, gerakan yang kecil namun berkembang pesat itu telah menyewa sebuah gedung African Methodist Episcopal Church yang kosong di 312 Azusa Street dan mulai diorganisir sebagai Misi Iman Kerasulan Apostolic Faith Mission. Dasa warsa pertama Pentakostalisme ditandai oleh kebaktian-kebaktian antar-ras, "... Orangorang kulit putih dan hitam bergabung dalam gejolak keagamaan,..." demikian laporan sebuah koran setempat. Hal ini berlangsung hingga 1924, ketika gereja ini terpecah mengikuti garis ras (lih. Apostolic Faith Mission). Namun demikian, ibadah-ibadah antar-ras berlanjut selama bertahun-tahun, bahkan juga di daerah-daerah selatan A.S. yang tersegregasi. Ketika Persekutuan Pentakostal Amerika Utara terbentuk pada 1948, organisasi itu sepenuhnya terdiri atas denominasi-denominasi Pentakostal kulit putih Amerika. Karena itu United Pentecostal Church tidak bergabung dan kebijakan antar-rasnya bertahan terus sepanjang sejarahnya. Pada 1994, gereja-gereja Pentakostal yang tersegregasi kembali ke akar antar-ras mereka dan mengusulkan penyatuan kembali secara resmi kelompok-kelompok Gereja Pentakostal hitam dan putih, dalam sebuah pertemuan yang kemudian dikenal sebagai Mukjizat Memphis. Penyatuan ini terjadi terjadi pada 1998, juga di Memphis, Tennessee. Penyatuan gerakan kulit hitam dan putih menyebabkan Persekutuan Pentakostal Amerika Utara ditata ulang menjadi Gereja-gereja Pentakostal/Karismatik Amerika Utara (Pentecostal/Charismatic Churches of North America). Pada awal abad XX, Albert Benjamin Simpson sangat terlibat dengan gerakan Pentakostal yang berkembang pesat. Pada saat itu para pendeta dan misionaris Pentakostal biasanya dilatih di Missionary Training Institute yang didirikan oleh Simpson. Karena itu, Simpson dan C&MA (sebuah gerakan penginjilan yang didirikan Simpson) sangat berpengaruh terhadap Pentakostalisme, khususnya gereja-gereja Sidang Jemaat Allah dan Foursquare Church. Pengarh ini mencakup penekanan pada penginjilan, doktrin C&MA, nyanyiannyanyian dan buku-buku karya Simpson, dan penggunaan istilah 'Tabernakel Injil' yang berkembang menjadi gereja-gereja Pentakostal yang dikenal sebagai 'Tabernakel Injil Sepenuh'. Gerakan ini dengan cepat menyebar ke seluruh wilayah Amerika Serikat dan negara-negara lain. Menurut data, pada tahun 1972 pengikut aliran Pentakosta di seluruh dunia sudah mencapai 20 juta orang. Gereja Pentakosta mempunyai ciri-ciri yang sama di seluruh dunia, antara lain: kebaktian yang serba bebas, pemakaian Alkitab secara ?spontan?, pembangunan jemaat melalui kegiatan kebangunan rohani yang meliputi dorongan untuk bertobat dan hidup suci, dan anggapan bahwa dalam lingkungan jemaat perlu ada karunia lidah dan karunia kesembuhan sebagai tanda-tanda orang percaya.

HARI RAYA AGAMA PROTESTAN KENAIKAN YESUS KRISTUS


Kenaikan Yesus Kristus adalah peristiwa yang terjadi 40 hari setelah Kebangkitan Yesus, dimana disaksikan oleh murid-murid-Nya, Yesus Kristus terangkat naik ke langit dan kemudian hilang dari pandangan setelah tertutup awan. Kisah Para Rasul mencatat lebih detail mengenai percakapan antara Yesus dan murid-muridNya menjelang kenaikan-Nya.(Kisah Para Rasul 1:4-12) Para murid Yesus digambarkan masih belum memahami benar arti seluruh peristiwa yang mereka alami. Banyak dari mereka yang masih berharap bahwa Yesus akan memulihkan kerajaan Daud yang telah runtuh (Kisah Para Rasul 1:6). Tetapi Yesus mempunyai misi lain yang bukan dari dunia. Ia berpesan kepada murid-muridnya: "... kamu akan menjadi saksi-Ku di Yerusalem dan di seluruh Yudea dan Samaria dan sampai ke ujung bumi." (ay. 8). Dan sesudah meninggalkan pesan itu, Kisah Para Rasul melukiskan Yesus terangkat ke sorga, sambil disaksikan oleh murid-muridnya. Peristiwa itu membuat mereka tercengang. Namun dua malaikat Tuhan menampakkan diri dan mengingatkan mereka akan pesan yang telah diberikan Yesus kepada mereka.

NATAL

Natal (dari bahasa Portugis yang berarti "kelahiran") adalah hari raya umat Kristen yang diperingati setiap tahun oleh umat Kristiani pada tanggal 25 Desember untuk memperingati hari kelahiran Yesus Kristus. Natal dirayakan dalam kebaktian malam pada tanggal 24 Desember; dan kebaktian pagi tanggal 25 Desember. Beberapa gereja Ortodoks merayakan Natal pada tanggal 6 Januari (lihat pula Epifani). Dalam tradisi barat, peringatan Natal juga mengandung aspek non-agamawi. Beberapa tradisi Natal yang berasal dari Barat antara lain adalah pohon Natal, kartu Natal, bertukar hadiah antara teman dan anggota keluarga serta kisah tentang Santa Claus atau Sinterklas.

También podría gustarte