Está en la página 1de 8

1

Mata Kuliah : Evaluasi Input, Proses, dan Hasil Belajar Materi : Penentuan Sistem Penskoran (Scoring and Grading) Dosen : Wenno, I.H
A. Pengertian Djemari (2004: 120) menyatakan bahwa hasil pengukuran baik melalui tes maupunnon tes menghasilkan data kuantitatif yang berupa sekor. Sekor ini kemudian ditafsirkan sehingga menjadi nilai, yaitu rendah, menengah atau tinggi. Tinggi rendahnya nilai ini selalu dikaitkan dengan acuan penilaian. Penskoran merupakan langkah pertama dalam proses pengolahan hasil tes. Penskoran adalah suatu proses pengubahan jawabanjawaban tes menjadi angka-angka (mengadakan kuantifikasi). Penskoran ini bersangkutan dengan ciri butir pada peserta uji tes dan kuisioner serta juga dengan kemampuan atau ciri pada peserta uji tes dan pengisi kuisioner. Lord dan Novick (1968) mendefenisikan pengukuran sama dengan penskoran, menurut mereka pengukuran sebagai suatu prosedur untuk memberikan angka (biasanya disebut sekor). Lebih spesifik Suke Silverius mendefenisikan sekor atau mark adalah angka yang menunjukkan jumlah jawaban yang benar dari sejumlah butir soal yang membentuk tes. Dari lima defenisi di atas memberikan penekanan bahwa penskoran adalah sebuah proses pemberian angka atau pengkuantifikasian tiap butir pada tes maupun kuisioner. Bila ditinjau dari bentuk-bentuk tes dan kuisioner, maka proses penskoranpun akan berbeda untuk jenis tes maupun kuisioner tertentu. Penskoran tes jenis objektif akan berbeda dengan penskoran tes esai, demikian halnya dengan tes pilihan ganda dan jawaban pendek. B. Skor mentah Skor mentah adalah angka yang menunjukkan berapa soal yang dijawab benar oleh siswa. Pengertian ini memberikan kesan bahwa skor mentah hanya terdapat pada tes objektif sedangkan pada esay tidak. Hal ini pula yang menyebabkan penskoran kedua jenis tes berbeda. a). Penskoran tes objektif Penskoran tes objektif berarti memberikan nilai atas jawaban responden. Penilaian ini diarahkan pada perhitungan butir-butir tes yang dijawab benar. Untuk jumlah tes yang banyak, penskoran merupakan pekerjaan yang melelahkan. Guna memudahkan penskoran maka dapat digunakan alat bantu berupa; lembar kunci jawaban (LKC), dan lembar kunci skoring (LKS). LKC adalah lembaran yang berisi jawaban-jawaban yang benar dari soal tes. Konfigurasi jawaban benar ini sebagaimana telah ditetapkan saat pembuatan kisi-kisi tes. Berikut ini adalah contoh dari LKC:

Untuk tes benar salah 1. B - S 2. B - S 3. B - S 4. B - S 5. B - S

Untuk tes pilihan ganda 1. a b c d 2. a b c d 3. a b c d 4. a b c d 5. a b c d

Option yang dilingkari adalah jawaban yang benar. Bobot masing-masing optionpun telah ditetapkan saat pembuatan kisi-kisi tes. Biasanya tes objektif memberlakukan jawaban benar diberi skor satu (1) dan jawaban salah diberi skor nol (0). LKS adalah lembaran jawaban di mana jawaban yang benar telah ditandai. Lembaran jawaban yang dipakai untuk membuat kunci scoring harus yang sama tepat dengan lembaran jawaban yang dipakai responden mencantumkan jawabannya. Karena secara teknik lembaran scoring ini menjadi patron dalam penskoran. LKS dapat dibuat dengan melubangi option yang benar untuk tiap item tes serta nomor awal (1) dan nomor akhir (5). Bentuknya sebagaimana berikut ini:

Untuk tes benar salah 1. B 2. B 3. B 4. - S 5. - S

Untuk tes pilihan ganda 1. b c d 2. a b d 3. a c d 4. a c d 5. a b d

LKS sangat membantu pemeriksaan lembaran jawaban responden, misalnya jawaban seorang responden untuk 10 item (5 item B-S dan 5 item pilihan ganda) di atas sebagai berikut:

Untuk tes benar salah 1. B - S 2. B - S 3. B - S 4. B - S 5. B - S

Untuk tes pilihan ganda 1. a b c d 2. a b c d 3. a b c d 4. a b c d 5. a b c d

Langkah-langkah yang dapat ditempuh dalam menggunakan LKS adalah sebagai berikut: 1. Susun lembaran jawaban menurut urutan nomor responden. 2. Cocokkan lembaran jawaban responden dengan LKS dengan cara menempatkan LKS di atas jawaban responden. 3. Berikan bobot 1 setiap option yang muncul pada lobangLKS tiap item. Dari contoh di atas.

Untuk tes benar salah 1. B - S 2. B - S 3. B - S 4. B - S 5. B S

Untuk tes pilihan ganda 1. a b c d 2. a b c d 3. a b c d 4. a b c d 5. a b c d

4. Jumlahkan bobot 1 pada keseluruhan item, dari contoh di atas maka; (1) untuk tipe soal B-S, jumlah benar = 3, dari 5 soal, (2) untuk tipe soal pilihan ganda, jumlah benar = 3 dari lima soal. S 5. Hitung skor akhir dengan rumus NM = B - ---- dengan: k-1 NM = Niali murni (skor akhir) B = Jumlah jawaban benar S = Jumlah jawaban salah k = jumlah option 6. Bila tidak menggunakan sistem denda, maka skor responden dari contoh di atas adalah: untuk tipe B-S = 3 demikian juga tipe pilihan ganda. C. Penskoran tes esai (uraian) Penskoran soal uraian dapat dilakukan dengan menggunakan dua metode yaitu; metode analitik dan metode rating. Metode analitik Pelaksanaan metode analitik mengikuti langkah-langkah sebagai berikut: 1. Tulislah jawaban sempurna dari tiap soal, yaitu jawaban yang dapat diberi skor tertinggi. 2. Analisislah dan tetapkan bagian-bagiannya. 3. Skor tertinggi yang hendak diberikan kepada jawaban yang sempurna itu dibagibagikan kepada tiap bagian. Pembagian itu dapat merata tetapi dapat pula tidak sama bagi tiap bagian. Hal itu bergantung pada perasaan dan pertimbangan guru mengenai bahan yang diujikan itu dan pentingnya tiap bagian yang membentuk bahan tersebut. 4. Baca jawaban tiap sisiwa dan membri skor pada tiap bagian sebagaimana telah ditetapkan terdahulu. 5. Jumlahkan skor tiap bagian itu. Untuk lebih mengkonsentrasikan pemberian bobot tiap item, maka sebaiknya pemeriksaan jawaban diselesaikan tiap nomor untuk keseluruhan responden kemudian beralih kenomor berikutnya. Metode rating Langkah-langkahnya: 1. Baca jawaban siswa. 2. Kelompokkan jawaban dalam salah satu kategori yang menunjukkan tingkat kualitas jawaban, misalnya; baik, sedang (rata-rata), kurang, atau sangat baik, baik, sedang, (rata-rata), kurang, dan sangat kurang. Kadang-kadang kategorinya lebih dari lima. 3. Baca sekali lagi atau dua kali lagi (kalau perlu). 4. Bandingkan jawaban dengan kategori yan diberikan pada jawaban itu. Kalau pemberian kategori jawaban itu berbeda, sesuaikanlah; pindahkan kedalam kategori lain yang lebih sesuai. 5. Berikan skor atau nilai sesuai dengan kategori tersebut.

Penskoran tes uraian memiliki kelemahan antara lain; 1) membutuhkan banyak waktu, 2) sukar mengingat kualitas jawaban, 3) sangat subjektif, dan 4) pemeriksaan dapat terkecoh oleh penampilan tulisan dan banyaknya jawaban yang diberikan responden. D. Skor standar 1. z-skor dan T-skor z-skor menunjukkan penyimpangan suatu skor dari mean distribusi. Persamaan yang digunakan adalah : XM z = -------S Keterangan: z = skor standar X = skor mentah M = mean distribusi S = deviasi standart T-skor sesungguhnya adalah z-skor tetapi penggunaan T-skor adalah upaya menghindari angka negatif. Formula T- skor sebagaimana berikut ini: T = 10z + 50 dengan z adalah nilai z-skor 2. CEEB, AGTC, IQ dan Stanine scores College Entrance Examination Board Scores dipakai pada Scholastic Aptitude Test. Mereka menggunakan skor dalam kelipatan 10. Dengan demikian distribusi skor akan menunjukkan mean 500 dan deviasi standart 100. Sehingga persamaan yang dipakai adalah: 100z + 500 Formulasi keempat skor ini adalah sama, tetapi berbeda pada pengambilan nilai ratarata dan deviasi standart. Perbedaan itu nampak pada tabel berikut ini:

Jenis standart 1. CEEB 2. AGTC 3. IQ 4. Stanine

Rata-rata 500 100 100 5

Deviasi standart 100 20 15 2

E. Skor akhir Skor akhir atau nilai pemberian angka untuk keseluruhan item tiap responden dalam kelompok responden tertentu atau tiap individu. Hal ini nampak dari pengertian nilai grade adalah angka yang menunjukkan tingkat pencapaian tujuan instruksional yang dicantumkan kedalam keseluruhan tes dan pada model-model skor penilaian. 1. Persen (persentil) R Persamaan yang digunakan adalah: NP = ----- X 100 SM NP = nilai dalam persen R = skor mentah yang diperoleh siswa

skor maksimum idial dari tes yang bersangkutan, sehingga dari contoh sebelumnya: Nilai dengan sistem denda; NP= 3/5 x 100, sehingga NP = 60 Nilai dengan sistem denda; 1). Untuk tipe B S menjadi NP = 1/5 x 100, Sehingga NP = 20 2). Untuk tipe pilihan ganda NP = 2,33/ 5 x 100, NP = 47 2. Konversi nilai tanpa mean dan standar deviasi Konversi nilai ini dimaksudkan untuk menyamakan interpretasi atau pemaknaan skor perolehan responden tanpa meliaht mean dan deviasi standart. Hal ini disebabkan oleh adanya beberapa standar yang digunakan dalam menilai, misalnya; 1) standar huruf, 2) standar 10, dan 3) standar 4. Berikut ini kriteria nilai konversi:

SM =

Presentase Jawaban (&) 90 99 80 89 70 79 60 69 < 60

Huruf A B C D gagal

Nilai Konversi Standar 10 Standar 4 9 4 8 3 7 2 6 1 gagal gagal Nilai 10 bila skor 100

3. Konversi nilai dengan menggunakan mean dan deviasi standar Maksudnya adalah menghitung nilai dengan menggunakan mean dan deviasi standar. Pengunaannya sebagimana kriteria berikut ini:

Formula M + 2,25 S M + 1,75 S M + 1,25 S M + 0,75 S M + 0,25 S M - 0,25 S M - 0,75 S M - 1,25 S M - 1,75 S M - 2.25 S

Nilai 10 9 8 7 6 5 4 3 2 1

Dengan M menunjukan nilai rata-rata (mean) dan S adalah deviasi standar.

F. Nilai acuan kriteria (Standart acuan kriteria) Nilai acuan kriteria atau penilaian acuan patokan adalah skor yang diperoleh dari penerapan alat ukur terhadap responden dimana alat ukur tersebut dibuat melalui acuan pada wilayah kriteria. Skro diacu pada standar batas penguasaan (tuntas) untuk menentukan nilai sekalligus memberikan informasi apakah telah atau belum menguasai tuntas. Ada bebrapa metode yang digunakan sebagai standar batas ketuntasan, yaitu ; Metode Penilaian Profesional, Metode Nedelsky, Metode Angof dan metode Kelompok Kontras. Khusus metode Nedelsky dapat ditempuh langkah sebagai berikut : 1. Mengumpulkan pakar dibidang materi ujian kedalam panel. 2. Setiap pakar memeriksa butir ujian dan menghapuskan pilihan jawaban yang menurut pikirannya dapat dijawab dengan benar oleh responden yang berkemampuan rendah. 3. Dari pakar tessebut diperoleh harapan yakni probabilitas jawaban benar pada ujian itu untuk responden berkemampuan minimal. 4. Rerata skor harapan dari semua pakar dijasikan standar batas minimum penguasaan wilayah kriteria. Contoh, ujian terdiri atas 8 butir. Setiap butir terdiri atas 5 pilihan jawaban, dengan demikian probabilitas responden menjawab benar tiap item adalah 1/5. Setelah melalui proses (langkah 2 dan 3) oleh tiga orang pakar, maka didapatlah hasil sebagai berikut:

Pakar Pakar 1 Pakar 2 Pakar 3 1 4 3 4 2 5 4 4 3 3 3 3 4 2 3 2

Butir 5 4 4 4 6 3 2 2 7 4 4 5 8 3 1 2

Dari hasil ini, maka batas penguasaan minimum (batas kelulusan) adalah : 1 1 1 1 1 1 1 1 P-1 = -- + -- + -- + -- + -- + -- + -- + -- = 2,45 4 5 3 2 4 3 4 2 1 1 1 1 1 1 1 1 P-2 = -- + -- + -- + -- + -- + -- + -- + -- = 3,25 3 4 3 3 4 2 4 1 1 1 1 1 1 1 1 1 P-3 = -- + -- + -- + -- + -- + -- + -- + -- = 2,78 4 4 3 2 4 2 5 2 P1 + P2 + P3 +... Pn Batas dasar minimum adalah X = P

2,45+3,25+2,78 X= 3 X = 2,83, dibulatkan 3,00


G. Nilai acuan normal (Standart acuan normal) Nilai acuan normal atau penilaian acuan normal adalah skor yang diperoleh dari penerapan alat ukur terhadap responden dimana alat ukur tersebut diacukan pada kelompok normal. Kelompok normal misalnya ; kelompok tingkat siswa di sekolah, kelompol umur anak, kelompok siswa senegara-sepropinsi-sekabupaten-sesekolah, kelompok peserta ujian, kelompok karyawan, kelompok pecinta alam, kelompok sopir dll. Ada dua parameter kelompok normal yaitu ; (1) jenis dan (2) keluasan. Contohnya, dalam ujian akhir, kelompok kelas A diperoleh data sebagai berikut :

Skor Ai 0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10

Frekuensi (fA) 1 2 3 6 8 12 16 11 7 3 1 70

Kumulatif ( f b ) 1 3 6 12 20 22 38 49 56 59 60

Dengan menggunakan Tara Peringkat Persenti (TPP) tipe setengah inklusif maka siswa yang memperoleh skor 5 memiliki kebaikan sebesar ... % dari siswa lainnya. Hal ini dapat diselesaikan dengan menggunakan persamaan sebagai berikut: fb +1/2 fA TPPA = f 20 + 6 TPPA = 70 TPPA = 37,14 %, dengan demikian siswa yang memperoleh skor 5, 37 % lebih baik dari siwa lainnya dalam kelompok tersebut. x 100% x 100 %

1. Pemberian Peringkat Peringkat memberikan gambaran perbandingan antara responden satu dengan lainnya. Peringkat dihitung dengan menggunakan skor mentah atau standar. Dengan mengurutkan skor perolehan responden dari yang tertinggi ke terrendah maka dengan mudah peringkat ditentukan. Apabila terdapat beberapa skor yang sama maka peringkat ditentukan dengan menjumlahkan angka peringkat berturut-turut sebanyak responden yang memiliki skor sama lalu hasilnya dibagi dengan banyaknya responden tersebut. Contoh, misalnya para responden sebanyak 10 orang diperoleh skor masing-masing seperti pada tabel berikut ini: No. Responden 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 Skor (standar/mentah 45 40 40 39 35 35 35 33 30 29 Peringkat 1 2,5 2,5 4 6 6 6 8 9 10

Perhitungannya adalah responden 2 dan 3, menurut deret hitung akan menempati peringkat 2 dan 3 tetapi karena skor sama maka peringkat keduanya dijumlah kemudian dibagi 2, sehingga peringkat mereka adalah sama yaitu ; peringkat 2 + 3 / 2 = 2,5. Demikian halnya untuk responden 5,6 dan 7.

También podría gustarte