Está en la página 1de 46

BAB 1 PENDAHULUAN 1.

1 Latar Belakang Penyakit tuberkulosis (TB) paru masih merupakan masalah utama kesehatan yang dapat menimbulkan kesakitan (morbiditas) dan kematian (mortalitas) (Aditama & Chairil, 2002). Diperkirakan sekitar sepertiga penduduk dunia telah terinfeksi oleh Mycobacterium tuberculosis. Pada tahun 1995, diperkirakan ada 9 juta pasien TB baru dan 3 juta kematian akibat TB di seluruh dunia (Depkes RI, 2006). Angka kejadian TB di Indonesia menempati urutan ketiga terbanyak di dunia setelah India dan Cina. Diperkirakan setiap tahun terdapat 528.000 kasus TB baru dengan kematian sekitar 91.000 orang. Prevalensi TB di Indonesia pada tahun 2009 adalah 100 per 100.000 penduduk dan TB terjadi pada lebih dari 70% usia produktif (15-50 tahun) (WHO, 2010).

1.2 Batasan Masalah Refrat ini membahas mengenai gambaran ................................................

1.3 Tujuan Penulisan Tujuan dari penulisan referat ini adalah untuk mengetahui definisi, etiologi, patofisiologi, klasifikasi, manifestasi klinik, diagnosis, penatalaksanaan, dan komplikasi TB paru.
1.4 Penulisan

Refrat ini disusun berdasarkan berbagai tinjauan kepustakaan yang merujuk dari berbagai literature
1.5 Manfaat Penulisan

Refrat ini diharapkan dapat bernanfaat memberikan informasi dan pengetahuan tentang Tuberkulosis Paru

BAB II ISI 2.1 Anatomi dan Fisiologi Paru Paru-paru manusia merupakan dua buah organ yang lunak dan berongga. Di dalam mediastinum, paru dipisahkan oleh jantung, pembuluh darah, dan struktur lain mediastinum. Masing-masing paru berbentuk konus, memiliki apeks yang tumpul dan menjorok keatas serta dilapisi oleh pleura yang terikat dengan paru pada bagian hilusnya. Pada hilus pulmonalis yang terletak di bagian medialnya terdapat suatu lekukan tempat masuknya bronkus, pembuluh darah dan saraf ke paru-paru untuk membentuk radiks pulmonalis (Snell, 2007).

(Gambar 1: Lung anatomy, Sumber: http://www.newsperuvian.com/anatomy/lung-anatomy) Paru-paru kanan sedikit lebih besar dari paru-paru kiri dan dibagi oleh fisura oblikua dan fisura horisontalis menjadi 3 lobus, yaitu lobus superior, medius dan inferior. Sedangkan paru kiri dibagi oleh fisura obliqua menjadi 2 lobus, yaitu lobus superior dan inferior. (Snell,2007)

Bronkus merupakan bagian dari traktus respiratorius yang memasuki hilus paru. Setiap bronkus lobaris akan bercabang menjadi beberapa bronkus segmentalis. Bronkus segmentalis yang masuk ke lobus paru-paru secara struktural dan fungsional adalah independen, dan dinamakan segmen bronkopulmonalis. Segmen ini berbentuk piramid, mempunyai apeks yang mengarah ke radiks pulmonalis dan basisnya mengarah ke permukaan paru-paru. Tiap segmen dikelilingi oleh jaringan ikat, dan selain bronkus juga diisi oleh arteri, vena, pembuluh limfe dan saraf otonom (Snell, 2007). Traktus respiratorius berakhir pada alveolus. Alveolus adalah kantong udara terminal yang berhubungan erat dengan jejaring kaya pembuluh darah. Sirkulasi pulmonal memiliki aliran udara tinggi dengan tekanan yang rendah, kurang lebih 50 mmHg. Paru-paru dapat menampung sampai 20% volume darah total, dan hanya 10% dari volume tersebut yang tertampung dalam kapiler (Snell, 2007). Yang terpenting dari sistem ventilasi paru-paru adalah upaya terus menerus untuk memperbarui udara dalam area pertukaran gas paru-paru. Pertukaran gas secara difusi terjadi antara alveoli dan pembuluh kapiler paru-paru. Difusi terjadi berdasarkan prinsip perbedaan tekanan parsial gas yang bersangkutan.1 2.2 Definisi Tuberkulosis (TBC atau TB) adalah suatu penyakit infeksi yang disebabkan oleh bakteri Mikobakterium tuberkulosa. Bakteri ini merupakan bakteri basil yang sangat kuat sehingga memerlukan waktu lama untuk mengobatinya. Bakteri ini lebih sering menginfeksi organ paru-paru dibandingkan bagian lain tubuh manusia. Insidensi TBC dilaporkan meningkat secara drastis pada dekade terakhir ini di seluruh dunia. Demikian pula di Indonesia, Tuberkulosis / TBC merupakan masalah kesehatan, baik dari sisi angka kematian (mortalitas), angka kejadian penyakit (morbiditas), maupun diagnosis dan terapinya. Dengan penduduk lebih dari 200 juta orang, Indonesia menempati urutan ketiga setelah India dan China dalam hal jumlah penderita di antara 22 negara dengan masalah TBC terbesar di dunia. Hasil survei Kesehatan Rumah Tangga Depkes RI tahun 1992, menunjukkan bahwa Tuberkulosis / TBC merupakan penyakit kedua penyebab kematian , sedangkan pada tahun 1986 merupakan penyebab kematian keempat. Kenyataan mengenai penyakit TBC di Indonesia begitu mengkhawatirkan, sehingga kita harus waspada sejak dini & mendapatkan informasi lengkap tentang penyakit TBC 2.3 Epidemiologi

Berdasarkan laporan WHO tahun 2011 (berdasarkan data tahun 2010) sekitar 8,8 juta (antara 8,5-9,2 juta) kasus baru terjadi di seluruh dunia. Masih berdasarkan data pada tahun 2010, diperkirakan pula sebanyak 1,1 juta kematian (rentang antara 0,9-1,2 juta) terjadi akibat tubeculosis pada penderita TB dengan HIV negatif dan sebanyak 0,35 juta kematian (rentang 0.32-0.39 juta ) yang terjadi akibat TB pada penderita dengan HIV positif. Hal yang perlu dicermati adalah penurunan jumlah absolut kasus TB sejak tahun 2006, diikuti dengan penurunan insidensi kejadian dengan angka estimasi kematian sejak tahun 2002. Dan sekitar 10 juta anak-anak di tahun 2009 menjadi yatim piatu karena orang tua yang mengidap TB.3

Gambar 2. Perkiraan jumlah insiden, Berdasarkan negara, tahun 20103

Berdasarkan laporan WHO tahun 2011 terdapat 5.7 kasus TB paru baru setara dengan 65% angka prediksi di tahun 2011. India dan China memberikan kontribusi 40% total penderita baru TB dan Afrika menyumbang 24% pasien baru. Secara global angka keberhasilan terapi pada penderita baru TB dengan sputum BTA positif adalah 87% di tahun 2009 MDR-TB dideteksi mencapai 46.000 kasus. Walaupun jauh dibawah angka estimasi yakni 290.000 kasus, MDR-TB masih menjadi tantangan besar hingga saat ini.3 Survei prevalensi TB yang dilakukan di enam propinsi di Indonesia pada tahun 19831993 menunjukkan bahwa prevalensi TB di Indonesia berkisar antara 0,2 0,65%. Sedangkan menurut laporan Penanggulangan TB Global yang dikeluarkan oleh WHO pada tahun 2010, angka insiden TB di Indonesia pada tahun 2009 mencapai 430.000 kasus, dan dengan 62.000 kasus berakhir dengan kematian. 4

Sedangkan sebuah studi yang dilakukan oleh Rao et al dari Universitas Queensland berdasarkan data epidemiologi tahun 2007-2008 menunjukkan bahwa angka kematian akibat tuberculosis di Indonesia sangat tinggi terutama di propinsi Papua. 5 Berdasarkan data WHO tahun 2011 prevalensi TB di Indonesia mencapai 1.200.000 kasus atau 484 kasus per 100.000 populasi dengan angka mortalitas mencapai 91.000 kasus atau 38 orang per 100.000 populasi. Insidensi TB mencapai 540.000 kasus atau 226 kasus per 100.000 populasi dengan 29.000 kasus TB HIV positif. 4 Diperkirakan telah terdapat 440.000 kasus dari multi-drug resistant TB (MDR-TB) pada tahun 2008. Keempat negara yang memiliki jumlah kasus MDR-TB tertinggi adalah China (100.000 kasus), India (99.000 kasus), Federasi Rusia (38.000 kasus), dan Afrika Selatan (13.000 kasus). Dan pada Oktober 2011, 77 negara dan wilayah telah melaporkan setidaknya terdapat satu kasus dari extensively drug-resistant TB (XDR-TB). 6 2.4 Etiologi Penyakit TBC adalah suatu penyakit infeksi yang disebabkan oleh bakteri Mikobakterium tuberkulosa. Bakteri ini berbentuk batang dan bersifat tahan asam sehingga dikenal juga sebagai Batang Tahan Asam (BTA). Bakteri ini pertama kali ditemukan oleh Robert Koch pada tanggal 24 Maret 1882, sehingga untuk mengenang jasanya bakteri tersebut diberi nama baksil Koch. Bahkan, penyakit TBC pada paru-paru kadang disebut sebagai Koch Pulmonum (KP). 7

Gambar 3. Bakteri Mikobakterium tuberkulosa a. Morfologi dan Struktur Bakteri Mycobacterium tuberculosis berbentuk batang lurus atau sedikit melengkung, tidak berspora dan tidak berkapsul. Bakteri ini berukuran lebar 0,3 0,6 mm dan panjang 1 4 mm. Dinding M. tuberculosis sangat kompleks, terdiri dari lapisan lemak cukup tinggi (60%). Penyusun utama dinding sel M. tuberculosis ialah asam mikolat, lilin kompleks

(complexwaxes), trehalosa dimikolat yang disebut cord factor, dan mycobacterial sulfolipids yang berperan dalam virulensi. Asam mikolat merupakan asam lemak berantai panjang (C60 C90) yang dihubungkan dengan arabinogalaktan oleh ikatan glikolipid dan dengan 4 peptidoglikan oleh jembatan fosfodiester. Unsur lain yang terdapat pada dinding sel bakteri tersebut adalah polisakarida seperti arabinogalaktan dan arabinomanan. Struktur dinding sel yang kompleks tersebut menyebabkan bakteri M. tuberculosis bersifat tahan asam, yaitu apabila sekali diwarnai akan tetap tahan terhadap upaya penghilangan zat warna tersebut dengan larutan asamalkohol.7 Komponen antigen ditemukan di dinding sel dan sitoplasma yaitu komponen lipid, polisakarida dan protein. Karakteristik antigen M. tuberculosis dapat diidentifikasi dengan menggunakan antibodi monoklonal . Saat ini telah dikenal purified antigens dengan berat molekul 14 kDa (kiloDalton), 19 kDa, 38 kDa, 65 kDa yang memberikan sensitifitas dan spesifisitas yang berfariasi dalam mendiagnosis TB. Ada juga yang menggolongkan antigen M.tuberculosis dalam kelompok antigen yang disekresi dan yang tidak disekresi (somatik). Antigen yang disekresi hanya dihasilkan oleh basil yang hidup, contohnya antigen 30.000 a, protein MTP 40 dan lain lain. 7

b. Biomolekuler Genom M. tuberculosis mempunyai ukuran 4,4 Mb (mega base) dengan kandungan guanin (G) dan sitosin (C) terbanyak. Dari hasil pemetaan gen, telah diketahui lebih dari 165 gen dan penanda genetik yang dibagi dalam 3 kelompok. Kelompok 1 gen yang merupakan sikuen DNA mikobakteria yang selalu ada (conserved) sebagai DNA target, kelompok II merupakan sikuen DNA yang menyandi antigen protein, sedangkan kelompok III adalah sikuen DNA ulangan seperti elemen sisipan. 7 Gen pab dan gen groEL masing-masing menyandi protein berikatan posfat misalnya protein 38 kDa dan protein kejut panas (heat shock protein) seperti protein 65 kDa, gen katG menyandi katalase-peroksidase dan gen 16SrRNA (rrs) menyandi protein ribosomal S12 sedangkan gen rpoB menyandi RNA polimerase. Sikuen sisipan DNA (IS) adalah elemen genetik yang mobile. Lebih dari 16 IS ada dalam mikobakteria antara lain IS6110, IS1081 dan elemen seperti IS (IS-like element). Deteksi gen tersebut dapat dilakukan dengan teknik PCR dan RFLP.

Gambar 4. Gambaran mikroskopik M. Tuberculosis dengan Pewarnaan Ziehl Neelsen 2.5 PATOGENESIS A. Tuberkulosis Primer Paru merupakan port dentre lebih dari 98% kasus infeksi TB. Karena ukurannya yang sangat kecil, kuman TB dalam percik renik (droplet nuclei) yang terhirup, dapat mencapai alveolus. Waktu yang diperlukan sejak masuknya kuman TB hingga terbentuknya kompleks primer secara lengkap disebut sebagai masa inkubasi TB. Masa inkubasi TB biasanya berlangsung dalam waktu 4-8 minggu dengan rentang waktu antara 2-12 minggu. Dalam masa inkubasi tersebut, kuman tumbuh hingga mencapai jumlah 103-104, yaitu jumlah yang cukup untuk merangsang respons imunitas seluler.7 Masuknya kuman TB ini akan segera diatasi oleh mekanisme imunologis non spesifik. Makrofag alveolus akan menfagosit kuman TB dan biasanya sanggup menghancurkan sebagian besar kuman TB. Akan tetapi, pada sebagian kecil kasus, makrofag tidak mampu menghancurkan kuman TB dan kuman akan bereplikasi dalam makrofag. Kuman TB dalam makrofag yang terus berkembang biak, akhirnya akan membentuk koloni di tempat tersebut sehingga akan terbentuk suatu sarang pneumoni, yang disebut sarang primer atau afek primer.7 Pada saat terbentuknya kompleks primer inilah, infeksi TB primer dinyatakan telah terjadi. Hal tersebut ditandai oleh terbentuknya hipersensitivitas terhadap tuberkuloprotein, yaitu timbulnya respons positif terhadap uji tuberkulin. Selama masa inkubasi, uji tuberkulin masih negatif. Setelah kompleks primer terbentuk, imunitas seluler tubuh terhadap TB telah terbentuk. Pada sebagian besar individu dengan sistem imun yang berfungsi baik, begitu sistem imun seluler berkembang, proliferasi kuman TB terhenti. Namun, sejumlah kecil

kuman TB dapat tetap hidup dalam granuloma. Bila imunitas seluler telah terbentuk, kuman TB baru yang masuk ke dalam alveoli akan segera dimusnahkan.9 Sarang primer ini mungkin timbul di bagian mana saja dalam paru, berbeda dengan sarang reaktivasi. Dari sarang primer akan kelihatan peradangan saluran getah bening menuju hilus (limgangitis lokal). Peradangan tersebut diikuti oleh pembesaran kelenjar getah bening di hilus (limfangitis regional). Afek primer bersama-sama dengan limfangitis regional dikenal sebagai kompleks primer. Kompleks primer ini akan mengalami salah satu nasib berikut : 1. Sembuh dengan tidak meninggalkan cacat sama sekali (restitution ad integrum). 2. Sembuh dengan meninggalkan sedikit bekas (sarang Ghon, garis fibrotik, sarang perkumpulan di hilus). 3. Menyebar dengan cara : a. Perkontinuatum, menyebar ke sekitarnya Fokus primer di paru dapat membesar dan menyebabkan pneumonitis atau pleuritis fokal. Jika terjadi nekrosis perkejuan yang berat, bagian tengah lesi akan mencair dan keluar melalui bronkus sehingga meninggalkan rongga di jaringan paru (kavitas). Kelenjar limfe hilus atau paratrakea yang mulanya berukuran normal saat awal infeksi akan membesar karena reaksi inflamasi yang berlanjut. Bronkus dapat terganggu. Obstruksi parsial pada bronkus akibat tekanan eksternal dapat menyebabkan ateletaksis. Kelenjar yang mengalami inflamasi dan nekrosis perkejuan dapat merusak dan menimbulkan erosi dinding bronkus, sehingga menyebabkan TB endobronkial atau membentuk fistula. Massa keju dapat menimbulkan obstruksi komplit pada bronkus sehingga menyebabkan gabungan pneumonitis dan ateletaksis, yang sering disebut sebagai lesi segmental kolaps-konsolidasi. Kuman tuberkulosis akan menjalar sepanjang bronkus yang tersumbat ini ke lobus yang atelektasis dan menimbulkan peradangan pada lobus yang atelektasis tersebut, yang dikenal sebagai epituberkulosis. b. Penyebaran secara hematogen dan limfgen. Penyebaran hamatogen yang paling sering terjadi adalah dalam bentuk penyebaran hematogenik tersamar (occult hamatogenic spread). Melalui cara ini, kuman TB menyebar secara sporadik dan sedikit demi sedikit sehingga tidak menimbulkan gejala klinis. Kuman TB kemudian akan mencapai berbagai organ di seluruh tubuh. Organ yang biasanya dituju adalah organ yang mempunyai vaskularisasi baik, misalnya otak, tulang, ginjal, dan paru sendiri, terutama apeks paru

atau lobus atas paru. Di berbagai lokasi tersebut, kuman TB akan bereplikasi dan membentuk koloni kuman sebelum terbentuk imunitas seluler yang akan membatasi pertumbuhannya. Di dalam koloni yang sempat terbentuk dan kemudian dibatasi pertumbuhannya oleh imunitas seluler, kuman tetap hidup dalam bentuk dorman. Fokus ini umumnya tidak langsung berlanjut menjadi penyakit, tetapi berpotensi untuk menjadi fokus reaktivasi. Fokus potensial di apkes paru disebut sebagai Fokus SIMON. Bertahun-tahun kemudian, bila daya tahan tubuh pejamu menurun, fokus TB ini dapat mengalami reaktivasi dan menjadi penyakit TB di organ terkait, misalnya meningitis, TB tulang, dan lain-lain.7 Bentuk penyebaran hamatogen yang lain adalah penyebaran hematogenik generalisata akut (acute generalized hematogenic spread). Pada bentuk ini, sejumlah besar kuman TB masuk dan beredar dalam darah menuju ke seluruh tubuh. Hal ini dapat menyebabkan timbulnya manifestasi klinis penyakit TB secara akut, yang disebut TB diseminata. TB diseminata ini timbul dalam waktu 2-6 bulan setelah terjadi infeksi. Timbulnya penyakit bergantung pada jumlah dan virulensi kuman TB yang beredar serta frekuensi berulangnya penyebaran. Tuberkulosis diseminata terjadi karena tidak adekuatnya sistem imun pejamu (host) dalam mengatasi infeksi TB, misalnya pada balita.7 Tuberkulosis milier merupakan hasil dari acute generalized hematogenic spread dengan jumlah kuman yang besar. Semua tuberkel yang dihasilkan melalui cara ini akan mempunyai ukuran yang lebih kurang sama. Istilih milier berasal dari gambaran lesi diseminata yang menyerupai butir padi-padian/jewawut (millet seed). Secara patologi anatomik, lesi ini berupa nodul kuning berukuran 1-3 mm, yang secara histologi merupakan granuloma.7 Bentuk penyebaran hematogen yang jarang terjadi adalah protracted hematogenic spread. Bentuk penyebaran ini terjadi bila suatu fokus perkijuan menyebar ke saluran vaskular di dekatnya, sehingga sejumlah kuman TB akan masuk dan beredar di dalam darah. Secara klinis, sakit TB akibat penyebaran tipe ini tidak dapat dibedakan dengan acute generalized hematogenic spread. Hal ini dapat terjadi secara berulang.7 Pada anak, 5 tahun pertama setelah infeksi (terutama 1 tahun pertama), biasanya sering terjadi komplikasi. Menurut Wallgren, ada 3 bentuk dasar TB paru pada anak, yaitu penyebaran limfohematogen, TB endobronkial, dan TB paru kronik.

Sebanyak 0.5-3% penyebaran limfohematogen akan menjadi TB milier atau meningitis TB, hal ini biasanya terjadi 3-6 bulan setelah infeksi primer. Tuberkulosis endobronkial (lesi segmental yang timbul akibat pembesaran kelenjar regional) dapat terjadi dalam waktu yang lebih lama (3-9 bulan). Terjadinya TB paru kronik sangat bervariasi, bergantung pada usia terjadinya infeksi primer. TB paru kronik biasanya terjadi akibat reaktivasi kuman di dalam lesi yang tidak mengalami resolusi sempurna. Reaktivasi ini jarang terjadi pada anak, tetapi sering pada remaja dan dewasa muda.7 Tuberkulosis ekstrapulmonal dapat terjadi pada 25-30% anak yang terinfeksi TB. TB tulang dan sendi terjadi pada 5-10% anak yang terinfeksi, dan paling banyak terjadi dalam 1 tahun tetapi dapat juga 2-3 tahun kemudian. TB ginjal biasanya terjadi 5-25 tahun setelah infeksi primer.7 B. Tuberkulosis Post Primer Tuberkulosis post primer akan muncul bertahun-tahun kemudian setelah tuberkulosis primer, biasanya terjadi pada usia 15-40 tahun. Mayoritas reinfeksi menjadi 90 %. TB sekunder terjadi karena imunitas menurun seperti malnutrisi, alkohol, keganasan, diabetes, AIDS, gagal ginjal. Tuberkulosis port primer mempunyai nama yang bermacam-macam, yaitu : tuberkulosis bentuk dewasa, localized tuberculosis, tuberkulosis menahun, dan sebagainya.7 Tuberkulosis post primer ini dimulai dengan sarang dini yang berlokasi terutama di regio atas paru ( segmen apikal-poterior lobus superior atau lobus inferior ). Invasinya adalah ke daerah parenkim paru dan tidak ke lobus hiler paru. Sarang dini mula mula tampak seperti sarang pneumonia kecil dan Bentuk tuberkulosis inilah yang terutama menjadi masalah kesehatan masyarakat, karena dapat menjadi sumber penularan. Tuberkulosis post primer dimulai dengan sarang dini, yang umumnya terletak di segmen apikal lobus superior maupun lobus inferior. Sarang dini ini awalnya berbentuk suatu sarang pneumoni kecil dalam 3 10 minggu sarang ini berubah menjadi tuberkel, yakni suatu granuloma yang terdiri dari sel sel histiosit dan sel Datia Langhans. Sarang pneumoni ini akan mengikuti salah satu jalan sebagai berikut : 1. Diresobsi kembali dan sembuh tanpa meninggalkan cacat. 2. Sarang tersebut akan meluas dan segera terjadi proses penyembuhan dengan penyebukan jaringan fibrosis. Selanjutnya akan terjadi pengapuran dan akan sembuh dalam bentuk perkapuran. Sarang tersebut dapat menjadi aktif kembali dengan membentuk jaringan keju dan menimbulkan kavitas bila jaringan keju dibatukkan.

3. Sarang pneumoni meluas membentuk jaringan keju (jaringan kaseosa). Kaviti akan muncul dengan dibatukkannya jaringan keju keluar. Kaviti awalnya berdinding tipis, kemudian dindingnya akan menjadi tebal (kaviti sklerotik). Terjadinya perkejuan dan kavitas adalah akibat hidrolisis protein lipid dan asam nukleat oleh enzim yang diproduksi oleh makrofag, dan proses yang berlebihan sitokin dengan TNF-nya. Bentuk perkejuan lain yang jarang adalah cryptic disseminate TB yang terjadi pada imunodefisiensi dan usia lanjut. Kaviti tersebut akan menjadi : Meluas kembali dan menimbulkan sarang pneumoni baru. Sarang pneumoni ini akan mengikuti pola perjalanan seperti yang disebutkan di atas. Memadat dan membungkus diri (enkapsulasi), dan disebut tuberkuloma. Tuberkuloma dapat mengapur dan menyembuh, tetapi mungkin pula aktif kembali, mencair lagi dan menjadi kaviti lagi. Bersih dan menyembuh yang disebut open healed cavity, atau kaviti menyembuh dengan membungkus diri dan akhirnya mengecil. Kemungkinan berakhir sebagai kaviti yang terbungkus dan menciut sehingga kelihatannya seperti bintang (stellate shaped).

Gambar 5. Skema Perkembangan Sarang Tuberkulosis Post Primer dan Perjalanan Penyembuhannya7

Gambar 6. Patogenesis Tuberkulosis

2.6 KLASIFIKASI TUBERKULOSIS a. Pembagian secara patologis9 1. Tuberkulosis Primer (childhood tuberculosis) a. Tuberkulosis primer yang potensial ( potential primary tuberculosis ) terjadi kontak dengan kasus terbuka, tetapi uji tuberculin masih negative. b. Tuberkulosis primer laten ( latent primary tuberculosis ) Tanda tanda infeksi sudah kelihatan, tetapi luas dan aktivitas penyakit tidak diketahui. Uji tuberculin masih negative. Radiologis tidak tampak kelainan

c. Tuberkulosis primer yang manifest ( manifest primary tuberculosis ) Uji tuberculin positif. Telihat kelainan radiologis

2. Tuberkulosis post primer (adult tuberculosis) Tuberkulosis pasca primer biasanya terjadi setelah beberapa bulan atau tahun sesudah infeksi primer, misalnya karena daya tahan tubuh menurun akibat terinfeksi HIV atau status gizi yang buruk. Ciri khas dari tuberkulosis pasca primer adalah kerusakan paru yang luas dengan terjadinya kavitas atau efusi pleura.8

b.

Klasifikasikasi tuberkulosis sekunder menurut American Tuberculosis Association (ATA), yaitu : 1. Tuberculosis minimal Terdapat sebagian kecil infiltrat non kavitas pada satu paru maupun kedua paru tapi jumlahnya tidak melebihi satu lobus paru. Luas sarang-sarang yang kelihatan tidak melebihi daerah yang dibatasi oleh garis median, apeks dan iga 2 depan, sarang-sarang soliter dapat berada dimana saja. Tidak ditemukan adanya kavitas 2. Tuberkulosis lanjut sedang ( moderately advance tuberculosis ) Luas sarang -sarang yang berupa bercak infiltrat tidak melebihi luas satu paru. Sedangkan bila ada kavitas, diameternya tidak melebihi 4 cm. Kalau bayangan sarang tersebut berupa awan - awan menjelma menjadi daerah konsolidasi yang homogen, luasnya tidak boleh melebihi 1 lobus paru . 3. Tuberkulosis sangat lanjut (far advanced tuberculosis ) Luas daerah yang dihinggapi sarang-sarang lebih dari 1 paru atau bila ada lubang -lubang, maka diameter semua lubang melebihi 4 cm.

c.

Pada tahun 1974 American Thoracic Society memberikan klasifikasi baru yang diambil dari klasifikasi kesehatan masyarakat, yaitu : (2) 1. Kategori O Tidak pernah terpapar, dan tidak terinfeksi. Riwayat kontak negatif, test tuberculin negatif. 2. Kategori I

Terpapar tuberculosis, tetapi tidak terbukti terinfeksi. Riwayat kontak positif, test tuberculin negatif. 3. Kategori II Terinfeksi tuberculosis, tapi tidak sakit. Test tuberculin positif, radiologis dan sputum negatif. 4. Kategori III Terinfeksi tuberculosis dan sakit.

d.

Klasifikasi berdasarkan hasil pemeriksaan dahak miksroskopis pada TB paru, yaitu : 10 1. Tuberkulosis paru BTA positif a. sekurang-kurangnya 2 dari 3 spesimen dahak SPS hasilnya BTA positif b. 1 spesimen dahak SPS hasilnya BTA positif dean biakan kuman TB positif c. 1 atau lebih spesimen dahak hasilnya BTA negatif dan tidak ada perbaikan setelah pemberian antibiotik non OAT 2. Tuberkulosis paru BTA negatif Kasus yang tidak memenuhi definisi pada TB paru BTA positif. Kriteria diagnostik TB paru BTA negatif harus meliputi : a. Paling tidak 3 spesimen dahak SPS hasilnya BTA negatif b. Foto thoraks abnormal menunjukan gambaran tuberkulosis c. tidak ada perbaikan setelah pemberian antibiotik non OAT d. ditentukan (dipertimbangkan) oleh dokter untuk diberikan pengobatan

e.

Klasifikasi berdasarkan riwayat pengobatan sebelumnya, yaitu :

Klasifikasi berdasarkan riwayat pengobatan sebelumnya dibagi menjad i beberapa tipe pasien, yaitu : 1. Kasus baru Pasien yang belum pernah diobati dengan OAT atau sudah pernah menelan OAT kurang dari 1 bulan (4 minggu) 2. Kasus kambuh (relaps) Pasien TB yang sebelumnya pernah mendapat pengobatan TB dan telah dinyatakan sembuh atau pengobatan lengkap, didiagnosis kembali dengan BTA positif ( apusan atau kultur). Bila BTA negatif atau biakan negatif tetapi gambaranradiologik dicurigai lesi aktif atau perburukan dan terdapat gejala klinis maka harus dipikirkan beberapa kemungkinan : Infeksi non TB (pneumonia, bronkiektasis, dll) dalam hal ini diberikan antibiotik selama 2 minggu kemudian evaluasi Infeksi jamur TB paru kambuh

3. Kasus setelah putus berobat (default ) pasien yang telah berobat atau putus obat 2 bulan atau lebih dengan BTA positif 4. Kasus setelah gagal (Failure) Pasien yang hasil pemeriksaan dahaknya teteap positif atau kembali menjadi positif pada bulan kelima atau lebih selama pengobatan 5. Kasus setelah pindahan (transfer in) Pasien yang dipindahkan dari upk yang memiliki register TB lain untuk melanjutkan pengobatan 6. Kasus lain

2.7 DIAGNOSIS Diagnosis TB ditegakkan berdasarkan gejala klinis, pemeriksaan fisik, tuberculin tes, pemeriksaan radiologis dan bakteriologis. Diagnosis pasti TB paru ditegakkan berdasarkan ditemukannya kuman Mycobacterium tuberkulosis. 2.7.1 MANIFESTASI KLINIS

1. Anak Permulaan tuberkulosis primer biasanya sukar diketahui secara klinis karena penyakit mulai secara perlahan lahan. Kadang kadang tuberkulosa ditemukan pada anak anak tanpa keluhan atau gejala gejala tuberkulosis primer, dapat juga hanya panas yang naik turun selama 1 2 minggu dengan atau tanpa batuk pilek.11,12 Gambaran klinis tuberkulosis primer lain ialah panas atau demam biasanya pagi hari, malaise, keringat malam, dispneu ringan, batuk purulent produktif kadang disertai nyeri dada lebih dari tiga minggu sering dijumpai pada infeksi aktif, anoreksia dan berat badan yang menurun, kadang kadang dijumpai panas yang menyerupai tifus abdominalis atau malaria yang disertai atau tanpa hepatosplenomegali. Oleh karena itu bila dijumpai panas seperti tifus abdominalis pada bayi atau anak kecil, harus dipikirkan juga kemungkinan tuberkulosis sebagai penyebab panas tersebut. Selain itu bila didapatkan riwayat kontak erat dengan penderita.11,12

2. Dewasa Keluhan yang dirasakan penderita tuberculosis dapat bermacam-macam atau malah tanpa keluhan sama sekali. Keluhan yang terbanyak adalah: Demam Biasanya subfebril menyerupai demam influenza, tetapi kadang-kadang panas badan dapat mencapai 40-41C. Serangan demam pertama dapat sembuh kembali. Bagitulah seterusnya hilang timbulnya demam influenza ini, sehingga penderita merasa tidak pernah terbebas dari serangan demam influenza. Keadaan ini sangat

dipengaruhi daya tahan tubuh penderita dan berat ringannya infeksi kuman tuberculosis yang masuk. Demam mengacu pada peningkatan suhu tubuh sebagai akibat dari infeksi atau peradangan. Sabagai respons terhadap invasi mikroba,sel-sel darah putih tertentu mengeluarkan suatu zat kimia yang dikenal sebagai pirogen endogen, yang memiliki banyak efek untuk melawan infeksi dan juga bekerja pada pusat termoregulasi hipotalamus untuk meningkatkan patokan termostat. Pirogen endogen meningkatkan titik patokan termostat hipotalamus selama demam dengan memicu pengeluaran lokal prostaglandin, yaitu zat perantara kimiawi lokal yang bekerja langsung di hipotalamus. Hipotalamus sekarang mempertahankan suhu di titik patokan yang baru dan bukan di suhu tubuh normal. Organ ini akan memicu mekanisme-mekanisme respons dingin untuk meningkatkan suhu. Menggigil ditimbulkan agar dengan cepat meningkatkan produksi panas, sementara vasokonstriksi kulit juga berlangsung untuk dengan cepat mengurangi pengeluaran panas. Kedua mekanisme tersebut mendorong suhu naik. Batuk Batuk dapat terjadi karena adanya iritasi pada bronkus. Batuk ini diperlukan untuk membuang produk-produk radang keluar. Sifat batuk mulai dari kering (non produktif) kemudian setelah timbul peradangan menjadi produktif (menghasilkan sputum). Keadaan yang lebih lanjut adalah berupa batuk darah (hemoptoe) karena terdapat pembuluh darah yang pecah. Kebanyakan batuk darah pada tuberculosis terjadi pada kavitas, tetapi dapat juga terjadi pada ulkus dinding bronchus. Batuk merupakan refleks fisiologis kompleks yang melindungi paru dari trauma mekanik, kimia dan suhu(12,13). Batuk juga merupakan mekanisme pertahanan paru yang alamiah untuk menjaga agar jalan napas tetap bersih dan terbuka, dengan jalan(12,13) : 1) Mencegah masuknya benda asing ke saluran napas. 2) Mengeluarkan benda asing atau sekret yang abnormal dari dalam saluran napas

Sesak nafas Pada penyakit yang ringan (baru tumbuh) belum dirasakan sesak nafas. Sesak

nafas akan ditemukan pada penyakit yang sudah lanjut, dimana infiltrasinya sudah setengah bagian paru-paru. Nyeri dada Gejala ini agak jarang ditemukan. Nyeri dada timbul apabila infiltrasi radang sudah sampai ke pleura sehingga menimbulkan pleuritis. Malaise Penyakit tuberculosis bersifat radang yang menahun. Gejala malaise sering ditemukan berupa: anoreksia, tidak ada nafsu makan, badan makin kurus (berat badan turun), sakit kepala, meriang, nyeri otot, keringat malam, dll. Gajala malaise ini makin lama makin berat dan terjadi hilang timbul secara tidak teratur (2).

2.7.2

Pemeriksaan Fisik

Pemeriksaan pertama terhadap keadaan umum pasien mungkin ditemukan konjungtiva mata atau kulit yang pucat karena anemia, suhu subfebris atau berat badan menurun. Seringkali pasien tidak menunjukkan suatu kelainan apapun. Tempat kelainan TB paru yang paling dicurigai adalah bagian apeks paru. Bila dicurigai adanya infiltrate yang agak luas, maka didapatkan perkusi redup dan auskulltasi suara nafas bronchial. Akan didapatkan juga suara nafas tambahan berupa ronki basah, kasar dan nyaring. Tetapi bila infitrat ini diliputi oleh penebalan pleura, suara nafasnya menjadi vesikuler melemah. Dalam penampilan klinis, TB sering asimtomatis dan penyakit baru dicurigai dengan didapatkannya kelainan radiologis dada.

2.7.3

Pemeriksaan Penunjang

1. Uji Tuberkulin

Perkembangan hipersensitivitas tipe lambat pada kebanyakan individu yang terinfeksi dengan basil tuberculosis membuat uji tuberculin sangat dibutuhkan. Pemeriksaan ini merupakan alat diagnosis yang penting dalam menegakkan diagnosis tuberkulosis. Uji multi punksi tidak seakurat uji Mantoux karena dosis antigen tuberculin yang dimasukkan ke dalam kulit tidak dapat di control. Uji tuberkulin lebih penting lagi artinya pada anak kecil bila diketahui adanya konvensi dari negatif. Pada anak dibawah umur 5 tahun dengan uji tuberkulin positif, proses tuberkulosis biasanya masih aktif meskipun tidak menunjukkan kelainan klinis dan radiologis.13 Beberapa cara melakukan uji tuberkulin yaitu : cara mono dengan salep goresan disebut patch test cara von pirquet cara mantoux dengan menyuntikan intrakutan multiple puncture metode dengan 4 6 jarum berdasarkan cara Heat and Tine. Uji kulit Mantoux adalah injeksi intradermal 0.1 mL yang mengandung 5 unit tuberculin ( UT ) derivate protein yang dimurnikan ( PPD ) yang distabilkan dengan Tween 80.14 Sampai sekarang cara Mantoux masih dianggap sebagai cara yang paling dapat dipertanggung jawabkan karena jumlah tuberkulin yang dimasukkan dapat diketahui banyaknya. Reaksi lokal yang terdapat pada uji Mantoux terdiri atas : 1. Eritema karena vasodilatasi perifer 2. Edema karena reaksi antara antigen yang dimasukkan dengan antibodi 3. Indurasi yang dibentuk oleh sel mononukleus. Pembacaan uji tuberculin dilakukan dalam 48 72 jam setelah penyuntikan. Setelah penyuntikan diukur diameter melintang dari indurasi yang terjadi. Kadang kadang penderita akan mulai berindurasi lebih dari 72 jam sesudah perlakuan uji, ini adalah hasil positif. Faktor factor yang terkait hospes, termasuk umur yang amat muda, malnutrisi, immunosupresi karena penyakit atau obat obat, infeksi virus, vaksin virus hidup, dan tuberculosis yang berat, dapat menekan reaksi uji kulit pada anak yang terinfeksi dengan M.tuberculosis. Terapi bervariasi.14 Interpretasi hasil test Mantoux : 14,15,16

1. Indurasi 10 mm atau lebih reaksi positif Arti klinis adalah sedang atau pernah terinfeksi dengan kuman Mycobacterium tuberculosis. 2. Indurasi 5 9 mm reaksi meragukan Arti klinis adalah kesalahan teknik atau memang ada infeksi dengan Mycobacterium atypis atau setelah BCG. Perlu diulang dengan konsentrasi yang sama. Kalau reaksi kedua menjadi 10 mm atau lebih berarti infeksi dengan Mycobacterium tuberculosis. Kalau tetap 6 9 mm berarti cross reaction atau BCG, kalau tetap 6 9 mm tetapi ada tanda tanda lain dari tubeculosis yang jelas maka harus dianggap sebagai mungkin sering kali infeksi dengan Mycobacterium tuberculosis. 3. Indurasi 0 4 mm reaksi negatif. Arti klinis adalah tidak ada infeksi dengan Mycobacterium tuberculosis. Reaksi positif palsu terhadap tuberculin dapat disebabkan oleh sensitisi silang terhadap antigen mikobakteria non tuberculosis. Reaksi silang ini biasanya sementara selama beberapa bulan sampai beberapa tahundan menghasilkan indurasi kurang dari 10 12 mm. Vaksinasi sebelumnya ( BCG ) juga dapat menimbulkan reaksi terhadap uji kulit tuberculin. Sekitar setengah dari bayi yang mendapat vaksin BCG tidak pernah menimbulkan uji kulit tuberculin reaktif, dan reaktivitas akan berkurang 2 3 tahun kemudian pada penderita yang pada mulanya memiliki uji kulit positif.11,16 . 2. Pemeriksaan Radiologis 14,16 Pada saat ini pemeriksaan radiologis dada merupakan cara yang praktis untuk menemukan lesi tuberkulosis. Pemeriksaan ini memang membutuhkan biaya lebih dibanding pemeriksaan sputum, tapi dalam beberapa hal pemeriksaan radiologis memberikan beberapa keuntungan seperti tuberkulosis pada anak anak dan tuberculosis millier. Pada kedua hal tersebut diagnosa dapat diperoleh melalui pemeriksaan radiologi dada, sedangkan pemeriksaan sputum hampir selalu negatif. Pada anak dengan uji tuberkulin positif dilakukan pemeriksaan radiologis. Gambaran radiologis paru yang biasanya dijumpai pada tuberkulosis paru, yaitu : 1. Kompleks primer dengan atau tanpa pengapuran. 2. Pembesaran kelenjar paratrakeal. 3. Penyebaran milier. 4. Penyebaran bronkogen

5. Atelektasis 6. Pleuritis dengan efusi. Pemeriksaan radiologis pun saja tidak dapat digunakan untuk membuat diagnosis tuberkulosis, tetapi harus disertai data klinis lainnya. Ada 3 macam proyeksi pemotretan pada foto toraks pasien yang dicurigai TB, yaitu : 1. Proyeksi Postero-Anterior (PA) Pada posisi PA, pengambilan foto dilakukan pada saat pasien dalam posisi berdiri, tahan nafas pada akhir inspirasi dalam. Bila terlihat suatu kelainan pada proyeksi PA, perlu ditambah proyeksi lateral. 2. Proyeksi Lateral Pada proyeksi lateral, posisi berdiri dengan tangan disilangkan di belakang kepala. Pengambilan foto dilakukan pada saat pasien tahan napas dan akhir inspirasi dalam. 3. Proyeksi Top Lordotik Proyeksi Top Lordotik dibuat bila foto PA menunjukkan kemungkinan adanya kelainan pada daerah apeks kedua paru. Proyeksi tambahan ini hendaknya dibuat setelah foto rutin diperiksa dan bila terdapat kesulitan dalam menginterpretasikan suatu lesi di apeks. Pengambilan foto dilakukan pada posisi berdiri dengan arah sinar menyudut 35-45 derajat arah caudocranial, agar gambaran apeks paru tidak berhimpitan dengan klavikula.

Gambaran Radiologis TB17 1. Tuberkulosis Primer17 Hampir semua infeksi TB primer tidak disertai gejala klinis, sehingga paling sering didiagnosis dengan tuberkulin test. Pada umumnya menyerang anak, tetapi bisa terjadi pada orang dewasa dengan daya tahan tubuh yang lemah. Pasien dengan TB primer sering menunjukkan gambaran foto normal. Pada 15% kasus tidak ditemukan kelainan, bila infeksi berkelanjutan barulah ditemukan kelainan pada foto toraks.17 Lokasi kelainan biasanya terdapat pada satu lobus, dan paru kanan lebih sering terkena, terutama di daerah lobus bawah, tengah dan lingula serta segmen anterior lobus atas.

Kelainan foto toraks pada tuberculosis primer ini adalah adalah limfadenopati, parenchymal disease, miliary disease, dan efusi pleura. Pada paru bisa dijumpai infiltrat dan kavitas. Salah satu komplikasi yang mungkin timbul adalah Pleuritis eksudatif, akibat perluasan infitrat primer ke pleura melalui penyebaran hematogen. Komplikasi lain adalah atelektasis akibat stenosis bronkus karena perforasi kelenjar ke dalarn bronkus. Baik pleuritis maupun atelektasis pada anak-anak mungkin demikian luas sehingga sarang primer tersembunyi dibelakangnya.17

Gambar 7

gambar 8:Tuberculosis dengan komplek primer (hanya hilus kiri membesar). Foto toraks PA dan lateral

Gambar 9 :Tuberculosis disertai komplikasi pleuritis eksudativ dan atelektasis - Pleuritis TB

Gambar 10 :TB Miliar

2. Tuberkulosis sekunder atau tuberkulosis reinfeksi

Tuberkulosis yang bersifat kronis ini terjadi pada orang dewasa atau timbul reinfeksi pada seseorang yang semasa kecilnya pernah menderita tuberculosis primer, tetapi tidak diketahui dan menyembuh sendiri. Kavitas merupakan ciri dari tuberculosis sekunder17

Gambar 11 :Tuberculosis dengan cavitas

Tuberculosis dengan kalsifikasi

Gambar 12 : TB post primer

Gambar 13 : TB dengan kalsifikasi

Bercak infiltrat yang terlihat pada foto roentgen biasanya dilapangan atas dan segmen apikal lobus bawah. Kadang-kadang juga terdapat di bagian basal paru yang biasanya disertai oleh pleuritis. Pembesaran kelenjar limfe pada tuberkulosis sekunder jarang dijumpai.

Ada beberapa bentuk kelainan yang dapat dilihat pada foto roentgen, antara lain : 1. Sarang eksudatif, berbentuk awan atau bercak-bercak yang batasnya tidak tegas dengan densitas rendah. 2. Sarang produktif, berbentuk butir-butir bulat kecil yang batasnya tegas dan densitasnya sedang. 3. Sarang induratif atau fibrotik, yaitu berbentuk garis-garis berbatas tegas, dengan densitas tinggi. 4. Kavitas atau lubang 5. Sarang kapur ( kalsifikasi)

Gambar 14 : CT scan TB postprimer 3. Pemeriksaan Laboratorium14,16 a. Darah Pemeriksaan ini kurang mendapat perhatian karena hasilnya kadang kadang meragukan. Pada saat tuberkulosis baru dimulai ( aktif ) akan didapatkan sedikit leukosit

yang sedikit meningkat. Jumlah limfosit masih normal. Laju Endap Darah mulai meningkat. Bila penyakit mulai sembuh, jumlah leukosit kembali normal dan laju endap darah mulai turun kearah normal lagi. b. Sputum Pemeriksaan dahak berfungsi untuk menegakkan diagnosis, menilai keberhasilan pengobatan dan menentukan potensi penularan. Pemeriksaan dahak untuk penegakan diagnosis pada semua suspek TB dilakukan dengan mengumpulkan 3 spesimen dahak yang dikumpulkan dalam dua hari kunjungan yang berurutan berupa dahak Sewaktu-Pagi-Sewaktu (SPS): S(sewaktu): Dahak dikumpulkan pada saat suspek TB datang berkunjung pertama kali. Pada saat pulang, suspek membawa sebuah pot dahak untuk mengumpulkan dahak pagi pada hari kedua. P(Pagi): Dahak dikumpulkan di rumah pada pagi hari kedua, segera setelah bangun tidur. Pot dibawa dan diserahkan sendiri kepada petugas di UPK. S(sewaktu): Dahak dikumpulkan di UPK pada hari kedua, saat menyerahkan dahak pagi. Diagnosis TB Paru pada orang remaja dan dewasa ditegakkan dengan ditemukannya kuman TB (BTA). Pada program TB nasional, penemuan BTA melalui pemeriksaan dahak mikroskopis merupakan diagnosis utama. Pemeriksaan lain seperti foto toraks, biakan dan uji kepekaan dapat digunakan sebagai penunjang diagnosis sepanjang sesuai dengan indikasinya. Tidak dibenarkan mendiagnosis TB hanya berdasarkan pemeriksaan foto toraks saja. Foto toraks tidak selalu memberikan gambaran yang khas pada TB paru, sehingga sering terjadi overdiagnosis. Gambaran kelainan radiologik Paru tidak selalu menunjukkan aktifitas penyakit. Untuk lebih jelasnya lihat alur prosedur diagnostik untuk suspek TB paru Kriteria sputum BTA positif adalah bila sekurang kurang nya ditemukan tiga batang kuman BTA pada suatu sediaan. Dengan kata lain diperlukan 5.000 kuman dalam 1 ml sputum.

2.8 Diagnosis banding TB paru secara radiologist 1. TB paru primer Pembesaran KGB pada TB paru primer : Limfoma, sarkoidosis Pada TB paru primer, pembesaran KGB dimulai dari hilus, baru ke paratrakea, dan pada umumnya unilateral. Sedangkan pada limfoma biasa dimulai dari paratrakea dan bilateral. Pada sarkoidosis pembesaran KGB hilus bilateral, Infiltrat unilateral lapangan bawah paru TB anak: Pneumonia Untuk membedakan pneumonia TB dengan pneumonia bukan karena TB, pada pneumonia bukan TB umumnya tidak disertai pembesaran KGB dan pada evaluasi foto cepat terjadi resolusi TB dewasa : pneumonia non TB, karsinoma (bronchioloalveolar cell ca), sarkoidosis, non tuberculous mycobacteria (NTM) 2. TB post primer 1. NTM 2. Silikosis

3. Respiratory bronchiolitis interstitial lung disease (RB ILD) 4. Kavitas pada usia tua, kemungkinan karena tumor paru 5. kavitas multiple bisa dijumpai juga pada wegener granulomatosis dan jamur 2.9 PENATALAKSANAAN Tujuan Pengobatan Pengobatan TB bertujuan untuk menyembuhkan pasien, mencegah kematian, mencegah kekambuhan, memutuskan rantai penularan dan mencegah terjadinya resistensi kuman terhadap OAT.

Jenis, sifat dan dosis OAT

Prinsip pengobatan Pengobatan tuberkulosis dilakukan dengan prinsip - prinsip sebagai berikut: OAT harus diberikan dalam bentuk kombinasi beberapa jenis obat, dalam jumlah cukup dan dosis tepat sesuai dengan kategori pengobatan. Jangan gunakan OAT tunggal (monoterapi) . Pemakaian OAT-Kombinasi Dosis Tetap (OAT KDT) lebih menguntungkan dan sangat dianjurkan. Untuk menjamin kepatuhan pasien menelan obat, dilakukan pengawasan langsung (DOT = Directly Observed Treatment) oleh seorang Pengawas Menelan Obat (PMO). Pengobatan TB diberikan dalam 2 tahap, yaitu tahap intensif dan lanjutan. a. Tahap awal (intensif) Pada tahap intensif (awal) pasien mendapat obat setiap hari dan perlu diawasi secara langsung untuk mencegah terjadinya resistensi obat. Bila pengobatan tahap intensif tersebut diberikan secara tepat, biasanya pasien menular menjadi tidak menular dalam kurun waktu 2

minggu. Sebagian besar pasien TB BTA positif menjadi BTA negatif (konversi) dalam 2 bulan. b. Tahap Lanjutan Pada tahap lanjutan pasien mendapat jenis obat lebih sedikit, namun dalam jangka waktu yang lebih lama. Tahap lanjutan penting untuk membunuh kuman persister sehingga mencegah terjadinya kekambuhan

Paduan OAT yang digunakan di Indonesia Paduan OAT yang digunakan oleh Program Nasional Penanggulangan Tuberkulosis di Indonesia: - Kategori 1 : 2(HRZE)/4(HR)3. - Kategori 2 : 2(HRZE)S/(HRZE)/5(HR)3E3. Disamping kedua kategori ini, disediakan paduan obat sisipan (HRZE) - Kategori Anak: 2HRZ/4HR Paduan OAT kategori-1 dan kategori-2 disediakan dalam bentuk paket berupa obat kombinasi dosis tetap (OAT-KDT), sedangkan kategori anak sementara ini disediakan dalam bentuk OAT kombipak. Tablet OAT KDT ini terdiri dari kombinasi 2 atau 4 jenis obat dalam satu tablet. Dosisnya disesuaikan dengan berat badan pasien. Paduan ini dikemas dalam satu paket untuk satu pasien. Paket Kombipak. Terdiri dari obat lepas yang dikemas dalam satu paket, yaitu Isoniasid, Rifampisin, Pirazinamid dan Etambutol. Paduan OAT ini disediakan program untuk mengatasi pasien yang mengalami efek samping OAT KDT. Paduan OAT ini disediakan dalam bentuk paket, dengan tujuan untuk memudahkan pemberian obat dan menjamin kelangsungan (kontinuitas) pengobatan sampai selesai. Satu (1) paket untuk satu (1) pasien dalam satu (1) masa pengobatan. KDT mempunyai beberapa keuntungan dalam pengobatan TB: 1. Dosis obat dapat disesuaikan dengan berat badan sehingga menjamin efektifitas obat dan mengurangi efek samping.

2. Mencegah penggunaan obat tunggal sehinga menurunkan resiko terjadinya resistensi obat ganda dan mengurangi kesalahan penulisan resep 3. Jumlah tablet yang ditelan jauh lebih sedikit sehingga pemberian obat menjadi sederhana

Paduan OAT dan peruntukannya 1. Kategori-1 (2HRZE/ 4H3R3) Paduan OAT ini diberikan untuk pasien baru: Pasien baru TB paru BTA positif. Pasien TB paru BTA negatif foto toraks positif Pasien TB ekstra paru

Tabel . Dosis untuk panduan OAT KDT kategori 1

2.Kategori -2 (2HRZES/ HRZE/ 5H3R3E3) Paduan OAT ini diberikan untuk pasien BTA positif yang telah diobati sebelumnya: Pasien kambuh Pasien gagal Pasien dengan pengobatan setelah default (terputus

tabel . Dosis untuk panduan OAT KDT kategori 2

Catatan: Untuk pasien yang berumur 60 tahun ke atas dosis maksimal untuk streptomisin adalah 500mg tanpa memperhatikan berat badan. Untuk perempuan hamil lihat pengobatan TB dalam keadaan khusus. Cara melarutkan streptomisin vial 1 gram yaitu dengan menambahkan aquabidest sebanyak 3,7ml sehingga menjadi 4ml. (1ml = 250mg)

3. OAT Sisipan (HRZE) Paket sisipan KDT adalah sama seperti paduan paket untuk tahap intensif kategori 1 yang diberikan selama sebulan (28 hari).

Tabel Dosis KDT untuk sisipan

TATALAKSANA TB ANAK Diagnosis TB pada anak sulit sehingga sering terjadi misdiagnosis baik overdiagnosis maupun underdiagnosis. Pada anak anak batuk bukan merupakan gejala utama.

Pengambilan dahak pada anak biasanya sulit, maka diagnosis TB anak perlu kriteria lain dengan menggunakan sistem skor . Unit Kerja Koordinasi Respirologi PP IDAI telah membuat Pedoman Nasional Tuberkulosis Anak dengan menggunakan sistem skor (scoring system), yaitu pembobotan terhadap gejala atau tanda klinis yang dijumpai. Pedoman tersebut secara resmi digunakan oleh program nasional penanggulangan tuberkulosis untuk diagnosis TB anak. Setelah dokter melakukan anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang, maka dilakukan pembobotan dengan sistem skor. Pasien dengan jumlah skor yang lebih atau sama dengan 6 ( >6 ), harus ditatalaksana sebagai pasien TB dan mendapat OAT (obat anti tuberkulosis). Bila skor kurang dari 6 tetapi secara klinis kecurigaan kearah TB kuat makaperlu dilakukan pemeriksaan diagnostik lainnya sesuai indikasi, seperti bilasan lambung,patologi anatomi, pungsi lumbal, pungsi pleura, foto tulang dan sendi, funduskopi, CT-Scan, dan lain lainnya. Tabel Sistem skoring gejala dan pemeriksaan penunjang TB

2.10 Komplikasi

a. Komplikasi dini: pleuritis , efusi pleura, empiema, laryngitis b. Komplikasi lanjut; TB usus, Obstruksi jalan nafas , Fibrosis paru, kor pulmonal, amiloidosis, karsinoma paru, sindrom gaal nafas dewasa, meningitis TB

1. Tuberkulosis pada tulang dan sendi Basil tuberculosis biasanya menyangkut di spongiosa tulang. Pada tempat infeksi timbul osteitis, kaseasi dan likuifaksi dengan pembentukan pus yang kemudian dapat mengalami kalsifikasi. Pada tuberkulosis tulang ada kecenderungan terjadi perusakan tulang rawan sendi atau diskus intervertebralis.

Tuberkulosis pada tulang panjang

Lesi paling sering terdapat di daerah metafisis yang pada foto roentgen terlihat sebagai lesi destruktif berbentuk bulat atau lonjong. Pada permulaan, batasbatasnya tidak tegas tetaapi pada proses yang sudah kronis batasnya menjadi tegas. Kadang-kadang dengan sklerosis pada tepinya. Lesi cepat menyebrangi epifisis dan selanjutkan mengenai sendi. Proses dapat bermula pada epifisis tulang panjang. Tuberkulosis pada tulang belakang gambar 15 Frekuensi tuberculosis tulang yang paling tinggi adalah pada tulang belakang, biasanya di daerah torakal dan lumbal, jarang di daerah servikal. Lesi biasanya pada korpus vertebra dan proses dapat bermula di 3 tempat Dekat diskus intervertebra atas atau bawah, disebut tipe marginal Ditengah korpus, disebut tipe sentral Di bagian anterior korpus, disebut tipe anterior atau subperiosteal

Karena bagian depan korpus vertebra paling banyak mengaiami destruksi di sertai adanya kolaps, maka korpus vertebra akan berbentuk baji dan pada tempat tersebut timbul gibbus. Pada tipe sentral, abses timbul pada bagian tengah korpus vertebra dan diskus lambat terkena proses. Bila lesi meluas ke tepi tulang, maka proses selanjutnya adalah seperti pada tipe marginal

Gambar 16

2. Meningitis Tuberkulosa Meningitis TB adalah manifestasi dari tuberkulosis SSP ,diagnosis dini sangat penting untuk mengurangi morbiditas dan mortalitas. Penyebarannya biasanya hematogen. Temuan radiografi yang khas adalah abnormal enchancement meningeal, biasanya paling menonjol pada sisterna basal24. Dapat terjadi sebagai akibat penyebaran hematogen atau fokus pengejuan yang rongga subarachnoid pada tahap akhir dari tuberculosis milier. pecah di

Insidensi Meningitis TB Tuberkulosis yang menyerang SSP (Sistem Saraf Pusat) ditemukan dalam tiga bentuk, yakni meningitis, tuberkuloma, dan araknoiditis spinalis. Ketiganya sering ditemukan di negara endemis TB, dengan kasus terbanyak berupa meningitis tuberkulosis. Di Amerika Serikat yang bukan merupakan negara endemis tuberkulosis, meningitis tuberkulosis meliputi 1% dari semua kasus tuberkulosis (Nastiti N. Rahajoe, dkk., 2007) Di Indonesia, meningitis tuberkulosis masih banyak ditemukan karena morbiditas tuberkulosis pada anak masih tinggi. Penyakit ini dapat saja menyerang semua usia, termasuk bayi dan anak kecil dengan kekebalan alamiah yang masih rendah. Angka kejadian tertinggi dijumpai pada anak umur 6 bulan sampai dengan 4 atau 6 tahun, jarang ditemukan pada umur dibawah 6 bulan, hampir tidak pernah ditemukan pada umur dibawah 3 bulan. Meningitis tuberkulosis menyerang 0,3% anak yang menderita tuberkulosis yang tidak diobati (Kliegman, et al. 2004). Angka kematian pada meningitis tuberkulosis berkisar antara 1020%. Sebagian besar memberikan gejala sisa, hanya 18% pasien yang akan kembali normal secara neurologis dan intelektual (Hardiono D. Poesponegoro dkk, 2005).

Patofisiologi

Meningitis tuberkulosis pada umumnya muncul sebagai penyebaran tuberkulosis primer. Biasanya fokus infeksi primer ada di paru-paru, namun dapat juga ditemukan di abdomen (22,8%), kelenjar limfe leher (2,1%) dan tidak ditemukan adanya fokus primer (1,2%). Dari fokus primer, kuman masuk ke sirkulasi darah melalui duktus torasikus dan kelenjar limfe regional, dan dapat menimbulkan infeksi berat berupa tuberkulosis milier atau hanya menimbulkan beberapa fokus metastase yang biasanya tenang (Darto Saharso, 1999). Pendapat yang sekarang dapat diterima dikemukakan oleh Rich tahun 1951. Terjadinya meningitis tuberkulosis diawali olen pembentukan tuberkel di otak, selaput otak atau medula spinalis, akibat penyebaran kuman secara hematogen selama masa inkubasi infeksi primer atau selama perjalanan tuberkulosis kronik walaupun jarang (Darto Saharso, 1999). Bila penyebaran hematogen terjadi dalam jumlah besar, maka akan langsung menyebabkan penyakit tuberkulosis primer seperti TB milier dan meningitis tuberkulosis. Meningitis tuberkulosis juga dapat merupakan reaktivasi dari fokus tuberkulosis (TB pasca primer). Salah satu pencetus proses reaktivasi tersebut adalah trauma kepala (Nastiti N. Rahajoe, dkk., 2007).

Primernya Di Paru-Paru Kuman kemudian langsung masuk ke ruang subarachnoid atau ventrikel. Tumpahan protein kuman tuberkulosis ke ruang subarakhnoid akan merangsang reaksi hipersensitivitas yang hebat dan selanjutnya akan menyebabkan reaksi radang yang paling banyak terjadi di basal otak. Selanjutnya meningitis yang menyeluruh akan berkembang. Secara patologis, ada tiga keadaaan yang terjadi pada meningitis tuberkulosis: 1. Araknoiditis proliferatif Proses ini terutama terjadi di basal otak, berupa pembentukan massa fibrotik yang melibatkan saraf kranialis dan kemudian menembus pembuluh darah. Reaksi radang akut di leptomening ini ditandai dengan adanya eksudat gelatin, berwarna kuning kehijauan di basis otak. Secara mikroskopik, eksudat terdiri dari limfosit dan sel plasma dengan nekrosis

perkijuan. Pada stadium lebih lanjut, eksudat akan mengalami organisasi dan mungkin mengeras serta mengalami kalsifikasi. Adapun saraf kranialis yang terkena akan mengalami paralisis. Saraf yang paling sering terkena adalah saraf kranial VI, kemudian III dan IV, sehingga akan timbul gejala diplopia dan strabismus. Bila mengenai saraf kranial II, maka kiasma optikum menjadi iskemik dan timbul gejala penglihatan kabur bahkan bisa buta bila terjadi atrofi papil saraf kranial II. Bila mengenai saraf kranial VIII akan menyebabkan gangguan pendengaran yang sifatnya permanen25,26 2. Vaskulitis dengan trombosis dan infark pembuluh darah kortikomeningeal yang melintasi membran basalis atau berada di dalam parenkim otak. Hal ini menyebabkan timbulnya radang obstruksi dan selanjutnya infark serebri. Kelainan inilah yang meninggalkan sekuele neurologis bila pasien selamat. Apabila infark terjadi di daerah sekitar arteri cerebri media atau arteri karotis interna, maka akan timbul hemiparesis dan apabila infarknya bilateral akan terjadi quadriparesis. Pada pemeriksaan histologis arteri yang terkena, ditemukan adanya perdarahan, proliferasi, dan degenerasi. Pada tunika adventisia ditemukan adanya infiltrasi sel dengan atau tanpa pembentukan tuberkel dan nekrosis perkijuan. Pada tunika media tidak tampak kelainan, hanya infiltrasi sel yang ringan dan kadang perubahan fibrinoid. Kelainan pada tunika intima berupa infiltrasi subendotel, proliferasi tunika intima, degenerasi, dan perkijuan. Yang sering terkena adalah arteri cerebri media dan anterior serta cabang-cabangnya, dan arteri karotis interna. Vena selaput otak dapat mengalami flebitis dengan derajat yang bervariasi dan menyebabkan trombosis serta oklusi sebagian atau total. Mekanisme terjadinya flebitis tidak jelas, diduga hipersensitivitas tipe lambat menyebabkan infiltrasi sel mononuklear dan perubahan fibrin 25,26 3. Hidrosefalus komunikans akibat perluasan inflamasi ke sisterna basalis yang akan mengganggu sirkulasi dan resorpsi cairan serebrospinalis 25,26

Gambaran patologi yang terjadi pada meningitis tuberkulosis ada 4 tipe, yaitu: 1. Disseminated milliary tubercles, seperti pada tuberkulosis milier;

2. Focal caseous plaques, contohnya tuberkuloma yang sering menyebabkan meningitis yang difus; 3. Acute inflammatory caseous meningitis Terlokalisasi, disertai perkijuan dari tuberkel, biasanya di korteks Difus, dengan eksudat gelatinosa di ruang subarakhnoid

4. Meningitis proliferatif Terlokalisasi, pada selaput otak Difus dengan gambaran tidak jelas

Gambaran patologi ini tidak terpisah-pisah dan mungkin terjadi bersamaan pada setiap pasien. Gambaran patologi tersebut dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu umur, berat dan lamanya sakit, respon imun pasien, lama dan respon pengobatan yang diberikan, virulensi dan jumlah kuman juga merupakan faktor yang mempengaruhi.

Gambar 17

3. Pleuritis tuberculosis Kelainan pada pleura merupakan penyakit dini tuberculosis primer dan terjadi 6 8 bulan setelah serangan awal sering disertai kelainan pada kulit yaitu eritema nodosum. Etiologi dan patogenesis Pleuritis tuberkulosa dapat merupakan manifestasi dari tuberkulosis primer atau tuberkulosis post primer (reaktivasi) yang progresif. Keterlibatan pleura dapat terjadi dari kontak langsung lesi paru-paru, penyebaran limfogen dan hematogen atau merupakan bentuk reaksi immunologis hipersensitivitas tipe lambat terhadap antigen tuberkulosa. 28 Pleuritis tuberkulosa sebagai manifestasi tuberkulosa primer, banyak terjadi pada

anak-anak. Hipotesis terbaru mengenai pleuritis tuberkulosis primer menyatakan bahwa pada 6-12 minggu setelah infeksi primer, fokus kaseosa subpleura pecah ke kavitas dan berinteraksi terjadi reaksi telah tersensitisasi mikobakteria, pleura.Antigen mikobakterium tuberkulosis memasuki kavitas pleura dengan sel T yang sebelumnya hipersensitivitas tipe lambat dan akumulasi cairan. Eksudasi

terjadi oleh karena

meningkatnya permeabilitas kapiler pleura dan terganggunya drainase limfatik. 29 Cairan efusi ini secara umum adalah eksudat tapi dapat juga berupa serosanguineous dan biasanya mengandung sedikit basil tuberkulosis. 28 Pleuritis tuberkulosis karena reaktivasi dapat terjadi jika stasus imunitas pasien menurun. Pada kasus pleuritis tuberkulosis reaktivasi, dapat dideteksi adanya tuberkulosis parenkim paru secara radiografi dan CT scan berupa infiltrat atau kavitas yang biasanya terlihat pada apeks paru dan posterior lobus superior. Efusi yang terjadi umumnya ipsilateral dari infiltrat.30 Patologi Pada dinding pleura dapat ditemukan adanya deposit fibrin dan granuloma berupa tuberkel.2Eksudat pada pleuritis tuberkulosa dapat berupa serofibrinosa (pleuritis exudativa) atau purelenta (empyema). Eksudat dapat tipis atau tebal meliputi kedua permukaan pleura. Antara kedua lapisan sering dijumpai benang fibrin yang dapat berubah menjadi perlekatan fibrotik, menyebabkan paru-paru melekat pada dinding dada. Nekrosis perkijuan juga dapat ditemukan.29,31 Secara mikroskopis, lesi khas pada tuberkulosis adalah adanya tuberkel yang pada bagian tengahnya terdapat daerah nekrosis perkijuan dikelilingi sel-sel epitheloid, disertai proliferasi limfosit, dan sel datia langhans. 32 Sitologi Pada sediaan aspirasi jarum, granuloma dapat dijumpai berupa aggregat padat limfosit, dan fibroblast disekitar area nekrotik. Sel datia langhans tidak selalu terlihat. Cairan efusi pleura, sangat seluler, dominan terdiri dari limfosit T yang tersebar, sel mesotel tidak dijumpai atau sedikit, sel radang polimorfonukleus jarang, dengan latarbelakang debris lebih watery. 9Multinucleated giant cells biasanya tidak ditemukan pada sediaan sitologi, tetapi dapat dijumpai pada 60 80 % sediaan biopsi pleura.Pada tahap awal penyakit ini, neutrofil biasanya predominan, sedangkan pada tahap selanjutnya dominan adalah limfosit. Pada tahap lanjut ini, karakteristik pasien dengan efusi tuberkulosa adalah ketidakhadiran sel mesotel,

bahkan pada torakosintesis berulang, oleh karena itu beberapa peneliti mengeklusi diagnosis tuberkulosa jika sel mesotel dijumpai lebih dari 5 %. 33 Gejala klinis Gejala pleuritis tuberkulosa tidak spesifik, biasanya berupa demam (86%) disertai batuk nonproduktif (70%) dan nyeri dada (75%), friction rub, dan dyspnoe jika terjadi efusi pleura yang luas. Sebagian besar efusi pleura TB bersifat unilateral (90-95%), lebih sering di sisi kanan. Jumlah cairan efusi bervariasi dari sedikit hingga banyak, meliputi setengah dari hemitoraks. Penurunan berat badan dan malaise serta berkeringat malam bisa dijumpai. 28,32 Adanya efusi pleura memberikan kelainan pada hemitoraks yang sakit dengan pergerakan pernapasan yang tertinggal, ruang antar iga yang melebar dan mendatar, getaran nafas pada perabaan menurun, trakea yang terdorong, suara ketuk yang redup dan menghilangnya suara pernapasan pada pemeriksaan auskultasi. 32 Diagnosis Diagnosis pleuritis tuberkulosa dapat ditegakkan mulai dari anamnesis, pemeriksaan fisik dan beberapa pemeriksaan penunjang. Tes tuberculin, sputum, analisis cairan pleura, kultur, biopsi dan radiologis. Dari gambaran radiologis bisa dijumpai kelainan parenkim paru berupa konsolidasi atau kavitasi. Diagnosis pasti pleuritis tuberkulosa didapat dari sputum atau cairan pleura yang positif mycobacterium tuberculosis atau jika dijumpai tuberkel pada biopsi pleura. 28,29 4. Efusi pleura Efusi pleura merupakan keadaan di mana cairan menumpuk di dalam rongga pleura. Dalam keadaan normal, rongga pleura diisi cairan sebanyak 10-20 ml yang berfungsi mempermudah pergerakan paru di rongga dada selama bernapas. Jumlah cairan melebihi volum normal dapat disebabkan oleh kecepatan produksi cairan di lapisan pleura parietal yang melebihi kecepatan penyerapan cairan oleh pembuluh limfe dan pembuluh darah mikropleura viseral.1 Bahar A. Penyakit-Penyakit Pleura. Dalam: Soeparman, Sukaton U, Waspadji S, et al. Editor. Ilmu Penyakit Dalam. Jilid II. Balai Penerbit FKUI. Jakarta 1998; 785-97.Keadaan ini dapat mengancam jiwa karena cairan yang menumpuk tersebut dapat menghambat pengembangan paru-paru sehingga pertukaran udara terganggu.34

Banyak penyakit yang mungkin mendasari terjadinya efusi pleura. Berdasarkan penelitian yang dilakukan terhadap 119 pasien dengan efusi pleura di Rumah Sakit Persahabatan pada tahun 2010-2011, efusi pleura kebanyakan disebabkan oleh keganasan (42.8%) dan tuberkulosis (42%).2 Penyakit lain yang mungkin mendasari terjadinya efusi pleura antara lain pneumonia, empiema toraks, gagal jantung kongestif, sirosis hepatis.34 Pada penyakit TB paru, efusi pleura diduga disebabkan oleh rupturnya fokus subpleural dari jaringan nekrotik perkijuan sehingga tuberkuloprotein yang ada didalamnya masuk ke rongga pleura, menimbulkan reaksi hipersensitifitas tipe lambat. Hal ini didukung dengan ditemukannya limfosit T, interleukin-2 dan interleukin reseptor pada cairan pleura. Cara penyebaran lainnya diduga secara hematogen dan secara perkontinuitatum dari kelenjarkelenjar getah bening servikal, mediastinal, dan dari abses vertebrae. Efusi pleura yang disebabkan oleh TB dapat juga berupa empyema, yaitu bila terjadi infeksi sekunder karena adanya fistula bronchopulmunal, atau berupa chylothoraks yaitu bila terdapat penekanan kelenjar atau tarikan fibrin pada duktus thoracicus. 35 Umumnya pasien datang dengan gejala sesak napas, nyeri dada, batuk, dan demam. Pada pemeriksaan fisik dapat ditemukan abnormalitas seperti bunyi redup pada perkusi, penurunan fremitus pada palpasi, dan penurunan bunyi napas pada auskultasi paru bila cairan efusi sudah melebihi 300 ml. Foto toraks dapat digunakan untuk mengkonfirmasi terjadinya efusi pleura.34 Radiologi (Chest X-Ray) Gambaran radiologi yang penting ditemukan pada efusi pleura adalah penumpukan sudut kostofrenikus pada foto posteroanterior. Jika foto polos toraks tidak dapat menggambarkan efusi, diperlukan pencitraan radiologi lain seperti ultrasound dan CT. Efusi yang sangat besar dapat membuat hemitoraks menjadi opak dan menggeser mediastiunum ke sisi kontralateral. Efusi yang sedemikian masif umumnya disebabkan oleh keganasan, parapneumonik, empiema, dan tuberkulosis. Namun apabila mediastinum bergeser ke sisi di mana efusi pleura masif berada, perlu dipikirkan kejadian obstruksi endobronkial ataupun penekanan akibat tumor.36

Gambar 18 Kiri: Foto PA yang Menggambarkan Penumpukan Sudut Kostrofrenikus Kiri; Kanan: Foto LLD Pasien yang Sama36

Gambar 19

4. Tuberculosis Millier Tuberkulosis milier adalah suatu bentuk tuberkulosa paru dengan terbentuknya granuloma. Granuloma yang merupakan perkembangan penyakit dengan ukuran kurang lebih sama kelihatan seperti biji milet(sejenis gandum), berdiameter 1-2 mm, yang tersebar merata (difus) pada paru.

TB milier lebih sering terjadi pada bayi dan anak kecil, terutama usia dibawah 2 tahun, karena imunitas seluler spesifik, fungsi makrofag dan mekanisme local pertahanan parunya belum berkembang sempurna sehingga kuman TB mudah berkembang biak dan menyebar keseluruh tubuh. Akan tetapi, TB milier dapat juga terjadi pada anak besar dan remaja akibat pengobatan paru primer sebelumnya yang tidak adekuat, atau pada usia dewasa akibat reaktivitas kuman yang dormant.37 Kelainan ini paling dini dibanding dengan penyakit tuberkulosis primer yang lain. Proses tuberculosis milier terjadi 8 bulan setelah timbul tuberkulosa primer. Gambaran radiologik tampak 2 minggu setelah gejala klinik. Tuberkulosis milier termasuk salah satu bentuk TB yang berat dan merupakan 3-7% dari seluruh kasus TB dengan angka kematian yang tinggi. Tuberkulosis milier merupakan jenis tuberkulosis yang bervariasi mulai dari infeksi kronis, progresif lambat, hingga penyakit fulminan akut, yang disebabkan penyebaran hematogen atau limfogen dari bahan kaseosa terinfeksi ke dalam aliran darah dan mengenai banyak organ dengan tuberkel-tuberkel mirip benih padi. TB milier merupakan penyakit limfo-hematogen sistemik akibat penyebaran kuman M. tuberkulosis dari kompleks primer yang biasanya terjadi dalam waktu 2-6 bulan pertama setelah infeksi awal.37 3.PEMERIKSAAN RADIOLOGI a. X-Ray Gambaran tuberkulosis milier terlihat berupa bercak-bercak halus yang umumnya tersebar merata pada seluruh lapangan paru. Akibat penyebaran hematogen tampak sarang-sarang sekecil 1-2 mm, atau sebesar kepala jarum (milium), tersebar secara merata di kedua belah paru. Pada foto, toraks tuberkulosis miliaris ini dapat menyerupai gambaran badai kabut (snow storm appearance). Penyebaran seperti ini juga dapat terjadi ke ginjal, tulang, sendi, selaput otak (menings), dan sebagainya (13). 38

Gambar 20 : pasien dengan TB milier39 Terdapat bercak infiltrate di kedua lapang paru Hilus menebal Terdapat kompleks Ranke Terdapat Lesi primer Ghon Terdapat limfadenitis regional b. CT SCAN Pemeriksaan dengan CT scan dengan resolusi yang tinggi dimana dengan ketebalan 1 mm lebih baik dibandingkan dengan foto thoraks, bila dicurigai meningitis TB dapat dilakukan Head CT scan demikian juga dengan CT scan abdomen untuk melihat keterlibatan limfa para aorta, hepatosplenomegali atau abses tuberkel.38,39 Gambar 4 : TB miliar pada pasien berumur 70 tahun. Tinggi resolusi gambar CT (1,0 mm ketebalan bagian) di tingkat lobar bronkus atas menunjukkan nodul kecil berukuran seragam secara acak di seluruh kedua paru-paru. Perhatikan nodul subpleural dan subfissural (panah). .// Klaus-Dieter,Lessnau,MD,FCCP. Miliary Tuberculosis. Update 2011 29 mar available from : http://emedicine.medscape.com

Gambar 5 : pria 47 tahun mengalami gangguan pernafasan akut. Tinggi resolusi gambar CT (1,0 mm ketebalan bagian) di tingkat ventrikel menunjukkan acak nodul kecil dan luas bilateral ground-glass opacity. Perhatikan thickenings interlobular, septum interstisial (panah) dan intralobular di kedua paru. .// Klaus-Dieter,Lessnau,MD,FCCP. Miliary Tuberculosis. Update 2011 29 mar available from : http://emedicine.medscape.com

También podría gustarte