Está en la página 1de 255

1

Sebuah karya yang diangkat dari Disertasi kembali saya persembahkan mendampingi yang pertama: Bung Karno Sang Arsitek. Kali ini, bertajuk Bung Karno dalam Panggung Indonesia. Keduanya merupakan setangkup karya tentang penggal kehidupan Soekarno yang saling melengkapi, yang Pertama sebagai pengungkap jati diri Soekarno yang diliputi mentalite arsitek karena cenderung merancang apapun yang bersinggungan dengannya, dan yang ini mengungkap cara Soekarno menafsirkan sense of spatial - perasaan keruangan Projek Mercusuar sebagai Nation Pride era 1960-an. Ucap kemuliaan bagi Cahaya di atas Cahaya Allah SWT yang telah menghadirkan sosok-sosok inspiring, terutama sosok Soekarno, dan para guruguru yang membawa pencerahan. Terimakasih kepada Promotor dan Kopromotor Prof. Gunawan Tjahjono, Prof. Mudji Sutrisno, dan Dr. Donny Gahral Adian. Juga kepada Prof. Yusuf Affendi dan Prof. Dr. Mohammad Danisworo. Jajaran Pengajar dan Penguji di program Doktor Arsitektur Fakultas Teknik Universitas Indonesia. Keluarga Arsitek Soedarsono, Keluarga Empu Ageng Edhi Sunarso, Keluarga Arsitek F Silaban. Kepada Tim Mahasiswa Arsitek ITB Pemenang Ketiga Sayembara Perancangan Tugu Nasional Kedua, Ibu Dotty Siti Utamini, Ir. Sjaiful Arifin, dan Ir. Noersjaidi M Koesoemo. Kepada Yayasan Bung Karno,. Sekretariat Negara RI, Pimpinan Istana Tampak Siring, Pimpinan Istana Hing Puri Bima Sakti, Pimpinan Tugu Nasional. Sejawat Tim Penasehat Gubernur untuk bidang Pemugaran, Bapak Han Awal serta sejawat di Universitas Trisakti. Tak lupa, untuk Ibunda Prof. Dr. Toeti Herati Roosseno yang telah mengirimkan buket indah dan pustaka Roosseno Manusia Beton, Ibunda Ratu Edi Sedyawati yang selalu menginspirasi. Yang terkasih Kangmas Asikin Hasan, Kangmas Setyo Sudhiharto, Kangmas Mulyo Artono dan Ayunda Dhanie Saraswati serta Keluarga Besar Eyang Soerobo, dan Mbak Tipluk Suyati. Buku karya ini terwujud atas kebaikan budi dari: Bapak Ir. Anton Suhardianto, MT Direktur Utama PT Perentjana Djaja Konsultan, Bapak Widarko dan Rajah Indrajana PT Wahanacipta Bangunwisma, Om Permadi, SH, Ir. Ummie PT Mutiara Wiyatadarma Consultant, Dr. Linda Tondobala PT Soilex Sulut Lestari, Dr. Tutut dari Undip, Mas Bundi Nugroho and partner, dan tentu sejumlah Pribadi Mulia yang tidak dapat saya sebutkan satu persatu. Di sebuah Rong Dialogis di Jakarta, September 2013

Halaman Judul Ucapan Kesyukuran Dari Sang Promotor Daftar Isi PROLOG BABAK PEMBUKA TELAAH PUSTAKA MENDAHULUI KARYA INI BABAK 1 BUNG KARNO DAN PROJEK MERCUSUAR BABAK 2 KARYA BUNG KARNO DI KAWASAN TUGU NASIONAL BABAK 3 KARYA ARSITEKTUR PANGGUNG BABAK 4 BUNG KARNO dalam PANGGUNG INDONESIA BABAK 5 ARSITEKTUR PANGGUNG SOEKARNOESTIK GLOSARIUM DAFTAR PUSTAKA BIOGRAFI PENULIS

1 2 3 4 5 18 55 87 120 199 255 259 263 273

Naskah ini disajikan kembali sesuai yang dibacakan pada Sidang Terbuka Ujian Doktor Arsitektur di Fakultas Teknik Universitas Indonesia DOKTOR Yuke Ardhiati, Anda adalah Doktor pertama Program Doktor Arsitektur Departemen Arsitektur Fakultas Teknik Universitas Indonesia. Anda juga adalah Doktor pertama dan, sangat mungkin, terakhir yang dibimbing saya selaku Promotor di Departemen Arsitektur Fakultas Teknik Universitas Indonesia. Namun anda adalah Doktor kedua di Universitas Indonesia yang telah berhasil dibimbing saya sebagai promotor di Kampus UI. Gelar doktor ini adalah yang kedua anda peroleh di Universitas Indonesia. Sungguh suatu catatan tersendiri baik dalam pengalaman hidup anda maupun dalam sejarah Departemen Arsitektur FTUI. Saya tahu betapa ulet anda selama menempuh pendidikan Doktoral di Departemen Arsitektur ini. Anda memiliki tekad yang sangat kuat dan keinginan belajar yang amat teruji. Meski anda telah mendapat gelar Doktor dari Fakultas Sastra, sekarang Fakultas Ilmu Budaya di UI, anda memerlukan gelar tertinggi di bidang Arsitektur demi karir di bidang pendidikan tinggi. Semangat demikian seakan seirama dengan tokoh yang anda angkat dalam disertasi. Sungguh suatu pencapaian kehidupan. Jerih upaya ini pantas anda petik di saat acara ini digelar. Bagaikan suatu pentas kehidupan, di sini panggung bersiap bagi anda! Dua hari yang lalu panggung Galeri Nasional mementaskan pameran Emerging Architecture 1.0 dengan tema Ruang Dari, Di, dan Ke. Saat ini anda mengalami ruang Di, sebelumnya anda masih bergelut di ruang Dari yang peristiwanya hanya anda yang tahu dengan pasti. Di, hanya sekejab, dan anda segera dari ruang Di menjelang ruang Ke. Tiada seorang pun akan tahu dengan pasti apa yang menjelang. Barangkali di sini pula Khora mendapatkan pemahaman lain. Saya yakin anda akan senantiasa melangkah dengan pasti menghadapi ruang dan waktu yang menjelang. Hamparan itu kini terbuka bagi anda. Di sini akan bermula suatu lembaran baru kehidupan. Pencapaian anda itu titik mula baru bagi kehidupan dunia akademik, bukan titik akhir. Terima kasih kepada anda yang mau dan berani memilih saya sebagai promotor. Itu berarti anda berani memasuki ruang yang senantiasa meragukan, diragukan, dan teragukan demi mencapai pengetahuan. Kini atribut itu telah menjadi bagian Dari, yang memasuki ruang dan waktu yang sudah berlalu. Hubungan akademik antara pembimbing dan yang dibimbing itu sesungguhnya tidak kenal derajat. Dalam kesetaraan ini pula hubungan kita berlanjut. Saya hanya dapat mengucapkan Selamat kepada anda untuk menjelang asa anda. Selamat Doktor Yuke Ardhiati! Depok, 18 Desember 2012 Gunawan Tjahjono Guru Besar Arsitektur Universitas Indonesia

Karya ini, saya harapkan mengisi kemandegan pemikiran dalam arsitektur, meski masih teramat jauh untuk menyumbang sebagai pencerahan. Dan, agar supaya karya berbasis disertasi ini diminati oleh masyarakat luas, perlu diawali peristilahan kearsitekturan; arsitektur, khora pesona,Panggung Indonesia sebagai konsep terintegrasi, sebagai upaya pemutakhiran pengertian arsitektur yang selalu berproses sejak Empu Ageng Vitruvius hingga pakar kekinian yang menganggap pentingnya makna dalam kehadiran arsitektur. Untuk perluasan itu, saya merujuk pengertian arsitektur sebagai perpaduan rumusan dari budaya Romawi dan Yunani, bahwa arsitektur itu sebagai pengetahuan membangun karya arsitektur yang indah (secara fisik dan visual), yang dalam proses penciptaannya terkait ruang-tempat-waktu-peristiwa yang bersinggungan makna terkait khora (dalam proses penciptaan rancangannya). Khora bukanlah istilah baru, Plato menyebutnya saat ia menggambarkan proses mengualitas dari sesuatu (Timaeaus Plato: 360 BC). Khora/Chora, telah dibaca secara kritis dibingkai kesementaraan/dekonstruksi oleh Derrida dalam On the Name (Derrida: 1995:89). Berbasis itu, khora saya rujuk sebagai pengertian baru untuk menyatakan proses memutu kehadiran karya arsitektur menjadi form/bentuk. Dus, khora untuk menggambarkan representasi makna atas karya yang semula Tiada menjadi Ada. Khora juga menggambarkan penyedia bagi yang hadir untuk being terkait form. Khora menggambarkan sesuatu bukan yang fix menyerupai objek/ruang melainkan sesuatu yang representasi karya arsitektur, dan yang diulik antara lain proses kehadiran maknawi objek arsitektur yang ditelusur bersandar khora , sehingga memposisikan khora menyerupai metode penggambaran ide form/ bentuk arsitektur yang mendahului karya material.

Sebelumnya, telah digelar teori baru Arsitektur Panggung teori arsitektur non-material melalui disertasi yang teruji di hadapan publik akademisi. Sebagai konsekuensinya teori ruang Space in Architecture (Van Ven:1978) yang dirujuki sejak 1980-an memperoleh sandingan, melengkapi teori arsitektur fisik material yang diajarkannya. Basis teori Arsitektur Panggung merujuk pengertian khora sebagai ide/konsep bentuk arsitektural dalam proses memutu nya yang memiliki sifat-sifat menampung/mewadahi seperti halnya rahim Ibu. Bentuk menampung sedemikian itu menyerupai esensi panggung sebagai ruang menggelar kehadiran lakon dan peristiwa secara langsung, yang meninggalkan difference-jejak sesuai jaman sekaligus mitos serta moda komunikasi sebagaimana uraian Mythtologies (Barthes:1957:109). Tersebab, jejak yang sesuai jaman itulah menjadikan makna panggung yang Ada di masa lalu kemungkinan berbeda di kekinian, maupun esok terkait lakon. Pergeseran maknawi-nya tidak mengubah esensi panggung yang menggelar kehadiran lakon dan peristiwa secara langsung. Di keseharian panggung memperoleh kedudukan sentral penampilan lakon arahan Sutradara/Dalang berupa kehadiran Aktor secara langsung. Kini, dimungkinkan terjadi tanpa memunculkan jati diri Aktor ke atas panggung melainkan sesuatu yang merepresentasi kehadirannya, bahkan oleh teks sepert i Opera Tan Malaka (Mohamad: 2010). Pementasan itu memperluas esensi panggung yang merepresentasi spectre Tan Malaka. Spectre , semacam kehadiran kembali sesuatu yang telah tiada bagai sosok hantu, penampakan, fantasi, phantasma, roh, jiwa, untuk pengetahuan yang telah tumbang/kalah namun ruh/semangatnya masih bergentayangan seperti Marxism (Derrida:1994). Spectre dalam drama memperjelas esensi panggung pengungkap presence terkait absence sesuatu yang tak hadir/metafisika kehadiran (Of Grammatology : Derrida:1982:49).

Metafisika kehadiran menggambarkan dekonstruksi logosentrisme melalui cara mengandaikan logos/kebenaran transendental dibalik hal yang tampak di permukaan. Makna hadir pada intertekstualitas tanda sebagai teks terkait cara-cara metafor (Ricouer:1981:166). Dalam karya ini intertektualitas tanda mewujud keserupaan esensi panggung pada jajaran karya arsitektur Projek Mercusuar era 1960 -an, kehadirannya menggambarkan spectre ke-Indonesia-an Soekarno, dalam kalimat metafor Panggung Indonesia: Khora Pesona Karya Arsitek Soekarno 1960 -an sebagai visualisasi moda komunikasi panggung yang Ada di masa-lalu yang dimaknai di kekinian. Di dalamnya terdapat sesuatu yang bersifat mengkualitas, yaitu khora pesona sebagai penunjuk sesuatu kualitas tertentu yang dituju yang mempesona tentang Indonesia tergubah dalam karya arsitektur. Kata pesona sebagai daya pikat, daya tarik, daya magnet, daya pukau, setara kata artistik, cantik, elok, indah, kreatif, majelis, manis, mempesona, menawan, selia. Frase khora pesona mengandung pengertian sebagai proses memutu kehadiran karya arsitektur yang diiringi laku yaitu sebuah kesungguhan yang dilakukan oleh aktor pelakunya bagi mewujudnya daya pesona tentang Indonesia dalam karya ini oleh Arsitek Soekarno. Khora pesona hadir sebagai ide arsitektural dari Tiada menjadi Ada melampaui kesungguhan eksplorasi keindahan Indonesia yang direpresentasi oleh budaya Jawa Kuno melalui perwujudan Arsitektur Modern. Khora pesona terbedakan dengan taksu - kekuatan batin/spiritual diri yang memancarkan pesona, daya pukau, wibawa, dan karisma sekaligus dalam budaya Bali (Sarad, ed. 40, Juli 2003:18). Taksu, diperoleh melalui pemurnian diri, proses memutu bagi kecerlangan karyanya. Dalam Taksu-karisma penyatuan gerak-raga berdasar keterampilan disatukan dengan ritual-spiritual pada Sang Dewa Siwa Natha Raja. (Pangdjaja: 1998:iii).

Taksu dimohonkan kepada Dewa tertentu di bangunan suci-palinggih taksu diiringi kesungguhan berlatih ketrampilan dan spiritual. Senafas taksu dikenal laku kesungguhan sikap dan laku dalam budaya Jawa untuk memperoleh ilmu melalui cara-cara khas, antara lain pantang makanan tertentu (mutih), tafakur (samadi), berendam (kungkum) diiringi permohonan ke Gusti Allah di hening malam. Sementara itu khora pesona hanya diperoleh melalui edukasi kearsitekturan atau pengalaman untuk mampu membuahkan karya menawan, terlebih bila diiringi kepekaan akan rasa seni. Antara khora pesona dan taksu dimungkinkan terjadi perpaduan yang terjadi ketika dalam diri Arsitek atau Seniman melakukan taksu atau lelaku terpancar dalam karya nya, karena telah ditanamkannya unsur-unsur daya pukau dalam proses artistik kreatif-nya, sehingga dikatakan Arsitek/Arsitek yang mampu berkarya menawan dimungkinkan dirinya telah melampaui taksu atau lelaku. Mendahului karya ini, saya telah mengamati fenomena yang menyerupai pentas karya arsitektur di beberapa Negara yang penting peranannya sebagai pegungkap peradaban. Fenomena serupa itu juga direpresentasi oleh karya arsitektur di Indonesia yang dinamai oleh media mancanegara sebagai istilah sindiran kepada Soekarno. Sebutatan Projek Mercusuar sebagai yang simbol nation pride gagasan Soekarno yang dilaksanakan secara besar-besaran. Proyek yang ikonik sebagai karya Soekarno ini, didanai oleh bantuan Negara-Negara Besar dan Negara yang tergabung sebagai NEFO New Emerging Forces yaitu; 1) Jakarta City Planning, 2) Gedung Pola, 3) Compleks Stadion Utama Asian Games, 4 ) Hotel Indonesia, 5) Masjid Istiqlal, 6) Tugu Nasional, 7) Wisma Nusantara, 8) Sarinah Departement Store, 9) Planetarium, 10) Gedung ex Conefo Gedung DPR-MPRRI termasuk sejumlah patung realis dan monumen skala kota yang bahkan didanai secara mandiri oleh Soekarno.

Sejauh ini warisan Projek Mercusuar mengandung misteri serta konotasi yang kurang menguntungkan dari sisi Soekarno akibat peliputan media mancanegara yang secara tidak proporsional menyudutkannya serta menilainya tidak memihak kepada situasi masyarakat di masa itu. Terdorong oleh adanya misteri kehadiran Projek Mercusuar itu lah saya melakukan upaya meneri interpretasi baru yang maknawi agar dipahami proses kehadirannya. Akan tetapi, pengungkapannya memerlukan kecermatan, karena merekonstruksi peristiwa sejarah. Selain memerlukan metode yang tepat, penelusurannya-pun bukan hanya bersandar data fisik semata melainkan juga hal-hal yang selama ini tersembunyi sebagai data metafisik berupa konsep dan gagasan bagi ide fisik yang penelusurannya dilakukan melalui ketokohan Soekarno yang kini telah menjadi mitos bagi Indonesia, termasuk hal-hal antagonis-nya serta peran Arsitek, Ahli Konstruksi, Seniman dan Kontraktor yang terlibat di dalamnya. Projek Mercusuar kala itu dipandang sebagai peristiwa unik di Kebayoran Baru-Thamrin di saat Jakarta relatif lapang. Jajaran bangunan bertingkat tinggi melalui beragam form/bentuk itu menyerupai pentas yang menjadi buah bibir di lingkungan Jakarta serta meluas ke seluruh negeri. Menilik keluasan peristiwanya, Projek Mercusuar dapat disejajarkan sebagai events-cities (Tschumi:1999:13) setara karya Tschumi yang berskala metropolis di Parc de la Villette Paris tahun 1992. Warisan Projek Mercusuar yang telah tergelar melampaui 50 tahun itu, keunikan peristiwanya masih menjadi memori kolektif masyarakat telah menggelitik pertanyaan: Bagaimanakah proses kehadiran karya arsitektur Projek Mercusuar tersebut? Projek Mercusuar berlangsung senarai perintah Soekarno untuk mempercantik Kota Jakarta sebagai Wajah Muka Indonesia (Soekarno:1962), peristiwanya sekaligus sebagai penegasan dirinya sebagai Penguasa (Soekarno, 1960) penggubah peradaban:.

...Bahwa kebudajaan satu periode adalah pentjerminan suatu kebudajaan daripada kelas jang berkuasa atau De cultuur van een tijdpork is altijd de cultuur van de heersende klasse

Selain menganalisis objek dari sisi bentuk/form yang bermuatan kultur-material dan/ kultur non-material, kini, terbuka jenis penelitian di ranah arsitektur yang tidak difokuskan pada artefak semata, akan tetapi sekaligus mengangkat persoalan makna karya arsitekturnya. Karya ini mengungkap makna objek arsitektur melalui hal tersembunyi - hal metafisik terkait proses kehadiran karya arsitektur, menjadi bagian dari studi Teori dan Perancangan Arsitektur yang berbasis pada peristiwa sejarah. Agar mencapai pengungkapan maknawi ditempuh tiga cara sekaligus: Pertama, pengalaman visual terhadap Apa yang ditampakkan objek. Kedua, pengamatan keunikan bentuk dan kualitas objek. Ketiga, mengungkap makna berdasar konsep khora melalui sasaran pengamatan karya arsitektur Projek Mercusuar di koridor Kebayoran Baru- Thamrin, Hotel Indonesia, Wisma Nusantara, Sarinah Department Store, Tugu Nasional, Masjid Istiqlal, Planetarium, Gedung Pola, termasuk Jembatan Semanggi dan Compleks Stadion Utama Asian Games serta ex. Gedung Conefo. Karya yang bertujuan untuk membongkar makna kehadiran objek arsitektur Projek Mercusuar ini dilalui dengan penelusuran proses kehadiran karya arsitektur terkait konsep khora sekaligus untuk memperkaya penerapan metode penelitian Grounded Theory di ranah arsitektur, desain, dan seni Pengungkapan peradaban yang diciptakannya Soekarno sepanjang 1926-1965 ditelusur melalui cara penulisan sejarah peristiwa diawali Soekarno Muda sebagai insinyur-arsitek hingga menjelang akhir sebagai Presiden. Di akhir studi, uraian kawasan Tugu Nasional sebagai representasi karya arsitektur Projek Mercusuar akan memperkaya wacana space-knowlegde- power melalui kehadiran karya arsitektur yang diakibatkan Penguasa yang sekaligus sebagai Arsitek.

10

Berdasar pengamatan intensionalism pada Projek Mercusuar di Jakarta era 1960-an, terungkap pertanyaan penelitian: Bagaimana proses kehadiran yang mengualitas menjadi form sebagai moda komunikasi yang berbeda-beda setiap ruang (mitos) dan waktu melalui fenomena arsitektur Projek Mercusuar yang Ada di masa lalu dalam konteks Ada di kekinian? Untuk menanggapinya telah diupayakan menjawab dua pertanyaan yang mendasar: Apa yang dimaksud dengan Panggung Indonesia serta Bagaimana proses kehadiran nya?. Untuk mengungkap maknawi proses kehadiran karya arsitektur terkait form saya merujuk pernyataan Soekarno sebagai Penguasa penggubah peradaban sebagai landasan teoritis: Sesuatu djaman adalah selalu kebudajaan daripada kelas jang berkuasa . Jejak-jejak kebudayaan/peradaban tinggalan Soekarno itu disebut absolute space (Lefebvre: 1991: 234) berupa level ruang alamiah (ruang absolut) yang memiliki makna sosial (sosial space), yang tergubah sebagai ruang politik karya Soekarno demi memperteguh homogenitas sosial melalui karya arsitektur berciri visual geometris, spectaculer, geometric, phallic megah, struktural dan menjulang. Keunikan karya arsitektur Projek Mercusuar itu terletak pada unsur keindahan khas Indonesia sebagai basis perwujudan karya Arsitektur Modern di jamannya, sehingga memperlihatkan identitas, analogi serta oposisi sebagai sebuah difference (Deleuze:1994:29). Pada jejak karya arsitektur Projek Mercusuar terkandung semacam monad yang berupa terkecil dari jiwa seni, yang berasal dari budaya Jawa Kuno. Monad adalah istilah Leibniz untuk menggambarkan jiwa seni yang abadi yang tak teraga/abstrak yang terbedakan dengan atom sebagai partikel terkecil molekul/benda teraga. Istilah monad itu digunakannya saat meneliti seni Baroque 1660-1760. Kala itu, Leibniz menemukan fluiditas materi, elastisitas bentuk serta semangat mekanis yang bersifat keabadian jiwa seni melalui bentuk lentur draperi/lekukan kain.

11

Dengan tersingkapnya monad budaya Jawa Kuno yang terpatri dalam karya Arsitektur Modern era 1960-an itu, maka tampaklah sifat keabadianimmaterial principle of life dari jiwa seni Jawa Kuno itu yang merepresentasi karakteristik keabadian dari proses memutu kehadiran arsitektur sebagai form atau yang saya sebut sebagai Khora sebagai pemutakhiran istilah dari Plato pada 360 BC dan juga Derrida pada 1995.Buku ini tidak akan secara khusus mendeskripsikan metodologi penelitian yang dirujuk, namun hanya disinggung sebagai wacana untuk memudahkan pembacaan.Penerapan metode Grounded Theory dan penerapannya dalam ranah arsitektur, desain dan seni akan saya sajikan sebagai pustaka lain. Perlu diketahui, bahwa karya ini dipumpun oleh metode Grounded Theory yang memiliki ciri intensif, terbuka, serta proses berulang dalam pengumpulan data sehingga memungkinkan penghimpunan data mencapai memoing yaitu pembentukan teori. Metode dengan cara demikian itu berpeluang untuk mengungkap proses kehadiran karya arsitektur yang tidak dimiliki oleh jenis strategi lainnya. Selain itu penerapan Grounded yang memungkinkan menempuh metode yang sesuai situasi di lapangan. Karya ini diperkarya oleh sepilihan pustaka bertema arsitektur dan politik, serta pustaka terkait Soekarno ditelaah untuk memastikan kebaharuan Delueze telah memumpun pengertian adanya paranoid regime of sign sebagai tanda kegilaan Penguasa seperti halnya yang dilakukan oleh dalang/puppeteer terhadap boneka / wayang-nya (Deleuze: 2007:11) dalam karya ini, adalah jejak tinggalan Soekarno yang tergubah atas keinginan Soekarno melalui Arsitek, Seniman dan Kontraktor di lingkaran dekatnya berupa karya arsitektur.Kehadiran arsitektur yang bagaikan pentas kekuasaan itu, dimengerti setelah mengulas karya Lyes tentang kehadiran Colloseum di Roma (Lyes:1999).

12

Fenomena kekuasaan yang berdampak pada budaya material sebagai Totalitarian Art yang bersandar kekhasan ideologi Penguasa dalam arsitektur di empat Negara terkemuka era 1960-an yaitu Rusia, Jerman, Italia dan China dipahami usai mengulas karya Golomstock, 1990, sementara itu fenomena New Culture di masa Hitler terungkap rinci usai menelaah karya Adam, 1995. Dalam studi ini, fenomena karya arsitektur era Soekarno, saya pandang memiliki nuansa totalitarian art, untuk memahami itu saya juga mengulas Socialist Realism karya Lahusen, 1997 yang berupaya mengungkap doktrin totalitarian art yang mengaungkan seni indah (beauty) dan menistakan seni yang buruk (ugly) namun kemudian berdampak pada kemandegan seni. Di era sejaman dengan Soekarno, Stalin di Soviet mengagungkan Gothic Stalinis sebagai rujukan gaya Neo Klasik bagi karya arsitektur di negerinya, gaya serupa juga dijunjung oleh Jerman sebagai simbol untuk mengagungkan Hitler. Sementara itu, di Indonesia ungkapan keruangan Soekarno menampakkan gaya Arsitektur Modern khas, karena basis perancangannya bersandar budaya Jawa Kuno. Dengan Soekarno memberi kebaharuan gaya Arsitektur Modern yang khas Indonesia melalui basis perancangan ataupu tampilan ornamen khas Jawa Kuno seperti padma, wijayakusuma, lingga-yoni, relief ukir ke jasad Arsitektur Modern - yang esensinya meniadakan ornamen. Karya ini, didahului pembacaaan kritis karya akademisi terkait tema arsitektur dan kekuasaan. Gotty Harjoko dan Jo Santoso, menggambarkan dampak kekuasaan terhadap penciptaan ruang kota pada realitas masa yang berbeda. Harjoko merujuk cara Chora (Harjoko:2003:10) memfokuskan kasus pemukiman buruh rendahan era Soeharto yang mendorong terwujudnya urban kampung sementara itu Jo Santoso mengungkap okthoton sebagai perubahan bentuk tanpa meninggalkan maknawi akibat peran Dewa-Raja (Santoso:2008).

13

Keduanya berupaya menggambarkan kekuasaan yang mengabaikan wong cilik dalam memperoleh ruang yang mengingatkan ideologis Marhaen sebagai metafora wong cilik di era Soekarno. Karya lain yang bertema Soekarno terkait pendirian Ibukota di Palangkarya telah pula diulas oleh Wijanarka, 2006 dan upaya Soekarno membangun kekaguman dunia disajikan oleh Farabi, 2005. Tentu saja, media televisi nasional yang menyorot peran Soekarno dan Arsitektur menjadi rujukan, di antaranya Telaah: Dwi Tunggal Untuk Indonesia, (Astro Awani TV: 2007), Riwajatmoe Doeloe: Gelora Bung Karno dan Hotel Indonesia (TV One: 2008), Monumen Sang Pemimpin (MetroTV: 2009) dan tayangan Merah Putih-Jelang Siang: Pencitraan Negara Lewat Busana (TransTV:2011). Dan sebagai karya yang berinduk pada disertasi, karya ini memerlukan telaah karya akademi yang berbobot seimbang, yaitu disertasi satu dasa warsa terakhir bertema Soekarno pada karya Abidin Kusno, Yuke Ardhiati, dan Eka Permanasari. Tujuannya adalah membidik ceruk penelitian yang terlepas dari karya ketiganya sebagai landasan penelitian, sekaligus mengungkapkan state of the art atau kebaharuan penelitian sebagai hal utama dalam ranah ilmiah. Sejumlah kata kunci pembeda: khora, proses kehadiran karya arsitektur, dan arsitektur panggung menyatakan perbedaan terhadap ketiga karya disertasi sebelumnya. Senarai karya yang bertema arsitektur dan kekuasan terkait Soekarno sebagai Arsitek ini memang belum ditemukan, juga cara penggarapan Grounded Theory yang mempertautkan sejarah peristiwa dalam rentang yang panjang dan terintegrasi juga merupakan sebuah kebaharuan gagasan. Adapun rentangnya di awali Soekarno Muda hingga Presiden melalui penelusuran ide/konsep khora sebagai sesuatu non material mendahului kehadiran karya arsitektur, yaitu upaya penggambaran proses kehadirannya yang mengkualitas sebagai form yang menyerupai pagelaran lakonpanggung berupa keunikan-keunikan yang berbasis filsafati.

14

Karya arsitektur yang dimetaforakan bagaikan pentas panggung ini memposisikan karya disertasi Panggung Indonesia: Khora Pesona Karya Arsitek Soekarno 1960-an memenuhi karya yang mengusung kebaharuan. Pertama, peran Arsitek Penguasa Soekarno. Kedua, kelangkaaan penggarapan tema Soekarno yang ter-integrasi peristiwa sejarah terkait ranah arsitektur. Ketiga, karya disertasi Kusno, Ardhiati, dan Permanasari belum mengungkapkan unsur makna dalam karya arsitektur. Keempat, terungkap pendorong kehadiran arsitektur; hasrat, intervensi dan rasa seni yang melekat pada Soekarno.Kelima, memumpun prosedur metode Grounded Theory terkait konsep ruang Khora . Maknawi kehadiran karya arsitektur Projek Mercusuar sebagai tonggak baru kemajuan di bidang perancangan di Indonesia yang mengusung konsep sebagai yang ter: tertinggi, terbesar, terindah, terbaik, terabadi . Sekaligus, telah mengubah cara memandang karya arsitektur Projek Mercusuar yang semula terfragmentasi menjadi sebuah karya utuh yaitu dalam bingkai Panggung Indonesia gubahan Soekarno yang mengandung teori arsitektur non-material sebagai Arsitektur Panggung. Padanya, bagaikan pentas karya arsitektur sebagai lakon dibingkai skenario Nation Pride. Visualisasi Arsitektur Panggung sebagai form dalam proses memutu itu memiliki lakon sebagai ruang ideal ke-Indonesia-an yang ditanamkan Soekarno. Tersebab, aktornya berupa karya arsitektur, ia memerlukan ruang pementasan dalam skala kota yaitu tergelarnya di koridor Kebayoran Baru-Thamrin Jakarta. Uniknya, dalam pagelaran itu spectre Soekarno menandakan diri secara transedental sebagai Arsitek. Bahkan, pengetahuan kearsitekturan yang melingkupi Arsitek Soekarno dalam perwujudan Arsitektur Modern yang berbasis kosmologi Jawa Kuno itu menjadi pembeda terhadap kemegahan arsitektur Neo Klasik di era Hitler, Gothic Stalinis di Soviet, ataupun di Cina era 1960-an.

15

Tema ke-Indonesia-an dalam Projek Mercusuar bersinggungan dengan semangat Nasionalisme (Ben Anderson: 1999). Soekarno mem-visualkan komunitas yang dibayangkannya bagai pentas panggung sebagai karya generik/khas yang hanya dimiliki Bangsa Indonesia atau Indonesia Banget! Gagasan ruang ideal ke-Indonesia-an impian Soekarno itu, sejatinya terungkap sejak risalah pledoi Indonesia Menggugat 1930 yang telah mampu menggambarkan teritorial Indonesia, gagasannya itu bersepadan dengan karakteristik ruang khora yang kemudian mengalami proses memutu usai Indonesia Merdeka, dan lalu mewujud di segala lini termasuk karya arsitektur. Dalam proses memutu itulah tergubah adanya ide Arsitektur Panggung yang direpresentasi bagaikan drama di kawasan Tugu Nasional yang menjadi puncak dari Panggung Indonesia ala Soekarno. Karya ini disengaja diliputi sejumlah footnote untuk memudahkan pembaca mencari rujukan sumbernya, terdiri atas PROLOG, sebagai intisari karya, dan BABAK PEMBUKA, yang dilanjutkan BABAK 1: Bung Karno dan Projek Mercusuar sebuah rumusan ide arsitektur yang direpresentasi oleh sepilihan karya arsitektur. BABAK 2 : Karya Bung Karno di Kawasan Tugu Nasional merupakan pengalaman spasial di Kawasan Tugu Nasional yang ditafsir secara hermeneutik-intepretatif BABAK 3: Karya Arsitektur Panggung mengungkapkan teori baru berdasar pengamatan intensional di Kawasan Tugu Nasional. BABAK 4, Bung Karno dalam Panggung Indonesia mengungkap praktek dekonstruksi Soekarno pada situs Kemaharajaan melalui perwujudan karya Arsitektur Modern bersandar budaya Jawa Kuno. BABAK 5 sebuah kesimpulan berupa persembahan teori baru Arsitektur Panggung, terakhir BABAK 6: sebuah gagasan implementasi serta beberapa kemungkinan penelitian lanjut.

16

BABAK PEMBUKA

Dengan memuliakan ranah ilmiah yang ingin mengedepankan state of the art sebagai penunjuk kebaharuan pengetahuan terkait tema penelitian ilmuwan lainnya, karya ini juga mencoba mencapai tataran itu. Penelusuran pustaka dan karya terkait Arsitektur dan Kekuasaan, serta pustaka Soekarno sebagai tema yang mempertajam pembahasan Bung Karno dan Projek Mercusuar antara lain: Delueze1 mengamati berlangsungnya kekuasaan sebagai paranoid regime of sign - tanda kegilaan Penguasa seperti yang dilakukan Dalang/puppeteer terhadap boneka/wayang-nya. Wujudnya abstract line sebagai akibat gerakan tangan sang Penguasa saat memainkan cerita, dalam konteks ini berwujud karya arsitektur. Dalam Politics and the Architecture of Choice, Jones menganggap perlunya Penguasa berpikir arsitektural dalam penyelenggarakan kehidupan politik yang maknawi melalui rancangan perilaku adaptif yang dinamai Human Cognitive Architecture2 yang mensyaratkan kepedulian Penguasa akan masalah ruang dan lingkungan. Dalam karyanya, Paul Hirst mengutarakan globalisasi sebagai bentuk lain kekuasaan berupa perang ekonomi yang terungkap dalam Space and Power: Architecture, Politics and War3.
Deleuze, Gilles. Lapoujade, David (ed). (Transl.)Hodges, Ames and Taormina, Mike. Two Regimes of Madness .Texts and Interviews 1975-1995.Cambridge: The MIT Press.2007, h. 11-16. 2 Jones, Bryan D.Politics and the Architecture of Choice. Bounded Rationality and Governance. Chicago: The University of Chicago Press. 2001, hal. 5. 3 Hirst, Paul. Space and Power: Architecture, Politics and War. Cambridge: Polity Press. 2005, hal.21.
1

17

Pustaka inilah memumpun pemahaman makna kekuasaan di era Soekarno di saat ia menggubah tanda kegilaan berupa Projek Mercusuar sebagai visualisasi Nation and Character Building . Gagasan futuris Soekarno ditujukan untuk memerangi segala bentuk eksploitasi terhadap bangsa lainnya. Gagasan konstruktif yang bersesuaian jiwa arsitek4 dalam kehidupan politik telah memampukannya menggubah karya arsitektur. Sejatinya, dalam pledoi Indonesia Menggugat5 di tahun 1930, Soekarno telah mengutarakan adanya gejala imperialisme modern sebagai nafsu angkara murka untuk merajai ekonomi negeri bangsa lain, pledoi itulah pendorong gagasan Nation and Character Building dan To Built the World New saat Soekarno menjadi Presiden. Termasuk penghapusan eksploitasi bangsa lain dengan memerangi imperialisme modern. Tampaknya, pemikiran Hirst dengan Soekarno saling bersambut. Bila Hirst menelaah tentang perluasan kekuasaan, Soekarno menggagas cara menangkis nafsu kekuasaan melalui watak bangsa dan menggagas ulang tatatan dunia yang baru melalui kesejajaran dalam berkebangsaan masyarakat internasional. Lyes dalam Roman Architecture from Augustus to Hadrian6 mengulas kehadiran Colosseum sebagai wadah atraksi keperkasaan Gladiator sekaligus wadah persatuan bagi bangsa Romawi. Colosseum tergelar menyerupai pentas amphitheater oval dengan undakan melingkar sebagai ruang penonton itu menjadi ruang ideal untuk menyaksikan atraksi karena mengutamakan kenyamanan visual bagi seluruh pengunjung.
4Soekarno.

Amanat Presiden Soekarno pada Ulang Tahun Proklamasi Kemerdekaan Indonesia, 17 Agustus 1963 dalam Di bawah Bendera Revolusi II. Jakarta: Panitia Penerbit DBR. 1965, hal. 527. 5 Soekarno.Indonesia Menggugat, Pidato Pembelaan Bung Karno Di Depan Pengadilan Kolonial Bandung 1930. Jakarta : CV Haji Mas Agung (Cet ke-3), 1989, hal. 14 dan 28. 6 Lyes, C.J. Roman Architecture from Augustus to Hadrian. The Colosseum: an Analysis of the Inherent Political and Architectural Significance @C.J. Lyes.1999. Electronic of Journal of History, Art, Archaelogy Anistoriton ISSN 1108-4081, hal.2.

18

Secara tidak disadari Soekarno tampak terinspirasi oleh konsep Colosseum ketika menghadirkan Gelora Bung Karno di Jakarta. Bangunan melingkar yang berselaras dengan Colosseum dinamai Temu Gelang sebagai dasar gubahan ruang. Keduanya berbeda objek yang dipergelarkan yaitu adu keperkasaan Gladiator pada Colosseum dan adu sportivitas Atlet pada Gelora Bung Karno. Keduanya menunjukkan universalitas Penguasa di saat menggubah bangunan publik, Colosseum ataupun Gelora Bung Karno menyerupai pentas pertunjukan sekaligus fungsi politis sebagai wadah penghimpunan massa. Karya Pavlovits bertajuk Politics, Architecture and Activism7 mendeskripsikan awal mula kehadiran ruang publik masa Yunani Kuno merujuk konsepsi Hannah Arendt. Menurut Arendt peristiwa orasi/pidato Sang Politisi/Penguasa mencipta ruang arsitektur yang dinyatakan hadir sebagai tindakan politis the releasing of processes8 sebuah proses tindakan yang menunjukkan ruang sebagai tanda politik. Karya arsitektur merupakan jantung tindakan dan ucapan yang berpotensi sebagai pentas politis. Pavlovits mengingatkan awal mula kehadiran ruang publik di Indonesia yang terjadi saat Soekarno didampingi Hatta mengucapkan Proklamasi Kemerdekaan 17 Agustus 1945 di Jl. Pegangsaan Timur 56 Jakarta. Pada peristiwa itu, Soekarno telah membuat tanda politik. Peristiwanya menyerupai pentas pertunjukan di lokasi yang kini menjadi situs cagar buudaya di serambi depan rumah tinggal Soekarno yang telah dirobohkan senarai pembangunan Gedung Pola9.

7Pavlovits,

Daniel. Politics, Architecture and Activism. L'cole Nationale Suprieure d'Architecture de Paris La Villette. Nov 4th, 2010, hal.5. 8Arendt, Hannah. The Human Condition.Chicago & London:The University Press.1958, h. 323. 9 Soekarno.Pidato PJM Presiden Soekarno pada Pembukaan Pameran di Gedung Pola Pegangsaan Timur Djakarta, 16 Agustus 1961, hal. 2. Dalam pidatonya Soekarno menyatakan: pengajunan tjangkul pertama daripada Pembangunan Semesta Berentjana tahapantahapan pertama didjalankan di bumi Pegangsaan Timur 56. Ada jang mengatakan bahwa

19

Dalam Housing a Legislature: When Architecture and Politics Meet10, Cope mengungkap peran rancangan gedung parlemen yang lekat dengan kepentingan nasional, tradisi, otoritas Negara sekaligus tanda keterkenangan massa. Cope mempersandingkan konservasi The Reichstag yang hancur usai Perang Dunia II di Berlin kemudian direhabilitasi menjadi Gedung Parlemen di tahun 1999. Kenyataan itu membedakannya dengan kehadiran bangunan New Parlement House Australia di Canberra yang dinilai sebagai refleksi sisi gelap arsitektur karena tidak memiliki makna keterkenangan. Gedung yang kini disebut Gedung DPRRI itu, digagas Soekarno sebagai political-venue bagi Konferensi Conefo tahun 1966 namun urung. Di masa Soeharto gedung ex. Conefo dialih-fungsikan menjadi Gedung DPRRI hingga kini. Bangunan megah yang semula digagas sebagai simbol pemersatu kelompok NEFO itu sekalipun lekat nilai keterkenangan, namun secara fungsional belumlah memadai sebagai gedung parlemen, karena kehadiran gedung parlemen seharusnya mampu menaungi kepentingan nasional dengan ketersediaan ruang penerima publik. Ketiadaan fasilitas utama itu menjadikan Gedung DPRRI berperan kurang optimal.

Totalitarians art sebagai panduan ber-ekspresi seni yang senafas dengan ideologi Negara, oleh Adams11 diungkap manifestasi stability, order, tradition in art sebagai cara melawan inferioritas kompleks bangsa Jerman melalui kemegahan gaya arsitektur Neoklasik, seperti The Braunes Haus, Konigsplatz, Party Buildings: The Fuhrer and Adminstration Building of NSDAP.

bumi ini adalah keramat, dikatakanlah keramat oleh karena di tempat ini dibatjakan pada tanggal 17 Agustus 1945 Proklamasi Kemerdekaan Indonesia. 10 Cope, Russell L. Housing a Legislature: When Architecture and Politics Meet. Parliament Journal No.37 Nov. 2001, hal.3. 11 Peter Adam. Art of The Third Reich. New York: Harry N Abrams Inc, 1995, hal. 209. Disebutkan maestro Paul Ludwig Troost, Albert Speer, Hermann Giesler, dan Fritz Todt yang menggubah karya bernuansa gaya Neoklasik bagi Adolf Hitler.

20

Nuansa serupa totalitarians arts berimbas pada praktek Nation and Character Building gagasan Soekarno, tetapi keterpaduan ekspresi seni dan ideologi tidak mewujud sebagaimana di Jerman ataupun di Rusia, hal itu disebabkan keberagaman etnik, agama serta sebaran wilayah kepulauan Indonesia. Dalam Socialist Realism12, Lahusen membedakan seni indah dan buruk. Patung Industrial Worker and Collective Farm Girl13 sebagai ungkapan seni indah ala Rusia di World Expo 1937 di Paris. Doktrin Gothic Stalinis bergaya seni formalis-geometris sedemikian harmonis namun monoton yang membelenggu kreativitas. Mausoleum, arsitektur makam bagi keabadian material jasad Vladimir Lenin, di Rusia14 terbedakan dengan cara pengabadian terhadap Soekarno. Yang dipertunjukkan hanya melalui immaterial energi suaranya di saat membacakan kembali Teks Proklamasi di Tugu Nasional. Republik Rakyat China15 mengubah arsitektur tradisional dan bangunan kolonial bersanding dengan bangunan pencakar langit. The Oriental Pearl Radio & TV Tower setinggi 468 meter di Shanghai, karya simbolis percikan mutiara di atas piring giok yang diangkat dari puisi Dinasti Tang oleh arsitek Jiang Huan Chen, Lin Benlin dan Zhang Xiulin.

Periksa A World of Prettiness. Socialst Realism and Its Aesthetics Catagories dalam Thomas Lahusen and Evgeny Dobrenko (ed). Socialist Realism Without Shores. London: Duke University Press.1997, hal. 51-64-70. 13Periksa dokumentasi foto Soekarno sedang menunjuk gerakan tangan ke atas sebagai pengarah gesture patung Selamat Datang menyerupai gesture patung karya Vera Mukina di Moskow tahun 1937 dalam Edhi Sunarso Seniman Pejuang. Yogyakarta: PT Hasta Kreatifa Manunggal. 2010, hal. 162. 14 Youtube Mauseuleum _Vladimir Lenin_diunduh pada 19 Juli 2011_pukul 19.00 WIB. Menunjukkan suasana Mauseuleum Lenin. 15 Inspiring Expo. Incridible Shanghai. Shanghai World Expo Visi tors Guide. 2010, dan studi banding ke Shanghai Februari 2012.
12

21

Situasi di Shanghai itu menyerupai suasana kota Jakarta 1960-an di awal kehadiran kawasan Tugu Nasional16. Kedua bangunan itu menggali
kekayaan budaya masa lampau oleh arsitek lokal sebagai penggubahnya. China yang lekat dengan tradisi mengandalkan arsitek profesional dari negeri sendiri, demikian juga Indonesia yang mengandalkan Arsitek Djempolan Pilihan Presiden17 bagi rancangan Tugu Nasional. Perbedaannya, pada andil Soekarno sejak proses perancangan melalui konsepsi bentuk tugu terinspirasi oleh budaya Jawa Kuno sebagai basis rancangan. Tema Soekarno terkait sebagai Arsitek dan Arsitek tampaknya belum dieksplorasi, sekalipun tersirat dalam Soekarno an Autobiography as told to Cindy Adams18 atau Bung Karno Putra Fajar19 demikian pula pledoi Indonesia Menggugat20, risalah Mentjapai Indonesia Merdeka, Sarinah21 serta setangkup buku Di Bawah Bendera Revolusi22. Dalam Bung Karno Sang Arsitek23, saya memumpun sepilihan pustaka untuk memahami mentalite Soekarno. Giebels24 mengawali pengungkapan kisah
Monumen Nasional di masa Soekarno dipagari oleh tanaman bambu kuning. Periksa Salam, Solichin. Tugu Monas dan RM Soedarsono. Jakarta: Kuning Mas.1989. Kini pemandangan seperti itu tidak tampak lagi karena dipagari oleh vegetasi yang menutupi Kawasan Tugu Nasional yang semula ruang terbuka kini menjadi lokasi yang semi tertutup. 17Soekarno.Pidato PJM Presiden Soekarno Pada Upatjara Pemberian Hadiah Para Pemenang Sajembara Rentjana Tugu Nasional, Istana Negara, Djakarta, 17 November 1960, hal. 6. 18Cindy Adams. Soekarno an Autobiography as told to Cindy Adams . Kansas City, New York: Indiana Polis, 1965, serta terjemahan oleh Abdul Bar Salim menjadi Bung Karno Penyambung Lidah Rakyat Indonesia oleh penerbit Ketut Masagung Corp PT Tema Baru, Jakarta, 2000, hal. 100 dan 165. Dituturkan Soekarno tanggal 16 Juli 1926 bersama Ir. Anwari membuka biro tekniknya yang pertama, yang kedua bersama Ir. Roosseno tahun 1932. 19 Solichin Salam. Bung Karno Putra Fajar. Jakarta: Gunung Agung, 1966, hal. 272. 20 Soekarno.Indonesia Menggugat, Pidato Pembelaan Bung Karno Di Depan Pengadilan Kolonial Bandung 1930. Jakarta: CV Haji Mas Agung (Cet ke-3). 1989. 21 Soekarno.Sarinah, Kewajiban Wanita Dalam Perjuangan Republik Indonesia. Jakarta: PT Toko Gunung Agung Tbk, 2001, hal. 189. 22 Soekarno. Di bawah Bendera Revolusi Jilid Pertama. Jakarta: Penerbit DBR, 1965. 23 Ardhiati, Yuke. Komunitas Bambu, 2005 24 Lambert Giebels (Terj.) Soekarno, Biografi 1901 1950, Jakarta: Gramedia Group, 2001, hal.x.151, dan 184.
16

22

Soekarno sebagai Arsitek praktisi yang memiliki hubungan baik dengan Arsitek Wolff Schoemaker serta menghasilkan beberapa karya arsitektur rumah tinggal di Bandung. Di dalam Bung Karno Dalam Kenangan dikisahkan oleh Oey Tjeng Hien25 tentang ketertarikan Soekarno terhadap arsitektur dan furnitur, semasa pembuangan di Bengkulu Soekarno dan Oey sempat mendirikan perusahaan mebel/furnitur yang dinamai Mebel Soekamerindoe. Sebuah karya Legge26 mengungkap gagasan pembentukan Demokrasi Terpimpin hingga masa kejatuhan Soekarno. Sementara itu Dahm meneliti ketokohan Soekarno27 sebagai sinkretisme Jawa dan menyebut Soekarno sebagai manifestasi tokoh Ratu Adil. Kumpulan karya dari Nazaruddin Sjamsuddin28 mengetengahkan fragmen-fragmen Soekarno seputar nasionalisme, internasionalisme, demokrasi, marhaenisme serta ekonomi. Penulis Solichin Salam dalam Bung Karno Sebagai Ahli Sedjarah29 dan Bung Karno di Mata Bangsa Indonesia mengungkapkan sportifitas Soekarno di saat bersilang pendapat tentang arsitektur dengan Arsitek Silaban. Sebuah buku yang menggambaran sisi humanis Soekarno ditemukan dalam sebuah buku utuh sebagai karya Guntur Soekarno, Bapakku, Kawanku, Guruku30. Beberapa tokoh di sekitar

Oey Tjeng Hien.Catatan Pengalaman Seorang Sahabat dalam Solichin Salam.Bung Karno Dalam Kenangan. Jakarta:Pusaka, 1981, hal. 201. 26 John D Legge. Soekarno, Sebuah Biografi Politik. Jakarta:Pustaka Sinar Harapan, 1996,h.321. 27 Bernhard Dahm. Soekarno dan Perjuangan Kemerdekaan. Jakarta : LP3ES, 1987, hal. xiii. 28 Nazaruddin Sjamsuddin (ed). Soekarno, Pemikiran Politik dan Kenyataan Praktek. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada. 1993. 29 Solichin Salam. Bung Karno Sebagai Ahli Sedjarah. Djakarta: PT Asli Djakarta, 1966, hal. 6367. Solichin Salam. Bung Karno Dalam Kenangan. Jakarta: Pusaka. 1981. Artikel Oei Tjeng Hien. Catatan Pengalaman Seorang Sahabat pada hal. 201-235. 30 Guntur Soekarno. Bapakku, Kawanku, Guruku. Jakarta: PT Dela Rohita. 1977. Buku setebal 265 hal. ini mengungkapkan keseharian Soekarno sebagai sosok Ayah di mata Guntur putera pertamanya.
25

23

Soekarno juga menorehkan karya, antara lain dokter pribadi dr. Soeharto31 yang mengungkapkan sisi spiritual Soekarno, Juru Bicara Kepresidenan Ganis Harsono mencatat rinci seluruh kegiatan persiapan pembangunan Gedung Conefo32. Sementara itu Ajudan Kepresidenan Mangil Martowidjojo dalam Kesaksian Tentang Bung Karno 1945-196733 mengungkap ketertarikan Soekarno pada arsitektur dan seni lukis. Bambang Wijanarko dalam Sewindu Dekat Bung Karno34 mengungkapkan kesukaan Soekarno mendengarkannya menembang Jawa, Maulwi Saelan35 mengungkap sejumlah benda-benda yang ditinggalkan Soekarno saat meninggalkan Istana, di antaranya buku-buku tentang Arsitektur Modern. Sejarawan Onghokham36 menyimpulkan adanya kepribadian Gemini dari Soekarno sebagai tipe kompleks namun mengalami kesepian di akhir kekuasaannya. Dalam Bung Karno & Seni37, Soedarmadji Damais mengungkap peran Soekarno dalam Seni Rupa melalui pameran bertema tata ruangan dan tata bangunan/tata kota. Di tahun 1990 Huib Akihary38 menuliskan Soekarno sebagai salah seorang Arsitek di Indonesia. Wiryomartono 39 menyebutkan Soekarno Aktor Pembangunan Kota di Indonesia. Peran Soekarno sebagai
R Soeharto. Saksi Sejarah, Mengikuti Perjuangan Dwitunggal . Jakarta: Gunung Agung. 1984, hal.163. 32Ganis Harsono.Cakrawala Politik Era Soekarno. Jakarta: Yayasan Idayu. 1985, hal. 180. 33 Mangil Martowidjojo. Kesaksian Tentang Bung Karno 1945-1967. Jakarta: Grasindo. 1999, hal. 27, 108, 141, 485. 34 Bambang Widjanarko. Sewindu Dekat Bung Karno. Jakarta: PT Gramedia. 1988, hal.53 -57. 35Maulwi Saelan.Dari Revolusi 45 sampai Kudeta66, Kesaksian Wakil Komanda Tjakrabirawa . Jakarta: Yayasan Hakl Bangsa. 2001, hal. 343-394. Berupa lampiran benda-benda milik Soekarno. 36Onghokham.Soekarno: Mitos dan Realitas dalam Taufik Abdullah.Manusia Dala Kemelut Sejarah. Jakarta:LP3ES.1988, hal. 45 37 Soedarmadji JH Damais. Bung Karno & Seni. Jakarta: Yayasan Bung Karno. 1979, hal. 35. 38 Huib Akihary. Architectuur & Stedebouw in Indonesie 1870-1970. Zutphen: De Walburg Pers.1990, hal.142. 39A Bagoes P Wiryomartono. Seni Bangunan Dan Seni Bina Kota di Indonesia, Kajian Mengenai Konsep, Struktur, dan Elemen Fisik Kota Sejak Peradaban Hindu-Buddha, Islam Hingga Sekarang. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama 1995, hal. 159-170.
31

24

Arsitek praktisi ditemukan dalam karya Haryoto Kunto40 yang mencatat Soekarno menjadi arsitek magang di biro Arsitek Schoemaker. Menjelang peringatan 100 tahun Soekarno, Widiastuti dalam Bung Karno dan Arsitektur41 mengungkap sejumlah karya Soekarno di Bandung. Ali Chanafiah sahabat Soekarno semasa di Bengkulu42 mengungkapkan sedikitnya lima buah rancangan karya arsitektur Soekarno, antara lain masjid jami Bengkulu, rumah Residen dan Demang yang sempat didokumentasikan di tahun 2001. Di tahun 2007 arsitek Bambang Eryudhawan43 menyebutkan Soekarno sebagai Bapak Arsitek Indonesia. Catatan kelekatan Soekarno dan Seni Rupa melalui koleksi lukisan maestro milik pribadi Soekarno yang dihimpun Dullah dan Lee Man Fong, dan peran Soekarno sebagai pelukis diungkapkan oleh Djuli Djatiprambudi44 melalui sejumlah lukisan Soekarno yang ditinggalkannya di Ende. Dalam catatan penyair Sitor Situmorang45 dalam tulisannya mengutarakan peran Soekarno sebagai Arsitek sekaligus pencipta puisi. Melalui puisi Aku Melihat Indonesia tampak kecintaan Soekarno pada Indonesia antara lain panorama alam serta kanak-kakn. Kemampuan menuliskan skenario drama semasa
Haryoto Kunto (ed) Deddy H Pakpahan. Seabad Grand Hotel Preanger 1897-1997.Bandung: PT Aerowisata.1997, hal. 67-91. 41Indah Widiastuti, Bung Karno dan Arsitektur dalam Iman Toto K Rahardjo et.al. Bung Karno, Bapakku, Guruku, Sahabatku, Pemimpinku, Kenangan 100 Tahun Bung Karno. Jakarta : Grasindo, 2001, hal. 565-574. 42 Chanafiah, M Ali. Bung Karno Dalam Pengasingan di Bengkulu. Jakarta: Aksara Press. 2003, hal. 45, dan periksa juga M. Ali. Bung Karno di Bengkulu dalam dalam Iman Toto K Rahardjo et.al. Bung Karno, Bapakku, Guruku, Sahabatku, Pemimpinku, Kenangan 100 Tahun Bung Karno. Jakarta : Grasindo, 2001, hal. 910-919. 43 Eryudhawan Bambang. Sukarno Arsitek Indonesia dalam Pusat Dokumentasi Arsitektur Indonesia (ed.). Tegang Bentang. Jakarta:Gramedia.2007, hal. 75-88. 44 Djuli Djatiprambudi. Bung Karno: Seni Rupa dan Karya Lukisnya. Surabaya : Bumi Laskar Utomo. 2001, hal. 37. 45 Sitor Situmorang, Bung Karno Suka Sesuatu yang Indah dalam Bung Karno, Bapakku, Guruku, Sahabatku, Pemimpinku, Kenangan 100 Tahun Bung Karno. Ibid. hal.740 - 749.
40

25

pembuangan di Ende ditemukan dalam Bung Karno: Ilham Dari Flores Untuk Nusantara46. Dan semasa di Bengkulu dalam Bung Karno Maestro Monte Carlo 1938-194347. Karya Wijanarka mengungkap gagasan Ibukota Negara di Papandut Palangkaraya. Dalam Soekarno dan Desain Rencana Ibukota RI di Palangkaraya48 diutarakan peristiwa pemancangan tiang pertama tanggal 17 Juli 1957. Sejarawan Farabi Fakih dalam Membayangkan Ibukota Jakarta di Bawah Soekarno49 mengungkap cara-cara Soekarno membangun kekaguman dunia melalui rancangan bangunan estetis sebagai bagian esensial dari pembangunan watak bangsa. Ketokohan Soekarno juga mengilhami tayangan televisi swasta; Astro Awani50 menayangkan Dwi Tunggal Untuk Indonesia mengungkap ketertarikan Soekarno terhadap arsitektur. Sementara itu stasiun TV One51 menayangkan Gelora Bung Karno dan Hotel Indonesia sebagai destinasi wisata. Stasiun MetroTV52 dalam Monumen Sang Pemimpin mengungkap Monumen karya Soekarno. Menyusul Komunitas Salihara53 dalam The Monument mengungkap sisi artistik Soekarno dalam karya Edhi Sunarso.TransTV54 menayangkan Pencitraan Negara Lewat Busana, mengungkap busana khas jas dan
Lukas Batmomolin.et.al Bung Karno: Ilham dari Flores Untuk Nusantara. Nusa Indah. 2001, hal. 50. 47 Agus Setyanto. Bung Karno Maestro Monte Carlo.Yogyakarta: Penerbit Ombak. 2006, hal. 54-192. 48 Wijanarka. Soekarno & Desain Rencana Ibu kota RI di Palangkaraya. Yogyakarta: Penerbit Ombak. 2006, hal. 23. 49 Fakih, Farabi.Membayangkan Ibukota Jakarta di bawah Soekarno. Yogyakarta: Ombak. 2005, hal. 181 50 Astro Awani TV .Program Acara Telaah : Dwi Tunggal Untuk Indonesia, 2007. 51 TV One51 . Program Acara Riwajatmoe Doeloe :Gelora Bung Karno dan Hotel Indonesia. 2008. 52 MetroTV. Monumen Sang Pemimpin tayang Desember 2009 dan Juni 2010.Dapat didownload melalui Youtube MetroTV. 53 Asikin Hasan. Video Dokumenter : The Monument, 2010. 54 TransTV54. Program Acara Merah Putih Jelang Siang: Pencitraan Negara Lewat Busana, 2011.
46

26

peci hitam Soekarno. Stasiun MetroTV55 menayangkan Indonesia Merangkul Dunia menggambarkan perjalanan Soekarno di forum Internasional. Sebagai sentral telaah telah saya kaji tiga karya disertasi satu dasa warsa terakhir bertema Soekarno, yaitu karya Abidin Kusno dari Binghamton (2000), Yuke Ardhiati dari Universitas Indonesia (2004), dan Eka Permanasari dari Melbourne University (2007). Kusno56 dalam Behind the Postcolonial Architecture, Urban Space and Political Cultures in Indonesia mendeskripsikan peran Soekarno dan Soeharto sebagai aktor kunci kemunculan dan perkembangan sosio-budaya terkait pembentukan arsitektur dan perkotaan sebagai akumulasi pengetahuan masa kolonial berbasis kebangsaan. Ceruk yang terlepas adalah makna dalam arsitektur dan arketipe keruangan warisan masa kolonial. Pada karya Yuke Ardhiati, Arsitektur, Tata Ruang Kota, Interior dan Kria, Sumbangan Soekarno di Indonesia 1926-196557 mengungkap mentalite58: alam pikiran bawah sadar serta perilaku otomatis berupa peran, norma, interaksi, dan makna yang mencuat (emergent) melalui artifak peninggalannya. Terungkap, pertama, budaya multikultur dan pendorong tindakan Soekarno. Kedua, memetakan karya Soekarno dalam periodisasi. Ketiga, mengungkap karya Soekarno secara semiotika. Keempat, mengungkap etik dan estetik karya Soekarno.Kelima, menyimpulkan mentalite Soekarno. Adapun hal yang terlepas adalah persoalan keruangan dan makna kehadiran arsitektur era

MetroTV. Indonesia Merangkul Dunia, 2011. Dapat di-download melalui Youtube MetroTV. Kusno, Abidin, Behind the Postcolonial. Architecture, Urban Space and Political Cultures in Indonesia, 2000.History and Theory of Art and Architecture Graduate Program at The State of New York, Binghamton.2000, hal. x. 57 Yuke Ardhiati, Disertasi Doktor Ilmu Sejarah, Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2004. 58 Lloyd, Christopher.The Structure of History. London: Blackwell. 1993, hal. 89.
55 56

27

Soekarno. Eka Permanasari59 dalam Constructing And Contesting the Nation: The Use and Meaning of Soekarnos Monuments And Public Places in Jakarta mengungkap makna nasionalisme pada monumen dan area publik era Soekarno serta perlakuan pemerintah melalui pendekatan spasial. Ceruk yang terlepas dari Permanasari adalah kedalaman filosofis perancangan, makna dalam arsitektur, serta kurangnya memanfaatkan sumber data primer. Cerukceruk yang terlepas dari ketiga Disertasi akan dijadikan sebagai tumpuan penelitian ini.Ceruk penelitian karya Abidin Kusno, antara lain; 1) pengungkapan makna objek arsitektur postcolonial, 2) eksplorasi arketipe keruangan, 3) eksplorasi Apa serta Bagaimana karya arsitektur di awal kemerdekaan, 4) penyuguhan otensitas data. Sementara itu karya Yuke Ardhiati, 1) pengungkapan persoalan keruangan yang diakibatkan Penguasa, 2) pengungkapan makna dalam arsitektur, 3) perluasan penelitian ke ranah arsitektur. Pada karya Eka Permanasari, antara lain; 1) perlunya eksplorasi kedalaman filosofis perancangan, 2) perlunya pengungkapan unsur estetis dalam arsitektur, 3) perlunya optimalisasi pemanfaatan narasumber. Dari ketiga Disertasi di atas saya temukan perbedaan mendasar kata kunci yang saya unggulkan.Pembahasan proses kehadiran karya Arsitektur, dan terminologi Arsitektur Panggung tidak terdapat pada ketiganya. Berdasar telaah di atas dipastikan penelitian yang berbasis data kesejarahan yang mengungkap Soekarno dalam proses kehadiran arsitektur yang dipertautkan data kesejarahan berdasar rentang waktu yang relatif panjang sejak Soekarno Muda hingga di akhir jabatan sebagai Presiden belum dieksplorasi oleh Peneliti lain.

59

Permanasari, Eka.Constructing And Contesting the Nation: The Use and Meaning of Soekarnos Monuments And Public Places in Jakarta, 2007.

28

Untuk memahami teori terkait ruang dan arsitektur, disinggung teori ruang Van de Ven, Space in Architecture60, yang kini tergantikan oleh teori ruang displacement-container Newton dan Teori Relavitas Ruang, space-time continuum gagasan Einstain. Sebagai karya, Ven telah berjasa dalam pengungkapan sejarah yang melatari gerakan The Modern Movement dan sekolah desain Bauhaus61. Teori Ruang Planimetrik dirasa terlalu mengagungkan hal-hal teknis yang didikte oleh produsen material, sehingga ranah arsitektur kurang mampu menjadi media untuk mengekspresikan ide-ide maknawi yang seharusnya terlahir sebagai gagasan sebagaimana pernah diperankan Bauhaus. Pengungkapan makna kehadiran objek arsitektur menempuh tiga cara sekaligus. Pertama, mengungkapkan pengalaman visual terhadap Apa yang ditampakkan objek. Kedua, pengamatan keunikan bentuk dan kualitas objek secara teraga tangible. Ketiga, mengungkap pengamatan intangible tak teraga sebagai khora menyerupai proses memutu melalui intepretasi makna. Teori Ruang Ven digunakan untuk memahami cara kedua yaitu persepsi ruang karya arsitektur Projek Mercusuar yang juga menampilkan gaya Arsitektur Modern,

Cornelis Van de Ven. Space in Architecture: The Evolution of a new idea in the theory and history of the modern movement.Amsterdam: Van Gorcum Assen, 1978, hal. 135. yang telah menjadi rujukan dalam pendidikan arsitektur termasuk di Indonesia sekitar tahun 1980-an bersandar budaya Romawi yang merumuskan ruang sebagai perluasan kata space. Berasal dari kata spatium yang dicetuskan oleh Aristoteles. Ven telah merumuskan persepsi ruang berbasis geometri-matematis dan konsep keindahan, antara lain; a) ruang planimetrik atau ruang dua dimensional, b) ruang perspektif satu titik atau tiga dimensional, c) ruang waktu irasional atau ruang empat dimensional, d) ruang imajiner seperti film bergerak. 61 Periksa Bagoes P Wiryomartono.Perkembangan Gerakan Arsitektur Modern di Jerman dan Post Modernism. Yogyakarta:Universitas Atmajaya, 1993,h.47. Sekolah Desain Bauhaus memiliki arti khusus pembinaan arsitektur abad ke 20 didirikan Walter Gropius.
60

29

sebagai pemandu mengalami keruangan secara dua dimensional, tiga dimensional, penjelajahan waktu irasional serta ruang imajiner. Pengertian arsitektur telah berproses sejak Vitruvius menuliskan De Architectura atau The Ten Books of Architecture62 pada 33-14 SM, arsitektur sebagai imitasi dari alam dan cara merancang bangunan yang bersandar tiga tonggak ketergunaan, kekokohan dan ketercintaan/keindahan. Pengertiannya meluas sebagai pengetahuan merancang lingkung bangun untuk menjamin kualitas kehidupan manusia terkait cara membangunnya63 sekaligus wadah berkegiatan yang bersifat resemblance berupa kemiripan, kesamaan, persamaan, keserupaan yang mewujud visual. Akar kata arsitektur berkorelasi dengan tekhn menjelaskan kerajinan, ketrampilan dan kepekaan seni dalam arsitektur skala ruang hingga skala kota. Budayawan Mangunwijaya memperkenalkan wastuwidya sebagai pengganti istilah architektuur yang dinilai mengandung makna dari sekadar tekhn. Arsitek Gunawan Tjahjono64 menambahkan unsur makna sebagai sesuatu yang tercerap melalui penciptaan ruang-tempat-waktu-peristiwa sebagai hal tersembunyi dalam proses memutu menjadi ruang/arsitektur pengembannya disebut Arsitek. Kata Arsitek dimahkotakan pada Aktor yang berkecakapan teknis membangun serta kepekaan keindahan dalam menghadirkan karya secara poetic sebagai karya konstruktif sekaligus inspiratif.

Vitruvius.Morris Hicky Morgan (terj.)The Ten Books of Architecture. New York: Dover, 1960, hal. 31. 63Websters New Encyclopedic Dictionary mengartikan architecture sebagai seni dan pekerjaan merancang bangunan, metode/gaya bangunan.A Dictionary of Architecture merujuk John Raskin perlunya seni demi tergubahnya arsitektur yang berkesan indah. 64 Tjahjono, Gunawan. Arsitektur di Indonesia: Kancah Penjelajahan Tanpa Batas. Pidato Pengukuhan Guru Besar Tetap Ilmu Arsitektur Universitas Indonesia, Depok 28 Desember 2002, dan Tjahjono, Gunawan. Rajin dalam Hardiati, Endang Sri (ed). Pentas Ilmu di Ranah Budaya. 9 Windu Prof. Dr. Edi Sedyawati. Denpasar: Pustaka Larasan, 2010, hal. 528-539.
62

30

Kata poetic terilhami oleh Poetics of Space65 karya Bachelard untuk menggambarkan ruang inspirasi yang abadi dari tempat kelahirannya. Bachelard juga mengilhami Antoniades penggubah Poetics of Architecture66 sebagai kesepadanan karya arsitektur dengan gubahan puisi karena telah melampaui perenungan mendalam (contemplative), ketelitian tinggi (rigorous), rohaniah (mentally), spiritual (spiritually) serta kemampuan sains (scientifically). Sejumlah Pakar dan Maestro di bidang arsitektur perlu pendefinisian arsitektur menurut pandangan pribadinya. Maestro Le Corbusier, pada tahun 1923 mengatakan arsitektur sebagai sesuatu yang tiba -tiba menyentuh hati dan mendorong rasa senang yang diperoleh melalui material konstruksi. Louis Kahn menyatakan bahwa arsitektur sebenarnya itu tidak ada, yang ada adalah karya arsitektur. Arsitektur itu ada di dalam pikiran seseorang yang berkarya, yang menawarkan semangat bukan gaya, yang memahami teknik bukan metode. Arsitektur adalah perwujudan yang terukur. Raskin67 mewacanakan arsitektur dalam trio emosions; emotion intended, emotion inherent, dan emotion evoked. Ia membedakan objek yang diamati adalah arsitektur atau hanya sekedar bangunan. Emotional intended untuk mengamati objek arsitektur untuk dapat dipahami Pengamat sesuai maksud kehadiran objek. Cara memandang emotional inherent untuk memahami sejauh mana objek arsitektur mampu menyampaikan pesan dan kesan tertentu dan pendekatan emotional evoked melalui sejauh mana objek arsitektur mampu merangsang/menggugah. Ketiganya memumpun makna kehadiran ruang dan
65Bachelard,

Gaston. La potique De lespace.Seminaire. 1954. ENSAM 2005/ 2006 Studio-S4, Chapitre 2. Periksa Gaston Bachelard (transl.) French by Maria Jolas. The Poetics of Space. Boston: Beacon Press, 1958, hal 8. 66 Antoniades, Anthony C. Poetics of Architecture. New York :Van Nostrand Reinhold, 1990, hal. 4. 67 Raskin, Eugene.Architecturally Speaking. New York: Bloch Publishing Company.1954, h.10

31

bentuk dalam memahami fenomena komunikasi simbol-simbol yang ertangkap manusia.Rasmussen68 memumpun cara memberi makna karya arsitektur bukan melalui menjelaskan secara visual yang ditampakkannya melainkan juga dengan mengalami keruangannya bersandar pada pengamatan keterpautan seni yang menjadi struktur pembentuknya, karena arsitektur memasuki ranah sebagai karya fine art. Melalui form nya sebuah karya akan tampak kedalaman impresinya, demikian pula melalui proporsi dua ataupun tiga dimensionalnya. Yi Fu Tuan mengutarakan keberhasilan arsitektur69 diperoleh saat karyanya mampu mengartikulasikan pengalaman sebaik mungkin melalui bentuk-bentuk yang peka terhadap suasana hati, perasaan, ritme kehidupan/kegunaan. Arsitek Tadao Ando70 mengutarakan cara berpikir arsitektural sebagai logika abstrak menandai eksplorasi yang meditatif sebagai kristalisasi atas kompleksitas dunia. Di Indonesia, wastuwidyawan Mangunwijaya71 memandang karya arsitektur sebagai penciptaan suasana dari perkawinan guna dan citra yang disebut vasthu. Yuswadi Saliya72 mengibaratkan arsitektur menyerupai expanding universe dari alam raya secara terus-menerus yang batas-batasnya adalah kreatifitas dan imajinasi manusia. Dalam the Architecture of Good Intentions73 Rowe, menggagas cara-cara re-trospeksi sebagai pandangan kritis dalam memaknai karya Arsitektur Modern. Rowe mewacanakan pengamatan melalui

Rasmussen, Steen Eiler.Experiencing Architercture. Cambridge: The MIT Press.1962, hal. 9. Fu Yi.Space and Place. The Perspectif of Experience. Mineapolis: University of Minnessota.1977, hal. 100. 70 Ando, Tadao.Toward New Horisons in Architecture in Nesbitt, Kate (ed).Theorizing a New Agenda for Architecture.An Anthology of Architectural Theory 1965-1995.New York: Princenton Architectural Press. 1996, hal. 458. 71 Mangunwijaya, Y.B.Wastu Citra.Pengantar ke Ilmu Budaya Bentuk Arsitektur, SEndi-Sendi Filsafatnya Berserta Contoh Praktis.Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama, 1992, h.332 dan 348. 72 Saliya, Yuswadi.Perjalanan Malam Hari. Bandung: LSAI-IAI Jawa Barat. 2003, hal. 200. 73 Rowe, Colin. The Architecture of Good Intentions. Toward a Possible Retrospect. London: Academy Editions.1994, hal. 6-7.
68 69Tuan,

32

bingkai epistemology, eschatology, iconography, mechanism dan organism. Pencerahan dalam arsitektur terjadi saat kemunculan karya arsitektur kelompok postmodernism di tahun 1980-an saat Peter Einsenman, Frank Gehry, Benard Tschumi, dan Zaha Hadid menggubah karya kontemporer yang dinilai oleh Derrida sebagai karya dekonstruktivis. Peter Eisenman 74 memandang arsitektur sebagai proses menciptakan di masa lalu agar berkah di masa depan. Frank Gehry berpendapat bahwa arsitektur merupakan upaya kecil dari manusia yang berlatih untuk percaya pada potensinya dalam membuat perbedaan yang mencerahkan melalui konteks indah. Melalui karya Event-Cities, Tschumi75 menerapkan konsep Cities of Pleasure yaitu keterkejutan bagi kesenangan khayalak. Sementara itu Zaha Hadid mengutarakan artspace - a sense artificial place for a walk berupa promenading yaitu karya yang dinikmati seraya berhenti sejenak dengan tampilan menarik. Pemikiran kritis Derrida, filsuf yang bukan arsitek mengandung nilai gagasan yang mampu memumpun proses kehadiran arsitektur. Gagasan Derrida LMaintnant Architecture76-arsitektur dalam konteks kekekinian, bukan hanya membicarakan karya arsitektur akan tetapi juga tata cara menggubah ruang menjadi tempat bagi peristiwa yang mengesankan. Karya arsitektur sebagai trans-architecture muncul sebagai peristiwa memperluas perannya kontemplatif bagi seni dan pengguna. Events peristiwa menurut Derrida tidaklah sesederhana pengertian lazimnya, melainkan events yang dekat
Eiseman, Peter. The End of the Beginning, the End od the End in Nesbitt, Kate (ed).Theorizing a New Agenda for Architecture.An Anthology of Architectural Theory 1965-1995.New York: Princenton Architectural Press.1996, hal. 211. 75 Prosesi pembakaran kembang api berlangsung di Paris 20 Juni 1992, Tschumi, Benard. Event-Cities (Praxis). London: The MIT Press.1999, hal.11. 76 Derrida, Jacques. Architecture Where Desire Can Live dalam Neilleach (ed). Rethinking Architecture: a Reader in cultural theory. London: Routledge, 1997, hal. 324 330.
74

33

hubungannya dengan madness/La folie - kegilaan sesuatu yang megalomaniak. Pengutaraan Derrida tentang arsitektur sebagai peristiwa menyenangkan, menghibur selain sisi keindahannya menjadi semacam konsepsi atau narasi/skenario yang mendahului fisiknya sebagai makna yang ditanamkan ke dalam fisik arsitektur. Konsepsi itu merefleksi proses memutu menyerupai karakteristik khora sebagai sesuatu yang dicerap sebagai ide bentuk arsitektural. Rumusan arsitektur di atas menggiring pengertian arsitektur dalam karya ini merujuk pengetahuan membangun karya bangunan yang indah serta bermakna karena mengandung skenario artistik untuk menyenangkan pemirsanya yang dalam proses memutu dipertautkan ruang-tempat-waktu-peristiwa yang selaras dengan konsep point de folie LMaintenance Architecture gagasan Derrida. Sekilas, pandangan Derrida tidak dimungkinkan sebagai rujukan dalam mengungkap proses kehadiran arsitektur Projek Mercusuar karena ruang -tempat-waktu serta peristiwanya tidak sejaman, namun setelah menelisik konsep Cities of Pleasure - karya arsitektur yang dipandang sebagai metafora kesenangan atau hiburan kota, maka analogi Events-Cities dapat dirujuk. Dalam proses memutu karya arsitektur Projek Mercusuar telah menunjukkan diri sebagai karya a Place of Pleasure - tempat yang menyenangkan/membanggakan. Penerapan konsep a Place of Pleasure mengandung skenario artistik peristiwa yang bersifat la folie - kegilaan, sehingga karya arsitektur Projek Mercusuar yang merepresentasi LMaintnant Architecture sebagai Arsitektur di kekinian. Selain spectre Sang Penggagas terjejak padanya, juga mempertunjukan esensi ide arsitektur menggelar ber-proses memutu yang selalu berubah di setiap ruang-waktu.

34

Wacana arsitektur yang bermakna memposisikan makna menjadi hal yang penting, yaitu sesuatu kualitas yang tercerap melalui penciptaan ruang tempat-waktu-peristiwa merupakan hal yang tersembunyi, hal metafisik yang terkandung dalam process memutu kehadiran karya arsitektur yang dinamai khora77. Khora merupakan realitas ketiga dalam Timaeus karya Plato; pertama, Fix sesuatu yang tidak berubah bentuk, tidak diciptakan/dihancurkan dan tak terlihat indera. kedua, Being menjadi Ada sebagai bentuk menyerupai, bergerak dan dipahami indera. Ketiga, Khora sesuatu yang abadi, tak dapat dihancurkan, penyedia posisi yang hadir untuk being, tertangkap indera, seperti mimpi yang ada di suatu tempat atau ruang. Plato menggambarkan FORM' sebagai bentuk yang Ada didalam pikiran manusia dan bukan 'SHAPE' sebagai wujud objek di luar sana. Saat Plato78 menjelaskan api yang dipandang bukan dari warna atau bentuknya melainkan kualitas yang dipancarkan sebagai rasa panas atau dingin. Khora kemudian didekonstruksi oleh Derrida79 Khora reaches us, and as the name and when a name comes, it immediately says more than the name: the other of the name and quite simply the other, whose irruption the name announces. Khora sebagai si Nama/si Lyan yang kehadirannya mendadak/meletup menggambarkan sosok unikalien, dissymetri-sesuatu yang tak berbentuk, triton genos - sejenis ras ketiga.
77Khora

istilah Yunani.Periksa Plato.(trasl.) Jowett, Benyamin.Timaeus.360 BC.Republished 2008 by Forgotten Books, hal. 60. Sebagai unsur dari Tiga Realitas gagasan Plato dari Yunani yang didekonstruksi oleh Jacques Derrida: On The Name, 1995, hal. 89. 78 Plato.(trasl.) Jowett, Benyamin.Timaeus. 360 BC. Republished 2008 by Forgotten Books, hal. 60. Khora digunakan Plato dalam sebuah percakapan yang menjelaskan tentang api. Pengertian api dipandang bukan dari warna yang ditampakkanya akan tetapi dari kualitas yang dipancarkannya sebagai rasa panas atau dingin. 79 Dalam risalah Jaques Derrida (ed) Dutoit, Thomas. On The Name. California: Stanford University Press,1995, hal.89, termuat karakteristik Khora sebagai hasil dekonstruksinya.

35

Derrida memandang khora memiliki karakteristik ruang dalam arti tempat, lokasi, wilayah, area luas/country, disebut figures, form, perwujudan wadah, wujud, representasi rahim ibu-perawat yang feminine, objek penerima isi muatan-receptacle dan pembawa-tanda/jejak- imprint bearer. Khora dicerap sebagai ide form/ bentuk arsitektural dalam proses memutu. Krell mengapresiasi khora dalam Archeticture, Ecstacies of Space, Time, and The Human Body80 menyatakan feminitas khora sebagai upaya mengisi kemandegan teori Arsitektur Barat yang hanya bersandar pada penguasaan teknis, teknologis dan arsitektonis namun melewatkan unsur tic atau desain. Selain dirujuki On the Name juga dikritisi. Jacques Derrida, Chanter81 mengkritisi feminine Chora sebagai nuansa ketidakstabilan yang mengubah hal semiotik menuju simbolis. Penolakan terhadap Chora juga dialamatkan oleh Peneliti Arsitektur Nusantara, Prijotomo menolak cara platonic-chora untuk mendiskusikan rong82 dalam Arsitektur Jawa, juga Adiyanto83 yang memandang chora pengutaraan Derrida bukanlah filsafat yang mantap karena penuh goncangan dan kerapuhan ya ng menempatkannya di ranah epistemologi. Sekalipun masih menjadi wacana yang diperdebatkan, karya ini merujuk khora84 merujuk dekonstruksi Derrida bersandar naskah asli Timaeus.

80David

Farrel Krell. Ecstacies of Space,Time and The Human Body. New York: State University of New York Press. 1997, hal. 12. 81 Chanter, Tina. Abjection, Death and Difficult Reasoning:The Impossibility of Naming Chora in Kristeva and Derrida.In Woodruff, Peter and Kujundzic, Dragan (ed).Khoraographies for Jacques Derrida, Tympanum 4, 2000, risalah nomor enam.. 82 Prijotomo, Josef (ed.all ).Ruang di Arsitektur Jawa: Sebuah Wacana, Surabaya: Wastu Lanas Grafika, 2009, hal. 19, 21, 25 83 Leach, Neil (ed). Rethinking Architecture: a Reader in Cultural Theory. London: Routledge, 1997, hal.300. 84 Derrida secara khusus mendekonstruksi Khora merujuk naskah asli Timaeus Plato dengan tajuk On the Name dan mendeskripsikan rinci karakteristik Khora.

36

Dirujuki karena tafsirnya membuka wacana diffrance85 sebagai penangguhan makna yang purna, sebuah kesementaraan yang justru memberi ruang kreatif kepada Peneliti terutama bagi ranah arsitektur dan desain ingin mengungkapkan proses memutu sebagai ungkapan kreativitasnya. Situasi kontroversial yang berasal dari Peneliti arsitektur nusantara terhadap khora tidak menyurutkan khora sebagai rujukan. Kontroversi itu bahkan meneguhkan khora/ chora sebagai kelenturan dalam memaknai keilmuan, yang saya yakini menjadi peluang bagi kehadiran khora dalam memperoleh tempat sebagai tema khas. Kehadiran khora mengilhami pe-redifinisi-an kehadiran karya arsitektur, salah satunya melalui karya Alberto Perez-Gomez. Dalam Chora: The Space of Architectural Representation 86, khora sebagai ruang pengakuan space of recognition melalui panggung proscenium di masa Yunani Kuno. Khora sebagai ruang pengakuan ditampakkan pada ide rancangan amphitheater di Ruang Kemerdekaan di Tugu Nasional. ruang pengakuan terjadi di saat mendengarkan seksama rekaman suara pembacaan kembali Teks Proklamasi oleh Soekarno. Pernyataan kemerdekaan Indonesia itu membimbing pengakuan kewilayahan Ruang ke-Indonesia-an yang dilengkapi atribut-atribut kemerdekaan seperti aksara proklamasi, peta wilayah kepulauan Indonesia, Sang Saka Merah Putih serta lambang Negara Garuda Pancasila.

85Istilah

diffrance diciptakan Derrida melalui "Cogito et histoire de la folie" 1963. Diffrance diartikan penangguhan makna dan adanya perbedaan, espacement atau jarak menyangkut kekuatan yang membedakan unsur-unsur satu sama lain menyerupai oposisi biner. 86Gomez, Alberto Perez, Chora: The Space of Architectural Representation. In . Gomez, Alberto-Perez and Parcell, Stephen (ed). Chora: Intervals in The Philosophy of Architecture.London Buffalo:McGill-Queens University Press, 1994, hal. 15.

37

Sepilihan risalah serial Chora87 cenderung menggiring konsep Khora/Chora melampaui ranah metafisik yang tidak dapat dijangkau rasionalitas karena bersandar hal-hal yang gaib, kecuali Krell yang menganggap Khora sebagai pemberi nafas feminine kehadiran karya arsitektur serta konsep ruang pengakuanmerujuk Perez. Oleh karenanya, Khora saya rujuk dari Derrida yang disederhanakan pengertiannya sebagai proses memutu kehadiran karya arsitektur sebagai penyedia bagi yang hadir untuk being terkait form.

Pengungkapkan proses memutu kehadiran karya arsitektur Projek Mercusuar di era Soekarno bersinggungan dengan kekuasan, akan dirujuk teori arsitektur berpotensi menyingkap susunan perancangan sebuah peradaban termasuk karya arsitektur. Penelusurannya melalui jejak peradaban, jejak keruangan, dan jiwa kepribadian Sang Penguasa berdasar jejak purba arketipe. Teori Arketipe Keruangan - Spatial Archetype gagasan Mimi Lobell88 memumpun pengungkapan kembali tindakan-tindakan Sang Penguasa yang sering kali didorong oleh alam tidak sadar unconscious bahkan tidak jarang ditemukan berupa sejumlah gambar atau benda-benda simbolik. Lobell terilhami oleh Jung. Dalam Approching Unconscious. Man and His Symbol, manusia cenderung menciptakan simbol-simbol tertentu tanpa disadarinya, yang menyiratkan sesuatu secara lebih jelas dari makna langsung yang mewakili konsep di luar pemahaman aspek sadar, yaitu alam bawah sadar.

Simak David Farrel Krell Ecstacies of Space, Time, and The Human Body. New York: New York Press. 1997, hal. 13. 88Mimi Lobell tentang Spatial Archetype in ReVision, A Journal of Consciousness and Change, vol.6 no.2, Fall 1983 - additional material: the Network by Anders Sandberg.
87

38

Terdiri dari beragam kenangan, residu emosi, serta pengalaman impersonal masa lalu. Simbol yang timbul dari bawah sadar kolektif mengandung hal yang tidak dapat dijelaskan. Pikiran impersonal tidak pernah mencapai ambang kesadaran di permukaan kesadaran, dapat disingkap. Arketipe keruangan akan diterapkan sebagai penelusuran non material berupa pikiran impersonal tokoh Soekarno sebagai metode menelusuri buah pemikiran Sang Penguasa yang telah wafat dan berjarak terhadap masa penelitian, sehingga ditelusur melalui jejak karyanya. Cara ini masih dikatakan langka bagi penelitian arsitektural. Lazimnya, pengungkapan pemikiran Sang Penguasa diperoleh melalui wawancara atau tulisan oleh yang bersangkutan. Akibatnya, pengungkapannya sering kurang murni karena cenderung terjadi logosentris89. Penguasa ingin mengontrol yang diucapkan, atau dituliskan, bahkan membuang hal yang dirasanya tidak perlu. Penelusuran merujuk Lobell menjadi terobosan karena bersandar jejak yang dipertautkan dengan hal metafisik90 yang terlewatkan. Spatial Archetype-Arketipe keruangan gagasan Lobell dan Sanberg, terilhami oleh ingatan kolektif berupa citra kepurbaan yang timbul di permukaan kesadaran ketika mewujud batas ruangnya. Selain merujuk khora, cara memahami makna Projek Mercusuar Soekarno ini merujuk konsep Ruang Jawa dan Bali sebagai latar memahami budaya multikultur yang terdapat dalam diri Soekarno yang dipengaruhi adanya perbedaan budaya kedua orang tuanya, Raden Soekeni Sang Ayah, Ningrat Jawa yang Islam, dan Ida Ayu Nyoman Rai Sarimben, Sang Ibu dari kasta Brahmana dari Bali.

Logosentris sebagai kecenderungan Filsafat Barat yang mengutamakan tuturan dan mengabaikan tulisan. 90 Metafisik dimengerti sebagai sesuatu yang di luar hal fisik; hasrat, konsep, intervensi yang menyertai fisiknya.
89

39

Budaya multikultur meliputi diri Soekarno merujuk Ardhiati 91 berdampak pada cara Soekarno merancang keruangan Kawasan Tugu Nasional. Pengaruh budaya Jawa terpancar dari jejak ide rancangan bentuk yang bersepadan konsep Pajupat Kalima Pancer berupa orientasi empat arah mata angin pada rancangan Tugu Nasional. Pola-pola ruang mewujud empat persegi/bujur sangkar ber-undak menyerupai bentuk candi Jawa. Keruangannya mengisyaratkan makna spiritual Rumah Jawa, yang semakin ke arah dalam semakin menggelap sebagai ungk apan hirarki kesakralan ruang merujuk Tjahjono92. Ide keruangan di Tugu Nasional yang didasarkan pola empat persegi sama sisi memperteguh konsep mandala93. Simbol esensi mutlak mandala menyerupai lingkaran; lingkaran dalam bujur sangkar; bujur sangkar dari lingkaran; pusat dengan arah ke segala ruang sekaligus lambang ruang, waktu, keterbatasan, serta wujud yang berbatas. Mandala diartikan sebagai hadirnya esensi dalam ruang dan waktu eksistensi, hadir yang sempurna, suci dan mutlak dalam dunia manusia. Ide pola keruangan menyerupai mandala di Tugu Nasional diartikan sebagai upayaupaya menghadirkan ruang dan waktu yang suci serta mutlak bagi manusia Indonesia, sekaligus memberi perbedaan eksistensi jagad manusia, jagad semesta dan jagad transendental Illahyah sebagai tatanan hirarkis keruangan di Tugu

Ardhiati, Yuke. Arsitektur, Tata Ruang Kota, Interior dan Kria Sumbangan Soekamo di Indonesia 1926-1965: Kajian Mentalite Arsitek Seorang Negarawan. Jakarta: Universitas Indonesia, 2004, hal. 106. 92 Tjahjono, Gunawan. Cosmos, Center and Duality in Javanese Architectural Tradition: The Symbolic Dimension of House Shapes in Kota Gede and surroundings Unpublished dissertation, University of California at Berkeley, 1988, hal. 104. 93 Sumardjo, Jacob. Arkeologi Budaya Indonesia. Pelacakan Hermeneutis-Historis terhadap artefakartefak kebudayaan Indonesia. Yogyakarta: Qalam. 2002, hal. 195.
91

40

Nasional yang menyerupai Ruang Jawa merujuk pengutaraan Supriyadi94. Bentukan ide Ruang Jawa termanifestasi pada gerbang Kala-Makara di Ruang Kemerdekaan berupa sepasang gerbang megah yang membuka serta menutup otomatis, disertai lantunan rekaman nyanyian Padamu Negeri. Di saat lempengan logam penutup permukaan menghilang ke atas, terkuaklah kotak kaca keemasan sebagai tempat Bendera Sang Saka Merah Putih.95 Suasana menyerupai pertunjukan itu mengungkap adanya dimensi ruang sakral dan profan Ruang Jawa berupa tabir panggung yang dinamai pakeliran pewayangan96. Dalam keadaan gerbang tertutup, suasana di sekeliling tercipta ruang profan karena tersaksikan kasat mata. Saat kedua sisinya menepi, terkuaklah lempengan logam berhias padma membatasi ruang masa lampau yang menggelar atribut-atribut peristiwa sakral 17 Agustus 1945, yaitu Sang Saka dan Teks Proklamasi yang disuarakan. Senarai mengasah mata batin saat berlangsungnya rekaman suara Soekarno membacakan kembali Teks Proklamasi lokasi itu menjadi pusat pertunjukan. Karena berlokasi tepat sumbu bangunan, situasi ini mengantar pemahaman ruang sakral di tempat yang sakral : pernyataan merdeka yang sakral yang diucapkan tepat di catuspatha titik pusat garis persilangan yang dimaknai oleh masyarakat Hindu sebagai titik suci/sakral. Ruang pakeliran yang tercipta tepat di garis sumbu tegak/axis mundi bangunan Tugu Nasional yang bertumpu di catuspatha menjadikan Tugu
94Supriyadi,

Bambang. Ruang Jawa Pemaknaan Tradisi Perwayangan Dalam Kajian Arsitektur.Disertasi. Program Doktor Arsitektur Dan Perkotaan Program Pascasarjana Universitas Diponegoro Semarang, 2010. 95 Berdasar foto dokumentasi arsip pribadi Arsitek Soedarsono yang dipinjamkan oleh Keluarga kepada saya, terungkaplah misteri lokasi bendera Sang Saka Merah Putih adalah pada kotak kaca yang ditempatkan di balik pintu gerbang Kala-Makara di Ruang Kemerdekaan Tugu Nasional. 96Supriyadi, Bambang. Ruang Jawa Pemaknaan Tradisi Perwayangan Dalam Kajian Arsitektur.Disertasi. Program Doktor Arsitektur Dan Perkotaan Program Pascasarjana Universitas Diponegoro Semarang, 2010.

41

Nasional merefleksi bangunan suci. Jagad transendental Illahyah di Kawasan Tugu Nasional bersepadan dengan kosmologi Jawa. Keruangan yang terjadi di lokasi puncak tugu adalah keruangan yang berbatasan angkasa bebas sebagai manifestasi Ruang Manusia yang melebur ke dalam Ruang Illahyah yait u manifestasi terjadinya awang-awung atau ruang tanpa orientasi sebagai tujuan akhir cita-cita keberadaan manusia Jawa.Secara tidak disadari Soekarno menggubah filsafat Manunggaling Kawula Gusti melalui ide penempatan Lidah Api. Situasi itu berselaras konsep Arsitektur Jawa merujuk Adiyanto97. Disimpulkan, Soekarno telah menggemakan cita-cita bangsa Indonesia menggapai langit sebagai simbol tujuan akhir perjuangan bangsa Indonesia melalui Api Kemerdekaan di lokasi puncak Tugu. Sebagai manusia Jawa, Soekarno tidak terlepas dari Dualitas Jawa yaitu keberadaan penghuni jagad yang saling melengkapi secara harmonis maupun paradoksal, termasuk mempercayai ilmu kecocokan atau ngelmu gathuk (bhs. Jawa) berdasarkan petungan sebagai penentu kedudukan seseorang dalam kosmos.Konsep petungan di Tugu Nasional yang terungkap bukan merujuk petungan Jawa, melainkan ukuran bangunan yang didasarkan angka-angka hari sakral 17-8-1945. Angka 17 sebagai ukuran ketinggian Cawan dari muka tanah, angka 8 sebagai ukuran core bangunan, modul lebar ruang dan angka 45 sebagai lebar Cawan Tugu. Gagasan Prijotomo yang mengeksplorasi orisinalitas ruang dalam Arsitektur Jawa melalui rong, teritori serta ruang sebagai kehadiran yang menghadirkan bayangan yang menaungi98 terwujud sebagai ruang berteduh di Tugu Nasional

Adiyanto, Johannes. Konsekuensi Filsafati Manunggaling Kawula Gusti Pada Arsitektur Jawa. Disertasi Doktor Bidang Keahlian Arsitektur Program Pasca Sarjana Institut Teknologi Sepuluh Nopember Surabaya 2011, hal.4. 98Prijotomo, Josef (ed.all ).Ruang di Arsitektur Jawa: Sebuah Wacana, Surabaya: Wastu Lanas Grafika, 2009, hal. 19, 21, 25. Rong yang artinya liang, lubang, atau kamar disanding dengan
97

42

yang membentuk liukan Cawan Tugu ukuran raksasa merupakan kesepadanan Arsitektur Jawa dengan konsep khora. Penyandingan konsep rong dan konsep khora ini disandarkan universalitas keilmuan manca dengan nusantara yang terinspirasi wacana dari filsuf Islam Al-Farabi dan Ibn Sina penggagas NeoPlatonic, Al-Kindi dan Al-Razi99. Universalitas keilmuan juga terungkap melalui Serat Gumalaring Dumadi: Dumadosipun Bawana Tuwin Adaya Titah Geni 100 sebagai kehadiran Sang Suksma Sajati (Sang Pencipta) yang mendahului asal-muasal terjadinya bumi (bawana) dan sebelum terjadinya awung-awung.
Satuhune ing sadurunge ana apa-apa (sadurunge ana awanguwung) iya ing sadurunge bawana iki dumadi, Pangeran wus jumeneng, mangkono uga ingsun : Suksma Sajati Iya ing kono mau kang sinebut kahananing Pangeran lan Ingsun lan iya kahananing alam sajati, iya Kadhatoning Pangeran lan Iingsun, Ingsun lan Pangeran lenggah aneng telenging urip, sadurunge Bawana mau dumadi. Pangeran kagungan karsaa nurunake Roh suci, iya woroting Pangeran, nanging karsa mau kandheg, sabab durung ana wadhahe lan panggonane, mula Pangeran banjur yasa Bawana, kang tinitahake dhingin, ya iku anasir patang prakara kang diarani : swasana, geni, banyu, lan bumi. Dumadining anasir patang prakara iki, sanadyan saka pangwasaning Pangeran, nanging uga mijil saka Pangeran, mula kena den upamakake diyan lan kukuse, upama Pangeran diyane, anasir kang dadi kukuse.

Diceriterakan, sebelum Bumi dicipta, Sang Pencipta Sang Pangeran ingin menurunkan Roh Suci, tertunda karena Bumi Bawana belum ada. Maka diciptakanlah Bumi dari bahan dhingin, terdiri dari swasana, geni, banyu, lan bumi (udara, api, air, tanah). Substasi Serat itu menunjuk kesepadanan realitas
sebagai Ruang melalui cara diskusi batiniah-jasmaniah. Prijotomo menolak cara platonic untuk mendiskusikan rong. 99Fakry, Majid. AHistory of Islamic Philosophy.New York:Columbia University Press, 1983, hal. 116. 100Sunarta. Gumalaring Dumadi:Dumadosipun Bawana Tuwin Adaya Titah Geni. Surakarta: (Wet) setat seblan 1912 No.600), 1932, hal. 9.

43

gagasan Plato yang juga menyebutkan udara, api, air dan tanah sebagai unsur pembentuk Bumi. Gagasan teritori juga terungkap melalui Serat Babad Donya101 mengungkapkan wilayah geografis kawasan pulau Djawa dan Benua Asia Tanah Asia sebagai tanah terbesar di seluruh dunia tanah air para Nabi besar. Luasnya mencapai 880.000 mil persegi setara sebagai 40 kali luas pulau Jawa. Pemaparan sastra nusantara itu meneguhkan karakteristik khora menyerupai teritori/wilayah/Negarasebagai titik temu perbedaan cara pandang keilmuan manca dengan nusantara. Gagasan teritori Jawa yang dieksplorasi Prijotomo melalui mitos kentut Semar sebagai ungkapan energi yang maha dahsyat yang mampu mengeluarkan Gunung Mahameru sebagai pengungkap jirim yaitu ruang melalui wilayah bau sekaligus tempat bersepadan dengan konsep Khora. Menggambarkan konsep teritori bersandarkan pada energi rekaman suara Soekarno di Ruang Kemerdekaan melalui resonansi suara Soekarno di saat membacakan kembali Teks Proklamasi sebagai gema ke segala arah sekaligus menunjukkan teritori ke-Indonesia-an. Resonansi suara Soekarno yang diperdengarkan itu bukan sebagai mitos semata, melainkan sebuah metafisika kehadiran dari spectre Soekarno. Dalam kosmologi Bali102 dikenal mengagungkan keselarasan Bhuana Agung dan Bhuana Alit berorientasi pada sembilan arah mata angin yang dinamai Nawa Sanga103 yaitu delapan pancaran dengan satu sebagai pusatnya. Dikenal catuspatha sebagai pusat perpotongan empat garis bersilangan. Sementara itu konsep penataan ruang Tri Hita Karana merupakan a senses of
Ismangun, RM. Babad Donya. Surakarta: Yayasan Paheman Radya Pustaka.1915, hal. 93. Depdikbud. Arsitektur Tradisional Daerah Bali. Jakarta:Dirjen Sejarah dan Nilai Tradisional.1986, hal. 11. 103Nawa Sanga dijabarkan oleh Julian Davison dalam Discover Indonesia. Balinese Architecture. Singapore : Periplus.1999, hal. 5 dan Fred B Eisman. Bali Sekala & Niskala. Essays on Religion, Ritual, and Art. Singapore: Periplus.1990, hal. 4.
101 102

44

place yang mengandalkan arah mata angin menyerupai konsep kosmologi Jawa Pajupat. Nawa Sanga104 mengandung sumbu ritual Timur-Barat dinamai suryasewana dan berorientasi ke arah terbit-terbenamnya matahari, dengan orientasi Timur yang dinilai lebih utama. Sumbu natural spiritual Kaja-Kelod merujuk ke arah gunung dan lautan, disebut nyegara-gunung, segara-wukir, luan-teben, sekalaniskala, suci-tidak suci. Ruang dikategorikan suci menempati Kaja-Utara mengarah ke gunung; untuk pura, arah bersembahyang, arah tidur, sebaliknya, profan-kurang sakral di Kelod-Selatan untuk posisi kandang, kuburan, pembuangan dan sebagainya. Orientasi arsitektur Bali yang dinamai Nawa Sanga yang disimbolkan padma bermahkota delapan dinamai105 Kompas orang Bali. Pusat pancarannya berupa hasil perpotongan sumbu Kaja-Kelod dengan Kangin-Kauh sebagai penempatan bangunan suci-pura desa berada di Timur (Kaja-Kangin) mengarah ke gunung Agung, dan pura kematian-pura dalem dan kuburan di Barat Daya mengarah ke laut ( Kelod-Kauh) sedangkan permukiman berada di antara Pura Desa dan Pura Dalem. Dikenal istilah Catur Mukha atau Pola Perempatan Agung terbentuk akibat perpotongan sumbu Kaja-Kelod dan Kangin-Kauh sebagai pedoman penempatan bangunan suci pada keempat sudutnya. Pola Perempatan Agung memiliki catuspatha106 berupa titik pertemuan dua pasangan dualistik celestialteresterial surgawi-manusia. Kangin-kauh sebagai dualisme celestial surgawi,
104Nawasanga

dipaparkan Julian Davison & Bruce Granquist dalam Discover Indonesia. Balinese Architecture. Singapore: Periplus.1999, hal. 5. Fred B Eisman. Bali Sekala & Niskala. Essays on Religion, Ritual, and Art. Singapore: Periplus.1990, hal. 4. 105Davison, Julian & Granquist, Bruce.Discover Indonesia. Balinese Architecture. Singapore:Periplus.1999, hal. 5. Periksa juga Nawa Sanga dalam The Balinese compass rose (nawa-sanga) stems from four cardinal directions, their intermediaries and the centre. Each point is linked to a particular deity- Hindu in origin and has symbolic and ritual association, This provides a comprehensive framework for the proper orientation of building. 106 IGM Putra. Catuspatha, Konsep, Transformasi dan Perubahan. Jurnal Permukiman Natah. Vol 3 No.2 Agustus 2005, hal. 62-101.

45

dengan kangin-kelahiran dan kauh - kematian. Sedangkan arah Kaja-Kelod merupakan dualisme celestial - surgawi. Kaja - dunia atas dan Kelod- dunia bawah. Melalui pengamatan dari pesawat udara citra Nawa Sanga tersirat di Kawasan Tugu Nasional berupa garis perpotongan empat jalan tegak lurus Tugu Nasional dengan Jalan Silang Monas. Keserupaan dengan pancaran Nawa Sanga itu apabila dipertautkan dengan simbol Eisman107 mengungkapkan bahwa lokasi Tugu Nasional tepat berada di titik pusat catuspatha yang digambarkan sebagai padma bermahkota delapan. Bersandar telaah konsep Pajupat, Mandala, Ruang Jawa dan Nawa Sanga terhadap pola-pola rancangan serta pola keruangan di Kawasan Tugu Nasional saya temukan adanya semacam sensasi subliminal yaitu keserupaan rancangan yang beorientasi pada budaya Jawa dan Bali sebagai ekspresi diri Soekarno di saat memvisualisasikan gagasannya. Sikap memadu-padankan konsep ruang yang merepresentasi budaya multikultur Jawa- Bali yang bernuansa nusantara itu saya pertautkan dengan konsep khora yang berasal dari manca sebagai cara menelusuri proses memutu kehadiran karya arsitektur Projek Mercusuar era Soekarno.

Pendorong Kehadiran Karya Arsitektur


Tiga dasa warsa sejak teori ruang Space in Architecture diterbitkan, Pakar menganggap terjadi kemandegan dalam keilmuan arsitektur yang mendorong eksplorasi terhadap hal-hal metafisik yang belum terwadahi oleh teori Van de Ven, salah satunya menggali faktor-faktor pendorong kehadiran arsitektur. Derrida mengutarakan wacana desire dan spatialisation sebagai

Eisman, Fred B. Bali Sekala & Niskala. Essays on Religion, Ritual, and Art. Singapore: Periplus.1990, hal. 4.
107

46

pendorong kehadiran karya arsitektur108 yang haruslah hadir sebagai tempat yang dapat mengenali hasrat pengguna untuk berlangsungnya kehidupan. Tschumi mengutarakan desire melalui The Pleasure of Space
109.

Karya

arsitektur hanya terjadi di saat hasrat desire terefleksi sehingga sebuah karya bukanlah arsitektur apabila belum mampu menggelorakan hasrat yang digerakkan oleh keinginan di bawah sadar. Sedangkan Tjahjono menggali lima hal pendorong kehadiran arsitektur110 yang mewujud berkat hasrat-hasrat manusia sebagai urutan akibat kesadaran atas keberadaan dirinya dalam suatu lingkungan ; 1) hasrat mempertahankan hidup, 2) hasrat berhidup dengan sesama, 3) berhidup damai dengan alam adikodrati, 4) hasrat pernyatakan diri, dan 5) menurunkan citra diri serta mewariskannya. Senafas dengan Tjahjono, Hays juga menggagas faktor pendorong kehadiran arsitektur. Dalam Architectures Desire: Reading The Late Avant-Garde111 Hays menyebutkan intervensi dan rasa seni selain hasrat sebagai pendorong kehadiran arsitektur. Intervensi sebagai pendorong terwujudnya karya arsitektur dirasakan perlu, karena dorongan hasrat semata tanpa intervensi berupa campur tangan konstruktif bagi terwujudnya karya arsitektur megah dan monumental merupakan kemustahilan, karena dalam berkarya yang sedemikian kompleks intervensi dari Aktor/Penguasa dinilai mampu mengatasi permasalahan.

108Derrida,

Jacques.As interviewed by Eva Meyer.Architecture Where Desire Can Live. In Nesbitt, Kate(ed).Theorizing a New Agenda for Architecture. An Anthology of Architectural Theory 1965-1995.New York: Princenton Architectural Press.1996 , hal. 144. 109Tschumi, Bernard. The Pleasure of Architecture. In Nesbitt, Kate(ed).Theorizing a New Agenda for Architecture. An Anthology of Architectural Theory 1965-1995. New York: Princenton Architectural Press.1996, hal. 534. 110Gunawan Tjahjono. Arsitektur di Indonesia: Kancah Penjelajahan Tanpa Batas. Pidato Pengukuhan Guru Besar Tetap Ilmu Arsitektur Universitas Indonesia, Depok 28 Desember 2002, hal. 3. 111 Michael Hays. Architectures Desire: Reading The Late Avant-Garde. Cambridge: MIT Press. 2010, hal. 1-20.

47

Sementara itu, adanya rasa seni dalam proses memutu karya arsitektur sebagai daya pukau/pesona yang terpancar dari karya secara terintegrasi dalam rancangan. Rasa seni sebagai upaya untuk menciptakan bentuk/form yang menyenangkan yang dapat memuaskan kesadaran estetis manusia. Salah satunya akibat apiknya komposisi elemen merujuk Adams112 yaitu berupa garis, bentuk, warna, cahaya, gelap yang tergubah dalam komposisi yang disertai keseimbangan, keteraturan, dan proporsi, pola, irama. Karya dikatakan mengandung rasa seni apabila mampu menghadirkan momen estetik bagi pemirsanya. Seniman Edhi Sunarso mengutarakan momen estetik sebagai ekspresi seninya yang mampu menggugah rasa keindahan pemirsanya. Sementara itu Edi Sedyawati113 menguraikan sebagai tumbukan antara serapan panca indera, termasuk kesiapan pencerap terhadap kaidah-kaidah estetik, sehingga muncul perjumbuhan yang menimbulkan rasa ketertarikan, keterharuan, dan bersifat sebagai kelangenan. Momen estetik dalam penelitian merujuk kedua pengertian itu. Melalui rumusan ini, tidak semua objek dinilai mampu untuk menghadirkan momen estetik. Berdasar pengutaraan Derrida, Tschumi, Tjahjono dan Hays di atas, dipertautkan sebagai faktor-faktor pendorong kehadiran karya arsitektur yang dinamai trilogi: hasrat, intervensi dan rasa seni sebagai pengetahuan tersembunyi dalam diri Arsitek yang memampukannya menggubah arsitektur yang ber-makna. Peran hasrat, intervensi dan rasa seni sebagai unsur penting pada proses kehadiran karya arsitektur sebagai ekspresi kekuasaan, seperti yang terjadi pada Pyramid 400 tahun lampau, ataupun Taj Mahl/

112Adams,

Laurie Scheider.The Methodologies of Art. New York: Harper Collins Publishers,Inc. 1996, hal. 17. 113Merujuk pengutaraan Budayawati Edi Sedyawati, 2008 dan Seniman Patung Edhi Sunarso, 2009 tentang rumusan Momen Estetik

48

Babak ini memumpun situasi di saat Bung Karno menggelar apa yang disebut Projek Mercusuar. Kata Projek Mercusuar dalam karya ini ditujukan sebagai demystify yaitu upaya memberi jarak atau distansiasi (Ricouer: 1983) terhadap gagasan Soekarno untuk memperoleh sebuah makna baru. Sejumlah karya arsitektur yang dimaksudkan sebagai Projek Mercusuar itu adalah sepilihan bangunan megah gagasan Soekarno yang ditujukan untuk membangkitkan kebanggaan Bangsa Indonesia agar dipandang setara dengan mancanegara yang berlokasi di koridor jalan Thamrin-Sudirman yang direpresentasi oleh: 1) Jakarta City Planning 2) Gedung Pola, 3) Complex Asian Games, 4) Hotel Indonesia, 5) Masjid Istiqlal, 6) Tugu Nasional, 7) Wisma Nusantara, 8) Sarinah Departement Store, 9) Planetarium, dan 10) Gedung ex Conefo gedung DPR-RI serta sejumlah patung realis skala kota. Projek Mercusuar Soekarno termasuk pula pendirian sejumlah bangunan fasilitas publik terutama di Jakarta, antara lain Pusat Perdagangan Senen, Bank Bappindo, Bank Indonesia, Bank Dagang Negara, serta sejumlah bangunan hotel yang diprakarsai oleh Hotel Indonesia Group yang bukan hanya di Jakarta melainkan juga di Samudera Beach di Pelabuhan Ratu, Ambarukmo di Yogyakarta, dan Bali Beach di Sanur. Namun, perlu dipahami adanya perbedaan antara bangunan yang ditampilkan sebagai karya arsitektur yang megah sebagai Projek Mercusuar dengan karya arsitektur yang mengandung ide arsitektur panggung.

49

Di saat menyaksikan Piramyd di Mesir, yang tampak adalah gubahan batuan raksasa yang muncul di tengah gurun pasir114, pyramid semula diyakini sebagai moda transportasi menuju keabadian bagi Sang Pharaoh, kini bergeser menjadi pertunjukan bagi turis. Hal serupa tampak pada Sphinx, Istana Hatshepsut, Temple di Karnak dan Luxor serta kuburan-Tomb Dinasti Ramses. Di Saudi Arabia, arsitektur Kaba di kawasan masjid Al Haram Makkah juga hadir menyerupai pertunjukan jutaan muslim yang tawaf115. Kaba sebagai pusat orientasi tawaf umat Muslim itu bagaikan pentas, demikian juga karya Antony Gaudy Sangrada Familia di Barcelona116 yang dibingkai nuansa kekristusan bergaya Art Nouveou dan seni mozaik. Ketiganya menunjukkan kehadiran karya arsitektur mercusuar, sekaligus mengandung keilmuan arsitektur nonmaterial, namun tidak serta merta entitasnya menunjukkan ide arsitektur panggung bagi Sang Penguasa, karena ide arsitektur panggung mensyaratkan ke-khas-an penampilannya dengan mengekspresikan Ideologis Sang Penguasa sebagai ruh berupa skenario tertentu yang dileburkan ke fisik arsitekturnya. Karya arsitektur mercusuar mancanegara yang mengandung Ideologis Sang Penguasa terdapat pada karya arsitektur Gothic peninggalan Joseph Stalin di Moskow, ataupun arsitektur Neo Klasik peninggalan Adolf Hitler di Jerman, dan karya arsitektur pencakar langit di Shanghai pasca Mao Tse Dong 117. Ketiganya, menunjukkan adanya ide arsitektur non material menyerupai ide pentas pertunjukan bagi ideologi Sang Penguasa.
114Serangkaian

kunjungan ke National Museumof Egypt, Piramyda dan Sphinx di Cairo.Istana Hapsepsut, Luxor and Karnak Temple dan Tomb of King Ramses, November 2010 sebelum kerusuhan politik dan lengsernya Husni Mubarok di Mesir. 115 Tawaf yaitu ibadah Muslim seraya mengelilingi Kaba sebanyak 7 kali di Masjidil Al Haram. Kini terjadi perluasan arsitektural masjid yang menambah suasana ibadah menyerupai perayaan berdasar pengamatan tahun 2001 dan 2009. 116Kunjungan ke Temple Sangrada Familia karya Antony Gaudy di kota Barcelona, 2000. 117 Pengalaman mengunjungi Kota Shanghai, Februari 2012.

50

Di Indonesia, kehadiran ide arsitektur menyerupai pentas ideologi Sang Penguasa itu masih dapat disaksikan di sepanjang koridor Kebayoran BaruThamrin Jakarta, meski sepilihan karya ekspresi ideologi Soekarno itu kini telah bersanding dengan gedung-gedung pencakar langit. Dikenal sebagai Proyek Mercusuar yang berpusat di Jembatan Semanggi yang membelah kota Jakarta ke arah Timur-Barat dan berujung di Istana Merdeka dinamai Jl.SoedirmanThamrin. Ke arah Utara-Selatan dinamai Jl. S.Parman dan Jl. MT Haryono 118. Dari arah Jembatan Semanggi menuju Jl. Thamrin dijumpai patung Selamat Datang yang berdiri di bundaran kolam, berhadapan dengan Hotel Indonesia. Di seberang Hotel Indonesia berlokasi Wisma Nusantara, dan tak jauh darinya berlokasi Sarinah Departement Store. Lokasi Tugu Nasional di Kawasan Medan Merdeka berdekatan Masjid Istiqlal dan monumen Pembebasan Irian Barat. Bangunan sejaman yang tidak berlokasi di koridor itu, adalah Planetarium di Jl.Cikini Raya dan Gedung Pola di Jl. Proklamasi. Di koridor Jl. MT Haryono berlokasi monumen Dirgantara. Di arah Jl. S Parman tergelar Complex Asian Games dan ex. Conefo kini gedung DPR-MPRRI. Kemenarikan visual karya arsitektur Projek Mercusuar terjadi saat situasi Kota Jakarta masih lapang119 bahkan dikenali sebagai kampung besar yang becek120.

City Planning merupakan bagian dari Pola Semesta Berentjana Delapan Tahun Pertama 1961-1969. Periksa Mochammad Said(ed). Pedoman Untuk Melaksanakan Ampera Jilid I&II. Surabaya: Pedarmilda, 1961, hal. 525. 119Pustaka pemandu fenomena Kota Jakarta 1960-an; 1)Firman Lubis: Jakarta 1960an. Kenangan Semasa Mahasiswa, 2) KH Ramadhan. Memoar: Bang Ali.Demi Jakarta (19661977), 1993, 2) Karya Jaya. Kenang-Kenangan Lima Kepala Daerah Jakarta 1945-1966, 3) Sadikin, Ali.Buku Catatan Gubernur Ali Sadikin, 1977, 4) Sumintardja, Djauhari.Kompendium Sejarah Arsitektur Jilid I, 1981, 5) Rachman, Erlita (ed). Jakarta 50 Tahun Kemerdekaan Dalam Pengembangan Dan Penataan Kota.1995. 120Berdasar pada dokumentasi foto koleksi Mpu Ageng Seni Patung Edhi Sunarso ketika dirinya dan Keluarga Artja dipercaya Soekamo membuat diorama Museum Sejarah Nasional, patung Selamat Datang dan patung Pembebasan Irian Barat.

118Jakarta

51

Kehadirannya menonjol di lingkungannya menyerupai pentas pertunjukan yang aktornya berupa gubahan karya arsitektur. Berlangsung tahun 1960-an usai Dekrit Presiden 5 Juli 1959, kebijakan politik Soekarno yang bermuara pada pembangunan watak bangsa. Nation and Character Building digaungkan melalui penggalian potensi keelokan Indonesia di segala hal. Sehingga, kehadiran karya arsitektur Projek Mercusuar mengandung makna penting pembentukan peradaban Indonesia, sebagai pembawa budaya material, berupa bangunan sebagai Kebanggaan Nasional. Bila dipandang lebih jauh, karya arsitektur megah itu juga mengandung ide-ide tertentu yang bersepadan dengan karakteristik khora sebagai pembawa tanda/jejak dan sehingga ide arsitektur divisualisasikan berperan sebagai wahana pertunjukan. Di awal kehadirannya, karya arsitektur Projek Mercusuar121 mengandung kritik sebagai sikap politik Soekarno untuk mendapatkan nama dan bergagah yang divisualkan menyerupai pentas bagi Apa yang juga ingin dihadirkan dibalik penampilan fisiknya termasuk merepresentasi diri Soekarno. Kehadirannya bukan semata-mata tontonan spectacle karena pentas-pentas yang digelar bukan saja merepresentasi kemajuan peradaban Bangsa122 namun sekaligus pembawa tanda/jejak kebesaran Penguasa Soekarno.

Merujuk Tesaurus Alfabetis hal. 275, karya artinya buatan, kerja, nukilan, pekerjaan, penjelmaan, perwujudan, tindakan, tugas, ciptaan, gubahan, karangan, komposisi, kreasi, rekaan, seni, susunan. Mercusuar dalam Kamus Kontemporer BI sebagai menara di pantai, kiasan, sesuatu yang digunakan untuk mendapatkan nama dan untuk bergagah, hal. 966. 122Karya arsitektur Projek Mercusuar buah gagasan form Soekarno direalisasikan bukan atas kemampuan teknologi Bangsa Indonesia masa itu, melainkan didukung oleh teknokratteknokrat dari kelompok Negara maju. Jembatan Semanggi dibantu oleh Swiss, Gelora Bung Karno dibantu oleh teknisi Soviet, Hotel Indonesia dan Tugu Nasional oleh Jepang dan Italia. Jakarta-Bypass oleh Amerika. Keunggulan justru tampak pada beragam karya seni rupa Seniman yang dilekatkan pada bangunan itu.
121

52

Ironisnya di saat berlangsungnya pembangunan, Indonesia sedang mengalami inflasi sebesar 650%123 sehingga pembiayaan proyek bertumpu pada dana bantuan Negara-Negara Besar dan Negara Sahabat yang tergabung sebagai NEFO-New Emerging Forces dan institusi swasta. Bila mempertautkan kenyataan itu, Projek Mercusuar yang dinilai oleh media mancanegara mengandung konotasi kurang menguntungkan Soekarno sebagai Penguasa di masa itu dapatlah dimengerti. Situasinya berlangsung demikian menarik perhatian karena megah dan besarnya lingkup pekerjaannya dan berlangsung di saat Kota Jakarta masih lengang, sedang mengalami kemerosotan ekonomi, serta dipicu oleh peliputan media mancanegara yang menyudutkan Soekarno dengan tuduhan yang dinilai tidak memihak kepada situasi masyarakat saat itu. Secara moral tindakan Soekarno ini sukar diterima pada masa itu, namun di kekinian karya arsitektur Projek Mercusuar justru menjadi penanda kemajuan di bidang perancangan bangunan di Indonesia sebagai bangunan Arsitektur Modern yang mengandung ornamen khas. Sedikitnya 10 karya Projek Mercusuar: 1) Jakarta City-Planning dan Jembatan Semanggi- Kebayoran Baru-Thamrin, 2) Gedung Pola, 3) Compleks Stadion Utama Asian Games, 4) Hotel Indonesia, 5) Masjid Istiqlal, 6) Tugu Nasional, 7) Wisma Nusantara, 8) Sarinah Departement Store, 9) Planetarium, serta 10) Gedung ex Conefo DPR-RI serta sejumlah monumen skala kota. Beberapa yang menojol: Tugu Nasional setinggi 142 m124, Wisma Nusantara berketinggian 29 lapis, Gelora Bung Karno sebagai stadion olah raga terbesar di Asia Tenggara.
Poesponegoro, Marwati Djoned & Notosusanto, Nugroho.Sejarah Nasional Indonesia. Edisi Pemutakhiran.Jakarta: Balai Pustaka, 2008, hal. 565. 124 Ketinggian Tugu Nasional menurut gambar Arsitek Soedarsono setinggi 128,7 m. Pada saat pembangunan berlangsung Soekarno memerintahkan untuk ditambahkan 10 meter lagi sehingga menjadi 142 meter. Disayangkan pada penelitian ini kepastian ketinggian Monas belum dapat dipastikan.
123

53

Kehadiran pentas karya arsitektur Projek Mercusuar tahun 1960 -an itu membedakan secara signifikan suasana kota Jakarta yang semula menyerupai kampung besar125. Pembangunan ekonomi dan fisik belum terjadi karena kekosongan pemerintahan yang terjadi ketika Soekarno memindahkan pusat pemerintahan ke Yogyakarta sebagai Ibukota Republik Indonesia Serikat (1946-1949). Sekembalinya Soekarno tahun 1950 ke Jakarta perhatiannya belum ditujukan pada kegiatan fisik, karena lebih dikonsentrasikan untuk memantapkan situasi politik yang kurang kondusif serta saling menjatuhkan antar partai sehingga terjadi krisis Kabinet 126. Bersandarkan pengamatan visual suasana arsitektur Kota Jakarta 1960-an melalui film dokumenter ANRI, tayangan televisi Jakarta Tempo Doeloe127 serta sepilihan pustaka128 menampakkan suasana kota peninggalan masa Kolonial di kawasan Weltevreden-Lapangan Banteng, Old Batavia-Kota Tua dan Menteng. Embrio terbentuknya ide arsitektur menyerupai pentas di Jakarta, berlangsung usai Soekarno membangun Kota Satelit Kebayoran Baru tahun 1948 di Selatan Jakarta yang berkembang sebagai pusat pertumbuhan berbagai gaya bangunan, gedung-gedung perkantoran serta perbankan. Gaya arsitekturnya bernuansa Indonesia, terutama atap limasan sebagai penyederhanaan bangunan tropis karya arsitek-arsitek Belanda sebelumnya. Bangunan fasilitas umum mulai dibangun dengan lokasi yang tidak
Disarikan dari penuturan Alwi Shahab dan Dr. Rusdhy Husein di Jakarta, 2011. Selama 1950-1959 pemerintah Indonesia pernah mengalami tujuh belas kali krisis Kabinet, sehingga memicu Soekarno mengambil kebijakan Dekrit Presiden tanggal 5 Juli 1959 sebagai arah baru politik Indonesia melalui Demokrasi Terpimpin. 127 Sepilihan tayangan serial Jakarta TempoDoeloe dari TV One sepanjang 2010-2011. 128Disarikan dari Sumintardja, Djauhari.Kompendium Sejarah Arsitektur.Bandung: Yayasan Lembaga Penyelidikan Masalah Bangunan,1978, hal.136-138 dan Indonesian Heritage. Singapore.1998 tentang Seri Arsitektur. Sejarah Kebudayaan Indonesia. Jakarta: Raja Grafindo Persada. 2007.
125 126

54

terkonsentrasi di satu wilayah diantaranya; Bank Industri (1958), Gedung Pembangunan Perumahan (1959), Bank Indonesia (1960-an) termasuk flat tingkat empat milik Departemen Luar Negeri, Gedung Pos dan Telkom, PLN. Nuansa arsitektur di masa itu telah mencirikan modernitas yang diimbangi oleh penghematan-penghematan biaya rancangan maupun material untuk menyelaraskan pertumbuhan perekonomian. Kota Jakarta belum menggambarkan tata perkotaan yang terpadu dengan infrastruktur kota. Perubahan signifikan terjadi usai Soekarno menerapkan sistim Demokrasi Terpimpin sebagai hasil Dekrit Presiden 5 Juli 1959129, momentum baru sistim politik Indonesia sebagai jalan keluar bagi kebuntuan persoalan politik. Pada era itu Soekarno memperoleh kekuasaan penuh termasuk sistim Ekonomi Terpimpin untuk menggiatkan pembangunan bidang ekonomi sebagai akibat inflasi yang terjadi bersamaan kekacauan politik tahun 1959. Melalui Dewan Perancang Nasional (kini Bappenas) ia berhasil disusun Rancangan Dasar Pembangunan Nasional Pola Semesta Berentjana Delapan Tahun 1961-1969130 sebagai dasar inilah Soekarno mengemban Projek Jakarta City Planning antara lain; Museum Nasional dan Gallery Kesenian Nasional serta beberapa proyek Tjadangan: Theater Nasional Djakarta, Konservatorium Nasional , Sirkus Nasional, Tjagar Alam dan Taman Margasatwa, Perpustakaan Desa. Namun, sejumlah karya arsitektur yang dipandang menyerupai pentas pertunjukan sebagai karya arsitektur Projek Mercusuar justru tidak ditemukan dalam dokumen formal

Poesponegoro,Marwati Djoned & Notosusanto,Nugroho.Sejarah Nasional Indonesia. Edisi Pemutakhiran.Jakarta:Balai Pustaka. 2008. hal. 419. 130Pola Semesta Berentjana Delapan Tahun Pertama 1961 -1969 memberi penelanan pada pembangunan fisik dan industrialisasi di Indonesia dengan konsep berdikari (berdiri di atas kaki sendiri). Proyek yang dimaksud meliputi, Pertama, Pola Berentjana 8 Tahun berupa 335 proyek yang di sebut A dan Kedua, cara untuk mencari Pembiayaan disebut B .
129

55

kecuali sejumlah projek Jakarta City Planning131. Proyek Gedung Pola, Complex Stadion Utama Asian Games, Hotel Indonesia, Masjid Istiqlal, Tugu Nasional, Wisma Nusantara, Sarinah Departement Store, Planetarium, Gedung ex Conefo-gedung DPR-RI diketahui melalui sejumlah Pidato Kenegaraan132. Dapat dikatakan, Proyek Mercusuar merupakan kebijakan politik Soekarno karena bukan bersandar TAP MPRS. Setelah mencermati situasinya, dapatlah dimengerti bila proyek tersebut dinamai Projek Mercusuar Soekarno sebagai proyek politis propaganda dalam upaya menggapai kedudukan Indonesia sebagai Negara terkemuka di antara Negara-Negara di Asia-Afrika yang mengalami sebagai koloni Bangsa-Bangsa Eropa. Karena di masa pembangunannya Indonesia sedang dililit permasalahan ekonomi, maka sumber pendanaannya bukan bergantung pada dana Dalam Negeri melainkan bantuan Negara-negara Besar dan Kelompok Negara Sahabat yaitu NEFO - New Emerging Forces serta dukungan swasta. Saat penelitian ini berlangsung, paras Kota Jakarta tidak dikenali lagi sebagaimana tahun 1960-an. Usai Kenop November 1978133 dan Deregulasi Perbankan - Pakto 88, Soeharto mengawal masuknya investor asing ke Indonesia. Kota Jakarta menjadi sasaran pencarian lahan real estat. Di lokasi-lokasi strategis di koridor Kebayoran Baru-Thamrin satu persatu bangunan didirikan berupa perkantoran, hotel sampai apartemen. Bangunan

Dalam Pidato PJM Presiden Sukarno, pada Pembukaan Pameran di Gedung Pola, Pegangsaan Timur, Djakarta, 16 Agustus 1961 tidak disebutkan apa itu Projek Mercusuar. 132Dimungkinkan masih terdapat sejumlah Proyek Mercusuar Soekarno selain yang disebutkan di atas.Nama-nama proyek itu disesuaikan dengan sejumlah pidato Soekarno yang dapat dihimpun dari ANRI pada saat penelitian berlangsung. 133Kebijakan Kenop 15 di masa Soeharto merupakan kebijakan yang sangat populer tahun 1978. Sebagai keharusan pemerintah melakukan devaluasi ketika kondisi ekonomi mengalami keropos di bidang produksi, yang menunjukkan politik ekonomi belum menjadi konsepsi dan bagian integral dari politik anti-inflasi dan stabilitas moneter.
131

56

Projek Mercusuar yang semula mendominasi perwajahan kota, kini hanya tampak sebagai gubahan yang kurang menonjol. Bahkan sebagian perwajahan Hotel Indonesia134 dan Gedung Departement Store Sarinah telah berubah. Sosok Gelora Bung Karno semula dapat disaksikan dari arah Jembatan Semanggi kini tertutupi oleh gubahan-gedung jangkung dan untuk menyaksikan Tugu Nasional kita harus mendekat ke arah Kawasan Medan Merdeka. Sementara itu Projek JakartaCity Planning yang membebaskan radius 15 km dari Tugu Nasional tidak terwujud135 karena jatuhnya pemerintahan Soekarno. Sungguhpun situasinya demikian, kehadiran karya a rsitektur Projek Mercusuar layak dicatat, terutama keunikan serta memori keterkenangan masyarakat Indonesia terhadapnya. Berdasar pengamatan visual terdapat kekhasan: Pertama, sosok karya arsitektur Projek Mercusuar memperlihatkan bangunan modern dengan keunikan masing-masing. Kedua, memiliki lokasi di sepanjang koridor utama Kota Jakarta. Ketiga, wujud visualnya dilingkupi sentuhan rasa seni. Keempat, masing-masing bangunan memiliki esensi/fungsi khas. Kelima, ia menampakkan sifat-sifat keabadian material. Keunikannya mendorong mencermatinya lebih mendalam, terutama proses kehadiran yang mengubah wajah kota Jakarta era 1960-an, dengan pertanyaan: Bagaimana proses kehadiran karya arsitektur Projek Mercusuar yang mengkualitas sebagai form, sebagai moda komunikasi yang berbeda-beda setiap waktu dan ruang (mitos) melalui fenomena arsitektur yang Ada di masa-lalu dalam konteks kekinian.

Hotel Indonesia dioperasikan sebagai Hotel Indonesia Kemnpinski tahun 2009 perwajahannya berubah secara signifikan. 135Rencana Induk Kota Jakarta 1965-1985 memuat gambar berpola density ring yang menyatakan Tugu Nasional sebagai pusat perkembangan kota Jakarta ber-radius 15 km.

134Sejak

57

Pengamatan karya arsitektur Projek Mercusuar ditempuh di koridor utama Kebayoran Baru-Thamrin, Kawasan Medan Merdeka, Jl. Cikini Raya Jl. Proklamasi serta Gelora Bung Karno dan ex. Conefo/Gedung DPR-RI untuk mencerap apa yang ditampakkannya. Jejaknya menunjuk adanya absolute space136 yaitu ruang politik untuk memperteguh homogenitas sosial m elalui arsitektur yang berciri: spectaculer, geometric, phallic megah, struktural dan menjulang yang melekatkan keindahan khas Indonesia dalam konteks jaman. Jejak-jejak karya arsitektur Projek Mercusuar memperlihatkan difference137 melalui identitas, analogi, oposisi, kemiripan, serta memperlihatkan jejak seni yang khas, menyerupai apa yang disebut monad138, berupa jejak-jejak seni kebudayaan Jawa Kuno sebagai basis perancangan Arsitektur Modern. Monad, sebagai partikel terkecil jiwa seni yang bersifat abadi, berupa sesuatu yang tak teraga, yang terbedakan dengan atom - partikel terkecil dari molekul benda teraga. Monad diutarakan Leibniz pada seni Baroque139 berupa fluiditas materi, elastisitas bentuk, dan semangat mekanis yang bersifat keabadian atau immaterial principle of life yang juga menjadi karakteristik khora140.

Lefebvre, Henri (trasl.) Nicholson, Donald-Smith. The Production of Space. Victoria: Blackwell.1991, hal. 234. 137 Deleuze, Gilles. (Transl. Patton, Paul). Difference & Repetition. Paris: Columbia University Press, 1994, hal. 29. 138Leibniz, Gottfried Wilhem (transl) Latta, Robert. The Monadology.1898. Republished by Forgotten Books, 2008. The Monad of which I shall here speak is nothing but is a simple substance which enter in to compound by simples is meant without parts. 139Baroque merupakan gaya seni arsitektur abad 1660-1760 berkarakter memusat pada mahkota kubah, bangunan terbagi atas, gerbang, jalan, facade bangunan, ruang tengah dan relung. Periksa Stilhandbuch karya Ernest Rettelbusch 1914 - Pika Semarang, 1997. 140Sifat keabadian Khora dalam Timaues Plato: sesuatu yang abadi, tidak dapat dihancurkan, penyedia posisi yang hadir untuk being, bisa ditangkap indra, sulit dipercaya, seperti mimpi dan harus ada di suatu tempat atau ruang.
136

58

Projek Jakarta City Planning sebagai modalitas komunikasi Soekarno untuk meneguhkan tanda kebanggaan bangsa agar setara Negara lain yang telah mengalami kemajuan teknologi seperti Soviet dan Amerika, serta mengungguli sesama Negara NEFO. Kehadirannya secara moral bangsa dapat diterima, karena memfasilitasi seluruh aspek kehidupan. Tidak mengherankan bila proyek Jakarta City Planning dilakukan Soekarno secara otoriter serta berlebih-lebihan141. Henk Ngantung mencatat: semua gagasan-gagasan maupun pembangunan-pembangunan yang berarti hanya terlaksana bila dicetuskan, direstui, atau ditangani oleh Presiden Soekarno sendiri . Artinya, Soekarno berperan sebagai Arsitek dalam proyek Jakarta City planning untuk mengawal Ibukota agar indah dan cantik di saat menyambut Dasawarsa Asia-Afrika. Untuk mencapai tujuannya, secara khusus Soekarno memberikan memo Lima P yaitu: perut, pakaian, perumahan, pergaulan, pengetahuan. Ditambahkan pula peran pembudayaan untuk menca pai kebahagiaan hidup setelah terpenuhinya kebutuhan utama, berupa pola kota yang cantik serta desa-desa yang menyegarkan jiwa. Pemikiran Soekarno kurang berselaras dengan Teori Hierarchy of Needs142 Maslow yang bersandar hirarki kebutuhan manusia mulai dari yang mendasar yaitu; kebutuhan fisiologis, kebutuhan rasa aman, kebutuhan dicintai, kebutuhan dihargai, dan kebutuhan aktualisasi diri setelah tahap sebelumnya terpenuhi.

Henk Ngantung,Seniman yang dipercayai Soekarno sebagai Gubernur Kota Jakarta periode Agustus 1964-Juli 1965 menyampaikan memoairnya: Diantara Tekanan dan Kecurigaan dalam Pemerintah DKI Jakarta.Karya Jaya. Kenang-Kenangan Lima Kepala Daerah Jakarta 1945-1966.Jakarta: Pemda DKI Jakarta.1977, hal.170-171. 142 Abraham H. Maslow. Toward a Psychology of Being, 2d ed. New York: D. Van Nostrad, 1968, hal.25.
141

59

Secara tegas Soekarno menyisipkan kepuasan jiwa rakyat melalui keberhasilan city-planning. Dapat diartikan Soekarno telah memadukan tahap keempat dan kelima teori Maslow sekaligus. Kebijakannya itu dinilai kurang memihak kepentingan masyarakat kecil143. Kesungguhnan Soekarno mempermegah Kota Jakarta agar setara kota Internasional: Djakarta is daarom Djakarta, omdat wij er zijn. Jakarta ada karena kita! Jakarta sebagai Mercusuar144 menyingkap adanya hasrat, intervensi dan rasa seni Soekarno:
Saja sendiri jang pimpin, saja sendiri jang pimpin pembangunan-pembangunan di kanan-kiri djalan Thamrin. Dan nantipun kanan-kiri djalan Thamrin ke Kebajoran. Saja sendiri jang melukis Tugu Nasional, saja sendiri jang memprojecteer djalan silang, saja sendiri jang mengadakan sajembara Mesdjid Istiqlal, saja sendiri jang mengadakan air mantjur Istiqlal jang 45 meter tingginja. Oleh karena Djakarta sekarang ini sebagai kukatakan, what Djakarta think, today, Asia Africa will thinking tomorrow.

Delapan poros jalur utama Kebayoran Baru-Thamrin tampak terilhami oleh City Plan Brazilia145 karya Lucio Costa dan Oscar Niemeyer. Perpusat di perempatan jalan melingkar menyerupai sebentuk daun dari arah Kebayoran Baru menuju Istana Negara menyilang arah Cawang-Slipi-Grogol dinamai Jembatan Semanggi, dengan ruas pejalan kaki serta membebaskan Kota Jakarta dari becak.146 yang dinilai mengandung unsur penindasan manusia atas manusia.
Soekarno. Pidato Presiden pada Upatjara Pemberian Hadiah Para Pemenang Sajembara Rentjana Tugu Nasional, Istana Negara, Djakarta, 17 November 1960, hal.8. Disarikan percakapan Soekarno dengan Nikita Kurchev tentang prioritas kebutuhan rakyat: Manusia itu bukan menjadi puas hanya karena barang materieel, karena roti, tetapi jiwa, apalagi jiwa bangsa memerlukan pula makanan, dan salah satu makanan untuk jiwa bangsa ialah monumen. 144 Soekarno.Amanat Presiden Kepada Panitia Keindahan Kota di Istana Negara 4 April 1965. 145 Soekarno melakukan dua kali kunjungan ke Brasilia tahun 1956 dan 1961. Menyaksikan kota Rio de Jainero dari arah udara bersama arsitek Silaban. Periksa: Olly GS. Soekarno Sang Arsitek dalam majalah Kartini 286 tahun 1985, hal. 124. 146 Gagasan pembebasan becak dari Kota Jakarta, Pidato PJM Presiden Sukarno Peringatan UlangTahun ke-435 Kota Djakarta di gedung Olahraga, Djakarta, Tanggal 22 Djuni 1962, h. 7
143

60

Di lingkar luar kota dibangun Djakarta-By pass147menghubungkan Cililitan dengan Bogor148sebagai embrio hinterland kota Jakarta. Keunikan Jembatan Semanggi terletak pada bentuk jembatan melingkar serta bebas kolom. Arsiteknya, Soenarjo Sosro, dan perencanaan strukturnya oleh Sutami dan AM Lutfi, sedangkan permasalahan konstruksinya dipecahkan bersama-sama teknisi dari Swiss149. Kehadiran Jembatan Semanggi menjadi fenomenal, bahkan untuk beberapa waktu di sepanjang pagarnya digelar beberapa kursi taman menyerupai balkon sebagai area menyaksikan panorama Kota Jakarta dari atas Jembatan Semanggi. Kini, untuk menyaksikan jejak keruangan di koridor jalan Kebayoran Baru-Thamrin sebagai produk Jakarta City Planning telah dipadati oleh jajaran bangunan bertingkat, serta dipadati arus pengendara fenomena ide arsitektur yang menyerupai pentas panggung - catwalk- stage terasakan. GEDUNG POL A Gedung Pola sebagai modalitas komunikasi untuk meneguhkan kepercayaan masyarakat terhadap ide-ide Soekarno yang tertuang dalam Jakarta City Planning. Perannya menyerupai pentas bagi Pola Pembangunan Semesta Berentjana Delapan Tahun Pertama 1961-1969. Bangunan Gedung Pola dirancang Arsitek Silaban sebagai ruang pamer dengan konsep ruang terbuka150.

Soekarno.Pidato Peresmian Pembukaan Djalan Djakarta By Pass. Djakarta, 21 Oktober 1963. Pemerintah DKI Jakarta.Karya Jaya. Kenang-Kenangan Lima Kepala Daerah Jakarta 19451966.Jakarta: Pemda DKI Jakarta.1977, hal. 113. 149 Ketika perancangan Jembatan Semanggi berlangsung, Arsitek Han Awal memperoleh kesempatan merancang bagian pagarnya. wawancara, di Bintaro Jaya, 2012.
147 148

Soekarno.Pidato PJM Presiden Soekarno pada Pembukaan Pameran di Gedung Pola, Pegangsaan Timur Djakarta,16 Agustus 1961.
150

61

Di sisi lain kehadiran Gedung Pola telah menyinggung situs Rumah Proklamasi di ex. Jl. Pegangsaan Timur 56 Jakarta. Tempat dibacakannya Proklamasi Kemerdekaan Indonesia 17 Agustus 1945 oleh Soekarno-Hatta. Perintah pembongkaran terhadap Rumah Proklamasi oleh Soekarno akhirnya terjadi dan berdampak kegalauan masyarakat151. Akibat kebijakan Soekarno meniadakan Rumah Proklamasi demi kehadiran Gedung Pola, masyarakat tidak lagi dapat menyaksikan seperti apakah Rumah Proklamasi kecuali melalui dokumentasi yang sempat dilakukan sebelum seluruh bangunan rata dengan tanah. Posisi Soekarno membacakan teks Proklamasi telah digantikan Tugu Petir yang sebagai tengaran. Dialog kontroversial berkenaan Rumah Proklamasi terjadi hingga kini. Antara lain Memoar Heng Ngantung dalam Karya Jaya152. Ngantung sempat mendokumentasi serta membuat maket sebelum Rumah Proklamasi dirata-tanahkan. Dalam sebuah dialog antara Solichin Salam dengan Bung Karno yang dituturkan ke dalam Bung Karno Putera Fajar153 terungkap gagasan Soekarno dalam menengarai situs Rumah Proklamasi154:
Di muka gedung Pola itu saudara-saudara, yang sekarang bekas gedung pegangsaan Timur 56 sudah diratakan, di muka gedung Pola inilah akan dipancangkan terbuat nantinya dari perunggu satu tugu 17 meter tingginya dan saya sudah minta pesan kepada Gubernur Sumarno dan Wakil Gubernur Heng Ngantung, supaya tugu ini bentuknya seperti hal pancangan. Katakanlah seperti, ya seperti hal yang akan dipancangkan, dipancangkan persis di tempat dimana pada tanggal 17 Agustus 1945 jam 10.00 pagi Proklamasi Kemerdekaan kita dibacakan.
151Walikota

Sudiro mengaku telah menantang keras pembongkarannya karena dinilai sebagai bangunan bersejarah. Pembongkaran terlaksana pada masa Gubernur Dr. Sumarno dan Wakil Gubernur Heng Ngantung. 152 Ibid. hal.185-187. 153 Salam, Solichin. Bung Karno Putra Fajar. Jakarta: Gunung Agung, 1981, hal. 279. 154 Soekarno.Pidato pada Peringatan UlangTahun ke-435 Kota Djakarta di gedung Olahraga, Djakarta pada tanggal 22 Djuni 1962.

62

Djangan dibikin tanda yang kriwil-kriwil, jangan dibikin tanda yang terlalu banyak hiasan-hiasan, kasihlah bentuk sebagai satu hal yang dipancangkan. Pancangan, disinilah dulu Proklamasi Republik Indonesia 17 Agustus 45. Didirikan bukan untuk kami, untuk kita dari pada generasi sekarang. Seribu tahun yang akan datang Insya Allah Subjanahu wataala rakyat Indonesia dan rakyat seluruh dunia masih harus bisa melihat tempat dimana Proklamasi 17 Agustus dibaca. Disini Proklamasi 17 Agustus 45 itu dibaca.

Soekarno beranggapan sebuah tengaran yang bersifat keabadian diwujudkan selugas mungkin menghindari ornamen. Pernyataan itu menunjukkan intervensi dan rasa seni Soekarno. Rancangan Tugu Petir penanda berdirinya Soekarno di saat pembacakan Teks Proklamasi 17 Agustus 1945 menyiratkan makna pentingnya kehadiran diri Soekarno sebagai representasi Indonesia, sungguhpun kenyataannya peristiwa Proklamasi melibatkan tokoh serta masyarakat Indonesia lainnya yang tampak pada foto dokumentasi koleksi IPHOS karya fotografer Mendur. Tekad Soekarno membongkar ex.Rumah Proklamasi dengan dalih keutamaan Gedung Pola sebagai wadah monitoring pembangunan bangsa ke arah mendatang dinilai sebagai diskontinuitasyaitu terputusnya peristiwa sejarah akibat peristiwa yang mendahuluinya, oleh Foucault disebut diferensi. Tindakan diskontinuitas Soekarno sebagai penguasa yang kurang menghargai pentingnya tengaran fisik bagi kelahiran Bangsa Indonesia di situs ex. Rumah Proklamasi dinilai sebagai sikap inkonsistensi terhadap ajaran yang selalu digaungkannya yaitu Jasmerah Jangan sekali-sekali meninggalkan sejarah. Akan tetapi situasi di saat pembongkaran Rumah Proklamasi pada tahun 1961, legitimasi Soekarno sebagai Penguasa sedang mencapai puncaknya dan mengungkapkan adanya trilogi hasrat, intervensi serta rasa seni Penguasa dalam kehadiran arsitektur.

63

Tidak jauh berbeda dengan Gedung Pola, kehadiran Gelora Bung Karno juga merupakan gagasan Soekarno untuk meneguhkan kepercayaan masyarakat atas ide-ide besar Soekarno melalui karya arsitektur. Ide besar itu didorong oleh hasrat Soekarno untuk menjadi tuan rumah Pesta Olah Raga Asian Games IV tahun 1962, yang kemudian mengharuskan Indonesia menyiapkan venue olah raga dengan standar internasional155. Semula, Soekarno memilih kawasan Dukuh Atas paralel koridor ebayoran Baru-Thamrin dengan Bundaran Hotel Indonesia. Arsitek Silaban156 meminta Soekarno mempertimbangkan kembali penentuan lokasi tersebut untuk mengantisipasi kemacetan jalan yang mungkin akan terjadi bila ditempatkan di kawasan utama. Sedianya akan dipilih daerah Kemayoran untuk memudahkan Atlet Tamu yang tiba di Bandara Kemayoran. Urung, karena permasalahan tanah yang belum terselesaikan, maka diputuskan daerah Senayan sebagai lokasi. Perancangan gelora diserahkan kepada Tim Arsitek Rusia yang didampingi Arsitek Indonesia. Dalam pelaksanaannya sejumlah wong cilik menjadi tenaga kasar ikut merajut berdirinya bangunan ini. Dibalik kehadiran Gelora Bung Karno tersimpan hasrat, intervensi dan rasa seni Soekarno yang mewarnainya.

Menteri Penerangan Maladi mengutarakan, hasrat Soekarno sebagai Tuan Rumah dirintis sejak Indonesia mengikuti Asian Games I di New Delhi tahun 1952. Kesempatan tersebut baru terlaksana setelah Asian Games ke III di Tokyo tahun 1958. Penetapannya Indonesia sebagai Tuan Rumah bagi Asian Games ke IV tahun 1962 ditanggapi Soekarno sebagai momentum merayakan Indonesia ke pentas dunia internasional, sungguhpun konsekuensinya sangat berat bagi Indonesia. 156 Pengutaraan Silaban dalam Salam, Solichin. Bung Karno di mata Bangsa Indonesia.Jakarta: Dela Rohita, 1979.hal/63.
155

64

Kesempatan emas menjadi Tuan Rumah Asian Games IV seiring waktu dengan reputasi Soekarno sebagai Negarawan yang handal berdiplomasi, serta memiliki hubungan baik dengan Negara-Negara besar yang berkemampuan di bidang teknologi. Dengan demikian persiapan pengadaan sport venues berupa multi-sport complex bukan merupakan hambatan bagi Soekarno. Melalui diplomasinya dengan Anastas Mikoyan, Wakil Perdana Menteri Uni Soviet pada masa Presiden Nikita Khushchev, diperoleh bantuan tenaga teknik dan pendanaan untuk merealisasikan Gelora Bung Karno. Akhirnya, arsitektur unik, indah serta megah terwujud sebagai stadion utama Gelora Bung Karno yang mampu menampung 110.000 pengunjung. Ketika mencermati bentuk Gelora Bung Karno tampak adanya pengaruh hasil kunjungan Soekarno ke Moskow pada 1956. Beberapa stadion olah raga berukuran raksasa seperti Pectakor dan Luzniki di Moskow baru diresmikan. Di masa perancangannya, Soekarnopun ikut aktif dalam menggagas ide form Gelora agar menyerupai atap Temu Gelang. Bentuk bangunan olah raga oval dan unik yang menyerupai Colleseum di Roma itu ditujukan agar menjamin kenyamanan seluruh penonton dan supporter ketika mengikuti seluruh pertandingan karena semuanya terlindung oleh atap. Intervensi Soekarno yang mewarnai terwujudnya gagasan atap temu gelang itu tersirat pada kutipan ini157:
Saya memerintahkan kepada arsitek-arsitek Uni Soviet, bikinkan atap temu gelang daripada mainstadium yang tidak ada di lain tempat di seluruh dunia. Bikin seperti itu. Meskipun mereka tetap berkata, yah tidak mungkin Pak. Tidak biasa, tidak lazim, tidak galib, kok ada stadion atapnya temu gelang, di manamana atapnya ya sebagian saja. Tidak, saya katakan sekali lagi, tidak. Atap stadion kita harus temu gelang.
157

Ibid., hal. 36.

65

Tidak lain dan tidak bukan oleh karena saya ingin Indonesia kita ini bisa tampil secara luar biasa. Kecuali praktis juga ada gunanya, supaya penonton terhindar dari teriknya matahari. Sehingga ikut mengangkat nama Indonesia. Dan sekarang ini terbukti benar saudara-saudara, di mana-mana model atap stadion temu gelang dikagumi oleh seluruh dunia. Bahwa Indonesia mempunyai satu-satunya main stadium yang atapnya temu gelang. Sehingga benar-benar memukau kepada siapa saja yang melihatnya

Semula Gelora dirancang dengan struktur atap beton, namun akhirnya diwujudkan dengan struktur baja untuk merealisasikan gagasan atap Temu Gelang. Struktur temu gelang yang dimaksudkan pada Gelora ini adalah sistim struktur yang dirancang mengikuti pola lintasan kegiatan atletik secara menerus yang membentuk seperti oval-geometris menyerupai struktur gelang / cincin yaitu perhiasan tangan wanita yang dibuat tanpa sambungan sehingga bersifat struktural. Diadopsi Soekarno sebagai struktur bangunan yang dinamai temu gelang yang bentuknya melingkar mengikuti lintasan olahraga. Selain itu, Soekarno juga memasukkan unsur seni Jawa Kuno dengan memerintahkan Seniman Sadali menggubah patung realis tokoh pewayangan Sri Rama Memanah sebagai simbol kecermatan, ketangkasan sekaligus kejujuran. Ketika Gelora yang berlantai lima berkapasitas 110.000 tempat duduk menjadi kenyataan sebagai sport venues megah dengan atap Temu Gelang menuai pujian dari berbagai kalangan pers, salah satunya The Asia Magazine158 terbitan Hongkong : ..its construction is a feat unequelled in the annual of sport history in Asia and perhaps in the world . Kehadiran Gelora Bung Karno telah menunjukkan keberhasilan Soekarno mengusung ide arsitektur panggung.
Pour, Julious. Dari Gelora Bung Karno Ke Gelora Bung Karno.Jakarta: Badan Pengelola GBK dan Gramedia, 2003, hal. 47.
158

66

Usai perhelatan akbar itu Gelora Bung Karno yang berbentuk ovalgeometris itu berperan sebagai pemusatan massa untuk menyaksikan serta mendengar pidato politik Soekarno pada acara-acara tertentu. Dengan kapasitas 110.000 orang penonton Gelora Bung Karno menjadi sebuah pentas pertunjukan raksasa dan memicu hasrat Soekarno menjadikan stadion utama sebagai ajang penyelenggara Asian Games model baru yang dinamainya The Games of The Emerging Forces atau Ganefo sebagai tandingan tidak langsung dari Pesta Olah Raga Dunia Olimpiade. Dapat dikatakan bahwa kehadiran Gelora Bung Karno bukan saja berperan sebagai wahana pertunjukan keolahragaan, akan tetapi merupakan salah satu karya arsitektur sebagai ekspresi kekuasaan yang mewadahi ideologi politik Penguasanya, dalam hal ini Soekarno.

Hotel Indonesia merupakan Wajah Muka Indonesia diartikan sebagai gerbang untuk memahami Indonesia. Kehadirannya untuk memfasilitasi seluruh aspek kehidupan yang juga diperkenalkan kepada pelajar Indonesia melalui Ilmu Kewarganegaraan159 sebagai bangunan modern bertingkat 14 lantai pertama yang dimiliki Indonesia. Soekarno menunjuk Arsitek Abel dan Windy Sorenson sambil mengutarakan keinginannya160 Hotel Indonesia yang tadi dikatakan oleh Presiden Hotel Indonesia Sdr. Iskandar Ishak untuk accelerate kepariwisataan ke Indonesia. Sehingga dus sebenarnya jikalau saya membuka Hotel Indonesia pada saat sekarang ini boleh saya katakan saya membuka Wajah Muka Indonesia
Informasi tentang Hotel Indonesia telah diberikan semasa peneliti di bangku Sekolah Dasar di Jawa Tengah tahun 1970-an. 160 Soekarno.Pidato Peresmian Pembukaan Hotel Indonesia, Djakarta, 5 Agustus 1962.
159

67

Selama perancangan Soekarno memberikan intervensi, sehingga tak jarang terjadi perdebatan antara Abel Sorenson dengan Soekarno, bahkan sempat mengutarakan: Jangan lupa saya juga seorang Insinyur, jadi Hotel Indonesia juga dibangun oleh seorang Presiden.161Hotel ini dibiayai oleh Dana Pampasan Jepang162 yang mencakup konstruksi Hotel Indonesia Jakarta, Hotel Samudera Beach di Pelabuhan Ratu, Hotel Ambarukmo Yogyakarta dan Hotel Bali Beach di Denpasar. Rancangan kamar Hotel Indonesia memiliki teras penangkap view Kota Jakarta dengan paras yang dilapisi tabir surya. Salah satu intervensi Soekarno adalah rancangan ruang multifungsi berkapasitas 1.000 orang. Bentuknya oval, berlatar ukiran kayu Persawahan di Bali sebagai satu-satunya ballroom berbentuk oval di Indonesia. Ruangan megah ini menjadi embrio pertunjukan para seniman masa itu, antara lain Bing Slamet, Teguh Karya, Rima Melati, Titik Puspa dan lain-lainnya. Untuk mengekspresikan ke-Indonesia-an, Soekarno memerintahkan perupa Indonesia untuk mempercantik hotel ini, antara lain; Relief sepanjang 30 meter dari batu andesit karya Harijadi berjudul Pesta di Bali di sepanjang dinding luar bangunan. Berseberangan dengan patung Dewi Sri karya Trubus. Di paras depan bangunan kubah yang dinamai Ramayana terpajang semi relief bertema Wanita Indonesia Melayang yang ditorehkan penuh warna oleh Soerono. Di balik kubah itu seluruh dinding atasnya dipenuhi oleh seni mozaik yang menggambarkan tarian Indonesia karya G Darta. Di salah dindingnya, dilukiskan oleh Lee Man Fong Satwa dan Flora Indonesia.

161

162Nishihara,

Buku Temu Kangen Keluarga Besar Hotel Indonesia 1995. Masashi (Terj) Dean Praty R. Soekarno, Ratnasari Dewi Dan Pampasan Perang, Hubungan Indonesia-Jepang 1951-1966. Jakarta: Pustaka Utama Grafiti, 1993.

68

Selain karya seni rupa, Soekarno juga mengadopsi nama pulau dan tarian di Indonesia sebagai nama ruangan; Alor Room, Sumbawa Room, Lombok Room, Barong Room, Pendet Room, dan Sangir Room. Dapat dikatakan ragam karya seni di Hotel Indonesia menyerupai Taman Sari Indonesia berperan sebagai etalase bagi karya perupa Indonesia. Selain mempercantik hotel, Soekarno juga menggagas pembangunan patung Selamat Datang dan Air Mancur Heng Ngantung di depan Hotel Indonesia sebagai tengaran Kota Jakarta. Kolam air itu semula ditumbuhi padma merah berasal dari kolam Istana Bogor yang dinamai Henk Ngantung Fountain. Di atas kolam bundar itu berdiri setumpu monumen dengan patung realis setinggi enam meter dari yang semula direncanakan sembilan meter, menggambarkan sepasang pemuda dan pemudi melambaikan tangan seraya membawa karangan bunga, dinamai patung Selamat Datang163. Patung ini terwujud berkat intervensi, serta dialog terbuka dari Soekarno, yang bersedia mendatangi bengkel kerja Edhi Sunarso di Yogyakarta sehingga akhirnya monumen Selamat Datang dari bahan perunggu, menjadi kenyataan sebagai karya patung modern yang pertama di Indonesia 164. Dapat dikatakan bahwa kehadiran Hotel Indonesia menunjukkan adanya ide arsitektur yang menyerupai pentas yang pertunjukan ideologi ke-Indonesiaan gagasan Soekarno yang dilekati dengan ornamen dan karya seni rupa165
Berdasar penuturan Mpu Ageng Seni Patung Edhi Sunarso di Yogyakarta 2001 dan 2010. penelitian kurator seni patung Asikin Hasan, 2010 karya patung perunggu Selamat Datang merupakan seni patung modern pertama di Indonesia semula seniman Indonesia berkarya patung dengan cara tradisi pahat pada kayu dan batu 165 Semula pengoperasian Hotel Indonesia Group oleh BUMN Badan Usaha Milik Negara, akan tetapi pada tahun 2009 diambil alih oleh operator hotel dari Amerika menjadi Hotel Indonesia Kempinski. Selain untuk fasilitas menginap, fasilitas caf, restaurant, dan konferensi sangat variatif mulai dari menu maupun gaya pelayanannya, juga terdapat ruang Pameran Koleksi Heritage sebagai wadah koleksi karya seni di masa Soekarno yang pernah ditempatkan di satu ruang di Hotel Indonesia.
163 164Berdasar

69

Karya arsitektur Masjid Istiqlal merupakan buah gagasan Soekarno 17 tahun sebelum dipancangkan166. Dirancang sebagai masjid Jami terbesar dengan konsep keabadian. Bangunan masjid ini terlaksana ketika teknologi beton dan logam stainedless-steel dipercayai mampu mewujudkannya. Setelah mengalami sayembara rancangan, yang dimenangkan oleh Arsitek Silaban, pemeluk Kristiani yang taat, maka Taman Wijaya Kusuma atau ex.Wihelmina Park taman untuk memuliakan Ratu Belanda didirikanlah masjid ini. Letaknya berseberangan dengan gereja Katedral yang bergaya arsitektur Gothic. Istiqlal digagas sebagai masjid terbesar di Asia Tenggara, melebihi masjid di Istambul dan di Cairo. Keseluruhan fisik bangunan didominasi oleh batu pualam sebagai pelapis dinding dan lantai. Seluruh kusen pintu, railing, bahkan plafon serta sanitarinya terbuat dari bahan stainedless steel. Parasnya tidak mengandalkan ornamen kecuali pada ruang imam / mihrab-nya. Struktur beton berupa pilar persegi berjajar ritmis di seluruh paras bangunan, yang dilengkapi kubah raksasa penanda ke-Islam-an serta minaret pengantar Azhan yang ditempatkan di sudut bangunan. Kehadiran Masjid Istiqlal yang dirancang Arsitek beragama Kristen yang taat dan berlokasi berseberangan dengan Gereja Katedral, bagaikan sepasang pentas pertunjukan religi mengungkapkan simbol kemerdekaan dalam beragama.

Soekarno.Pidato PJM Presiden Soekarno Pada Pemantjangan Tiang Pertama Mesjid Istiqlal, Djakarta 24 Agustus 1961.
166

70

Tugu Nasional dihadirkan sebagai puncak modalitas arsitektur gagasan Soekarno untuk melukiskan jiwa baru Indonesia yang dinamik di abad modern. Kebuntuan rancangan terjadi dengan dua kali Sayembara Desain Tugu Monas tahun 1955 dan 1960 ketika tak satupun karya peserta memenuhi kriteria yang diberikan Soekarno. Sebagai jalan tengah Soekarno mengambil ide dari pemenang Sayembara yang pertama dan kedua untuk dikembangkan sebagai Proyek Final oleh Tim Arsitek Jempolan167. Keputusan Soekarno tersebut sempat menuai kontroversi di kalangan Dewan Juri168. Rancangan Tugu Nasional akhirnya didirikan di lahan bekas Lapangan Ikada, yang dikenal sebagai Koniegsplain atau Champ de Mars di masa Kolonial. Tugu Nasional dan Jalang Silang Monas169 merupakn karya bangunan pencakar langit- highrise building pertama di Indonesia. Dengan ketinggian 142 meter itu kehadirannya menyerupai pentas bagi perjalanan sejarah kebangsaan Indonesia, antara lain dipertunjukkan melalui diorama, atribut-atribut kemerdekaan di Ruang Kemerdekaan, keelokan panorama Ibu Kota, serta simbol cita-cita menggapai langit yaitu sosok Lidah Api Kemerdekaan. Lebih jauh tentang proses memutu karya arsitektur Tugu Nasional dinarasikan pada bab berikutnya.

167Soekarno.Pidato

Upatjara Pemberian Hadiah Pemenang Sajembara Rentjana Tugu Nasional, Djakarta, 17 November 1960. 168 Ibid. 169 Soekarno,Pidato Pembukaan Djalan Silang Monumen Nasional di Lapangan Merdeka, Djakarta, 16 Agustus 1964.

71

Kehadiran Wisma Nusantara merupakan moda komunikasi arsitektural di masa Soekarno. Dengan ketinggian 29 lapis bangunan ini menjadi wadah fasilitas hubungan ekonomi dan kepariwisataan Internasional. Soekarno mempercayakan rancangannya kepada Arsitek Ciputra170. Wisma Nusantara akhirnya merupakan gedung pencakar langit yang pertama sebagai tengaran koridor Thamrin-Sudirman sekaligus mewujudkan tanda kebesaran Indonesia171:
gedung ini akan diletakan atas lapisan tanah 8 meter d i bawah permukaan bum yang kita sekarang berada di atasnya. Jadi semacam satu gedung yang ditanamkan 8 meter dalamnya di dalam tanah. Kemudian tingginya 29 tingkat. Hebat saudarasaudara, 29 tingkat! Memang Insya Allah, Wisma Nusantara akan menjadi gedung yang tertinggi di seluruh Asia!

Di awal kehadirannya Wisma Nusantara berperan memberi kualitas ruang bagi Bundaran Hotel Indonesia. Sumber pembiayaannya didanai oleh Pampasan Perang pemerintah Jepang172 diproyeksikan menjadi bangunan tertinggi di Asia. Akan tetapi, proyeksi itu meleset di usianya ke-48, karena di sepanjang koridor Jl. MH Thamrin sejumlah pencakar langit didirikan, dan menyandang peran sebagai pentas pertunjukan yang membanggakan masyarakat Indonesia.

Wawancara Olly Ganjar S dengan RM Sudarsono dalam Soekarno Sang Arsitek majalah Kartini no.286, taun 1985, hal. 8,9,123,124. 171 Soekarno.Pidato PJM Presiden Soekarno Pada Pentjangkulan Pertama Pembuatan Gedung Wisma Nusantara di Djalan Thamrin, Djakarta, 9 Djuli 1964. 172 Nishihara, Masashi (Terj) Dean Praty R. Soekarno, Ratnasari Dewi Dan Pampasan Perang, Hubungan Indonesia-Jepang 1951-1966. Jakarta: Pustaka Utama Grafiti, 1993.
170

72

Gedung Sarinah berlokasi tak jauh dari Wisma Nusantara sebagai wadah fasilitas komoditas Indonesia. Disayangkan, paras gedung kini telah mengalami perubahan besar-besaran, sehingga tidak lagi dikenali rancangan awalnya. Gagasan pendirian Sarinah dicetuskan Soekarno untuk memfasilitasi aktivitas belanja, pameran komoditas khas Indonesia serta perkantoran modern dengan escalator sebagai transportasi vertikal sebagai yang pertama173:
department store yang akan didirikan ini menurut anggapan saya adalah salah satu alat perjoangan kita untuk merealisasikan Amanat Penderitaan Rakyat. Merealisasikan satu masyarakat yang adil dan makmur, satu masyarakat sosialis, satu masyarakat tanpa explotation de lhomme par lhomme. Dan sebagai tadi kukatakan masyarakat yang demikian itu tak mungkin tanpa distribusi aparat. Salah satu distribusi aparat ialah satu department store. Dan kecuali itu menurut anggapanku, menurut keyakinan dan menurut penyelidikanku di semua Negara yang ada department store, satu department store adalah saru price stabilisator, prij stabilisator.

Secara fisik Gedung Sarinah kurang mampu memberikan sensasi artistik karena dirancangan sebagai Arsitektur Modern. Perannya sebagai wadah yang mempertontonkan mata dagangan pilihan khas Indonesua mulai dari kebutuhan sandang dan pangan barometer harga jual di pasar yang menyerupai etalase bagi komoditas Indonesia. Bahkan, pada saat ini seluruh faade bangunan telah berubah, karena ditutup oleh material keramik sehingga faade aslinya sudah tidak lagi dikenali,

173Soekarno.Amanat

PJM Presiden Soekarno Pada Pemantjangan Tiang Pertama Gedung Departement StoreSarinah di Djalan Thamrin, Djakarta, 23 April 1963.

73

Gagasan modernitas Soekarno demi menghilangkan ketahyulan Bangsa Indonesia174 ditandai oleh gedung Planetarium sebagai observatori angkasa syang terbesar superlativitas di dunia yang berkapasitas 500 orang melebihi mancanegara di Asia. Tim Arsitek Pemenang Sayembara Planetarium adalah arsitek dari PT Perentjana Djaja : Ir. Ciputra, Ir. Budi Brasali dan Ir. Ismail Sofyan. Proses perancangan kubahnya memperoleh intervensi langsung dari Soekarno175 dengan meminta arsitek untuk menghadapnya saat Soekarno sedang berada di Paris untuk menentukan warna porselen penutup kubah agar tampak kontras dengan warna langit. Bagian dalam kubahnya sebagai layar penangkap audio-visual film angkasa sebagai imaji garis langit:
Planetarium jang akan kita dirikan di Djakarta ini di tempat ini, adalah Planetarium jang terbesar di seluruh dunia. Ajo, bangga apa tidak? Terbesar di seluruh dunia. Bukan sadja gubahnya terbesar, tadi dikatakan 23 meter garis besar dari pagar hitam itu sampai ke pot itu, sehingga di kubah itu bisa duduk orang, berapa Pak Marno, 400-500 orang? 500 orang. Dilain-lain tempat Cuma 300an, saudara-saudara. Indonesia, bukan main Planetarium-nja sekali 500 orang bisa duduk di dalamnya. Lantas ada orang jang sambil memperlihatkan gerak-gerik bintang-bintang itu memberi keterangan lisan.

Planetarium yang berperan sebagai ruang yang mempertontonkan suasana angkasa raya, gerak bintang serta tata surya menyerupai sebuah wadah bagi pentas pertunjukan. Kehadirannya penting karena menjadi penanda terbitnya babak baru dalam ilmu pengetahuan di Indonesia.
Soekarno. Pemantjangan Tiang Pertama Gedung Planetarium di Tjikini, Djakarta, 9 September 1964. 175 Wawancara dengan Ir. Ismail Sofyan tanggal 18 Februari 2011 di Jakarta.
174

74

Gedung Conefo buah gagasan Go Internasional Soekarno sebagai manifestasi konsep Tata Dunia Baru diperuntukkan sebagai political venue bagi Konferensi Conefo Agustus 1966 (urung terlaksana). Merujuk Arnold Toynbee, terdapat Dua Blok Negara yang tunduk pada Declaration of Independence 1776 karya Thomas Jefferson dan Kelompok Manifesto Komunis tunduk pada Karl Marx. Semula, Soekarno berpandangan perlunya Blok Negara berpendirian netral yaitu Bangsa-Bangsa Asia-Afrika-Amerika Latin tergabung dalam Konferensi AsiaAfrika di Bandung 1955. Namun, pada 1963 Soekarno menggagas Dua Blok New Emerging Forces NEFO dan Old Established Forces176:
New Emerging Forces mentjoba menghantjurkan blok Old Established Forces seperti jang kita perbuat sekarangKita berdjuang untuk dunia baru dimana tiada explotation de lhomme par lhomme dan tanpa explotation de nation par nation, kita berdjuang untuk dunia baru tanpa kolonialisme, neokolonialisme imperialism. Kedua blok ini, hai kawan-kawan, kedua blok ini adalah kenjataan dari umat manusia sekarang, dan siapakah, siapakah jang berpihak pada The New Emerging Forces?

Gagasan venue itu disayembarakan di bulan November 1964 dimenangkan Arsitek Soejoedi Wirjoatmodjo dengan menyajikan maket lengkap berupa setangkup kubah Main Conference Building berasal dari filosofi struktur sayap pesawat terbang. Terwujud atas dukungan konsultan struktur Sutami. Rancangan ex.Conefo merupakan gubahan karya arsitektur sebagai wadah mempertunjukkan kehebatan Indonesia di dunia Internasional, sebagai ideologi poltik Soekarno, Sang Pemrakarsa kelompok NEFO.
176Soekarno.

Pada Upatjara Perletakan Batu Pertama Political Venues Tanggal 19 April 1965

75

Berdasar pengamatan visual pada sepilihan karya arsitektur Projek Mercusuar dapat disimpulkan adanya kesamaan peran yaitu; sebagai wadah menggelar kegiatan, ajang, arena, gelanggang, sasana, ruang pamer serta ruang pertunjukan. Peran itu disandang mengungkapkan peran arsitektur nonmaterial yang mewujud berupa jajaran karya yang menyerupai pentas pertunjukan di sepanjang koridor Kebayoran Baru-Thamrin dengan Jembatan Semanggi sebagai pusatnya. Menyerupai sebuah pentas - catwalk bagi tergelarnya jajaran bangunan arsitektur Projek Mercusuar. Kehadiran Gedung Pola menyerupai ruang pamer pembangunan, sedangkan Gelora Bung Karno menyerupai pagelaran keolahragaan. Peran Hotel Indonesia menyerupai etalase bagi tergelarnya karya perupa Indonesia. Sementara itu Wisma Nusantara berperan sebagai wadah pertunjukan modernitas, dan Gedung Sarinah Departemen Store sebagai pagelaran komoditas Indonesia. Peran Masjid Istiqlal di kawasan Gereja Katedral menyerupai wadah pagelaran lintas religi. Adapun Tugu Nasional menyerupai pentas pertunjukan atribut kemerdekaan Indonesia. Planetarium dihadirkan sebagai pertunjukan keunggulan ilmu pengetahuan di bidang astronomi dan Gedung ex.Conefo sebagai wadah bersatunya Negara NEFO membangun Tata Dunia Baru. Kesepuluh karya arsitektur Projek Mercusuar menunjukkan ide arsitektur panggung yang kehadirannya didorong hasrat, intervensi dan rasa seni Soekarno untuk memberi kebanggaan bangsa Indonesia. Rumusan karya arsitektur Projek Mercusuar adalah metafora177 ruang pentas bagi gagasan yang bersifat non-material yang dihadirkan pada gubahan fisik karya arsitektur.
Merujuk Tesaurus, metafora sebagai majas atau gaya bahasa ungkapan secara langsung berupa perbandingan analogis, melalui kekayaan bahasa, pemakaian ragam tertentu untuk memperoleh efek-efek tertentu, sebagai keseluruhan ciri bahasa sekelompok penulis sastra dan cara khas dalam menyampaikan pikiran dan perasaan, baik secara lisan maupun tertulis.
177

76

Pengalaman inderawi di Kawasan Tugu Nasional melalui pengalaman keruangan secara fenomenologis merujuk Dasein atau Ada gagasan Heidegger178. Dasein sesuatu yang berada di dalam diri yang memiliki aktivitas yang tidak pasif, dan melalui filsafat Ontologi, keberadaan dimungkinkan adanya. Heidegger berpendapat bahwa fenomena Apa yang Ada dalam pikiran menunjukkan dirinya menjadi entitas. Modifikasi dan turunannya tidak sembarang menunjukkan diri, juga bukan sesuatu membiarkannya menunjukkan diri. Sementara itu Hursell mengajukan satu prosedur yang dinamai epoche, berupa penundaan semua asumsi tentang kenyataan demi memunculkan esensi. Tanpa penundaan asumsi naturalisme dan psikologisme akan terjebak pada dikotomi. Husserl mengutarakan kita perlu kembali ke benda-benda sendiri-zu den sachen selbst. Prinsip demikian dikembangkan Tjahjono sebagai pengamatan arsitektural, dengan cara memberi kesempatan objek-objek harus berbicara.Fenomenologi179 merujuk Tjahjono dilakukan secara intensionalism

mengandalkan intuisi dan intelektualitas melalui tiga reduksi sekaligus. Pertama, reduksi dari seluruh subyektivitas. Kedua, reduksi seluruh pengetahuan,dan Ketiga, reduksi seluruh tradisi yang ada. Sebagai a way of looking at things
Heidegger, Martin. Being And Time.Copyright 1962 by Harper & Row, Publishers, Incorporated, hal. 34-36. Makna Ada Martin Heidegger dikupas oleh Brouwer, MAW. Psikologi Fenomenologis. Jakarta: PT Gramedia. 1983, hal. 114. 179 Tjahjono, Gunawan. Metode Perancangan: Suatu Pengantar Untuk Arsitek dan Perancang. Jakarta: FT Arsitektur UI, 1999, hal. 15.
178

77

fenomenologi merujuk Brouwer180 merupakan gejala yang menampilkan diri untuk dilukiskan melalui tesis intensionalism. Penulisan pengalaman fenomenologis tidak hanya menggiring fakta yang dideskripsikan, tapi juga memberi kesan langsung pada pembacanya agar seolah-olah mereka hadir dalam fakta itu. Dengan demikian ukuran keberhasilan pengamatan fenomenologis ditandai oleh deskripsi pengalaman secara komunikatif. Untuk mencapai intensionalsm saya menempuh dua cara, Pertama, mengamati keruangan Tugu Nasional melalui udara untuk memperoleh pengalaman keruangan skala kota makro. Cara demikian merupakan cara untuk menangkap pengalaman keruangan dari segala arah yang memungkinkan merujuk teori Phenomenology of Perception (Ponty: 1945)181. Gagasan Ponty tentang penghadiran ke dunia melalui tubuh dengan tindak motorik serta persepsi itu oleh Brower disebutkan posisi atas-bawah, kanankiri, muka-belakang dari tubuh kita, termasuk tinggi-rendah posisi tubuh saat pengamatan. Kedua, saya mengalami keruangan secara mikro dengan memasuki Kawasan Tugu Nasional. Keduanya untuk mencapai rigorous, pengamatan cermat bersandar kepekaan pancaindera terhadap objek yang tampil, melalui; 1) ketajaman melihat, 2) ketajaman mengecap dengan lidah, 3) ketajaman membaui, 4) ketajaman mendengar, 5) kepekaan meraba melalui kulit. Senarai penelitian ini, saya melakukan perjalanan dari Jakarta menuju Surabaya menumpang pesawat udara182 usai meletusnya gunung Merapi di bulan November 2010.

180 181

Brouwer, MAW. Psikologi Fenomenologis. Jakarta: PT Gramedia. 1983, hal.10, 66 dan 186. Adian, Donny Gahral.Pengantar Fenomenologi. Depok: Penerbit Koekoesan, 2010, hal.100. 182 Perjalanan pada pagi hari dari Jakarta menuju Surabaya menumpang pesawat Sriwijaya Air tanggal 5 November 2010.

78

Nampaknya rute penerbangan Jakarta-Surabaya dialihkan dari biasanya demi menghindari awan putih tebal berarak yang dinamai wedhus gembel. Situasi tidak terduga ini sangat menguntungkan, karena pesawat dari arah bandara Soekarno-Hatta melintas di atas Tugu Nasional. Melalui jendela kabin pengalaman keruangan menyaksikan Tugu Nasional dari udara saya alami. Setelah situasi dinyatakan normal, rute yang sama tidak lagi melintasi Tugu Nasional183, sehingga deskripsi memandang kawasan Tugu Nasional melalui udara menjadi penting.Dengan mendekatkan kepala ke arah jendela kabin, dan memandang dengan sedikit menunduk tampak segubahan bangunan dan lanskap Kota Jakarta menyerupai gambar yang terbingkai oleh jendela kabin. Semakin tinggi mengudara, gubahan itu menyerupai miniatur terparak184 berbagai ukuran, bentuk dan warna. Saat pesawat mengangkasa ke arah Kota Surabaya, tampak bidang berair berupa lautan dan daratan dalam suasana pagi hari. Di bidang berair itu himpunan perahu dan kapal merapat di sisi-sisinya. Di ujungnya, terbentuk daratan melengkung ke arah laut membentuk huruf U, barangkali itulah Teluk Jakarta di Laut Jawa. Ketika melintasi bidang daratan, tampak garis-garis kelabu menggambarkan ruas-ruas jalan dan permukiman padat. Pandangan tertuju pada hamparan bidang berwarna hijau tua, bentuknya unik, empat sisisisi yang tidak sama panjang185. Di tengahnya menjulang sosok tiang yang bertumpu di landasan persegi empat.
183

Beberapa kali perjalanan ke luar kota Jakarta setelah November 2010, Tugu Nasional tidak dapat lagi disaksikan. 184 Sanento Yuliman, dalam Asikin Hasan, Dua Senirupa Sepilihan Tulisan Sanento Yuliman, 2001, h.4, dalam hal kita tidak mengenali obyek yang digambarkan ialah terparaknya (terbedakan dan terpisahkannya) sosok dari latar. Sosok ialah bagian gambar yang tampak pekat atau padat sedang latar ialah bagian selebihnya yang tampak meruang. 185 hamparan bidang berwarna hijau tua empat persegi yang bidang sisinya tidak sama panjang lazim disebut trapezium.

79

Di puncaknya ada sesuatu berkelok keemasan.

Di keempat sudut

landasannya terbentuk persilangan, demikian juga empat sisi yang tegak lurus terhadapnya. Membentuk delapan persilangan menyerupai simbol pancaran matahari yang berpusat dari benda tegak itu. Bila setiap persilangan itu ditarik garis imajiner, dari pandangan tampak atas ke arah bidang lautan, maka garis pancarannya akan menyinggung sebuah objek putih menyerupai Istana, barangkali Istana Kepresidenan. Saat memandang serong ke atas, menyinggung benda empat sisi dengan setengah bola di atasnya menyerupai kubah, barangkali Masjid Istiqlal. Saat melihat serong kanan menyinggung benda berlajur-lajur menyerupai rel kereta api, menunjukkan Stasiun Gambir. Pada serong bawah menyinggung objek-objek menjulang menyerupai gedung berketinggian sedang. Pada serong kiri bawah, menyinggung gubahan objek menjulang mencakar langit. Pemandangan serupa dijumpai sebagai citra penginderaan jauh terbitan Lapan186 dan peta Kota Jakarta187 yang menamainya Monumen Nasional. Kemenarikan gambar Kawasan Tugu Nasional melalui bingkai jendela kabin pesawat udara, menghadirkan panorama mengesankan sebagai tanda - tetenger (bhs.Jawa) keberadaan Kota Jakarta. Kehadirannya menjadi pemandangan terakhir yang tersaksikan sebelum pesawat mengudara lebih tinggi. Sangat disayangkan pengalaman memandangi Kawasan Tugu Nasional saat pesawat udara mendarat ke Bandara Soekarno-Hatta belum dapat dideskripsikan.
186Lapan,

sebuah badan pemerintah yang bertugas menyiapkan citra penginderaan jauh melalui satelit. Periksahttp://www.nationsonline.org/oneworld/map/google_map_Jakarta.htm_20.20 WIB. 187 Periksa Holtorf, Gunther (ed). Street Atlas & Street Names Index Jakarta 2001-2003 Jabotabek. Jakarta: PT Djambatan,2001. Juga peta wisata Our Map is Bigger than Yours yang diterbitkan flymandala.com.

80

Barangkali, pengalaman serupa itu dapat disetarakan dengan pengalaman bertandang menuju Kota Manado di Sulawesi Utara. Sesaat ketika pesawat yang ditumpangi mulai menukik menuju Bandara Sam Ratulangi, melalui jendela kabin tampak gambar sosok putih menjulang di antara kawasan hijau. Makin mendekati Bandara, makin tampak jelas menggambarkan sosok berambut tergerai dengan kedua belah tangan terentang. Gesturnya seolah menyambut kehadiran tamu. Sosok tersebut merepresentasi patung realis Yesus Kristus berskala kota yang didedikasikan oleh Pengembang terkemuka sebagai tetenger kawasannya sekaligus mempertunjukkan bahwa, sebentar lagi akan menjumpai sebuah kota yang penduduknya dominan memeluk Nasrani. Patung tetenger itu menyerupai patung Yesus Kristus di Kota Rio de Jainero Brasilia. Mengapa Kawasan Tugu Nasional tidak dilintasi pesawat udaraseperti halnya Kota Manado? Pertanyaan tersebut terjawab oleh kenyataan bahwa Bandara Soekarno-Hatta sejak 1 Januari 1984 menggantikan Bandara Kemayoran dan berjarak sekitar 60 km dari lokasi Tugu Nasional. Kemayoran merupakan bandara internasional pertama di Indonesia yang beroperasi sejak 1 Januari 1910 untuk memfasilitasi penerbangan Hindia Belanda KNILM - Koningkelije Nederlands Indische Luchtvaart Maatschapij. Instansi yang dinasionalisasi sejak kemerdekaan sebagai bandara penerima Tamu-Tamu Negara dan memungkinkan melintasi Kawasan Tugu Nasional di saat mendarat menuju Kota Jakarta serta di saat meninggalkannya. Dari pandangan melalui udara, Kawasan Tugu Nasional seolah dipertunjukkan kepada khalayak melalui segala arah pandang, melalui dimensi, keunikan bentuk trapesiumnya, tugu yang menjulang di pusatnya serta delapan garis imajiner di persilangannya.

81

Kawasan Tugu Nasional yang luas serta unik itu menjadi suatu pemandangan yang sangat kontras bila disandingkan dengan kepadatan bangunan di sekitarnya. Hamparan hijau di Kawasan Tugu Nasional mengundang kesan sebagai ruang bernafas sebagai jeda di tengah kepadatan Kota Jakarta. Sementara itu, bangunan tunggal Tugu Nasional yang menjulang di pusatnya menyerupai sosok pemimpin yang memancarkan aura -nya ke delapan penjuru arah. Titik keemasan yang meliuk di tengah itu mengilhami sosok yang bergerak yang memberi sensasi kemegahan dan kedinamisan. Pengalaman visual melalui udara ini memperkaya kedalaman deskripsi keruangan secara khas saat posisi tubuh tepat berada di atas objek, menyerupai pandangan perspektif mata burung - birds eye view188. Sikap pengamatan ini memungkinkan saya memandangi gambar siteplan189 Tugu Nasional secara lamgsung yang menjadi pengalaman tak tergantikan. Cara memandang birds eye view menjadikan Kawasan Tugu Nasional sebagai keterkenangan tentang kota Jakarta190. Di saat menyaksikannya seolah-olah menyaksikan adegan pentas dari sebuah balkon gedung pertunjukan. Objek yang berada di bawah tubuh tersaksikan seksama. Cara ini mengilhami Arsitek untuk cermat berkarya, agar karyanya tersaksikan indah dari sudut pandang (Rasmussen:1962: 9) sekaligus, menunjukkan berperannya teori trio emosions yang mengilhami penting proses kreatif agar karya arsitektur mampu menggugah emosi-emotion evoked (Raskin: 1954: 10) sebagaimana tersaksikan pada Kawasan Tugu Nasional ini.
Birds eye view adalagh teori cara memandang objek dalam posisi pengamat seolah-olah terbang menyerupai burung, dilakukan di posisi setidaknya 40 derajat terhadap objek. 189 Siteplan merupakan gambar sebuah kawasan yang disaksikan dengan posisi dari atas. 190 Pengalaman Trimatra hanya akan menjumpai sosok Kawasan Tugu Nasional melalui pandangan perspektif yaitu sejauh mata memandang. Secara Dwimatra hanya akan dijumpai seluruh tampak wajahnya secara dua dimensi atau secara frontal.
188

82

Tugu Nasional berlokasi di Kawasan Medan Merdeka Jakarta. Awalnya dirancang empat akses utama Jalan Silang Monas sesuai gambar situasi yang diterbitkan oleh Manajemen Monas 1994. Usai kebijakan Gubernur Pemprov DKI Jakarta Sutijoso memagar keliling pada 28 September 2002191 mengubah Kawasan Monas menjadi ruang semi tertutup oleh empat buah gerbang yang tidak setiap saat dibuka. Pencapaian menuju Tugu Nasional melalui gerbang yang berdekatan Stasiun Gambir, yaitu gerbang Tenggara atau Barat Daya di sebelah Parkir IRTI. Pengalaman keruangan dialami setelah prosedural resmi yang diminta Manajemen Monumen Nasional diikuti. Dengan mengandalkan gerak tubuh dan sensasi inderawi terhadap aspek keruangan yang tampil seperti; sisi mendatar, sisi tegak, sisi samping, sirkulasi, pencahayaan, kelembaban udara, dimensi, warna serta wujud sesuai pembagian keruangan Kawasan Tugu Nasional (Monas, 1994) meliputi; Taman Monas, Kolam Pendingin, Ruang Mesin, Terowongan Bawah Tanah, Halaman Tugu, Museum Sejarah, Ruang Tunggu, Ruang Kemerdekaan, Pelataran Cawan, Pelataran Puncak Tugu dan Api Kemerdekaan. Pengamatan berlangsung beberapa kali untuk memperoleh pengamatan keruangan di Kawasan Tugu Nasional, pengalaman itu saya padatkan untuk mempersingkatnya, paparan detail akan diterbitkan sebagai pustaka tentang cara pendekatan fenomenologis dalam arsitektur dan desain.

191

Liputan6.com, 2007, Jakarta: Massa Menentang Pemagaran Monas.

83

Untuk mencapai Ruang Tenang atau Ruang Kemerdekaan ditempuh melalui dua tangga putar berlokasi dekat ruang elevator di sisi Utara dan sisi Selatan Pelataran Tugu. Sebelum menapaki tangga, terpajang papan himbauan untuk bersikap tenang di Ruang Kemerdekaan dan informasi jadwal waktu pembacaan Teks Proklamasi yang dimulai dari pukul 09.00 sampai jam 15.00 WIB. Ketika mencapai Ruang Kemerdekaan, tergelar ruangan segi empat seluruhnya dilapisi batu pualam. Dinding ruangan yang tampak miring ke arah luar dan di tiap sudut dindingnya tampak juga melengkung ke arah luar merupakan akibat bentuk piramida terbalik atau afgeknotte serta liukan Cawan Tugu. Suasana demikian terbentuk dari sebelah dalam ruangan. Suasana Ruang Kemerdekaan sangat temaram, hanya mengandalkan pantulan cahaya dari bukaan di atas dinding serta sorotan sinar yang ditembakkan ke arah dinding berwarna zamrut yang berada di tengah-tengah ruangan luas itu. Dinding besar tegak sampai bidang atas ruangan. Bila dipandang dari undak-undakan yang ditata seperti amphitheater192 itu, dinding hijau megah itu menyerupai bangunan Kabah yang berada di tengah-tengah ruang terbuka Masjidil Al-Haram di Kota Mekkah. Suasana ruang yang diciptakan terkesan lengang, temaram, mencekam menyerupai suasana di sebuah ruangan sakral. Barangkali ia dirancang untuk mengkondisikan suasana tertentu yang akan dipertunjukkan dalam ruangan ini. Mulai dari sisi Timur se arah jarum jam, disorotkan sinar kekuningan ke arah dinding hijau zamrut itu, menerangi pajangan tulisan berhuruf kapital:

amphitheater adalah ruang teater yang terletak di tempat udara terbuka yang digunakan untuk hiburan dan pertunjukan.
192

84

PROKLAMASI KAMI BANGSA INDONESIA DENGAN INI MENYATAKAN KEMERDEKAAN INDONESIA HAL-HAL JANG MENGENAI PEMINDAHAN KEKUASAAN D.L.L DISELENGGARAKAN DENGAN TJARA SAKSAMA DAN DALAM TEMPO JANG SESINGKAT-SINGKATNJA DJAKARTA, 17 AGUSTUS 1945 ATAS NAMA BANGSA INDONESIA SOEKARNO HATTA

Tulisan Teks Proklamasi itu dari bahan keemasan berukuran besar. Di depannya terdapat vitrin kotak berukuran besar yang diselimuti kain hitam. Menurut informasi, merupakan kotak kaca antipeluru sebagai calon wadah Sang Saka Merah Putih yang kini masih berada di Istana Merdeka Jakarta.193 Keberadaan vitrin tidak dibahas karena bukan merupakan fokus penelitian. Di sisi Utara terpajang relief gambar kepulauan wilayah Indonesia, tanpa disertai penjelasan. Relief itu terpajang berupa sebaran kepulauan yang bercitra pulau Sumatera hingga Irian Barat.Kepulauan itu secara deyure menjadi wilayah NKRI pada 17 Agustus 1950. Secara defacto Irian Barat menjadi pulau terbungsu NKRI di akhir 1962, menyempurnakan wilayah kepulauan Indonesia yang semula hanya terdiri atas delapan teritorial194yaitu; Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, Borneo (Kalimantan), Sulawesi, Maluku, Sunda Kecil (Nusa Tenggara), Sumatra, Daerah Istimewa Yogyakarta dan Surakarta.

Berdasar informasi Manajemen Monumen Nasional, Maret 2011, Sang Saka Merah Putih sedianya dipindahkan ke Monumen Nasional urung karena masalah keamanan dan keselamatannya sebagai benda bersejarah yang dikibarkan 17 Agustus 1945. 194 Sujono, RP & Leirissa, RZ (ed) Edisi Pemutakhiran dari Notosusanto, Nugroho & Djoened Poesponegoro, Marwati (ed) SejarahNasional Indonesia VI-Zaman Jepang dan Zaman Republik Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka. 2007, hal.160-161.
193

85

Di sisi Barat, tampak gerbang megah hijau tua berukir keemasan. Kemegahannya memberi petunjuk sebagai tempat penting atau Agun. Dikelilingi ornamen sulur-suluran yang sekilas tampak sama dan sebangun menyerupai cerminan namun sebenarnya tidak simetri, disebut keseimbangan khas Jawa. Ornamen itu mengingatkan ornamen di Kerobongan195 nDalem Karaton Surakarta yang juga menampilkan sulur-suluran tiada terputus dari tangkainya. Di tengahnya terdapat ukiran padma mekar menyerupai relief dinding candi di Jawa Tengah 196 dengan mahkota-mahkota Wijayakusuma. Keduanya merupakan simbol bunga abadi yang disakralkan oleh Dinasti Mataran di Karaton Surakarta yang disimpan di Kamar Pusaka197. Nama Wijayakusuma juga dijumput oleh Soekarno sebagai nama jalan di sepanjang Monumen Tugu Pahlawan198 yaitu titik nol pengembangan Kota Surabaya. Di dalam gerbang megah dari perunggu itu, ditempatkan Kotak Kaca Emas berisi salinan Teks Proklamasi. Sebuah lempengan logam bulat keemasan berelief Padma melindungi Kotak Kaca itu. Gerbang akan terbuka serta tertutup secara otomatis sebanyak tujuh kali sehari di tiap 60 menit. Dalam keadaan tertutup, gerbang itu bagai sepasang pintu berornamen Wijayakusuma dan Padma. Bersamaan dengan terkuaknya gerbang itu terdengar lah nyanyian Padamu Negeri karya Kusbini: Padamu Negeri kami berjanji, Padamu Negeri kami mengabdi, Padamu Negeri kami berbakti, Bagimu Negeri jiwa raga kami.

Kerobongan di Karaton Surakarta tertetak di tengah-tengah Joglo Paningrat sebagai lokasi sakral untuk memuliakan Dewi Sri. 196 Padma, atau bunga terata, lotus, tunjung, seroja merupakan bunga yang disakralkan oleh pemeluk agama Hindu-Budha. 197 Diceriterakan oleh GPH Eddy Wirabhumi, menantu Sri Susuhunan Paku Buwana XII, April 2011. 198 Monumen Tugu Pahlawan Surabaya diresmikan oleh Soekarno pada Hari Pahlawan 10 November 1952.
195

86

Secara perlahan-lahan kedua daun pintu Gerbang itu bergeser ke samping. Di saat terbuka, tampaklah sebuah bidang seukuran dengannya, seluruh bidangnya dipenuhi ornamen menyerupai sosok Kala-Makara199 dipadu dengan ornamen mahkota bunga Padma sedang merekah. Kala-Makara merupakan simbol raksasa pemangsa. Simbol Sang Waktu dalam mitos Jawa Kuno yang ditemukan di gerbang Candi Kalasan Jawa Tengah. Seraya mengiringi terkuaknya Gerbang megah itu, tampak sebuah lempengan bulat keemasan berukiran Padma bergeser secara perlahan ke atas dan menghilang dibalik ornamen Kala-Makara bersamaan dengan selesainya bait terakhir nyanyian Padamu Negeri200. Tepat di bawah bidang Kala-Makara itu terdapat ornamen artifak menyerupai mulut raksasa yang sedang menganga yang berisi Kotak Kaca keemasan menyerupai kaca etalase dalam ukuran relatif kecil, sebagai ruang penempatan salinan Teks Proklamasi. Rupanya, Gerbang Megah Hijau adalah pelindung dari bidang Kala-Makara sebagai batas ruang yang dikatakan ruang sakral karena menempati posisi yang terdalam yang sejatinya ruang yang lebih gelap. Sakral akibat keberadaannya tepat di titik pusat bangunan yang disebut axis-mundi. Kehadiran bidang Kala-Makara berperan sebagai pengantar perbedaan waktu antara kekinian dan kelampauan. Sesaat setelah seluruh permukaan Kotak Kaca keemasan itu terbuka, terkuaklah salinan Teks Proklamasi. Seusai itu, terdengar suara laki-laki jenis bariton membacakan Teks Proklamasi dengan cara perlahan serta jeda, menyerupai seseorang sedang membaca puisi. Demikian caranya membacanya:
199Sumintardja,

Djauhari.Kompendium Sejarah Arsitektur Jilid I. Bandung: Yayasan Lembaga Penyelidikan Masalah Bangunan, 1981, hal.90. 200 Merujuk buku Urutan Kronologis Pelaksanaan Pekerjaan Proyek Pembangunan Tugu Nasional oleh Team Studi Teknis Pendahuluan Proyek Pemugaran Monumen Nasional 1982,hal. 32 dinyatakan bahwa lagu yang disuarakan di Ruang Kemerdekaan adalah Indonesia Raya. Menurut analisis memang lebih tepat lagu ini disbanding Padamu Negeri karena lagu Kebangsaan lazim untuk mengiringi Upacara Bendera dan Pembacaan Teks Proklamasi.

87

Proklamasi, Kami bangsa Indonesia, dengan ini menyatakan kemerdekaan Indonesia, Hal-hal yang mengenai pemindahan kekuasaan, dan lain lain, diselenggarakan dengan cara seksama, dan dalam tempo yang sesingkat-singkatnya, Jakarta, Tujuh belas Agustus seribu sembilan ratus ampat puluh lima Atas nama bangsa Indonesia, Soekarno - Hatta

Pembacaan Teks Proklamasi itu, merupakan rekaman suara Presiden Soekarno201. Terdengar tidak seperti suara ketika beliau berpidato, yang bersemangat dan menggelegar. Pembacaannya dilakukan penuh kehati-hatian, dan pengucapannyapun tidak persis dengan naskah asli Teks Proklamasi, perbedaannya terletak pada cara menyebutkan tanggal, bulan, dan tahun. Seharusnya dibaca hari 17 boelan 8 tahoen 05 sebagai cara yang lazim dipergunakan di masa Jepang, namun Soekarno menyebutnya 17 Agustus 1945. Cara pembacaan itu menunjukkan tanda penolakan Soekarno atas kelaziman menggunakan lafal yang diberlakukan Jepang. Peristiwanya menjadi diskontinuitas yang menandai berakhirnya masa kependudukan Jepang menjadi masa kemerdekaan melalui Bahasa melalui cara pengucapan yang tidak sama antara naskah sebagai cara penangguhan makna gagasan Derrida. Usai prosesi pembacaan Teks Proklamasi disimpulkan bahwa gerbang Kala-Makara sebagai pusat pertunjukan menyerupai pakeliran dalam pewayangan sebagai panggung menghadirkan kembali peristiwa penting detik-detik Proklamasi Kemerdekaan Indonesia 17 Agustus 1945.
Rekaman suara Presiden Soekarno membacakan Teks Proklamasi dilaksanakan di RRI 6 tahun setelah Proklamasi. Awalnya usulan Mohammad Jusuf Ronodipuro untuk merekam ditolak Soekarno. Akhirnya Soekarno menghendaki rekaman membacakan naskah Proklamasi diperdengarkan setiap tanggal 17 Agustus termasuk di Ruang Kemerdekaan Tugu Nasional.
201

88

Di sisi Selatan, terpampang patung burung raksasa dari bahan logam. Menggambarkan Garuda Pancasila yang berasal dari mitos Burung Djatayu dari epos Ramayana. Tampil sedang mengepakkan seluruh sayap emasnya yang berjumlah tujuh belas helai.Kepaknya berjajar ritmis dari yang terpendek hingga terlebar menyerupai sosok sedang mengangkat kedua tangannya. Kepalanya berjambul menolehkan separuh wajahnya ke arah kanan seraya membusungkan dada ke depan. Paruhnya yang besar melengkung runcing setengah terbuka memperlihatkan ujung lidahnya, seolah Garuda itu hendak mengutarakan sesuatu. Sorot matanya hitam tajam dengan rongga mata yang besar mengesankan sosok yang cermat memandang. Perisai berlatar merahputih menggantung di dadanya terlukis bintang keemasan berlatar hitam, kepala Banteng hitam bertanduk mengarah ke atas di sebelah kanan atas. Di kirinya Pohon Beringin berdaun rimbun berlatar putih. Di kanan bawahnya, terlukis buah Padi dan Kapas keemasan berlatar putih, serta seuntai rantai emas tanpa ujung. Kedua kaki dan ekornya diselimuti bulu keemasan menapak terbuka, seraya kedua jari dengan kukunya yang runcing itu mencengkeram kuat-kuat sehelai pita putih yang bertuliskan BHINNEKA TUNGGAL IKA. Sosok patung raksasa Burung Garuda Pancasila tampil mengesankan. Mengukirkan citra keperkasaan dan keanggunannya berlatar dinding pualam hijau zamrut. Sisi Selatan ini mementaskan sosok lambang kejayaan Negara Kesatuan Republik Indonesia, Burung Garuda berperisai butir-butir Pancasila. Usai ke-empat sisi dinding itu terjelajahi, disimpulkan bahwa ruangan itu dirancang untuk mempertunjukkan eksistensi Negara Indonesia dengan memajang seluruh atribut-atribut menyertai peristiwa Proklamasi berupa aksara naskah Proklamasi, peta kepulauan wilayah Indonesia, salinan Teks Proklamasi dan Garuda Pancasila sebagai benda-benda pusaka.

89

Di akhir pengamatan tersisa sebuah pertanyaan: Dimanakah Sang Saka Merah Putih dipertunjukan di Tugu Nasional ini? Karena dalam pengamatan ini tidak dijumpai pusaka terpenting Republik Indonesia, yaitu Sang Saka Merah Putih yang seharusnya di-Agung-kan sebagai pusaka di Ruang Kemerdekaan sesuai kriteria utama Sayembara Perancangan Tugu Nasional 1960202 yaitu memberikan tempat yang Agung bagi Sang Saka agar dapat disaksikan masyarakat setiap harinya. Kenyataannya, hingga penulisan Disertasi ini berakhir, Sang Saka Merah Putih masih tersimpan di Istana Presiden di Jakarta.

Perjalanan menuju Pelataran Puncak Tugu diantarkan melalui sebuah alat pengangkut vertikal yang disebut elevator atau lift yang berkapasitas maksimal 10 orang. Ruang liftnya berupa rongga menerus dari bawah hingga Pelataran Puncak Tugu tepat berada di tengah-tengah Badan Tugu. Kabin lift dilapisi oleh lembaran logam mengkilap keperak-perakan yang sudah usang. Lift di Tugu Nasional ini hanya memiliki satu nomor tujuan, yaitu Pelataran Puncak Tugu. Satu-satunya moda transportasi vertikal di Tugu Nasional sebagai alat pengangkut yang tersibuk karena animo pengunjung untuk mencapai Pelataran Puncak Tugu mencapai 1.500 orang setiap harinya. Sejak pengoperasiannya tahun 1975, lift sudah mengalami tiga kali penggantian mesin karena bekerja sepanjang waktu kecuali hari Senin terakhir di tiap bulannya. Memerlukan waktu kurang dari tiga menit kereta lift untuk mencapai Pelataran Puncak Tugu.
Soekarno. Pidato Presiden Soekarno Pada Pertemuan Dengan Para Peserta Sajembara Projek Tugu Nasional Di Istana Negara Djakarta Tanggal 27 Djuni 1960, hal. 4.
202

90

Ketika pintu lift terbuka, dijumpai teras mengelilingi empat sisinya. Suasana yang semula gerah akibat perjalanan di Terowongan Bawah Tanah, turunnaik tangga Museum Sejarah dan Ruang Kemerdekaan berubah menjadi sejuk akibat aliran udara yang menerpa keempat sisi teras terbuka itu. Di sekeliling teras itu dijumpai pembatas setinggi dada yang dilapisi pualam dengan sebentuk logam bulat keperakan sebagai pengaman teras dengan bagian luarnya yang berupa angkasa bebas. Di sekeliling pelataran puncak itu dibuat teralis perlindung terhadap situasi yang membahayakan. Bagian bawah teras seluruhnya dilapisi pualam, demikian juga sisi tegaknya bahkan sisi atas sebagai langit-langit yang juga sebagai tempat tergelarnya sosok Lidah Api Kemerdekaan. Lokasi Pelataran Puncak Tugu merupakan salah satu tempat yang tertinggi di Jakarta di awal pembangunan Tugu Nasional tahun 1960-an. Ketinggian Pelataran Tugu bukan lagi merupakan yang tertinggi di Jakarta. Pemandangan melalui Pelataran Puncak jauh lebih jelas dibandingkan menyaksikan melalui pesawat udara, karena bagian penting dari bangunan dikenali. Situasi itu, bagaikan berwisata di angkasa menyaksikan panorama Kota Jakarta yang nun jauh di bawah. Timbul rasa senang serta rasa beruntung dapat menikmati panorama kota di Pelataran Puncak Tugu di saat lengang, karena mendahului jadwal kunjungan. Leluasa mengamati dan mendokumentasi meski kurang optimal karena hanya dapat menyaksikan melalui salah satu sisinya dan harus mengitari seluruh sisi agar tercapai panorama kota secara utuh. Hal itu disebabkan terhalangnya pandangan oleh sosok Badan Tugu yang berfungsi sebagai rongga lift.

91

Pada Senin terakhir bulan Maret 2011 bertepatan kunjungan Tugu Nasional diliburkan saya mengalami pengalaman luar biasa di lokasi Lidah Api Kemerdekaan. Untuk mencapai lokasi itu harus melewati manhole yaitu lobang seukuran tubuh manusia di langit-langit Pelataran Puncak Tugu. Ketika sebagian tubuh melampaui manhole, tampak sebongkah benda besar berlekuklekuk berwarna keemasan terhampar tepat di hadapan. Dia-lah sosok Lidah Api Kemerdekaan yang selama ini hanya dapat disaksikan melalui foto-foto dokumentasi. Pada hari itu, kehadiran -nya dapat terasa secara inderawi. Gerakan sosoknya tidak menyerupai gerak dinamis api yang sedang tertiup angin ataupun ,menyerupai obor yang menjilat-jilat, namun menggambarkan sosok meliuk yang menguncup menuju satu titik. Gerakan sosok Lidah Api tampak luwes, menyerupai liukan sosok yang sedang menari. Tampil kontras dengan warna langit biru di angkasa. Di ujungnya menyembul sumbu menyerupai peralatan penangkal petir. Di antara liukan sosok Lidah Api Kemerdekaan itu terbentuk beberapa celah yang ditutupi oleh bahan kaca. Sosok keemasan yang meliuk-liuk itu ternyata berfungsi juga sebagai penutup ruangan mesin lift. Sosok yang berkilau keemasan bila dipandang dari kejauhan itu, dalam jarak dekat ternyata memiliki permukaan kasar, karena terbuat dari beberapa logam perunggu yang dihubungkan oleh semacam baut paku besar. Di sekelilingnya dijumpai empat sisi teras yang memungkinkan menyaksikan panorama Kota Jakarta namun terhalang oleh sosok Lidah Api yang berdiri di tengahnya. Pengalaman serupa ini menyerupai pengalaman di puncak candi Borobudur di Jawa Tengah. Melalui keempat sisinya tersaksikan panorama persawahan, sungai, gunung, dan pemukiman penduduk.

92

Tubuh harus melintasi arah jarum jam untuk menyaksikan panorama kota karena terhalang adanya stupa203 sosok bangunan di pusat pelataran candi. Di kedua lokasi itu, yaitu di lokasi Api Kemerdekaan dan puncak candi Borobudur ditandai adanya sosok penghalang pandangan yang sekaligus berperan sebagai orientasi. Saat mengalami pengalaman keruangan di ruang tanpa batas itu, peran sosok Lidah Api dan stupa menjadi maknawi membedakan material fisik arsitektural dengan angkasa biru. Pengalaman keruangan di lokasi Lidah Api Kemerdekaan itu menggugah keterharuan, bukan hanya dapat memandang secara dekat, bahkan meraba permukaan Lidah Api-pun terlaksana. Sosok Lidah Api Kemerdekaan ternyata tidak hanya berperan estetik-ornamentik semata, akan tetapi memiliki peran menyelimuti ruang mesin lift yang menjadikan bagian teratas Tugu Nasional tetap terpandang keindahannya bila dipandang dari berbagai sudut pandang. Apabila dipandang seksama, struktur sosok Lidah Api menyerupai sosok karya seni patung dalam ukuran gigantis. Berupa lempengan-lempengan perunggu yang saling dilekatkan oleh baut, dan didirikan pada setumpunya, yaitu Atap Pelataran Puncak Tugu. Dalam balutan warna keemasan dari bahan goldpaper yang dibuat dari emas murni itu, sosok Lidah Api Kemerdekaan menjadi pusat pertunjukan yang tergelar di ruang publik di Kota Jakarta. Kehadirannya dimuliakan segenap masyarakat Indonesia. Sosoknya bersinar dan berpendar karena seperangkat penerangan buatan yang menyorotnya, sehingga lekukan-lekukan plastisnya tampil secara dramatis di malam hari.
Ditengah-tengah stupa terletak patung Sang Budha Gautama dengan sikap duduk lotus. Duduk bersila, telapak kaki di atas paha, telapak tangan menghadap ke atas, punggung dan leher tegak lurus, mata memandang puncak hidung, gigi-gigi atas dan bawah dipisahkan oleh ujung lidah di antaranya, sebagai padmasana dikutip dari prosa Jawa Kuno oleh Van Der Tuuk (1897-1912).
203

93

Usai mendeskripsikan pengalaman fenomenologis keruangan di Kawasan Tugu Nasional, diakhiri pembahasan keterhubungan Pengalaman Inderawi dengan Kode Aksial merujuk Grounded Theory, untuk meneguhkan adanya hubungan langsung teks yang dirangkum sebagai Da ta Koleksi Data Collection dengan Coding yang berpotensi sebagai Memoing, yaitu dasardasar pembentukan Teori Baru. Rangkaian pengamatan fenomenologis di Tugu Nasional dilanjutkan mengurai keterhubungan Pengalaman Indrawi dengan Kode Aksial cara penerapan penelitian Grounded Theory Strauss204: Keterhubungan konsep ruang Khora dalam penelitian Grounded Theory dinarasikan sebagai berikut. Pertama, terdapat keterhubungan antara subtansi pledoi Indonesia Menggugat yang mengungkap konsep teritori Indonesia dengan relief keemasan wilayah kepulauan Indonesia di Ruang Kemerdekaan. Kedua, keduabelas naskah tonil di Ende dan Bengkulu memampukan Soekarno menggubah draibooken adegan diorama Museum Sejarah dan karya arsitektur panggung Tugu Nasional.Ketiga. keterhubungan peristiwa Proklamasi Kemerdekaan 17 Agustus 1945 dengan pagelaran atribut kemerdekaan di Tugu Nasional: Teks Proklamasi, Pembacaan kembali Teks Proklamasi, Pengabadian Sang Saka Merah Putih termasuk Gerbang Kala-Makara dan Kotak Kaca Emas, Lambang Garuda Pancasila, serta Peta Wilayah Kepulauan Indonesia.

Groat, Linda. Phases of Research Coding. A. Strauss, Qualitative Analysis for Social Scientists. Architectural Research Methods.Canada: John Wiley & Sons, Inc, 2002, hal. 181.
204

94

Keempat, keterhubungan antara pidato Soekarno di hadapan pemenang sayembara Tugu Nasional Kedua 1960205, Pidato pelantikan panitia Museum Sedjarah Tugu Nasional 1964 Monumen Nasional
206,

Pidato pembukaaan Jalan Silang

1964207 dengan berdirinya Tugu Nasional, dan sosok

patung realis Pangeran Diponegoro sebagai ekspresi kesetaraan Internasional dalam merancang Monumen yang berkorelasi dengan dokumen pribadi Soedarsono208 Arsitek kepercayaan Soekarno yang ditugasinya. Keenam, prosesi menuju Tugu Nasional dengan menyusuri Terowongan Bawah Tanah dan menaiki sejumlah tangga Pelataran Tugu merupakan rancangan khas yang bertujuan memberi keterkejutan visual dengan memandang Cawan Tugu berskala raksasa usai mengalami kesesakan. Sampai kini, belum ditemukan data metafisik hal itu, tetapi terbitnya SK Presiden tahun 1995 yang menyatakan Master Plan di Kawasan Medan Merdeka. Ketujuh, 48 adegan-adegan diorama atau kotak pemandangan sebagai benda visual untuk mempertunjukan kelampauan masa Indonesia purba hingga bersatunya kepulauan Irian Barat kewilayah NKRI, berkorelasi erat dengan draibooken yang disusun oleh Sejarawan dan Seniman209 pembuat diorama. Kedelapan, Ruang Kemerdekaan terkait dengan peristiwa Proklamasi Kemerdekaan 17 Agustus 1945 sebagai ruang pertunjukan visual-auditif berupa amphiteather,

205Pidato

PJM Presiden Sukarno Pada Upatjara Pemberian Hadiah Para Pemenang Sajembara Rentjana Tugu Nasional, Istana Negara, Djakarta, 17 November 1960. 206 Pidato Presiden Sukarno Pada Pelantikan Panitia Museum Sedjarah Tugu Nasional, Istana Merdeka, Djakarta, 3 Djanuari 1964. 207 Pidato Presiden Sukarno Pada Pembukaaan Djalan Silang Monumen Nasional di Lapangan Merdeka, Djakarta, 16 Agustus 1964. 208 Memoar Arsitek RM Soedarsono. 209 Dihimpun empat buah jilid draibooken berisi adegan diorama Museum Sejarah Nasional era Soekarno sebagai pedoman Edhi Sunarso dan Keluarga Artja untuk memvisualkan ke dalam bentuk fisik diorama. Kemudian mengalami beberapa kali perubahan sejak pemerintahan Soeharto, sehingga tidak semua diorama merupakan warisan Soekarno.

95

Gerbang

Kala-Makara

dan atribut kemerdekaaan210.

Kesembilan,

atribut

kemerdekaan Indonesia Sang Saka Merah Putih terkait pidato Soekarno211 yang mengutarakan keinginan adanya ruang bagi Sang Saka serta memoir Ajudan Pribadi Bambang Wijanarko212 . Kesepuluh, pelataran Puncak Tugu merupakan lokasi pertunjukan Kota Jakarta sebagai Ibukota Negara, dan Api Kemerdekaan yang ditambahkan Soekarno mempertunjukkan keelokan estetis-fungsional karena mahkota Tugu sekaligus pelindung arsitektural213. Pengalaman inderawi dan Kode Aksial berdasar Grounded berkorelasi analisis komparatif yaitu : empat hal; cara yang relevan, fit-cocok-valid, dapat dimodifikasi/dikendalikan sebagai kriteria pembentukan teori merujuk Glaser dan Strauss dalam The Discovery of Grounded Theory: Strategies for Qualitative Research214. Disimpulkan bahwa, fenomena keruangan di Kawasan Tugu Nasional berpotensi untuk menjawab Hipotesis Kerja yaitu hadirnya Arsitektur Panggung yang merepresentasi pen-Agung-an tanah air / ke-Indonesia-an melalui pertunjukkan benda-benda keterkenangan, atribut Proklamasi Kemerdekaan, serta nuansa kelampauan Bangsa Indonesia secara visual-auditif sebagai area representasi ke-Indonesia-an yang digelar bagai pentas panggung sekaligus merepresentasi sebagai Panggung Indonesia.
Sejumlah dokumentasi Gerbang Kala-Makara dan Kotak Kaca serta surat menyurat Arsitek Soedarsono dengan Konsultan estetik Profesor Lorenzo Ferri dari Studi dArte Internationale - Roma sebagai konsultan patung Diponegoro. Sosok Api Kemerdekaan diawali sketsa, pembuatan model, pelaksanaannya oleh Tohnichi Trading Co Ltd Jepang berdasar rancangan Arsitek Soedarsono dan konsultan seni Profesor Yoso Hazegawa dan Tartuji Itasaka dari Kanagawa College of Fine and Industrial Arts. 211 Soekarno. Pidato Presiden Soekarno Pada Pertemuan Dengan Para Peserta Sajembara Projek Tugu Nasional Di Istana Negara Djakarta Tanggal 27 Djuni 1960. 212 Widjanarko, Bambang.Sewindu Dekat Bung Karno.Jakarta: Gramedia.1988, hal.197. 213 Gambar prarencana Tugu Nasional yang disiapkan Arsitek Soedarsono dan diberi persetujuan acc.Soek oleh Soekarno Yang juga termuat dalam Salam, Solichin. Tugu Monas dan RM Soedarsono. Jakarta: Kuning Mas.1989. 214 Glaser, Barney G and Strauss, Anselm L. Ibid., hal. 237.
210

96

Bab ini akan mengungkapkan makna baru melalui hermeneutikinterpretatif merujuk Ricouer dengan menganggap Pengalaman keruangan dianggap teks yang dimiliki Sang Perancang yaitu Soekarno. Dianalisis keterhubungannya denganteks lain yang kontekstual secara historis untuk memperkaya intepretasi makna sebagai apropriasi. usai melewati distansiasi. Cara sedemikian berpeluang menjadi informasi yang berpotensi sebagai episteme pengetahuan baru. Makna baru sebagai pengetahuan berdasar metode penelitian Grounded menjadi struktur pembentuk teori, yaitu teori subtansif yang berasal dari data yang disebut minor working hypotheses atau Hipotesis Kerja215, dalam penelitian ini: Panggung Indonesia suatu modalitas atau cara mencapai tujuan, yang dapat dirunut melalui berbagai karya arsitektur Soekarno sebagai komunikasi arsitektural yang hadir bersamaan dengan peristiwa pergerakan bangsa Indonesia [maupun Dunia] di masa itu. Makna baru diungkap usai mempertautkan teks di Kawasan Tugu Nasional dengan teks lain yang bersepadan karakteristik Khora sebagaimana uraian Telaah Karya Terkait Tema Penelitian . Pertama, ia sesuatu yang abadi, tidak dapat dihancurkan, penyedia posisi yang hadir untuk being, bisa ditangkap indra, sulit dipercaya, seperti mimpi dan harus ada di suatu tempat atau ruang. Kedua, ia menggambarkan sosok unik-alien, dissymetri, triton genos.
215Glaser,

Barney G and Strauss, Anselm L. The Discovery of Grounded Theory: Strategies for Qualitative Research. Copy Right 1967. London: Adline Transaction. 2010, hal. 32-33. .

97

Ketiga. bersepadan dengan ruang dalam arti tempat, lokasi, wilayah, area yang luas/country . Keempat, ia menunjuk figures, form perwujudan wadah, wujud, representasi ibu/ metaphorical mother -perawat yang feminine.Kelima, sebagai obyek penerima isi muatan-receptacle, pembawa-tanda/jejak. Keenam, menunjuk sesuatu yang dicerap sebagai ide bentuk arsitektural yang selalu dalam proses memutu. TeksKawasan Tugu Nasional yang karakteristik khora disandingkan dengan teori gayut untuk menyingkap makna kehadiran arsitektur. Di antara teori yang tersedia, Spatial Archetype gagasan Mimi Lobell216 berpotensi menyingkap susunan perancangan sebuah peradaban termasuk karya arsitektur, melalui tiga tahap penelusuran; jejak peradaban, jejak keruangan, dan jiwa kepribadian Sang Penguasa berdasar jejak purba arketipe. Menurut Lobell, pengungkapan kembali tindakan-tindakan Sang Penguasa sering kali didorong oleh alam tidak sadar unconscious bahkan tidak jarang ditemukan berupa sejumlah gambar atau benda-benda simbolik yang disebut arketipe. Gambaran simbolik itu berupa non fisik/metafisik yang terkandung pada Kawasan Tugu Nasional selaras karakteristik Khora; sesuatu yang abadi, tidak dapat dihancurkan, penyedia posisi yang hadir untuk being, bisa ditangkap indra, sulit dipercaya, seperti mimpi dan harus ada di suatu tempat atau ruang. Hasil pandangan dari kabin pesawat udara sebagaimana diuraikan sebelumnya menggambarkan citra trapezium dengan sosok menjulang di pusatnya diikuti oleh garis menyilang imajiner yang saling berpotongan menyerupai gambar siteplan Kawasan Monas217 atau citra iconos.

216Mimi

Lobell tentang Spatial Archetype in ReVision, A Journal of Consciousness and Change, vol.6 no.2, Fall 1983 - additional material: the Network by Anders Sandberg. 217 Monas. Monumen Nasional dengan Museum Sejarah Nasionalnya.Jakarta: Kantor Pengelola Monas. 1994, hal. 12.

98

Dalam Approching Unconscious: Man and His Symbol. Arketipe menyiratkan sesuatu yang lebih jelas dan makna langsung yang mewakili konsep di luar pemahaman aspek sadar, yaitu alam bawah sadar. Terdiri dari beragam kenangan, residu emosi, serta pengalaman impersonal masa lalu. Simbol yang timbul dari bawah sadar kolektif mengandung hal yang tidak dapat dijelaskan. Pikiran impersonal tidak pernah mencapai ambang menyerupai khora. kesadaran di permukaan kesadaran, dapat disingkap

Arketipe keruangan akan digunakan sebagai cara menelusuri pikiran impersonal dari Soekarno dalam perannya sebagai Penguasa di saat Kawasan Tugu Nasional digagas sebagai form. Metode ini merupakan satu-satunya cara untuk menelusuri buah pemikiran Sang Penguasa yang telah wafat serta berjarak terhadap masa penelitian, melalui jejak purba dari karyanya. Cara ini dikatakan langka bagi penelitian arsitektural, karena lazimnya, pengungkapan pemikiran Sang Penguasa diperoleh melalui wawancara atau tulisan oleh yang bersangkutan. Namun, sebagai akibatnya, pengungkapannya sering kurang murni karena cenderung terjadi logosentris218. Penguasa ingin mengontrol apa yang ingin diucapkan, atau dituliskan bahkan membuang hal yang dirasanya tidak perlu. Cara penelusuran Lobell menjadi sebuah terobosan, karena bersandar jejak purba yang dipertautkan dengan hal metafisik219 namun seringkali terlewatkan. Enam Arketipe keruangan gagasan Lobell dan satu gagasan Sandberg berupa citra alam bawah sadar yang timbul di permukaan kesadaran manusia ketika bertindak mewujud batas ruangnya sebagai jejak purba bersepadan dengan penelusuran metafisik atau melalui cara Khora.

Logosentris sebagai kecenderungan Filsafat Barat yang mengutamakan tuturan dan mengabaikan tulisan. 219 Metafisik dimengerti sebagai sesuatu yang di luar hal fisik; hasrat, konsep, intervensi yang menyertai fisiknya.
218

99

Terdapat tujuh tipe arketipe yang dimungkinkan terjadi fusi, namun tetap dapat dikenali faktor yang dominan yaitu: Pertama, The Sensitive Chaos menggambarkan ciri peradaban manusia berburu secara berpindah nomaden di masa Palaeolithic atau era Zaman Batu sebelum manusia mengenal sistim pertanian, metalurgi, tembikar, ataupun tekstil. Egaliter dengan etos kerjasama tanpa pembagian kerja, belum mengenal bahasa tulis, kaya akan tradisi lisan dan ritual sakral seperti pada suku Aborigin di Australia, Eskimo, serta suku di hutan Amazon. Berciri jiwa kepribadian yang menyatu Roh Agung, percaya perdukunan, sihir, pemujaan roh-roh dan totem. Memahami dunia sebagai chaos ketidak beraturan peka dengan aktivitas psychoerotic seperti musik, tari, seni ritual dengan kesadaran jiwa berubah-ubah. Simbol spiral berliku sebagai awal peradaban manusia purba disebut World of the Great Spirit - dunia maha spirit. Kedua, The Great Round digambarkan simbol Bundar Raya yang memuja Ibu sebagai sumber kehidupan matrilineal. Masyarakatnya petani dengan desa dan kota sebagai unit sosial di masa Neolitik dan Zaman Perunggu awal. Berciri penemuan teknologi pertanian, tembikar, astronomi, irigasi. Membangun secara permanen, menulis dan menampilkan arsitektur lumbung dan rumah. Dicontohkan budaya Jomon di Jepang dan Cina, Lembah Indus, Mesopotamia, Mesir Awal. Ketiga, the Four Quarters, dunianya para Hero, simbolnya dunia empat persegi sebagai penggembala nomaden di masa Perunggu Awal dengan inovasi teknologi alat perang. Memiliki pola patriarki, memuliakan pahlawan hero dan kedewataan sebagaimana bangsa Arya dari India, Persia dengan mempercayai alam semesta sebagai singgasana Tuhan dengan konsep ruang dunia empat penjuru dilambangkan suci dari profan.

100

Titik pusat atau pusar dunia sebagai acuan penataan lanskap, memuliakan persimpangan jalan dan empat arah mata angin. Keempat, The Pyramid simbolnya pyramid atau octahedron. Peradabannya disebut World of the God-King sebagai dunia Dewa Raja yang mencerminkan stratifikasi sosial dan konsep kekuasaan. Lapisan teratas adalah Raja dan terbawah adalah Rakyat dengan struktur patriaki. Muncul jenis monument di ruang kota sebagai tanda peringatan. Sebagai Era Classic atau Golden Age, peradaban tinggi Mesir Kuno, Sumeria Peradaban, India di bawah Asoka dan Buddha dan dinasti Hindu, Kebudayaaan Maya di Meso Amerika, Yunani Klasik, Abad Pertengahan dan Renaisans Awal. Mempercayai inkarnasi dan axis mundi - poros bumi untuk memahami tiga alam kehidupan langit-bumi-dunia bawah. Membedakan tempat tinggal dan penguburan. Karya arsitektur merepresentasi gunung, piramida, stupa sebagai struktur penting, sebagai kuil dan makam kerajaan. Kelima, the Radiant Axes simbolnya sinar matahari sebagai simbol kejayaan Penguasa yang memancar segala arah melalui kekuatan militer. Tidak menyembah Dewa, tapi personifikasi pribadi Sang Penguasa dengan konsep gigantisme dalam ritual Negara, seni, dan arsitektur, termasuk kebun raya dan taman, istana harem. Jejak jiwa enflanted ego-ego yang dilambangkan Icarus yang terbang menuju matahari. Keruangan meniru pancaran sinar matahari dalam perencanaan kota sebagai jalan memancar dari istana. Obelisk sebagai titik fokus sistem jalan memancar. Adanya patung kolosal, mural bagi keagungan kaisar pada kerajaan Mesir Baru, Babilonia, Asiria, Persia, Alexander Agung, Romawi, Aztec dan Inca, Louis XIV dan Versailles, Spanyol, Portugis, Inggris serta dunia Islam. Keenam, The Grid arketipe dunia rasional simbolnya grid orthogonal tanpa pusat dan batas pengikat. Mengenal ekonomi produksi dan perdagangan skala internasional.

101

Terdapat di kekaisaran Romawi, China, dan Rusia, Eropa dan Amerika pada Revolusi Industri, Jepang Kontemporer. Adanya ego anonimitas tanpa tujuan, malaise dan hilangnya kontak spiritual. Keruangan grid ke segala arah serta tidak memusat. Arsitektur dan perencanaan kota mencerminkan grid pada tata jalan ortogonal, ruang bujursangkar, modular. Dicontohkan Agora, pabrik di abad 19, pusat perdangan dunia. Ketujuh, The Network gagasan Anders Sanberg, ditandai oleh jaringan komunikasi, antena dan ekonomi global dengan perkotaan sebagai pusat dengan tumbuhnya masyarakat ilmiah. Terjadi di Negara Barat akhir 1990-an hingga abad 21, dunia dalam gerak chaos, sarat informasi namun membingungkan menyerupai gerak acak Brownian dinamai World of the Infonaut. Penelusuran akan mempertautkan unsur metafisik di Kawasan Tugu Nasional dipertautkan arketipe Soekarno, Penguasa di era perancangan Tugu Nasional220. Soekarno mempercayai adanya corak kebudayaan yang dipengaruhi oleh masa transisi221 berasal dari kebudayaan periode sebelumnya, memberi indikasi corak kebudayaan sebelum kemerdekaan yang akan mempengaruhi rancangan Tugu Nasional, seperti masa Hindu, Budha, Islam bahkan di masa Kolonial itu sendiri. Basis yang digunakan sebagai pembahasan adalah teks sebelum dan sesudah Soekarno berkuasa, Pertama, berupa teks pidato, amanat, puisi, surat, memo, dan naskah sandiwara.

220Koentjoroningrat

merumuskan tujuh unsur kebudayaan universal yang diurut berdasarkan tingkat kesukaran dan pengubahannya. antara lain; sistim religi dan upacara keagamaan, sistim dan organisasi sosial kemasyarakatan, sistem pengetahuan, bahasa, kesenian, sistem mata pencaharian dan sistim teknologi dan peralatansistem kesenian terbagi menjadi; a. Seni Rupa: seni bangunan, seni patung, seni relief, seni lukis, seni rias, seni kerajinan, dan seni olah raga. 221Soekarno.Pidato PJM Presiden Sukarno Pada Upatjara Pemberian Hadiah Para Pemenang Sajembara Rentjana Tugu Nasional, Istana Negara, Djakarta, 17 November 1960.

102

Kedua, architecture as a text merujuk Eco222 yaitu memandang karya arsitektur dipersamakan teks berdasar semantiknya dengan menganalisis makna yang terkandung disetarakan sebagai kata dan kalimat.Kedua teks dipertautkan dalam memperkaya pembentukan makna baru ultimate self responsibility. Penelusuran merujuk teks hasil pengalaman inderawi saya di saat melihat Kawasan Tugu Nasional dari pandangan udara dengan mempertautkan pandangan kosmologi Jawa-Bali serta city planning Kemaharajaan Perancis.

Citra

delapan pancaran sinar

di Kawasan Tugu Nasional

mengingatkan Nawa Sanga dan Pola Perempatan Agung di Bali223 sebagai keselarasan Bhuana Agung - makro kosmos dan Bhuana Alit - mikro kosmos yang berorientasi sembilan arah mata angin. Nawa Sanga224 berupa delapan pancaran dengan satu sebagai pusatnya. Tri Hita Karana sebagai senses of place yang mengandalkan arah mata angin. Sumbu ritual Timur-Barat dinamai suryasewana berorientasi ke arah terbit dan terbenamnya matahari dan orientasi Timur dinilai lebih utama. Sumbu natural Kaja-Kelod merujuk arah gunung dan laut disebut nyegara-gunung, segara-wukir, luan-teben, sekala-niskala, suci-tidak suci. Ruang dikategorikan suci menempati bagian Kaja-Utara mengarah ke gunung: untuk pura, arah sembahyang, arah tidur. Sebaliknya profane-kurang
Eco, Umberto. Function and Sign: the Semiotics of Architecture in Neilleach (ed). Rethinking Architecture: a Reader in Cultural Theory. London: Routledge, 1997, hal. 182. 223 Depdikbud. Arsitektur Tradisional Daerah Bali. Jakarta:Dirjen Sejarah dan Nilai Tradisional.1986, hal. 11. 224Nawa Sanga dijabarkan oleh Julian Davison dalam Discover Indonesia. Balinese Architecture. Singapore : Periplus.1999, hal. 5 dan Fred B Eisman. Bali Sekala & Niskala. Essays on Religion, Ritual, and Art. Singapore: Periplus.1990, hal. 4.
222

103

sakral di Kelod-Selatan untuk posisi kandang, kuburan, pembuangan kotoran, dan sebagainya. Nawa Sanga disimbolkan padma bermahkota delapan225 disebut Kompas orang Bali. Nawa Sanga adalah pusat pancaran perpotongan sumbu KajaKelod dengan Kangin-Kauh sebagai pedoman peruntukan bangunan di Bali. Dikenal Catur Mukha atau Pola Perempatan Agung terbentuk akibat perpotongan sumbu Kaja-Kelod dan Kangin-Kauh sebagai penempatan bangunan suci di sudutnya. Pola Perempatan Agung memiliki catuspatha226 sebagai titik pertemuan pasangan dualistik surga-manusia dan kelahiran-kematian. Nawa Sanga di Kawasan Tugu Nasional menunjukkan keluasan teritori yang dipancarkan oleh titik pusatnya, yaitu lokasi Tugu Nasional yang tepat di catuspatha, berupa orientasi ke Utara arah Kelod, yaitu Laut Teluk Jakarta serta mengarah ke Kaja ke gunung Salak dan Gede Pangrango di Jawa Barat di Selatan Jakarta227. Perpanjangan pancaran itu bila ditarik ke skala Kota Jakarta menyinggung sejumlah arsitektur era Soekarno228. Di Utara lokasi Galangan Kapal di Tanjung Priok229, di Timur Laut Bandara Internasional di Kemayoran, Di Timur Tugu Pembebasan Irian Barat di Lapangan BantengDi Tenggara, Patung Dirgantara di perempatan Pancoran Jakarta. Di Selatan, Hotel Indonesia dan Patung Selamat Datang, di Barat Daya, Gelora Bung Karno di
225Davison,

Julian & Granquist, Bruce.Discover Indonesia. Balinese Architecture. Singapore:Periplus.1999, pg 5. Nawa Sanga, The Balinese compass rose (nawa-sanga) stems from four cardinal directions, their intermediaries and the centre. Each point is linked to a particular deityHindu in origin and has symbolic and ritual association, This provides a comprehensive framework for the proper orientation of building. 226 IGM Putra. Catuspatha, konsep, transformasi dan Perubahan. Jurnal Permukiman Natah.Vol 3 No.2 Agustus 2005, hal. 62 101. 227 Panorama Gunung Salak dan Gede Pangrango hanya dapat disaksikan di masa Kolonial ketika Kawasan Tugu Nasional sebagai Taman Raja atau Koningsplein di masa Hindia Belanda, merujuk catatan Clockener Brousson dalam Gedenkschriften van een oud-koloniaal Batavia Awal Abad 20 Depok: Komunitas Bambu, 2003, hal.118. 228Rangkaian kegiatan permulaan proyek menyerupai Ritual Kenegaraan. 229Soekarno.Pidato Presiden. Pemantjangan Tiang Pertama Pembuatan Galangan KapalKarya Putra di Tjilintjing, Tandjung Priok, 8 Februari 1965.

104

Jl. Senayan, di arah Barat Universitas Trisakti230 di perempatan Jl. Kyai Tapa, dan arah Barat Laut,Bandara Cengkareng231 diperbatasan Jakarta-Tangerang. Bila kedelapan garis pancaran diperpanjang menjangkau wilayah kepulauan Indonesia, menyinggung karya monumental Soekarno; arah Utara, sebuah monumen Tugu di Menumbing Bangka232, arah Timur Laut, Tugu di Bundaran Palangka Raya233, Arah Timur, Tugu Muda Jl. Simpang Lima Semarang234, Arah Tenggara, Hotel Bali Beach di Sanur Bali235, rah Selatan, Hotel Samudera Beach di Pelabuhan Ratu236. Di arah Barat Daya, Reaktor Atom di Bandung237, arah Barat Tugu Makam Pahlawan Seguntang Palembang238. Arah Barat Laut, masjid Jami di Bengkulu239. Citra Nawa Sanga di Kawasan Tugu Nasional tercipta oleh dorongan alam bawah sadar Soekarno akibat pengaruh budaya Hindu dari Sang Ibu Idayu Sarimben, Brahmana dari Bali

Kosmologi Pajupat atau Keblat Papat Kalimo Pancer yang memuliakan empat arah mata angin dan pusatnya merupakan orientasi spasial Karaton

Universitas Trisakti, sebuah institusi pendidikan tinggi swasta yang dinasionalisasi oleh Soekarno 19 Oktober tahun 1965 231Menurut Edhi Sunarso, Bandara Cengkareng merupakan gagasan Soekarno dan sudah dilakukan pembebasan lahannya. 232 Dok.Indah Widiastuti, ITB, 2001 dan National Geographic Traveler, edisi Juni, 2001. 233 Pengamatan langsung di Bundaran Besar Palangka Raya, 2001. Simak Wijanarka. Soekarno & Desain Rencana Ibu kota RI di Palangkaraya. Yogyakarta: Penerbit Ombak. 2006. 234 Pengamatan langsung di Tugu Muda Semarang, 2001, 2007, 2009. 235 Pengamatan langsung di Bali Beach Sanur, Bali 2001, 2009. 236 Pengamatan langsung di Samudera Beach, Pelabuhan Ratu Jawa Barat 2001. 237 Soekarno.Pidato PJM Presiden Sukarno Pada Perletakan Batu Pertama Untuk Reaktor Atom di Bandung Pada Tanggal 9 April 1961. 238 Dokumen Pribadi RM Soedarsono. 239 Chanafiah, M Ali. Bung Karno Dalam Pengasingan di Bengkulu. Jakarta: Aksara Press, 2003, hal. 45.
230

105

Dinasti Mataram di Surakarta dan Yogyakarta240. Karaton Surakarta mengAgung-kan gunung Lawu dan Semeru di Timur dan Barat, samudera Selatan yang dikuasai lelembut Ratu Kidul dan Hutan Prang Wedono di Utara. Meyakini Dualitas Jawa seperti siang-malam, benar-salah, pria-wanita sebagai paradoksal linier dan paradoksal hirarkis; kawula-gusti, raja-rakyat, atas-bawah. Melakukan sesembahan kepada Gusti Allah ditiap memulai hajat, memilih hari berdasar primbon serta meyakini tiga hirarkis dunia; surgawi, bumi dan dunia bawah dengan Utara-Selatan sebagai pedoman merancang. Penerapan konsep Pajupat juga ditampakkan pada bangunan Tugu Nasional berupa empat pintu utama yang mengarah Utara, ke Istana Jakarta, Stasiun Gambir di Timur, Kantor Gubernur Jakarta di Selatan, dan kawasan jalan Jendral Sudirman di Barat serta porosnya di Badan Tugu. Konsep Pajupat yang memuliakan arah Timur saat terbit matahari merupakn titik orientasi penempatan atribut kemerdekaan di Ruang Kemerdekaan241 di awali Aksara Teks Proklamasi. Sisi Utara relief Wilayah Kepulauan, sisi Barat penyimpan salinan Teks Proklamasi dan patung Garuda Pancasila di Selatan. Citra Pajupat juga terkait padma242 dan wijayakusuma yang diyakini Karaton Surakarta sebagai pusaka Raja mengilhami Soekarno yang memiliki

Buku Antar Bangsa, Karaton Surakarta.Jakarta: Yayasan Pawiyatan Kebudayaan Karaton Surakarta. 2004, hal. 102-103. 241 Salam, Solichin. Tugu Monas dan RM Soedarsono. Jakarta: Kuning Mas.1989, hal. 28. 242Berdasar dokumentasi Istana Kepresidenan RI 2011 ditemukan sejumlah foto kunjungan Presiden Soekarno mendampingi PM India meninjau candi-candi di Jawa Tengah. Simak risalah Moehkardi. Sendratari Ramayana Prambanan. Segi Seni dan Sejarahnya. Prambanan: PT Taman Wisata Candi Borobudur, Prambanan dan Ratu Boko. 1994, hal.3. Pada 25 Agustus 1961 Soekarno meresmikan Panggung Terbuka Pagelaran Ballet Ramayana: Ballet Ramajana adalah satu pertjobaan (good afford) untuk membawa seni pentas Indonesia ke taraf yang lebih tinggi Seusai restorasi pertama Candi Prambanan dilaksanakan.
240

106

kedekatan dengan keluarga Karaton Surakarta243 bahkan Soekarno244 dianggap berperan di masa peralihan kekuasaan Paku Buwana ke XI ke Paku Buwana XII. Badan Tugu Nasional yang menjulang itu menyerupai sumbu bumi disebut axis mundi atau poros penghubung tiga lapisan dunia dunia atas, dunia manusia (tengah) dan dunia bawah. Dunia atas tempat Dewa-Dewa dan arwah nenek moyang. Dunia tengah didiami manusia. Dunia bawah sebagai dunia orang mati. Dunia bahkan diyakini lahir melalui poros ini, kemudian dilambangkan pohon, gunung, tiang, tangga. Beberapa mitologi menganggapnya sebagai gerbang menuju sorga maupun ke dunia bawah. Melalui poros inilah DewaDewa turun ke bumi, sehingga manusiapun ingin agar tempat tinggalnya berada di poros ini yang diwujudkan sebagai tiang utama rumah tradisional, seperti soko guru pada rumah Joglo. Pada Tugu Nasional axis mundi menembus tiga lapisan ruang, a) Ruang Bawah Tanah, b) Ruang Tengah, serta c) Ruang puncak Tugu. Dunia bawah dipresentasi oleh Terowongan Bawah Tanah dan Museum Sejarah yang singup (bhs. Jawa), lengang tanpa bukaan menyerupai ziarah ke makam kuno. Di balik strukturnya badan tugu berperan sebagai poros lintasan elevator yang mondar-mandir menuju Pelataran Puncak atau Dunia Atas, di lokasi Lidah Api yang menyerupai kahyangan. Di ketinggian puncak itu dirasakan kebebasan, keterpukauan sekaligus ketakutan akibat jarak yang terlampau tinggi di atas 100 m terhadap ltanah. Citra surgawi dihadirkan
Melalui dokumentasi tampak Soekarno diantara putri-putri Karaton. Buku Antar Bangsa, Karaton Surakarta.Jakarta: Yayasan Pawiyatan Kebudayaan Karaton Surakarta.2004, hal. 353. 244 Setiadi, Bram dkk. Raja Di Alam Republik Keraton Kasunanan Surakarta dan Paku Buwono XII. Jakarta: PT Bina Reka Pariwara, 2001, hal.84 Soekarno dianggap berperanan di masa peralihan kekuasaan Paku Buwana ke XI ke Paku Buwana XII. Di saat melayat, Soekarno sempat meminta keluarga Karaton Kasunanan untuk mempertimbangkan suksesinya kepada KGPH Suryo Guritno, karena kecakapan yang dimilikinya.Setelah dinobatkan sebagai Paku Buwana XII, Sang Sunan sempat ditunjuknya sebagai Menteri Negara Sementara untuk memperkuat delegasi Indonesia di Konferensi Meja Bundar.
243

107

oleh Lidah Api Kemerdekaan

245

yang berkilau keemasan ke angkasa. Pola-pola

ruang yang diterapkan dalam Tugu Nasional mencitrakan konsep mandala melalui bentuk bujur sangkar empat persegi sama sisi menjadi form dengan ukuran merujuk peristiwa sakral 17 8 1945. Angka 17 sebagai ketinggian di atas permukaan tanah, angka 8 sebagai lebar bada Tugu, angka 45 sebagai ukuran lebar Cawan Tugu. Bentuk-bentuk bujur sangkar di Kawasan Tugu Nasional ini mengingatkan pada konsep mandala. Menurut Snodgrass 246, mandala merupakan diagram penempatan para Dewa dan atau fungsi-fungsi tertentu yang membentuk lingkaran. Mandala artinya lingkaran, memiliki tiga arti; 1) lingkaran, 2) Yang melahirkan para Buddha, dan 3) Yang menyatukan. Mandala dipercaya menyatukan fungsi-fungsi tertentu seperti samadi. Vajradhatu Mandala sebaga llmu pengetahuan yang pembentukannya di awali bentuk lingkaran, Garbhadhatu Mandala merupakan mandala prinsip (tubuh, batin dan ucapan) yang diawali bentuk persegi empat.Citra pajupat, mandala, axis mundi serta konsep tiga lapisan dunia pada bentuk Tugu Nasional diterapkan untuk memberi sugesti kemuliaan khas Indonesia melalui budaya Jawa Kuno untuk menimbulkan rasa kesatuan, keterharuan serta keindahan yang disebut momen estetik247.

245Sosok

Lidah Api Kemerdekaan terbentuk dari perunggu dilapisi emas murni seberat 32 kilogram.Bertepatan HUT 50 RI ditambahkan goldleaf 18 kg sehingga menjadi 50 kilogram. 246 Adrian Snodgrass. The Matrix and Diamond World Mandalas ShingonBuddhism. (New Delhi: Rakesh Goel,1988 ), hal.121. 247 Momen Estetik merujuk Edi Sedyawati: Tumbukan antara serapan panca indera, termasuk kesiapan pencerap terhadap kaidah-kaidah estetik, sehingga muncul perjumbuhan yang menimbulkan rasa ketertarikan, keterharuan, dan bersifat sebagai kelangenan. Merujuk Edhi Sunarso: Daya magnetis yang terdapat dalam karya seni yang memiliki nilai keindahan, dan berakibat ketertarikan oleh si pengamat.

108

Tugu Nasional berdiri tepat di catuspatha di pusat Pola Perempatan Agung yang terbentuk oleh perpotongan empat ruas Jalan Silang Monas. Bila lokasi bangunan suci di Bali terletak di salah satu sudutnya, maka Tugu Nasional menempati pusat persilangan ganda di titik pusat tanda (X) dan tanda (+). Tentang Jalan Silang Monas248 dan Koningsplein 1965249 merujuk Soekarno:
Karena dulu Belanda punya Koning, itu lapangan lantas dinamakan Koningsplein. Ini nama Koningsplein jang kita tjoret, kita djadikan Lapangan Merdeka, dan kita dirikan ditengahnja itu Tugu Nasional, sebagai lambang kemerdekaan!

Sekitar 1930-an, Treub250 merancang tanda silang ex. Koningsplein saat bertugas sebagai ahli botani. Keserupaan tanda silang (X) pada lokasi yang sama tidak dapat dipersandingkan karena perbedaan tujuan. Soekarno menandai ex. Koningsplein dengan tanda silang untuk mengubah makna secara signifikan, sedangkan Trueb menunjuk konsep estetik. Simbol silang tegak (+) dan silang miring (X) merupakan salib Yunani sebagai representasi pembagian dunia ke empat unsur atau poin kardinal gabungan konsep ketuhanan, garis vertikal, dunia, garis horizontal. Makna lain tanda silang (X) pada teks diartikan sesuatu yang salah, atau harus dipertimbangkan untuk dihapus. Tanda salib berdiri sendiri (X) menunjukkan suatu penolakan251. Tanda silang miring (X)
Ketika Sayembara Rancangan Tugu Nasional Kedua tahun 1960 dilaksanakan, Peserta Sayembara telah menerima gambar lokasi sebagai Term of Reference penentuan lokasi Tugu Nasional wajib ditempatkan di pusat Jalan Silang Monas. Seperti yang ditemukan pada dokumen pribadi Arsitek RM Soedarsono, dan penuturan Arsitek Noer Sajidi dan Saiful Arifin, Pemenang Ketiga Sayembara Tim Mahasiswa ITB Bandung, Maret 2011. 249 Soekarno.Amanat PJM Presiden Sukarno Kepada Panitia Keindahan Kota di Istana Negara 4 April 1965. 250 Heuken SJ, A.Medan Merdeka Jantung Ibukota RI. Jakarta: Cipta Loka Caraka. 2008. 251 Heuken SJ, A, Ibid.
248

109

oleh Derrida dinamai under erasure mengingatkan teori Ada dari Martin Heidegger sebagai penundaan sementara-epoche dalam mengungkap Ada252 atau Being.Ada disetarakan kesementaraan agar dapat dibaca kembali. Keterbacaan Ada yang disilang itu sebagai penyingkapan Ada yang otentik. Tanda silang miring (X) torehan Soekarno di atas Lapangan Merdeka yang dinamai Jalan Silang Monas mereduksi Ada atau Kehadiran sebelumnya. Pengungkapan Ada mendahului Jalan Silang membentang kemungkinan dan sejarah Ada merujuk teori Dekonstruksi Derrida253. Jejak tidak pernah benar-benar Ada atau absen, tetapi terbuka kemungkinan penyingkapan dan kebenaran Ada. Jejak purba Lapangan Merdeka bermula dari Champ de Mars sebagai ekspresi Kemaharajaan Perancis254. Menjadi Koningsplein di masa kolonial, kemudian Ikada di masa Jepang. Simbol silang ganda (X) dan (+) ditulis: Koningsplein (X) dan Ikada (+) artinya : Koningsplein dan Ikada keduanya DIHAPUSKAN. Juga diartikan: Koningsplein dan Ikada DITOLAK atau BUKAN LAGI Koningsplein dan Ikada. Makna tanda silang ganda (X) dan (+) di Kawasan Tugu Nasional sebagai tindakan unconscious Soekarno yang menunjukkan penolakan atas situs Kemaharajaan Napoleon I (1769-1821) juga ex Koningsplein sekaligus ex. Fasisme Jepang. Torehan silang ganda itu sebagai epoche Soekarno menyerupai tindakan membebaskan diri dari pengaruh kolonialisme di titik terpentin g di
Derrida, Jaqques.(transl.) Spivak, Gayatri Chakravorty. Of Grammatology by Jacques Derrida. Baltimore and London: The John Hopkins University Press. 1982, hal. xv. 253 Al-Fayyadl, Muhammad.Derrida. Yogyakarta: LKis, 2009, hal. 137. 254 Perlu diketahui bahwa Koningsplein awalnya dirancang sebagai Champ de Mars atas perintah Kaisar Napoleon melalui Herman Willem Daendelssebagai simbol Kemaharajaannya di Perancis yang wajib dipancarkan di negeri koloninya yaitu Hindia Belanda. Koningsplein merupakan kawasan terbuka yang terbesar sejak masa Hindia Belanda hingga saat ini.
252

110

Indonesia. Ketika Soekarno memancangkan setumpu raksasa Tugu Nasional di catuspatha pusat persilangan ganda (X) dan (+) Soekarno telah memberi tanda baru berupa tetenger raksasa menandai Jiwa Baru Indonesia melalui penghapusan jejak, pemurnian, pensucian kawasan dan menjadikannya Agung, karena menumpu dua kali catuspatha yaitu penorehan tanda silang miring (X) dan tegak (+).Soekarno telah men-dekonstruksi kemapanan Kemaharajaan di Champ de Mars, Koningsplein, Lapangan Ikada dan menjadikannya Lapangan Merdeka sebagai simbol baru Ke-Maha-Indonesia-an dengan tetenger Tugu Nasional di pusatnya. Penorehan tanda silang ganda di kawasan yang menyerupai Jalan Silang Monas juga ditemukan di awal berdirinya Tugu Pahlawan Sepuluh Nopember Surabaya 1951-1952255. Citra itu kini punah tertutupi oleh bangunan namun dapat disaksikan melalui dokumentasi. Jejak serupa berupa torehan silang ganda terdapat pada rancangan awal Gelora Bung Karno sebagai stadium berstandar internasional terbesar di Asia Tenggara256. Soekarno cenderung menandai lokasi bersejarah atau yang akan menyejarah dengan tanda silang (X) dengan pancangan tiang raksasa atau bangunan raksasa tepat di catuspatha ditemukan di, 1) Tugu Pahlawan Sepuluh November Surabaya 1951-1952 di pusat persilangan, 2) Tugu Muda di pusat simpang lima di Kota Semarang257 1952, 3) Tugu Alun-Alun Bunder di pusat simpang lima di Malang 1953, 4) Tugu Bundaran Besar Palangkaraya 1957258 di

Sarodja.Sekilas Pelaksanaan Pembangunan Tugu Pahlawan 10 Nopember 1945 di Surabaya. Surabaya: 1952. 256Ardhiati, Yuke. Bung Kamo Sang Arsitek.: Kajian Artistik Karya Arsitektur, Tata Ruang Kota, Interior dan Kria, Simbol, Mode Busana dan Teks Pidato 1926-1965. Jakarta: Komunitas Bambu. 2005, hal. 228. 257 Wawancara dengan Edhie Sunarso, pemenang sayembara Tugu Muda di tahun 1955 258 Tjilik Riwut. Kalimantan Membangun. Anonim, 1958.
255

111

pusat simpang lima, 5) Tugu dan Patung Dirgantara 1962259 di pusat perempatan jalan, 6) Tugu dan Patung Selamat Patung Datang di perempatan bundaran Hotel Indonesia 1962. Tindakan menorehi tanda silang pada kawasan bertumpunya tugu dan monumen menunjukkan tindakan unconsciousnya Soekarno yang meninggalkan jejak peradaban Jawa Kuno yang bermakna sakral karena kehadirannya selalu diawali oleh ritual pensucian di atas kawasan yang dirancangnya.

Tinggalan berwujud tiang pancangan, tugu lilin, paku dudur atau obelisk berukuran raksasa di catuspatha menunjukkan peng-Agung-an Soekarno terhadap sosok di pusat. Mengapa justru catuspatha di kawasan Jl. Pegangsaan Timur No.56 Jakarta sebagai situs Proklamasi Kemerdekaan Indonesia tidak dipilih menjadi lokasi Tugu Nasional, dan justru Tugu Petir yang menjadi tetenger posisi Soekarno saat membacakan naskah Proklamasi 17Agustus 1945? Pada penelusuran dokumen Silaban ditemukan gambar Monumen Proklamasi Kemerdekaan260 di ex. Jl. Pegangsaan. Meski urung dibangun, dokumen itu sebagai bukti peng-Agung-an Soekarno terhadap ex. lokasi Rumah Proklamasi. Namun ex. Jl. Pegangsaan Timur 56 tidak berpotensi sebagai Pola Perempatan Agung karena menempati kavling relatif kecil, sehingga titik sakral pembacaaan Teks Proklamasi tidak ideal sebagai catuspatha yang dapat didirikan sebuah tugu monumental, sekalipun kawasan itu telah

Wawancara dengan Edhie Sunarso Seniman pembuat Patung Selamat, Datang, Pembebasan Irian Barat dan Dirgantara, 2010.
259 260

Berdasar reproduksi Dok Pribadi Arsitek Silaban 2009.

112

mengalami perluasan261 namun terkendala oleh perlintasan jalan kereta api jurusan Cikini. Secara teknis permasalahan infrastruktur akan teratasi bila Soekarno memang menghendakinya. Menurut pandangan saya keberadaan Rumah Proklamasi262 yang bersejarah itu kurang memiliki karakteristik ruang idealistik serta memiliki ganjalan psikologi diri Soekarno263. Ganjalan itu mendorongnya memerintahkan pembongkarannya 264 bersamaan pemancangan Tugu Nasional dan Gedung Pola. Kepada Salam265 dituturkan Soekarno tentang keutamaan sebuah tempat dan bukan gedungnya, karena gedung Pegangsaan Timur hanya bertahan hingga 100 tahun. Tindakan Soekarno membongkar Rumah Proklamasi itu menjadi misteri yang mengecam Soekarno sebagai a historis sebagai inkonsistensi atas konsep Jasmerah Jangan sekali-sekali melupakan Sejarah266 yang digaungkannya. Dipilihnya ex. Lapangan Ikada atau ex. Koningsplein sebagai lokasi Tugu Nasional dan BUKAN di ex. Rumah Proklamasi merupakan tindakan unconscious Soekarno yang cenderung dilingkupi oleh sifat kemegahan. Idealnya peristiwa Proklamasi Kemerdekaan terselenggara di kawasan luas yang dilaksanakan
261

secara

megah

sehingga

sebanyak-banyaknya

masyarakat

Penuturan Arsitek Hendro Sumardjan (2009), putra Prof. Selo Sumardjan yang pernah bertetangga dengan Soekarno semasa kanak-kanaknya di ex. Jl. Pegangsaan Timur Jakarta. Menjelang 1960-an, pemukiman itu diratatanahkan tanpa penjelasan yang dapat dimengerti karena dilakukan malam hari dengan alat berat menyerupai bolduzer. 262Rumah di Jl. Pegangsaan Timur 56 Jakarta, dikenal sebagai Rumah Tinggal Soekarno sekaligus lokasi pembacaan Teks Proklamasi 1945 merupakan bangunan bergaya kolonial yang diberikan kepada Soekarno oleh Pemerintah Jepang 1943. 263Pembongkaran ex Rumah Proklamasi melahirkan berbagai spekulasi. Periksa Sudiro dan Heng Ngantung dalam Karya Jaya: 99 264 Spekulasi dibalik pembongkaran Rumah Proklamasi oleh Soekarno; a) ketidakinginan Soekarno dikultuskan melalui Rumah Proklamasi, b) lokasi peristiwa menceraikan Inggit, 1943, c) kenangan berdiam bersama Sutan Sjahir sebagai lawan politik- nya. 265 Salam, Solichin. Bung Karno Putra Fajar. Jakarta: Gunung Agung, 1981, hal.279. 266 Jasmerah Soekarno Jangan sekali-sekali melupakan Sejarah salah satu judul pidato Soekarno tahun 1920-an.

113

Indonesia menyaksikannya. Sebagai lokasi paling ideal di masa itu bahkan hingga saat ini adalah ex. Lapangan Ikada yang menyerupai peristiwa 19 September 1945267 dan BUKAN secara kecil-kecilan atau bahkan secara sembunyi-sembunyi dalam suasana penuh tekanan sebagaimana terjadi pada tanggal 17 Agustus 1945 di ex. Rumah Proklamasi268. Berdasar fakta sejarah, peristiwa Proklamasi 17 Agustus 1945 terjadi di luar idealisasi Soekarno, sekalipun persiapannya telah disusun oleh BPUPKI-Badan Pekerja Untuk Persiapan Kemerdekaan Indonesia. Peristiwa Rengadengklok yang didalangi kaum muda sehari mendahului Proklamasi269 dengan dalih pengamanan terhadap Soekarno dan Hatta, menunjuk ketiadaan kesempatan bagi Soekarno dalam mempersiapkan Proklamasi secara ideal. Pembongkaran ex.Rumah Proklamasi menunjuk sikap penolakan Soekarno atas perayaan Proklamasi yang relatif sederhana yang bertolak belakang dengan ide kemegahan, kemudian dirayakannya kembali dengan menghadirkan Tugu Nasional yang mempergelarkan kembali seluruh atribut kemerdekaan di ex. Lapangan Ikada / ex. Koningsplein itu. Soekarno telah memperluas Ruang KeIndonesia-an yang semula hanya terpancar di situs ex. Rumah Proklamasi secara lebih megah di Kawasan Tugu Nasional.

Peristiwa Ikada 19 September 1945 sebagai pertemuan besar di Lapangan Ikada yang dihadiri oleh ratusan ribu masyarakat yang menginginkan Soekarno mendeklarasikan kembali Kemerdekaan Indonesia. Karena situasi yang kurang kondusif, Soekarno hanya berpidato sekitar 15 menit, dan meminta masyarakat Indonesia untuk segera meninggalkan Lapangan Ikada. 268 Rumah Proklamasi sejatinya hanya rumah pemberian pemerintah Jepang untuk ditinggali Soekarno selepas pembuangannya dari Bengkulu sebagaimana diceriterakan dalam Rohi, Peter.Riwu Ga, 14 Tahun Mengawal Bung Karno.Kako Lami Angalai? Jakarta: PT Koran Indonesia Utama. 2004. 269 Mabes ABRI.Hari-Hari Menjelang Proklamasi Kemerdekaan 17 Agustus 1945. Jakarta: Pusjarah dan Tradisi ABRI.1988. hal. 47.
267

114

Kecermatan Soekarno menentukan kawasan Tugu Nasional tidak terlepas pengaruh city planning Hindia Belanda yang merancang Koningsplein di pusat Kota Batavia sebagai Taman Raja yaitu lapangan luas dan indah bagi Parade Militer untuk memuliakan Ratu Wihelmina di Hindia Belanda sebagai perluasan Kemaharajaan Perancis. Daendels 1808-1811 menggubah konsep Kemaharajaan Champ de Mars dan menjadi Koningsplein di masa Hindia Belanda. Lapangan terbesar itu bertahan hingga kini merujuk Heuken270. Ketika Daendels menjabat Gubernur Jenderal Hindia Belanda, digubahnya bangunan The Empire Style di lingkungan sekitar Koningsplein yang kini menjadi Istana Negara dan Merdeka sebagai tempat tinggalnya271. Usai Proklamasi Kemerdekaan dan Soekarno menjadi Presiden, peninggalan Daendels itu dijadikan Pusat Pemerintahan sekaligus tempat tinggalnya272:
Ketika memasuki Istana Merdeka gedung itu telah kosong sama sekali. Harta kekayaannya sudah diangkat habis. Dan Belanda tidak akan duduk lagi di sana. Setiap permadani, tikar sampai kepada barang yang kecil seperti keset penghapus kaki dimusnahkan. Perabot kursi meja dengan sengaja dibawa atau dirusakkan sehingga tidak dapat digunakan lagi. Lampulampu,engsel, kunci pintu diterjangkan. Kaca-kaca dihempaskan. Beranda depan sudah koyak-serkah.

Bentuk trapezium unik pada ex.Koningsplein yang terjaga hingga masa Soekarno,
270

menunjukkan

penolakan

Soekarno

terhadap

warisan

Heuken SJ, A.Medan Merdeka Jantung Ibukota RI. Jakarta: Yayasan Cipta Loka Caraka. 2008. 271 Sekretariat Negara Republik Indonesia.Sejarah Istana Presiden Republik Indonesia Jakarta. Jakarta:Sekneg RI.1996, hal.. 6. 272 Adams, Cindy.(Terj.) Bar Salim, Abdul. Bung Kamo Penyambung Lidah Rakyat Indonesia. C et 6.Jakarta: Ketut Masagung Corp, 2000, hal. 402.

115

Kemaharajaan Perancis dengan memberi tanda silang ganda dan mengubahya menjadi Lapangan Merdeka dengan Jalan Silang dan Tugu Nasional sebagai satusatunya bangunan di pusat persilangannya273. Ide City planning Kemaharajaan Perancis di Kota Paris karya Arsitek Houtman mengilhami Soekarno. Napoleon dengan membiarkan obelisk dari Luxor Mesir berdiri di pusat Kota Paris. Soekarno menggubah Tugu Nasional di ex.Koningsplein dalam Pola Perempatan Agung dan Jalan Silang Monas sebagai tindakan sakral penghapusan jejak teritori Kemaharajaan menjadi teritori ke-Maha-Indonesia-an sebagai bentuk enflanted ego Soekarno. Soekarno tidak segan-segan mengadopsi warisan Kemaharajaan dengan men-dekonstruksi atau membongkar kemapanan dari situs Kemaharajaan menjadi kawasan representative Indonesia. Disimpulkan bahwa spirit Kemaharajaan telah menjadi tindakan unconsiuss Soekarno, yang seolah menerima warisan Kemaharajaan namun segera ditorehinya dengan pancangan tugu maupun arsitektur menyerupai nugal274 berupa tiang pancangan raksasa di Tugu Nasional pada ex. Koningsplein, juga pada masjid Baiturrachim di Istana Jakarta, paviliun Bayurini di Istana Bogor, dan gedung Bentoel di Istana Cipanas. Cara menghapus territorial ex. Kemaharajaan dengan mengubahnya menjadi satu tanda kebesaran Indonesia sebagai pengakuan atas konsep city planning Kemaharajaan yang dinilai mampu menghadirkan Kemegahan universal. Di saat tiang ditancapkan catuspatha ex. Koningsplein sebagai wilayah yang dikotori kolonialisme selama ratusan tahun diberi tanda kebaruan, kemenangan, penghapusan jejak, pemurnian atau pensucian lokasi sekaligus memberi makna kehadiran Tugu Nasional sebagai bangunan suci

Soekarno.Amanat Presiden pada Panitia Keindahan Kota di Istana Negara 4 April 1965, hal. 9. Nugal menancapkan tiang kayu ke dalam tanah ketika mengawali bersawah dalam budaya Melayu.
273 274

116

atau sakral. Tindakan serupa nugal sebagai ritual kepala suku di saat menaklukkan lokasi. Setelah menancapkan tiang ke bumi, komunitasnya segera mengelilingi dengan membentuk lingkaran besar sebagai teritorinya. Ketika Soekarno memancangkan tiang di catuspatha ex.Koningsplein merefleksi peran kepala suku yang meneguhkan teritori ke-Indonesia-an. Tugu Nasional sebagai tanda perayaan superioritas Bangsa Indonesia di atas teritori ex.Kemaharajaan dan Kolonialisme sebagai wilayah sebuah Negeri. Penasbihan teritori ke-Indonesia-an berbeda dengan Napoleon saat merayakan kemenangannya atas Mesir dengan mengusung obelisk terbesar dari Luxor untuk ditanamkan di Ibukota Perancis. Obelisk Luxor yang dikenal sebagai tengaran ekspansi Perancis, mengubah yang semula berpusat di Istana Versailles yang sejatinya ex. gubug berburu di masa moyangnya. Soekarno juga menancapkan serupa obelisk di catuspatha ex. Kemaharajaan, namun bukan sebagai tindakan invasi territorial. Tugu Nasional yang dipancangkan di catuspatha ex Kemaharajaan itu menjadi pusat peradaban Indonesia yang diperankan Jakarta sebagai Ibukota Negara yang dipusatkan di titik Tugu Nasional. Citra militeristik Soekarno ditampakkan Aubade Militer menyanyikan lagu-lagu perjuangan mengiringi Upacara Kenegaraan disekeliling Tugu sesuai permintaan Soekarno untuk memperteguh enflanted ego yang terpengaruh oleh nuansa Kemaharajaan. Citra militeristik yang lekat dalam dirinya ditampakkan oleh kemajuan di bidang militer, bahkan mempengaruhi penampilan busananya Indonesia275. sebagai Panglima Tertinggi Angkatan Perang Republik

275Sejarah

Nasional Indonesia VI, 2007, hal. 226, tanggal 3 Juni 1947 Soekarno mensahkan berdiri TNI sebagai peleburan Tentara Republik Indonesia yang embrionya adalah BKR dengan barisan-barisan bersenjata lainnya. Pada 1960-an Indonesia kekuatan militer terbesar di Asia Tenggara. Berkat kedekatan Indonesia dengan Sovyet, Indonesia mendapatkan

117

Pada bulan Juli tahun 1965 Tugu Nasional telah berdiri termasuk sosok Lidah Api Kemerdekaan276 sebagai persiapan Peringatan HUT Kemerdekaan RI ke - 20 namun urung dan perayaan dipindahkan ke stadion utama Gelora Bung Karno dikarenakan meletusnya peristiwa G30S/PKI. Sejumlah ornamen yang kini terpajang di Tugu Nasional pada saat itu masih dalam proses pengerjaan di Italia dan baru terselesaikan pada masa pemerintahan Soeharto. Atribut Kemerdekaan Indonesia dapat disepadankan perannya sebagai benda regalia, lambang, simbol, atau kelengkapan Negara/ Kekaisaran yang divisualkan berupa artifak bermakna, sebagaimana gaya barock277 di masa Kemaharajaan. Atribut kemerdekaan Indonesia yang digelar di Ruang Kemerdekaan, antara lain; a) aksara Naskah Proklamasi, b) patung berlapis emas Garuda Pancasila, c) sebentang peta relief keemasan Wilayah Kepulauan, d) sepasang gerbang megah berornamen Padma- Wijayakusuma yang di dalamnya terdapat Kotak Kaca keemasan bagi Sang Saka Merah Putih. Kehadiran atribut ini menunjuk adanya spectre Soekarno, berupa peng-Agung-an warisan bersejarah di saat Proklamasi 1945. Gaya ornamennya menyerupai ornamen di Karaton
bantuan besar-besaran bagi kekuatan armada laut dan udara militer senilai US$ 2.5 milyar, yang menjadikan kekuatan militer Indonesia menjadi yang terkuat di seluruh belahan bumi selatan.Persiksa Cindy Adams, 2000, hal. 466. 276Periksa Monumen Nasional. Laporan Singkat Pekerjaan Proyek Pembangunan Tugu Nasional 1962-1963. Jakarta, Direksi Pelaksana. Cet.Kedua. 1997 dan Monumen Nasional. Team Studi Teknis Pendahuluan. Urutan Kronologis Pelaksanaan Pekerjaan Pembangunan Tugu Nasional. Jakarta: Monumen Nasional. 1982, hal. 58. 277 Barock sebagai cabang seni rupa dan arsitektur yang berkembang di Eropa sebagai ekspresi yang mengundang emosi kemegahan dengan ornamentik secara berlebih-lebihan, di Istana Versailles di Perancis, dengan gaya Rococo yang menampilkan ikon kerangkerangan.

118

Dinasti Mataram yang memperoleh pengaruh dari Belanda sebagai koloni Kemaharajaan. Perlambang sifat-sifat Raja yang dinamai Kangjeng Kyai Upacara terbuat dari emas sebagai pengiring Sultan dalam upacara kerajaan, terdiri atas; a) banyak-angsa melambangkan kejujuran dan kewaspadaan, b) dhalang-kijang melambangkan kecerdasan dan ketangkasan, c) sawung-ayam jantan lambang kejantanan dan tanggungjawab d) galing-merak melambangkan keagungan dan keindahan, e)hardawalika-naga melambangkan kekuatan, f) kutuk-kotak uang melambangkan kedermawanan, g) kacu mas-kotak tempat saputangan melambangkan kemurnian, (h) kandhil-lampu minyak melambangkan pencerahan. Tiga serangkai, i) cepuri -tempat sirih pinang, j) wadhah ses-tempat rokok, dan k) kecohan-tempat meludah melambangkan proses membuat keputusan/kebijakan kerajaan. Atribut Kemerdekaan di Tugu Nasional tampaknya berkorelasi dengan regalia Dinasti Mataram yang juga diilhami konsep Kemaharajaan. Diawali dari sisi Timur278 mengikuti pola terbit dan terbenamnya matahari, berlawanan dengan arah jarum jam: Naskah Proklamasi di Timur, sebagai kelahiran fajar, cahaya sebagai ruang bagi Aksara naskah Proklamasi yang diterakan di dinding:
PROKLAMASI KAMI BANGSA INDONESIA MENJATAKAN DENGAN INI KEMERDEKAAN INDONESIA HAL-HAL MENGENAI PEMINDAHAN KEKUASAAN DAN LAIN-LAIN AKAN DI SELENGGARAKAN DENGAN TJARA SEKSAMA DAN DALAM TEMPO SE SINGKAT-SINGKATNJA DJAKARTA, 17 AGUSTUS 1945 ATAS NAMA BANGSA INDONESIA SOEKARNO - HATTA
278

Salam, Solichin. Tugu Monas dan RM Soedarsono. Jakarta: Kuning Mas.1989, hal. 28.

119

Diterakan

berdasar

konsep

keterbacaan

agar

memperoleh

pemahaman cepat menjadi dua baris kalimat maha penting Bangsa Indonesia gubahan Soekarno-Hatta menyerupai karya sastra merujuk Zoermulder279 yang strukturnya menyerupai Gurindam Dua Belas karya Raja Ali Haji280. Substansinya terpengaruh naskah The Declaration of Independence281karya Thomas Jefferson yang dipadatkan yang memungkinkan dihafal oleh siapapun, bahkan efektifitasnya melampaui selebaran the Declaration of Independence yang 4 Juli 1776 sebagai pernyataan Kemerdekaan Amerika dari jajahan Inggris itu. Di sisi Utara dibentang peta Wilayah Kepulauan Negara Kesatuan Republik Indonesia, menunjuk territori yang melampaui wilayah awal kemerdekaan yang semula mencakup delapan Propinsi; Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, Borneo (Kalimantan), Sulawesi, Maluku, Sunda Kecil (Nusa Tenggara), Sumatra, Daerah Istimewa Yogyakarta dan Surakarta. Relief itu mencakup kepulauan dari Sabang sampai Merauke, dari ujung pulau Sumatera sampai ke Irian Barat yang secara deyure menjadi wilayah NKRI pada 17 Agustus 1950, namun defacto Irian Barat menjadi pulau terbungsu NKRI di akhir 1962. Peta ikonik kewilayahan Indonesia dilekatkan kontras dengan latarnya. Disayangkan, tidak tersedia informasi penjelas proses bersatunya pulau Irian Barat sebagai NKRI yang telah melalui diplomasi panjang yang disertai konflik Internasional. Peta itu mengingatkan teritori gagasan Edward Twitchell Hall, 1966.
279Zoermulder,P.J.Kalangwan.

Sastra Jawa Kuno Selayang Pandang.Jakarta: Penerbit Djembatan.1994, hal. 238. 280Dinding marmer di sekeliling makam penyair Raja Ali Haji di pulau penyengat ditorehkan Gurindam Dua Belas memudahkan penziarah mengetahui karya-karyanya. 281 Mabes ABRI.Hari-Hari Menjelang Proklamasi Kemerdekaan 17 Agustus 1945. Jakarta: Pusjarah dan Tradisi ABRI.1988, hal. 67.

120

Dalam The Hidden Dimension sebagai pengembangan theory of proxemics, adanya ruang pribadi-intimate space dengan gelembung ruang di sekitarnya. Peta ikonik itu merepresentasi Ruang ke-Indonesia-an sekaligus batas teritori wilayah Indonesia untuk mensugesti sebagai Bangsa yang Berdaulat.Di sisi Barat terdapat sepasang pintu gerbang megah berornamen Padma dan Wijayakusuma. Arah Barat sebagai tempat terbenamnya matahari, diartikan sebagai ruang keabadian. Ornamen stilirisasi padma yang terukir pada gerbang megah berbentuk Kala-Makara itu bersepadan dengan relief di Candi Prambanan. Terbuka serta tertutup secara otomatis setiap 60 menit. Terdiri dua lapis, dalam keadaan tertutup tampak ornamen Padma dan Wijayakusuma dan bidang statis dipenuhi ornamen keemasan dan hanya terlihat ketika lapisan pertama bergeser ke samping kiri dan kanannya. Tampak sebuah lempengan bulat keemasan berukiran padma bersamaan diperdengarkan rekaman nyanyian Padamu Negeri dan sebuah kotak kaca keemasan menyerupai etalase penyimpan salinan Teks Proklamasi. Usai nyanyian berakhir dan lempengan tak terlihat lagi, terdengar rekaman suara Soekarno membacakan Teks Proklamasi 282. Suara yang terdengar tidak menyerupai suara khas Soekarno ketika berpidato, yang bersemangat dan menggelegar. Pembacaannya dilakukan dengan kehati-hatian, menyerupai seseorang membaca puisi. Bahkan mengucapannya tidak persis naskah asli Teks Proklamasi pada cara menyebutkan tanggal, bulan, dan tahun, seharusnya dibaca hari 17 boelan 8 tahoen 05 sebagai kelaziman di masa Jepang, justru dibaca 17 Agustus 1945. Tindakan Soekarno menunjukkan penolakan atas lafal yang diberlakukan Jepang, atau penolakan terhadap Fasisme Jepang.
282Rekaman

suara Presiden Soekarno membacakan Teks Proklamasi dilaksanakan di RRI 6 tahun setelah Proklamasi 1945. Diusulkan oleh Mohammad Jusuf Ronodipuro. Diperdengarkan setiap 17 Agustus di RRI termasuk di Ruang Kemerdekaan.

121

Merupakan diskontinuitas yang menandai berakhirnya Masa Kependudukan Jepang menjadi Masa Kemerdekaan melalui Bahasa. Pengucapan yang berbeda antara tulisan dan pengucapan bersesuaian dengan differance istilah Derrida untuk menyatakan to diffrer artinya menunda dan sekaligus menyatakan berbeda. Rancangan gerbang penyimpan salinan Teks Proklamasi mengingatkan sosok Kala-Makara di gerbang candi Kalasan283 sebagai simbol Sang Waktu mitos Jawa Kuno. Kehadirannya sebagai batas perbedaan tempat-ruang-waktu-peristiwa untuk menyatakan kelampauan dan kekinian. Ketika gerbang membuka otomatis, terkuaklah salinan Teks Proklamasi serta rekaman suara Soekarno membacakannya. Menunjuk 67 tahun lampau di tempat-ruang-waktu dan peristiwa yang berlangsung di serambi depan rumah Soekarno di Jl. Pegangsaan Timur No.56 Jakarta 17 Agustus 1945 pukul 10.00 WIB. Kesenjangan waktu saat menyaksikannya di hari itu tergantikan oleh adanya rekaman suara Soekarno membacakan Teks Proklamasi. Gerbang Kala-Makara menandai peristiwa kelampauan merujuk Lynch dalam What Time Is This Place? 284: Time and Place-Timeplace is a continuum of the mind, as fundamental as the spacetime that may be the ultimate reality of the material world. Waktu dan tempat sebagai kontinum dari pikiran seperti ruang-waktu sebagai realitas dunia material. Merujuk itu, maka Teks Proklamasi yang dibacakan Soekarno di Jl. Pegangsaan Timur 56 Jakarta 17 Agustus 1945 itu telah meruang dan mewaktu ke Tugu Nasional melalui gerbang KalaMakara. Dengan kata lain, momen historis 17 Agustus 1945 bersifat beyond time and space limit.

283Sumintardja,Djauhari.Kompendium

Sejarah Arsitektur.Bandung:Yayasan Lembaga Penyelidikan Masalah Bangunan,1981 hal. 90. 284 Lynch, Kevin.What Time Is This Place? Cambridge: The MIT Press.1976, hal. 117.

122

Situasi ini menjadi abadi sepanjang kehidupan Tugu Nasional berlangsung. Keabadian inilah yang digagas Soekarno di awal Sayembara Kedua Tugu Nasional285:
Demikian pula naskah Proklamasi, kita pantjangkan dengan aksara-aksara emas jang megah diatas satu papan jang terbuat dari perunggu pula sehingga djikalau nanti pada 2960 atau pada 3960 atau pada 4960 ada orang datang di Djakarta, orang masih bisa membaca Proklamasi Kemerdekaan Indonesia itu diatas papan dari perunggu itu

Ornamen Kala-Makara, stilisasi Padma dan Wijayakusuma yang menghiasi gerbang mengingatkan nuansa kemegahan Istana Versailles yang mengimbas gaya arsitektur dan furniture nDalem Ageng Keraton Surakarta Hadiningrat melalui Gubernur Jendral Daendels atas perintah Napoleon Bonaparte286. Kemegahan Napoleon di Paris disimbolkan stilisasi kerang laut, dan Karaton Surakarta dengan tema flora bersulur. Gerbang Kala-Makara Tugu Nasional dihiasi dengan flora klasik Indonesia. Padma, sebagai idealisasi Soekarno ditemukan di gerbang Kala-Makaa, tetapi juga di Istana Kepresidenan dan Istana Pribadi Hing Puri Bima Sakti berupa lukisan, furniture, aksen dan ornamen bangunan, serta dekorasi interior 287. Sebagai ekspresi alam bawah sadar Soekarno yang lekat simbol Perkumpulan Teosofi

Soekarno, 27 Juni 1960, hal. 5. Atas perintah Napoleon Bonaparte, HW Daendels menyampaikan hadiah Orgel dan Kursi Berukir simbol Karaton Surakarta kepada Sunan Paku Buwono X sebagai penghormatan, atau sebagai legitimasi kekuasan Kekaisaran Perancis terhadap negeri jajahan Belanda, yang pada saat itu adalah adik tiri Sang Napoleon. 287 Yuke Ardhiati. Arsitektur, Tata Ruang Kota, Interior dan Kria Sumbangan Soekamo di Indonesia 1926-1965: Kajian Mentalite Arsitek Seorang Negarawan. Jakarta:Universitas Indonesia, 2004.
285 286

123

tinggalan Ayahandanya di Blitar sebagai Sanggar Loji Padma288. Keserupaan keduanya dapat ditunjukkan pada kedua gambar berikut.Relief padma289 di candi Jawa dan pura Bali dipercayai sebagai bunga pilihan Dewa sekaligus melambangkannya, dikenal penggambarannya melalui bahasa relief yang menunjuk simbol warna dan Dewa. Padma teratai merah mekar menggambarkan Brahma tampil sedang mekar menyembul air. Teratai biru yang tenggelam dalam air dinamai utpala melambangkan Wisnu. Kumuda teratai putih yang mengapung di air sebagai Civa290. Ornamen Gerbang Kala-Makara sebagai bunga mekar artinya padma melambangkan Brahma. Tindakan mewujudkan padma dalam artifak mengingatkan kultus kedewataan yang ditujukan masyarakat Bali kepada Soekarno yang menyebutnya Dewa Hujan sebagai titisan Wisnu291. Simbol keabadian mitos Wijayakusuma292 berkhasiat menghidupkan orang mati milik Sri Kresna dibuang bersamaan turun tahtanya ke Laut Selatan. Sang Kembang berubah menjadi tiga bagian, wadah, badan dan penutupnya menyerupai morfologi kerang laut. Usai dilepas menuju dasar Samudera terjadilah gara-gara yaitu ombak yang bergulung-gulung mengiringi sabda Sri Kresna dan lepasnya Sang Kembang.
288Lambang

Sanggar Theosofi yang didirikan Ayahanda Soekarno bersama kedua rekannya.Di Perpustakaan Theosofi ini, Soekarno muda menghabiskan waktunya untuk membaca biografi orang-orang Besar di dunia. 289Bernet AJ Kempers. Ancient Indonesian Art . Amsterdam : CPJ Van Der Peet. 1959. 290 Moertjipto & Bambang Prasetyo. Mengenal Candi Siwa Prambanan dari Dekat . Yogyakarta: Penerbit Kanisius. 1994, hal. 78 291 Adams, Cindy. Ibid, hal. 5. 292 Ki Mardibudhi. Sedjarah Puspa Widjajakusuma.Madiun:TB Pustaka Djawi GuruBudhi,1955 diceriterakan: Heh heh puspa Widjaja kusuma sira mugi tuwuha anen samodra, kinarja dadija pawitan ing wuri-wuri, tuwuha dadi tetelu, darapon dadya tetandaning para Nata ing Nuswa Djawi, manawa ana kang ngambil kembang ira pira antuke dadija tanda lawasing warsane anggone djumeneng nata. Artinya: Heh heh Bunga Wijayakusuma, semoga dikau tumbuh di samodera, tumbuhlah tiga diawal jadilah engkau saksi para Raja di Pulau Djawa yang berhasil mengambil bungamu dan menjadi tanda lamanya waktu mereka memegang tampuk kerajaannya.

124

Teks itu menceriterakan keikhlasan Raja nan Arif yang turun tahta dengan menyerahkan suksesi bukan kepada putera atau keturunannya, tapi kepada siapapun yang tangguh melalui rintangan maha dahsyat untuk meraih Wijayakusuma di dasar Samudera Selatan. Teks Wijayakusuma juga mengawali Dinasti Mataram yang diperoleh sebagai perkawinan sakralnya dengan Kanjeng Ratu Kidul di Parang Tritis Yogyakarta293 dan mewaris kesemua keturunannya sebagai Kekasih Abadi dan meng-Agung-kan Wijayakusuma sebagai Pusaka Raja.294 Mitos Sang Ratu juga diutarakan sejarawan Denys Lombard dan Roy E Jordaan dalamThe Mistery of Nyai Lara Kidul Goddness of the Souther n Ocean295. Sungguhpun, Soekarno menyampaikan keyakinannya atas Ratu Kidul melalui cara menyangkal mitos Ratu Kidul 296 :
Dan menurut dongeng terdjadilah demikian. Panembahan Senopati lantas mengawini Ratu Loro Kidul, Maha Putri daripada Lautan Selatan. Itu sekedar dongeng, sekedar satu mitos.Tetapi, bagi kita ini adalah satu simbolik saudara-saudara. Satu simbolik bahwa kita bangsa Indonesia tidak bisa mendjadi satu bangsa jang besar, tidak bisa mendirikan satu Negara jang besar dan kuat, djikalau kita tidak kawin pula dengan samudra, menguasai seluruh samudrea disekeliling kita ini.

Pada kenyataan beberapa tempat menunjuk peng-Agung-an Soekarno terhadap Ratu Kidul dengan meminta Basuki Abdullah melukis model Sang

293Periksa 294Pusaka

Babad Tanah Jawi yang ditranslasi Sejarawan W.L Olthof. Wijayayakusuma di-Agung-kan di Ruang Pusaka merujuk GPH Eddy Wirabumi Menantu Paku Buwana XII, 2011. 295 Lombard, Denys.Nusa Jawa: Silang Budaya. Kajian Sejarah Terpadu. Bagian III: Warisan Kerajaan-Kerajaan Konsentris Jakarta: Gramedia Pustaka Utama. 1996. hal. 66-67 dan hal. 193. 296 Soekarno.Pidato PJM Presiden Sukarno Pada Pemantjangan Tiang Pertama Pembuatan Galangan Kapal Karya Putra di Tjilintjing, Tandjung Priok, 8 Februari 1965, hal. 8.

125

Ratu serta memanjangnya di kamar 308 Samudera Beach Hotel sebagai ruang samadi, juga ruangan di Tenjoresmi serta kamar 325 dan cottage di Bali Beach. Tindakan menyangkal mitos Ratu Kidul sekaligus memuliakannya menunjukkan Dualitis Paradoksal Soekarno. Sebagai Penguasa Jawa yang secara ex.offisio mewarisi mitos hierogami-perkawinan mitisnya dengan Sang Ratu Kidul, sehingga di tiap situs Soekarno sekaligus ditengarai peng-Agung-an bagi Sang Ratu.Termasuk rancangan gerbang Kala-Makara. Idealisasi Ratu Kidul tampak melalui warna hijau yang tidak merujuk warna Karaton dan Istana manapun, karena Karaton Surakarta dominan warna biru, Puri Mangkunegaran warna pare anom297 dan Kasultanan Yogyakarta kuning gading serta Pakualaman kecoklatan sedangkan Istana Krepresidenan dan Pribadinya didominasi warna putih. Gerbang Kala-Makara di sebelah Barat diyakini sakral bagi masyarakat termasuk di lingkungan Tugu Nasional. Di antaranya sering membaui kehadirannya melalui bau harum yang tercium di tiap Kamis selepas waktu Magrib. Terlepas dari mitos itu, Padma dan Wijayakusuma yang bernama Latin nelumbium speciosum dan pisonia silvestris merupakan pasangan ornamentik yang memiliki warna alamiah merah pada Padma dan putih pada Wijayakusuma merepresentasi warna sakral nan abadi Sang Saka Merah Putih. Sehingga teks yang dipertautkan ini tampak adanya arketype mother gagasan Jung, sebagai arketipe yang memuliakan sosok Ibu, wanita, atau Ratu. Ornamen Padma dan Wijayakusuma di Tugu Nasional mengandung tiga idealisasi sekaligus; budaya Jawa Kuno, Hindu-Budha dan Kemaharajaan. Perannya sebagai point of interest

Pare anom - warna hijau muda, warna Puri Mangkunegaran. Soekarno menjadi kerabat Mangkunegara dengan Perkawinan Sukmawati Sukarnaputri dengan Sudjiwo - Sri Mangkungara XI yang melahirkan GRM Paundra Karna Sukma Putra.
297

126

pentas pertunjukan di Tugu Nasional298 yang berpuncak pada Pembacaan kembali Teks Proklamasi oleh rekaman suara Soekarno yang telah digagas sejak awal perancangan299 dan awal pembangunan fisik300 untuk mendampingi Sang Saka yang sedianya disemayamkan menyerupai mausoluem. Gerbang Kala-Makara dari material perunggu yang dilapisi bahan keemasan menunjukkan seni kria benda-benda fungsional secara artistik301 yang mencerminkan pemaduan teknologi mekanik dan sekuen artistik sebagai pengantar menuju pertunjukan puncak. Gerakan otomatis perlahan-lahan itu menyibak urutan demi urutan pertunjukan atribut Kemerdekaan. Gerakan terbuka dan tertutupnya gerbang Kala-Makara dan memperdengarkan kembali rekaman suara Soekarno membacakan Teks Proklamasi merupakan terobosan dalam karya arsitektur yang bersandar Analogi Dramaturgi yang menyerupai seni pertunjukan. Peristiwa terdengarnya rekaman suara Soekarno membacakan Teks Proklamasi di Ruang Kemerdekaan bahkan merepresentasi metafisika kehadiran Ada yang belum terpikirkan di jamannya. Melalui Tugu Nasional Soekarno telah menggubah embrio seni pertunjukan melalui perpaduan kebudayaan Jawa Kuno, Hindu-Budha, serta Kemaharajaan melalui bidang ornamen keemasan berbentuk Padma dan Wijayakusuma dengan dirinya sebagai Aktor tunggal sedang membacakan kembali Teks Proklamasi.

Lokasi pertunjukkan ke-Indonesia-an yang tidak dapat dikunjungi langsung khalayak yaitu Api Kemerdekaan. 299 Soekarno. Pidato Presiden Soekarno Pada Pertemuan Dengan Para Peserta Sajembara Projek Tugu Nasional Di Istana Negara Djakarta Tanggal 27 Djuni 1960. 300 Wawancara dengan Dr. Saleh A Djamhari, 2011. Ketika itu menjabat sebagai peneliti pengisian Diorama memperoleh informasi dari Soemardjo Sekretaris Komando Pelaksana Pembangunan Monumen Tugu Nasional, bahwa Soekarno menegaskan keinginannya untuk mengabadikan Bendera Pusaka dan mengulangi pengucapan naskah Proklamasi. 301 Yuke Ardhiati. Pengindustrian Seni Kria di Indonesia.Tesis Magister Institut Teknologi Bandung, 2001.
298

127

Sosok patung burung Garuda Pancasila terdapat di Selatan, sebagai lambang Negara yang tampil gagah dan terbesar pada masa itu dengan 17 helai bulu sayap, 8 helai bulu ekor serta 45 helai bulu leher melambangkan tahun kemerdekaan, 1945. Mengapit pita Bhinneka Tunggal Ika, artinya Berbeda - beda tetapi satu jua. Simbol Garuda Pancasila secara duamatra dirancang oleh Sultan Hamid II yang disempurnakan oleh Soekarno. Diangkat sebagai Lambang Negara terinspirasi oleh Djatayu burung pembela kebenaran dalam epos Ramayana, sebagai keturunan Garuda Sang kendaraan Dewa Wisnu. Perisai Sang Garuda diberi bahasa 2) rupa;1) Perisai dan melambangkan pertahanan putih melambangkan Bangsa Indonesia, Warna merah

Bendera Indonesia, 3) Garis hitam diagonal, artinya wilayah kedaulatan Republik Indonesia yang dilalui Khatulistiwa, 4) Lambang-lambang sebagai interpretasi Pancasila; a) Bintang, Ketuhanan Yang Maha Esa, b) Rantai, Kemanusiaan Yang adil dan Beradab, c) Pohon Beringin, Persatuan Indonesia, d) Kepala Banteng, Kerakyatan Yang Dipimpin Oleh Hikmat Kebijaksanaan Permusyawaratan Perwakilan, e) Padi dan Kapas, Keadilan Sosial Bagi Seluruh Rakyat Indonesia.Kelimanya merupakn visualisasi konsep bernegara yang didasari lima butir mutiara yang digali jiwa yang bersumbersumber pada spirit lokal khas Nusantara sebagai perekat Bangsa, sebagai Maha Karya tanpa Nama, menurut Soekarno di saat mengutarakan Pancasila302:
Aku tidak mentjipta Pantja Sila saudara-saudara, sebab sesuatu dasar Negara tjiptaan tidak akan tahan lama. Ini adalah satu adjaran jang dari mula-mulanja kupegang teguh. Djikalau engkau hendak mengadakan dasar untuk sesuatu Negara, dasar untuk sesuatu wadah djangan bikin sendiri, jangan anggit sendiri, djangan
Soekarno. Apa Sebab Negara Republik Indonesia Berdasarkan Pantja-Sila? ? Amanat Presiden Soekarno dalam Kongres Rakjat Djawa Timur 24 September 1955 di Soerabaja. Jakarta: Kementrian Penerangan RI, 1955, hal.17.
302

128

karang sendiri. Selamilah se-dalam-dalamnja lautan dari pada Sedjarah. Gali sedalam-dalamnja bumi dari pada sedjarah! Aku melihat masjarakat Indonesia, sedjarah rakjat Indonesia. Dan aku menggali lima mutiara jang terbenam didalamnja, jang tadinja lima mutiara itu tjemerlang, tetapi oleh karena pendjadjahan asing jang 350 tahun lamanja, terbenam kembali di dalam bumi bangsa Indonesia ini.

Idealisasi Soekarno tentang watak khas Bangsa Indonesia melalui butir-butir Pancasila dianggap penting untuk disertakan dalam Lambang Negara. Merupakan realitas yang melampaui regalia Dinasti Mataram yang hanya melambangkan sifat wajib Sang Raja melalui simbol sembilan ragam satwa unggas. Sekalipun Dinasti Mataram juga mengenal Hasta Brata sebagai Delapan Keutamaan laku/ watak merujuk sifat alam303 yang terkandung dalam Serat Aji Pamasa karya Rangga Warsita; 1) Watak Matahari, sebagai pemberi daya hidup Bangsanya, 2) Watak Bulan, yang menerangi kegelapan, 3)Watak Bintang, menjadi petunjuk arah bagi bangsanya, 4) Watak Angin, memberi kelapangan, 5) Watak Mendung, tindakannya harus memberi manfaat, 6) Watak Api, bertindak tegas, dan adil, 7) Watak Samudra, mempunyai pandangan yang luas. 8) Watak Bumi, memberi anugerah kepadapun yang telah berjasa. Apabila gesture Garuda Pancasila dipersandingkan ikon serupa yaitu Elang Rajawali Aquila yang dimiliki oleh Roma sebagai gubahan Julius Caesar menunjukkan perbedaan. Elang Aquila sebagai simbol legiun, tampil bagai sosok statik sedang mengepakkan sayap yang menoleh ke kanan, menunjukkan sikap burung yang sedang beristirahat. . Berlainan pula dengan sosok Elang Swastika di masa Hitler di Jerman, sosok elang yang sedang menoleh ke kiri304.
Ki Ageng Subagyo DW dalam Udhar_http://susub.blogspot.com/2009/01/ajaran-hasta-bratadalam-serat-aji.html_1Oktober 2011. 304 Pustaka yang memperlihatkan keberadaan burung Elang di lokasi strategis di Jerman: Peter Adam.Art of The Third Reich.New York: Harry N Abrams Inc.1995, hal. 27, 28, 87, 94,132, 133, 188, 210, 235, 245, 246, 249, 258, 264, 269, 274.
303

129

Juga berlainan dengan sosok kejantanan Elang Negara Amerika. Garuda Pancasila tampil bagaikan sedang terbang dengan keelokan sayapnya seraya menoleh ke kanan dengan paruhnya terbuka seolah sedang berkata-kata.Kedua kakinya mencengkeram sehelai pita berisi slogan persatuan bangsa Bhinneka Tunggal Ika. Garuda Pancasila tampil lebih hidup. Bukan saja menggambarkan keperkasaan, ketangkasan, ketangguhan satwa akan tetapi juga perannya sebagai pengikat keberagaman. Idealisasi Soekarno tentang Elang Rajawali305 telah melampaui regalia Dinasti Mataram karena hanya mempertunjukkan keutamaan sifat Sang Penguasa, sementara itu sosok Garuda berperisai Pancasila itu ditujukan sebagai sifat yang wajib dimiliki setiap insan Indonesia, termasuk Penguasanya. Kehadiran ikon Garuda Pancasila dengan gesture dinamis itu mengandung dua makna sekaligus, sebagai Lambang Negara Kesatuan Republik Indonesia, dan jiwa ideal Bangsa melalui butir-butir Pancasila. Garuda Pancasila bagai setangkup Jiwa dan Raga sosok Bangsa Indonesia yang tidak dipertunjukkan mancanegara lainnya. Lambang Garuda Pancasila, ikon wilayah kepulauan, ikon padma dan wijayakusuma menjadi karya seni logam kuningan yang terbesar di masanya sekalipun terwujud sebagai kolaborasi dengan seniman Italia, termasuk aksara Naskah Proklamasi, dan gerbang Kala Makara serta Lidah Api Kemerdekaan306.

Soekarno mendeskripsikan keinginan penyimpanan Bendera Pusaka dan Teks Proklamasi di TUgu Nasional, 27 Juni 1960. 306 Tugu Nasional.Laporan Pembanguan 1961-1978.Jakarta: Pelaksana Pembina Tugu Nasional.1997, hal. 56.
305

130

Ketika keempat sisi Ruang Kemerdekaan terlintasi, ada atribut yang tidak tampak: Sang Saka Merah Putih. Dimanakah dia? Bukankah Soekarno telah mengamanahkannya untuk ditempatkan di Tugu Nasional 307 sesuai kutipan :
Hendaknya Bendera Pusaka ini disimpan didalam Tugu Nasional. Didalam satu almari jang terbuat dari perunggu pula, dibelakang katja jang tebal sehingga tiap hari bisa dilihat oleh semua orang seperti misalnja di Moskow orang setiap hari bisa melihat djenazah dari Lenin dan Stalin, atau dikota Sofia orang bisa melihat djenazah dari Georgi Dimitrov. Buka kita harus memberhalakan Bendera Pusaka ini, tidak, tetapi pantaslah Bendera Pusaka ini kita muliakan dan kita beri tempat sedemikian rupa sehingga benar-benar menjadi satu kenangan bagi seluruh rakjat Indonesia pada tanggal 17 Agustus 1945 buat pertama kali mengibarkan bendera inilah sebagai tanda kemerdekaan.

Ketidakhadiran Sang Saka Merah Putih di Ruang Kemerdekaan dikarenakan oleh tertundanya pelaksanaan pemindahannya dari Istana Jakarta. Sedianya Pemprov DKI Jakarta melaksanakannya 20 Mei 2007308 dan urung terlaksana hingga kini. Mengapa Sang Saka baru akan dilaksanakan setelah 32 tahun Tugu Nasional dibuka untuk umum? Pertanyaan itu terjawab saat ditemukan gambar denah Ruang Kemerdekaan sebagai arsip Dinas Tata Bangunan Departemen PU, serta memoar dan foto dokumentasi pribadi Arsitek Soedarsono tentang perubahan penempatan atribut kemerdekaan.Melalui

Soekarno, 27 Juni 1960, hal. 4. sisi Utara di Ruang Kemerdekaan terdapat sebuah vitrin kaca pajang yang dipersiapkan oleh Pemprov DKI Jakarta sejak 2007 sebagai tempat Sang Saka Merah Putih. Akan tetapi karena sesuatu hal, rencana tersebut belum terlaksana hingga penelitian ini berlangsung.
307 308Pada

131

denah itu, terlihat penggantian peran bidang di sisi Barat yang sedianya bagi Sang Saka digantikan untuk salinan Teks Proklamasi309:
Isi di dalam Ruang Tenang sebagai wadah penyimpanan benda bersejarah seperti atribut-atribut yang mengawali Proklamasi Kemerdekaan Indonesia. Pada dinding Badan Tugu bersegi empat digambarkan mulai dari bagian Timur dengan artinya: maka dibuatlah satuan-satuan aksara dari bahan yang tahan berabad-abad dipasang pada dinding pertama sebelah Timur. Sembolik arah dari mana matahari mulai bersinar. Sambil duduk di amphitheater dengan hening membaca naskah Proklamasi di dinding, dibawalah kita merenung sejenak peristiwa-peristiwa penting dalam sejarah Kemerdekaan Bangsa Indonesia pada 17 Agustus1945 dengan segala pengorbanannya. Kemudian dinding sebelah Utara memperlihatkan wilayah Republik Indonesia yang diproklamasikan. Di bagian Barat dibuatlah tempat yang terhormat untuk menyimpan Bendera Pusaka Sang Merah Putih sampai akhir jaman. Di bagian Selatan dipasanglah lambang Negara Republik Indonesia dengan falsafah Pancasila dalam bentuk Garuda Bhinneka Tunggal Ika.

Di sisi Barat, terlihat rongga hampa udara yang menyatu dengan struktur Badan Tugu sebagai penyimpan Kotak Kaca yang kini mewadahi salinan Teks Proklamasi. Mengapa demikian? Merujuk memoir Bambang Widjanarko310, menjelang 17 Agustus 1967 dirinya didatangi Kolonel Tjokropranolo asisten senior Presiden Soeharto, memintanya membujuk Soekarno agar menyerahkan Bendera Pusaka untuk Pengibaran Bendera Pusaka 17 Agustus 1967. Bambang311 berhasil membujuk Soekarno dengan menghadirkan Panglima ABRI untuk mendampinginya menuju Jakarta.
309Pengutaraan

Arsitek Soedarsono dalam Salam, Solichin. Tugu Nasional dan Soedarsono.Jakarta: Kuningmas.1989, hal. 28. 310 Widjanarko, Bambang.Sewindu Dekat Bung Karno.Jakarta: PT Gramedia.1988, hal. 197. 311 Ibid., hal. 198.

132

Seraya mengutarakan rencana pembangunan Kota Jakarta, Soekarno mengarahkan ke Tugu Nasional dan menunjuk suatu bilik : Disinilah Bendera Pusaka aku simpan. Terimalah dan kibarkanlah pada tangga l 17 Agustus nanti. Ternyata Sang Saka hanya sekali dikibarkan di masa Soeharto yaitu 17 Agustus 1967312, digantikan duplikatnya dari sutera alam Indonesia 313. Dalam Bapakku, Kawanku, Guruku314 menangkap romantisme Soekarno terhadap Sang Saka::
Ketika Bapak hendak membuka kotak bendera, suasana kurasakan menjadi hening sekali dan wajah Bapak tampak berubah kemerah-merahan menahan emosi dengan mata yang berkaca-kaca. Mula-mula kain kuning penutup kotak yang diangkat, dan diletakkannya di samping kotak; dari ujung korsi panjang akupun menggeser dudukku mendekati Bapak karena ingin melihat bendera pusaka Republik Indonesia dari dekat sebelum ia mengangkasa pada tanggal 17 Agustus. Sambil mengucapkan Bismillahirrachmanir rachim,..Bapak kemudian memasukkan anak kunci ke dalam lubangnya dan membukanya. Ketika kotak sudah dibuka terlihatlah sebuah bendera merah putih yang sudah tua terlipat rapih di dalam kotak dengan warna yang sudah luntur. ..

Diceriterakan pula oleh Guntur tentang cara Soekarno menyimpan Sang Saka:
Bendera pusaka sejak zaman Yogya selalu disimpan oleh Bapak di dalam sebuah kotak kayu berukiran dengan ukuran kurang lebih 30 x 40 cm; dan diletakkan di lemari pakaiannya bagian sebelah kiri di sudut paling atas atau kadang-kadang juga diletakkan di dalam lemari benda-benda pusaka hadiah-hadiah dari pelbagai kalangan yang terletak di sebelah kanan tempat tidur Bapak, bila kita menghadap ke tempat tidur itu. Di atasnya ditutupi dengan kain kuning emas warna kepresidenan.

Intisari edisi Agustus 1988 Suka Duka Mempersiapkan Duplikat Bendera Pusaka . Kompas. Sang Saka Pusaka Tak Dikibarkan tanggal 12 Agustus 1968. 314 Soekarno, Guntur. Bapakku, Kawanku, Guruku314 .Jakarta:PT Dela Rohita, 1977, hal. 106.
312 313

133

Pengutaraan Guntur tentang cara Soekarno memuliakan Sang Saka menunjukkan kecintaan dan penghormatan kepada Sang Saka menyerupai cara-cara memperlakukan azimat. Terlebih di saat Soekarno diperintahkan untuk segera meninggalkan Istana Bogor sebelum 16 Agustus 1967. Tidak tercatat benda-benda berharga yang menyertainya, kecuali Sang Saka yang digulung di dalam kertas koran. Merujuk Maulwi Saelan315 dalam Dari Revolusi 45 sampai Kudeta 66. Kesaksian Wakil Komandan Tjakrabirawa :
Bung Karno meninggalkan Istana sebelum 16 Agustus 1967, keluar hanya dengan memakai celana piyama warna krem dan kaos oblong cap cabe. Baju pijamanya disampirkan di pundak, memakai sandal cap Bata yang sudah using, Tangan kanannya memegang kertas Koran yang digulung agak besar, isinya Bendera Pusaka Sang Saka Merah Putih.

Peng-Agung-an Soekarno kepada Sang Saka tidaklah keliru. Di saat dirinya tidak lagi menjadi Penguasa, Sang Saka sebagai aura kepemimpinanya dan menjadikannya sebagai Pusaka yang dikultuskan. Peng-Agung-an dan pengkultusan Sang Saka juga ditunjukkan pada peristiwa Agresi Militer 1948 ketika dirinya harus meninggalkan Yogyakarta menuju pembuangan Bangka. Kepada Moetahar316 Soekarno memerintah pengamanan Sang Saka :
Mutahar terdiam. Ia memejamkan matanya dan berdoa. Di sekeliling kami bom berjatuhan. Tentara Belanda terus mengalir melalui setiap jalanan kota. Tanggung-jawabnya sungguh berat. Akhirnya ia memecahkan kesulitan ini dengan mencabut benang jahitan yang memisahkan kedua belahan dari bendera itu. Bagian yang putih disembunyikan di dalam bajunya. Bagian yang merah di dalam tas pakaian.
315Saelan,

Maulwi. Dari Revolusi 45 sampai Kudeta 66. Kesaksian Wakil Komandan Tjakrabirawa. Jakarta: Yayasan Haki Bangsa. 2001, hal. 239. 316 Adams, Cindy. Ibid., hal. 389.

134

Ketiadaan Sang Saka di Tugu Nasional yang digantikan Teks Proklamasi menjadi sebanyak tiga tempat; a) Di sisi Timur, tulisan Teks Proklamasi, b) Di sisi Barat, salinan Teks Proklamasi dan rekaman suara Soekarno membacakan Teks Proklamasi dianggap berlebih-lebihan karena ketiganya merupakan teks setema. Tampak bagaikan peng -Abadi-an diri terhadap pemilik nama Soekarno-Hatta. Sang Saka yang telah melekat sebagai aura kekuasaan Soekarno ingin dimuliakannya di Tu gu Nasional. Penguasa berikutnya, Soeharto besar kemungkinan berkeberatan bila kultus Sang Saka yang melekat pada Soekarno dipertunjukkan pada khalayak karena akan mengkhawatirkan eksistensinya. Sehingga pemindahan Sang Saka di Tugu Nasional ditangguhkan sebagai upaya meniadakan Suryo Kembar atau Dualisme Kepemimpinan dalam Negara. Urungnya pemindahan Sang Saka menunjukkan ketidaktaatan Soeharto terhadap gagasan awal Soekarno. Situasi itu justru memperkokoh ruang keterkenangan khalayak terhadap Soekarno . Tindakan itu, justru memperkuat adanya spectre Soekarno sebagai metafisik kehadiran. Ketiadaan Sang Saka di Ruang Kemerdekaan, dan penggantian nyanyian pengiringnya Indonesia Raya317 dengan lagu Padamu Negeri menjadikan Tugu Nasional kurang ideal. A palagi ketidakhadiran Bendera dalam suatu Negara yang secara filosofis merepresentasi lambang kedaulatan Negara. Situasi ini, merupkan sebuah pengingkaran terhadap rancangan awal Tugu Nasional sebagai penyimpanan Sang Saka. Keusangan Sang Saka bukanlah argumentasi, bahkan keusangan itu justru menggugah romantisme karena kandungan peristiwa penting yang menyertainya.
317

Periksa. Urutan Kronologis Pelaksanaan Pekerjaan Proyek Pembangunan Tugu Nasional oleh Team Studi Teknis Pendahuluan Proyek Pemugaran Monumen Nasional 1982, hal. 32 Lagu yang disuarakan di Ruang Kemerdekaan adalah Indonesia Raya.

135

Namun, bilamana kelak Sang Saka benar-benar disemayamkan di Tugu Nasional terlebih dahulu harus dilalui sebuah kajian serius untuk menengarai keasliannya, yaitu dengan mencermati jejak akibat peristiwa Yogyakarta 1948 di saat penyelamatan Sang Saka oleh Moetahar , ketika diperintahkan oleh Soekarno. Moetahar telah memisahkan dan menyatukan kembali kedua helai Sang Saka demi keamanan kedaulatan Negara318. Jejak yang berupa sobekan sebesar 12 x 42 centimeter pada ujung putih, dan 15 x 47 centimeter pada ujung merah, serta luka akibat lipatan dan warna memudar di sekitarnya. Romantisme penyelamatan Sang Saka oleh Moetahar sempat menjadi tayangan video dokumenter yang mengharukan yang tampil sebagai tema social marketing PT. Bank Mandiri menjelang 17 Agustus 2011. Mengapa Sang Saka penting untuk dihadirkan di Tugu Nasional? Karena sejatinya Tugu Nasional dan Sang Saka merupakan kesatuan Raga dan Jiwa Negara Republik Indonesia.

Selain kesesuaian pancaran imajiner di Kawasan Tugu Nasional dengan Nawa Sanga tergambarkan pada Rencana Induk Kota Jakarta 1965 1985319. Sebuah lingkaran imajiner konsentris radius 15 kilometer dari Tugu Nasional, berperan sebagai pusat pengembangan kota sejak dikukuhkan sebagai Ibukota Negara sejak 22 Juni 1964. Peran Soekarno dalam Jakarta City Planning terjadi sejak 1957 ketika Rencana Kota Jakarta masih berupa Out Line Plan. Teks Rencana Induk Kota Jakarta 1965-1985 dengan karakter Density Ring sebagai pola kawasan memiliki keunggulan serta kelemahan.
Adams, Cindy. Ibid., hal. 389. Rachman, Erlita (ed). Jakarta 50 Tahun Kemerdekaan Dalam Pengembangan Dan Penataan Kota. Jakarta: Dinas Tata Kota Pemda DKI Jakarta, 1995.
318 319

136

Keunggulan terletak pada terwujudnya peradaban yang memusat, memberikan tempat penting pada Apa di pusat. Dimuliakan melalui jarak sebagai pengantar skala untuk menampilkannya sebagai pusat orientasi. Kelemahannya pada ketidakseimbangan kepadatan bangunan akibat jarak yang tidak sama antar ring terhadap titik sentralnya, yaitu jarak R1, R2, R3 dan seterusnya yang hanya mempertimbangkan idealistik namun mengabaikan efisiensi. Density Rings ditujukan mengeskspresikan aspek kemegahan dan sentralistik Penguasa selaras sikap politik sentralistik Soekarno. Penasbihan Kota Jakarta sebagai Ibukota Negara dan Pusat Pemerintahan menjadi bukti sikap tersebut320 menunjuk peran Tugu Nasional sebagai representasi karakteristi Khora refeleksi ibu-perawat yang feminine sebagai metaphoric mother. Sejak Proklamasi 1945, Indonesia belum memiliki Ibukota Negara secara definitif. Terpicu oleh desakan para Duta Besar Negara lain yang menginginkan lokasi berdirinya Gedung Kedutaan Besar sebagai perwakilannya di Indonesia, Soekarno kemudian menjajaki berbagai usulan kota sebagai Ibukota Negara. Antara lain; Kota Malang, lokasi di dekat Danau Toba, Palangka Raya, Magelang, Bandung dan Bogor321 kemudian Jakarta diputuskan sebagai Ibukota Negara karena dinilai oleh Soekarno memiliki keutamaan peran sebagai tempat penting dalam sejarah perjuangan Indonesia. Berbagai peristiwa bersejarah berlangsung di Jakarta, sejak Kebangkitan Nasional, Budi Utomo pada 1908, Sumpah Pemuda 1928, serta Proklamasi Kemerdekaan Indonesia 1945.
320Proses

penentuan Ibukota sangat panjang yang berujung pada 22 Juni 1964 pada Hari Ulang Tahun Jakarta ke-435. 321Simak Pidato PJM Presiden Sukarno Pada Peringatan UlangTahun ke-435 Kota Djakarta di gedung Olahraga, Djakarta, Pada Tanggal 22 Djuni 1962.

137

Penentuan Jakarta sebagai Ibukota bukan alasan historis semata, tetapi dikarenakan jejak keruangan tinggalan Kemaharajaan yang pantas sebagai perayaaan terhapusnya kolonialisme oleh Soekarno, meski terjadi beberapa kali pemindahan Ibukota sekitar 1945-1950 dari Jakarta ke Yogyakarta, Bukittinggi sebelum dipindahkan lagi ke Jakarta. Kota Palangkaraya dijajaki sebagai Ibukota Negara sempat ditengarai pemancangan tiang di tengah Pahandut 1957. Pada masa Soeharto-pun wacana pemindahan Ibukota ke Jonggol terjadi. Isu pemindahan Ibukota merupakan kelaziman sejak Dinasti Mataram, masa Kolonial, dan di alam Republik. Penyebab wacana pemindahan Ibukota Negara ke luar wilayah Jakarta dipicu oleh beberapa faktor; 1) Kota Jakarta yang rawan banjir, 2) Kota Jakarta sesak kemacetan jalan, 3) Arus urbanisasi, 4) Kota Jakarta mengalami inefisiensi akibat pemusatan pusat pemerintahan dan bisnis. Andai saja pola density ring ditaati dengan membebaskan radius 15 kilometer dari Tugu Nasional, inefisiensi dimungkinkan akan tertanggulangi. Wacana sejumlah alternatif Ibukota Negara, tampaknya tidak mampu mengalahkan eksistensi Kota Jakarta. Dikarenakan kompleksitas kesejarahan yang terkandung di dalamnya, sekaligus infrastruktur yang telah dimilikinya menjadikan Jakarta yang tidak mampu diungguli oleh Kota manapun di Indonesia. Ke-Agung-an Jakarta sebagai Ibukota Negara hanya akan terjadi melalui cara merevitalisasi Jejak Peradabannya dengan kesungguhan dan kearifan melampaui apa yang telah dilakukan Soekarno. Keperpihakan Soekarno terhadap Kota Jakarta sebagai Ibukota Negara menunjukkan sifat Khora yang bersepadan sebagai ruang dalam arti tempat, lokasi, wilayah, area yang luas/country.

138

Rancangan Tugu Nasional melewati proses kreatif setelah Soekaro melakukan perjalanan keliling mancanegara. Menyaksikan piramid di Mesir, obelisk di Washington DC, patung Liberty di Amerika, Menara Eifel di Paris, Lomonosov di Moskow, Patung Yesus Kristus di Rio de Jainero. Perjalanan Soekarno ke beberapa kota mancanegara telah memperkaya khasanah Soekarno dalam menggagas ide form monumen yang skala gigantis. Bahkan penentuan ketinggian Tugu Nasional-pun didahului dengan memastikan terlebih dahulu ketinggian Patung Liberty di Amerika Serikat322 yang ditujukan agar sosok Tugu Nasional dapat disaksikan dalam jarak 20-30 kilometer jauhnya323, sehingga membutuhkan keleluasaan bagi jarak pandang ideal terhadap Tugu Nasional agar menjadi karya yang ter: tertinggi dan terbesar sebagai ekspresi hasrat kesetaraan internasional. Di saat perancangan Tugu Nasional berlangsung, di Rusia sedang marak oleh gaya seni advand-garde sebagai karya seniman kiri - left artists yang menentang totalitarianism. Merujuk Igor Golomstock dalam Totalitarian Art324 sebagai gaya seni yang mengabdi ideologi Sang Penguasa, dan berperan sebagai alat perjuangan di masa Socialist Realism325 yang dirintis Joseph Stalin. Doktrin bernegara sekaligus pengatur laku berkesenian itu diunduh dari Theory of Reflection Marxist .
Dokumen Surat Kawat dari Kedutaan Besar Amerika kepada Soekarno yang menyebutkan ketinggian patung Liberty. 323 Soekarno.Pidato PJM Presiden Sukarno Pada Peringatan UlangTahun ke-435 Kota Djakarta di gedung Olahraga, Djakarta, Pada Tanggal 22 Djuni 1962. 324Golomstock, Igor.Totalitarian Art . In the Soviet Union, the Third Reich, Fascist Italy, and The Peoples Republic of China. London: Collins Harvill, 1990, page xiii. Simak juga Benjamin, Andrew. Art, Mimesis and The Advant-Garde: Aspect of a philosophy of difference. London and New York: Routledge. 1991. 325Socialist Realism berkembang sebagai basis ideologi komunisme yang mengangkat utopia Marxist. Berkembang pesat terutama di Rusia. Periksa A World of Prettiness. Socialst Realism
322

139

Hanya ada penilaian sastra dan gaya seni yang disebut seni indah (beautiful) dan seni buruk (ugly)326. Menurut aliran Sosialisme-Realis, keindahan tidak hanya dalam ukuran, dalam kehidupan dan keragaman, tetapi juga pada kesatuannya. Setiap pikiran kreatif memancarkan ronanya dan penciptaan memiliki suara sendiri, Tanah Air (Soviet) akan berdiri sebagai musik yang terkatakan indah, semua suara berbaur bersama secara harmonis, disertai gerakan invisiable tidak satu barispun dan tidak satu warnapun akan mengusik mata. Hal itu terjadi adanya desain tunggal yang indah yang membimbing insan Soviet dalam merancang. Jejak gaya seni Sosialisme-Realis tampak mengilhami Soekarno berkat kedekatannya dengan Perdana Menteri Nikita Khrushchev dan Wakilnya Anastas Mikoyan Penguasa Soviet masa itu. Sejumlah kunjungan ke Moskow Soekarno327 memberi kesempatan kepada Soekarno menikmati secara langsung karya seni lukis dan seni patung di Museum Seni Lukis Tretyakovskaya, Museum L' Hermitage, pagelaran Sirkus dan Ballet dan Mausoleum Lenin dan Stalin, serta stadion Pachtakor dan Stadion Central Lenin atau Luzhniki yang berkapasitas 78.360 kursi yang menyerupai rancangan Stadion Gelora Bung Karno tahun 1958. Pemerintah Rusia menghadiahkan Soekarno lukisan karya pelukis Rusia Makowski Upacara Perkawinan Rusia dan Pesta Dewa Anggur keduanya dipajang di Istana Bogor. Gaya patung realis Pekerja dan Wanita Kolkhoz tampak mengilhami Soekarno saat menyiapkan patung Selamat Datang. Sepasang patung karya Vera Mukina328 memiliki kesamaan gesture dengan patung Selamat Datang karya Edhi Sunarso.
and Its Aesthetics Catagories dalam Thomas Lahusen and Evgeny Dobrenko (ed). Socialist Realism Without Shores. London: Duke University Press.1997, hal. 51. 326 Ibid., hal. 70. 327Buku laporan Kunjungan Presiden Republik Indonesia Soekarno ke Sowjet Uni.Moskow : Penerbit Seni Lukis Negeri. 1956. 328 Patung ini sempat dipajang di International Exposition di Paris 1937.

140

Keduanya tampil sebagai sepasang generasi muda. Patung Pekerja dan Wanita Kolkhoz tampil mengangkat tangan memegang alat palu dan arit, sedangkan patung Selamat Datang sedang mengangkat setangkai bunga. Patung di Moskow menggunakan titanium dengan sosok idealistik Yunani. Karya Edhi Sunarso dari logam perunggu dengan sosok gaya dan wajah ndeso wajah tipikal khas desa justru mewakili ke-Indonesia-an. Kebaruan teknologi logam serta besarnya dimensi patung yang diminta Soekarno sempat menciutkan hati Edhi Sunarso, tapi Soekarno telah melapangkan jalan baginya mengawali peradaban baru seni patung realis berbahan logam dengan skala gigantis. Setelah patung Selamat Datang, seniman Edhi Sunarso menggubah Patung Pembebasan Irian Barat329 dan Patung Dirgantara.Pengaruh Sosialisme Realis di Soviet berupa pengabadian Sang Pemimpin melalui Mauseleum - arsitektur makam tampak mengilhami Soekarno sebagai cara-cara dalam mengabadikan artifak Sang Saka Merah Putih330 di Tugu Nasional. Bahkan hingga saat penelitian ini usai belum terlaksana. Jejak gaya seni di Tugu Nasional lainnya berupa seni lukis gaya mooi indie - Hindia Elok sebagai latar panorama diorama di Museum Sejarah Nasional. Diorama merupakan kemajuan di bidang seni rupa tri-dimensional sebagai kolaborasi seniman dan sejarawan. Karya seni kria, berupa seni ukir seni ukir di atas kayu serta di atas logam perunggu di Tugu Nasional menunjukkan keberagaman gaya seni sebagai idealisasi keelokan karya khas Indonesia, yang juga merambah sebagai ornamen Hotel Indonesia Group: Hotel Indonesia, Samudera Beach, Ambarukmo di Yogyakarta dan Bali Beach di Bali. Satu ciri Sosialisme Realis ditujukan pengkultusan Sang Penguasa.
Soekarno.Pidato PJM Presiden Sukarno Pada Peresmian Monument Irian Barat di Lapangan Banteng, Djakarta, 18 Agustus 1963. 330 Soekarno, 27 Djuni, 1960, hal. 4.
329

141

Karya serupa itu disaksikan melalui empat buah relief batu andesit karya Harijadi Sumodidjojo: 1) Pesta Pura di Bali di dinding Hotel Indonesia seluas 68 meter persegi, dengan tulisan: Dipersembahkan kepada PJM Presiden Indonesia/Pemimpin Besar Revolusi Dr. Ir. Soekarno dan seluruh bangsa Indonesia jang tertjinta331 .2) Ombak Sepanjang Pantai di Hotel Samudera Beach332 3) Untung Rugi di Lereng Merapi di Hotel Ambarukmo Palace Yogyakarta333 dengan tulisan: Dipersembahkan Kepada Bung Karno Seniman Adiluhung jang Menjediakan Lapangan Luas Lebar bagi Seniman Pedjoang untuk Mentjurahkan Bhaktinya. 4) Indonesia yang Akan Datang di Hotel Bali Beach334 melukiskan Soekarno di pusat relief sepanjang + 30 meter. Relief modern diawali tahun 1957 sebagai relief beton di Bandara Kemayoran oleh tiga seniman; 1) Manusia di Indonesia oleh S Sudjojono, 2) Flora dan Fauna Indonesia oleh Harijadi, 3) Legenda Sangkuriang oleh Surono335 dan sejumlah karya seni Realisme Sosialis di Hotel Indonesia-Kempinski ; 1) Patung perunggu Dewi Sri karya Trubus, 2) Lukisan semi-relief warna Wanita-wanita Indonesia Terbang ke Angkasa karya Surono 2) Lukisan realis Satwa Indonesia karya Lee Man Fong, 3) Lukisan mozaik Penari Tradisional Indonesia karya G Dharta 4) Relief kayu bertema persawahan di Ball Room Hotel Indonesia.Keberagaman gaya seni kria untuk mempercantik bangunan menyerupai Taman Sari bersesuaian ideologi politik Soekarno yang sedang mengalami ketegangan akibat beragaman ideologi yang ingin dipadukan; Nasakom-Nasionalisne-Agama-Komunis sedang digencarkannya.
Pengamatan langsung di Hotel Indonesia-Kempinski Jakarta, 2010. Pengamatan langsung di Hotel Samudera Beach di Pelabuhan Ratu, 2001. 333 Pengamatan langsung di Hotel Ambarukmo Palacedi Yogyakarta, 2010. 334 Pengamatan langsung di Hotel Bali Beach, 2009. 335 Dok.Pribadi Santu Wirono Harijadi, Jakarta 2004. Simak Harijadi & Mural Batavia dalam Tempo 10 April 2011 hal. 61-66.
331 332

142

Tindakan Soekarno menyerupai eklektisme336 dalam pandangan postmodernism yang memadukan ragam seni kria tradisi ke dalam Arsitektur Modern. Kreativitas Soekarno dalam mengapresiasi Arsitektur Modern yang sejatinya mengabaikan ornamen, justru dirayakan oleh Soekarno dengan keragaman seni kria tradisi itu menjadi berkah manakala setiap karya seni yang tergubah telah menyejarah, dan menjadi masterpiece karena setiap karya adalah satu-satunya yang diperuntukkan bagi Penguasa. Keberanian Soekarno menampilkan seni kria bersanding dengan Arsitektur Modern, bukan inkonsintesi terhadap mashab, justru sebagai tindakan meneguhkan lokalitas keIndonesia-an yang belum terpikirkan masa itu. Termasuk gagasan IPTEK yang bersandar rasionalitas dan riset yang direprsentasi oleh Reaktor Nuklir337, Herbarium338, Planetarium339, Pabrik Listrik Tenaga Uap340 serta pendirian Kampus-Kampus. Soekarno menyadari situasi yang kurang kondusif disaat mengawali kemajuan IPTEK. Soekarno menghapus nuansa tradisi yang membelenggu masyarakat Indonesia341:
Djanganlah lagi mengadakan kontes-kontes perkutut, adu suara perkutut; sebab akibat mental kepada kita djahat sekali. Bahwa rakjat berdjiwa perkutut-isme. Ja dengan rasa ajem meteti burung perkutut sambil minum kata orang Jogja- teh nasgitel, ja panas ja legi, ja kentel, Djiwa jang demikian
Gaya eklektisme dikenal sebagai pencampuran beberapa unsur gaya yang menonjol pada berbagai aliran. 337 Soekarno.Pidato pada Perletakan Batu Pertama Untuk Reaktor Atom di Bandung Pada Tanggal 9 April 1961. 338Soekarno.Pidato Presiden. Pada Pemantjangan Tiang Pertama Gedung Herbarium di Bogor, pada Tanggal 19 Agustus 1963. 339 Soekarno. Amanat pada Pemantjangan Tiang Pertama Gedung Planetarium di Tjikini, Djakarta 9 September 1964. 340 Soekarno. Amanat Presiden. Pemancangan Tiang Pertama Pabrik Listrik Tenaga Uap di Tandjung Priuk, Djakarta, 23 Agustus 1965 341 Soekarno.Pidato Presiden. Perletakan Batu Pertama Untuk Reaktor Atom di Bandung Pada Tanggal 9 April 1961.
336

143

itu tidak baik bagi bangsa Indonesia jang sekarang ini sedang revolusi. Apalagi revolusi Pantjamuka jang dahsjat dan hebat ini Sehingga sebenarnja tempat ini berisikan satu paradox; pernah dipakai untuk penjabungan burung perkutut, tetapi sekarang djuga menjadi satu tempat Indonesia terbang ke muka; di dalam atomic age

Planetarium342 didirikan guna menghilangkan ketahyulan yang masih menyelimuti bangsa melalui edukasi ilmu pengetahuan tentang angkasa. Senarai itu bangunan ibadah mengiringi berdirinya Tugu Nasional, Masjid Baiturrachim343 sebagai penanda suatu jaman yang berbasis kerohanian. Peresmian mesdjid Baiturrachim ini pada hakekatnja suatu permulaan daripada satu djaman, djaman jang baru. Masjid Istiqlal merupakan karya Arsitek Kristiani yang taat Federick Silaban setelah memenangkan:344
Dulu-dulunya adalah sebuah masjid. VOC menghancurkan masjid itu untuk didirikan sebuah benteng. Itu sebabnya di mukanya didirikan sebuah Katedral. Nah, bekas benteng VOC itu kini saya gempur untuk saya dirikan Masjid Istiqlal. Asal masjid kembali ke masjid. Paling besar, paling megah, paling kampiun di seluruh Asia Tenggara!.

Tindakan Soekarno itu menunjukkan proses memutu kehadiran arsitektur yang semula Ada menjadi Tiada ataupun sebaliknya, menyerupai dekonstruksi dalam arsitektur. Selain masjid, dibangun gereja di Jl. Melawai yang dipercayakan kepada Bambang Wijanarko345. Soekarno itu menunjukkan harmoni lintas

Soekarno. Amanat. Presiden. Pemantjangan Tiang Pertama Gedung Planetarium di Tjikini, Djakarta 9 September 1964. 343 Soekarno.Amanat Presiden. Upatjara Pembukaan Mesjid Baiturrachim Halaman Istana Merdeka Djakarta, 3 September 1960. 344 Berdasar dialog Soekarno dengan Menteri Agama Syaifudin Zuhri dalam Surat Kabar Merdeka 19 April 1979. 345 Widjanarko, Bambang. Sewindu Dekat Bung Karno.Jakarta: Penerbit Gramedia.1988, h. 53.
342

144

religi, termasuk melestarikan perkumpulan kebatinan yang inti ajarannya samadi dan tafakur dan bukan klenik346 merefleksi Dualitis Jawa. Simbol rays pada psike Soekarno ditandai oleh daya pesona bagi kehadiran sejumlah wanita dalam kehidupan Soekarno yang mendorong terciptanya karya arsitektur347. Sedikitnya sembilan orang isteri Soekarno yang tidak satupun dari etnis sejenis348. Rancangan karya yang hadir akibat pancaran pesona ini antara lain bagi rumah di Jl. Sriwijaya 26 Jakarta349 bagi Fatmawati, sebuah paviliun Bayurini di lingkungan Istana Bogor bagi Hartini sebelum memiliki rumah Srihana-Srihani di Jl. A Yani Bogor350, dan sebuah rumah bagi Hariyatie351 di Slipi, kini menjadi Mall Taman Anggrek, rumah bagi Dewi Soekarno di Wisma Yaso yang bernuansa Jepang sekarang Museum Satria Mandala Jl. Gatot Subroto Jakarta352.

Soekarno.Pidato Presiden. Kongres Kebathinan di Gedung Pemuda Djakarta, 17 Juli 1958. Dinasti Mataram di Karaton Surakarta memiliki sejumlah garwa selir Raja disetarakan harem yang disantuni di kawasan Keputren yang dilengkapi taman indah, kolam air, kamar pribadi, dapur, perabot indah serta pasar yang penjualnya wanita berbusana Jawa. Di Kota Alexandria Mesir masih terjejak Istana Montazah sebagai Istana Harem di pinggir pantai, kunjungan 2010. 348 Nama-nama Isteri Soekarno 1) Siti Oetari dari Jawa Timur, 2) Inggit Garnasih seorang Sunda, 3) Fatmawati dari Sumatera, 4) Hartini dari Salatiga, 5) Haryatie dari Sidoarjo, 6) Kartini Manoppo dari Ambon, 7) Ratna Sari Dewi dari Jepang, 8) Yurike Sanger dari Manado dan 9) Heldy Djafar dari Bandung. 349Menurut Fatmawati dalam Suka Duka Fatmawati Sukarno. Jakarta:Yayasan Bung Karno.2008, rumah Jl.Sriwijaya dibangunnya secara diam-diam dengan biaya dari Ayahnya, Soekarno mengakui tidak pernah menceraikan Fatmawati sekalipun dirinya memilih keluar dari Istana dan tinggal di Jl. Sriwijaya sejak Soekarno memutuskan menikahi Hartini. 350 Berdasar peninjauan lokasi ke Jl Ahyani Bogor 2001, serta penuturan Keluarga Hartini. 351Hariyatie.The Hidden Story.Hari-hari Bersama Bung Karno 1963-1967.Jakarta:PT GramediaWidiasarana Indonesia. 2001, hal. 33. 352 Berdasar peninjauan lokasi ke ex. Wisma Yaso sekarang Museum Satria Mandala tahun 2001, dan 2009.
346 347

145

PEMBAWA TANDA JEJAK METAPHORIC MOTHER Soekarno tampaknya menyadari artinya suksesi bagi terwujudnya Jakarta City Planning. Terungkap melalui sikap Soekarno sebagai sosok Penguasa yang memiliki sifat Methaporic Mother untuk memilih Gubernur bagi Ibukota Negara sebagai sosok penerus gagasan ide form arsitekturalnya.Bukan berasal dari keturunannya, bahkan bukan di lingkungan pemerintahan menyerupai Sri Kresna ketika hendak melepas Tahta dan Wijayakusuma. Sebelum Soekarno benar-benar memudar kekuasaannya, di tengah kerisauan masyarakat tepatnya 28 April 1966 Soekarno melantik Ali Sadikin, Perwira KKO yang dinilainya kopig keras kepala sebagai Gubernur Jakarta Raya dengan sebentuk harapan353 :
Cita-citaku mengenai kota Jakarta sekarang akan saya supplant tanamkan kepadamu, supplant sebagian daripada aku punya kalbu ini seperti saya iris, saya masukkan ke dalam kalbumu, Ali Sadikin. Itu bukan pekerjaan yang gampang memenuhi cita-cita yang besar, bukan pekerjaan gampang. Tetapi Insya Allah SWT. Doe je best agar engkau dalam memegang kegubernuran Jakarta Raya ini benar-benar juga sekian tahun lagi masih orang mengingat, die heft Ali Sadikin gedaan, inilah perbuatan Ali Sadikin. Bismillah, mulailah engkau punya pekerjaan.

Ali Sadikin sebagai Gubernur Djakarta Raya berlangsung sejak 19661977354. Kehadirannya dapat dipandang sebagai Penerus Tahta Soekarno bagi berlangsungnya gagasan Jakarta City Planning. Sebelum akhir kekuasaannya
Soekarno. Amanat PJM Presiden Sukarno Pada Pelantikan/Penyumpahan Mayor Jenderal KKO Ali Sadikin Menjadi Gubernur /Kepala Daerah Khusus Ibukota Jakarta Raya, Istana Negara, Jakarta, 28 April 1966 dalam Messias.Revolusi Belum Selesai Jilid 2. Semarang: Messias.2003, hal. 114 - 122. 354 Simak KH Ramadhan. Memoar: Bang Ali. Demi Jakarta (1966-1977). Jakarta: Pustaka Sinar Harapan.1993.
353

146

Soekarno telah memindahkah sebentuk impian tentang Ibukota Negara kepada Ali Sadikin. Sejak itu, Ali Sadikin mengemban impian Soekarno sesuatu yang abadi, tidak dapat dihancurkan, penyedia posisi yang hadir untuk being, bisa ditangkap indra, sulit dipercaya, seperti mimpi dan harus ada di suatu tempat atau ruang dalam hal yang bertautan dengan Kota Jakarta. Disisi lain pepatah Power tends to corrupt, and absolute power corrupts absolutely. Great men are almost always bad men dari Lord Acton agaknya terbukti. Kekuasaan cenderung korup dan kekuasaan mutlak menghasilkan korup secara mutlak. Di saat kekuasaan mutlak dimiliki Soekarno dengan sejumlah gelar kehormatan: Sang Pembangun Agung, Panglima Besar Revolusi, serta 26 gelar Doctor Honoris Causa sampai ditetapkannya sebagai Presiden Seumur Hidup oleh MPRS justru memicu kejatuhannya usai peristiwa G30S PKI Oktober 1965. Soekarno menuai kegetiran dengan perintah untuk segera keluar dari Istana Bogor menuju rumah penahanannya ke Istana Pribadinya di Batu Tulis Bogor dan Wisma Yaso di Jakarta355.

Keserupaan dengan konsep Khora sebagai sejumlah tindakan Sang Penguasa sebagai penyedia posisi yang hadir untuk being menjadi rancangan bertautan dengan budaya padu-padan sebagai refleksi budaya Jawa yang mudah berasimilasi, berupa ide form arsitektur yang ilakukan Soekarno dengan sepenuh cinta 356 menyerupai teori tic dari Krell. Bahkan cenderung me-mulia355Simak

Ramadhan. KH Soeharto: Pikiran, Ucapan, dan Tindakan Saya: Otobiografi. Jakarta:1988. 356Tic dari kata archeticture dikatakan oleh David Farrel Krell sebagai cinta yang menjiwai desain dalam Archeticture.Ecstacies of Space, Time, and The Human Body. New York: State University of New York Press. 1997, hal. 13.

147

kan dan meng-agung-kannya.Tindakan Soekarno menyerupai perayaan atas terwujudnya impian memiliki Negeri yang Merdeka dari Pemuda Soekarno sebelum menjadi Penguasa melalui teks Indonesia Menggugat dan Mentjapai Indonesia Merdeka357. Ketika Indonesia benar-benar merdeka, impian keIndonesia-an mewujud manakala Soekarno dikukuhkan sebagai Sang Penguasa. Ditiupkannya ruh ke-Indonesia-an sebagai idealisme dalam teks berupa kata, kalimat, jargon, metaphor, mitos, simbol, sketsa, gambar angan-angan 358 dan Arsitektur, sehingga form Tugu Nasional bukan sebagai representasi Kawasan Medan Merdeka melainkan merepresentasi Ruang Ke-Indonesia-an dalam arti wilayah yang luas sebagai Negara. Ketiadaan sifat fixed pada khora yang menggayut pada idealisasi Soekarno disebabkan adanya unlimited semiosis gagasan Umberto Eco dan Jacques Derrida, yaitu terbukanya keragaman penafsiran yang tidak pernah purna, mustahil mencapai canon 359atau penafsiran tunggal. Tugu Nasional akan terus menerus dimaknai oleh siapapun, yang berselaras dengan gagasan Karl Proper tentang demarkasi yang berpeluang lahirnya kebaruan dalam ilmu pengetahuan melalui Falsifiability
360.

Soekamo."Mentjapai Indonesia Merdeka" ditulis Maret 1933 dalam Soekarno. Di Bawah Bendera Revolusi Jilid I, 1965, hal. 286. 358 Asikin Hasan (ed). Dua Senirupa. Sepilihan Tulisan Sanento Yuliman. Jakarta: Penerbit Kalam. 2001, hal. 3. 359 Canon merupakan penafsiran tunggal yang diperoleh melalui proses pemaknaan tanda atau semiosis yang tidak pernah tuntas untuk memperoleh kese pakatan pemaknaan dibidang seni. 360 Falsifiability atau refutability adalah kemungkinan logis bahwa suatu pernyataan dapat bertentangan dengan pengamatan atau hasil dari suatu eksperimen fisik. Sesuatu yang "falsifikasi" tidak berarti itu adalah palsu, melainkan, melalui pengamatan atau percobaan untuk mengatasi konflik itu. Dipopulerkan oleh Karl Popper .
357

148

Citra Ruang Jawa juga terdapat pada lengkungan Cawan Tugu serupa vinyet atau bayangan ruang bagi orang yang menyusup ke dalamnya menyerupai sedang bernaung/berteduh di bawah pohon besar yang rindang menunjukkan sifat Khora sebagai perluasan ruang yang menyerupai rong merujuk Prijotomo. Juga tindakan Sokarno dalam peran sebagai penyedia posisi yang hadir untuk being. Sejumlah tindakan Soekarno menyerupai sikap mother - a nurse. Berupa besarnya kepeduliaan dalam mewujudkan Tugu Nasional sejak awal perancangan, baku mutu, harapan keabadian hingga keterlibatannya dalam pelaksanaan yang melampaui kelaziman seorang Presiden. Sifat Khora sebagai metaphoric mother telah mengiringi diri Soekarno dalam terwujudnya keruangan Tugu Nasional sebagai representasi ruang yang luas, yaitu Ruang Negara. Merujuk Alexander361 kata kunci atomistic dan fit untuk menggambarkan peran arsitektur sebagai susunan atom-atom di alam semesta, yang melalui perakitan menjadi konstelasi yang tersusun sehingga memiliki kepantasan sebagai karya arsiektur, layak diberikan kepada Kawasan Tugu Nasional362 karena mengandung unsur ruang-skala-bentuk serta mampu menanggapi lingkungannya363. Heuken364 yang telah mendokumentasikan sejumlah gambar kawasan selama kurun waktu 1750-2007 mengidentifikasi tiadanya perubahan yang berarti pada ex. Champ de Mars yang kini Lapangan Medan Merdeka itu kecuali Tugu Nasional yang didirikan Soekarno setelah ditorehinya tanda silang ganda di titik pusatnya. Ruang terhamparnya Tugu Nasional tidak terlepas dari pola
Alexander, Christopher. Notes of the Synthesis of Form.Cambridge: Harvard University Press.1964, hal. 15. 362 Snyder, James C. & Catanese, Anthony J. Pengantar Arsitektur, Jakarta: Penerbit Erlangga.1997, hal. 222. 363 Ibid., hal. 194-204. 364 Heuken SJ, A.Medan Merdeka Jantung Ibukota RI. Jakarta: Yayasan Cipta Loka Caraka. 2008, hal. 29.
361

149

keruangan yang

memiliki konsep mandala dan axis mundi sebagaimana

rancangan bangunan suci kebudayaan Jawa Kuno. Titik pusat-axis mundi representasi gunung suci Mahameru/ Mandara/Kailasa dan puncak Kutagara sebagai kota para Dewa digubah dalam pola bujur sangkar pada Cawan, dan Tugu dan mahkotanya sebagai sumbu tegak bersesuaian konsep percandian 365. Adanya ornamen padma-wijaya kusuma, kala-makara, empat pintu utama, ruang berundak serta pola the center meneguhkan kesesuaian itu. Karya arsitektur Tugu Nasional merupakan retrospeksi Soekarno atas spirit modernitas pada era 1960-an. Modernitas Soekarno mengandung emotional evoked berupa monad- jiwa terinti dari budaya Jawa Kuno sehingga menjadikan arsitektur Tugu Nasional sebagai genre baru yang memperkaya khasanah Arsitektur Modern khas Indonesia 1960-an. Ungkapan retrospektif itu dibingkai oleh epistemology, eschatology, iconography, mechanism dan organism merujuk pengutaraaan Rowe366. Modernitas yang berwujud rancangan highrise building, pilihan material, serta cara pembangunannya, yang terintegrasi rancangan bentuk / form serta pola keruangan merujuk konsep percandian Jawa Kuno menyebabkan tidak ditemukannya konsep ini dalam Bahasa Pola-Pattern Languange367.

Acharya, Prasanna Kumar. Indian Architecture According to Manasara-Silpasastra. London: Oxford University Press, 1927dan A Dictionary of Hindu Architecture. London: Oxford University Press, 1927 serta Architecture of Manasara Translated From Original Sanskrit. London: Oxford University Press, 1933, hal. 410 dan 475 yaitu tentang The Doorway dan The Central Theatre. 366Rowe, Colin. The Architecture of Good Intentions. Toward a Possible Retrospect. LondonAcademy Editions.1994, hal. 6-7. 367 Alexander,Christopher. A Pattern Languange:Towns-Buildings Construction.New York:Oxford University Press,1997, hal. xviii. Memumpun pola-pola yang lazim diikuti bersandar 253 pola dasar untuk mengetahui pola-pola yang diikuti dalam perancangan bangunan, terutama di Barat.
365

150

Dapatlah dimengerti mengapa dimensi Tugu Nasional melampaui ukuran bangunan rata-rata di lingkungannya pada masa kehadirannya368. Ukurannya menyerupai sosok raksasa menjulang angkasa sekitar 142 meter369 dengan lebar Cawan sekitar 80 meter di tiap sisinya sehingga Tugu Nasional dikatakan memiliki skala gigantis dan menjadi tertinggi dan terbesar di kawasannya. Pada jarak satu kilometer darinya sosoknya dapat tersaksikan. Menyembul di antara vegetasi di sekelilingnya, yang tampaknya kurang memperoleh perhatian khusus karena telah menutupi sosok Tugu Nasional sebagai satu-satunya artifak yang harus menonjol di antara ruang terbuka dalam konsep kekosongan itu. Skala benda-benda di Tugu Nasional, merepresentasi sifat yang artinya paling atau ter; terbesar, tertinggi, terindah, termegah, termulia, terabadi tampak pada ukuran badan Tugu dan Cawan, patung Garuda Pancasila, ukuran Gerbang Kala-Makara, ornamen Padma dan Wijayakusuma, peta kepulauan Indonesia, serta Lidah Api. Gagasan merancang yang ter merefleksi hasrat Soekarno: Seluruh rakyat Indonesia jiwanya, hatinya, rohnya, kalbunya, harus menjulang ke langit laksana Tugu Nasional sekarang ini. Bahkan sepuluh kali, seratus kali, seribu kali tingginya Tugu Nasional. Ketinggian Tugu Nasional berubah-ubah sesuai keinginan Soekarno. Menurut sketsa tangan
Saat pembangunan Tugu Nasional satu-satunya highrise building di Indonesia. Pasca deregulasi perbankan 1988, Kota Jakarta menjadi impian Pengembang terutama jalur Kebayoran-Thamrin, sehingga ketinggian Tugu Nasional bukan tertinggi saat ini. 369 Suatu hari ketuka pembangunan Tugu Nasional berlangsung, Soekarno merasa perlu ketinggian Tugu ditambahkan 10 meter lagi. Sehingga ketinggian Tugu Nasioanl yang semula 132 m menjadi 142 m. Periksa Monumen Nasional. Laporan Singkat Pekerjaan Proyek Pembangunan Tugu Nasional 1962-1963. Jakarta: Direksi Pelaksana. Cet.Kedua. 1997.
368

151

Arsitek Soedarsono tertera, 1) tinggi Cawan Tugu dari muka tanah adalah 17 meter, 2) Badan Tugu dari Cawan 110 meter, 3) Api Kemerdekaan 17 meter, 4) Lebar Podium 80 meter, 5) Lebar Cawan 45 meter, 6) Dasar Tugu 8 meter dan diujungnya mengecil menjadi 5 meter. Semula rancangan awal ketinggian Tugu Nasional dari muka tanah 128, 70 meter, berubah menjadi 132 meter dan terakhir 142 meter untuk memperoleh kualitas yang ter melalui standar antropometrik370 proporsi dan dimensi merujuk ukuran fisiologis manusia. Aspek proksemik terjadi di Terowongan Bawah Tanah berupa jarak di saat melangkahi setiap undakan tangga. Dan di Ruang Kemerdekaan berupa jarak pandang dari amphiteather ke arah dinding pusat. Ruang pribadi ditampakkan pada Museum Sejarah, disaksikan bila posisi tubuh berhadapan secara frontal dengan arah mata memandang sedikit ke bawah pada kotak kaca. Kedudukan ini tidak tergantikan melalui cara lain untuk menyimak adegan demi adegan diorama. Di Ruang Kemerdekaan, hanya dengan sikap tenang menyerupai ruang pribadi, suasana kontemplatif dapat terjadi untuk memfokuskan pemahaman atribut kemerdekaan yang terdapat di keempat dindingnya. Antropomorfis sebagai tindakan pemberian sifat-sifat manusia pada bendabenda, untuk memberi spitit kehidupan. Sosok benda yang seperti di beri ruh terdapat pada sosok patung Pahlawan Diponegoro yang merepresentasi sosok kepahlawan Indonesia. Hal serupa juga terlihat pada Diorama yang merepresentasi peristiwa penting menuju NKRI

370 Lang, Jon. Creating Architectural Theory. The Role of Behavioral Sciences in Environmental Design. New York: Van Nostrand Reinhold Company.1987, hal. 14 dan Snyder, James C. & Catanese, Anthony J. Pengantar Arsitektur, Jakarta: Penerbit Erlangga.1997, hal. 85.

152

Aspek teritori gagasan Hall ditampakkan sejak awal mencapai Kawasan Tugu Nasional, mulai dari menapaki Jalan Silang, dan digiring mengikuti pola jalan yang terbentuk, sehingga merasa sedang berada di kawasan Tugu Nasional, disebut Hall sebagai Jarak Publik. Di saat berada di Pelataran Puncak Tugu yang jarak vertikal lebih tinggi dari halaman sekelilingnya, merasakan sedang berada di angkasa sambil menyaksikan panorama Kota Jakarta. Ketika mencapai lokasi Lidah Api, terasa ketunggalan karena tak ada yang selain sosok Lidah Api yang terletak di tengah. Aspek Kesesakan dirasakan di terowongan bawah tanah, dan ruang lift yang relative sempit. Kesesakan juga terjadi di saat tubuh melewati manhole menuju lokasi Api Kemerdekaan. Aspek identitas (identity), sebagai pelukisan identitas ditampakkan pada seluruh adegan diorama Museum Sejarah Nasional yang dilukiskan dalam tata letak dan panorama alam khas Indonesia, dan penghadiran atribut kemerdekaan di Ruang Kemerdekaan merepresentasi keIndonesiaan sekalipun belum sempurna karena ketiadaan Sang Saka Merah Putih yang tidak disadari oleh pengunjung.

Citra menjulang Badan Tugu Nasional menunjukkan keserupaan dengan obelisk sejenis tugu di masa Herodotus di Mesir warisan purbakala berupa sosok ramping bersisi empat dengan mahkota kemuncak berbentuk piramida dari batu-monolit dicontohkan obelisk asli yang dibawa oleh Napoleon dari Luxor Mesir371 sedangkan obelisk-modern dibangun dari konstruksi batu

371

Menyaksikan obelisk di Luxor Mesir 2010.

153

yang memiliki ruangan di dalamnya seperti The Washington Monument di Washington DC. Sosok Tugu Nasional menyerupai setumpu obelisk modern dengan afgeknotte -piramidal terbalik. Citra obelisk tampak pada badan tegaknya dengan mahkota Lidah Api yang meliuk plastis sebagai unsur pembeda dengan obelisk lainnya. Kehadiran Lidah Api memberi sensasi bentuk unik pada Tugu Nasional. Sehingga dapat dikatakan sebuah inovasi dalam gubahan obelisk, yaitu perwujudan sosok triton genos. Setumpu Tugu dan Cawan mengingatkan obelisk dari Mesir dan afgeknotte di National Historic and Artistic Heritage Institute karya Oscar Niemeyer di Brazilia. Merujuk Mangunwijaya 372 penampilan arsitektur yang dianalogikan dengan karakter pewayangan, sosok tunggal Tugu Nasional bersesuaian karakter Sri Kresna yang sedang bertapa, sendirian dalam kesenyapan. Semula Soekarno menggagas bentuk Tugu Nasional brsepadan dengan tradisi ke-Indonesia-an berupa lingga-verering tiang cagak, namun urung karena yang mewujud adalah bentuk yang sebaliknya, yaitu sosok yang menyerupai obelisk dan afgeknotte semula ditolaknya. Tindakan Soekarno yang menerima bentuk yang semula ditolaknya dikatakan sebagai inkonsistensi terhadap gagasannya sendiri373 atau justru sikap terbuka terhadap sebuah proses kreatif. Dalam pandangan artistik, sosok obelisk justru memiliki sifat plastis-dinamis dibandingkan sosok tiang cagak. Demikian juga afgeknotte yang memiliki sifat menaungi di bawahnya. Alam bawah sadar Soekarno
372Mangunwijaya,

Y.B.Wastu Citra.Pengantar ke Ilmu Budaya Bentuk Arsitektur, SEndi-Sendi Filsafatnya Berserta Contoh Praktis.Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama, 1992, hal. 302.
373Soekarno.

Pidato Presiden. Pada Pertemuan Dengan Para Peserta Sajembara Projek Tugu Nasional Di Istana Negara Djakarta Tanggal 27 Djuni 1960.

154

terpengaruh oleh kunjungannya ke Mesir dan Mexico. Kedekatannya dengan Presiden Gamal Abdul Nasser sehingga nama Soekarno diabadikan sebagai nama buah Mangga Soekarno serta nama jalan Jl. Achmed Soekarno di Cairo Mesir. Kekagumanannya pada diorama Museum Sejarah di Mexico mengilhami pembuatan diorama di Museum Sejarah Nasional. Sehingga tampaklah peran Tugu Nasional sebagai perwujudan sosok Triton Genos, bukanlah yang ini, atau yang itu, tetapi yang lain yaitu kualitas yang diembannya.

Ketika mencermati tanda-tanda khas yang terdapat di Kawasan maupun di keruangan Tugu Nasional, mengingatkan kesan pembawa tanda jejak berupa torehan tanda silang ganda sebagaimana telah diuraikan sebelumnya. Penorehan tanda silang serupa itu semestinya dihindari Soekarno dengan melakukan memilih tanda lain yang bersifat netral . Penorehan tanda silang pada Kawasan Tugu Nasional merupakan sebuah keberanian Soekarno di tengah dominasi masyarakat Muslim yang saat itu, menggambarkan sikap keterbukaan Sang Penguasa terhadap hal-hal diluar dirinya. Sikap demikian itu merefleksi budaya multikultur yang dijiwai Soekarno yang dibesarkan oleh keberagaman budaya oleh Ayah-Bunda yang berasal dari Jawa-Bali serta lingkungan yang beragam semasa mudanya. Sebagai apresiasi umat Kristiani terhadap keeleganan Tugu Nasional, dipertunjukkan oleh Sri Paus Pemimpin Umat Katholik di saat berkunjung ke Indonesia 374 tahun 1970. Beliau
Vatikan mengakui kemerdekaan Indonesia dan membuka misi diplomatiknya pada 1947. Soekarno tiga kali mengunjungi Vatikan bertemu Paus Pius XII, 1956, bertemu Paus Johannes XXIII, 1959 dan bertemu Paus Paulus VI, 1964. Paus Paulus VI mengunjungi Indonesia pada 1970, dan Paus Johanes Paulus II pada 1989. Diceriterakan oleh narasumber R.P.B. Moertedjo Nitiadiningrat, SH, 2010.
374

155

memandangi Tugu Nasional dalam jarak dekat yang tercatat oleh media dari komunitas Katholik, Sri Paus mengatakan: Hanya Pemimpin Bangsa yang Besar yang mampu merancang tugu sebesar Tugu Nasional. Setelah dicermati ide bentuk Tugu Nasional menyerupai pola percandian yang terdiri dari alas, badan dan mahkota. Cawan sebagai alasnya, Tugu sebagai badan dan Lidah Api sebagai mahkotanya. Orientasi Pajupat ditandai oleh empat orientasi mata angin dan gubahan bentuk dasar bujur sangkar berundak-undak.Keserupaan antara ide bentuk Tugu Nasional dengan percandian sebagai proses alamiah dalam kebudayaan. Percandian mengalami puncak peradaban sebelum masuknya Kolonial, yang terbawabawa ke dalam rancangan Tugu Nasional. Soekarno375mengibaratkan percandian itu sebagai monumen tridimensional yang surut oleh karena penjajahan kolonial, dan mengajak kembali menjadi bangsa jang tiga-dimensionil, Mendirikan Tugu Nasional, jangan tugu jang hanja tinggi 10 meter, 20 meter. Bikinlah Tugu itu 100 meter lebih! 376: Di saat memandang dinding tinggi berlapis pualam hijau tua di tengah-tengah Ruang Kemerdekaan itu mengingatkan Kabah, bangunan kubus di pusat ruangan terbuka Masjid Al Haram di Mekah yang Kabah sebagai orientasi Muslim beribadah sholat itu terbuat dari batuan besar berwarna kebiru-biruan setinggi 15 meter377 dengan gerbang Al Burk378.

Soekarno.Pidato PJM Presiden Sukarno Pada Pemantjangan Tiang Pertama Mesjid Istiqlal, Djakarta 24 Agustus 1961, hal. 3. 376 Ibid., hal. 4. 377 Gayo, Iwan. Buku Pintar Haji & Umroh. Jakarta: Pustaka Warga Negara.2000, hal. 171. Periksa juga Laporan The Extension and Construction of Haram Sharif adanya perubahan ukuran Kabah dari waktu ke waktu, 11 meter merupakan ketinggian terakhir. Simak pula buku Antara Mekkah & Madinah. Jakarta: Penerbit Erlangga.2009, hal. 171. 378 Pintu Al-Burk bersebelahan dengan Multazam lokasi paling sakral dalam memohon. Hanya Raja dan Kepala Negara saja yang diperkenankan memasuki ruangan dalam Kabah
375

156

Di tengah dinding Ruang Kemerdekaan juga terdapat gerbang megah sebagai penyimpan atribut kemerdekaan yang cara melintasi ruangan itu merujuk arah Timur yang menyerupai cara cara ber-tawaf379. Tampaknya alam bawah sadar Soekarno dalam menggubah ide bentuk artetipe terilhami caracara memuliakan Ruang Kemerdekaan sebagai ruang sakral yang mempertontonkan atribut Kemerdekaan. Apabila pandangan geometricplanimetrik Tugu Nasional dipadatkan menjadi siluet/bayangan hitam menyerupai bunga Padma yang kuncup. Keserupaan antara siluet Tugu Nasional dengan padma disebut ikonik380. Keserupaannya sebagai pengagungan kelaki-lakian dengan setangkai siluet Padma disebabkan oleh citra Nawa Sanga pada Kawasan Tugu Nasional yang berdiri di catuspatha sebagai Padma sehingga menampakkan diri sebagai siluet adalah Sang Padma sebagai gambaran yang telah terparak menjiwai Soekarno Muda di Blitar dan Surabaya 381. Kecocokan pada siluet Tugu Nasional dan Sang Padma bukanlah suatu kebetulan belaka bila merujuki budaya Jawa. Dikenal ilmu gathuk-entuk sebagai cara perolehan ketepatan atau kecocokan yang ditemukan secara mendadak, tiba-tiba, kebetulan, menyerupai loncatan berpikir setelah berproses memfokuskan
sebagai penyimpanan benda-benda pusaka. Tawaf - mengelilingi Kabah disaat melaksanakan Umrah dan Haji378 juga melawan arah jarum jam. Dimulai dari garis hijau di Tenggara Kabah dan melintasi maqam Ibrahim - kotak kaca keemasan penyimpan bekas tapak kaki Nabi Ibrahim disaat membangun Kabah. 379Tawaf - mengelilingi Kabah disaat melaksanakan Umrah dan Haji379 juga melawan arah jarum jam. Dimulai dari garis hijau di Tenggara Kabah dan melintasi maqam Ibrahim - kotak kaca keemasan penyimpan bekas tapak kaki Nabi Ibrahim disaat membangun Kabah. 380 Lechte, John (transl.). 50 Filsuf Kontemporer. Dari Strukturalisme sampai Postmodernitas . Yogyakarta: Penerbit Kanisius. 2001, hal. 229. Simak pula Noth, Winfried. Handbook of Semiotics. Indiana : University Press, 1990, hal. 435 dan 447. 381 Simbol padma sebagai lambang theosofi Loji Padma yang diyakini oleh Ayahnya, dan memiliki perpustakaan terbaik di kotanya yang sering dikunjungi Soekarno Muda. Di awal menjabat Presiden, Soekarno menggubah artifak dengan unsur padma sebagai ornamennya. Periksa Bung Karno Sang Arsitek karya Yuke Ardhiati, 2005.

157

perhatian pada yang dituju. Dibalik itu terdapat misteri yang sulit dipecahkan secara ilmiah, disetarakan intuisi -intuition382.

Konsep Tugu Nasional sebagai Pengagungan kelaki-lakian383 yang divisualisasikan oleh Arsitek Soedarsono digubah secara konsultatif kepada Soekarno hingga memperoleh acc Soek sebagai tanda persetujuan. Ketika sketsa RM Soedarsono384 dan sketsa Tim Pemenang Ketiga 1960385 disandingkan serta dipertalikan dengan kontroversi pribadi Arsitek Silaban terkandung dalam diary-nya386 maupun pidato Soekarno387.Disimpulkan bahwa rancangan Tugu Nasional merupakan pengembangan rancangan karya Tim Arsitek ITB Bandung. Oleh Sjaiful Arifin, diutarakan bahwa rancangannya berwujud obelisk segi empat dengan afgeknotte pada Cawan, terilhami karya Oscar Niermier yang menjadi idola arsitek masa itu. Tim A merancang obelisk bersudut lima tanpa Cawan afgeknotte. Hal ini semula bertentangan dengan idealisasi Soekarno yang terilhami lingga vivere sebagai peng-Agung-an Kelaki-lakian yang menggapai bintang

Davies,Robby (ed).Intuition: The Inside Story. Interdisiplinary Perspectives.New York: Routledge, 1997, hal. xi 383 Pidato Presiden.Pertemuan dengan Para Peserta Sajembara Projek Tugu Nasional di Istana Negara Djakarta 27 Djuni 1960. 384 Sejumlah Dokumen Pribadi Arsitek RM Soedarsono berupa sketsa, surat, memoir, foto, yang dipinjamkan oleh Keluarganya selama masa penelitian 2010-2011. 385 Berdasar sketsa Ir. Sjaiful Arifin dan Ir. Noersjaidi, 2011. Mewakili Tim Arsitek dari Mahasiswa ITB Bandung menunjukkan kesamaan spirit dengan gubahan Tugu Nasional yang sekarang ini berdiri. 386Sejumlah copy dokumen pribadi Arsitek F Silaban berupa diary dan foto karya yang dipinjamkan oleh Keluarga F Silaban dan MAan selama masa penelitian 2010-2011. 387Soekarno.Pidato Presiden.Upatjara Pemberian Hadiah Para Pemenang Sajembara Rentjana Tugu Nasional, Istana Negara, Djakarta, 17 November 1960.
382

158

dilangit388. Ide Linggam dan Yoni389 oleh Soedarsono diperhalus menjadi konsep alu dan lumpang sepasang penumbuk padi di Jawa. Akibat penghalusan itu sosok alu- lumpang bahkan tidak dikenali lagi. Pembubuhan tanda acc Soek di atas usulan Soedarsono berdasar pengembangan sketsa Tim Arsitek Mahasiswa ITB, menunjukkan tindakan akomodatif Soekarno terhadap generasi muda sekaligus inkonsistensi atas idealisasi awal konsep lingga-levering berupa tiang cagak. Diterimanya konsep obelisk dan afgeknotte oleh Soekarno karena universalitas yang dimiliki kedua artifak itu sebagai tengaran peradaban di Mancanegara. Dalam proses memutu perancangan Soekarno menambahkan rancangan yang mengubah signifikan, berupa liukan plastis pada afgeknotte dan mahkota sekaligus penutup ruang mesin lift yang dinamai Lidah Api Kemerdekaan. Idealisme Pengagungan Kelaki-lakian memperoleh kristalisasi melalui penggalian universalitas obelisk dan liukan pada badan cawan yanng berupa piramida terbalik/ afgeknotte dan sosok Lidah Api sebagai mahkota tugu sehingga mengubah kelaziman form sebuah obelisk dan afgeknotte sebagai dekonstruksi Soekarno yatas kemapanan berdasar dorongan hasrat untuk tampil beda yang disebut difference sebagai pencarian identitas yang diiringi kreativitas dan inovasi rancangan.

388Soekarno.

Pidato Presiden.Pertemuan Dengan Para Peserta Sajembara Projek Tugu Nasional Di Istana Negara, 27 Djuni 1960. 389 Linggam dan Yoni sebagai simbol kesuburan dalam budaya Jawa Kuno distilirisasi dari bentuk alat reproduksi pria dan wanita. Relief linggam yoni dapat disaksikan di sekitar Candi Sukuh Jawa Tengah.

159

Kehadiran Lidah Api merupakan artifak tambahan, karena tidak termasuk dalam Term of Reference Sayembara Tugu Nasional 1960, karena merupakan keinginan Soekarno yang saat itu sempat ditentang oleh peserta sayembara390 karena dianggap kurang sesuai dengan visualisasi cita-cita menggapai bintang di langit. Adanya Lidah Api seolah-olah menyumbat Tugu Nasional yang menjulang ke angkasa dan bercitra modern itu. Akan tetapi Lidah Api - dian nan tak kunjung padam tetap dilaksanakan sebagai sikap otoriter dan keteguhan Soekarno sebagai Sang Penguasa. Visualisasi Lidah Api yang menguncup ke atas merupakan solusi estetik bagi ketidaksempurnaan paras atas tugu. Memberi ciri ke-Indonesia-an menyerupai peci penutup kepala pria Indonesia. Disayankan gerak dinamis sosok Lidah Api kurang menunjukkan gerak dinamis obor, sehingga menyerupai sosok patung realis di puncak atas sebuah Arsitektur Modern. Lidah Api sebagai sosok yang semula belum terpikirkan oleh Soekarno di awal sayembara, tampil sebagai rancangan dadakan Soekarno dikatakan sebagai kristalisasi ke-Agung-an Tugu Nasional. Sosok Lidah Api yang menyerupai karya seni patung di atas landasan telah berperan ganda sebagai mahkota bercita rasa seni dengan keempat sisinya yang berbeda menyerupai seni patung, sekaligus pelindung arsitektural ruang mesin lift. Keabadian Sang Mahkota kini sedang mengalami ujian jaman diusianya ke 50 tahun. Sosoknya perunggu dilapisi emas 22 karat itu sudah menampakkan penurunan kualitas.

Seperti yang diceriterakan oleh Ir. Sjaiful Arifin dan Ir. Noersjaidi K, Tim Pemenang Ketiga Sayembara Tugu Nasional Kedua 1960, 2011.
390

160

Merujuk penelitian Soediono391 terdapat faktor inheren dari bahan utamanya sebagai logam campuran tembaga (Cu), timah putih (Sn), dan timah hitam (Pb) yang beroksidasi secara berbeda. Timah putih (Sn) dan hitam (Pb) yang mengalami korosi lebih dahulu akan menyerang permukaan Lidah Api terutama profil cekungan yang tampias oleh air hujan. Faktor eksteren yang berasal dari luar Lidah Api berupa getaran mesin lift dan kehadiran pengunjung yang melebihi batas menyebabkan perenggangan pada sambungan pembentuk Lidah Api sehingga dimasuki air hujan. Selain itu terdapat faktor fisis; debu, kotoran, sinar matahari, angin, air hujan dan kelembaban udara yang tinggi yang merusak lapisan pelindung dan penipisan lapisan-emas permukaan Lidah Api menyebabkannya kusam. Adanya Faktor Chemis; berupa gas-gas pencemar yang terdapat dalam udara dan aerosol seperti CO, SO2, NOx dan H2S dan jenis asam seperti HCL, H2CO3, HNO3 dan H SO4 jika bereaksi dengan permukaan Lidah Api yang telah terkelupas lapisan emasnya, membentuk basil korosi. Termasuk adanya Vandalisme berupa coret-coretan menggunakan alat yang tajam menyebabkan tergoresnya lapisan emas yang mempercepat proses korosi. Tidak dilupakan adanya Faktor Lingkungan Udara berupa Pollutan Bahan Pencemar Udara berupa gas, aerosol, air hujan, sinar matahari, dan aliran udara angin. Berdasar data di atas, tampaklah bahwa peran Lidah Api menyerupai karya seni patung logam yang bertumpu di atas bangunan puncak arsitektur modern memerlukan perlakuan khusus. Selama ini Lidah Api Kemerdekaan mengandung peran sebagai figures, form sebuah perwujudan kebanggaan, sebagai wadah yang merepresentasi Ibu-perawat yang feminine sekaligus obyek penerima
Soediono dan Arfian.Faktor Interen dan Ektern sebagai Penyebab Kerusakan Lidah Api Monas dalam Amerta No.14 1993/1994 yang diterbitkan oleh Pusat Penelitian Arkeologi Nasional, hal. 26
391

161

isi muatan- receptacle, pembawa-tanda/jejak-imprint bearer merepresentasi semangat keabadian sebagai manifestasi dian nan tak pernah padam.

Mitologi Yunani-Romawi memiliki karakteristik museum yang direpresentasi oleh kehadiran sembilan muse392yaitu Dewi-Dewi mitologi yang dihadirkan secara simbolis untuk menginspirasi penciptaan rasa seni yaitu: a) Calliope dengan puisi epik, b) Clio dalam lambang scrolls, c) Erato dengan lyre dan puisi cinta, d)Euterpe dengan elegy dengan alat music sejenis flute, e) Melpomene dengan topeng tragedi, f) Polyhymnia dengan hymne dan veil, g) Terpsichore dengan tarian dan lyre, h) Thalia dengan topeng comic, dan i) Urania dengan bola bumi dan kompas. Simbol serupa muse tidak ditemukan di Tugu Nasional, akan tetapi melalui kesepadanan jiwa keruangannya. Nuanasa Dewi Calliope dan Clio hadir melalui epic Teks Proklamasi. Hymne Padamu Negeri merepresentasi spirit Dewi Polyhymnia dan Euterpe. Aura Dewi Melpomene dan Thalia hadir dalam spirit diorama. Dewi Urania dalam relief wilayah kepulauan, dan Terpsichore dalam liukan Lidah Api.Idealnya, untuk menghadirkan keIndonesia-an, unsur khas tradisi Indonesia seperti tembang, kidung, seruling, gendang yang layak diunggulkan untuk mengisi dimensi keempat dari Tugu Nasional ini. Ketiadaannya menunujukkan tiada lagi intervensi serta kurangnya kepekaan di saat mengisi jiwa Tugu Nasional paska Soekarno wafat.

392

Gibson, A Boyce. Muse and Thinker. United Kingdom: Penguin Books, 1972, hal. 31. Simak Hardjapamekas.Sekelumit Mitologi Yunani,Dewa-Dewi dan Para Pahlawan Yunani. Bandung: Mandar Maju, 2007 dan Wikipedia, the free encyclopedia_muse_19 September 2011 menyebutkan ada tujuh atau sembilan Dewi.

162

Jejak Dramaturgis di Kawasan Tugu Nasional ditampakkan melalui sekuen arus pengunjung melalui tanda-tanda visual berselaras dengan drama of juxtaposition Cullen393 dan Rossi: Arsitektur sebagai panggung teater . Dampak emosional dinamai serial vision, berupa gerak, cahaya dan tekstur dengan cara mengarahkan, keragaman pemandangan, mengantisipasi perbedaan audiens, salah satunya berupa keterkejutan ketika mencapai Puncak Tugu. Jejak Dramaturgis pada Tugu Nasional digubah melalui keragaman suasana dan visual berdasar skenario narasi- storytelling tentang ke-Indonesia 394untuk memberi atmosfir yang menyenangkan seraya memahami pesan Kebesaran Indonesia, seperti yang tersaji pada diorama di MuseumSejarah Nasional. Ketika teks draaiboeken395 sebagai panduan pembuatan diorama dipersandingkan dengan scenario sandiwara tonil karya Soekarno396.

Ibid., hal. 102-103 Snyder, James C. & Catanese, Anthony J. Pengantar Arsitektur, Jakarta: Penerbit Erlangga.1997, hal. 337-351. 395Draaiboeken yaitu buku paduan Laporan Lengkap, Lukisan Sedjarah Visuil Museum Sedjarah Tugu Nasional yang diterbitkan Panitia Museum Sedjarah Tugu Nasional tanggal 1 Agustus 1964, berupa 40 adegan sejarah lengkap dengan diskripsi dan historiografi seri A, B1,B2 dan C. Kemudian pada tahun 1970 diterbitkan buku Usul Tambahan Adegan sebanyak 48 adegan seperti yang kini tersaji di Museum Sejarah saat ini, di luar 3 kotak diorama yang berada di tengah hall. 396 Sedikitnya tujuh naskah dari Ende, 1) Rahasia Gelimutu, 2) Rendo, 3) Julagubi, 4) Dokter Syaitan, 5) Aero Dinamit, 6) Kut-Kut Bi dan Maha Iblis, 7) Anak Haram Djadah. Dan lima karya di Bengkulu berjudul; (1) Rainbow (Poetri Kentjana Boelan), (2) Chungking-Djakarta, (3) Koetkoetbi, (4) Si Ketjil (Kleine Duimpje) dan (5) Hantoe Goenoeng Boengkoek.
393 394

163

Berdasar tiga analisis peradaban radiant axes397 dapat terungkap jejak kepribadian Penguasa sebagai alam tak sadar yang tertelusuri melalui ide bentuk arketipe yang ditinggalkannya. Gagasan Kristeva398 yang mengupas teori represi dalam pengasingan yang merefleksi Soekarno di masa pembuangan, dan untuk mengungkapkan hasrat luar biasa dari Soekarno merujuk teori Jacques Lacan399. Adapun korelasi karakteristik dramaturgis dalam jejak arsitektur Tugu Nasional dengan Soekarno sebagai aktor sentralnya ditelusur melalui Teori Representasi Diri gagasan Erving Goffman. Di antara arketipe kepribadian Jung, Persona memiliki kesesuaian dengan yang apa ditunjukkan Soekarno sebagai Sang Penguasa. Persona mewakili citra publik, berdekatan dengan kata Latin masker. Persona adalah topeng yang ditempatkan sebelum pemiliknya menunjukkan diri ke dunia luar.Upaya-upaya yang dilakukannya berupa pengelolaan kesan baik agar dapat diterima masyarakat. Unsur menonjol Persona berupa enflanted ego400 sebagai ekspansi kepribadian yang melampaui batas yang melahirkan rasa kebanggaan diri yang berlebih-lebihan untuk mengimbangi perasaan rendah diri, yang juga terdapat dalam diri Sang Penguasa seperti Jenghis Khan, Napoleon Bonaparte, dan Adolf Hitler.Soekarno Muda mengagumi Jenghis Khan401 sebagai manusia hebat dan belum tertandingi di dunia, dan tokoh Napoleon dinilai Soekarno lebih jenial dibandingkan sosok Hitler sebagai Penjiplak ulung dari Sang Khan. Bahkan konsepMein Kampf dinilai menjiplak Khan yang hadir terlebih
397Jung,

Carl Gustav (terj.) Cremers, G. Memperkenalkan Psikologi Analitis. Pendekatan Terhadap Ketaksadaran. Jakarta: PT Gramedia. 1989. 398 Kristeva, Julia. Revolution in Poetic Language, 1941. New York: Columbia University Press. 1984. 399 Lee, Jonathan Scot.Jacques Lacan. Amherst:University of Massachusetts Press.1991, h. 108. 400 Ibid. 401 Soekarno. Di bawah Bendera Revolusi Jilid Pertama. Jakarta: Penerbit DBR, 1965, hal. 605.

164

dahulu. Kecaman Soekarno juga ditujukan kepada sepak terjang Hitler melalui risalah Djerman Versus Rusia Rusia Versus Djerman! dan Batu Udjian Sedjarah402. Hal menonjol dalam Enflanted Ego Soekarno adalah dalam melakukan invansi. Jenghis Khan dan Napoleon meluaskan ruang jelajahnya melalui invansi fisik teritorial, sedangkan Soekarno melalui kekuatan diplomasinya melalui Prakarsa Konferensi Asia-Afrika Bandung 1955, mengusulkan The New Emerging Forces bahkan mengusulkan Pancasila sebagai dasar Piagam Perserikatan Bangsa-Bangsa403.Akan tetapi dibalik kecaman Soekarno terhadap Hitler sebagai Sang Penjiplak Ulung secara tidak disadari oleh Soekarno dirinya sendiri bahkan menyerupai cara berbusana dan atribut kemiliteran serta gaya orasinya. Bila Istana Versailles didirikan oleh Napoleon yang diawali dari pondok berburunya di Versailles sebagai pusat teritorinya, termasuk Hindia Belanda, maka Soekarno menggubah kebesaran Indonesia dengan cara menarik lingkaran ke arah luar dari pusat catuspatha di kawasan sisa Kemaharajaan untuk dipancarkan ke seluruh dunia. Enflanted ego dalam diri Soekaro telah mendorongnya untuk merancang keruangan yang bersifat ter: terbaik, terbesar, tertinggi, termegah, terindah, terkemuka, terkenang, sekaligus ter-abadi serupa masih tersurat. Di hadapan Sidang melalui Projek Soekarno Mercusuar. Bahkan, menjelang kejatuhannya politiknya tahun 1966, sikap DPR-GR404 menyampaikan keinginannya membangun gedung Parlemen termegah di negeri ini.

Ibid., hal. 515-530. Rahardjo, Iman Toto (ed).Bung Karno dan Tata Dunia Baru. Kenangan 100 Tahun Bung Karno. Jakarta:Grasindo.2001,hal. 223. 404 Soekarno.Pidato Presiden Soekarno Pada Pembukaan Sidang DPR-GR Tahun 1966-1967 di Gedung DPR-GR Senayan Jakarta, 16 Agustus 1966.
402 403

165

Stempel pribadi Soekarno sebagai manusia megalomania digencarkan oleh media mancanegara di saat berlangsungnya gaung Nation Building dalam menggubah karya arsitektur megah dan besar-besaran sebagai sikap berlebihlebihan. Meski sangat geram, akan tetapi hasrat mewujudkan obsesi kebesaran demikian kuat, menjadikan Soekarno mampu mengendalikan diri agar Proyek Mercusuar terwujud.Hasrat luar biasa itu menjadikan idealisme menjadi kenyataan menyerupai katarsis bagi Soekarno. Menyerupai sebuah perayaan sebagai pemuasan diri dari selubung kelam yang pernah melingkupi kehidupan di masa lalunya, bersesuaian dengan pengutaraannya kepada Adams405. Megalomania yang melingkupi Soekarno untuk memberi Kebesaran Bangsa, sekaligus untuk menyelimuti keterhinaannya sebagai bumiputera yang dipenjara dan dibuang ke tempat terpencil di masa Hindia Belanda, dialihkannya dengan membaca di perpustakaan Theosofi di Surabaya406: Megalomania merujuk Jung407 ditampakkan oleh mimpi-mimpi seseorang yang beramah-tamah dengan tokoh-tokoh Agung dalam sejarah seperti Napoleon dan Iskandar Agung. Sebagai fantasi yang ditimbulkan oleh rendah diri kompleks yang berlangsung pula dalam diri Soekarno secara unik. Rasa rendah diri sebagai bumiputera diimbanginya dengan membaca pustaka orang-orang besar. Cara Soekarno merepresi rasa rendah diri mengantarnya sebagai politikus yang disegani dan bahkan menjadi Presiden. Ketika legitimasi sebagai Presiden dimilikinya, puja-puji dan kecintaan rakyat kepadanya memperbesar hasratnya menggapai kebesaran secara berlebih-lebihan menyandingi kemasyuran Napoleon dan Jenghis Khan.

Adams, Cindy.2000, hal. 50. Ibid. hal. 53. 407 Jung, Carl Gustav (terj.) Cremers, G. Memperkenalkan Psikologi Analitis. Pendekatan Terhadap Ketaksadaran. Jakarta: PT Gramedia. 1989, hal. 91-92.
405 406

166

Memuliakan kosmos terutama matahari telah menjadi kelaziman di belahan bumi Timur. Di Mesir disebut Dewa Ra, atau Dewa Matahari di Jepang. Masyarakat Indonesia di masa perjuangan juga menyanyikan lagu di Timur Matahari sebagai ekspresi pengagungan kosmos. Terbitnya matahari oleh masyarakat Timur dinantikan dengan suka cita sebagai sebuah harapan kehidupan yang baru.Jejak peradaban Radiant Axes juga memancarkan daya pesona yang dimiliki Soekarno sejak masa remajanya. Kelahirannya yang berada di ambang fajar matahari terbit menjadikannya disebut Putera Sang Fajar408. Sejumlah karikatur selalu menempatkan simbol matahari sebagai latarnya antara lain; Hung Hung Hung409, Djenderal Van Heutze, Keamanan Oemoem, dan Selamanya Ketakutan. Secara jenaka Soekarno mengeritik pemerintah Kolonial. Arah Timur sebagai orientasi di Ruang Kemerdekaan menandai ruang terpenting di Tugu Nasional, ditunjukkan oleh kehadiran aksara Teks Proklamasi dalam ukuran gigantis. Penasbihan Timur sebagai arah yang utama untuk melintasi ruang penting itu tidak terlepas dari pengagungan terhadap kosmos. Pancaran sinar matahari serta arah Timur yang mengilhami orientasi keruangan Soekarno lekat dengan kosmologi Jawa yang menyebut : wetan sebagai simbol harapan dan kemerdekaan. Pancaran sinar matahari yang disebut symbol rays itu ternyata merepresentasi daya pesona pribadi Soekarno yang memancar ke segala arah kelak di saat dirinya sebagai Sang Penguasa.

Adams, 2000, hal. 24. Karikatur-karikatur dibuat sekitar 1932-1933 disaat Soekarno berusia 20-an. sumber DBR Jilid I, 1965.
408 409

167

Dorongan alam bawah sadar arketipe Persona

yang mengandung

enflanted ego dan narsisme yang berpuncak pada megalomania yang menikmati puja-pujian itu secara tidak disadari juga mengandung hasrat untuk dikenang, yang cenderung kearah cara-cara keabadian. Jejak keabadian dalam diri Soekarno ditampakkan dengan teramat jelas pada Tugu Nasional di awal rancangannya. Pengutaraan keinginan agar Tugu Nasional dapat tersaksikan 1000 tahun lagi dari tahun 1960 saat itu, merefleksi hasrat keabadian Soekarno.Terlebih disaat mengamanahkan rekaman suara dirinya mengulang pembacaan Teks Proklamasi untuk diperdengarkan di Ruang Kemerdekaan. Realitas kehidupan merujuk pandangan Dunia Jawa menyerupai siklus metu-manten- mati atau lahir -tumbuh - mati dimaknai dengan ritual tertentu agar memperoleh keselarasan hidup. Mempercayai kesementaraan hidup di dunia, dan keabadian melalui cara manunggaling Kawula-Gusti dengan memelihara kosmos. Arsitektur sebagai mimesis kosmos juga mengalami siklus lahir-tumbuh-mati. Tugu Nasional yang didahului proses memutu juga menyandang konsep keabadian 1.000 tahun dari Sang Penguasa yang ditegaskan sejak awal Sayembara Kedua Tugu Nasional 1960410. Terdapat dua konsep keabadian yaitu melalui materialnya, dan Kedua melalui immaterial, yaitu energi suara Soekarno dan pengabadian jiwa Proklamasi melalui atribut kemerdekaan.411:
Demikian pula naskah Proklamasi, kita pantjangkan dengan aksaraaksara emas jang megah diatas satu papan jang terbuat dari perunggu pula sehingga djikalau nanti pada 2960 atau pada 3960 atau pada 4960 ada orang datang di Djakarta, orang masih bisa membaca Proklamasi Kemerdekaan Indonesia itu diatas papan dari perunggu itu

410 411

Soekarno, 27 Juni 1960, hal.5. Ibid.

168

Keabadian fase pertama Tugu Nasional telah terlampaui yaitu di saat genap 50 tahun sejak pemancangan tahun 1960 merujuk SNI-03-1726-2002412 yang mengatakan minimal usia bangunan itu setara dengan 10% periode ulang Gempa Rencana yaitu 500 tahun. Disimpulkan bahwa arsitektur Tugu Nasional dirancang menyerupai karakteristik Khora sebagai sesuatu yang abadi. Dalam karya ini diungkap konsep teritori melalui frase suara Soekarno di saat Teks Proklamasi dibacakan tepat pada 17 Agustus 1945 adalah gaung suara Pemuda Soekarno yang memproklamasikan Indonesia dengan wilayah sejumlah delapan provinsi. Ketika di Ruang Kemerdekaan diperdengarkan kembali suara Soekarno dengan redaksional yang sama, yang terjadi bukan lagi dibacakan oleh Pemuda Soekarno melainkan Paduka Jang Mulia Presiden Republik Indonesia atau Sabda Pandhito Ratu menandai teritori ke-Indonesia-an melalui energi suara. Siapapun Anak Bangsa yang mendengarkannya dipastikan mengakui lingkup Indonesia dari Sabang Sampai Merauke. Merujuk Moore413, teritori dan teritorialitas menunjukkan perilaku seseorang yang ingin berbuat menurut kehendak menyatakan ciri, memiliki dan bertahan, yang memiliki lima ciri; memuat daerah ruang, dikuasai, dimiliki, memuaskan beberapa kebutuhan, ditandai secara konkrit atau simbolik; dan orang akan mempertahankannya atau setidak-tidaknya merasa tidak senang bila teritori mereka dilanggar dengan cara apapun oleh pengacau. Ini menunjukkan kelaziman menyatakan teritori secara fisik. Rekaman suara Soekarno menunjukkan state of the art dalam pengukuhan teritori berupa suara langsung Sang Penguasa, melampaui pencapaian yang diperoleh susastra Jawa.
Standar Perencanaan Tahan Gempa untuk Struktur Bangunan Gedung SNI 03-1726 2002. 413 Moore, Gary T. Pengkajian Lingkungan-Perilaku dalam Snyder, James C. & Catanese, Anthony J (ed). Pengantar Arsitektur, Jakarta: Penerbit Erlangga.1997, hal. 88.
412

169

Resonansi

suara

Soekarno

menggambarkan

keluasan teritori

Indonesia tanpa menunjukkan hal fisik menyerupai Khora merujuk gagasan Gomez sebagai ruang pengakuan -space of recognition414, telah menandai adanya metafisika kehadiran - presence Sang Penguasa sebagai pesan kosmik pernyataan yang sakral di tempat yang sakral yaitu di catuspatha ex. Champ de Mars.Suara Proklamasi itu beresonansi ke seluruh ex. teritori Kemaharajaan yang berabad-abad mengungkung Bangsa ini dengan kata: Merdeka !. Merujuk Memory of The World415: Documentary heritage reflects the diversity of languages, peoples and cultures. Warisan dokumenter yang mencerminkan keragaman bahasa, masyarakat dan budaya sangat rentan, karena setiap hari, bagian tak tergantikan dari memori ini menghilang untuk selamanya. Oleh karena itu rekaman suara Soekarno merupakan warisan MOW-Memory of the World merujuk Sedyawati416. Suara pembacaan Teks Proklamasi menjadi warisan intangible ingatan bangsa yang bermakna sebagai ingatan umat manusia menandai berakhirnya kolonialisme di Indonesia yang dikumandangkan ke seluruh dunia. Ketika suara Sokarno membacakan kembali Teks Proklamasi diperdengarkan, menjadi metafora kehadirannya di Tugu Nasional di kekinian dan menjadi teks metaphoric the presence of figure yaitu ontologi kehadiran yang mengandung ke-Abadi-an yang dileburkan Soekarno ke tubuh Tugu Nasional melalui material fisiknya sehingga suara Soekarno menyatu dengan Tugu Nasional. Maka kehadiran Soekarno secara metafisik
Gomez, Alberto Perez, Chora: The Space of Architectural Representation. In. Gomez, Alberto-Perez and Parcell, Stephen (ed). Chora: Intervals in The Philosophy of Architecture.London Buffalo:McGill-Queens University Press, 1994, hal. 8. 415 Memory of The World merupakan salah satu program Unesco untuk pelestarian. 416 Sedyawati, Edi & Purwa, Bambang Kaswanti .Kajian Subtansi Warisan Dokumenter: Budaya dalam Lokakarya MOW-Indonesia Revitalisasi intangible documentary heritage, 14-15 September 2096 di Arsip Nasional RI.
414

170

menjadi abadi sepanjang usia Tugu Nasional. Suara Soekarno merepresentasi logosentrisme gagasan Ludwig Klages sebagai tradisi filsafat Barat yang mengutamakan logo, kata atau tindakan berbicara. Diasumsikan obyek asli yang tereduksi, karena itu kehadiran di dunia ini selalu dimediasi. Tindakan Soekarno yang menginginkan pengucapan kembali Teks Proklamasi melalui rekaman suaranya di RRI itu, melampaui cara-cara pengAbadi-an diri melalui materiil yang dilakukan oleh Penguasa Radiant Axes sebelumnya seperti Faraoh di Mesir dan Lenin di Mauseleumnya dengan membalsem diri. Soekarno melakukan keabadian immaterial melalui energi suara sebagai Ruang Keabadian yang dramatik namun sederha na, memudahkan insan Indonesia mengenali Sabda-nya, melalui Teks Proklamasi yang dilantunkannya secara puitis.

Teori presentasi-diri417 sebagai embrio teori interaksi simbolik disebut sebagai pendekatan Dramaturgis merujuk gagasan Goffman yang berfokus bagaimana mereka melakukannya. Dramaturgis yang berakar dari teori tentang tindakan dari Weber418 menganggap tindakan bermakna sosial berdasarkan makna subyektifnya sejauh diberikan individu atau individu-individu. Tindakan itu mempertimbangkan perilaku orang lain dan karenanya diorientasikan melalui penampilannya419 melalui pengelolaan kesan- impression management untuk menyajikan suatu gambaran diri yang akan diterima orang lain. Hal sedemikian juga menyertai diri Soekarno, terutama pada ritual kenegaraan;
Deddy Mulyana. Metodologi Penelitian Kualitatif, Paradigma Baru Ilmu Komunikasi dan Ilmu Sosial lainnya.Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2001, hal. 107. 418 Ibid., hal. 61. 419 Ibid., hal. 112.
417

171

Upacara HUT Kemerdekaan yang laras dengan dramaturgis420 . Cara-cara Soekarno saat melakukan ritual kenegaraan bersesuaian pendekatan di atas, mulai dari cara berbusana, atribut, cara berpidato, dan tata ruang yang dipersiapkan seksama untuk menyertai dirinya sebagai Aktor Sentralnya.

Sejumlah Tugu menyerupai tiang cagak raksasa yang terbangun di masa Soekarno menampakkan kemiripan rancangan. Menunjukkan sense, atau rasa yang laras dengan style atau affinity yaitu kesamaan unsur ruang, massa bangunan, bidang, dan sistim yang khas421. Keserupaan itu dilakukan menyerupai pola tindakan yang tidak dapat dijelaskan secara rasional atau logika, karena berkenaan dengan rasa dalam proses arstist ik-kreatif. Sense hanya dapat dijelaskan melalui filsafati sebagai inti pengalaman inderawi yang berhubungan psike merujuk Freud sebagai ketidaksadaran adalah kondisi prasadar sebagai lapisan antara pikiran sadar dan bawah sadar mengandung makna untuk ditafsirkan. Orang yang tertindas memiliki kenangan menyakitkan di alam pikiran bawah sadar, direpresikannya ke dalam simbol-simbol menjadi bentuk tertentu yang berkaitan dengan hasrat seksual yang terkandung di alam bawah sadarnya. Artifak serupa tiang cagak yang menjadi sense Soekarno bila merujuk Freud422 berkaitan dengan hasrat seksual karena sebagai simbol phallus alat reproduksi laki-laki. Rancangan tugu, tiang, cagak, paku dudur, atau obelisk
Periksa lebih lanjut Irving Goffman dalam Presentation of Self in Everyday Life yang diterbitkan tahun 1959. 421 IAI Jawa Barat.Sikap dan Pemikiran Suhartono Susilo. Arsitek & Pendidik. Bandung: Badan Sinfar IAI-Jabar. 1998, hal.56. 422 Berry, Ruth (Terj.) Freud. Seri Siapa Dia? Jakarta: Penerbit Erlangga.2001, hal. 41.
420

172

menyerupai phallus sebagai representasi ketidaksadaran dorongan seksual yang direpresi. Hal demikian berbeda dengan arti seruan Soekarno423 untuk menggubah Tugu sebagai Peng-Agung-an Kelaki-lakian untuk menggapai bintang di langit:
adalah pengagungan kelaki-lakian, lingga-verering. Pengagungan kelaki-lakian, bahkan manusia itu di dalam bahasa sebagian daripada bahasa Indonesia, dinamakan tiang. Tiang Djawi, tiang Sunda; tiang = tjagak. Nah, Tugu mempunyai begrip pula Saudara-saudara, pengertian mendjulang ke langit dan pada asalnja adalah pengagungan kelaki-lakian. Linggam atau Lingga-verering, ini mengenai mistik kita di zaman dahulu, tetapi di dalam zaman kita sekarang inipun, mengenai penglukisan daripada revolusi Indonesia itu, sebagai tadi saja katakan, adalah laksana satu greep naar de sterren hendak memegang bintang mendjulang mentjapai bintang di langit.

Sehimpunan rancangan serupa phallus itu bukan sekedar sublimasi libido Soekarno belaka, tetapi juga pengungkapan Soekarno atas sikap heriok kelaki-lakian sebagai ungkapan budaya patriakal yang dominan di Indonesia. Tugu bernuansa phallus yang ditancapkan di catuspatha ke dasar bumi melambangkan kewilayahan yang dikuasainya. Mengingatkan sikap Kepala Suku primitive di saat mempertunjukkan penguasaan atas sebuah wilayah. Soekarno diibaratkan Kepala Suku yang menancapkan simbol teritorialitasnya demi menjangkau cita-cita yang lebih tinggi. Dengan menempatkan melalui cara demikian, ternyata mampu menghadirkan karya Arsitektur yang memancarkan kemegahan dan keagungan. Dibalik tindakan mempertunjukkan kemegahan itu Soekarno sekaligus menutupi keterhinaan sebagai Bangsa yang baru lepas dari penjajahan yang tertinggal jauh dari peradaban melalui cara menorehi tanda
423Soekarno.27

Djuni 1960.

173

silang ganda (X) dan (+) di situs ex. Kemaharajaan untuk memulai Kebesaran Indonesia dengan pemurnian lokasi. Jejak Peng-Agung-an Kelaki-Lakian oleh Soekarno, sekaligus mengungkap Pe-Mulia-an terhadap kaum wanitanya, menyerupai selip lidah dalam teks. Tugu yang semula sebagai pengagungan kelaki -lakian yang diartikan memberi ruang yang lebih istimewa kepada kaum lelaki. Teks itu bertolak dari konsep kesetaraan antara laki-laki dan perempuan seperti harapannya melalui Sarinah424 yang ditulisnya tahun 1947 sebagai seruan bagi kemajuan perempuan di Indonesia. Pengagungan kelaki-lakian dipertautkan dengan kecenderungan Dualitis Jawa yaitu adanya ruang untuk memuliakan eksistensi wanita Indonesia bukan melalui performa Tugu yang teraga, tetapi melalui citra keindahan ornamentik yang tergambarkan di dalam Tugu Nasional, berupa simbol dan warna keemasan dari Padma, Wijayakusuma, serta gerak gemulai sosok Api Kemerdekaan. Pengagungan kelaki-lakian sebagai simbol kekokohan yang melindungi kehalusan jiwa kewanitaan di dalam Tugu Nasional.Dapat disimpulkan bahwa, seluruh ekspresi yang ditampilkan di Kawasan Tugu Nasional, yang di awali oleh penorehan silang ganda dan pemancangan sosok tugu di catuspatha ex. Kawasan itu menggambarkan idealisasi kemegahan gagasan Soekarno bagi Indonesia yang tidak terlepas dari hasrat dramaturgisnya yang disajikan dalam bagan sekuen Arsitektur Drama. Pengalaman indrawi yang dipertautkan keterhubungannya dengan teks secara historikal, menunjukkan adanya kemunculan karya arsitektur yang memiliki esensi mempergelarkan sebagai perluasan arti origin kata

Soekarno.Sarinah, Kewajiban Wanita Dalam Perjuangan Republik Indonesia. Jakarta: Toko Gunung Agung Tbk, 2001, hal. 249.
424

174

panggung425 disebut calculus of meaning426. Kehadiran arsitektur yang dinamai Arsitektur Panggung ini memiliki karakteristik khora sebagai wadah pembawa tanda/jejak imprint bearer berupa ideologi Sang Penguasa. Kehadiran Arsitektur Panggung sebagai konsep khora dengan karya-karya arsitektur yang bersifat konkret-individual terbedakan oleh material kultur-nya. Arsitektur Panggung merupakan ruh dari skenario ideologis yang ditanamkan Penguasa sebelum kehadiran karya arsitektur secara mewujud. Oleh karena ideologi yang ditanamkan Soekarno pada Tugu Nasional adalah ruang ideal ke-Indonesia-an, maka Arsitektur Panggung yang hadir diberi sebutan Panggung Indonesia.

Arti panggung telah diutarakan dalam terminologi, dari akar kata gung artinya gedhebesar diberi awalan pa terjadi nasalisasi menjadi pa- agung-an atau panggonan sing agung panggung -tempat yang agung. Merujuk kamus panggung artinya pagelaran, pentas, platform, stand, teater dan tempat terbuka yang ditinggikan, balkon, tribun, ajang, arena, gelanggang dan sasana. 426 Calculus of meaning sebagai perluasan 'origin' dari makna merujuk etymology. Biasanya ada makna asal, namun kemudian muncul konotasi baru yang hadir i derivasi-derivasi untuk konteks tertentu yang semakin 'banyak' dan lazimnya agak 'menyimpang' dari makna asal.
425

175

Khora sebagai proses kehadiran arsitektur non-material merupakan perluasan ranah arsitektur berdasar adanya ide Arsitektur Panggung sebagai ideologi Penguasa yang ditanamkan sejak proses kehadiran karya arsitektur. Dalam kualitasnya sebagai form mewujud sebagai analogi arsitektur drama. BAB ini akan mengungkap proses kehadiran Tugu Nasional yang didorong oleh trilogi: hasrat, intervensi dan rasa seni sebagai pendorong visualisasi arsitektur merujuk pengutaraan Gunawan Tjahjono, Michael Hays, dan Bernard Tschumi.Ditegaskan oleh Tjahjono, visualisasi tersebut didorong oleh hasrat pernyatakan citra diri untuk mewariskannya. Ketiga gagasan pakar Arsitektur dihimpun berdasar hal-hal metafisik seperti gagasan, konsep, sketsa, memoar Soekarno sebagai Penguasa termasuk aktor pendukungnya; Arsitek, Ahli Struktur dan Seniman yang terlibat. Trilogi hasrat, intervensi dan rasa seni Soekarno yang menyertai proses kehadiran Tugu Nasional ditampakkan oleh, a) hasrat yang besar dalam proses rancangan sehingga terjadi dua kali sayembara, b) perubahan-perubahan rancangan sejak proses perancangan bahkan pada pelaksanaan pembangunan, c) adanya rasa seni yang dilekatkan dalam rancangan Tugu Nasional sekalipun mengundang kontroversi. Trilogi hasrat, intervensi dan rasa seni itu mencerminkan pernyataan Soekarno: De cultuur van een tijdpork is altijd de cultuur van de heersende klasse - kebudajaan daripada sesuatu djaman adalah selalu kebudajaan daripada kelas jang berkuasa 427.

427

Pidato Presiden. Upatjara Pemberian Hadiah Para Pemenang Sajembara Rentjana Tugu Nasional, Istana Negara, Djakarta, 17 November 1960 .

176

Pengutaraan

Soekarno

mempertunjukkan

sikapnya

sebagai

Pemimpin Besar Revolusi428 yang memiliki legitimasi dalam penciptaan kebudayaan Indonesia, sekaligus menunjukkan karakteristik Khora sebagai representasi Ibu-Perawat yang feminine. Menunjukkan dominasi sebagai penyedia tempat bagi sesuatu yang hadir untuk being sekaligus menunjukkan sesuatu yang dicerap sebagai ide bentuk arsitektural yang selalu dalam proses mengada, mengkualitas, memutu. Karakteristik Khora yang melingkupi ide Arsitektur Panggung membuat perbedaan karena adanya kehadiran spectre Sang Penguasa yang tidak ditemukan pada karya-karya arsitektural lazimnya. Dalam konteks ini spectre Soekarno hadir secara transedental. Arsitektur Panggung dengan kehadiran spectre Penguasa juga terjadi pada Hitler ketika menggaungkan ideologi NSDAP; stability, order, tradition in art429 serta menyebutnya Fhrer dalam perannya sebagai Vorsitzender - Ketua dari NSDAP. Hal serupa juga ditunjukkan Joseph Stalin dengan ideologi Realisme Sosialist ketika menggaungkan gaya Gothic Stalinis. Dalam sebutannya Sang Pemimpin Besar Revolusi peran Soekarno demikian menonjol dalam proses kehadiran Arsitektur Mercusuar terutama pada Tugu Nasional. Bahkan peran Soekarno telah melampaui tugas-tugas kenegaraan, karena telah memerankan diri selayaknya Arsitek dengan bekal penguasaan teknis, teknologi serta rasa seni yang dimilikinya. Dapat dikatakan trilogi hasrat, intervensi dan rasa seni yang melingkupi Soekarno telah berperan sentral dalam proses kehadiran karya arsitektur Tugu Nasional.
428Sebutan

Pemimpin Besar Revolusi oleh Soekarno kepada dirinya sendiri, terjadi setelah Dekrit Presiden 5Juli 1959. Segera sesudah itu, kata Revolusi (ditulis dengan R) berkembang jadi kata yang sakti: ia bisa menggetarkan, ia bisa menggugah, ia menghalalkan atau membabat apa saja yang dikehendaki sang penafsir. Sang penafsir tentu saja sang Pemimpin Besar Revolusi, dan itu adalah Bung Karno. Ditu liskan oleh Goenawan Mohamad 5 Juli 2006. 429 Peter Adam.Art of The Third Reich.New York: Harry N Abrams Inc, 1995, hal. 91.

177

Menilik kesejarahannya perancangan Tugu Nasional mengalami dua kali sayembara yaitu tahun 1955 dan 1960. Sayembara tahun 1956 hanya menghasilkan satu pemenang Kedua, yaitu Arsitek Silaban, dan Sayembara tahun 1960 menghasilkan dua regu Pemenang Ketiga yang terdiri atas mahasiswa-mahasiswa arsitektur dari ITB Bandung. Karya keduanya tidak serta merta menjadi rancangan yang siap untuk dibangun, karena Soekarno belum memberi persetujuan, sampai akhirnya Soekarno mengambil sikap kompromi desain karena tidak ingin memperoleh kegagalan yang akan berdampak tertundanya kehadiran Tugu Nasional. Proses yang berlangsung menyerupai Khora, sebagai proses becoming menjadi yang mendahului rancangan Tugu Nasional. Sejumlah teks dipertautkan serta dimaknai secara hermeneutik-interpretatif untuk merajut pengungkapan proses kehadiran Tugu Nasional. Frase yang menunjukkan keinginan Soekarno sebagaimana pengutaraan Tjahjono, bahwa arsitektur hadir berkat Kedua Rancangan Tugu Nasional 1960430:
Kita harus pula mempunjai tanda pula daripada kebesaran bangsa Indonesia, tanda pula, lambang pula daripada tekad bangsa Indonesia untuk dalam peribahasa overdrachtelijk bangsa jang ingin mendjulang, menangkap, nggajuk bintang di langit.

dorongan hasrat

menurunkan citra diri ditemukan sebagai pidato Soekarno di awal Sayembara

Pernyataan di atas menunjukkan pentingnya kehadiran Tugu Nasional sebagai Tanda Kebesaran Bangsa Indonesia, maka sayembara yang keduapun

430

Soekarno, 27 Djuni 1960, hal.9.

178

digelar pada 10 Mei 1960 15 Oktober 1960431 sebagai jalan mengatasi kebuntuan pada sayembara pertama 17 Februari 1955-Mei 1956. Apakah yang melatari sayembara tersebut dan mengapa harus dilakukan sayembara ulangan? Untuk mendeskripsikan situasi di saat sayembara berlangsung akan didahului oleh proses artistik atau proses becoming mewujudkan gambar angan-angan menjadi gambar perancangan yang bersesuaian dengan metode kajian Khora. Melalui sejumlah dokumen pribadi Arsitek Soedarsono432, Diary Arsitek Silaban, Memoar Pemenang Ketiga Sayembara Tugu Nasional Kedua, Memoar dan Dokumen Seniman Edhi Sunarso menjadi data kunci pengungkapan proses kehadiran Tugu Nasional.

Karir Soekarno sebagai Negarawan internasional dilalui usai lawatannya ke berbagai mancanegara. Diawali ke Amerika Serikat 433 yang dilanjutkan ke Moskow434 pada 1956, seusai Sayembara Pertama Rancangan Tugu Nasional 1955 yang dimenangkan Arsitek Silaban sebagai Pemenang Kedua, dikarenakan panitia tidak menemukan rancangan unggulan. Soekarno menyadari kegagalan tidak diperolehnya rancangan Tugu Nasional sesuai ideliasasinya. Ketika berkesempatan melakukan muhibah selama 48 hari ke mancanegara, Soekarno mengamati sedikitnya dua puluh kota yang memiliki
Berdasar memoar Arsitek Soedarsono mengenai Naskah Rentjana Gambar Arsitektur Dari Tugu Nasional dan juga Tertera pada label maket Tugu Nasional karya F Silaban untuk Sayembara Rancangan Tugu Nasional yang pertama. 432 Sejumlah dokumen pribadi Arsitek Soedarsono yang dipinjamkan oleh ahli warisnya memperkaya penelitian ini. 433 Soekarno, Danoeasmoro, Winoto. Perdjalanan PJM Presiden Ir DR H Achmad Sukarno ke Amerika dan Eropa. Djakarta: Rafica, 1956. 434 ______.Kunjungan Presiden Republik Indonesia Soekarno ke Sowjet Uni. Moskow : Penerbit Seni Lukis Negeri. 1956.
431

179

monumen megah yang mengesankannya antara lain di; Moskow, Sofia, New Delhi, Rangoon, Mekah, Tien An Men, Bukares, Warsawa, Swerdlov, Tasjkent, Washington, Mesir, Mexico, Angkara, Rabat, Marroko, Budapest, Argentina, Rio de Janeiro. Sejumlah Tugu dan Monumen yang disaksikannya menunjukkan universalitas form berupa tiang menjulang, skala besar, material logam, serta dapat dipandang dari jarak jauh serta menggambarkan dinamika modern. Pencerapan Soekarno tentang kehadiran tugu, disampaikan dihadapan peserta Sayembara Kedua:435
Saja, saudara-saudara, telah melihat dunia; boleh dikatakan daripada permukaan bumi ini sudah saja lihat, sudah handjajah desa hamilang koridi negeri asing, tinggal beberapa jang belum saja kundjungi dan Insja Allah SWT nanti lain kali Insja Allah akan saja kundjungi pula. Di tiap-tiap Negara saja melihat bahwa ada monumennja, ada bangunannja jang menggambarkan djiwa daripada rakjatnja itu. Di Negara apapun, bahkan kadang-kadang saja menemui monumenmonumen jang dari djaman purbakala, seperti tatkala saja di India, di New Dhelhi, dekat New Delhi itu di sana ada tiang, tugu Acoka terbuat daripada perunggu Saudara-saudara, bukan terbuat dari kaju.

Penelusuran trilogi hasrat, intervensi dan rasa Soekarno proses kehadiran Tugu Nasional sekaligus menyingkap aktor penggagas sekaligus konsepsi awal dilaksanakannya sayembara rancangan Tugu Nasional yang sejauh ini pengungkapannya kurang memadai. Ketiadaan Term of Reference sayembara

Disebutkan oleh Soekarno nama-nama kota di Mancanegara yang dikunjunginya. Simak Soekarno, 27 Djuni 1960, hal. 9.
435

180

tergantikan oleh adanya risalah Claire Holt dalam Melacak Jejak Perkembangan Seni di Indonesia436 serta sejumlah dokumen pribadi Arsitek F Silaban437:
Rencana-rencana untuk sayembara desain dari Monumen Nasional (Tugu Nasional) di Jakarta diumumkan pada tahun 1955 oleh sebuah panitia yang dipimpin oleh Presiden. Spesifikasinya adalah, bahwa Monumen itu harus 64 meter tinggi untuk memperingati tahun 1945 (19+45=64), ketika Indonesia diproklamasikan. Banyak kelompok serta perorangan menyerahkan rencana tahun berikutnya, tetapi tak ada yang memenangkan persetujuan akhir dari juri. Setelah beberapa putaran lagi, sebuah rencana yang disetujui bersama ditetapkan.Pembangunan dimulai tahun 1961 dan mungkin diselesaikan pada tahun 1967 (buku aslinya dicetak tahun 1967)

Catatan Holt menunjukkan gairah masyarakat dalam mengikuti sayembara untuk menanggapi ajakan Soekarno melalui Tim yang diketuai oleh Sarwoko438. Kehadiran Sarwoko bahkan dikatakan sebagai pencetus ide. Atribut pencetus ide tidak sebanding dengan penggagas dalam terminologi arsitektur. Penggagas ide dalam arsitektur, memiliki sejumlah persyaratan pada Sang Aktor yang disertai kemampuan teknis untuk mengupayakan sesuatu yang dicetuskannya terwujud. Dituntut kristalisasi pemikiran runut yang tertuang sebagai Konsep Perancangan. Sedangkan tidak demikian pengertian pencetus ide yang dimaksud secara umum, yang seolah-olah dapat terjadi pada pribadi manapun. Pencetus ide merupakan wacana di bawah tingkatan penggagas. Lebih tepat dikatakan sebagai aspirasi Sarwoko yang tanggap akan kegandrungan

Holt, Claire.Melacak Jejak Perkembangan Seni di Indonesia) Bandung: Masyarakat Seni Pertunjukan Indonesia.2000, hal. 309. 437 Disalin di kediaman Jl. Salak Bogor atas ijin dari MAan sebagai pemegang otoritas dokumen warisan Arsitek F Silaban. 438 Sarwoko, saudara kandung Mr. Sartono, tim pembela Soekarno di pengadilan Kolonial tahun 1930 di Bandung. Oleh Sudiro dinyatakan Sarwoko adalah pencetus gagasan Tugu. Pendapat tersebut masih menjadi kontroversi hingga kini.
436

181

Soekarno439 dalam pendirian tugu dan monumen sebelum sayembara pertama berlangsung. Aspirasi Sarwoko telah diapresiasi Soekarno dengan menunjuknya sebagai Ketua Panitia Sayembara Tugu Nasional Pertama. Ketika mengalami kebuntuan yang mendorong lahirnya Sayembara Kedua menunjukkan gagasan Sang Penguasa yang lebih berperan. Pernyataan Sudiro440 tentang peran Sarwoko sebagai pencetus ide tugu yang disetarakan penggagas, bukan artinya meniadakan peran Soekarno. Pernyataan itu menyerupai demystify441 terhadap sikap politik sentralistik Soekarno untuk menunjukkan perasaan kurang nyamannya atas proses becoming Tugu Nasional yang demikian panjang serta penuh kontroversi. Untuk itu akan dipetakan proses kehadiran Tugu Nasional ini untuk menjawab siapakah sebenarnya Sang Penggagas dan Arsitek.

Terhimpun sebanyak 51 karya, namun tak satupun dianggap layak sebagai pemenang oleh Soekarno. Bahkan karya Frederich Silaban hanya menduduki sebagai Pemenang Kedua. Merujuk dokumen pribadi Arsitek Silaban442 disaksikan sebuah rancangan di catuspatha yang terbentuk oleh tanda silang ganda (X) dan (+). Tugunya menjulang dengan paras menghadap Istana Negara berupa lima pilar ritmis yang diakhiri oleh ornamen patung Garuda
Sebelum sayembara pertama Tugu Nasional digelar 1955, sedikitnya telah didirikan Tugu Pahlawan Surabaya 1951 dan Tugu Muda di Semarang 1952, Tugu Alun-Alun Bunder di Malang 1953 dan Tugu Seguntang di Palembang 1954. 440 Sudiro. Kala itu. Dalam Karya Jaya, oleh Pemerintah DKI Jakarta.Karya Jaya. KenangKenangan Lima Kepala Daerah Jakarta 1945-1966.Jakarta: Pemda DKI Jakarta.1977,hal..103. 441demistify adalah upaya untuk menghapus sesuatu atau untuk menerangkan atau mengklarifikasi sesuatu. 442 Dokumentasi Karya Tugu Nasional dari F Silaban yangdireproduksi atas ijin dari mAan, di Jl Salak Bogor.
439

182

Pancasila pada puncak tugu. Rancangan itu berlokasi di pusat bundaran besar dengan delapan jalan utama menyerupai rancangan Kota Ideal443 dengan pola circle, polygon, trivium maupun polyvium menyerupai rancangan the City of Truth kaya Bartolommeo Delbene pada 1609444. Pusat bundaran memencar lima buah jalan dengan fasade bangunan bermahkota patung burung mengingatkan ornamen Elang Swastika Hakenkreuz di Pavilion Jerman pada International Exposition di Paris 1937. Kesungguhan rancangan monumental bernafas modernitas Barat dari Arsitek Silaban tampaknya mengabaikan nuansa ke-Indonesia-an serta kedinamisan yang menjadi obsesi Soekarno. Kehadiran ornamentik patung Garuda Pancasila sebagai mahkota bangunan tinggi tampaknya kurang mempertimbangkan konsep keterbacaan visual agar keindahannya dapat direpresentasi dari semua arah pandang. Berdasar jejak kepribadian Penguasa pada pembahasan sebelumnya, rancangan Silaban dinilai kurang memenuhi rasa seni Soekarno yang mengingini adanya unsur pesona ke-Indonesia-an, serta sifat plastis-dinamis bagi Tugu Nasional. Berkat kesungguhannya, Arsitek Silaban akhirnya diangkat sebagai Tim Juri Sayembara Kedua tahun 1960, situasi itu menjadikan dirinya tak lagi diperkenankan mengikuti Sayembara. Ketika Sayembara Perancangan Tugu Nasional Kedua 1960 digelar diketuai langsung oleh Soekarno445. Diikuti oleh sejumlah arsitek dan seniman. Claire Holt kembali memberikan gambaran karya yang disajikan oleh peserta
Kostof, Spiro. The City as Diagram dalam The City Shaped: Urban Patterns and Meanings Through History. London:Thames and Hudson. 1991,page 159. Rancangan klasik pusat kota merujuk hal serupa dijumpai di Piazza Del Popolo Roma sebagai konsep trivium. Bertolaknya tiga jalan ke atau dari suatu titik. Kota Berlin juga memperlihatkan circle dan trivium dinamai Rondell Plaza. Juga Washington DC dengan sumbu Mall of Washinton DC. Konsep trivium bertolak dari gedung Capitol ke White House, Lincoln Memorial dan Jefferson Memorial. 444 Ibid, hal.163. 445 Soekarno, 27 Djuni 1960.
443

183

melalui Melacak Jejak Perkembangan Seni di Indonesia446. Dicatatnya pelukis Hendra mengikuti kedua sayembara, namun tidak memperoleh kemenangan:
Pada tahun 1956 Hendra terlibat sangat intensif dalam merancang sebuah versi kedua dari Monumen Nasional, karena rencana pertamanya gagal dalam kompetisi. Rencana dasarnya, bagian-bagian silang, serta model tanah liat menunjukkan sebuah pilar mengerucut yang tinggi dan berat yang melonjong menuju ke sebuah menara dan dihias dengan motif-motif yang menyala yang berhiasan banyak. Tugu itu tampil dari tengah-tengah sebuah dasar besar yang dibentuk seperti garis bentuk burung yang mengembang dari burung Garuda. Ornamentasi dari pagarlangkan, serambi-serambi yang bertiang, serta sayap-sayap berundak mengumandangkan candi Jawa-Hindu, tetapi daripada makara pada akhir dari pegangan pada tangga, terdapatlah siput-siput yang anggun menurut Hendra lambang-lambang dari kemelaratan.

Kesungguhan Hendra terhadap kedua sayembara itu, nampaknya karya Hendra kurang mengenai sasaran ego Kemahabesaran yang melingkupi kepribadian Soekarno melalui karyanya yang penuh simbol dan ornamen namun mengabaikan keeleganan bangunan modern. Hendra dikenal sebagai pimpinan Pelukis Rakyat di Yogyakarta bersama Sudjojono. Karya-karyanya lekat terhadap keseharian alam lingkungan Yogyakarta yang dekat percandian, sehingga karya Hendra lebih tepat dikatakan karya seni ekspresif dibandingkan sebagai karya arsitektur.

446Holt,

Claire. Melacak Jejak Perkembangan Seni di Indonesia(Terj). Bandung: Masyarakat Seni Pertunjukan Indonesia.2000 hal. 309-335-336.

184

Sebuah diary - catatan harian Arsitek Silaban tanggal 30 Oktober 1960447 digambarkannya suasana rapat Tim Juri Sayembara Tugu Nasional antara lain; Soekarno, Ir. Roosseno, PM Djuanda dan Silaban yang memutuskan rancangan nomor 80 dan 81 akan memperoleh hadiah Ketiga senilai Rp.5.000,- dan nomor 103 sebagai Pemenang Keempat memperoleh Rp. 2.500,-. Rancangan 80 dan 81 adalah karya Tim Mahasiswa Arsitek dari ITB dan peserta nomor 103 belum diketahui identitasnya. Selanjutnya, Roosseno mengusulkan 3 atau 4 orang Arsitek terkemuka diberi opdracht merancang bersama-sama - gezamenlijk Tugu Nasional dimulai oleh Presiden sendiri. Usulan itu tidak disetujui oleh Silaban, menurutnya dalam praktek tidak mungkin berhasil kerjasama seperti itu. Kutipannya sbb448:
Bila Pemerintah / Presiden belum dapat memberi opdracht kepada satu orang arsitek, maka itu adalah suatu pertanda bahwa Indonesia belum memiliki seorang arsitek jang demikian besarnya dan sajapun berpendapat bahwa Indonesia belum mempunjai arsitek jang sanggup merencanakan Tugu nasional + Monumen Nasional jang kita idam-idamkan semua.

Dalam diari

itu Silaban sempat mengusulkan kepada Presiden

Soekarno sebuah sketsa Tugu Nasional yang menggambarkan obelisk sederhana yang menjulang setinggi 350 meter dan berlokasi di luar Kawasan Lapangan Merdeka ditengah anlostrada - empat jalan simpang. Adanya perbedaan antara sketsa Arsitek Silaban dalam diari-nya dengan wujud Tugu Nasional, membuktikan bahwa bukan gagasan Silaban yang dikembangkan
447 448

Diary Arsitek Silaban, tanggal 30 Oktober 1960. Ibid, tanggal 7 November 1960.

185

sebagai rancangan final Tugu Nasional. Hal tersebut bersesuaian dengan pernyataan Arsitek Silaban melalui Riwayat Hidup Singkatnya yang tidak menyebutkan dirinya sebagai Arsitek Tugu Nasional. Diari tinggalan Silaban tersebut, selain mengungkap kekecewaannya terhadap keputusan final Soekarno yang menginginkan adanya kompromi desain, juga merefleksi sindiran halus atas pelaksanaan kedua sayembara Tugu Nasional. Di salah satu diari-nya, Silaban menuliskan bahwa karya arsitektur yang besar seperti Taj Mahal, Pyramid dan Cheops, St Pieter, Balai Kota Stocholm dan sebagainya tidak pernah terjadi sebagai karya Sayembara ataupun Tim Arsitek, melainkan berdasar karya Seorang Arsitek saja yang diberi kepecayaan oleh seorang Baginda. Apabila pemerintah/Presiden di Indonesia belum bisa memberi opdrafh kepada seorang Arsitek untuk merancang Tugu Monas, maka sebenarnya Indonesia belum mampu memiliki rancangan Tugu Nasional yang diidam-idamkan semua orang. Berdasar diari tersebut, dapat disimpulkan bahwa keputusan Soekarno dalam melaksanakan hasrat untuk menghadirkan karya Arsitektur, dapat saja terbelenggu oleh sikap nonkooperatif Arsitek yang unggul seperti Silaban, yang menginginkan suatu cara penunjukkan langsung. Akan tetapi tidak demikian halnya dengan Soekarno, dengan trilogi hasrat, intervensi dan rasa seni yang melekat dalam diri pribadinya sekaligus seorang Penguasa, rancangan Tugu Nasional yang hampir tertunda sejak sayembara tahun 1955, pada akhirnya tahun 1961 dapat dilaksanakan. Soekarno mengakhiri perbedaan pendapat itu dan meminta Dewan Juri segera mengumumkan pemenang sayembara. Media Lembaran Minggu 1960449 meliput Pemenang-Pemenang Ketiga Sayembara Tugu Nasional sebagai pemenang ketiga

Lembaran Minggu. Pemenang-Pemenang Ketiga Sayembara Tugu Nasional . 27 Nopember 1960.


449

186

diantara tujuh rancangan yang terpilih yang berasal dari 136 gambar yang diterima panita. Sebagai Pemenang Ketiga adalah dua regu mahasiswa arsitektur mewakili Lembaga Penjelidikan dan Affiliasi & Industri ITB Bandung, bernomor 80 dan 81. Tim pertama bermotto Berjuang Berdasarkan Pancasila terdiri atas, Susantiah (22 tahun), Wahjuningsih (23 tahun), Ardi Pardiman (23 tahun), Bambang Setiarso (24 tahun), Robby Sularto (22 tahun), Sudarmadi (22 tahun), dan Sjaiful Arifin (23 tahun). Tim bermotto Melati terdiri atas Siti Utamini (23 tahun), Alibasah Samhudi (23 tahun), Bondan Hermani Slamet (24 tahun), Noer Sajidi (23 tahun ), Purnomo Hadi (23 tahun), Tato Slamet (23 tahun ) dan Tjan Poo Gwan (21 tahun). Media Lembaran Minggu juga memaparkan: persyaratan ketinggian tugu antara 64 sampai dengan 70 meter, penyimpanan Bendera Pusaka serta plat yang akan bertuliskan Teks Proklamasi dengan tinta emas murni serta lokasi tugu di atas tanah seluas 1 kilometer persegi di Lapangan Merdeka . Menurut Sjaiful Arifin dan Noer Sjaidi450 di awal sayembara gambar situasi Lapangan Merdeka berupa trapezium dengan titik pusat berbentuk bujur sangkar sebagai lokasi tapak Tugu Nasional dengan orientasi di Utara patung pahlawan, yang kelak dipilih sosok Pangeran Diponegoro. Namun dalam ketentuan sayembara itu, belum disebutkan ketentuan adanya rancangan Api Kemerdekaan. Dua regu dari Jurusan Arsitektur ITB menampilkan rancangan setema dengan perbedaan wujud dan dasar tugu. Tim Berjuang Berdasarkan Pancasila merancang tugu berlandaskan segiempat asimetri menyerupai kapal laut, sebagai symbol bangunan yang mampu menahan bahtera, sedangkan Tim Melati merancang tugu bersudut segi lima yang menjulang ke angkasa

Sjaiful Arifin dan Noersjaidi keduanya mewakili dua regu berbeda sebagai Pemenang Ketiga Tim Mahasiswa ITB.
450

187

langsung di atas landasannya. Soekarno tampak terkesan oleh karya rancangan tugu di atas landasan asimetri menyerupai afgeknotte itu. Sungguhpun kedua sayembara tidak ditemukan rancangan yang sesuai hasrat Sang Penguasa, namun tersurat keinginan Soekarno mengadopsi karya rancangan pemenang kedua dan ketiga dari kedua sayembara yang digelar451:
Tetapi apakah yang dipakai? Apakah hadiah ke-3? Apakah hadiah jang ke-2 atau jang ke-3 dari sajembara jang Pertama? Dalam tekad daripada Panitia MonumenNasional jalah bahwa akan ditundjuk sekarang ini beberapa djempolan pencipta Indonesia jang diminta untuk mengadakan satu projek jang finaal dengan mempergunakan segala hasil daripada sajembara ke-1 dan ke-2 sehingga sajembara ke1 dan ke-2 itu tidak terbuang akan manfaatnja. Dari kedua sajembara ini akan diambil manfaat, bahan untuk pentjipta-pentjipta jang nantinja akan ditundjuk. Maksud kami ialah tidak untuk menunjuk banjak sekali pencipta tetapi mengambil beberapa djempolan saja daripada pentjipta-pentjipta kita. Mereka ini kita tugaskan untuk membuat projek daripada tugu dengan entourage monumen nasional seluruhnja dengan mempergunakan bahan-bahan jang saudarasaudara peserta telah berikan kepada kam didalam sajembara ke-1 dan ke-2.

Soekarno

tampaknya

mengharapkan

karya

kedua

pemenang

sayembara menjadi bagian dari proses becoming Tugu Nasional, sekalipun keputusan tersebut telah ditentang sebelumnya oleh Arsitek Silaban. Perihal ketidaksetujuan Silaban, Soekarno mengutarakan452:
Saudara Silaban sebagai anggota juri sana duduknjabeliau sebetulnja tidak setuju kalau tugas membuat projek finaal itu diserahkan kepada beberapa orang. Sebagai tadi saja katakana, kami akan menunjuk beberapa orang djempolan, gembong-gembong pentjipta untuk bersama-sama mentjiptakan monument nasional atau tugu nasional secara finaal. Sdr. Silaban sebetulnja tidak mufakat. Sedjarah, kata sdr. Silaban, belum pernah menunjukkan bahwa sesuatu monumen atau sesuatu keindahan kota atau sesuatu
Soekarno.Pidato Presiden. Upatjara Pemberian Hadiah Para Pemenang Sajembara Rentjana Tugu Nasional,Istana Negara, Djakarta, 17 November 1960, hal. 6. 452Soekarno.Pidato Presiden, 17 November 1960, hal. 9.
451

188

apapun jang hebat adalah hasil dari pada tjiptaan beberapa orang. Selalu hasil tjiptaan satu orang, kata Silaban. Kota Parisjs kenapa hebat Tjiptaan satu orang, namanya Houtman. Betul!!! Piramida, Sang Pharao tidak menyuruh satu panitia bikin satu piramida, tidak. Pharao menjuruh kepada satu orang: Buatlah tempat aku bersemajam berabad-abad, sampai kepada berpuluhpuluh abad, buatlah aku satu hal jang abadi.Perintah kepada satu orang dan satu orang ini mentjipta, menggerakkan dia punja genialiteit, menggerakkan dia punya daja tjipta, terjadilah piramida jang sehebat-hebatnja jang kemudian, ja, banjak jang meniru

Pada permulaan tahun 1961, Arsitek Silaban dan Arsitek Soedarsono mendapat perintah lisan dari Ketua Umum Panitia Monas, Ketua Juri (Ir. Soekarno) pada saat itu Presiden RI untuk bersama-sama dengan beliau membuat pra-rentjana design Tugu Nasional. Dengan understanding antara Arsitek Silaban dan Arsitek Soedarsono, maka disepakati (sendiri2) membuat ide pra rentjana dalam waktu singkat, kemudian diadjukan kepada beliau untuk menentukan pilihan dan tindakan selanjutnja. Beberapa hari kemudian setelah prarentjana diserahkan, design dari Arsitek Soedarsono dipilihnja untuk selanjdjutnja supaja dibuat rencana pelaksanaan (vender uitwerken).

Arsitek Soedarsono453 mengutarakan proses desain Tugu Nasional mengambil dasar pemikiran untuk memenuhi apa yang dinamakan Nasional dengan mengangkat beberapa unsur peristiwa Proklamasi Kemerdekaan Indonesia sebagai wujud Revolusi Nasional dan mengangkat angka keramat 17, 8, 45, Hari Proklamasi sebagai dimensi ukuran dan bentuk arsitekturnya. Rancangan Tugu Nasional yang dipilih oleh Soekarno adalah usulan Soedarsono setelah berkonsultansi dengan ahli struktur Roosseno 454.
Berdasar memoar Arsitek Soedarsono mengenai Naskah Rentjana Gambar Arsitektur Dari Tugu Nasional. 454 Periksa surat- menyurat Roosseno dan Soetami kepada Soedarsono sehubungan rencana struktur Tugu Nasional.
453

189

Pembangunannya melibatkan kontraktor Jepang PT Tohnichi Trading Co Ltd sebagai perubahan rencana semula yang sedianya akan dilaksanakan oleh Tenaga Ahli Indonesia 455. Kenyataan tersebut menyakitkan hati teknisi dan seniman Indonesia yang ingin menyumbangkan ketrampilannya dalam proses kehadiran highrise building Indonesia yang pertama. Perubahan rencana dari Soekarno disebabkan oleh adanya kompromi bersamaan diserahkannya Dana Pampasan Perang Jepang yang disertai lobi-lobi kerjasama di bidang konstruksi456. Adapun pelaksanaan fisik pembangunan Tugu Nasional tidak akan disinggung secara rinci, karena pembahasan ditujukan untuk pengungkapan hal metafisik. Sejumlah dokumen yang tersedia dapat dicermati457.

Seusai pengumuman pemenang sayembara Tugu Nasional, Soekarno memerintahkan dibentuknya Tim Arsitek Djempolan pilihan Presiden458. Gagasan itu mengundak reaksi ketidaksetujuan Arsitek Silaban, namun kekecewaannya tidak disampaikan secara langsung melainkan dinyatakannya dalam diari459.
Lihat Sudiro Kala itu. Dalam Karya Jaya, 1977,hal.103 dan kliping harian tanpa nama dan tanggal bertajuk Dari Tugu Nasional ke Monumen Nasional. Siapakah pentjipta Ideenja yang ditulis oleh: Pak Diro. 456Nishihara, Masashi (Terj.) Dean Praty R. Sukarno, Ratnasari Dewi Dan Pampasan Perang, Hubungan Indonesia-Jepang 1951-1966. Jakarta: Pustaka Utama Grafiti, 1993, hal 152-154. Menunjukkan adanya peran nona Nemoto Naoko yang kemudian dinamai Ratna Sari ketika dinikahi oleh Soekarno. Nemoto Naoko diperkenalkan oleh Kubo Masao pemilik Kobayashi. PT Tohnichi Trading Co Ltd merupakan milik Kubo yang hanya memiliki satu perwakilan dagang di Jakarta. 457 Periksa Laporan Singkat Pekerjaan Proyek Pembangunan Tugu Nasional 1962-1963. Jakarta: Direksi Pelaksana. Cet.Kedua. 1997 dan Tugu Nasional. Laporan Pembangunan 1961-1978. Jakarta: Pembina Tugu Nasional, 1997. 458Soekarno.Pidato PJM Presiden Soekarno Pada Upatjara Pemberian Hadiah Para Pemenang Sajembara Rentjana Tugu Nasional, Istana Negara, Djakarta, 17 November 1960. 459 Diari Arsitek F Silaban 17 Desember 1960.
455

190

Dikritisinya karya Pemenang Ketiga mengambil ide afgeknotte - piramida terpotong menyerupai karya Oscar Niermeyer maestro dari Brazilia untuk National Museum di Mexico. Atas perintah Soekarno, Arsitek Silaban dan Soedarsono diberi mandat untuk mengembangkan ide berdasar rancangan Tim Pemenang Ketiga yaitu sebentuk Tugu di atas landasan afgeknotte. Untuk memastikan rancangan Tugu Nasional didasarkan dokumen Arsitek Soedarsono aaukah Arsitek Silaban, melalui wawancara intensif dengan Sjaiful Arifin dan Noer Sajidi460 dapat disimpulkan salah satu rancangan dari kedua tim itu menjadi landasan ide perwujudan Tugu Nasional yang kini berdiri, yaitu rancangan tugu di atas dasar segiempat asimetri menjulang ke angkasa. Sehingga yang dikatakan sebagai Arsitek Djempolan pilihan Presiden adalah Arsitek Silaban dan Soedarsono. Seperti apakah karya usulan Arsitek Djempolan pilihan Presiden itu? Pertanyaan ini untuk diungkapkan untuk mengetahui peran tokoh yang telah Menyejarah agar dapat meneladani sekaligus mengkritisi karyanya sehingga masyarakat awam tidak lagi bias oleh nama yang disebut sebagai Arsitek Tugu Nasional : Fedrick Silabankah? Arsitek Soedarsonokah? Ataukah Soekarno?

Melalui dokumen pribadi Arsitek Silaban, ditemukan rancangan Tugu Nasional yang menunjukkan ciri modernitas. Tampak upayanya menolak kehadiran afgeknotte sebagaimana diinginkan Soekarno untuk merujuk karya Pemenang Ketiga, regu dari Mahasiswa ITB. Sebagai penggantinya, digubahnya landasan tugu menyerupai podium yang penuh dengan pilar ritmis.
460

Sketsa tangan Sjaiful Arifin, 2011: Tugu Nasional ala regu Berjuang Berdasarkan Pancasila.

191

Sosok tugu dirancang sedemikian langsing mengangkasa. Karena proporsinya yang sedemikian, dalam sketsa tersebut tampak menyerupai sebuah benda yang runcing serta tajam. Rancangan Silaban tampaknya meninggalkan aspek simbolis dan ornamentik, sehingga terkesan beku tanpa emosi.

Dalam

dokumen

pribadinya,

ditemukan

rancangan

Arsitek

Soedarsono yang tampak taat azas terhadap keinginan Soekarno untuk mengadopsi gagasan dari Pemenang Ketiga. Sosok tugu tampil dengan afgeknotte sebagai landasan dan puncak tugu diakhirinya dengan liukan keris yaitu sejenis pusaka dari kebudayaan Jawa kuno yang terdiri atas lekukan luk. Sosok Tugu diilhami oleh rancangan alu lumpang yaitu alat penumbuk padi yang ditancapkan pada dasarnya yang disebut lumpang yang digelar di atas tanah yang ditinggikan yang disebut dhampar atau sitinggil. Rancangannya menyerupai setangkup artifak penting dalam tradisi kehidupan manusia Indonesia yang diwujudkan oleh Arsitek Soedarsono merujuk angka sakral Bangsa Indonesia 17, 8,19, 45 sebagai dimensi arsitekturalnya. L Ketika tampak kesesuaian antara Tugu Nasional yang kini terbangun dengan rancangan Arsitek Soedarsono, timbul pertanyaan: Mengapa Soekarno memilih usulan Arsitek Soedarsono dan bukan karya Silaban sebagai rancangan final Tugu Nasional? Pengungkapannya terjawab ketika menelusuri sejumlah sketsa tangan Arsitek Soedarsono sebagai proses kreatif perancangan Tugu Nasional

192

menampakkan adanya kesamaan art feeling rasa seni antara Soekarno dan Arsitek Soedarsono. Bahasa simbol yang diwujudkan pada karya arsitektur bersesuaian dengan jiwa simbolistik dari Soekarno.

Tiang pertama Tugu Nasional resmi dipancangkan di tengah-tengah Lapangan Merdeka pada 17 Agustus 1961461 menandai awal kehadiran monumen yang kini menjadi Bangunan Bersejarah merujuk UU BCB 1993 dan 2010 yang ditasbihkan tahun 1993 melalui SK No.475 Kepala Daerah Khusus Ibukota Jakarta462.Sosok Tugu Nasional bersepadan dengan signifikasi gagasan Snyder dan Catanese (Budihardjo, 1997) yang mengandung; a) Kelangkaan-scarcities, 2)Kesejarahan-historicities, c) Estetika-aesthetic, d) Superlativitas-superlativity, e) Kejamakan-plurality dan f) Kuantitas pengaruhquantity influences dan tiga kriteria tambahan dari James Sample Kerr, yaitu, g) Nilai sosial budaya, h) Nilai komersial, dan i) Nilai ilmiah. Dalam proses kehadiran Tugu Nasiona ampak adanya trilogi hasrat, intervensi, rasa seni dari Soekarno yang mendorong visualisasi karya Arsitektur Tugu Nasional akan dideskripsikan cara-cara Soekarno dalam proses kehadiran Tugu Nasional pada era 1960-an itu. Menggubah tugu dan monumen rupanya telah menjadi obsesi Soekarno. Sebelum gagasan Tugu Nasional tahun 1955 tergubah: Tugu Muda di Semarang 1951, Tugu Pahlawan di Surabaya 1952, Tugu Alun-Alun Bunder di Malang 1953 dan Tugu Seguntang di
Soekarno, Address by H.E.President Sukarno at The Ceremony of Driving in The First Pile For The National Column, Merdeka Square, Djakarta, 17th August, 1961. Dilaksanakan beberapa waktu setelah pekerjaan pondasi berlangsung. 462 Periksa Pemerintah DKI Jakarta. Himpunan Peraturan Permuseuman Pemerintah DKI Jakarta. Jakarta: Dinas Museum dan Pemugaran. 1999, hal.218.
461

193

kawasan Makam Pahlawan di Palembang 1954463. Senerai penelitian ini ada dua buah tugu di ex. Jl. Pegangsaan Timur 56 Jakarta. Pertama menyerupai obelisk yaitu tugu persegi empat berujung piramid dari bahan beton dinamai Tugu Peringatan Satoe Tahoen Repoeblik Indonesia "464 yang diresmikan pada 17 Agustus 1946 oleh Perdana Menteri Sjahrir dan tertera pahatan Atas Oesaha Wanita Djakarta. Tugu tersebut oleh Soekarno disebut Tugu Linggarjati. Penyebutannya sempat menjadi perdebatan, karena peristiwa Linggarjati baru terjadi tiga bulan setelah tugu tersebut diresmikan. Soekarno bahkan mengamanahkan agar tugu itu dibongkar karena akan rancu dengan Tugu Kemerdekaan465 yang digagasnya sebagai penanda 17 Agustus 1945.
Saudara membuat tugu nasional, kerdjakanlah, djangan jang sama dengan tugu jang di Pegangsaan Timur. Itupun bukan tugu kemerdekaan Saudara-saudara, jang di Pegangsaan Timur bukan Tugu Proklamasi, itu Tugu Linggardjati jang mestinja dibongkar.

Sebuah artikel

Mengenang HUT Kesatu Proklamasi oleh Rosihan

Anwar466, menginformasikan :
Rombongan gadis itu bisa lolos menerobos lingkaran serdaduserdadu Sekutu. Mereka amat bersemangat menghadiri upacara peresmian Tugu Kemerdekaan yang dilakukan PM Sjahrir. Masa itu, Sjahrir disapa akrab dengan panggilan Bung Kecil. Tugu itu bisa didirikan atas inisiatif sekumpulan kaum perempuan yang secara menantang memberi kesaksian atas keberadaan Republik Indonesia yang diproklamasikan satu tahun lalu. Kini Tugu itu, bersama rumah kediaman Presiden dan Perdana Menteri, tempat proklamasi kemerdekaan diumumkan Soekarno-Hatta, telah digusur atas "petunjuk" Presiden Soekarno. Sepotong sejarah telah hilang.

Peresmian Tugu Pahlawan Seguntang di Palembang oleh Soekarno 10 November 1954. Mengenang HUT Kesatu Proklamasi oleh Rushdy Hoesein. 465 Soekarno. Pidato Presiden Soekarno Pada Pertemuan Dengan Para Peserta Sajembara Projek Tugu Nasional Di Istana Negara Djakarta Tanggal 27 Djuni 1960, hal. 7. 466 Sumber KOMPAS - Rabu, 16 Agustus 2006.
463 464

194

Tugu yang disebut Tugu Linggarjati tampaknya kurang mampu menunjukkan sebagai karya unik serta membanggakan, karena menyerupai pengulangan rancangan yang terdapat di Wisma Ranggam sebagai pembuangan Soekarno dan Sjahrir di Bangka. Kedua adalah Tugu Petir sebentuk tugu berbahan beton bulat menjulang berujung sosok petir dari logam. Soekarno menamai Tugu Proklamasi467 sebagai tengaran situs di saat dirinya membacakan Teks Proklamasi. Kedua tugu tersebut berlokasi di atas kawasan Rumah Proklamasi yang telah diratatanahkan. Gagasan Tugu setinggi 17 meter yang dipancangkan di bekas rumah Pegangsaan Timur 56 itu menurut Soekarno 468:
Di muka gedung Pola itu saudara-saudara, jang sekarang bekas Gedung Pegangsaan Timur 56 sudah diratakan, di muka Gedung Pola inilah akan dipantjangkan terbuat nantinja dari perunggu satu tugu 17 meter tingginja Katakanlah seperti, ja seperti hal jang akan dipantjangkan, dipantjangkan persis di tempat dimana pada tanggal 17 Agustus 1945 djam 10.00 pagi Proklamasi Kemerdekaan kita di batjakan. Djangan dibikin tanda jang kriwil-kriwil, djangan dibikin tanda jang terlalu banyak hiasan-hiasan, kasihlah bentuk sebagai satu hal jang dipantjangkan. Pantjangan, di sinilah dulu Proklamasi Republik Indonesia 17 Agustus 45. Didirikan bukan untuk kami, untuk kita dari pada generasi sekarang. Seribu tahun jang akan datang Insya Allah Subjanahu wataala.

Kini, Tugu Kemerdekaan bagai Tugu Petir setinggi 17 meter itu menjadi tengaran yang kurang berhasil di ex. Rumah Proklamasi yang berlokasi berdekatan dengan patung Soekarno-Hatta itu oleh khalayak sering disalahtafsirkan sebagai logo Perusahaan Listrik Negara.Seiring penelusuran Tugu Petir ditemukan sejumlah dokumen rancangan Arsitek Silaban yang
Soekarno.Pidato Presiden Pada Upatjara Pengajunan Tjangkul Pertama Untuk Pembangunan Semesta Berentjana Gedung Proklamasi Pegangsaan Timur 56, Djakarta, 1 Djanuari 1961. 468 Soekarno.Pidato PJM Presiden Soekarno Pada Peringatan UlangTahun ke-435 Kota Djakarta di gedung Olahraga, Djakarta, Pada Tanggal 22 Djuni 1962.
467

195

bertajuk Monumen Proklamasi Kemerdekaan berlokasi di Jl. Pegangsaan Timur. Sebagai petunjuk adanya wacana tugu di kawasan Rumah Proklamasi sebagai gagasan Soekarno. Ketika mencermati rancangan Tugu Petir ataupun gambar rancangan Monumen Proklamasi Kemerdekaan karya Arsitek Silaban yang akan didirikan di ex. Rumah Proklamasi (Taman Proklamasi) tampaknya kurang mampu menunjukkan kebesaran dan kemegahan sebagai tetenger - tanda keterkenangan Bangsa Indonesia. Skala tugu yang relatif pendek ketinggiannya, keluasan tapak serta lokasinya yang kurang memadai serta kurang strategi. Rancangan tugu peringatan seharusnya memiliki keunikan universal agar menjadi karya yang mengandung keterkenangan.Dapatlah dimengerti bila akhirnya Soekarno menetapkan Tanda Kebesaran Bangsa Indonesia gagasannya itu di lokasi yang ter di kawasan ex. Hindia Belanda. Kehadiran Tugu Nasional, tidak terlepas dari hasrat menghadirkan Tanda Kebesaran Bangsa sekaligus perwujudan hasrat menjadi diri Soekarno merujuk psikoanalisis-struktural Lacan. Subjectivity Soekarno sebagai perluasan identifikasi diri Diri Soekarno ketika merepresentasi ke -Indonesia-an yaitu tindakan menyatukan diri dengan subject yang lebih besar, yaitu Tanah Air-nya. Di saat gelegak hasrat Soekarno mengemuka, rancangan Tugu Nasional menjadi curahan gagasannya untuk mewadahi cermin imajiner kemasyuran Kemaharajaan dan Penguasa Terkemuka lainnya melalui citraan khas Soekarnoistik. Sosok arsitektur khas Soekarnoistik merepresentasi Dualitis Paradoksal Jawa Kuno yang menjelma sebagai Tugu Nasional 469 bukan

Sebagai catatan Soekarno merencanakan untuk meresmikan Museum Sejarah di Tugu Nasional pada 17 Agustus 1966469 sekaligus peringatan Hari Ulang Tahun Republik Indonesia ke 21 tahun 1965 digelar di depan Tugu Nasional. Sebagai persiapannya seluruh bangunan Tugu dan Lidah Api serta patung Pangeran Diponegoro sudah selesai
469

196

merupakan akhir dari ide arsitektural Soekarno, karena hasrat dan impian Soekarno tentang ke-Indonesia-an mengandung sifat keabadian Khora. Dalam proses perancangan Tugu Nasional terjadi perubahan akibat rasa seni Soekarno yang menonjol diantaranya penambahan Api Kemerdekaan di Puncak Tugu, yang semula belum terpikirkan, dan penambahan ketinggian Tugu di saat konstruksi tugu telah mulai meninggi serta merta Soekarno menginginkan adanya penambahan ketinggian 10 meter470 dari setinggi 128, 7 m menjadi 132 m, dan akhirnya pada pelaksanaan diperintahkan Soekarno untuk ditambahkan 10 meter , menjadi 142 m.

Sketsa pribadi Arsitek Soedarsono menggambarkan tugu menjulang sebagai perwujudan kepribadian Indonesia yang menggali konsep artefak Jawa Kuno stilisasi alat reproduksi laki-laki-perempuan: linggam-yoni, alat penumbuk padi lumpang-alu, energi positip-negatip sebagai manifestasi Dualitas Paradoksal. Rancangan Tugu ditegakkan diatas pelataran yang ditinggikan disebut sitihinggil sebagai dhampar (bhs. Jawa) yaitu tempat kedudukan bagi yang diMulia-kan bagi Tugu Nasional. Menjelang rancangan final Tugu Nasional, Soekarno memerintahkan penambahan sosok api yang berkesan dinamik

pengerjaannya. Namun, karena situasi negara yang tidak memungkinkan peristiwa tersebut urung dan dipindahkan ke Gelora Bung Karno. Pada HUT Republik Indonesia ke 21 Soekarno telah menyiapkan pidato yang bersesuaian dengan jiwa mengangkasa dari Tugu Nasional dengan Lidah Api Kemerdekaan yang bertajuk: Tjapailah Bintang-Bintang Di Langit. 470 Monumen Nasional. Laporan Singkat Pekerjaan Proyek Pembangunan Tugu Nasional 19621963. Jakarta: Direksi Pelaksana. Cet.Kedua. 1997, hal.55.

197

untuk ditempatkan di puncak Tugu Nasional471. Rencana tersebut menuai kontroversi dari para seniman. Penambahan sosok api di atas Tugu Nasional yang menjulang bebas ke angkasa itu, seolah-olah menyumbat jiwa kebebasan dari Tugu. Akan tetapi, sosok api berukuran raksasa dilapisi emas itu tetap dihadirkan. Dinamai Api Kemerdekaan sebagai manifestasi gelora jiwa Bangsa Indonesia menyerupai dian nan tak kunjung padam. Dian adalah nyala api (bhs. Jawa). Sketsa Api Kemerdekaan goresan Soedarsono memperlihatkan gestalt terinspirasi oleh luk lekukan Keris Pusaka sebagai upaya mewujudkan kepribadian Indonesia dalam rancangan Tugu Nasional. Gambar penampang Api Kemerdekaan memperlihatkan ruang terbuka sebagai area menyaksikan panorama Kota Jakarta, namun mengalami perubahan akibat perluasan bidang landasan Api Kemerdekaan. Sehingga area di bawahnya, yaitu ruang terbuka di Puncak Tugu menjadi terlindungi karena berfungsi sebagai atap. Sosok Api Kemerdekaan sekaligus menjadi p enutup ruang mesin lift. Dengan kata lain, sosok Api Kemerdekaan memiliki beberapa peran sekaligus. Pertama, peran simbolik jiwa Bangsa Indonesia yang bergelora laksana api yang sedang berkobar, Kedua, peran fungsional sebagai selubung ruang lift, dan Ketiga, sebagai unsur estetik di Tugu Nasional. Sosok Api Kemerdekaan mengandung estetika yang khas menyerupai sosok seni patung, karena memiliki metoda pelaksanaan yang berbeda dengan bangunan yang taat azas terhadap gambar bestek472. Kehadiran Api Kemerdekaan diawali sketsa, pembuatan model, dan pelaksanaannya oleh seniman dari yang menuntut keleluasaan improvisasi demi tujuan estetik. Api Kemerdekaan
Pemahaman perihal sosok api untuk ditempatkan di puncak Tugu Nasional diperoleh dari wawancara dengan Arsitek Sjaiful Arifin dan Noer Sajidi, tim mahasiswa arsitek ITB Pemenang III Sayembara Tugu Nasional Kedua. 472 Bestek adalah blueprint gambar arsitektur untuk memandu cara berdirinya bangunan bagi pelaksana / kontraktor.
471

198

dikerjakan oleh Tohnichi Trading Co Ltd dari Jepang berdasar rancangan Arsitek Soedarsono dan konsultan seni Profesor Yoso Hazegawa dan Tartuji Itasaka dari Kanagawa College of Fine and Industrial Arts473. Di masa pembangunan Tugu Nasional seniman Indonesia belum memiliki pengalaman dalam pembuatan patung dari logam, diutarakan oleh Mpu Ageng Edhie Sunarso474. Berdasar informasi yang diterima selama ini475 sosok Lidah Api Kemerdekaan terbuat dari perunggu seberat 14, 5 ton berdiameter dasar + 6 meter dengan tinggi 14 meter terdiri atas 77 bagian yang kemudian disambungkan dan diperkuat oleh baut. Bagian luar Lidah Api ini dilapisi emas seberat + 32 kg yang ditambahkan 17, 845 kg setara 18 kg pada tahun 1995476. Sejumlah surat rekomendasi dari Profesor Yoso Hazegawa dan Tartuji Itasaka pada 1969 kepada Arsitek Soedarsono mengatakan tidak demikian. Karena ranah yang dibahas adalah proses kehadiran Tugu Nasional, sedangkan data yang ditemukan kurang kegayutannya maka tidak akan diuraikan dan menjadi studi penelitian lanjut. Bila memandang sosok Lidah Api Kemerdekaan secara tiga dimensional menyerupai sosok stupa di candi Borobudur dalam keadaan sedang bergerak, meliuk, terpuntir. Namun bila disaksikan sebagai gambar dua dimensi tampak menyerupai gunungan wayang sebagai simbol kehidupan dengan bentuk menguncup di bagian atas. Di kekinian sosok Lidah Api Kemerdekaan

Arsip Surat menyurat Arsitek Soedarsono dan Profesor Yoso Hazegawa dan Tartuji Itasaka. 474 Menurut Edhi Sunarso, Yogya, 2010. Dirinyalah yang pertama membuat patung logam Selamat Datang di Bundaran Hotel Indonesia tahun 1962 dari perunggu, kepada Soekarno diutarakan: :Jangankan membuat 9 meter patung dari perunggu, bahkan 10 centimeter pun saya belum pernah 475 Informasi yang beredar di masyarakat dalam pustaka, internet, brosur panduan di Tugu Nasional. 476 Berdasar bahan Wawancara Wagub Bidang Kesra untuk TVRI tanggal 24 Juni 1993 dan sejumlah dokumen dari Konsultan pada tahun 1993.
473

199

dinilai memiliki gestalt menyerupai liukan seorang penari, bahkan sering dikatakan menyerupai sebentuk ice cream yang meliuk plastis. Penafsiran beragam seperti ini bukanlah sebuah keniscayaan, karena setiap penafsiran pada era postmodernitas ini ditafsir oleh Derrida sebagai kesementaraan.

Rancangan karya seni patung perunggu Pahlawan Diponegoro, ditempatkan di Utara Tugu Nasional sesuai permintaan Soekarno 477 yang dibuat oleh seniman pemahat Italia Prof. Cobertaldo sebagai hadiah dari Konsul Jenderal Honorair Dr. Mario Pitto. Pengerjaannya memakan waktu setahun di Arthena. Memiliki dimensi ketinggian 5 meter di atas setumpu beton berukuran 7 meter x 5 meter. Sosok patung terbuat dari perunggu.

Ketika mencermati dokumen proses kehadiran sosok api, ditemukan juga rancangan gerbang kala-makara. Arfifak serupa kala-makara dijumpai pada relief percandian sebagai simbol raksasa Sang pemakan kala yang artinya waktu. Gerbang Kala-Makara menurut pengamatan menyerupai gerbang waktu sebagai stilisasi kala-makara yang telah dibahas diawal BAB ini. Gerbang Waktu tersebut memiliki kandungan estetika seni kria478 yang kehadirannya diawali dari pembuatan sketsa rancangan, pembuatan model, dan pelaksanaannya dikerjakan oleh seniman- kriawan secara manual.
Lihat kliping harian yang menyatakan bahwa lokasi penempatan Patung Pahlawan Diponegoro itu ditentukan oleh Presiden Soekarno. 478 Seni Kria merupakan bagian budaya masyarakat yang berinduk pada bidang seni rupa yang berujud arifak tiga dimensi yangdibuat secara manual dengan sentuhan artistic merujuk
477

200

Rancangan gerbang itu berornamen Padma-Wijaya Kusuma secara estetik dapat membuka menutup secara otomatis. Ketika menguak berisi sebuah rongga kecil penyimpan kotak kaca berlapiskan emas yang sedianya sebagai wadah Sang Saka Merah Putih. Ornamen yang melingkupi berupa ukiran Kala-Makara.

Pada saat mengalami keruangan di Ruang Kemerdekaan terdengar rekaman suara Soekarno pengulang Pembacaan Teks Proklamasi. Penayangan ini merujuk berbagai sumber merupakan perintah Soekarno yang disampaikan secara langsung oleh di hadapan sidang Komando Pelaksana Pembangunan Museum Sejarah Tugu Nasional merujuk pengutaraan Soemardjo sebagai Sekretaris Kopel PMSTN kepada tim sejarawan479, bahwa Presiden Soekarno menginginkan diperdengarkan kembali suara pembacaan teks Proklamasi. Perintah tersebut memang tidak disebutkan di awal Sayembara Perancangan Tugu Nasional Pertama maupun Kedua, sehingga kenyataan ini masih memerlukan penelusuran lebih mendalam serta verifikasi terhadap sumber sejarah serta saksi sejarah.Keunikan yang terdengar pada rekaman suara Soekarno membacakan Teks Proklamasi bagaikan Aktor yang tengah membacakan puisi dengan jeda serta intonasi yang khas. Suara inilah yang akhirnya menjadi puncak pertunjukkan di Ruang Kemerdekaan ini merepresentasi rasa seni pertunjukan Soekarno yang terasah sejak dirinya

Yuke Ardhiati.Pengindustrian Karya Seni Kria di Indonesia. Tesis Magister Program Studi Pembangunan ITB 2001, hal. 8. 479 Wawancara dengan Dr. Saleh A Djamhari, 2011sebagai saksi sejarah yang menjadi Tim Sejarawan UI yang diperbantukan dalam pelaksanaan Museum Sejarah Nasional di Tugu Nasional.

201

menuliskan

skenario

sandiwara

tonil

sekaligus

menjadi

sutradara

pertunjukannya di masa pembuangan Ende dan Bengkulu, Soekarno telah meleburkan rasa seninya ke dalam proses kehadiran Tugu Nasional.

Rasa seni Soekarno dalam perwujudan arsitektur Tugu Nasional berupa liukan pada Cawan Tugu yang membedakannya dengan afgeknotte karya Oscar Niemeyer di Mexico. Ketika itu Arsitek Silaban sempat menentang keserupaan afgeknotte usulan Regu Arsitek ITB yang dinilai meniru karya tersebut. Liukan plastis pada Cawan Tugu yang berukuran raksasa itu bahkan mencipta sebuah nauangan berteduh bagi ruangan terbuka di bawahnya. Sehingga melindunginya dari cuaca serta terpaan sinar matahari langsung, menyerupai ruang untuk ngendhon (bhs. Jawa) yaitu sikap berdiam diri di suatu tempat untuk sementara. Dapat juga diartikan sebagai masanggrah, makuwon atau dhedhepok. Rasa seni Soekarno pada liukan Cawan Tugu memberi nuansa fungsional selain tujuan bertujuan estetis pemberi perbedaan dengan afgeknotte sebagai tindakan dekonstruksi.

Di keempat sudut luar Cawan Tugu Monas tampak sebuah bidang persegi sebagai atap pintu menuju pelataran Cawan. Sedianya diinginkan oleh Soekarno ditempatkan empat buah kelompok patung bertema revolusi480 yang akan dipersiapkan oleh seniman Edhi Sunarso. Ketika belum menampakkan hasil, Soekarno memerintahkan adanya variasi penggantinya berupa nyala api
480

Memoar Arsitek Soedarsono tentang Design Kelompok Patung Revolusi.

202

gas yang tidak pernah padam yang instalasinya disulut menembus basement. Akan tetapi beresiko adanya masalah teknis karena posisi sudut terluar ini sangat riskan terhadap masalah hujan serta mengkhawatirkan unsur kekuatan struktur beton di basement oleh karenanya rencana ini ditangguhkan. Sebagai gantinya akan ditempatkan empat perwatakan hewan sebagai simbolik negara seperti halnya Naga dari Tiongkok, Gajah Putih dari Muangthai, Kangguru dari Australia, Singa dari Singapura, Leo dari Negeri Belanda, Anjing yang menyusui anaknya dari Italia. Pilihan jatuh pada Banteng sebagai Raja Rimba yang menurut Soekarno merupakan Simbol Negara Indonesia, yang terinspirasi oleh lukisan pertarungan Banteng dengan Singa Besar karya Raden Saleh. Di ke-empat sudut luar Cawan Tugu Monas sempat dibuat maket ukuran sebenarnya serta sempat diwacanakan sebagai pameran di Gedung Pola. Gagasan adanya Banteng menuai protes dari para partai politik di Tanah Air yang menganggap simbol Banteng memihak partai tertentu. Selain itu dikarenakan adanya kesulitan teknis serta pertimbangan estetik yang disampaikan oleh Profesor Lorenzo Ferri dari Studi dArte Internationale - Roma sebagai konsultan patung. Mpu Ageng Seni Patung Edhi Sunarso menunjukkan beberapa maket dengan gesture Banteng yang telah di Acc Soek pada tahun 1966. Keempat gerakan Banteng di atas dinilai Profesor Lorenzo Ferri sulit dilaksanakan dan memakan waktu setidaknya lima tahun. Disamping itu, keempatnya sulit untuk dapat dinikmati dari semua arah pandang karena letaknya yang berada di Cawan Tugu. Hingga saat ini wacana pembuatan empat patung itu masih tertunda. Ketika terjadi kebuntuan Soekarno menggagas adanya diorama bertema Revolusi sebagai penggantinya, yaitu 1) Zaman Keemasan, 2) Zaman Penjajah, 3) Zaman Revolusi Fisik, dan 4) Zaman Pembangunan. Maket ke-

203

empatnya sempat dibuat dari bahan gips. Akan tetapi, setelah dievaluasi keempat diorama di sudut luar Cawan ini dinilai tidak mampu menyumbang keseimbangan estetis pada Tugu Monas secara keseluruhan, karena ekspresi keempat diorama tersebut memang tampil secara ekspresi yang tidak seragam, sehingga diputuskan untuk tidak dilanjutkan. Hingga kini Cawan Tugu Monas tidak menampilkan artefak apapun. Rasa seni yang berkenaan ide form Soekarno ditampakkan pada rancangan yang telah memperoleh persetujuan darinya berupa acc Soek. Untuk mencapai persetujuan itu kepuasan visual Soekarno yang ditampakkan oleh sesuatu keunikan Bahkan tidak segan-segan Soekarno ikut serta menorehkan gagasannya ke dalam rancangan, bahkan mengutarakan ide-ide arsitektural berbagai karya mancanegara sebagai sumber inspirasi. Tampak kesan bahwa Soekarno menghindari desain ornamentik yang rumit, selera keindahannya ditampakkan melalui gesture ekspresif yang memancar dari struktur desain yang fungsional. Kepeduliannya terhadap citra dan guna sekaligus mengingatkan kepada pernyataan Romomangun Wijaya tentang Vastu, yaitu Arsitektur sebagai penciptaan suasana dari perkawinan guna dan citra.Selain, dorongan hasrat dan rasa seni, sikap Soekarno juga menunjukkan intervensi-nya dalam proses kehadiran Tugu Nasional. Usai rancangan final Tugu Nasional disetujui di 1961, Soekarno menginginkan adanya perubahan ketinggian tugu dari ketinggian awal, yaitu penambahan ketinggian yang semula 128,7 meter dari rencana Soedarsono, dengan memerintahkan Staf Kedutaan Indonesia di Amerika untuk menginformasikan ketinggian Monumen Washington DC di Amerika481 . Ktinggian 555 feet 5 inchies atau sekitar 182 m yang menumpu di atas luasan

481

Surat kawat dari Sekretariat Negara tertanggal 13 Februari 1961.

204

dasar 55 square feet serta kedalamannya 36 fet 10 inchies. Ketinggian Tugu Nasional telah diubah menjadi 132 meter. Hal tersebut itu berrakibat pada pelaksanaan pekerjaan karena penambahan ketinggian bangunan jua otomatis yang bertambah beban mati yang dipikul oleh struktur bangunan.

Sekalipun demikian intervensi yang dilakukan Soekarno yang terkait erat form arsitektural tugu tetap dilaksanakan. Dorongan hasrat, rasa seni dan intervensi yang dilakukan Soekarno terutama bagi proses kehadiran arsitektur Tugu Nasional tampak mendominasi bahkan telah memposisikan Soekarno sebagai seorang Arsitek yaitu Aktor yang memiliki kecakapan teknis membangun serta kepekaan akan keindahan dalam menghadirkan karya arsitektur secara poetic yaitu karya yang konstruktif serta inspiratif, sebagaimana telah dilakukan oleh Soekarno Pada masa pembangunan Tugu Nasional berlangsung, peran Soekarno tampak sangat dominan, baik semasa proses kehadiran Tugu Nasional, beberapa perubahan rancangan diperintahkan langsung oleh Soekarno. Pertama, adanya penambahan Api Kemerdekaan di Puncak Tugu. Mahkota bagi Tugu semula belum terpikirkan, dan Kedua adanya perintah penambahan ketinggian Tugu di saat pembesian telah berlangsung. Ketika konstruksi Tugu telah mulai meninggi, serta merta Soekarno menginstruksikan penambahan ketinggian 10 meter482 dari ketinggian Tugu dari setinggi 132 meter, ketinggiannya kini mencapai 142 m.

Monumen Nasional. Laporan Singkat Pekerjaan Proyek Pembangunan Tugu Nasional 19621963. Jakarta: Direksi Pelaksana. Cet.Kedua. 1997, hal.55.
482

205

Proses memutu terwujudnya rancangan Tugu Nasional juga telah melahirkan sejumlah kontroversi termasuk di lingkungan terdekatnya, yang tidak disampaikan secara langsung. Salah satunya Arsitek Silaban melalui catatan hariannya483, mengungkapkan kekecewaan terhadap Soekarno karena usulan Tugu Nasional rancangannya yang tidak diakomodir, Soekarno justru memilih rancangan Arsitek Soedarsono. Diakui ataupun tidak, sayembara rancangan Tugu Nasional telah menginspirasi sejumlah Arsitek dan Seniman untuk berperan serta menggubahkan karyanya. Tugu Nasional menjadi obsesi berkarya secara prestisius. Terutama bagi Arsitek yang telah berjuang sebagai peserta Sayembara. Keberpihakan Soekarno kepada karya usulan Soedarsono sempat menyebabkan ketegangan diantara keduanya. Peristiwa tersebut diceriterakan kembali oleh Anton Soedarsono 484 putera Arsitek Soedarsono sebagai saksi mata kedatangan Arsitek Silaban ke rumahnya di Bogor. Sekalipun yang tampak berperan sebagai Arsitek dalam masa perancangan Tugu Nasional adalah Soedarsono. Akan tetapi, jauh dilubuk hati arsitek yang bersahaja kehidupannya ini menyimpan sebuah beban tak tertangguhkan hingga menjelang wafatnya. Kepada puteranya, dan juga melalui memoarnya, Soedarsono menginginkan adanya sebuah pengakuan kepada khalayak, bahwa Arsitek Tugu Nasional adalah Dr. Ir. Soekarno, Sang Penguasa yang telah memimpikan kehadiran ruang ke-Indonesia-an sebagai Kebanggaan Nasional itu. Dirinya, hanya arsitek eksekutif semata, yang memvisualkan apa yang diinginkan oleh Soekarno. Sikap ini menunjukkan penghormatan Soedarsono

Diungkapkan berdasar catatan harian F Silaban tertanggal 29 Oktober 1960 di rumah tinggalnya jl. Salak Bogor. terdokumentasi atas ijin wakil MAan Ir. Cung Setiadi, 2010. 484 Wawancara dengan Anton Soedarsono di Jakarta 2010.
483

206

kepada Soekarno yang berperan melampaui tugas seorang Presiden. Atensi yang berlebihan terhadap rancangan Tugu Nasional hingga pelaksanaannya, menggubah dirinya untuk menempatkan Soekarno dalam posisi sebagai Arsitek Tugu Nasional. Terungkap dalam memoarnya berikut ini. Pemaparan memoir arsitek Soedarsono, belum dapat dipastikan mampu menjawab pertanyaan: Siapakah sebenarnya Arsitek Tugu Nasional? Karena dalam terminologi yang lebih luas pengertian Arsitek sebagai penggubah peradaban Tugu Nasional ditunjukkan oleh peran sentral Soekarno, akan tetapi dalam pelaksanaannya, peran arsitek Soedarsono sebagai visualisasi ide-ide Soekarno membuka tafsir yang terbuka sebagaimana difference sebagai ungkapan kementaraan oleh Derrida. Akan tetapi, ketika dipertautkan kehadiran Khora sebagai kehadiran Arsitektur Non Material yang dilakukan oleh Soekarno sebagai kesinambungan perjuangannya sejak menuliskan pledoi Indonesia Menggugat dan berproses sedemikian intensifnya sehingga mewujud sebagai rancangan arsitektural, maka pengertian peranan Soekarno dalam proses memutu kehadiran Tugu Nasional adalah peran seor ang Arsitek yang sebenarnya.Bentuk intervensi oleh Soekarno dalam proses kehhasutgadiran karya arsitektur bukan hanya dialami oleh Arsitek Soedarsono pada proyek Tugu Nasional, tetapi juga oleh Arsitek Silaban pada proyek arsitektur gedung Bank Indonesia. Dalam sebuah diari Silaban yang lain, tertanggal 28 Maret 1964 di Bogor. Dituliskannya dalam bahasa Belanda uraian dialognya dengan seorang Menteri yang diutus Presiden Soekarno untuk membicarakan perubahan rancangan gedung Bank Indonesia. Silaban menganggap Soekarno telah mengintervensi kerja Arsitek. Kutipannya 485
Kutipan catatan harian F Silaban yang telah ditranslasi dari Bahasa Belanda oleh Achmad Sunjayadi, 2010.
485

207

Menteri : Kun je niet iets anders versiering. Altijd die bosch kolommen en plat bovendien. Apakah kamu tidak bisa menghiasinya dengan sesuatu yang lain, lagipula selalu dengan ikatan pilar-pilar dan teras/pipih. Silaban : Het is niet bijaksana van de Pemimpin ook om architect te spelen. De pemimpin kan wel zeggen: ik vind dit niet mooi en dan kan de architect een ander ontwerp maken. Totdat de Pemimpin het wel mooi vindt. Rechthoekige kolommen zijn goedkoper dan ronde en wat de diepte van de kolommen hetzelfde...wel...dit is zo gekozen omdat het een afstand schept Tusschen de warme lucht buiten en de koele lucht binnen het gebouw. Adalah sesuatu yang tidak bijaksana dari seorang Pemimpin yang ikut-ikutan berperan sebagai arsitek. Pemimpin bisa saja berkata: Menurut saya ini tidak bagus, maka sang arsitek dapat membuat rancangan yang lain sampai sang Pemimpin berpendapat itu bagus. Pilar-pilar bersudut lebih murah daripada yang bulat dan struktur dalam pilar-pilar itu pun sama. Begitulah....akhirnya ini yang dipilih karena menghasilkan jarak antara udara panas di luar dan udara sejuk dalam bangunan.

Kutipan diari Silaban menunjukkan intervensi Soekarno yang menyerupai sikap otoriter Penguasa terhadap ranah yang dianggap bukan menjadi wilayah kerja seorang Pemimpin. Akan tetapi bila dipandang dari sisi ideologi politik Soekarno, Nation and Character Building yang sedang digaungkan yang dilakukannya justru menunjukkan sikap intervensi

kenegarawanan, berupa kesediaannya meleburkan diri ke dalam kancah rancangan karya sekaligus di masa pembangunannya. Peristiwa intervensi tersebut menunjukkan adanya kesatuan Jiwa dan Raga yang merepresentasi sikap politik Soekarno. Proses memutu kehadiran Tugu Nasional telah melampaui proses-proses kelazimannya sebagai Mandataris MPRS yang seharusnya lebih

208

memprioritaskan pelaksanaan Pembangunan Semesta Berencana Delapan Tahun Pertama 1961-1969486 dibandingkan Tugu Nasional Mengapa Soekarno melakukan skenario di luar Proyek Mandataris MPRS 1961, sementara itu perumusan Proyek Mandataris MPRS tahun 1961 juga telah menguras perhatian Soekarno bersama Depernas- Dewan Perancang Nasional. Ternyata ketika dicermati Projek Mandataris MPRS berskala Nasional yang bersifat fungsional. Tidak satupun projek yang mampu mengespresikan kebebasan berkarya arsitektural sebagaimana dapat dilakukan Soekarno terhadap Tugu Nasional. Himpunan projek fisik mandataris MPRS, seperti Museum Nasional, Gallery Kesenian Nasional, Perpustakaan Nasional, Taman Kebudayaan, akhirnya terlaksana dengan hanya menempati ex. Bangunan peninggalan Kolonial dan bukan karya Arsitektur bangunan baru yang dirancang khas, yang terlaksana di masa Soeharto setelah Soekarno wafat. Sejumlah projek cadangan seperti Theater Nasional sebagai usulan Arsitek Silaban487, proyek Konservatorium dan Sirkus Nasional hanya menjadi wacana. Adapun yang terlaksana adalah proyek Cagar Alam dan Taman Margasatwa sebagai perluasan dari Kebun Raya Bogor. Dorongan hasrat Soekarno untuk merayakan sesegera mungkin terwujudnya ruang keIndonesia-an sebagai Nation Pride tidak terelakkan, sehingga hasrat, intervensi dan knowlegde yang melingkupi Soekarno memampukannya untuk menggulirkan kehadiran karya arsitektur Tugu Nasional. Keberpihakan Soekarno terhadap Projek Mercusuar dibanding projek Mandataris MPRS tergambarkan oleh dialog Soekarno ketika dipertanyakan alasan mengapa

486Periksa

kumpulan amanat Presiden Soekarno yang dihimpun Said, Mohammad (ed). Pedoman Untuk Melaksanakan Ampera, Jilid I &II. Surabaya: Penguasa Darurat Militer Daerah Djawa Timur / Pedarmilda, 1961. 487 Dok Pribadi Arsitek Silaban disalin pada 2010.

209

pembangunan Tugu Nasional yang berlangsung bersamaan dengan projek Masjid Istiqlal. Perhatian tercurah kepada Tugu Nasional lebih besar bila dibandingkan dengan Masjid Istiqlal. Kepada Menteri Agama K.H. Syaifudin Zuhri dari Kabinet Dwikora menuturkannya kepada Maulwi Saelan488. Soekarno memprioritaskan Tugu Nasional dibanding Masjid Istiqlal karena489:
Saya dahulukan dan sesegerakan menyelesaikan pembangunan Tugu Nasional dari pada pembangunan masjid ISTIQLAL, karena saya yakin kalau saya tidak ada (maksudnya meninggal) pembangunan masjid tetap akan diteruskan oleh rakyat sampai jadi, sedangkan pembangunan Tugu Nasional barangkali tidak dilanjutkan.

Pernyataan Soekarno mengandung kekhawatiran bila tanpa intervensi darinya proyek Tugu Nasional terancam terhenti. Hal itu menunjukkan kesadaran Soekarno atas perkembangan situasi politik yang kian deras mengritiknya sebagai Penguasa yang kurang peka terhadap kebutuhan masyarakat banyak. Namun, memprioritaskan keberlangsungan Tugu Nasional adalah tindakan politis Soekarno yang membuktikan kesungguhannya sekalipun ditengah badai kontroversi, sebagai sebuah tekad yang menunjukkan Arsitektur Tugu Nasional sebagai ekspresi kesatuan Jiwa dan Raga Soekarno

488Saelan,

Maulwi. Dari Revolusi 45 sampai Kudeta 66. Kesaksian Wakil Komandan Tjakrabirawa. Jakarta: Yayasan Haki Bangsa. 2001. 489 Surat Kabar Merdeka 19 April 1979. .

210

Ritual pemancangan Tugu Nasional dilaksanakan pada 17 Agustus 1961490 sebagai penanda kehadiran peradaban highrise building di Indonesia. Pelaksaannya dilakukan sehari setelah pameran Pembangunan Semesta Beretjana Delapan Tahun Pertama sebagai proyek Mandataris MPRS yang digaungkan Soekarno491 di Gedung Pola Jakarta. Dikatakan kedua proyek besar itu dihadirkan sejaman. Menilik substansi pola Pembangunan Pembangunan Semesta Beretjana Delapan Tahun Pertama492 ternyata tidak tercantum nama proyek Tugu Nasional di dalamnya. Hanya termuat sejumlah proyek bangunan antara lain; Museum Nasional, Gallery Kesenian Nasional, Perpustakaan Nasional, Taman Kebudayaan,dan sejumlah proyek cadangannya, yaitu; Theater Nasional, Konservatorium Nasional, Sirkus Nasional, Cagar Alam dan Taman Margasatwa, dan Perpustakaan Desa493. Demikian pula ketika menelisik Laporan Pembangunan Tugu Nasional494 ditemukan ketidakterhubungan antara Proyek Tugu Nasional dan Proyek Mandataris MPRS 1961. Hal tersebut diperlihatkan pada kutipan:
Dalam pelaksanaan pekerjaan proyek pembangunan Tugu Nasional. Masa pelaksanaan dibagi melalui tiga tahap sebagai berikut: Tahap pertama, pada masa 1961 sampai dengan tahun 1965, yaitu pelaksanaan pekerjaan di bawah pengawasan Panitia Monumen
Soekarno, Address by H.E.President Sukarno at The Ceremony of Driving in The First Pile For The National Column, Merdeka Square, Djakarta, 17th August, 1961. 491 Soekarno.Pidato PJM Presiden Sukarno Pada Pembukaan Pameran di Gedung Pola, Pegangsaan Timur, Djakarta 16 Agustus 1961. 492 Said, Mohammad (ed). Pedoman Untuk Melaksanakan Ampera, Jilid I &II. Surabaya: Penguasa Darurat Militer Daerah Djawa Timur / Pedarmilda, 1961. 493 Ibid, hal.562-565. 494Monumen Nasional. Laporan Singkat Pekerjaan Proyek Pembangunan Tugu Nasional 19621963. Jakarta: Direksi Pelaksana.Cet. Kedua. 1997, hal. 31.
490

211

Nasional, biaya yang didapat adalah sumbangan masyarakat. Tahap kedua, pada masa 1966-1968 yaitu pelaksanaan pekerjaan masih di bawah pengawasan Panitia Monumen Nasional, sedangkan biayanya didapat adalah Pemerintah Pusat Sekretariat Negara RI.

Ketika kedua dokumen tersebut dipertautkan mengundang sebuah pertanyaan: Benarkah Tugu Nasional merupakan Proyek Mandataris MPRS? Pertanyaan tersebut sulit untuk dikatakan demikian, karena tidak terdapat nama proyek Tugu Nasional sebagai substasi proyek Mandataris MPRS 1961. Terlebih ketika dalam pertanggungjawaban akhir Soekarno melalui Nawaksara sebagai pertanggungjawaban formal Soekarno kepada MPRS, pelaksanaan proyek tersebut tidak disinggung. Demikian juga media massa yang kritis tidak menyinggungnya. Dengan demikian disimpulkan bahwa Tugu Nasional merupakan proyek di luar skenario Mandataris MPRS dan menyerupai scenario dadakan Soekarno. Mandat MPRS 1961 tertuang rinci dan formal, menyerupai skenario tahapan pembangunan di Indonesia, mulai dari jenis proyek hingga cara pencarian beaya untuk membiayainya. Namun dalam waktu yang hampir bersamaan, Soekarno juga menggelorakan Projek Mercusuar. Projek megah yang tidak ditemukan adanya konsep perencanaan dalam Tata Kenegaraan. Dalam dokumen resmi Pembangunan Semesta Berencana Delapan Tahun Pertama 1961-1969 tidak ditemukan nama proyek yang disebut Projek Mercusuar bahkan projek Tugu Nasional. Situasi menjadi pelik karena bertumpang tindih sejumlah proyek fisik yang tidak direncanakan terlebih dahulu sumber pendanaannya. Terutama bagi Proyek Mercusuar Soekarno yang menjadi isu perbincangan sehingga menimbulkan suasana ketegangan. Sumber pendanaan Projek Mercusuar diperoleh dari berbagai sumber serta bantuan dari berbagai pihak antara lain; Gelora Bung Karno dibiayai atas pinjaman dari Sowjet Uni, Hotel Indonesia didanai

212

dari Dana Pampasan Perang Jepang, Planetarium dari dibiayai oleh GKBIGabungan Koperasi Batik Indonesia, sedangkan Tugu Nasional didanai oleh penggalangan dana dari pihak swasta serta Pungutan Sumbangan Wajib495 yang diberlakukan oleh Menteri Perdagangan Dalam Negeri. Terhitung sejak 15 Juli 1965 dilakukan potongan sebesar Rp.50,untuk Golongan A klas I, Rp.35, untuk B klas I dan Rp. 40,- dan Rp.30,-. Untuk Golongan C klas I dan II sebesar Rp.30,- dan Rp.25,-. Peristiwa terselenggaranya Tugu Nasional tak terelekkan terjadinya kontroversi terhadap pelaksanaannya sekalipun upaya-upaya penggalangan dana dilakukan Soekarno dengan mengundang pengusaha-pengusaha untuk berkonstribusi agar menjamin terwujudnya Kemegahan Kota Jakarta, salah satunya membentuk Panitia Keindahan Kota Jakarta496. Ketika timbul pertanyaan : Bagaimanakah Tugu Nasional terselenggara di masa Soekarno? Untuk menjawabnya perlu direfleksikan kembali benang merah proses memutu Tugu Nasional sebagai perwujudan impian Soekarno sejak masa perjuangan yaitu sebelum Proklamasi. Berdasar data yang himpun dan dikategorisasi sebagai periode Sebelum Proklamasi dan Setelah Proklamasi pada BAB III, dapat disimpulkan bahwa rancangan Tugu Nasional terselenggara sebagai pertautan kemampuan arsitektural Soekarno sebelum dan sesudah Proklamasi.Buah karya arsitektur sepanjang peristiwa bersejarah terkait Soekarno menunjukkan akumulasi kemampuan Soekarno selama periode Sebelum dan Setelah Proklamasi, yang berupa kemampuan diri sebagai insinyur-arsitek, politisi, peracang gaya busana pribadi, orator ulung, penulis, pembuat skenario sandiwara tonil, kartunis,

Dikutip dari Kompas tanggal 10 Juli 1965 hal. 2. Soekarno.Amanat PJM Presiden Sukarno Kepada Panitia Keindahan Kota di Istana Negara 4 April 1965.
495 496

213

pelukis realis. Peran Soekarno sebagai politisi dalam persiapan Kemerdekaan sejak dalam perancangan naskah Proklamasi hingga Proklamator memperteguh eksistensinya ketika dirinya menjadi Presiden. Dengan legitimasi yang dimilikinya Soekarno menggaungkan ideologi Nation and Character Building yang terwujud sebagai kebudayaan/peradaban Indonesia modern di semua lini; bahasa, busana, tari daerah, sendratari-seni drama dan tari, serta sejumlah lukisan, patung realis, interior dan arsitektur. Menurut pandangan saya, proses memutu kehadiran arsitektur Tugu Nasional telah melampaui berbagai kesulitan sejak masa perancangan hingga pelaksanaan fisiknya, tetapi kehadirannya yang mewujud fisik itu tidak terlepas dari peran sentral Soekarno sebagai Presiden melalui dorongan trilogi hasrat, intervensi dan rasa seni yang melingkupi dirinya. Dalam trilogi itu terkandung pertautan Jiwa dan Raga Soekarno sebagai Pribadi sekaligus Penguasa yang menunjukkan adanya kekuasaan yang mendorong penciptaan keruangan berdasarkan pengetahuan kearsitekturan yang dimiliki, sehingga laras dengan wacana space-power-knowledge gagasan Michel Foucault497 sekaligus merefleksi karya arsitektur berbasis point de folie-Maintenant lArchitecture gagasan Derrida498. Realitas diri Soekarno dalam proses memutu kehadiran Tugu Nasional telah melampaui wacana space-power-knowledge dan konsep point de folie, karena isu terselenggaranya karya arsitektur di Tugu Nasional bukan hanya diakibatkan oleh adanya power sebagai pengetahuan kearsitekturan semata, juga menunjukkan perluasan pengertahuan berupa, karya seni yang saling melingkupi sebagai ruh Arsitek Soekarno. Pengungkapan adanya kesatuan

Foucault, Michel (ed) Rabinow, Paul. The Foucault a Reader New York: Pantheon Books. 1984. 498Derrida,Jacques.Point de folie-maintenant l'architecture//www.jacquesderrida.com.ar/Point de folie_maintenant l'architecture_Source 27Avril 2009.
497

214

Raga dan Jiwa Soekarno sebagi Penguasa sekaligu Arsitek dalam proses kehadiran Tugu Nasional telah memperkaya wacana space-power-knowlegde yaitu oleh adanya temuan khas yaitu, peran Arsitek Penguasa yang memperluas cakupan waca Foucault itu menjadi space-power-knowledge-actor-art. Sekaligus memperkaya filsafat kegilaan dalam arsitektur point de folie - Maintenant lArchitecture menjadi Point de folie l'homme et de l'art sebagai titik kegilaan pada manusia dan seni. Oleh karena trilogi hasrat hasrat, intervensi dan rasa seni yang melingkupi diri Soekarno dijiwai oleh idealistik ke-Indonesia-an, maka proses kehadiran karya arsitektur sebagai khora dalam dinamai Khora Ke-Indonesia-an.

Untuk membentuk teori arsitektur berdasar Grounded Theory, atau memoing berdasar Grounded, akan diuraikan empat unsur penting yang perlu terkait teori yaitu; 1) pengertian dan fungsi teori, 2) bentuk dan formulasi teori, 3) teori subtantif dan teori formal, serta 4) unsur-unsur suatu teori. Tata cara pembentukan teori tidak akan disinggung, namun akan digubah dalam pustaka metode Grounded Theory untuk ranah Arsitektur dan Desain499 Dalam konteks peradaban karya arsitektur Projek Mercusuar menunjukkan tonggak baru kemajuan Indonesia dibidang perancangan sebagai yang ter: tertinggi, terbesar, terindah, terbaik, terabadi di Asia Tenggara. Usai Dekrit Presiden 1959500Soekarno mengalami puncak keragaman ideologis yang mengantar kelahiran Demokrasi Terpimpin buah pemikiran tentang

499

Senarai pustaka ini terbit, buku penerapan metode Grounded Theory untuk ranah Arsitektur dan Desain dirancang untuk terbit mendampinginya. 500 Soekarno. Amanat Presiden Soekarno pada Sidang Pleno Pertama Dewan Perantjang Nasional, 28 Agustus 1959 dalam Mochamad Said (ed). Ibid, hal. 1879.

215

demokrasi khas Indonesia melalui politik, ekonomi, dan budaya dalam bingkai Nation and Character Building501 yang disusul oleh gagasan Membangun Tata Dunia Baru sebagai perluasan keberhasilan Konferensi Asia-Afrika 1955502.Selanjutnya Soekarno digayuti oleh gagasan ideologi Nasakom (Nasionalis-AgamaKomunis)503. Dapat dikatakan di sepanjang era 1960-an benak Soekarno yang digayuti oleh keragaman ideologis yang mendorong hasrat Soekarno untuk me-manggung-kannya melalui panggung tak teraga salah satunya melalui moda komunikasi berupa karya arsitektur. Keragaman ideologis Soekarno itu yang memerlukan panggung memperoleh tempatnya, ditandai oleh kehadiran bangunan pencakar langit yang divisualkan sebagai arsitektur Tugu Nasional setinggi 142 m, Wisma Nusantara dengan 29 lapis lantainya, Planetarium sebagai observatorium terbesar, serta stadion Gelora Bung Karno dan Masjid Istiqlal sebagai yang terbesar di Asia Tenggara. Visualisasi karya arsitektur Projek Mercusuar merepresentasi Indonesia modern sebagai Arsitektur Panggung berupa pementasan lakonlakon tentang Indonesia untuk memvisualkan gagasan-gagasan ideologis dalam benak Soekarno dengan latar di Ibukota Negara. Cara-cara Soekanro memanggung-kan ideologi juga ditampakkan oleh Stalin saat menggubah panggung Gothic Stalinist demi menghapus kemegahan Tsar di Rusia. Juga cara Hitler melalui panggung kemegahan Neoklasik untuk melawan inferior kompleks bangsa Jerman usai kekalahannya di Perang Dunia Kedua.
Konsep Nation Building dalam Amanat Pemimpin Besar Revolusi, Bogor 15 Juli 1963. Peringatan Dasawarsa Konferensi Asia- Afrika, Jakarta 18 April 1965 dalam Iman Toto K Rahardja. et.al. Ibid. hal. 366. 503 Embrio Nasakom telah dirumuskan Soekarno tahun 1926 dengan tiga hal Nasionalisme, Islamisme dan Marxisme, sebagai konsep persatuan melalu cara gotong-royong (bekerja bersama-sama) bagi Revolusi Indonesia dalam melawan Imperialisme.
501 502Soekarno.Pidato

216

Dalam pagelaran panggung drama yang sebenarnya, terdapat tema sebagai sesuatu yang menjiwai pementasan drama, lazim disebut lakon dalam pagelaran wayang. Tokoh lakon drama diperankan oleh sosok seniman yang disebut Aktor. Kehadirannya mewakili ide-ide utama yang tertuang dalam skenario yang disiapkan Penulis Lakon. Peran tokoh dalam Arsitektur Panggung bukan diperankan oleh sosok seniman, melainkan sosok karya material arsitektur yang merepresentasi ide-ide yang dituangkan oleh skenario yang dipersiapkan sebelumnya. Ide Arsitektur Panggung sebagai moda komunikasi untuk memvisualkan keragaman ideologi menunjukkan adanya peran sentral Penguasa sebagai perancang skenario sekaligus Dalang bagi tokoh yang digelarnya yaitu gubahan karya arsitektur. Berdasarkan kegayutan dan sebab-akibat secara terstruktur, muncul Teori Subtantif / Hipotesis Kerja: Panggung Indonesia suatu modalitas atau cara mencapai tujuan, yang dapat dirunut melalui berbagai karya arsitektur Soekarno sebagai komunikasi arsitektural yang hadir bersamaan dengan longue dure sejarah pergerakan bangsa Indonesia [maupun Dunia] di masa itu. Berdasar pemaparan itu tampak adanya pola-pola tertentu berupa komunikasi arsitektural yang selalu membingkai karya arsitektur Soekarno yang tercitra melalui sepilihan karya arsitektur Projek Mercusuar yang direpresentasi oleh Kawasan Tugu Nasional.Pola-pola tersebut menyerupai benang merah peristiwa perjuangan Pemuda Soekarno yaitu Soekarno Muda di masa kolonial yang diawali oleh pledoi Indonesia Menggugat sebagai pentas Soekarno yang pertama, disusul oleh sejumlah pentas sandiwara tonil selama di pembuangan Ende dan Bengkulu, orasi politik Soekarno, seni pertunjukan sendratari, dan naskah draibooken adegan diorama Museum Sejarah Kebangsaan, dan mengerucut sebagai karya 217

arsitektur Projek Mercusuar sebagai teori: Panggung Indonesia merupakan sarana komunikasi arsitektural Soekarno dalam mencapai tujuan ke-Indonesia-an yang digubah berdasar peristiwa kesejarahan sebagai ekspresi perjuangan Bangsa Indonesia dan bagian dari Sejarah Dunia pada masa itu. Akumulasi keragaman pengetahuan tacit Soekarno memampukan dirinya menggubah ide Arsitektur Panggung sebagai pengetahuan di wilayah Arsitektur. nSekalipun telah diperoleh teori melalui komparatif merujuk Glaser dan Strauss504 akan disajikan diskusi teoritis untuk memperkaya serta menjamin keluwesan teori sebagai sebuah proses memutu. Diskusi teoritis dipilih berdasar kegayutan tema panggung disepadankan dengan filsafat Kegilaan dalam Arsitektur yaitu Point de Folie Maintenant LArchitecture gagasan Derrida505:
D'une part, cela n'arrive pas un nous constitu, une subjectivit humaine dont l'essence serait arrte et qui se verraitensuite affecte par l'histoire de cette chose nomme architecture. Nous ne nous apparaissons nous-mmes qu' partir d'une exprience de l'espacement dj marque d'architecture. Ce qui arrive par l'architecture construit et instruit ce nous. Celui-ci se trouve engag par l'architecture avant d'en tre le sujet: matre et possesseur. D'autre part, l'imminence de ce qui nous arrive maintenant n'annonce pas seulement un vnement architectural: plutt une criture de l'espace, un mode d'espacement qui fait sa place l'vnement. Si l'uvre de Tschumi dcrit bien une architecture de l'vnement, ce n'est pas seulement pour construire des lieux dans lesquels il doit se passer quelque chose, ni seulement pour que la construction elle-mme y fasse, comme on dit, vnement. L n'est pas l'essentiel. La dimension vnementielle se voit comprise dans la structure mme du dispositif architectural: squence, srialit ouverte, narrativit, cinmatique, dramaturgie,chorgraphie.

Derrida mengutarakan bahwa subjektivitas manusia ditangkap oleh ruang yang dipengaruhi sejarah yang disebut Arsitektur. Apa yang terjadi dalam Arsitektur dan apa yang dibangun telah melibatkan subjek yaitu
Glaser, Barney G and Strauss, Anselm L. The Discovery of Grounded Theory: Strategies for Qualitative Research. Copy Right 1967. London: Adline Transaction. 2010 , hal. 35. 505 Derrida,Jacques. Point de folie Maintenant L'architecture. 27 Avril 2009.
504

218

Arsitek Master dan Pemilik. Apa yang terjadi pada Arsitektur Sekarang (kontemporer) tidak hanya mengadvertensi atau men-jargon-kan istilah Architecture of Events - Peristiwa Arsitektur, bukan pula hanya menggubah ruang atau taman sebagai peristiwa, melainkan menyerupai apa yang dilakukan Tschumi dalam Architecture of Events di Parc de la Villette di Paris. Tschumi tidak hanya menggubah ruang bagi tergelarnya sesuatu yang terjadi sebagai peristiwa, kehadiran Architecture of Events dapat diukur melalui struktur arsitektural yaitu; urutan, serialiti, narasi, dramaturgi, sinematik, dan koreografi. Architecture of Events merujuk Derrida, ditafsirkan Damais sebagai Narrative Environtment yaitu visualisasi bangunan yang bertutur sehingga diperlukan serangkaian persiapan untuk menghadirkannya. Teori Arsitektur Panggung sebagai wilayah Arsitektur yang bersifat Non Material tergubah terpayungi oleh dasar filsafati kegilaan dalam arsitektur berupa ide Arsitektur Panggung506 sebagai skenario layaknya pagelaran Lakon dalam drama/wayang yang mengandung unsur-unsur pelaku/tokoh, dialog/percakapan, kelengkapan /latar, kostum, aksesoris serta keterangan lakon. Untuk mempersandingkan antara Arsitektur Panggung dengan struktur naskah drama berdasar urutan peristiwa yang mempertautkan ruang sbb: Babak, yaitu rangkuman peristiwa yang terjadi dalam satu kesatuan waktu-tempat-peristiwa. Setiap Babak terbagi atas adegan-adegan yang disusun berdasarkan latar/setting khas. Untuk membedakan antar babak ditandai dengan dekorasi tertentu. Dikenal pula unsur Adegan yaitu formasi/posisi
Analogi Dramaturgi berasal dari istilah teater yang dipopulerkan oleh Aristoteles sekitar tahun 350 SM. Dalam Poetics, Aristoteles menjabarkan penampilan/drama-drama yang berakhir tragedi/tragis ataupun kisah-kisah komedi berdasar karya drama klasik Yunani, berupa outline yang memiliki enam unsur penentu kualitas drama, yaitu; Plot, Characters, Diction, Thought, Spectacle, Melody Outline of Aristotle's Theory of Tragedy in the Poetics.
506

219

pemain di atas pentas yang batasnya ditentukan oleh datang dan perginya lakon di atas pentas, termasuk Dialog berupa percakapan antar tokoh sebagai struktur drama.Sebelum dipentaskan, diperlukan Petunjuk Lakon sebagai panduan bagi tim pementasan; sutradara, pemeran, penata seni, berkenaan dengan suasana, peristiwa, atau perbuatan tokoh dan unsur-unsur cerita lainnya. Ketika dipentaskan, Prolog akan mengawali pertunjukkan drama. Prolog berperan sebagai pengantar cerita yang akan disajikan, diakhiri Epilog, sebagai bagian akhir naskah drama yang berisi kesimpulan cerita, nasihat, pesan moral/etika. Tema/lakon sebagai unsur terpenting drama yaitu sesuatu yang disampaikan yang menjiwai seluruh bagian drama tercitra pada babak, adegan, dialog, tokoh, bahasa. Selanjutnya Penokohan yang memiliki sifat dan kedudukan beragam sebagai pengemban dalam pengembangan alur cerita. Alur atau Plot sebagai rangkaian peristiwa yang dihubungkan berdasar sebab akibat sebagai pengungkap gagasan, membimbing, dan mengarahkan perhatian penonton. Tak kalah penting adalah bahasa untuk menggerakkan tokoh dan mencipta suasana. Bahasa yang diucapkan tokoh-tokohnya, memumpun memahami waktu, tempat, keadaan, serta masalah. Termasuk mengenali latar belakang tokoh. Selain Dialog, dikenal Solilokui (monolog/senandika) sebagai ungkapan pikiran tokoh melalui percakapan pada diri sendiri. Juga dikenal Aside sebagai bahasa tokoh yang beranggapan bahwa tokoh lain tidak mendengarnya. Persandingan karakteristik Drama dengan Ide Arsitektur Panggung menunjuk adanya gambaran analitik dan peka sebagai persyaratan proses Pembentukan Teori Baru. Tampak adanya pola-pola tertentu pada karya-karya arsitektural Soekarno yang direpresentasi sedikitnya oleh sepuluh karya arsitektur Projek Mercusuar yang kehadira nnya bukan saja sebagai budaya

220

material yang teraga, akan tetapi juga menunjukkan Arsitektur Non Material/Tak Teraga yang memiliki peran sebagai sebuah ide form arsitektur layaknya pentas panggung. Pola-pola serupa sebagai generalisasi teori yang ditemukan berdasar grounded pada Soekarno sebagai Penguasa, yaitu terdapatnya kemampuan menggubah karya arsitektural sebagai komunikasi arsitektural untuk mencapai tujuan-tujuan politisnya. Di saat berlangsungnya kekuasaan Soekarno meninggalkan jejak paranoid regime of sign-tanda kegilaan Penguasa seperti yang dilakukan Dalang/puppeteer terhadap bonekanya507. Abstract line yang terbentuk dalam konteks ini adalah Kawasan Tugu Nasional. Untuk mengungkapkan ekspresi kegilaan dalam ide Arsitektur Panggung sebagai satu moda komunikasi akan digambarkan kesepadanannya dengan unsur-unsur pertunjukan drama sejak pengunjung berada di gerbang kawasan, yang dikelompokkan sebagai Prolog di saat pengamat memandang keseluruhan sosok Tugu Nasional. Dirinya harus berdiri setidaknya pada jarak tertentu sekitar 230 meter terhadap Tugu Nasional. Prolog berfungsi sebagai pengantar pementasan drama yang akan disajikan oleh Tugu Nasional. Pengagungan pasangan Laki-Laki-Perempuan melalui simbol Lingga-Yoni berupa Tugu Obelisk dan Cawan Afgeknotte. Sebagai Babak 1 berupa pengungkapan peng-Agung-an ke-laki-lakian direpresentasi oleh sosok patung realis Pangeran Diponegoro, yang berkorelasi dengan teks Sayembara Perancangan Tugu Nasional ke 2 tanggal 27 Juni 1960. Dilanjutkan oleh jeda berupa Transisi 1 dengan menuruni tangga menuju Terowongan Bawah Tanah, yang berkorelasi dengan teks semasa kegelapan

Deleuze, Gilles. Lapoujade, David (ed). (Transl.) Hodges, Ames and Taormina, Mike. Two Regimes of Madness .Texts and Interviews 1975-1995.Cambridge: The MIT Press. 2007, hal. 11-16.
507

221

menjadi Bumiputera. Babak 2, berlangsung di ruang Terowongan Bawah Tanah sebagai manifestasi adegan Masa Kegelapan dan Penjajahan Kolonial, berkorelasi dengan teks Indonesia Menggugat. Dilanjutkan Transisi 2 berupa kejutan melihat benda gigantik Cawan Tugu dari arah Terowongan. Babak 3 berupa adegan drama bisu yang direpresentasi oleh 48 diorama di Museum Sejarah Kebangsaan yang berkorelasi dengan sejumlah naskah sandiwara tonil di Ende dan Bengkulu, serta empat jilid draibooken yang dipersiapkan Sejarawan dan Seniman tahun 1964508. Diteruskan Transisi 3, menaiki tangga menuju Ruang Kemerdekaan. Berkorelasi dengan teks Lahirnya Pancasila dan Menuju Indonesia Merdeka. Adegan dilanjutkan Babak 4, merupakan puncak adegan drama yang mengungkpakan peristiwa sakral Proklamasi serta Atribut Kemerdekaan 17 Agustus 1945. Adegan dilanjutkan Transisi 4, menapaki tangga / elevator menuju Babak 5, yaitu modernitas Bangsa Indonesia yang dinamis ke arah kemajuan. Lokasi atas ke angkasa, ke langit sebagai simbol cita-cita yang tinggi. Pada Babak 6, digiring menyaksikan panorama Ibukota Negara dari pandangan atas, dan sebagai babak terakhir, Babak 7 merasakan pengalaman berada di kaki langit di lokasi Api Kemerdekaan yang berbatasan angkasa bebas. Sebagai Epilog, menuruni Tugu Nasional dengan keterkenangan, sebuah katarsis tentang Indonesia. Prosesi keruangan di Kawasan Tugu Nasional yang dapat disepadankan dengan unsur-unsur pertunjukkan drama, menunjuk adanya kesepadanan struktural yang membingkai bentuk dan isi dari teori Arsitektur Panggung sebagai ungkapan gagasan Arsitek Soekarno di kawasan Tugu
Draibooken diorama dikenal sebagai Lukisan Sejarah Visual Museum Sejarah Tugu Nasional yang dihimpun tahun 1964.
508

222

Nasional sebagai maknawi yang baru yang berpotensi radikal karena telah melampaui proses distansiasi dan apropriasi. Kemampuan menggubah ide Arsitektur Panggung pada Soekarno berselaras dengan ciri enflanted ego Penguasa sebagai kepribadian yang melampaui batas sebagaimana digambarkan dalam peradaban Radiant Axes509. Soekarno digambarkan sebagai

subyektivitas diri yang meluas pada ideolog politiknya. Soekarno digambarkan menikmati pujian sebagai tokoh sentral yang laras dengan pesona pribadinya termasuk gaya busana serta orasinya sebagai cara mencari nama dan bergagah melalui ide Arsitektur Panggung denag melekatkan gagasan pesona keIndonesia-an melalui idiom-idiom Arsitektur Modern. Representasi diri Soekarno sebagai pribadi luluh menjadi identity extended yaitu perluasan identifikasi510 diri melalui internalisasi. Semula, Soekarno yang adalah sosok pribadi yanag berubah menjadi diri Soekarno sebagai representasi ke-Indonesia-an dengan menyandang peran Sang Pemimpin Besar Revolusi atau sebutan Aku atau Bapak. Proses demikian menurut Kristeva511 adalah subjectivity as a process gejala membalut diri dengan kemegahan akibat rasa keterhinaan yang pernah dialami. Peredaman masa lalu kelam bagi Soekarno mengalami keterasingan selama kurun waktu yang panjang di usia mudanya. Tindakan tersebut sebagai ekspresi prosesi ego pasca Fase Ketiga di saat seseorang yang telah memiliki bayangan utuh pada cermin sebagai identity extended yang berdekatan dengan gejala narsisme512 merujuk
Periksa artikel Mimi Lobell tentang Spatial Archetype in ReVision, A Journal of Consciousness and Change, vol.6 no.2, Fall 1983 - additional material: the Network by Anders Sandberg. 510Identifikasi adalah proses individu menginternalisasi atribut orang lain dan mentransformasikan lewat imajinasi tak sadar. 511 Mansfield, Nick. Subjectivity. Theories of the Self From Freud to Haraway. New York: New York University Press. 2000, hal. 79. 512Lee, Jonathan Scot.Jacques Lacan. Amherst : University of Massachusetts Press.1991. Lacan, Pertama, fase pra-Oedipal, di masa bayi yang belum mengenali batasn ego atau dirinya
509

223

psikoanalisis - struktural gagasan Jacques Lacan. Subyektivitas pada Soekarno merupakan sebuah keberkahan. Rasa keterhinaan semasa pembuangan di Ende dan Bengkulu mendorongnya untuk menggubah sejumlah risalah yang bertema impian kebebasan, Salah satunya menjadi naskah drama tonil yang dipentaskan dan menjadi karya katarsis. Semasa kependudukan Jepang, Soekarno dihadapkan keharusan menjadi pemimpin prajurit pekerja atau romusha513 untuk mengorganisir massa bekerja fisik. Kepahitan hidup yang tertuang sebagai gagasan karya fisik dan orasi sebagai kemampuan alamiah Soekarno semasa menjadi insinyur-arsitek telah memampukan dirinya di saat menjadi seorang Penguasa. Pengetahuan kearsitekturan yang dimilikinya, telah lebur dan saling menguatkan kepekaan artistiknya sehingga memampukan dirinya berperan menjadi Arsitek sebagai ide Arsitektur Panggung sebagai proses kehadiran yang disebut Khora. Ide Arsitektur Panggung merupakan ranah Arsitektur Non Material yang menggambarkan pengetahuan tentang penghadiran karya fisik arsitektur secara khas, yaitu memberi ruh bagi kehadirannya dengan cara melekatkan sejumlah keunggulan yang dimiliki Indonesia di masa lampau yaitu masa sebelum terjamah dan terhinakan oleh penjajahan Kolonial dengan cara melekatkannya sebagai bagian dari karya arsitektur Projek Mercusuar yang tampil sebagai Arsitektur Modern. Cara-cara mempersandingkan karya Arsitektur Material dengan Non Material yang menyerupai ide Arsitektur
kecuali sosok Sang Ibu. Fase kedua, Fase Cermin atau tatanan imajiner, sebagai tahap preverbal yang logikanya bersifat visual. Prosesi ego yang telah mengalami fase ketiga, yaitu seseorang yang telah memiliki bayangan utuh pada cermin sebagai identity extended / berdekatan dengan gejala Narsisme. 513Poesponegoro, Marwati Djoned & Notosusanto, Nugroho. Sejarah Nasional Indonesia. Buku VI. Masa Jepang dan Masa Republik Indonesia. Edisi Pemutakhiran.Jakarta:Balai Pustaka,2008, hal.62-63.

224

Panggung menjadikan karya Arsitektur Mercusuar menjadi buah karya Soekarnoistik, yaitu karya khas yang bersepadan dengan jejak enflanted ego diri Soekarno. Sebagai cara khas Arsitek Soekarno menggubah karya arsitektur usai terlepas dari belenggu kolonialme. Dalam penelitian ini, ide Arsitektur Panggung yang tercitra sebagai gagasan ke-Indonesia-an dinamai Khora Pesona Karya Arsitek Soekarno. Sebutan Arsitek tepat untuk dimahkotakan kepada Soekarno, sekaligus menyudahi perdebatan yang tidak berujung selama ini tentang peran Soekarno dalam proses kehadiran Arsitektur Mercusuar melalui terkuaknya Arsitektur Non Materal mendampingi Arsitektur Material.

Dalam penelitian Grounded sebagai pilihan metode penelitian Kualitatif tidak dikenal adanya Pengujian Teori, maka teori yang dihasilkan bukan untuk diuji akan tetapi mutu dari teori yang dihasilkannya dapat diperteguh melalui cara mempersandingkannya dengan realitas serupa di mancanegara era sejaman untuk mengetahui kesamaan-kesamaan ataupun perbedaan-perbedaan untuk menunjukan keunikan teori yang ditemukan. Pembentukan teori arsitektur bersandar Grounded berbasis data kesejarahan ini diharapkan menghadirkan kesegaran teori dari belahan Bumi Timur. Teori Arsitektur Panggung akan didiskusikan secara teoritis dengan wacana Non West merujuk Zhu514 yang telah menyusun secara periodikal arsitektural di China 1930-2000-an melalui cara longue dure. Jianfe Zhu
Jianfe Zhu. Opening The Concept of Critical Architecture: The Case of Modern China and The Issue of The State In Lim, William, SW & Chang, Jiat-Hwee (ed).Non West Modernist Past. On Architecture & Moderniities. Singapore: World Scientific Publishing Co, 2012, hal. 106.
514

225

menyusun tiga kategorisasi sebagai respon atas kritik Einsenman tentang ketiadaan kritik arsitektur yang mengemuka sebagai tradisi di Asia. Zhu mewacanakan konsep keterhubungan antara Timur, Barat, Utara dan Selatan sebagai wacana ter-integrasi. Berdasar penelitiannya, Zhu mengungkapkan kritik arsitektur di China secara kronologis, diawali 1930an sebagai Periode Republik mengungkapkan ekspresi arsitektur bergaya native terilhami oleh Istana Beijing sebagai ambisi arsitek-arsitek China pasca studi di mancanegara untuk menunjukkan gaya khas China bagi Ibukota Nanjing. Ketika berlangsung Mao Sosialis tahun 1950-1980-an kiblat Design Institutes meninggalkan jejak dua gaya, Nasional China dengan Beaux-Arts atau Neo-klasik di Beijing dan gaya Arsitektur Modernis bagi rancangan fasilitas umum lainnya. Pasca-Maois tahun 1990- 2000-an dikategorikan Semi-Autonomous Studios yang menampakkan kebebasan gaya Arsitektur Garda Depan ditandai arsitektur yang berorientasi ekonomis. Keterhubungan antara Timur dan Barat, Utara dan Selatan sebagai wacana terintegrasi terjawab oleh karya ini, dan yang mengemuka pada keduanya adalah cara penulisan longue dure yang mempertalikan tiga tempo zaman historis merujuk The Mediterranean515 karya Braudel. Dalam karya ini terbagi menjadi, a) Ruang Geografis Sejarah Dunia, b) Ruang Sejarah Negara di masa Kolonial, dan c) Peristiwa Politik di masa pemerintahan Soekarno merefleksi pengaruh Kolonial yang mengisi ruang Nusantara. Lim516, menempatkan Soekarno sebagai politikus modernis dari Negara
Burke, Peter. The French Historical Revolution. The Annales School 1929-89. Cambridge : Polity Press 1990, p. 42 516 Lim, William, SW & Chang, Jiat-Hwee (ed).Non West Modernist Past. On Architecture & Moderniities. Singapore: World Scientific Publishing Co. 2012, hal. 19
515

226

Dunia Ketiga-Third World Politicians disetarakan dengan Jawaharlal Nehru, Tunku Abdul Rahman, Norodom Sihanouk dan Juscelino Kubitschek. Disayangkan Lim tidak menunjukkan keunggulan-keunggulan yang telah dieksplorasi Soekarno sebagai politikus modernis dalam upayanya meneguhkan gaya arsitektur khas ke-Indonesia-an.Bahkan risalah Abidin Kusno517 pun hanya menyebut Soekarno sebagai Bapak Arsitektur Indonesia. Peran modernist direpresentasi oleh forum komunikasi kelompok ATAP era 1950-an terdiri atas Han Awal, Liem Bianpoen, Soewondo Bismo Sutedjo, Mustafa Pamuntjak, dan Suyudi Wiryoatodjo yang menggelar diskusi berbasis isu identitas, nation-building dan krisis perumahan di Indonesia, disusul oleh AMI 1980an, dan Jong Arsitek pada 2010. Temuan teori dari karya ini akan dipersandingkan dengan realitas arsitektur sebagai ekspresi Penguasa di India sebagai era sejaman dengan Soekarno saat Perdana Menteri Jawaharlal Nehru menginginkan terwujudnya New India. Nehru meminta Arsitek Le Corbusier dan Pierre Jeanneret518 untuk mempersiapkan rancangannya menggubah Chandigarh sebagai Ibukota New India pada 1951. Le Corbusier menuangkan gagasan pribadinya ke dalam perancangan Chandigarh Project yang semula dipersiapkan Albert Mayer. Bersama Maxwell Fry, Jane Draw, dan Pierre Jeanneret, Le Corbusier menggubah Capitol Complex Chandigarh dengan Arsitektur Modern yang bersandar organic architecture. Neehru dan Corbusier memiliki hubungan baik berkat kesamaan minatnya pada drama, mitos dan
Kusno Abidin. (Re-) Searching Modernism: Indonesia After Decolonization In Lim, William, SW & Chang, Jiat-Hwee (ed).Non West Modernist Past. On Architecture & Moderniities. Singapore: World Scientific Publishing Co, 2012, hal.82. 518 Corbusier, Le and Jeanneret, Pierre.Footprints on the Sands of Indian Architecture. New Dehli: Sarbij Bahga and Surinder Bahga, 2000, hal. 12.
517

227

kemenangan sehingga rancangan Corbusier diwarnai oleh filsafat Hindu serta kultur masyarakat India519 yang memperteguh gubahan Chandigarh sebagai Ibukota yang indah serta dikenang masyarakat sebagai Arsitektur Panggung. Perolehan karya gemilang dari Corbusier di India, tidak terlepas dari persahabatan yang dibinanya bersama Nehru selama bertahun-tahun520 sehingga Nehru memahami karakteristik Sang Maestro yang ingin menuangkan gagasan cemerlangnya secara otonom. Dapat dikatakan dalam perancangan Chandigarh, Corbusier diberi kebebasan penuh oleh Nehru, yang diakui sendiri oleh Corbusier sebagai hal yang tidak diperolehnya ketika merancang di Negara lainnya 521. Selama di India Corbusier memperoleh kepercayaan di beberapa kota seperti Chandigarh, Nangal, Taiwara, Pandoh, Sundernagar, Slapper dan Ahmedabad. Karya Corbusier di India menjadi karya yang membanggakan masyarakat India, bahkan menurut penilain arsitek maestro lainnya termasuk Oscar Niermeyer. Karya Corbusier digubah bersandar filsafat Hindhu yang menyelaraskan hubungan mikrokosmos dan makrokosmos. Satu hal yang penting, tergubahnya karya arsitektur Corbusier yang membanggakan disebabkan diperolehnya kebebasan penuh dirinya sebagai Arsitek untuk berkarya yang diperolehnya dari Nehru, sehingga hal-hal idealistik Arsitek murni dapat terungkap tanpa adanya intervensi dari Penguasa. Peran Corbusier di India yang memperoleh
Ibid, hal. 21. Corbusier, Le (Trasl.) Palmes, James. Creation is a Patient Search. New York: Frederick A Preager, 1960, hal. 140. 521 Corbusier, Le and Jeanneret, Pierre.Footprints on the Sands of Indian Architecture. New Dehli: Sarbij Bahga and Surinder Bahga, 2000, hal. 87.
519 520

228

kebebasan mutlak berkarya arsitektur yang diperolehnya dari Penguasa Nehru sebagai Penguasa membedakan dengan situasi serupa di Indonesia di masa Soekarno. Di saat Soekarno menggelar projek Jakarta City Planning, dirinya tidak segan-segan memerankan diri sebagai Arsitek dengan memberi intervensi serta memasukkan rasa seninya selama berlangsungnya proyek. Situasi itu mengakibatkan Arsitek serta Seniman yang dipercayakan membantunya merasakan dirinya hanya sebagai visualizer gagasan Soekarno semata, karena nyata-nyata gagasan serta intervensi Soekarno lebih mendominasi pekerjaan arsitektur dan karya seni sebagaimana diutarakan oleh Soedarsono522, Silaban523 dan Seniman patung Edhi Sunarso524. Ide Arsitektur Panggung sebagai Arsitektur Non Material barangkali terjadi hanya di Indonesia. Peristiwanya berlangsung di saat Soekarno berkesempatan menggubah impian kemegahan Indonesia melalui beautifikasi Ibukota Jakarta. Dirinya tidak menyerahkan idealistiknya kepada Arsitek Negeri sendiri ataupun mancanegara, melainkan memerankan diri sebagai Arsitek untuk mengekspresikan gagasan arsitektural yang ada dibenaknya. Bersandarkan pengetahuan tacit kearsitekturan yang dimiliki dan didukung oleh Arsitek dan Seniman dan Konstruktor
522

yang

dipercayainya

Soekarno

mensintesakan

Berdasar pengakuan Arsitek Soedarsono, tulisan Olly G.S dalam Soekarno Sang Arsitek dalam majalah Kartini No.286 tahun 1985, hal. 8,9,123 dan 124 bahwa dirinya hanyalah visualizer Soekarno, termasuk rancangan Tugu Nasional. 523 Berdasar diary arsitek Silaban yang terhimpun sejak tahun 1960-1964 yang mengandung makna adanya perasaan kurang nyamannya Silaban atas intervensi yang dilakukan Soekarno kepadanya dalam proyek arsitektur yang dipercayakan kepadanya. 524 Edhi Sunarso dalam wawancara di Yogyakarta tahun 2001, mengutarakan bahwa seluruh patung realis yang digubahnya adalah karya Soekarno, karena dirinya hanyalah visualizer atas gagasan Soekarno yang dipercayakan kepadanya. Soekarno sendiri yang memiliki arahan ukuran, gaya, ekspresi serta material yang diinginkan termasuk penempatan patung.

229

kenegarawanannya dengan ideologisnya ke dalam gubahan karya Arsitektur. Keberadaan Arsitek Negeri sendiri seperti Silaban, Soedarsono serta Arsitek Yunior lainnya, serta Konstruktor dan Seniman di lingkungan Soekarno tidak menyurutkan hasrat Soekarno untuk meminta Arsitek Mancanegara ikut serta dalam mewujudkan gagasannya seperti perancangan stadion utama Gelora Bung Karn. Soekarno meminta Arsitek dari Moskow untuk terlibat, demikian juga perancangan Hotel Indonesia dengan mengajak Arsitek Abel Sorenson. Namun, Soekarno tidak sepenuhnya memberi kebebasan kepada Arsitek-Arsitek Mancanegara yang telah dipilihnya. Soekarno telah mengambil peran sentral dalam perwujudan seluruh gagasan idealistik kearsitekturan yang hendak divisualisasikan. Sikap sentralistik Soekarno juga ditampakkan pada Arsitek Negeri sendiri, antara lain pada perancangan Gedung Pola oleh Silaban, Wisma Nusantara oleh Ciputra, Planetarium oleh Ismail Sofyan, dan Tugu Nasional oleh Soedarsono, serta gubahan patung realis karya Edhi Sunarso. Tindakan meleburkan peran kenegarawan sekaligus peran Arsitek yoleh Soekarno dilalui dengan memasuki ranah ke arsitekturan secara intens dan mengintervensi kerja Arsitek yang telah dipercayainya, sehingga membedakan Soekarno dengan Penguasa lainnya. Soekarno membuktikan bahwa gelegak hasrat, intervensi serta rasa seni yang dimilikinya sebagai kesungguhannya untuk memanggungkan ruang ideal ke-Indonesia-an. Sikap campur tangan Soekarno berupa intervensi serta memasukkan rasa seninya ke dalam rancangan telah memberikan warna bagi karya arsitektur yang mewujud. Ruh ke-Indonesia-an yang ditanamkan Soekarno berupa unsur-unsur keelokan Indonesia memperoleh 230

kesempatan untuk digelar. Oleh karena karya yang mewujud mengandung karakteristik serta ornamen estetis yang khas selayaknya panggung maka karya tersebut memiliki kekhasan, sebagai Arsitektur Panggung yang Soekarnoestik. Trilogi hasrat, intervensi serta rasa seni Soekarno mewarnai karya arsitektur yang tergubah. Kemenarikan kehadiran sebagai Arsitektur Panggungyang Soekarnoestik terwujud bukan saja pada fisik arsitekturalnya semata, namun lebih jauh yaitu spectre Soekarno yang masih menggayuti benak masyarakat Indonesia, sehingga kehadiran Arsitektur Panggung terkait Soekarno masih akan dibicarakan. Teori arsitektur yang hadir bersandar gagasan Soekarno sebagai sosok Penguasa yang berlatar kepahitan di masa lampau bahkan hingga wafatnya, menunjukkan sebagai teori eksklusif di ranah arsitektur, namun saya berkeyakinan bahwa teori ini akan berperan kunci sebagai daya pesona baru di ranah arsitektur untuk merebut posisi dalam keterhubungan Barat dan Timur. Diskusi teoritis yang mempertautkan di atas diharapkan selaras dengan harapan Zhu, serta memetakan peran penting Soekarno sebagai politikus modernis dari Negara Dunia Ketiga. Lebih jauh kehadiran ide Arsitektur Panggung yang terbentuk dari penelitian ini memperk aya khasanah arsitektur sebagai keunggulan Timur yang direprentasi oleh Indonesia, serta mereposisi peran Soekarno, bukan saja politikus modernis melainkan juga sebagai Arsitek yang mewarnai gaya Arsitektur Modern sebagai perwujudan unsur-unsur budaya Jawa Kuno sebagai cara Soekarno mendekonstruksi situasi kearsitekturan di masanya. Yang dimaksud sebagai Panggung Indonesiadi masa Soekarno tidak terbatas oleh karya arsitektur Projek Mercusuar akan tetapi meluas dalam beberapa konsep, 231

antara lain Jakarta sebagai Wajah Muka Indonesia untuk menyatakan sebagai pintu gerbang untuk memahami Indonesia, juga karya seni rupa sebagai perwujudan karya arsitektur. Termasuk pula pagelaran sendratari bernuansa Indonesia di ruang tertentu seperti Ramayana di Candi Prambanan dan juga gubahan patung realis skala kota . Louis Kahn pernah mengatakan arsitektur itu tak teraga525 yang mampu dinyatakan adalah kualitas yang membentuknya. Tersebab oleh ketiadaannya, maka yang ada adalah karya arsitektur. Arsitektur itu ada dalam pikiran seseorang yang berkarya arsitektur bagaikan mempersembahan jiwa dari arsitektur. Jiwa yang dipahami bukan sebagai gaya, pengetahuan teknik, serta bukan sebuah metode Kahn menekankan sifat tak teraga berupa jiwa pada karya arsitektur, s ementara itu ide Arsitektur Panggung mengandung Jiwa pada ideologi Penguasa.Pengutaraan jiwa dalam karya arsitektur divisualkan oleh Arsiteknya melalui karya yang dihadirkannya, sehingga Pengamat memperoleh pemahaman sebagai penjelasan Sang Arsitek. Pada ide Arsitektur Panggung kehadirannya secara langsung dicermati oleh Pengamatnya melalui data metafisik sekaligus spectre Sang Arsitek. Apabila dipersandingkan, perbedaan keduanya terdapat dalam cara interpretasinya. Jiwa dalam arsitektur oleh K han melalui penuturan langsung/tak langsung dari Sang Arsitek menyangkut ide-ide dalam benaknya. Situasi tersebut mendorong adanya bias, karena terdapat kecenderungan logocentrisme Sang Arsitek yaitu menganggap tuturannya

Khan, Louis.Writings, Lectures, Interviews. New York : Rizzoli International Publications, 1991.
525

232

sebagai sesuatu yang mutlak serta kecenderungan menutupi hal-hal yang tidak ingin disingkap, sementara itu pada Arsitektur Non Material pengungkapan adalah proses memutu penelusuran yang berupa konsep, diary, memoar, serta simbol-simbol yang mendahului terwujudnya karya arsitektur secara fisik, sehingga pengamat berpeluang mengkritisi nalar ilmiah sebelum mempenafsirkan. Kehadiran teori Arsitektur Non Material /Tak Teraga berdasar penelitian Grounded Theory ini merupakan perluasaan esensi panggung dari makna aslinya, yaitu sebagai pentas pertunjukan secara langsung direpresentasi oleh karya arsitektur. Kehadiran teori ini menjadi pengetahuan baru di ranah arsitektur sebagai suatu cara mengungkapkan makna kehadiran karya arsitektur. Karena peran khasnya itu, maka Teori Arsitektur Non Material akan menempati posisi tertentu di ranah arsitektur, yaitu sebagai sandingan dari Teori Arsitektur Material yang bersandar pada hal-hal fisik. Teori Arsitektur Fisik Material, merupakan pengetahuan untuk mengejawantahan secara material, sedangkan Teori Arsitektur Non Material merupakan pengetahuan yang mewujud melalui ide/gagasan. Keduanya merupakan pasangan yang membentuk Teori Arsitektur secara utuh. Posisi Teori Arsitektur Non Material di antara Teori Arsitektur digambarkan bersandingan dalam membentuk teori arsitektur secara utuh.Kehadiran Teori Arsitektur Non Material/Tak Teraga sekaligus telah menjawab persoalan penelitian ini yaitu: Bagaimana proses kehadirannya yang mengkualitas sebagai form yang berperan menjadi moda komunikasi yang berbeda-beda setiap waktu dan ruang (mitos) melalui fenomena arsitektur Projek Mercusuar yang Ada di masa -lalu dalam konteks kekinian. Di 233

masa Soekarno kehadiran Arsitektur Panggung berperan sebagai ide form bagi wadah mempertunjukkan peran sentral Soekarno sebagai Penguasa melalui merepresentasi ideologi, hasrat, intervensi dan rasa seninya. Di kekinian, kehadirannya berubah menjadi Arsitektur Non Material sebagai Panggung Indonesia yang mengandung spectre Soekarno. Temuan ide Arsitektur Panggung yang terkandung dalam karya arsitektur Projek Mercusuar era Soekarno sebagai cara memberikan perbedaan cara pandang atas karya arsitektur Projek Mercusuar yang ter-fragmentasi oleh ruang-waktu-peristiwa.Kehadiran teori Arsitektur Panggung menegaskan adanya skenario khas yang membingkai kehadiran ide Arsitektur Panggung sebagai kesatuan utuh dalam ideologi Nation and Character Building. Peranan ide Arsitektur Panggung adalah menjadi ruang wadah bagi ideologi ke-Indonesiaan yang divisualkan Soekarno melalui perwujudan Arsitektur Modern yang berbasiskan unsur-unsur budaya khas Jawa Kuno. Ide Arsitektur Panggung pada akhirnya dapat pula diturunkan sebagai sebuah teori untuk mendeskripsikan hal-hal yang berkenaan dengan ideologi tertentu yang ditanamkan oleh Arsitek Penguasa di saat menggubah karya arsitektur sebagai visualisasinya.

234

Terbentuknya ide Arsitektur Panggung sebagai teori Arsitektur Non Material telah menjawab persoalan penelitian: Bagaimana proses kehadirannya yang mengkualitas sebagai form sebagai moda komunikasi yang berbeda-beda di setiap waktu dan ruang (mitos) melalui fenomena karya arsitektur Projek Mercusuar . Sekaligus telah memetakan Apa yang dimaksud Panggung Indonesia serta Bagaimana proses kehadirannya? Panggung Indonesia adalah sebuah metafora atas ruh/skenario ideologis yang ditanamkan Soekarno dalam proses memutu, yaitu sebelum karya arsitektur mewujud berupa pelekatan ornamentik unsur Jawa Kuno sebagai representasi ke-Indonesiaan ke dalam karya Arsitektur Modern. Sedangkan, proses kehadiran Panggung Indonesia mewujud yang didorong oleh trilogi hasrat, intervensi dan rasa seni Soekarno sebagai Penguasa yang berperan sebagai Arsitek sebagai karya mengandung ide Arsitektur Panggung yang Soekarnoestik yang ditandai sebagai Tanda Kebesaran Bangsa Indonesia sekaligus perwujudan hasrat menjadi atau subjectivity Soekarno sebagai perluasan identifikasi Diri Soekarno ketika merepresentasi ke Indonesia-an berupa tindakan menyatukan diri dengan subjek yang lebih besar, yaitu Tanah Air-nya. Usai mendeskripsikan temuan Arsitektur Panggung sebagai Teori Arsitektur Non Material, terjawablah persoalan penelitian, sampailah pada Kesimpulan Akhir, yaitu:Pertama, pengamatan fenomenologi dalam bingkai Grounded Theory telah mengantar terungkapkannya teori Arsitektur Panggung sebagai perwujudan ekspresi kekuasaan, yang memperluas teori arsitektur yang 235

semula menyandarkan diri pada Arsitektur Material yang teraga yaitu teori arsitektur planimetrik gagasan Van de Ven. Kedua, ranah arsitektur dapat ditelusuri sebagai Arsitektur Non Material/Tak Teraga melalui penelusuran proses memutu kehadiran arsitektur sebagai Khora melalui rangkaian penelitian Grounded Theory terkait Khora tentang Soekarno berbasis peristiwa kesejarahan dan pengamatan secara instensionalism pada fenomena karya arsitektur Tugu Nasional.Ketiga, kehadiran karya arsitektur Projek Mercusuar ditentukan oleh faktor pendorong berupa trilogi hasrat, intervensi serta rasa seni Penguasa yang meleburkan diri sebagai Arsitek. Keempat, karya arsitektur Projek Mercusuar digubah dengan mengeksplorasi pesona kelampauan Indonesia yang direpresentasi budaya Jawa Kuno sebagai dasar perwujudan Arsitektur Modern sehingga menjadi karya arsitektur yang menggugah sensasi estetik. Kelima, kekhasan form arsitektural serta maknawi yang melingkupinya menjadikan kehadiran karya arsitektur Projek Mercusuar masih dirasakan sekalipun melampaui setengah abad, disebabkan adanya Arsitektur Panggung yang menjadikannya bak pentas ideologis Penguasa sekaligus spectre Soekarno. Keenam, Panggung sebagai kata metafora telah mengalami perluasan makna yang disebut calculus of semantic karena melampaui origin kata panggung merujuk etimology bahasa Jawa. Kata panggung artinya jejeraning wayang tempat Dalang memainkan tokoh wayang. Dari akar kata gung artinya gedhe-besar menjadi pa- agung-an atau panggonan sing agung yaitu tempat yang agung atau panggung. Ketujuh, ide Arsitektur Panggung mengandung karakteristik Khora untuk menyatakansesuatu yang abadi, tak dapat dihancurkan, penyedia posisi yang hadir untuk being. Adalah sesuatu seperti mimpi dan harus ada di suatu tempat, khora berselaras sebagai ide tentang ruang. Ide

236

Arsitektur Panggung m enggambarkan sosok unik yang bersifat dissymetri- tak berbentuk, triton genos yang artinya the other - bukan yang ini dan bukan yang itu, tetapi sebagai Khora, serta bersepadanan sebagai ruang dalam arti tempat, lokasi, wilayah, area yang luas, atau Negara. Kedelapan, Arsitektur Panggung mengandung karakteristik Khora menunjuk sesuatu yang disebut figure dan form, sebagai perwujudan wadah yang merepresentasi sifat Ibu-Perawat yang memelihara, serta menyatakan objek penerima isi muatan-receptacle, s ebagai pembawa-tanda/jejak-imprint bearer. Karakteristik itu menunjuk sesuatu yang dicerap sebagai ide bentuk arsitektural yang selalu dalam proses memutu.Kesembilan, penelitian Grounded Theory yang mengandalkan intelektualitas serta kepekaan inderawi yang diterangi oleh hermeneutika - intepretatif gagasan Ricouer telah menghadirkan Teori Arsitektur Non Material /Arsitektur Tak Teraga sebagai fenomena arsitektural yang selama ini terabaikan. Melalui penelitian Grounded telah ditemukan Teori Formal secara meyakinkan, karena teori yang terbentuk bersandar data dan analisis yang telah mengalami distansiasi dan apropriasi menjadi sebentuk makna baru yang radikal yang dipertautkan secara intertekstual dalam merajut makna baru yang lebih maknawi. Kesepuluh, teori formal yang terbentuk merupakan hasil integrasi atas makna-makna baru yang radikal menjadi embrio ide Arsitektur Panggung yang dinamai Panggung Indonesia: Khora Pesona Karya Arsitek Soekarno. Basis ide Arsitektur Panggung sekaligus merepresentasi perilaku dramaturgi yang melingkupi Soekarno Muda hingga menjadi Sang Penguasa, sehingga teori Arsitektur Non Material ini memiliki kekhasan sebagai teori yang bersifat generik yaitu teori Arsitektur Panggung yang Soekarnoestik Ekspresi Arsitektur Panggung mewujud berdasar akumulasi jiwa-seni, jiwa-arsitek, ideologi yang melingkupi diri Soekarno menjadi teori

237

yang eksklusif/khas sehingga tidak dimungkinkan diterapkan di setiap Aktor Penguasa kecuali yang bersepadan dengan gejolak jiwa Soekarno. Sungguhpun temuan teori ini sangat khas, akan tetapi strategis peranannya karena bermanfaat sebagai gambaran awal peradaban modern di bidang perancangan bangunan pencakar langit di Indonesia sebagai karya arsitektur khas yang hanya dimiliki oleh Indonesia dan tidak akan ditemukan pada karya arsitektur sejaman di mancanegara dikarenakan Soekarno tidak/bukan meneruskan keagungan karya arsitektur yang berorientasi pada gaya arsitektur yang telah berjaya sebelumnya seperti arsitektur klasik Barat, arsitektur Kolonial, bahkan arsitektur vernakular Nusantara sekalipun, melainkan menggali secara esensial keindahan serta keunggulan hal-hal yang bernuansa mitos dari flora-fauna di masa kejayaan Jawa Kuno yang telah terkubur sebagai misteri. Cara demikian menjadikan karya yang ditampilkan memiliki keterikatan emosional antara fisik arsitektural dengan kehadiran Arsitektur Panggung yang tergubah berselaras dengan pengutaraan Soekarno sebagai Penggubah peradaban: ..sesuatu djaman adalah selalu kebudajaan daripada kelas jang berkuasa Jejak-jejak gubahan ruang politik Soekarno dalam memperteguh homogenitas sosial melalui arsitektur yang berciri visual : spectaculer, geometric, phallic megah, struktural dan menjulang. Karya arsitektur Projek Mercusuar digubah bersandarkan pesona kelampauan Indonesia dalam konteks jamannya telah memperlihatkan differensiasi atau perbedaan khas yang mengandung monad sebagai partikel terkecil dari jiwa peradaban Jawa Kuno yang mencirikan keabadian immaterial yang mengandung unsur fluiditas materi, elastisitas bentuk, semangat mekanistis.Implikasi Teori Arsitektur Non Material dari Arsitektur Panggung yang direpresentasi oleh Kawasan Tugu Nasional ini

238

memiliki peluang untuk diterapkan sebagai rujukan dalam perancangan arsitektur diperuntukkan bagi perancangan bangunan yang memiliki karakteristik serupa, antara lain perancangan arsitektur monumental dengan cara menggubah konten/ isi pesona ke-Indonesia-an sebagai tema/lakon. Akan tetapi kehadiran teori Arsitektur Panggung berbasis Kawasan Tugu Nasional bukan ditujukan untuk membuat karya pengulangan, karena kehadiran Tugu Nasional dirancang sebagai satu-satunya di Indonesia, penanda sentral ke-Maha Indonesia-an gubahan Soekarno. Kehadiran teori Arsitektur Non Material ini akan menjadi panduan kegiatan di Kawasan Tugu Nasional, antara lain; a) sebagai wacana awal konservasi terpadu agar terselenggara keberlangsungan ikatan sakral, emosional serta kebanggaan bagi masyarakat Indonesia, b) sebagai panduan dalam mempertahankan struktur dan keaslian arsitektural Kawasan Tugu Nasional, c) sebagai inspirasi untuk mempersiapkan konsep manajemen Kawasan Tugu Nasional sebagai bagian integral Pemerintah Pusat karena merupakan tetenger Kebesaran Bangsa Indonesia yang bersifat nasional, d) sebagai pendorong penyelenggaraan panggung bagi Sang Saka Merah sebagai atribut kemerdekaan sesuai rancangan awalnya, yaitu di dalam Kotak Emas di dalam gerbang Kala-Makara dengan mencari jalan keluar berkenaan masalah keamanan, e) Disegerakannya konservasi rekaman suara Soekarno di Ruang Kemerdekaan yang telah mengalami keausan, f) Mendorong sesegera mungkin konservasi sosok Lidah Api Kemerdekaan yang telah mengalami kelayuhan/degradasi baik struktur maupun pelapisan emasnya. Ide Arsitektur Panggung diharapkan dapat mengilhami konsep perancangan bangunan Monumen dan Museum di Indonesia dengan merujuki kekuatan tema serta urutan demi urutan keruangan untuk menciptakan efek

239

dramatis keruangan. Tema ke-Indonesia-an yang berpuncak pada rekaman suara Soekarno membacakan Teks Proklamasi di Ruang Kemerdekaan telah menhadirkan energi suara yang bersifat immaterial memperkarya konsep keabadian arsitektur yang selama ini merujuk pada keabadian fisik material. kehadiran Disertasi serta Buku Lampiran Panggung Indonesia: Khora Pesona Karya Arsitek Soekarno diharapkan dapat menjadi basis penelitian grounded dalam ranah penelitian arsitektur di masa mendatang. Sadar atas pada keterbatasan untuk mengungkapkan beragam persoalan potensial selama penelitian ini, maka perlu kiranya saya menyarankan adanya beberapa kemungkinan penelitian lanjut. Dalam upaya untuk memperkaya khasanah ilmu pengetahuan terutama arsitektur, penelitian secara multidisiplin dan interdisiplin perlu segera dilakukan mengingat keberadaan Tugu Nasional sebagai Arsitektur Panggung telah mengalami kelayuhan akibat degradasi baik secara fisik maupun pemaknaan ruangnya akibat pergeseran ruang dan waktu. Bentuk penelitian dapat difokuskan pada penelitian Arsitektur Material yang dilaksanakan secara menyeluruuh untuk mengkonservasi fisik, yaitu sosok luar dan Kawasan Cawan dan Tugu, seluruh atribut kemerdekaan, seluruh diorama, serta sosok Lidah Api Kemerdekaan sebagai penelitian intesif untuk menjaga keutuhan struktur dan arsitekturalnya. Demi memicu proses kreatif pada penelitian kekayaan Arsitektur Nusantara, cara-cara yang telah dilalui dalam pembentukan teori Arsitektur Non Material di Kawasan Tugu Nasional ini dapat menjadi rujukan, sebagai kekuatan baru dalam meneliti Grounded Theory terkait Khora sebagai pertautan lintas keilmuan dari Belahan Bumi Barat dan Timur yang hal-hal berbasis metafisik. Pengungkapan konsep Khora untuk menelusuri data mefisik di Kawasan Tugu Nasional sebagai bagian Arsitektur Nusantara bukan hanya akan

240

meneguhkan perolehan peradaban Indonesia di masa lampau sebagai refleksi kekinian, akan tetapi juga akan menjadi basis baru kekuatan khas Timur. Terungkapnya ide Arsitektur Panggung sebagai perwujudan ekspresi kekuasaan sebagi pengetahuan tentang arsitektur yang bersifat non material telah memperluas teori arsitektur yang semula menyandarkan ide arsitektur material (Van de Ven, 1978). Ranah arsitektur kini dapat ditelusuri melalui teori Arsitektur Non Material/Tak Teraga yang penelusuran laras dengan karakteristik khora sebagai proses memutu. Proses memutu kehadiran arsitektur Tugu Nasional tidak terlepas dari peran sentral Penguasa Soekarno dan trilogi hasrat, intervensi dan rasa seni yang melingkupinya, sebagai pertautan Jiwa dan Raga Soekarno sebagai Pribadi sekaligus Penguasa. Menunjuk adanya power-kekuasaan sebagai pendorong penciptaan space-keruangan berdasar knowledge kearsitekturan dan rasa seni Soekarno, telah memperkaya wacana space-power-knowledge gagasan Michel Foucault sekaligus memperkaya wacana hasrat kegilaan - Point de folie-Maintenant lArchitecture gagasan Jacques Derrida dengan kemunculan subjectivity seorang Aktor Penguasa yang berperan sebagai Arsitek

241

A Arsitektur, merupakan sintesa atas rumusan yang berasal dari budaya Romawi dan Yunani, yaitu menggambarkan pengetahuan membangun karya arsitektur yang indah serta bermakna dalam proses penciptaannya yang dipertautkan ruang-tempat-waktu-peristiwa, untuk mengungkapkan proses kehadiran fenomena karya arsitektur yang bersinggungan dengan makna yang akan berpautan dengan Khora. Arsitektur Non-Material, merupakan pengetahuan arsitektur yang menelisik cara-cara menggubah kandungan karya arsitektur fisik yang berupa ideologi Penguasa untuk diekspresikan secara poetic yaitu konstruktif dan inspiratif sehingga mengundang rasa keindahan bagi penanggapnya. Arsitektur Panggung, merupakan ide arsitektur yang mem -visualkan ideologi Penguasa ke dalam karya fisik arsitektural. Artistik, kata sifat yang yang menunjuk pada sesuatu yang bagus, cantik, elok, indah, kreatif, majelis, manis, mempesona, menawan, selia. Architectural Research Methods, merujuk Linda Groat, 2002 sebagai metode penelitian di ranah arsitektur, antara lain: a) Interpretive-Historical Research, b) Qualitative Research, c) Correlasional Research, d) Experimental and Quasi-Experimental Research, e) Simulation and Modeling Research, f) Logical Argumentation, g) Case Studies and Combined Strategies. Abstract space dan Absolute Space merujuk The Production of Space (Lefebvre: 1991: 234) berupa ruang yang terbentuk oleh Penguasa yang memiliki makna sosial (sosial space). Tampil sebagai ruang politik Penguasa dalam memperteguh homogenitas sosial melalui karya arsitektur yang berciri visual geometris, spectaculer, geometric, phallic - megah, struktural dan menjulang. B Batik Indonesia, merupakan karya batik sebagai gagasan Soekarno untuk mewujudkan satu bentuk karya Batik yang bukan bersandar pada salah satu etnik Indonesia. Gagasan itu dibebankan kepada pembatik muda Go Tik Swan ketika dirinya menjadi mahasiswa Sastra UI dan bekerja menyiapkan Soekarno di Istana. Pengembaraan Go Tik Swan untuk mewujudkan gagasan Soekarno telah membawanya ke jenjang kemasyhuran. Batik Indonesia digubah oleh Go Tik Swan sebagai perpaduan antara motif batik berorientasi Karaton Surakarta yang cenderung bermotif simbolik dan berwarna alamiah sogan (warna kecoklatan), menjadi multicolour sebagai ekspresi kekayaan warna batik di Nusantara. Barock sebagai cabang seni rupa dan arsitektur yang berkembang di Eropa sebagai ekspresi yang mengundang emosi kemegahan dengan ornamentik secara berlebih-lebihan. Istana Versailles di Perancis merupakan salah satu contohnya. Dalam perkembangannya desain rancangannnya dikenal sebagai gaya Rococo yang menampilkan ikon kerang-kerangan.

242

Berdikari, konsep ber-negara yang dideklarasikan Soekarno sebagai implementasi konsep Nation and Character Building di segala ini termasuk lagu, musik, busana, nama pribadi, dan lain sebagainya untuk tidak merujuk ke Barat. C Coding merujuk ke proses analitis di mana data dalam penelitian kuantitatif sebagai hasil kuesioner atau dalam kualitatif berupa transkrip wawancara dikategorikan. Dalam Grounded Theory, dikenal Axial Code, Selective Code D Diffrance (bhs. Perancis) adalah istilah rekaan Derridan untuk menyatakan tindakan menangguhkan makna yang purna (Derrida:2004) E eklektik merupakan gaya perpaduan dalam rancangan termasuk arsitektur. Perpaduan yang berpeluang menemukan kebaharuan gaya arsitektur secara khas. Gaya eklektik Soekarno berupa paduan gaya Arsitektur Modern yang dilekati ornamentik Jawa Kuno sebagai kebaharuan gaya arsitektur. G Grounded Theory merupakan satu di antara tiga pilihan strategi pada penelitian Qualitative Research a) Grounded Theory, b) Ethnography dan c) Interpretivism yang diutarakan Linda Groat merujuk pada penggagasnya, yaitu; Barney G Glaser, Anselm Strauss dan Corbin. Semula metode ini digunakan untuk memandu penelitian di ranah sosiologi. Keutamaan strategi penelitian Grounded terletak pada cara pengumpulan data secara induktif dan peluang untuk membangun sebuah teori. H Hipotesis Kerja yang dideskripsikan sebagai proposisi yang dikenal dalam metode penelitian Grounded Theory.Berperan sebagai teori subtansif yang berasal serta terkait data. Himpunan hipotesis kerja bila diintegrasikan dengan baik berpeluang menjadi sebuah konstruksi dalam pembentukan teori baru. I Indonesia menunjuk nama Negara berasal dari kata Indus artinya konstelasi bintang dan nesos bahasa Yunani artinya pulau - nusa - tanah air. Memiliki batas wilayah kekuasaan politik, militer, ekonomi, sosial budaya, dan sistem pemerintahan, serta cita-cita dan tujuan bersama yang dirumuskan dalam Undang-Undang Dasar 1945. Meliputi 17.504 pulau menyebar di lima kepulauan besar: Jawa, Sumatra, Kalimantan, Sulawesi, dan Irian Barat disebut Kepulauan Indonesia sebagai wilayah territorial (Poesponegoro, Marwati Djoned & Notosusanto, Nugroho: 2007). Pemakaian nama Indonesia dicatat oleh J.Th. Petrus Blumberger, 1931 sebagai penggantian nama pergerakan dari Nederlandsch-Indie menjadi Indonesia mendampingi istilah Nusantara sebagai nama biro pers di Netherland yang didirikan oleh Ki Hajar Dewantara sebagai Indonesische Persbureau pada1913. Secara resmi kata Indonesia resmi mendapat arti politik kenegaraan setelah Kemerdekaan Indonesia tanggal 17 Agustus 1945.

243

K Khora merujuk Derrida, 1995 sebagai konsep ruang/ide arsitektural yang dicerap yang selalu dalam proses becoming mengada, mengualitas, memutu menggambarkan representasi karya arsitektur yang semula Tiada menjadi Ada. Proses becoming yang demikian bersepadan dengan karakteristik Khora sebagai penyedia bagi yang hadir untuk being terkait form. Menggambarkan sesuatu bukan yang fix, menyerupai obyek/ruang berupa representasi karya arsitektur. Khora berasal dari bahas Yunani sebagai ungkapan Plato yang dituliskan ke dalam Timaeus untuk menyatakan sesuatu yang abadi, tidak dapat dihancurkan, penyedia posisi yang hadir untuk being, bisa ditangkap indera, seperti mimpi dan harus ada di suatu tempat atau r uang. Kebudayaan merujuk Soekarno, Bahwa kebudajaan satu periode adalah pentjerminan daripada suatu kebudajaan daripada kelas jang berkuasa dalam bahasa asingnja:De cultuur van een tijdpork is altijd de cultuur van de heersende klasse (Soekarno:1960). L Lifeworld (bhs. Inggris) atau Lebenswelt (bhs. Jerman) diartikan sebagai kehidupan, dapat dipahami yang diberikan alam semesta, sebuah dunia. Longue Dure merupakan cara menuliskan sejarah peristiwa jangka panjang merujuk Annales School yang dipelopori oleh Fernand Braudel tahun 1958. M Mercusuar adalah menara sebagai sumber cahaya untuk membantu navigasi kapal laut. Diadopsi sebagai kata metafor untuk menyatakan keinginan memperoleh nama dan untuk bergagah. Muncul istilah Arsitektur Mercusuar di masa Soekarno sebagai sindiran pada sikap Soekarno untuk memperoleh nama dan bergagah melalui karya arsitektur yang megah. Metafisik, sesuatu non-material yang di luar hal fisik seperti hasrat, konsep, intervensi yang menyertai fisiknya. Hal-hal metafisik bersinggungan dengan proses kehadiran karya arsitektur. Metafora sebagai suatu majas atau gaya bahasa untuk mengungkapkan ungkapan secara langsung berupa perbandingan analogis, melalui pemanfaatan kekayaan bahasa, pemakaian ragam untuk memperoleh efek-efek tertentu, keseluruhan ciri bahasa sekelompok penulis sastra dan cara khas dalam menyampaikan pikiran dan perasaan, baik lisan maupun tertulis. Menggelar Indonesia merupakan tajuk dari film documenter Indonesia ke mancanegara di masa Soekarno. penari-penari misi kesenian

Monad yaitu partikel terkecil dari jiwa seni, ditemukan oleh Leibniz, 1898 sebagai jiwa seni yang abadi bersifat abstrak /tak teraga yang dibedakan dengan atom, yaitu partikel terkecil dari molekul/benda teraga. Monad ditemukan oleh Leibniz di saat meneliti seni Baroque sekitar 1660-1760. Menunjukkan adanya fluiditas materi, elastisitas bentuk dan semangat mekanis yang bersifat keabadian pada jiwa seni melalui bentuk-bentuk lentur dari draperi.

244

Monumen Nasional atau dikenal sebagai Monas atau Tugu Monas adalah monumen peringatan setinggi 142 meter yang didirikan menengarai jiwa Baru Bangsa Indonesia. Pembanguan dimulai pada tanggal 17 Agustus 1961 di bawah perintah Presiden Soekarno, dan dibuka untuk umum tanggal 12 Juli 1975. Tugu ini dimahkotai Lidah Api yang dilapisi lembaran emas. N Nation and Character Building merupakan konsep pembangunan watak bangsa Indonesia berbasis Berdikari - Berdiri di atas kaki sendiri, merupakan ideologi politik rekaan Soekarno Nawa Sanga kosmologi Bali yang memuliakan keselarasan Bhuana Agung (makro kosmos) dan Bhuana Alit (mikro kosmos) berorientasi sembilan arah mata angin. Nawa Sanga dengan delapan pancaran dengan satu sebagai pusatnya. Keselarasan Konsep penataan ruang di Bali dikenal sebagai Tri Hita Karana merupakan a sense of place yang mengandalkan arah mata angin. Negara adalah suatu daerah teritorial yang rakyatnya diperintah oleh sejumlah pejabat dan yang berhasil menuntut dari warga negaranya ketaatan pada peraturan perundangundangannya melalui penguasaan (kontrol) monopolistis dari kekuasaannya yang sah. NEFO New Emerging Forces merupakan gagasan Soekarno dalam mengelompokkan Negara-Negara yang pernah senasib mengalami sebagai Negara Koloni bangsa Eropa, antara lain Negara-Negara anggota Konferensi Asia-Afrika di Bandung. New Culture sebutan bagi karya seni di Jerman di masa kekuasaan Adolf Hitler yang berbasis National Sosialis disertai sejumlah dokumentasi patung realis, karya arsitektur, situs Hitler, arsitektur vernakular yang dinamai Art of The Third Reic P Paranoid regime of sign sebagai tanda kegilaan yang dilakukan Penguasa seperti yang dilakukan Dalang / puppeteer terhadap bonekanya merujuk Deleuze, 2007 Panggung merujuk bahasa Jawa: jejeraning wayang tempat Dalang memainkan tokoh wayang. Berakar kata gung -gedhe-besar. Terjadi nasalisasi setelah diberi awalan pa menjadi pa-agung-an atau panggonan sing agung - tempat yang agung atau panggung. Sebagai ruang menggelar kehadiran lakon dan peristiwa secara langsung yang meninggalkan difference - jejak sesuai jamannya, sehingga makna panggung yang Ada di masa lalu kemungkinan berbeda di kekinian maupun esok terkait lakon yang dipertautkan. Pergeseran itu tidak merubah esensi panggung sebagai ruang menggelar kehadiran lakon dan peristiwa Panggung juga berarti pentas, platform, stan, teater, balkon, tribun, ajang, arena, gelanggang, sasana. Pembentukan teori/memoing merupakan proses akhir dari seluruh rangkaian penelitian Grounded Theory setelah melampaui empat tahap. Pertama, membandingkan dengan teori yang gayut - comparing incidents applicable to each category. Kedua, mengintegrasikan hasil analisisintegrating categories and their properties. Ketiga, membatasi teori-delimiting the theory, dan Keempat, menuliskan teori - writing theory.

245

Pledoi Indonesia Menggugat merupakan naskah pembelaan Soekarno pada tahun 1930 di Bandung. Naskah pledoi tersebut menyerupai sebuah naskah akademik yang merujuk beragam pustaka. Melalui pledoi tersebut Soekarno divonis bebas. Dalam penelitian ini, pledoi Indonesia Menggugat merupakan Panggung Indonesia yang pertama bagi Soekarno. Poetic yaitu sifat konstruktif dan inspiratif dalam menggubah karya sehingga mampu mengundang rasa keindahan bagi penanggapnya. Performance arts diterjemahkan sebagai seni pertunjukan, antara lain teater, musik, dan tari, yang berbeda dengan seni rupa. Dalam seni pertunjukan tubuh , wajah , suara, tampil sebagai media. Sedangkan seni rupa menggunakan bahan-bahan seperti; tanah liat , logam atau cat yang dapat dibentuk atau diubah menjadi obyek seni . Istilah "seni pertunjukan" pertama kali muncul dalam bahasa Inggris pada tahun 1711. Presence, adalah kehadiran langsung. Dalam presence sekaligus terdapat absence, yaitu sesuatu yang tidak hadir sebagai metafisika kehadiran merujuk Of Grammatology (Derrida:1982:49). Metafisika kehadiran merupakan dekonstruksi logosentrisme, sistem metafisik yang mengandaikan adanya logos atau kebenaran transendental dibalik hal yang tampak di permukaan atau di dunia fenomena. Suatu makna tidak pernah hadir kecuali dalam intertekstualitas tanda . Proyek Mercusuar, kehadiran karya Arsitektur Mercusuar dipandang sebagai peristiwa unik yang dibangun sekitar 1960-an di koridor Kebayoran Baru-Thamrin di saat kota Jakarta masih relatif lapang. Jajaran bangunan modern bertingkat tinggi dengan beragam bentuk unik itu menyerupai sebuah pentas yang menjadi buah bibir di lingkungan Jakarta yang meluas ke seluruh negeri Penelitian Kuantitatif sebagai metode untuk mem-verifikasi suatu hipotesis secara hypothetico-deductive yaitu menganalisis persoalan melalui taksonomi, klasifikasi, parameter, variabel serta pencarian hubungan kausal-efek. Menekankan proses empirik dalam memjustifikasi tesis serta proposisi dengan alat sebagai instrumen proses pencarian dan pembuktiannya.Penelitian Kualitatif/Interpretif digunakan untuk mengungkap fenomena diibaratkan sebagai puncak gunung es bagi persoalan sosial-kultural, termasuk arsitektur untuk mendapatkan pengetahuan dari tangan pertama- firsthand knowledge dan Peneliti sebagai instrumennya. S Space-power-knowledge wacana Michel Foucault untuk menyatakan adanya ruang yang tercipta akibat kekuasaan dan pengetahuan yang melingkupinya. Dalam ranah arsitektur, dimaknai sebagai karya arsitektur sebagai ekspresi kekuasaan. Spatial Archetype diterjemahkan sebagai arketipe keruangan, terdiri atas enam tipe gagasan yang dikembangkan oleh Mimi Lobell. Teori ini diilhami oleh teori archetype oleh Carl Gustav Jung, yang menenggarai adanya ingatan kolektif berupa citra kepurbaan dalam alam bawah sadar manusia.

246

Soekarno Seorang tokoh penting dalam sejarah Indonesia sebagai Presiden Pertama. Dalam penelitian ini penulisan namanya tetap menggunakan ejaan S o e k a r n o (yang dibaca: Sukarno) berdasar fakta sejarah. Dalam otobiografi Cindy Adams: 2000: 38) mengutarakan: Waktu di sekolah tanda-tanganku dieja Soekarno menurut ejaan Belanda. Setelah Indonesia merdeka aku menginstruksikan supaya segala ejaan OE kembali ke U.Ejaan dari perkataan Soekarno sekarang menjadi Sukarno. Akan tetapi, tidak mudah untuk mengubah tanda-tangan sudah berumur 50 tahun, jadi kalau aku sendiri menulis tanda-tanganku, aku masih menulis S-O-E. Soekarno lahir di Surabaya hari Kamis Pon pada 6 Juni 1901 dengan nama Koesno. Bergelar ingeneuer dari TH-Bandoeng kini ITB Bandung pada 1926. Sempat berprofesi sebagai Arsitek sekaligus Politisi yang mengalami resiko sebagai orang buangan. Mewariskan sejumlah karya berupa teks pidato, naskah sandiwara tonil, jargon, sketsa, karikatur, lukisan, puisi, buku, karya arsitektur dan furnitur. Ketika menjadi Presiden menggubah karya Arsitektur Mercusuar, misi seni pertunjukan tari Menggelar Indonesia ke mancanegara (Lindsay: 2010) bahkan terciptanya Batik Indonesia (yang bernuansa Nation and Character Building. Gelegak hasrat dalam mewujudkannya menunjukkan peran Arsitek sekaligus Dalang yang divisualkan berupa urutan keruangan selayaknya pertunjukan drama, sehingga dikatakan Arsitektur Panggung. Dimetaforakan Panggung Indonesiadi Tugu Nasional sebagai presence dari Soekarno melalui rekaman suaranya membacakan Teks Proklamasi sebagai metafisika kehadiran, merepresentasi teritori ke-Indonesia-an dan keabadian ruang immaterial. Spectre merujuk Derrida, semacam kehadiran kembali sesuatu yang telah tiada sebagai sosok hantu, penampakan, fantasi, phantasma, roh, jiwa, untuk pengetahuan yang telah tumbang atau kalah namun ruh/semangatnya masih bergentayangan seperti Marxism T Teori formal adalah teori yang disusun secara konsepsual dalam suatu ilmu pengetahuan tertentu. Teori formal diperoleh melalui perbandingan beragam kasus subtantif. Teori Formal merupakan teori hasil dari penelitian Grounded Theory. Pembentukannya diperoleh berdasar himpunan intepretasi/ kesimpulan yang telah melalui analisis komparatif, melalui kriteria; metode, relevansi, kecocokan-fit (valid), serta dapat dimodifikasi/ dikendalikan. Sementara itu Teori subtansif sebagai teori yang dikembangkan untuk keperluan subtantif atau empiris dalam inkuiri suatu ilmu pengetahuan, disebut hipotesis kerja. Teori subtantif diperoleh melalui perbandingan antar kelompok Kedua teori itu diperoleh berdasarkan data penelitian. Peranan teori subtantif membantu reformulasi teori yang sudah ada sebagai penghubung strategis dalam memformulasikan dan menyusun teori formal atas dasar data. TH-Bandung singkatan Technische Hogeschool (TH) sekarang ITB Bandung didirikan dan diresmikan oleh pemerintah Belanda pada 3 Juli 1920, dan meluluskan sarjana untuk pertama kali pada 1 Juli 1924. Pada 3 Juli 1926 lulusan pertama insinyur Indonesia, satu diantaranya Ir. Soekarno, Presiden Republik Indonesia pertama.

247

Adams, Cindy. Sukarno an Autobiography as told to Cindy Adams. Kansas City, New York: Indiana Polis, 1965 Adams, Cindy.(Terj.) Bar Salim, Abdul. Bung Kamo Penyambung Lidah Rakyat Indonesia. C et 6.Jakarta: Ketut Masagung Corp, 2000 Adam, Peter. Art of The Third Reich.New York: Harry N Abrams Inc. 1995 Adiyanto, Johannes. Konsekuensi Filsafati Manunggaling Kawula Gusti Pada Arsitektur Jawa. Disertasi.Program Doktor Bidang Keahlian Arsitektur Pasca Sarjana Institut Teknologi Sepuluh Nopember Surabaya 2011 Alexander, Christopher. Notes of the Synthesis of Form.Cambridge: Harvard University Press, 1964 Alexander, Christopher. A Pattern Languange: Towns-Buildings Construction. New York: Oxford University Press, 1997 Alexander, Christopher. The Timeless Way of Building.New York: Oxford University Press, 1999 Anderson, Benedict. Imagined communities: Reflection on the Origin and Spread of Nationalism.London: Verso, 1991 Antoniades, Anthony C. Poetic of Architecture. New York :Van Nostrand Reinhold, 1990 Ardhiati, Yuke. Bung Kamo Sang Arsitek : Kajian Artistik Karya Arsitektur, Tata Ruang Kota, Interior dan Kria, Simbol, Mode Busana dan Teks Pidato 1926-1965. Jakarta: Komunitas Bambu, 2005 Bachelard, Gaston (transl.) French by Maria Jolas . The Poetics of Space. Boston: Beacon Press.1958 Banks, Marcus. Visual Methods in Social Research.London: Sage Publication, 2006 Barilli, Renato (transl.) Pinkus, Karen E. A Course on Aestethics. Minneapolis London : University of Minnesota Press. 1993 Barliana, M Syaom dan Cahyani, Diah. Arsitektur, Kekuasaan & Nasionalitas. Bandung: Metatekstur, 2011 Batmomolin, Lukas (ed). Bung Karno. Ilham dari Flores Untuk Nusantara. Flores: Penerbit Nusa Indah, 2001 Bochenski, J.M.The Methods of ContemporaryThought. New York: Harper Torchbooks, 1968 Burke, Peter. The French Historical Revolution. The Annales School 1929-89. Cambridge : Polity Press 1990, Corbusier, Le and Jeanneret, Pierre.Footprints on the Sands of Indian Architecture. New Dehli: Sarbij Bahga and Surinder Bahga, 2000 Creswell, John. Research Design. Qualitative & Quantitative Approaches. Sage Publications, Inc, 1994 Damais, Soedarmadji JH (ed). Bung Kamo & Seni. Jakarta: Yayasan Bung Kamo, 1979 Danoeasmoro, Winoto. Perdjalanan PJM Presiden Ir DR H Achmad Sukarno ke Amerika dan Eropa. Djakarta: Rafica, 1956 ______.Kunjungan Presiden Republik Indonesia Soekarno ke Sowjet Uni. Deleuze, Gilles. (Transl.) Lester, Mark & Stivale, Charles. The Logic of Sense. New York: Columbia University Press. 1990

248

Deleuze, Gilles. (Transl.).Patton, Paul. Difference And Repetition. New York : Columbia University Press.1994 Deleuze, Gilles. Lapoujade, David (ed). (Transl.) Hodges, Ames and Taormina, Mike. Two Regimes of Madness .Texts and Interviews 1975-1995.Cambridge: The MIT Press.2007 Deleuze, Gilles.(Ed)Holland, Eugene-Smith Daniel-Stivale, Charles.Image and Text. London: Continuu.2009 Derrida, Jaqques.(transl.) Spivak, Gayatri Chakravorty. Of Grammatology by Jacques Derrida. Baltimore and London: The John Hopkins University Press. 1982 Derrida, Jacques. From Spectres of Marx. What is Ideology? In Specters of Marx, the state of the debt, the Work of Mourning, & the New International , translated by Peggy Kamuf, Routledge. 1994. Derrida, Jacques.On The Name. California: Stanford University Press,1995 Derrida, Jacques (transl). Dekonstruksi Spiritual: Merayakan Ragam Wajah Spiritual . Yogyakarta: Jalasutra, 2002 Derrida, Jacques.(transl.) Bass, Allan. Writing and Difference.London and New York: Routledge.2004 Derrida,Jacques. Point de folie maintenant l'architecture, 27 Avril 2009 Djatiprambudi, Djuli. Bung Karno: Seni Rupa dan Karya Lukisnya. Surabaya : Bumi Laskar Utomo, 2001 Dufrenne, Mikel. (transl. By) Casey, Edwards, Anderson, Albert, Domingo, Willis and Jacobson, Leon.The Phenomenology of Aesthetic Experience. Evanston:Northwestern University Press. 1973 Dufrenne, Mikel (et. Al). Aesthetics and The Scienes of Art Today. Eisman, Fred B. Bali Sekala & Niskala. Essays on Religion, Ritual, and Art. Singapre: Periplus.1990 Fakih, Farabi.Membayangkan Ibukota Jakarta di bawah Soekarno. Yogyakarta: Ombak.2005 Foucault, Michel (transl) Smith, AM Sheridan. Archaelogy of Knowlegde. London and New York: Routledge, 2002 Foucault, Michel (transl) Sheridan, Alan.Dicipline and Punish. The Birth of the Prison. New York: Penguin Books. 1975 Foucault, Michel (ed) Rabinow, Paul. The Foucault a Reader New York: Pantheon Books. 1984 Freud, Sigmund. Jokes and Their Relation to the unconsious.New York: Penguin Books.1976 Gasche. Rodolphe. Inventions of Diffrence On Jacques Derrida. Cambridge: Harvard University Press Giebels, Lambert. Soekarno Biografi 1901 1950. Jakarta: PT Grasindo, 2001 Gibson, A Boyce. Muse and Thinker. United Kingdom:Penguin Books, 1972 Geertz, Clifford. Negara Teater, Kerajaan-Kerajaan di Bali abad Kesembilan Belas. Yogyakarta : Yayasan Bentang Budaya, 2000 Glaser, Barney G and Strauss, Anselm L. The Discovery of Grounded Theory: Strategies for Qualitative Research. Copy Right 1967. London: Adline Transaction. 2010 Golomstock, Igor.Totalitarian Art. In the Soviet Union, the Third Reich, Fascist Italy, and The Peoples Republic of China. London: Collins Harvill, 1990 Goffman, Erving. Presentation of Self in Everyday Life. New York: Doubleday Anchor Books. 1959

249

Gray, Carole & Prairi, Ian. Artistic Research Prosedure: Research at the Edge of Chaos? Scotland: The Robert Gordon University, 1995 Groat, Linda & Wang, David. Architectural Research Methods.Canada: John Wiley & Sons, Inc, 2002 Hasan, Asikin (ed).Dua Senirupa. Sepilihan Tulisan Sanento Yuliman. Jakarta: Penerbit Kalam. 2001 Hays, Michael (ed).Architecture Theory Since 1968. Cambridge: MIT Press.2000 Hays, Michael.Architectures Desire: Reading The Late Avant-Garde. Cambridge: MIT Press.2010 Harjoko, Triatno Yudo. Urban Kampung. Its Genesis and Transformation into Metropolis, with particular reference to Penggilingan in Jakarta.Canberra: VDM Verlag Dr. Muller Aktiengesellshaft.2003 Harrison, Charles and Wood, Paul (ed). Art in Theory 1900-1990. An Anthology of Changing Ideas.Ofxord UK & Cambridge USA: Blackwell.1993 Harsono, Ganis. Cakrawala Politik Era Sukarno.Jakarta:Yayasan Idayu, 1985 Heidegger, Martin,"Building Dwelling Thinking" as it appeared in Poetry, Language, Thought trans. Alfred Hofstadter. New York: Harper and Row, 1971 Heidegger, Martin ,(Transl. McNeill, William). The Concept of Time. Massachussetts : Blackell Publishers Ltd. 1992 Heuken SJ, A.Medan Merdeka Jantung Ibukota RI. Jakarta: Yayasan Cipta Loka Caraka. 2008 Hirst, Paul. Space and Power: Architecture, Politics and War. Cambridge: Polity Press.2005 Holt, Claire.Melacak Jejak Perkembangan Seni di Indonesia (Terj). Bandung: Masyarakat Seni Pertunjukan Indonesia.2000 Ikatan Arsitek Indonesia. Gedung MPR/DPR- RI, Sejarah dan Perkembangannya. Jakarrta: Badan Sinfar IAI, 1995 ITB Bandung. Peringatan 100 Tahun Bung Karno. Seminar dan Pameran Revitalisasi Tata Nilai Kebangsaan Yang Dirintis Bung Karno, Aula Barat dan Timur ITB, 1-3 Juni 2001 Jakarta Metropolitian City Government. Jakarta Insight 50 Years of City Planning and Development. Jakarta: Pemda DKI. 1995 Jones, Bryan D.Politics and the Architecture of Choice. Bounded Rationality and Governance. Chicago: The University of Chicago Press.2001 Jung, Carl Gustav.(Transl.) Hull, RFC. Four Archetypes: Mother, Rebirth, Spirit, Trickster. London: Routledge.1972 Krell, David Farrel. Archeticture. Ecstacies of Space, Time, and The Human Body. New York: State University of New York Press. 1997 Kusno, Abidin. Behind the Postcolonial: Architecture, urban space and political cultures in Indonesia.New York: Rouledge, 2000 Kostof, Spiro. The City Shaped: Urban Patterns and Meanings Through History. London:Thames and Hudson. 1991 Lacan, Jacques. (Transl.) Sheridan, Alan.crits.London and New York: Routledge .1989 Lahusen, Thomas Lahusen and Dobrenko, Evgeny (ed). Socialist Realism Without Shores. London: Duke University Press.1997 Leach, Neil (ed). Rethinking Architecture: a Reader in Cultural Theory. London: Routledge, 1997 Lim, William, SW & Chang, Jiat-Hwee (ed).Non West Modernist Past. On Architecture & Moderniities. Singapore: World Scientific Publishing Co. 2012 Lincourt, Michel. In Search of Elegance.Towards an Architecture of Satisfaction. London: McGillQueens University Press. 1999

250

Lobell, Mimi. Spatial Archetype in ReVision, A Journal of Consciousness and Change, vol.6 no.2, Fall 1983 - additional material: the Network by Anders Sandberg. Locke Karen. Grounded Theory in Management Research. London: Sage Publication, 2007 Lubis, Firman. Jakarta 1960-an. Kenangan Semasa Mahasiswa. Jakarta: Masup Jakarta.2008 Lyes, C.J. Roman Architecture from Augustus to Hadrian. The Colosseum an Analysis of the Inherent Political and Architectural.@C.J. Lyes.1999. Electronic of Journal of History, Art, Archaelogy Anistoriton Messias dan ANRI. Revolusi Belum Selesai.Kumpulan Pidato Presiden Soekarno.30 September 1965 Pelengkap Nawasara Jilid 1 dan 2. Semarang: Messias. 2003 Michalski, Sergiusz.Public Monument. London: Reaktion Books Ltd. 1998 Monumen Nasional. Laporan Singkat Pekerjaan Proyek Pembangunan Tugu Nasional 1962-1963. Jakarta: Direksi Pelaksana. Cet.Kedua. 1997 Moleong, Lexy K.Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: PT Remaja Rosdakarya. 2010. Morgan, Morris Hycky.Vitruvius.The Ten Books on Architecture. New York: Dover Publications Inc.1914 Neil (ed). Rethinking Architecture: a Reader in Cultural Theory. London: Routledge, 1997 Nesbitt, Kate (ed).Theorizing a New Agenda for Architecture. An Anthology of Architectural Theory 1965-1995.New York: Princenton Architectural Press. 1996 Nietzsche, Friedrich.(Transl.) Kaufmann,Walter and Hollingdale, R.J. The Will to Power. New York: Vintage Books Edition. September 1968 Philpott, Simon. Rethinking Indonesia. Postcolonial Theory, Authoritarianism and Identity. New York: ST Martins Press LLC.2000 Permanasari, Eka. Constructing And Contesting the Nation: The Use and Meaning of Sukarnos Monuments And Public Places in Jakarta. Dissertation of Architecture Department of Melbourne University of Melbourne, 2007 Perez, Alberto-Gomez, and Parcell Stephen (ed).Chora1,2,3: Intervals in The Philosophy of Architecture.London: Mc Gill Queens University Press,1994 Pevsner, Nikolaus.A History of Building Types. London: Princeton University Press. 1976 Plato (Transl). The Republic Of Plato: Second Edition. United States of America : BasicBooks A Division of Harper Collins Publisher. 1991 Pour, Julious. Dari Gelora Bung Karno Ke Gelora Bung Karno.Jakarta: Badan Pengelola GBK dan Gramedia, 2003 Rahardjo, Iman Toto (ed).Bung Karno dan Tata Dunia Baru. Kenangan 100 Tahun Bung Karno. Jakarta:Grasindo.2001 Rachman, Erlita (ed). Jakarta 50 Tahun Kemerdekaan Dalam Pengembangan Dan Penataan Kota. Jakarta: Dinas Tata Kota Pemda DKI Jakarta, 1995 Ricouer, Paul. Thompson, John B (ed). Paul Ricouer Hermeneutics and the human sciences. Essays on language, action and interpretation. Cambridge: Cambridge University Press.1983 Rose, Gillian.Visual Methodologies. An introduction to the Intepretation of Visual Materials. London:SAGE Publications Ltd, 2006 Sadikin, Ali. Buku Catatan Gubernur H Ali Sadikin. Jakarta: Pemda DKI Jakarta, 1977 Saelan, Maulwi. Dari Revolusi 45 sampai Kudeta 66. Kesaksian Wakil Komandan Tjakrabirawa. Jakarta: Yayasan Haki Bangsa. 2001 Salam, Solichin. Bung Karno Sebagai Ahli Sedjarah. Djakarta: PT Asli Djakarta, 1966 Salam, Solichin.Bung Karno di mata Bangsa Indonesia.Jakarta:Dela Rohita, 1979 Salam, Solichin. Bung Karno Putra Fajar. Jakarta: Gunung Agung, 1981

251

Salam, Solichin. Bung Karno Dalam Kenangan. Jakarta: Pusaka, 1981 Salam, Solichin. Roosseno Manusia Beton. Jakarta: Kuning Mas, 1987 Salam, Solichin. Tugu Monas dan Soedarsono. Jakarta: Kuning Mas.1989 Saleh (ed). Mahabarata. Djakarta: Dinas Penerbitan Balai Pustaka, 1958 Santoso, Jo. Arsitektur-Kota Jawa. Kosmos, Kultur & Kuasa. Jakarta: Centropolis-Magister Teknik Perencanaan Univ Tarumanagara, 2008 Setiadi, Bram(ed). Raja Di Alam Republik. Keraton Kasunanan Surakarta dan Paku Buwono XII. Jakarta:PT Bina Reka Pariwara, 2001 Setiyanto, Agus. Bung Karno, Maestro Monte Carlo.Kumpulan Naskah Drama Bung Karno Selama Pengasingan di Bengkulu. Yogyakarta: Ombak, 2006 Strathern, Paul.(Terj). Socrates, Plato, Aristoteles in 90 Minutes. Jakarta: Erlangga. 1996 Sutrisno, FX Mudji. Estetika. Filsafat Keindahan.Yogyakarta: Kanisius. 1993 Sumintardja, Djauhari.Kompendium Sejarah Arsitektur Jilid I. Bandung: Yayasan Lembaga Penyelidikan Masalah Bangunan, 1981 Soekarno.Indonesia Menggugat, Pidato Pembelaan Bung Karno Di Depan Pengadilan Kolonial Bandung 1930. Jakarta : CV Haji Mas Agung, 1989 Soekarno. Di bawah Bendera Revolusi Jilid Pertama dan Kedua. Jakarta: Penerbit DBR, 1965 Soekarno.Sarinah, Kewajiban Wanita Dalam Perjuangan Republik Indonesia. Jakarta: PT Toko Gunung Agung Tbk, 2001 Soekarno. Salinan 7 Naskah-Naskah Tonil Soekarno di Ende: 1) Rahasia Gelimutu, (2) Rendo, (3) Julagubi, (4) Dokter Syaitan, (5) Aero Dinamit, (6) Kut-Kut Bi dan Maha Iblis, (7) Anak Haram Djadah , (8) Rainbow (Poetri Kentjana Boelan), (9) Chungking-Djakarta, (10) Koetkoetbi, (11) Si Ketjil (Kleine Duimpje) dan (12) Hantoe Goenoeng Boengkoek. Strauss, Anselm L. Qualitative Analysis For Social Scientists. Cambridge: Cambridge University Press. 1987 Strauss, Anselm L. Basics of Qualitative Research. Grounded Theory Procedurs and Techniques. California: Sage Publications.1990 Soeharto R. Saksi Sejarah, Mengikuti Perjuangan Dwitunggal. Jakarta: Gunung Agung, 1984 Supriyadi, Bambang. Ruang Jawa Pemaknaan Tradisi Perwayangan Dalam Kajian Arsitektur.Disertasi. Program Doktor Arsitektur Dan Perkotaan Program Pascasarjana Universitas Diponegoro Semarang, 2010 Tjahjono, Gunawan. Cosmos, Center and Duality in Javanese Architectural Tradition: The Symbolic Dimensions of House Shapes in Kota Gede and Surroundings. Dissertation of University of California at Berkeley, 1983 Tjahjono,Gunawan. Arsitektur di Indonesia: Kancah Penjelajahan Tanpa Batas. Pidato Pengukuhan Guru Besar Tetap Ilmu Arsitektur Universitas Indonesia, Depok 28 Desember 2002 Tschumi, Bernard. Event-Cities (Praxis). London: The MIT Press. 1999 Tuan, Fu Yi. Space and Place. The Perspectif of Experience. Mineapolis: University of Minnessota.1977 Vitruvius. (Transl.) Morgan, Morris Hicky. The Ten Books of Architecture. New York: Dover, 1960 Ven, Cornelis Van de.Space in Architecture: The Evolution of a new idea in the theory and history of the modern movements.Amsterdam: Van Gorcum Assen, 1978 Widjanarko, Bambang.Sewindu Dekat Bung Karno.Jakarta: Penerbit PT Gramedia.1988

252

Soekarno.Pidato Pemantjangan Tiang Pantjang Pertama Untuk Stadion Utama Asian Games, Senajan, Kebajoran Baru, Djakarta 8 Februari 1960 Soekarno. Pidato Pertemuan Dengan Para Peserta Sajembara Projek Tugu Nasional Di Istana Negara Djakarta Tanggal 27 Djuni 1960 Soekarno.Pidato Upatjara Pemberian Hadiah Para Pemenang Sajembara Rentjana Tugu Nasional, Istana Negara, Djakarta, 17 November 1960 Soekarno.Pidato Upatjara Pengajunan Tjangkul Pertama Untuk Pembangunan Semesta Berentjana Gedung Proklamasi Pegangsaan Timur 56, Djakarta, 1 Djanuari 1961 Soekarno.Pidato Perletakan Batu Pertama Untuk Reaktor Atom di Bandung Pada Tanggal 9 April 1961 Soekarno, Address by H.E.President at The Ceremony of Driving in The First Pile For The National Column, Merdeka Square,Djakarta,17thAug 1961 Soekarno.Pidato Pemantjangan Tiang Pertama Mesjid Istiqlal, Djakarta 24 Agustus 1961 Soekarno.Pidato Pemantjangan Tiang Pertama Gedung PMI di Djalan Kramat Raja, Djakarta 29 Djanuari 1962 Soekarno.Pidato Peringatan UlangTahun ke-435 Kota Djakarta di gedung Olahraga, Djakarta, Pada Tanggal 22 Djuni 1962 Soekarno.Message By President At The Opening of The Main Stadium in Senajan, Djakarta, July,21 st, 1962 Soekarno.Pidato Peresmian Pembukaan Hotel Indonesia, Djakarta, 5 Agustus 1962 Soekarno.Amanat Pemantjangan Tiang Pertama Departement StoreSarinah di Djalan Thamrin, Djakarta, 23 April 1963 Soekarno.Addres by HE President at The Opening of The Preparatory Conference of The Games of The New Emerging Forces (GANEFO) in Hotel Indonesia, Djakarta, 27 April 1963 Soekarno.Pidato Peresmian Monument Irian Barat di Lapangan Banteng, Djakarta, 18 Agustus 1963 Soekarno.Amanat Peresmian Patung Pahlawan di Prapatan Menteng, Djakarta, 24 Djuni 1964 Soekarno.Pidato Pentjangkulan Pertama Pembuatan Gedung Wisma Nusantara di Dja lan Thamrin, Djakarta, 9 Djuli 1964 Soekarno. Amanat Pemantjangan Tiang Pertama Gedung Planetarium di Tjikini, Djakarta 9 September 1964 Soekarno. Pidato Pembukaaan Djalan Silang Monumen Nasional di Lapangan Merdeka, Djakarta, 16 Agustus 1964 Soekarno.Amanat Kepada Panitia Keindahan Kota di Istana Negara 4 April 1965 Soekarno.Amanat Upatjara Perletakan Batu Pertama Political Venues Pada Tanggal 19 April 1965 Soekarno. Amanat Peletakan Batu Pertama Gedung Veteran di Djalan Gatot Subroto, Djakarta 9 Djuni 1965

253

Yuke Ardhiati, Semarang 19 Juni 1963. Arsitek Profesional IAI, Peneliti dan Pengajar Tetap di Fakultas Seni Rupa dan Desain Universitas Trisakti. Memperoleh gelar InsinyurArsitek dari Fakultas Teknik Universitas Sebelas Maret Surakarta,1987 dan Magister Teknik dari Sekolah Arsitektur, Perencanaan dan Kebijakan di ITB Bandung, 2001. Doktor Ilmu Sejarah dari Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2004 dengan Disertasi: Arsitektur, Tata Ruang Kota, Interior dan Kria, Sumbangan Soekarno di Indonesia 1926 - 1965. Sebuah Kajian Mentalite Arsitek Seorang Negarawan. Tahun 2013, memperoleh gelar Doktor Arsitektur dari Fakultas Teknik Universitas Indonesia dengan tajuk Panggung Indonesia: Khora Pesona Karya Soekarno 1960-an. Pengurus Pusat MSI Masyarakat Sejarawan Indonesia dan anggota Tim Penasehat Gubernur Pemprov DKI Jakarta, yang bergiat dalam konservasi bangunan cagar budaya. Email: yuke_ardhiati@yahoo.com, mobile: 0811800075

2003 2003 2005 2005 2005 2007 2010 2010 2010 2012

Suara Anak Bangsa:Menyongsong Fajar Tanah Air. Penerbit ITB Arsitektur,Interior, Kria Dan Konstruksi Sosial Teknologi ANT Actor Network of Technology. HUT Ikatan Arsitek Indonesia ke- 44 Sistim Ekonomi Pada Demokrasi Terpimpin untuk Buku 60 Tahun NKRI Sketsa Perjalanan Bangsa Berdemokrasi. Departemen Kominfo RI Bung Karno Sang Arsitek, Kajian Artistik Karya Arsitektur, Tata Ruang Kota, Interior, Kria,Simbol, Mode Busana dan Teks Pidato 1926-1965. Depok: Komunitas Bambu Novel Serial Ukel Konde Selebriti Marginal. Rajagrafindo Pers, Jakarta Demokrasi Terpimpin. Sejarah Nasional Indonesia Edisi Revisi. Balai Pustaka Life Diorama Sukarno dalam Karya Edhi Sunarso di Jakarta dalam Edhi Sunarso Seniman Pejuang, Yogyakarta: Hasta Kreatifa Manunggal Momen Estetik 9 Windu Edi Sedyawati. Denpasar: Widya Dharma Khora: Momen Estetik dalam Peradaban. Jeda antara Arsitek dan Arkeolog. Denpasar: Pustaka Larasan Indonesia Dalam Arus Serajah. Tim Penulis. Jakarta: Raja Grafindo

2013 2013 2012 2012

Khora as a New Method in Art And Architecture Field .International Journal of Philosophy and Social Sciences (IJPSS) on September Arsitektur Panggung jurnal Panggung ISTI Bandung The National Monument in Indonesia : The Visual Art in Sacred Space. nternational Journal of Literature and Art Studies in the issue no.9 Kajian Artistik Lidah Api Kemerdekaan di Tugu Nasional . Jurnal Kalpataru

254

2005 2006 2006 2007 2007 2009

2009 2010 2010 2012 2012 2012 2012 2012

Soekarno Roles in the Architecture Growth in Indonesia At the Early Independence to the Beginning of the New Order Era, Seminar International Universitas Trisakti, Jakarta, 5 Desember 2005 Soekarnos Nation and Character Building And Its Roles in Architecture in Indonesia, International Conference. Nation, City, Place:Re-thinking Nationalism, Melbourne, Australia,14-16 July 2006 Solo City Beautifying Concept: The City as Art Performances, International Seminar & Workshop on Urban Culture, Arte-Polis: Creative Culture and the Making of Place,Bandung 21-23 July 2006 Menguak Sejarah Sebuah Bangsa Besar Melalui Diorama Kajian Teknik Estetik Diorama Monumen Nasional.Seminar Penyempurnaan Diorama Monumen Nasional, Istana Bogor, 22-23 Maret 2007 City Beautification Concept Case Study:A Small Beautiful Market as a Collaboration between Architects and Artist in Bantul Yogyakarta, International Seminar 20Th UII Yogyakarta in 9 June, 2007 Indonesian Womens Architect: Dreaming, Reality or Taboo? Case of Study : Artifact, Novel and Intellectual Degree International Symposium On Cultural Studies Master and Doctoral Progam, Cultural Studies Udayana UniversityExploring Cultural Studies, Implementing Emancipations Denpasar, 27-28 Agustus 2009 Mandala Concept in The Muslim And Javanese Vis a Vis, NURI International Conference, Architecture Departement of Faculty of Technolgy of Diponegoro University, Semarang Soekarno's Architectural Style:Reflecting the Sustainability of Civilization through Exploring The Mother's of Nature, Doctoral Student Internatonal Conference APRU-11, Depok, July, 2010 Monumen Puitik dalam Panggung Indonesia Diskusi Seni Patung, Monumen, Ruang Publik dalam Pameran Tunggal Seni Patung & Peluncuran Buku Edhi Sunarso 14-29 Agustus 2010 di Jakarta Smart Living with Arts in Saliharas. Artepolis 4 ITB Bandung, 2012 A Pair of Indonesian Artifacts as History Witness : Rumah Proklamasi And Tugu Nasional. International Asian Historian IAHA 22 at Solo City, Central Java. City As An 'Outdoor Museum': Jakarta Main Road In The 1988s At International Seminar On Place Making And Identity (Placid): Rethinking Urban, 26-27 September 2012, Jakarta Cantik as Architecture Stage in Islamic Contemporary . Sub Theme: Architecture, Art And Culture on Symphora - SIMPOSIUM NUSANTARA-9, 11 & 12 December 2012, UTM- Perak, Malaysia Learning From Javanese Ancestor. Sub Theme: Culture on iNTA 2012 4 th International Network for Tropical Architecture Conference, School of Design and Environment National University of Singapore

255

También podría gustarte