Está en la página 1de 8

AULIA RIZKY 0907101050025

SISTEM REPRODUKSI

PERSALINAN PRETERM (GOLONGAN 3A)


1. DEFINISI Persalinan preterm didefinisikan sebagai persalinan pada wanita hamil dengan usia gestasi 20 36 minggu, dengan kontraksi uterus empat kali tiap 20 menit atau delapan kali tiap 60 menit selama 8 hari (Von Deer, 1998). Sedangkan menurut WHO, preterm didefinisikan sebagai usia kehamilan yang kurang dari 37 minggu lengkap (259 hari) sejak hari pertama haid terakhir (Danelian, 2005). Himpunan Kedokteran Fetomaternal POGI di Semarang tahun 2005 menetapkan bahwa persalinan preterm adalah persalinan yang terjadi pada usia kehamilan 22 37 minggu (Sarwono, 2010).

2. ETIOLOGI Dalam sebagian besar kasus, etiologi persalinan preterm tidak terdiagnosis dan umumnya multifaktor. Kurang lebih 30% persalinan preterm tidak diketahui penyebabnya. Sedangkan 70% sisanya, disumbang oleh beberapa faktor seperti kehamilan ganda (30% kasus), infeksi genitalia, ketuban pecah dini, perdarahan antepartum, inkompetensia serviks, dan kelainan kongenital uterus (20-25% kasus). Sisanya 15-20% sebagai akibat hipertensi dalam kehamilan, pertumbuhan janin terhambat, kelainan kongenital dan penyakit-penyakit lain selama kehamilan. Seluruh kondisi klinis yang berkaitan dengan persalinan preterm tersebut dapat digolongkan menjadi faktor-faktor antara lain sebagai berikut: Faktor maternal: 1) Status sosial ekonomi yang rendah 2) Riwayat persalinan preterm sebelumnya 3) Usia kurang dari 18 tahun atau lebih dari 40 tahun

4) Berat badan rendah sebelum hamil (Indeks Massa Tubuh - IMT < 19,8 kg/m2)13 5) Merokok dan penyalahgunaan zat adiktif 6) Riwayat abortus pada trimester kedua Faktor uterus: 1) Anomali uterus 2) Trauma Infeksi 1) Bakterial vaginosis (BV) 2) Trikomonas vaginalis Faktor risiko yang paling dominan adalah sosial ekonomi yang rendah dan riwayat persalinan preterm sebelumnya. (Goldenberg, 1997 ; Institute of Medicine, 2007).

3. INSIDENSI Tingkat kelahiran preterm di Amerika Serikat sekitar 12,3 % dari keseluruhan 4 juta kelahiran setiap tahunnya, dan merupakan angka kejadian persalinan preterm tertinggi diantara Negara-negara industry lainnya (Honest, 2009). Di RSUD Dr. R. Koesma Tuban, pada tahun 2009 persalinan premature terjadi sekitar 7,55 %, sedangkan persalinan matur 81,04 % & dan persalinan potmatur 11,41 % per 1.244 kelahiran hidup (RSUD, 2009).

4. PATOFISIOLOGI Menurut Drife dan Magowan (2004) dinyatakan bahwa 35 % persalinan preterm terjadi tanpa diketahui yang jelas, 30 % akibat persalinan efektif, 10 % pada kehamilan ganda, dan sebagian lain sebagai akibat kondisi ibu atau janinnya. Infeksi korioamnion diyakini merupakan salah satu sebab terjadinya ktuban pecah dini dan persalinan preterm. Patogenesis infeksi ini yang menyebabkan persalinan belum jelas benar. Kemungkinan diawali dengan aktivasi fosfolipase A2 yang melepaskan bahan asam arakidonat dari selaput amnion janin, sehingga asam arakidonat bebas meningkat untuk sintesis prostaglandin. Endotoksin dalam air ketuban akan merangsang sel desidua untuk menghasilkan sitokin dan

prostaglandin yang dapat menginisiasi proses persalinan. Proses persalinan preterm yang dikaitkan dengan infeksi diperkirakan diawali dengan pengeluaran produk sebagai hasil dari aktivasi monosit. Berbagai sitoksin, termasuk interleukin-1, tumor nekrosing faktor (TNF), dan interleukin-6 adalah produk sekretorik yang dikaitkan dengan persalinan preterm. Sementara itu, Platelet Activating Factor (PAF) yang ditemukan dalam air ketuban terlihat secara sinergik pada aktivasi jalinan sitokin tadi. PAF diduga dihasilkan dari paru dan ginjal janin. Dengan demikian, janin memainkan peran yang sinergik dalam mengawasi proses persalinan preterm yang disebabkan oleh infeksi. Bakteri sendiri mungkin menyebabkan kerusakan membrane lewat pengaruh langsung protease (Wiknjosastro, 2010).

5. GAMBARAN KLINIS Definisi klinis persalinan prematur melibatkan empat kriteria, yaitu: a. Kehamilan > 20 minggu tetapi < 37 minggu. b. Kontraksi uterus teratur dan nyeri yang terjadi paling sedikit dua kali setiap 10 menit selama paling sedikit 30 menit. c. Terjadi penipisan atau dilatasi serviks. d. Selaput ketuban utuh (Benson, 2009)

6. PEMERIKSAAN PENUNJANG Dari pemeriksaan fisik, pemeriksa bisa memperoleh data klinis pasien seperti keadaan umum, berat badan dan tinggi badan yang sekaligus digunakan untuk mengukur IMT, tekanan darah, dan pemeriksaan obstetrik. IMT yang rendah sebelum hamil (IMT < 19,8 kg/m2) atau kenaikan berat badan yang kurang pada saat kehamilan meningkatkan risiko terjadinya persalinan preterm (Goffinet, 2005). Dari pemeriksaan obstetrik, adanya kontraksi dengan intensitas dan frekuensi yang cukup untuk menyebabkan penipisan dan pematangan serviks pada usia gestasi 24-37 minggu merupakan suatu penanda persalinan preterm aktif. Kriteria yang digunakan untuk mendiagnosis persalinan preterm adalah terdapatnya kontraksi yang nyeri, dapat diraba, berlangsung selama lebih dari 30

detik dan muncul minimal empat kali tiap 20 menit. Hanya saja, nilai sensitivitas dan prediksi positifnya rendah sehingga tidak dapat digunakan sebagai alat skrining persalinan preterm. Jika pada usia gestasi 22 - 24 minggu terdapat empat atau lebih kontraksi tiap jamnya, nilai sensitivitas dan prediksi positif 9% dan 25%. Sementara bila pada usia gestasi 27 - 28 minggu didapatkan empat atau lebih kontraksi tiap jamnya, nilai sensitivitas dan prediksi positifnya 28% dan 23% (Iams et al., 2002).

7. DIAGNOSA Menurut Sarwono (2010), sering terjadi kesulitan dalam menentukan diagnosis ancaman persalinan preterm. Tidak jarang kontraksi yang timbul pada kehamilan tidak benar-benar merupakan ancaman proses persalinan. Beberapa kriteria dapat dipakai sebagai diagnosis ancaman persalinan preterm, yaitu: a. Kontraksi yang berulang sedikitnya setiap 7 8 menit sekali, atau 2 3 kali dalam waktu 10 menit b. Adanya nyeri pada punggung bawah (low back pain) c. Perdarahan bercak d. Perasaan menekan daerah serviks e. Pemeriksaan serviks menunjukkan telah terjadi pembukaan sedikitnya 2 cm, dan penipisan 50 80 % f. Presentasi janin rendah, sampai mencapai spina isiadika g. Selaput ketuban pecah dapat merupakan tanda awal terjadinya persalinan preterm h. Terjadi pada usia kehamilan 22 37 minggu

8. PENANGANAN Menurut Wiknjosastro (2010), pada ibu-ibu yang berisiko mengalami persalinan preterm sebaiknya perlu dilakukan penilaian tentang: - Umur kehamilan, karena lebih bisa dipercaya untuk penentuan prognosis daripada berat janin - Demam atau tidak

- Kondisi

janin

(jumlahnya,

letak/presentasi,

taksiran

berat

janin,

hidup/gawat janin/mati, kelainan congenital, dan sebagainya) dengan USG - Letak plasenta perlu diketahui untuk antisipasi seksio sesaria - Fasilitas dan petugas yang mampu menangani calon bayi terutam adanya seorang neonatologist, bila perlu dirujuk Untuk pengobatan yang diberikan, biasanya seperti: a) Progesteron Progesteron, sering diberikan dalam bentuk 17-Hydroxyprogesterone caproate, melemaskan otot-otot rahim, mempertahankan panjang serviks, dan memiliki antiinflamasi, dan dengan demikian diharapkan dapat bermanfaat dalam mengurangi kelahiran prematur. b) Glukokortikoid Bayi prematur sangat mungkin memiliki paru-paru belum berkembang, karena mereka belum memproduksi sendiri surfaktan. Hal ini dapat menyebabkan sindrom gangguan pernapasan, juga disebut penyakit membran hialin pada neonatus. Glukokortikoid dapat merangsang produksi surfaktan dalam paru-paru janin. Glukokortikoid khas yang akan diberikan dalam konteks ini adalah betametason atau deksametason. Di samping mengurangi gangguan pernapasan, glucocorticosteroids dapat menurunkan komplikasi neonatal lainnya, yaitu perdarahan intraventricular, necrotising enterokolitis, dan paten ductus arteriosus. c) Antibiotik Administrasi rutin antibiotik untuk semua wanita dengan persalinan prematur dapat mengurangi risiko bayi terinfeksi streptokokus grup B dan telah terbukti mengurangi angka kematian terkait. d) Magnesium sulfat Penelitian melaporkan pada konferensi 2008 dari Society for MaternalFetal Medicine menunjukkan bahwa pemberian magnesium sulfat (Epsom salt) untuk perempuan hanya sebelum kelahiran prematur dapat memotong laju cerebral palsy dua. Magnesium merupakan antagonis kalsium yang digunakan untukmencegah interaksi aktin-miosin sehingga menurunkan aktivitas uterus.

e) Tocolysis Obat-obatan anti-kontraksi (tocolytics), seperti obat-obatan 2-agonis (ritodrine, terbutaline, fenoterol), calcium channel blocker (nifedipine) dan oksitosin antagonis (atosiban) muncul hanya memiliki efek sementara menunda kelahiran. Tocolytic diberikan untuk memberi selang waktu agar

memungkinkan pemberian glucocorticoid untuk maturasi fungsi paru. f) Prostaglandin synthetase inhibitor Prostaglandin merangsang kontraksi uterus. Prostaglandin ada di cairan amniosis, tetapi negatif selama kehamilan. Semakin pendek masa kehamilan, semakin besar risiko mortalits dan morbiditas bayi terutama yang disebabkan oleh prematuritas. Resiko spesifik bagi neonatus adalah : Masalah neurologi : apnea of prematurity, hypoxic-ischemic

encephalopathy (HIE), retinopathy of prematurity (ROP), developmental disability , cerebral palsy and intraventricular hemorrhage Komplikasi kardiovaskuler : patent ductus arteriosus (PDA) Masalah respiratori : respiratory distress syndrome (RDS or IRDS) dan chronic lung disease Gastrointestinal dan metabolisme : hypoglycemia , feeding difficulties, rickets of prematurity, hypocalcemia , inguinal hernia , and necrotizing enterocolitis (NEC). Komplikasi hematologi : anemia of prematurity , thrombocytopenia , and hyperbilirubinemia (jaundice) Infeksi : sepsis , pneumonia , and urinary tract infection

9. KOMPLIKASI Pada ibu, setelah persalinan preterm, infeksi endometrium lebih sering terjadi mengakibatkan sepsis dan lambatnya penyembuhan luka episiotomi. Bayibayi preterm memiliki risiko infeksi neonatal lebih tinggi; Morales (1987) menyatakan bahwa bayi yang lahir dari ibu yang menderita anmionitis memiliki risiko mortalitas 4 kali lebih besar, dan risiko distres pernafasan, sepsis neonatal, necrotizing enterocolitis dan perdarahan intraventrikuler 3 kali lebih besar.

Bayi kurang bulan sangat rentan untuk terjadi beberapa jenis kesakitan. Meskipun beberapa gangguan pada suatu populasi terhitung kecil, akan tetapi prevalensinya belum jelas. Beberapa penelitian multisenter yang komprehensip menyajikan beberapa data sebagai berikut: a. Gangguan perkembangan Cacat mayor: palsi serebral, retardasi mental Gangguan sensori: gangguan pendengaran dan gangguan penglihatan Disfungsi otak minimal: gangguan bahasa, gangguan kemampuan belajar, hiperaktivitas, kurangnya perhatian, gangguan perilaku. b. Retinopathy of prematurity c. Penyakit paru kronik d. Gangguan pertumbuhan e. Frekuensi hospitalisasi dan kesakitan pascanatal meningkat f. Frekuensi anomali kongenial meningkat g. Risiko anak terlantar dan ruda paksa pada anak meningkat (Pursley, 1998). 10. PROGNOSIS Prognosis persalinan preterm bergantung pada usia kehamilan dan berat lahir bayi. Berikut adalah tabel perkiraan harapan hidup bayi preterm yang dirawat di pelayanan kesehatan tingkat tiga: Usia gestasi (minggu) Berat lahir (gr) Harapan hidup (%) 24-25 500-700 60 26-27 751-1000 75 28-29 1000-1250 90 30-31 1251-1500 96 32-33 1501-1750 99 >34 1751-2000 100 Sumber: DeCherney AH., Nathan L, Goodwin TM, Laufer N., 2007

DAFTAR PUSTAKA

Benson, Ralph C. 2009. Buku Saku Obstetri dan Ginekologi. Jakarta: EGC

Danelian P, Hall M. 2005. The epidemiology of preterm labour and delivery.In: Norman J, Greer I, editors. Preterm Labour: Managing risk in clinical practice. New York: Cambridge University Press. DeCherney AH., Nathan L., Goodwin TM., Laufer N. 2007. Current Diagnosis and Treatment Obstetrics & Gynecology 10thEdition. USA: McGraw-Hill Companies. Drife J. & Magowan BA. 2004. Clinical Obstetrics and Gynaecology: Prematurity. London: Saunders Goffinet F. 2005. Primary predictors of preterm labour. Br J Obstet Gynecol. 112 Suppl 1:38-47. Goldenberg RL, Iams JD, Mercer BM, Meis PJ, Moawad AH, Copper RL, et al. 1998. Preterm prediction study: the value of new vs standard risk factor in predicting early and all spontaneous preterm labor. Am J Public Health. 88: 233-8. Honest H, Forbes CA, Duree KH, Norman G, Duffy SB, Tsourapas A, et al. 2009. Screening to prevent spontaneous preterm birth: systematic reviews of accuracy and effectiveness literature with economic modeling. Health Technology Assessment. Vol.13 No 43. United Kingdom Iams JD, Newman RB, Thom EA, Goldenberg RL, Mueller-Huebach E, Moawad A, et al. 2002. Frequency of uterine contractions and the risk of spontaneous preterm delivery. N Engl J Med. 346:250-5. Institute of Medicine. 2007. Preterm birth: causes, consequences, and prevention. National Academy of Sciences. Washington DC: National Academic Press. Pursley DW, Cloherty JP. 1998. Identifying the high risk newborn and evaluating gestational age, prematurity, post maturity. Boston: Lippincott Raven. Sarwono, Prawirohardjo. 2010. Ilmu Kebidanan. Jakarta: PT. Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo. Von Der Pool BA. 1998. Preterm Labor: Diagnosis and treatment. Am Fam Phys. Wiknjosastro H., Saifuddin AB., and Rachimhadhi T. 2010. Ilmu kebidanan. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo

También podría gustarte