Está en la página 1de 19

BAB I TINJAUAN PUSTAKA 1.1 Fraktur 1.1.

1 Definisi Fraktur Fraktur adalah diskontinuitas atau terputusnya kesinambungan, sebagian atau seluruh korteks dan struktur tulang yang umumnya disebabkan oleh rudapaksa. Terjadinya fraktur dapat dikarenakan oleh trauma spontan maupun adanya kelemahan dari tulang akibat gangguan metabolisme (osteoporosis), tumor maupun infeksi. Fraktur tulang spontan yaitu terjadinya patah tulang akibat adanya trauma yang adekuat. Sedangkan fraktur patologis terjadi jika tulang patah didaerah yang lemah karena mengalami osteoporosis, tumor, baik itu jinak maupun ganas atau karena infeksi akibat tatalaksana yang tidak adekuat. 1.1.2 Proses terjadinya fraktur Untuk mengetahui mekanisme terjadinya fraktur, harus diketahui lebih dahulu keadaan fisik tulang dan keadaan trauma yang dapat menyebabkan tulang patah. Tulang kortikal mempunyai struktur yang dapat menahan kompresi dan tekanan memuntir. Kebanyakan fraktur terjadi karena kegagalan tulang menahan tekanan memuntir dan kompresi. Trauma dapat bersifat:

Trauma Langsung Trauma langsung dapat menyebabkan tekanan langsung pada tulang dan terjadi fraktur pada daerah tekanan. Fraktur yang terjadi biasanya bersifat komunitif dan jaringan lunak ikut mengalami kerusakan.

Trauma Tidak Langsung Trauma yang dihantarkan lebih jauh dari daerah fraktur, misalnya jatuh dengan tangan ekstensi dapat menyebabkan fraktur pada klavikula. Pada keadaan ini biasanya jaringan lunak tetap utuh.

1.1.3 Klasifikasi Fraktur 1. Terbuka/ Tertutup

Salah satu klasifikasi fraktur berdasarkan adanya luka yang berhubungan dengan daerah yang patah, yaitu :

Fraktur Tertutup Apabila tidak terdapat hubungan antara fragmen tulang dengan dunia luar Fraktur Terbuka Apabila terdapat hubungan antara fragmen tulang dengan dunia luar, baik fragmen tulang yang menonjol keluar (from within) ataupun benda asing dari luar masuk ke dalam luka (from without) yang memungkinkan masuk dan bertumbuhnya kuman pada luka. Menurut Gustillo, fraktur terbuka dapat dibagi menjadi: Grade I : luka < 1cm, kerusakan jaringan lunak sedikit, tidak ada tanda luka remuk, fraktur sederhana, transversal, oblik atau kominutif ringan, kontaminasi minimal Grade II : luka > 1cm, kerusakan jaringan lunak tidak luas, flap/ avulsi, fraktur kominutif sedang, kontaminasi sedang Grade III : terjadi kerusakan jaringan lunak yang luas, meliputi struktur kulit, otot dan neurovaskuler. Dapat dibagi menjadi 3: a. jaringan lunak yang menutupi fraktur tulang adekuat, meskipun terdapat laserasi luas/ flap/ avulsi; atau fraktur segmental/ sangat kominutif yang disebabkan trauma berenergi tinggi tanpa melihat besarnya luka b. c. kehilangan jaringan lunak dengan fraktur tulang yang terpapar atau terkontaminasi masif luka pada pembuluh darah arteri/ saraf perifer yang harus diperbaiki tanpa melihat jaringan lunak

2. Fraktur Komplit/ inkomplit Fraktur Komplit : apabila garis fraktur yang melalui seluruh penampang tulang atau melalui kedua korteks tulang seperti yang terlihat dalam foto Fraktur inkomplit : apabila garis fraktur tidak melalui seluruh penampang tulang, seperti : hairline fraktur, greenstick fraktur, buckle fraktur 3. Menurut garis frakturnya : transversal, oblik, spiral, kompresi, avulsi 4. Menurut Jumlah garis fraktur Fraktur kominutif : garis fraktur lebih dari satu dan saling berhubungan

Fraktur segmental : garis fraktur lebih dari satu tetapi tidak saling berhubungan Fraktur multipel : garis fraktur lebih dari satu tetapi pada tulang yang berlainan tempatnya

5. Bergeser/ tidak bergeser Fraktur undisplaced: garis fraktur komplit tetapi kedua fragmen tidak bergeser Fraktur displaced: terjadi pergeseran fragmen-fragmen fraktur

1.1.4 Diagnosis a. Anamnesis Keluhan utama biasanya berupa nyeri, deformitas, pembengkakan, gangguan fungsi anggota gerak, krepitasi atau datang dengan gejala-gejala lain. Anamnesis dilakukan untuk menggali riwayat mekanisme cedera (posisi kejadian) dan kejadian-kejadian yang berhubungan dengan cedera tersebut. riwayat cedera atau fraktur sebelumnya, riwayat sosial ekonomi, pekerjaan, obat-obatan yang dikonsumsi, merokok, riwayat alergi dan riwayat osteoporosis serta penyakit lain. b. Pemeriksaan Fisik Pemeriksaan awal, dengan memperhatikan adanya: syok, anemi atau perdarahan kerusakan organ lain faktor predisposisi, misalnya pada fraktur patologis

Pemeriksaan Lokal, dengan Look (inspeksi), Feel (palpasi) dan Movement (gerakan) Look (inspeksi) : melihat adanya deformitas seperti angulasi, rotasi atau pemendekan. Feel (palpasi) : meraba, mencari daerah yang nyeri tekan, krepitasi, melakukan pemeriksaan vaskuler distal trauma, mengukur tungkai Movement (gerakan) : Mengukur Lingkup gerak sendi, kekuatan otot, sensibilitas Status neurologis dan vaskuler di bagian distalnya perlu diperiksa. Lakukan palpasi pada daerah ekstremitas tempat fraktur tersebut, meliputi persendian diatas dan dibawah cedera, daerah yang mengalami nyeri, efusi, dan krepitasi Neurovaskularisasi bagian distal fraktur meliputi : pulsasi aretri, warna kulit, pengembalian cairan kapler (Capillary refill test), sensasi c. Pemeriksaan Penunjang 1. Pemeriksaan Laboratorium Meliputi pemeriksaan darah rutin, faktor pembekuan darah, golongan darah, cross-match, dan urinalisa. 2. Pemeriksaan Radiologis Tujuan pemeriksaan radiologis : mempelajari gambaran normal tulang dan sendi konfirmasi adanya fraktur melihat sejauh mana pergerakan dan konfigurasi fragmen dan pergerakannya menentukan teknik pengobatan menentukan fraktur baru atau tidak menentukan fraktur intraartikuler atau ekstraartikuler menentukan keadaan patologis lain dari tulang melihat adanya benda asing

untuk lokasi fraktur harus menurut rule of two, terdiri dari : 2 gambaran, anteroposterior (AP) dan lateral Memuat dua sendi di proksimal dan distal fraktur

Memuat gambaran foto dua ekstremitas, yaitu ekstremitas yang cedera dan yang tidak terkena cedera (pada anak) ; dua kali, yaitu sebelum tindakan dan sesudah tindakan.

Pergeseran fragmen Tulang ada 4 : 1. Alignmant : perubahan arah axis longitudinal, bisa membentuk sudut 2. Panjang 3. Aposisi 4. Rotasi : dapat terjadi pemendekan (shortening) : hubungan ujung fragmen satu dengan lainnya : terjadi perputaran terhadap fragmen proksimal

1.1.5 Penatalaksanaan Penatalaksanaan awal fraktur selalu dipakai prinsip ATLS (Advanced Trauma Live Support) artinya selamatkan jiwa pasien, baru ditanggulangi frakturnya. ATLS terdiri dari dua tahap, yaitu : Primary Survey Airway + C spine control Breathing + Ventilation support Circulation + Hemorrhage control Dissability evaluasi neurologis untuk menilai tingkat kesadaran secara sederhana dengan metode AVPU A: alert (sadar sepenuhnya) V : verbal (respons dengan suara) P : pain (respon dengan nyeri) U : unreponsive (tidak ada respon) Secondary Survey: Setelah keadaan umum stabil, baru dimulai penatalaksanaan fraktur. Prinsip 4R dalam penatalaksanaan fraktur (chairudin Rasjad) : Recognition : diagnosis dan penilaian fraktur Reduction/repotition : mengembalikan kedudukan fragmen fraktur yang begeser terhadap

alignment Retaining Rehabilitation : Immobilisasi / tindakan fiksasi untuk mempertahankan kedudukan : mengembalikan fungsi anggota gerak semaksimal mungkin

Penatalaksanaan awal fraktur meliputi reposisi dan imobilisasi fraktur dengan splint. Status neurologis dan vaskuler di bagian distal harus diperiksa baik sebelum maupun sesudah reposisi dan imobilisasi. Pada pasien dengan multiple trauma, sebaiknya dilakukan stabilisasi awal fraktur tulang panjang setelah hemodinamis pasien stabil. Sedangkan penatalaksanaan definitif fraktur adalah dengan menggunakan gips atau dilakukan operasi dengan ORIF maupun OREF.

Prinsip terapi fraktur 1. Reduksi/reposisi Adalah pemulihan keselarasan anatomi bagi tulang fraktur. Reposisi memerlukan pemulihan panjang serta koreksi deformitas angular dan rotasional. Reposisi manipulatif biasanya dapat dilakukan pada fraktur ekstremitas distal (tangan, pergelangan tangan. kaki, tungkai), dimana spasme otot tidak berlebihan. Traksi bisa diberikan dengan plester felt melekat diatas kulit atau dengan memasang pin tranversa melalui tulang, distal terhadap ftaktur. Reduksi terbuka biasanya disertai oleh sejumlah bentuk fiksasi interna dengan plat & pin, batang atau sekrup. Ada dua jenis reposisi, yaitu reposisi tertutup dan reposisi terbuka. Reposisi tertutup dilakukan pada fraktur dengan pemendekan, angulasi atau displaced. Biasanya dilakukan dengan anestesi lokal dan pemberian analgesik. Selanjutnya diimobilisasi dengan gips. Bila gagal maka lakukan reposisi terbuka dikamar operasi dengan anestesi umum. 2. Imobilisasi. Bila reposisi telah dicapai, maka diperlukan imobilisasi tempat fraktur sampai timbul penyembuhan yang mencukupi. Kebanyakan fraktur ekstremitas dapat diimobilisasi dengan dengan gips fiberglas atau dengan brace yang tersedia secara komersial. Pemasangan gips yang tidak tepat bisa menimbulkan tekanan kuIit, vascular, atau saraf. Semua pasien fraktur diperiksa hari berikutnya untuk menilai neurology dan vascular.

Bila traksi digunakan untuk reduksi, maka traksi juga bertindak sebagai imobilisasi dengan ektremitas disokong di atas ranjang atau di atas bidai sampai reduksi tercapai. Kemudian traksi diteruskan sampai ada penyembuhan yang mencukupi, sehingga pasien dapat dipindahkan memakai gips/brace. 3. Rehabilitasi Bila penyatuan tulang padat terjadi, maka rehabilitasi terutama merupakan masalah pemulihan jaringan lunak. Kapsula sendi, otot dan ligamentum berkontraksi membatasi gerakan sendi sewaktu gips/bidai dilepaskan. Dianjurkan terapi fisik untuk gerakan aktif dan pasif serta penguatan otot. Penatalaksanaan Terapi konservatif a) Proteksi saja Misalnya dengan menggunakan mitella untuk fraktur collum chirurgicum humeri dengan kedudukan baik b) Imobilisasi luar tanpa reposisi c) Dengan pemasangan gips atau bidai pada fraktur inkomplit dan fraktur dengan kedudukan baik d) Reposisi tertutup dan fiksasi dengan gips Dapat dilakukan dengan anastesi umum atau anastesi lokal dengan menyuntikkan obat anastesi dalam hematom fraktur. Fragmen distal dikembalikan pada kedudukan semula terhadap fragmen proksimal dan dipertahankan dalam kedudukan yang stabil dalam gips. e) Reposisi dengan traksi Dilakukan pada patah tulang yang bila direposisi secara manipulasi akan terdislokasi kembali di dalam gips, misalnya pada patah tulang femur. Traksi ada dua jenis : traksi kulit dan traksi tulang. Setiap traksi harus disertai kontraksi, biasanya menggunakan berat badan pasien sendiri, yaitu dengan meninggikan bagian ekstrimitas yang di traksi, sehingga pembengkakan dapat berkurang dan mempercepat penyembuhan jaringan lunak.

Traksi kulit dilakukan dengan menggunakan plester yang direkat sepanjang ekstrimitas yang kemudian dibalut, ujung plester dihubungkan dengan tali untuk ditarik. Penarikan dilakukan dengan katrol dan beban yang tidak boleh lebih dari 5kg. Pada orang dewasa traksi kulit dimaksudkan untuk imobilisasi sementara sebelum dilakukan ORIF. Traksi tulang dilakukan dengan menusukkan kawat (steinmann pin) pada tulang, lalu pin tersebut ditarik dengan tali, katrol dan beban. Pada fraktur femur pin steinmann dipasang pada distal femur atau proksimal tibia. Sedangkan pada fraktur tibia fibula, dipasang pada distal tibia atau kalkaneus. f) Reposisi dengan cast Reposisi tertutup dilakukan pada fraktur dengan disposisi, pemendekan atau terpuntir. Dapat dilakukan dengan traksi axis panjang pada tempat luka lalu menahan mekanisme luka/fraktur dengan imobilisasi cast atau splint. Cast atau splint dapat dibuat dari fiberglass atau plester of paris. Tahanan termasuk pada interposisi jaringan lunak dan hematom yang mungkin terjadi karena tekanan jaringan sekitarnya. Terapi operatif Indikasi terapi operatif: - tindakan reposisi tertutup gagal dilakukan - fraktur tidak stabil yang tidak dapat dipertahankan dengan reposisi tertutup - cedera traumatik multipel -fraktur terbuka yang tidak stabil atau dengan komplikas -fraktur avulsi yang mengganggu hubungan tendon-otot atau ligament -fraktur intra artikuler displaced(>2mm) - fraktur patologis -nonunion atau malunion yang tidak dapat diperbaiki dengan reposisi tertutup - adanya luka pada pembuluh darah dan saraf Kontraindikasi tindakan operatif: - infeksi lokal atau sistemik - tulang yang osteoporotic

- kondisi pasien yang tidak dapat dioperasi atau dianestesi - kualitas buruk pada jaringan lunak sekitar fraktur, mungkin karena luka bakar atau infeksi. Beberapa hal yang harus dilakukan pada penanganan fraktur terbuka, diantaranya: bersihkan luka debridement perawatan pada tulang yang fraktur ( reposisi)/ menutup luka pemberian antibiotika dan obat-obatan yang lain pencegahan terhadap tetanus ( dengan memberikan TT atau ATS)

1. Reposisi terbuka dan fiksasi interna /ORIF (Open Reduction and Internal Fixation) Pertama fragmen tulang direposisi sehingga mencapai garis normalnya lalu disatukan bersama dengan mur spesial atau dengan menempelkan plat metal pada lapisan luar tulang. Fragmen juga mungkin disatukan dengan memasukkan kawat kedalam bagian tengah luar Indikasi: fraktur yang tidak dapat sembuh atau bahaya vaskular nekrosis tinggi fraktur yang tidak bisa direposisi tertutup fraktur yang dapat direposisi tetapi sulit dipertahankan tulang. Metode ini dapat mereposisi fraktur sangat tepat. Keuntungan yang diperoleh adalah reposisi anatomis dan mobilisasi dini tanpa fiksasi

2. Reposisi terbuka dan fiksasi eksterna/ OREF (Open Reduction and External Fixation) Pada fiksasi eksterna bagian tulang yang fraktur dipertahankan dengan transfixing screw atau tension wire, yang dilekatkan melalui tulang di atasnya dan dibawah dari fraktur dan mengaitkannya pada suatu external frame. Biasanya hal ini dilakukan pada fraktur tibia dan pelvis tetapi metode ini juga digunakan pada fraktur femur, humerus dan distal radius. Indikasi dilakukan external fiksasi adalah:

fraktur yang disertai dengan kerusakan berat dari jaringan lunak fraktur dengan cedera saraf atau pembuluh darah fraktur comminuted yang berat dan tidak stabil fraktur pelvis fraktur dengan infeksi, yang dengan internal fixation tidak bisa multipel trauma dengan komplikasi serius

3. Excisional Arthroplasty Membuang fragmen yang patah yang membentuk sendi 4. Eksisi fragmen dan pemasangan endoprosthesia 1.1.6 Penyembuhan Fraktur Penyembuhan fraktur merupakan proses biologis yang sangat luar biasa. Tidak seperti jaringan lainnya, fraktur dapat sembuh tanpa jaringan parut. Pengertian tentang reaksi tulang yang hidup dan periosteum pada penyembuhan fraktur merupakan dasar untuk mengobati fragmen fraktur. Proses penyembuhan pada fraktur mulai terjadi segera setelah tulang mengalami kerusakan apabila lingkungan untuk penyembuhan memadai sampai terjadi konsolidasi. Selain factor biologis, faktor mekanis yang penting seperti imobilisasi secara fisik fragmen fraktur sangat penting dalam penyembuhan. Penyembuhan fraktur pada tulang kortikal: Fase hematoma Akibat robekan pembuluh darah kecil yang melewati kanalikuli-kanalikuli system haversi sehingga terjadi ekstravasasi ke dalam jaringan lunak, yang menimbulkan suatu daerah cincin avaskuler tulang yang mati pada sisi-sisi fraktur segera setelah trauma. Fase proliferasi seluler subperiosteal dan andosteal Terjadi reaksi jaringan lunak sekitar fraktur sebagai suatu reaksi penyembuhan. Terbentuk kalus eksterna yang belum mengandung tulang sehingga secara radiology bersifat radiolusen Fase pembentukan kalus

Terbentuk woven bone atau kalus yang telah mengandung tulang. Fase ini merupakan indikasi radiologik pertama terjadinya penyembuhan fraktur Fase konsolidasi Woven bone membentuk kalus primer Fase remodeling Union telah lengkap dan terbentuk tulang kompak yang berisi system haversi dan terbentuk rongga sumsum.

Waktu penyembuhan fraktur, bervariasi secara individual, dipengaruhi oleh beberapa hal antara lain: 1. Umur penderita 2. Lokasi dan konfigurasi fraktur 3. pergesaran awal fraktur 4. vaskularisasi antara kedua fragmen 5. reduksi serta imobilisasi 6. waktu imobilisasi 7. ruangan antara kedua fragmen serta interposisi oleh jaringan lunak 8. adanya infeksi 9. cairan sinovia 10. gerakan aktif dan pasif anggota gerak Penilaian penyembuhan fraktur didasarkan atas union secara klinis dan union secara radiologis. Penyembuhan yang abnormal dari fraktur dapat menyebabkan malunion, delayed union ataupun non-union. 1.2 Fraktur Klavikula 1.2.1 Anatomi Klavikula Klavikula merupakan tulang yang berbentuk S, di sebelah medial berhubungan dengan sternum dan bagian lateral dengan akromion. Dihubungkan dengan korokoid melalui ligament korakoklavikular.

1.2.2 Etiologi Penyebab fraktur clavicula biasanya disebabkan oleh trauma pada bahu akibat kecelakaan misalnya jatuh dari ketinggian atau kecelakaan kendaraan bermotor, namun kadang dapat juga disebabkan oleh faktor-faktor non traumatik. Berikut beberapa penyebab pada fraktur clavicula yaitu :

Fraktur clavicula pada bayi baru lahir akibat tekanan pada bahu oleh simphisis pubis selama proses melahirkan. Fraktur clavicula akibat kecelakaan termasuk kecelakaan kendaraan bermotor atau jatuh dari ketinggian. Biasanya penderita jatuh dalam keadaan tangan stretch out. Fraktur clavicula akibat kompresi pada bahu dalam jangka waktu lama, misalnya pada pelajar yang menggunakan tas yang terlalu berat. Fraktur clavicula akibat proses patologik, misalnya pada pasien post radioterapi, keganasan dan lain-lain.

1.2.3 Klasifikasi Berdasarkan lokasinya, fraktur klavikula dapat dibagi menjadi: Fraktur klavikula 1/3 lateral Fraktur klavikula 1/3 tengah

Fraktur klavikula 1/3 medial

1.2.4 Patofisiologi Fraktur clavicula paling sering disebabkan oleh karena mekanisme kompressi atau penekanan, paling sering karena suatu kekuatan yang melebihi kekuatan tulang tersebut dimana arahnya dari lateral bahu apakah itu karena jatuh, kecelakaan olahraga, ataupun kecelakaan kendaraan bermotor. Pada daerah tengah tulang clavicula tidak di perkuat oleh otot ataupun ligament-ligament seperti pada daerah distal dan proksimal clavicula. Clavicula bagian tengah juga merupakan transition point antara bagian lateral dan bagian medial. Hal ini yang menjelaskan kenapa pada daerah ini paling sering terjadi fraktur dibandingkan daerah distal ataupun proksimal.

1.2.5 Diagnosis a) Anamnesis Diagnosis dari fraktur clavicula biasanya didasari dari mekanisme kecelakaan dan lokasi adanya ekimosis, deformitas, ataupun krepitasi. Pasien biasanya mengeluh nyeri setelah terjadinya kecelakaan tersebut dan sulit untuk mengangkat lengan atau bahu. b) Pemeriksaan Fisik Pada pemeriksaan status lokalis dapat ditemukan : Look Feel : dapat terlihat adanya deformitas,pembengkakan, ekimosis dan bahu asimetris (agak jatuh ke bawah, lebih ke anterior atau posterior) : teraba krepitasi dan nyeri tekan pada daerah fraktur.

Movement

: ROM terbatas

c) Pemeriksaan Penunjang Pemeriksaan penunjang yang penting untuk diagnosa fraktur klavikula adalah pemeriksaan radiologi. Evaluasi pada fraktur clavicula yang standar berupa proyeksi anteroposterior (AP) yang dipusatkan pada bagian tengah clavicula. Pencitraan yang dilakukan harus cukup luas untuk bisa menilai juga kedua AC joint dan SC joint. Bisa juga digunakan posisi oblique dengan arah dan penempatan yang baik. Pada fraktur 1/3 tengah, klavikula bagian medial terangkat ke atas oleh tarikan otot sternokleidomastoideus dan fragmen lateral tertarik ke bawah oleh muskulus pektoralis mayor. 1.2.6 Penatalaksanaan

Penatalaksanaan pada fraktur clavicula ada dua pilihan yaitu dengan tindakan bedah atau operative treatment dan tindakan non bedah atau nonoperative treatment. (2,3,5,6) Tujuan dari penanganan ini adalah untuk menempatkan ujung-ujung dari patah tulang supaya satu sama lain saling berdekatan dan untuk menjaga agar mereka tetap menempel sebagaimana mestinya sehingga tidak terjadi deformitas dan proses penyembuhan tulang yang mengalami fraktur lebih cepat. Proses penyembuhan pada fraktur clavicula memerlukan waktu yang cukup lama. Penanganan nonoperative dilakukan dengan pemasangan sling selama 6 minggu. Selama masa ini pasien harus membatasi pergerakan bahu, siku dan tangan. Setelah sembuh, tulang yang mengalami fraktur biasanya kuat dan kembali berfungsi. Pada beberapa patah tulang, dilakukan pembidaian untuk membatasi pergerakan. atau mobilisasi pada tulang untuk mempercepat penyembuhan. Sebagian besar fraktur klavikula sembuh dengan baik. Operasi dilakukan bila ada indikasi seperti fraktur terbuka, adanya tekanan pada pembuluh darah, non union, fraktur 1/3 lateral serta penderita aktif yang segera akan kembali pada kerjaan semula. Operasi dapat dilakukan dengan memasang pin Kirscner atau plate and screw. 1.2.7 Komplikasi

Komplikasi neurovaskular, bisa menyebabkan timbulnya trombosis dan pseudoaneurisma pada arteri axillaris dan vena subclavian kemudian bisa menyebabkan timbulnya cerebral emboli. Kerusakan nervus supraclavicular menyebabkan timbulnya nyeri dinding dada. Refraktur, fraktur berulang pada clavicula yang mengalami fraktur sebelumnya. Pneumothoraks biasa didapatkan pada pasien dengan fraktur clavicula terutama yang mengalami multiple traumatik, diakibatkan oleh karena robeknya lapisan pleura sehingga masuk udara pada ruang potensial antara pleura viseral dan parietal. Malunion, suatu keadaan dimana tulang yang patah telah sembuh dalam posisi yang tidak
seharusnya, membentuk sudut, atau miring

Non Union.

1.2.8 Prognosis Prognosis jangka pendek dan panjang sedikit banyak bergantung pada berat ringannya trauma yang dialami, bagaimana penanganan yang tepat dan usia penderita. Pada anak prognosis sangat baik karena proses penyembuhan sangat cepat, sementara pada orang dewasa prognosis tergantung dari penanganan, jika penanganan baik maka komplikasi dapat diminimalisir. Fraktur clavicula disertai multiple trauma memberi prognosis yang lebih buruk daripada prognosis fraktur clavicula murni.

BAB II ILUSTRASI KASUS Seorang pasien laki-laki umur 42 tahun datang ke IGD RSAM Bukittinggi dengan : Keluhan Utama : nyeri pada bahu kanan sejak 3 jam sebelum masuk RS Primary survey : A B C D : paten : RR 20x/menit : HR 85x/menit, TD 120/80 : GCS 15, pupil isokor, reflex cahaya +/+

Secondary Survey : - nyeri pada bahu kanan sejak 3 jam sebelum masuk RS - Sebelumnya pasien mengendarai sepeda motor, kemudian menabrak sepeda motor lain yang ada di depannya. Pasien terjatuh dari sepeda motor dan bahu kanannya membentur aspal. - Pasien sadar setelah kejadian - Mual (-) muntah (-) Kepala dan wajah Thorax Abdomen Status Lokalis Anggota gerak atas Look Feel Move Pada lengan kanan Terdapat luka lecet pada pangkal lengan kanan ukuran 3x 4 cm : : swelling (+), deformitas (+) : krepitasi (+), nyeri tekan (+), sensibilitas distal (N) : ROM terbatas Regio clavicula dextra: : tidak ditemukan kelainan : tidak ditemukan kelainan : tidak ditemukan kelainan

Regio cubiti dextra luka lecet pada siku kanan ukuran 2 x 3 cm. Anggota gerak bawah Regio genu dextra : Terdapat luka lecet ukuran 2x 3 cm. Pemeriksaan Laboratorium Darah Hb Ht Leukosit Trombosit : 13,4 g/dl : 40,5 % : 7.800/mm3 : 283.000/mm3

Pemeriksaan Radiologi

Diagnosa Fraktur tertutup klavikula dextra 1/3 tengah oblique displaced

Rencana terapi : Open Reduction and Internal Fixation (ORIF) Ket : Pasien menolak dilakukan ORIF . Oleh karena itu untuk reposisi fraktur pasien dipasangkan arm sling dan pasien dipulangkan.

También podría gustarte