Está en la página 1de 2

Sorot matanya menggambarkan kekecewaan bercampur kekesalan.

Pengumuman penerima beasiswa yang baru saja dilihatnya membuat dia kurang puas. Hanif tidak menemukan namanya tertera disana. Dia melihat nama dua orang teman sekelasnya sebagai penerima beasiswa prestasi dan seorang lagi penerima beasiswa bantuan kurang mampu. Yang pertama boleh lah dia akur untuk menerimanya karena temannya ini memang terkenal pintar dikelas. IP nya 4 sebanyak dua kali. Dan dia belum bisa menyainginya. Tapi yang satu lagi ini dia kurang puas. Si penerima beasiswa kedua ini sebelumnya sudah pernah dapat juga. Tahun lalu dia dapat, dan sekarang dia juga yang dapat. Apakah tidak ada orang lain lagi? Apakah ketua prodi (program studi) tidak melihat hal itu dalam menyeleksi calon penerima beasiswa? Begitulah yang terfikir olehnya. Banyak lagi ketidakpuasan yang dia rasa. Kenapa dari kelasnya cuma cewe saja yang dapat. Kenapa tidak ada yang cowo. Yang beasiswa berprestasi cewe yang dapat. Beasiswa miskin cewe juga yang dapat. Padahal dia tahu siapa penerima beasiswa miskin itu. Temannya itu bukanlah cewe miskin. Pernah dulu dia datangi rumah cewe tersebut dan melihat sendiri kalau rumah cewe itu bisa dikatakan paling bagus diantara rumah-rumah yang lainnya dikawasan perumahan tempat rumah cewe tersebut berada. Ditambah ibunya juga seorang PNS dan ayah nya memiliki sebuah bengkel motor sendiri meskipun tidak besar. Dan cewe itu juga dua beradik yang adiknya baru kelas 1 SMP. Hanif memang kesal. Sebagai cowo pertimbangan logika nya mengatakan bahwa seleksi tersebut dirasakannya tidak adil. Dia mungkin lebih rela meskipun dia tidak menerima bila penerima beasiswa miskin itu diterima oleh cowo dan bukan orang yang sama selama dua periode. Atau cewe juga tidak mengapa baginya asalkan orang yang berbeda. Selama perjalanan pulang dibawanya kekesalan itu dan baru dia berhenti untuk memikirkannya setelah mendengar azan asar. Dia kemudian membelokkan motor yang ditungganginya kearah mesjid dan segera melaksanakan solat asar berjamaah. Selasai solat barulah hati dan fikirannya merasa sedikit ringan dan enteng. Barulah dia dapat melihat logika Allah dari apa yang telah dialaminya yang sebelum itu dia hanya berpedoman pada logikanya sendiri. Pertama, temannya yang menerima beasiswa prestasi itu memang layak. Pasalnya dia melihat bahwa gadis tersebut selain pintar dia juga seorang gadis yang soleh. Dia sentiasa kekampus dengan busana sesuai syariat Islam. Jilbab labuh hingga menutup dada. Dan jilbab nya sekarang juga pakai anak jibab didalamnya sehingga tidak terlihat transparan lagi. Sebagai cowo dia memang kagum pada gadis tersebut. Dia pernah lihat dengan mata kepala sendiri pada acara penutupan latihan kepemimpinan yang diadakan oleh BEM di aula kampus. Saat itu semua peserta bersalam salaman dengan panitia acara. Disaat semua orang saling bersalaman tak kira lelaki atau perempuan. Dia dengan sopan bisa untuk tidak bersentuhan dengan lelaki dan hanya menyalami perempuan. Gadis itu panitia acara karena dia salah satu pengurus BEM. Bukan hanya itu, gadis tersebut amalan hariannya juga bagus. Dia mampu untuk puasa sunat nabi Daud. Sehari puasa dan sehari tidak. Dan amalan baca quran serta zikir pagi dan petangnya juga mengalahkan Hanif. Hanif menyadari dulu dia pernah meminjam buku 90 hari tahajud tanpa henti

dari teman seangkatannya itu. Dan hal itu semakin menyadarkan dia bahwa gadis tersebut memang layak mendapatkan beasiswa prestari. Gadis itu punya koneksi yang baik dengan Allah. Relasinya adalah Allah dan link nya juga Allah sehingga hal tersebut membuat Hanif angkat tangan bila membandingkan dengan dirinya. Kedua, beasiswa miskin. Rasanya teman Hanif yang satu lagi ini juga layak. Pernah dulu ketika lebaran Hanif dan teman-teman main kerumahnya. Gadis itu bercerita mengenai dia dan keluarganya. Dulu waktu SMP rumahnya tidak lah sebagus sekarang. Bahkan bisa dikatakan paling jelek dikawasan perumahan itu. Hidup mereka sering disindir dan dilecehkan oleh tetangga tetangga kiri dan kanan ketika itu. Bahkan ada tetangga yang dengan sengaja memperbesar rumah hingga memasuki batas petak perumahan dan mencuri kawasan petak tanah milik mereka. Gadis itu pernah cerita betapa ibunya sering menangis dan tersiksa dengan perlakuan tetangga tetangganya. Mereka orang yang sabar dengan perlakuan itu dan menyerahkan segalanya kepada Allah. Mereka berusaha siang dan dalam menabung dan menambah penghasilan serta berdoa pada Allah hingga akhirnya mereka memiliki rumah seperti yang dilihat oleh Hanif ketika itu. Gadis itu memang layak mendapat beasiswa. Hanif merasa itulah hadiah dari Allah buat mereka atas kesabaran mereka selama ini. Hanif sudah kehabisan alasan untuk proter dengan keputusan penerima beasiswa tersebut. Kini yang dia rasa hanyalah malu. Malu karena dia merasa tidak ada apa-apanya dibanding mereka. Akademik mereka bagus, spiritual juga begitu. Hanif berpendapat bahwa tidak ada sebab untuk kesal karena jumlahnya juga tidak banyak, dua semester cuma dan dia bisa usulkan lagi tahun depan. Kini dia berfikir dengan sebuah tekad dan keinginan yang terkesan gila. Dia mencoba untuk tidak hanya jadi penerima beasiswa. Dia menantang dirinya untuk jadi pemberi beasiswa. Betapa sedih terasa olehnya ketika melihat tiada namanya tertera sebagai penerima beasiswa pada pengumuman. Dan dia tidak ingin hal itu dirasakan oleh teman-teman nya yang lain yang memang kurang mampu dari segi ekonomi. Maka apa yang terjadi. Tekadnya tadi telah mengantar dirinya pada kesuksesan. Enam bulan sebelum wisuda dia telah menjadi seorang mahasiswa wirausaha berhasil dikampusnya. Dia bisa memberi beasiswa kepada 50 orang mahasiswa ketika itu. Setelah sarjana dia mendapatkan amanat sebagai seorang anggota legislatif di kabupatennya dan bersama anggota-anggota lain membuat kebijakan untuk memperingan biaya pendidikan di kabupatennya. Program yang direncanakannya berhasil. Setelah jabatannya usai maka sebuah tawaran luar biasa telah menantinya. Presiden RI menawarkan kursi mentri pendidikan kepadanya untuk diisi di susunan kabinet presiden. Kini Allah telah mengabulkan doanya dan memberi tempat terbaik yang tidak pernah disangka sangkanya. Melalui kedudukan itu, terbayang olehnya jutaan anak Indonesia yang akan terbantu biaya pendidikannya. Jutaan kepala keluarga bisa diringankan biaya pendidikannya dan dia melihat senyum bahagia pada mata saudara-saudara setanah air dan seagama yang dicintainya ketika program yang dirancang berjalan dan berhasil terlaksana.

También podría gustarte