Está en la página 1de 10

A.

Mekanisme Pasar Dalam Islam Dalam konsep ekonomi islam penentuan harga dilakukan oleh kekuatan pasar yaitu kekuatan permintaan dan penawaran. Pertemuan permintaan dengan penawaran tersebut haruslah terjadi secara rala sama rela, tidak ada pihak yang merasa terpaksa untuk melakukan transaksi pada suatu tingkat harga.

Keseimbangan pasar terjadi pada saat perpotongan kurva supply dan demand dalam keadaan antaraddin minkum (rela sama rela). Bila ada yang menggangu keseimbangan ini, pemerintah harus melakukan intervensi (campur tangan) ke pasar. Keadaan rela sama rela merupakan kebalikan dari aniaya yaitu manakala salah satu pihak merasa senang diatas kesedihan pihak lain. Dalam hal harga, para ahli fikif merumuskannya sebagai the price of the equivalen (harga padan). Konsep harga padan ini mempunyai implikasi penting dalam ilmu ekonomi, yaitu keadaan pasar yang kompetitif. Dalam konsep islam monopoli, duopoli, oligopoli dalam artian hanya ada satu penjual. Dua penjual, atau beberapa penjual tidak dilarang keberadaanya, selama mereka tidak mengambil keuntungan diatas keuntungan normal. Ini merupakan konsekuensi dari konsep harga padan. Produsen yang beroprasi dengan laba positif akan mengundang produsen lain untuk masuk kedalam bisni tersebut, sehingga kurva supply

bergeser ke kanan, jumlah output yang ditawarkan bertambah dan harga akan turun. Produsen baru akan terus memasuki bisnis tersebut sampai dengan harga turun sedemikian sehingga economic profit nihil. Pada keadaan ini produsen yang telah ada di pasar tidak mempunyai intensif untuk keluar dari pasar, dan produsen yang belum masuk pasr. B. Mekanisme pasar Pada Masa Rosulullah Dalam ekonomi Islam, hal-hal yang tetap dalam harga yang sama ditentukan oleh operasi bebas kekuatan pasar. Nabi Muhammad SAW tidak menganjurkan campur tangan apa pun dalam proses penetuan harga oleh negara atau individual. Di samping menolak untuk mengambil aksi langsung apa pun, beliau melarang praktek-praktek bisnis yang dapat membawa kepada kekurangan pasar. Dengan demikian, Nabi Muhammad SAW menghapuskan pengaruh kekuatan ekonomi atas mekanisme harga. Dalam hal penentuan harga, pada masa pemerintahan Nabi Muhammad SAW ditentukan melalui mekanisme pasar. Diriwayatkan dari Anas bahwa ia mengatakan harga pernah mendadak naik pada masa Rasulullah SAW. Para sahabat mengatakan: Wahai Rasulullah, tentukanlah harga (tasir) untuk kita. Beliau menjawab: Allah SWT itu sesungguhnya adalah penentu harga, penahan dan pencurah serta pemberi rizki. Aku mengharap dapat menemui Tuhanku dimana salah satu diantara kalian tidak menuntutku karena kezaliman dalam hal darah dan harta. Hadits di atas menunjukkan bahwa Rasulullah SAW melarang adanya intervensi harga dari siapapun juga. Praktek-praktek dalam mengintervensi harga adalah perbuatan yang terlarang. Selain melarang adanya intervensi harga, ada beberapa larangan yang diberlakukan Rasulullah SAW untuk menjaga agar seseorang tidak dapat melambungkan harga seenaknya seperti larangan menukar kualitas mutu barang dengan kualitas rendah dengan harga yang sama serta mengurangi timbangan barang dagangan. Beberapa larangan lainnya adalah:

1. Larangan Najsy Najsy adalah sebuah praktek dagang dimana seorang penjual menyuruh orang lain untuk memuji barang dagangannya atau menawar dengan harga yang tinggi calon pembeli yang lain tertarik untuk membeli barang dagangannya. Najsy dilarang karena dapat menaikkan harga barang-barang yang dibutuhkan oleh para pembeli. Rasulullah SAW bersabda: Janganlah kamu sekalian melakukan penawaran terhadap barang tanpa bermaksud untuk membeli (H.R. Tirmidzi). 2. Larangan Bay Badh Ala Badh Praktek bisnis ini adalah dengan melakukan lompatan atau penurunan harga oleh seorang dimana kedua belah pihak yang terlibat tawar menawar masih dalam tahap negosiasi atau baru akan menyelesaikan penetapan harga. Rasulullah melarang praktek semacam ini karena hanya akan menimbulkan kenaikan harga yang tidak diinginkan. 3. Larangan Tallaqi Al-Rukban Praktek ini adalah dengan cara mencegat orang-orang yang membawa barang dari desa dan membeli barang tersebut sebelum tiba di pasar. Rasulullah melarang praktek semacam ini dengan tujuan untuk mencegah terjadinya kenaikan harga. Beliau memerintahkan agar barang-barang langsung dibawa ke pasar, sehingga penyuplai barang dan para konsumen bisa mengambil manfaat dari harga yang sesuai dan alami. 4. Larangan Ihtinaz dan Ihtikar. Ihtinaz adalah praktek penimbunan harta seperti emas, perak dan lain sebagainya. Sedangkan ihtikar adalah penimbunan barang-barang seprti makanan dan kebutuhan sehari-hari. Penimbunan barang dan pencegahan peredarannya sangat dilarang dan dicela dalam Islam seperti yang difirmankan Allah SWT dalam surat At-Taubah ayat 34-35 yang artinya: Hai orang-orang yang beriman, sesungguhnya kebanyakan dari pendeta-pendeta memakan harta manusia dengan cara yang bathil dan mereka menghalangi dari jalan Allah. Dan orang-orang yang menyimpan emas dan perak dan

tidak menafkahkannya pada jalan Allah maka beritahukan kepada mereka akan azab yang pedih. Pada hari itu dipanaskan dalam neraka jahanam, lalu dibakar dengannya dahi, rusuk dan punggung mereka dan dikatakan (kepada mereka). Inilah harta benda yang kamu simpan untuk dirimu sendiri, maka rasakanlah (balasan) dari apa yang kamu simpan dahulu itu. Dari ayat di atas dapat dilihat bahwa praktek penimbunan baik yang berbentuk uang tunai maupun barang sangatlah bertentangan dengan ajaran Islam. Bahaya dari praktek ihtikar dapat menyebabkan kelangkaan barang di pasar sehingga harga barang menjadi naik. C. Intervensi Harga Islami Jumhur ulama sepakat bahwa harga yang adil adalah harga yang terbentuk karena interaksi kekuatan penawaran dan permintaan (mekanisme pasar). Mereka juga sepakat menolak intervensi harga oleh pemerintah, kecuali pada kondisi-kondisi tertentu intervensi pemerintah dalam bentuk pengendalian harga dibenarkan. Intervensi harga islami bertujuan untuk mengembalikan harga yang terbentuk akibat terjadinya distorsi pada harga pasar (price equiblirium) atau harga yang adil (qimah al-adl) sebagaimana diriwayatkan oleh imam muslim dari Rasulullah saw. Tercatat ada 4 cendekiawan besar muslim klasik yang berbicara mengenai intervensi harga, yaitu Ibnu Taimiyah, Al-Ghazali, Ibnu Qudamah dan Ibnu Kholdun. Diantara mereka ada yang mempunyai pandangan yang sama dalam hal intervensi pasar yaitu Ibnu Taimiyah, Al-Ghazali dan Ibnu Qudamah sedangkan Ibnu Kholdun lebih menekankan pada urgensi mekanisme pasar sekalipun dalam tulisannya ditemukan anjuran untuk intervensi pemerintah tapi tidak tegas (M. B. Hendrie Anto; 2003 hal 297). Dalam islam, pengendalian harga dilakukan dengan pertimbangan 2hal, yaitu: 1. Jenis penyebab perubahan harga. Secara garis besar penyebab perubahan harga dibagi menjadi 2, yaitu:

Genuine Factors; adalah faktor-faktor yang bersifat alamiah atau perubahan murni pada sisi demand dan supply (Adiwarman A. Karim, 2008 hal 135). intervensi yang dilakukan adalah dalam bentuk intervensi pasar (market intervention) dengan mempengaruhi sisi permintaan dan penawaran agar harga yang lebih pas terbentuk. Intervensi pasar dapat dilakukan dengan cara menambah supply barang atau menjamin kelancaran jalur perdagangan seperti dikatakan oleh Ibnu Kholdun. Genuine Factors bersifat; 1. Musiman seperti panen raya, naik turunnya harga hasil panen sangat dipengaruhi oleh supply hasil panen dipasar. Ketika panen raya tiba maka supply barang dipasarpun melimpah dan harga lebih rendah, sebaliknya ketika panen raya belum tiba harga hasil panen kembali naik karena supply hasil panen yang rendah dipasar, 2. Siklus seperti saat menjelang hari raya, karena permintaan pada saat hari raya meningkat maka harga barang juga naik tapi ketika hari raya sudah lewat, permintaan terhadap barang menurun sehingga hargapun kembali turun. Non Genuine Factors; faktor-faktor yang bersifat penyimpangan (distorsi) terhadap mekanisme pasar. penyimpangannya sendiri bisa dalam bentuk penyimpangan terstruktur seperti perusahaan monopoli yang bertujuan monopolistic rent (ihtikar) atau penyimpangan tidak terstruktur seperti Bai Najasyi, menahan barang dari peredaran (Ihtikar), Tadlis dan lain-lain. Intervensi yang ditempuh oleh pemerintah untuk menstabilkan harga adalah dengan menghilangkan distorsi sehinga harga kembali terbentuk pada titik keseimbangan pasar sebelum terjadi distorsi termasuk dengan cara menetapkan harga (price intervention). 2. Urgensi intervensi harga terhadap kebutuhan masyarakat, yaitu pada kondisi darurat. Seperti dijelaskan diatas, Intervensi harga dibenarkan apabila tidak terdapat cara lain untuk menjaga kepentingan masyarakat umum dan mencegah kemudharatan yang lebih besar kecuali dengan menetapkan harga (Muhammad Tahir Mansoori; 2009).

Secara umum kondisi darurat yang dimaksud adalah (M. B. Hendrie Anto; 2003 hal 299): 1. Kenaikan harga diluar kewajaran seperti digambarkan oleh Al Zaylani hingga 2kali lipat dari pasar yang normal sehingga masyarakat tidak mempunyai daya beli, 2. Menyangkut barang-barang yang dibutuhkan oleh masyarakat, misalnya bahan pangan,dan 3. Terjadi ketidak adilan atau eksploitasi antara pelaku-pelaku dalam transaksi tersebut. 4. Intervensi pasar untuk kasus genuine factors dilakukan dengan cara mempengaruhi sisi permintaan dan penawaran, salah satunya menjamin kelancaran jalur perdagangan dan atau dengan menambah supplay barang. Hal ini pernah dilakukan oleh Rasulullah saw dan Umar bin Khottob ketika terjadi kenaikan harga gandum diMadinah. Beliau kemudian melakukan impor gandum besar-besaran dari mesir sehingga harga menurun tujuannya agar terjangkau oleh daya beli masyarakat yang lemah akibat harga yang melambung tinggi. Tapi ternyata usaha beliau tidak cukup, kemudian membuat kupon kepada faqir miskin untuk ditukarkan dengan gandum (Yakob; 1983). Untuk non genuine factors, Bentuk kasusnya yang paling dikecam oleh rasulullah saw adalah ihtikar. Dalam hadistnya yang diriwayatkan oleh imam muslim beliau bersabda: Tidaklah orang yang melakukan ihtikar itu kecuali ia berdosa kemudian berikutnya siapa yang melakukan ihtikar maka ia berdosa dan hadist dari Abi Umamah, ia berkata: Rasulullah melarang melakukan ihtikar terhadap bahan makanan pokok. Banyaknya hadist yang melarang praktek ihtikar menjadikan dasar kesepekatan bagi para ulama untuk mengharamkannya, karena dilihat dari sisi ekonominya banyak dampak negative dari praktek ihtikar salah satunya harga barang hasil ihtikar menjadi

lebih mahal. Tapi, banyaknya pemahaman yang salah berkaitan dengan ihtikar yang menyamakannya dengan monopoli dan penimbunan maka perlu diketahui batasanbatasan yang jelas yang menjelaskan bahwa praktek tersebut adalah ihtikar. Secara umum suatu praktek ekonomi dikategorikan ihtikar apabila: 1. Mengupayakan supply barang dipasar rendah/sedikit baik dengan cara menimbun stock, mengenakan entry barriers atau dengan memproduksi lebih sedikit barang dari kemampuan maksimal untuk memperoleh keuntungan yang lebih banyak (diatas keuntungan normal) khususnya bagi perusahaan monopoli (monopolistic rent) 2. Menjual dengan harga yang lebih tinggi dibandingkan dengan harga sebelum munculnya kelangkaan 3. Mengambil keuntungan yang lebih tinggi dibandingkan keuntungan sebelum dua komponen diatas dilakukan. (Adiwarman A. Karim; 2008 hal 154) Praktek ihtikar pada perekonomian modern saat ini adalah monopolistic rent yang dilakukan oleh banyak perusahaan monopoli. Perusahaan monopili dilarang untuk menentukan harga semaunya. Oleh karena itu, pemerintah melakukan intervensi harga yang berpatokan pada harga pasar. Keuntungan yang besar yang diperoleh oleh monopoli dengan memproduksi barang ketika kurva MR=MC=S tidak dibenarkan, karena sebenarnya perusahaan mampu lebih dari itu untuk memproduksi barang yaitu pada saat kurva S=MC=D sehingga harga yang terbentuk lebih rendah tetapi perusahaan monopoli tetap memperoleh keuntungan yaitu pada posisi keuntungan normal. Intervensi harga seperti ini, tidak akan menimbulkan excess supply atau demand seperti yang terjadi di kenvensional karena intervensi harga islami menetapkan harga pada harga keseimbangannya sebelum terjadi ihtikar bukan menetapkan harga diatas atau dibawah harga keseimbangan. Berikutnya transaksi yang dilarang dalam islam yang akan mengakibatkan distorsi pasar adalah Bai Najasyi atau menciptakan permintaan palsu sehingga harga barang yang diminta menjadi lebih

mahal. Intervensi harga yang dilakukan oleh pemerintah yaitu dengan menghilangkan distorsi sehingga harga kembali terbentuk sebelum terjadi distorsi. Intervensi harga (dalam bentuk pematokan harga) terjadi karena market price tidak terbentuk yang diakibatkan oleh terjadinya distorsi dalam pasar. Solusi islam agar harga yang terbentuk adalah market price dengan mencegah terjadinya distorsi pasar, bentuknya dengan melarang praktek ihtikar dan bai najsyi dan membuka akses informasi dan lainnya. Tugas ini menjadi tanggung jawab pemerintah atau dalam khazanah keilmuan ekonomi islam klasik adalah menjadi tanggung jawab lembaga hisbah. Secara garis besar tugas Al Hisbah adalah melakukan pengawasan terhadap kecukupan barang dan jasa dipasar, perindustrian, jasa, perdagangan, pengawasan kota dan pasar dan pengawasan terhadap keseluruhan pasar. Sehingga dengan adanya pengawasan dari pemerintah atau al hisbah diharapkan distorsi pasar tidak terjadi sehingga harga yang terbentuk adalah harga pasar. D. Intervensi harga menurut Ibn Taimiyyah Ibnu Taimiyah membolehkan intervensiharga dalam keadaan-keadaan tertentu. Sepintas pendapatnya ini bertentangan dengan sikap Rosulullah yang menolak intervensi harga. Namun sebenarnya Ibn Taimiyyah hanya menjabarkan hadist Rosulullah tersebut yaitu harga seharusnya terjadi secara rela sama rela pada saat penawaran bertemu permintaan. Bagi Ibn Taimiyah Intervensi harga dapat dibedakan menjadi dua. Intervensi harga yang Dzalim dan Intervensi harga yang Adil. a. Intervensi harga yang dzalim Suatu intervensi harga diaanggap dzalim apabila harga maksimum (ceiling price) ditetapkan di bawah harga keseimbangan yang terjadi melalui mekanisme pasar yaitu atas dasr rela sama rela. Secara pararel dapat pula dikatakan bahwa harga minimum yang di terapkan diatas harga keseimbangan kompetitif adalah dzalim.

b. Intervensi harga yang adil Suatu intervensi harga dianggap adil sepanjang tidak menimbulkan aniaya terhadap penjual maupun pembeli. Menurut Ibn Taimiyyah ada beberapa kondisi yang mengharuskan pemerintah melakukan intervensi harga yaitu: Produsen tidak mau menjual barangnya kecuali pada harga yang lebih tinggi daripada harga umum pasar, padahal konsumen mebutuhkan barang tersebut. Dalam keadaan ini pemerintah dapat memaksa produsen untuk menjual barangnya dan menentukan harga (Intervensi harga) yang adil. Produsen tidak menawarkan barang pada harga yang terlalu tinggi menurut konsumen, sedangkan konsumen meminta pada harga yang terlalu rendah menurut produsen. Dalam keadaanini, pemerintah harus melakukan intervensi harga dengan mendorong konsumen dan produsen melakukan musyawarah untuk menentukan hrga yang didahului dengan tindakan investigasi atas demand dan supply, biaya produksi lainya. Selanjutnya pemerintah menetapkan harga tersebut sebagai harga yang berlaku. Pemilik jasa, misalnya tenaga kerja menolak bekerja kecuali pada harga yang lebih tingi daripada harga pasar yang berlaku (the prevalling market price), padahal masyarakat membutuhkan jasa tersebut, maka pemerintah dapat menetapkan harga yang wajar (reasonable price) dan memaksa pemilik jasa untuk memberikan jasanya. Inilah indahnya islam. Merintangi seorang masuk pasar (entry barriers) dilarang sehingga setiap bisnis mempunyai positive economic profit akan mengundang masuknya pemain baru sehingga economic profit turun menjadi nihil, dan sekedar menambah laba normal saja. Pelarrangan entry barriers ini tidak serta merta menjamin

masuknya pemain baru sehingga produsen hanya mendapa normal profit. Dapat saja biaya investasinya yang besar atau teknologi yang tinggi yang menyebabkan pemain baru tidak masuk pasar. Bila ini terjadi, natural monopolist tetap saja tidak boleh menentukan harga yang berlebihan, dan untuk itulah pemerintah melakukan intervensi harga yang mengacu pada harga umum berdasarkan harga yang lazim, atau harga yang ditetapkan dalam musyawarah atau berdasarkan harga yang berlaku pada tingkat harga yang wajar. Jelaslah Islamic price invertation yang diusulkan Ibn Taimiyyah malah melindungi kepentingan penjual dan pembeli. DAFTAR PUSTAKA Al-Quran al-Karim Amir Syarifuddin, Ushul fiqh, (Jakarta: Logos, 2001 Muslehuddin Muhammad .Dr : Filsafat Hukum Islam Dan Pemikiran Orientalis. Penerbit Tiara Wacana, Jogyakarta 1997. Adiwarman Karim (2002) : Ekonomi Mikro Islam IIIT Indonesia Jakarta

10

También podría gustarte