Está en la página 1de 45

Tinjauan Pustaka

Bab II - 1

BAB II TINJAUAN PUSTAKA


2.1 Motivasi Kerja
2.1.1 Pengertian Motivasi Kerja Untuk mempermudah pemahaman motivasi kerja, dibawah ini dikemukakan pengertian motif, motivasi dan motivasi kerja. Abraham Sperling (1987:183) mengemukakan bahwa Motive is defined as a tendency to activity, started by a drive and ended by an adjustment. The adjustment is said to satisfy the motive. (Motif didefinisikan sebagai suatu kecenderungan untuk beraktivitas, dimulai dari dorongan dalam diri (drive) dan diakhiri dengan penyesuaian diri. Penyesuaian diri dikatakan untuk memuaskan motif). William J. Stanton (1981:101) mendefinisikan bahwa A motive is a stimulated need which a goal-oriented individual seek to satisfy. (Suatu motif adalah kebutuhan yang distimulasi yang berorientasi kepada tujuan individu dalam mencapai rasa puas). Motivasi didefinisikan oleh Fillmore H. Stanford (1969:173) bahwa Motivation as an energizing condition of the organism that serves to direct that organism toward the

Quality Is Our Tradition

Tinjauan Pustaka

Bab II - 2

goal of a certain class. (Motivasi sebagai suatu kondisi yang menggerakan manusia kearah suatu tujuan tertentu). Berdasarkan pendapat para ahli diatas, dapat dapat disimpulkan bahwa motif merupakan suatu dorongan kebutuhan dalam diri pegawai yang perlu dipenuhi agar pegawai tersebut dapat menyesuaikan diri terhadap lingkungannya, sedangkan motivasi adalah kondisi yang menggerakan pegawai agar mampu mencapai tujuan dari motifnya. Motivasi dapat pula dikatakan sebagai energi untuk membangkitkan dorongan dalam diri (drive arosal). Hal ini akan lebih jelas jika diperhatikan pada bagan dibawah yang dikemukakan oleh Robert A. Baron, et.al., (1980:295).

Gambar 2.1Bagan motivasi sebagai pembangkit dorongan Bilamana suatu kebutuhan tidak terpuaskan maka timbul drive dan aktivitas individu untuk merespon

Quality Is Our Tradition

Tinjauan Pustaka

Bab II - 3

perangsang (incentive) dalam tujuan yang diinginkan. Pencapaian tujuan akan menjadikan individu merasa puas. Dalam hubungannya dengan lingkungan kerja, Ernest J. McCormick (1985:268) mengemukakan bahwa Work motivation is defined as conditions which influence the arousal, direction, and maintenance af behaviors relevant in work settings. (Motivasi kerja didefinisikan sebagai kondisi yang berpengaruh membangkitkan, mengarahkan dan memelihara perilaku yang berhubungan dengan lingkungan kerja). 2.1.2 Teori- Teori Motivasi Kerja a. Teori Kebutuhan Kebutuhan dapat didefinisikan sebagai suatu kesenjangan atau pertentangan yang dialami antara suatu kenyataan dengan dorongan yang ada dalam diri. Apabila pegawai kebutuhannya tidak terpenuhi maka pegawai tersebut akan menunjukan perilaku kecewa. Sebaliknya, jika kebutuhannya terpenuhi maka pegawai tersebut akan memperlihatkan perilaku yang gembira sebagai manifestasi dari rasa puasnya.

Quality Is Our Tradition

Tinjauan Pustaka

Bab II - 4

Kebutuhan merupakan fundamen yang mendasari perilaku pegawai. Kita tidak mungkin memahami perilaku pegawai tanpa mengerti kebutuhannya. Abraham Maslow mengemukakan bahwa hierarki kebutuhan manusia adalah sebagai berikut. 1) Kebutuhan fisiologis, yaitu kebutuhan untuk makan, minum, perlindungan fisik, bernafas, seksual. Kebutuhan ini merupakan kebutuhan tingkat terendah atau disebut pula sebagai kebutuhan yang paling dasar. 2) Kebutuhan rasa aman, yaitu kebutuhan akan perlindungan dari ancaman, bahaya, pertentangan, dan lingkungan hidup. 3) 4) 5) Kebutuhan untuk merasa memiliki, berinteraksi, dan kebutuhan untuk mencintai serta dicintai. Kebutuhan akan harga diri, yaitu kebutuhan untuk dihormati, dan dihargai oleh orang lain. Kebutuhan akan mengaktualisasikan diri, yaitu kebutuhan untuk menggunakan kemampuan, skill, dan potensi. Kebutuhan untuk berpendapat dengan mengemukakan ide-ide memberi penilaian dan kritik terhadap sesuatu.

Quality Is Our Tradition

Tinjauan Pustaka

Bab II - 5

Gambar 2.2 Hierarki Kebutuhan dari A. Maslow Selanjutnya, Abraham Maslow mengemukakan bahwa orang dewasa secara normal memuaskan kira-kira 85 persen kebutuhan fisiologis, 70 persen kebutuhan rasa aman, 50 persen kebutuhan untuk memiliki dan mencintai, 40 persen kebutuhan harga diri, dan hanya 10 persen dari kebutuhan aktualisasi diri. Hal ini digambarkan dalam bagan dibawah.

Gambar 2.3 Proporsi kebutuhan yang terpuaskan

Quality Is Our Tradition

Tinjauan Pustaka

Bab II - 6

Dalam studi motivasi lainnya, David McClelland (1961) mengemukakan adanya tiga macam kebutuhan manusia, yaitu berikut ini 1) Need for Achievement, yaitu kebutuhan untuk berprestasi yang merupakan refleksi dari dorongan akan tanggung jawab untuk pemecahan masalah. Seorang pegawai yang mempunyai kebutuhan akan 2) berprestasi tinggi cenderung untuk berani mengambil resiko. Need for Affiliation, yaitu kebutuhan untuk berafiliasi yang merupakan dorongan untuk berinteraksi dengan orang lain, berada bersama orang lain, tidak mau melakukan sesuatu yang merugikan orang lain. 3) Need for power, yaitu kebutuhan untuk kekuasaan yang merupakan refleksi dari dorongan untuk mencapai otoritas untuk memiliki pengaruh terhadap orang lain. 2. Teori ERG (Existence, Relatedness, Growth) dari Alderfer Teori ERG merupakan refleksi dari nama tiga dasar kebutuhan, yaitu:

Quality Is Our Tradition

Tinjauan Pustaka

Bab II - 7

a.

Existence needs. Kebutuhan ini berhubungan dengan fisik dari eksistensi pegawai, seperti makan, minum, pakaian, bernafas, gaji, keamanan kondisi kerja, fringe benefits.

b. c.

Relatedness needs. Kebutuhan interpersonal, yaitu kepuasan dalam berinteraksi dalam lingkungan kerja. Growth needs. Kebutuhan untuk mengembangkan dan meningkatkan pribadi. Hal ini berhubungan dengan kemampuan dan kecakapan pegawai. Daftar kebutuhan dari Alderfer tidak selengkap

kebutuhan menurut Abraham Maslow. Hal ini digambarkan sebagai berikut : a. Teori ERG kurang menekankan pada susunan hierarki. Pegawai dapat memuaskan lebih dari satu kebutuhan dalam waktu yang bersamaan. Kepuasan lebih tinggi. b. Perubahan orientasi merupakan kegagalan dari kebutuhan yang lebih tinggi dapat menunjukan regresi dengan penambahan pada tingkat kebutuhan yang lebih rendah. terhadap suatu kebutuhan dapat menggambarkan peningkatan kepada kebutuhan yang

Quality Is Our Tradition

Tinjauan Pustaka

Bab II - 8

3. Teori Insting Teori motivasi insting timbulnya bersdasarkan teori evaluasi Charles Darwin. Darwin berpendapat bahwa tindakan yang intellegent merupakan refleks dan instingtif yang diwariskan. Oleh karena itu, tidak semua tingkah laku dapat direncanakan sebelumnya dan dikontrol oleh pikiran. Berdasarkan teori Darwin, selanjutnya William James, Sigmund freud, dan Mc Dougall mengembangkan teori insting dan menjadikan insting sebagai konsep yang penting dalam psikologi. Teori Freud menempatkan motivasi pada insting agresif dan seksual. Mc Dougall menyusun daftar insting yang berhubungan dengan semua tingkah laku : terbang, rasa jijik, rasa ingin tahu, kesukaan berkelahi, rasa rendah diri, menyatakan diri, kelahiran, reproduksi, lapar, berkelompok, ketamakan, dan membangun. 4. Teori Drive Konsep drive menjadi konsep yang tersohor dalam bidang motivasi sampa tahun 1918. Woodrorth menggunakan konsep tersebut sebagai energi yang mendorong organisasi untuk melakukan suatu tindakan. Kata drive dijelaskan sebagai aspek motivasi dari tubuh yang tidak seimbang. Misalnya, kekurangan makanan mengaakibatkan berjuang

Quality Is Our Tradition

Tinjauan Pustaka

Bab II - 9

untuk memuaskan kebutuhannya agar kembali seimbang. Motivasi tekanan. Clark L. Hull berpendapat bahwa belajar terjadi sebagai akibat dari reinforcement. Ia berasumsi bahwa semua hadiah (reward) pada akhirnya didasarkan atas reduksi dan drive keseimbangan. Teori Hull dirumuskan secara matematis yang merupakan hubungan antara drive dan habit strength. Kekuatan motivasi = fungsi (drive x habit) Habits strength adalah hasil dari factor factor reinforcement sebelumnya. Drive adalah jumlah keseluruhn ketidakseimbangan fisiologis atau (physiological imbalance) yang disebabkan oleh kehilangan atau kekurangan kebutuhan komoditas untuk kelangsungan hidup. Berdasarkan perumusan teori Hull tersebut dapat disimpulkan bahwa motivasi seorang pegawai sangat ditentukan oleh kebutuhan dalam dirinya (drive) dan factor kebiasan (habit) pengtalaman belajar sebelumnya. 5. teori Lapangan teori lapangan merupakan konsep dari Kurt Lewin. Teori ini merupakan kognitif untuk mempelajari prilaku dan didefinisikan sebagai suatu dorongan yang membangkitkan untuk keluar dari ketidak seimbangan atau

Quality Is Our Tradition

Tinjauan Pustaka

Bab II - 10

motivasi. Teori lapangan lebih memfokuskan pada fikiran nyata seorang pegawai ketimbang pada insting atau habit. Kurt Lewin berpendapat bahwa perilaku merupakan suatu fungsi dari lapangan pada momen waktu. Kuet Lewin juga percaya pada pendapat para ahli psikologi Gestalt yang mengemukakan bahwa perilaku itu merupakan fungsi dari seorang pegawai dengan lingkungannya. 2.1.3. Perinsip Perinsip dalam Motivasi Kerja Pegawai Terdapat beberapa prinsip dalam memotivasi kerja pegawai : a. Prinsip partisipasi Dalam upaya memotivasi kerja, pegawai perlu diberikan kesempatan ikut berpartisipasi dalam menentukan tujuan yang akan dicapai oleh pemimpin. b. Prinsip komunikasi Pemimpin mengkomunikasikan segala sesuatu yang berhubungan dengan usaha pencapaian tugas, dengan informasi yang jelas, pegawai akan mudah dimotivasi kerjanya. c. Prinsip mengakui andil bawahan Pemimpin mengakui andil bawahan (pegawai) mempunyai andil didalam usaha pencapaian tujuan.

Quality Is Our Tradition

Tinjauan Pustaka

Bab II - 11

Dengan pengakuan tersebut, pegawai akan mudah dimotivasi kerjanya. d. Prinsip pendelegasian wewenang Pemimpin yang memberikan otoritas atau wewenang kepada pegawai bawahan untuk sewaktu waktu dapat mengambil keputusan terhadap pekerjaan yang dilakukannya, akan membuat pegawai yang bersangkutan menjadi termotivasi untuk mencapai tujuan yang diharapkan oleh pemimpin. e. Prinsip memberi perhatian Pemimpin memberikan perhatian terhadap apa yang diinginkan pegawai bawahan, akan memotivasi pegawai bekerja apa yang diharapkan oleh pemimpin. 2.1.4. Teknik Motivasi Kerja Pegawai Beberapa teknik memotivasi kerja pegawai, antara lain sebagai berikut : 1. Teknik pemenuhan kebutuhan pegawai Pemenuhan kebutuhan pegawai merupakan

fundamen yang mendasari perilaku kerja. Kita tidak mungkin dapat memotivasi kerja pegawai tanpa memperhatikan apa yang dibutuhkannya.

Quality Is Our Tradition

Tinjauan Pustaka

Bab II - 12

Abraham a.

maslow

mengemukakan

hierarki

kebutuhan pegawai sebagai berikut : Kebutuhan fisiologis, yaitu kebutuhan makan, minum, perlindunan fisik, bernafas, Kebutuhan ini merupakan kebutuhan dan seksual. yang paling

mendasar. Dalam hubungan dengan kebutuhan ini pemimpin perlu memberikan gaji yang layak kepada pegawai. b. dari Kebutuhan rasa aman, yaitu kebutuhan perlindungan ancaman, bahaya dan lingkungan kerja. Dalam hubungan dengan kebutuhan ini, pemimpin perlu memberikan tunjangan kesehatan, asuransi kecelakaan, perumahan, an dana pensiunan. c. Kebutuhan sosial dan rasa memiliki, yaitu kebutuhan untuk diterima dalam kelompok unit kerja, berafiliasi, berinteraksi, serta rasa dicintai dan mencintai. Dalam hubungan dengan kebutuhan ini, pemimpin perlu menerima eksistensi / keberadaan pegawai sebagai anggota kelompok kerja, melakukan interaksi kerja yang baik, dan hubungan kerja yang romantis. d. Kebutuhan harga diri, yaitu kebutuhan untuk dihormati, dihargai oleh orang lain. Dalam hubungan dengan kebutuhan ini, pemimpin tidak boleh sewenang

Quality Is Our Tradition

Tinjauan Pustaka

Bab II - 13

wenang memperlakukan pegawai karena mereka perlu dihormati, diberi penghargaan terhadap prestasi kerjanya. e. Kebutuhan aktualisasi diri, yaitu kebutuhan untuk mengembangkan diri dan potensi, mengembangkan ide ide, memberikan penilaian, kritik, dan berprestasi. Dalam hubungannya dengan kebutuhan ini, pemimpin perlu memberi kesempatan kepada pegawai bawahan agar mereka dapat mengaktualisasikan diri secara baik dan wajar di perusahaan. Selanjutnya, Abraham Maslow berpendapat bahwa orang dewasa (pegwai bawahan) secara normal harus terpenuhi minimal 85 persen kebutuhan fisiologis, 70 persen kebutuhan rasa aman, 50 persen kebutuhan social, 40 persen kebutuhan penghargaan, dan 15 persen kebutuhan aktualisasi diri. Jika tidak terpenuhi maka pegawai tersebut akan mengalami konflik diri, keluarga, dan bisa juga menjadi penyebab terjadinya konflik kerja. Dengan demikian, jika kebutuhan pegawai tidak terpenuhi, pemimpin akan mengalami kesulitan dalam memotivasi kerja pegawai. 2.Teknik Komunikasi Persuasif Teknik komunikasi persuasive merupakan salah satu teknik memotivasi kerja pegawai yang dilakukan dengan

Quality Is Our Tradition

Tinjauan Pustaka

Bab II - 14

cara mempengauhi pegawai secara ekstralogis. Teknik ini dirumuskan : AIDDAS. A = Attention (Perhatian) I = Interest (Minat) D = Desire (Hasrat) D = Decision (Keputusan) A = Action (Aksi/Tindakan) S = Satisfaction (Kepuasan) Penggunaannya, pertama kalipemimpin harus memberikan perhatian kepada pegawai tentang pentingnya tujuan dari suatu pekerjaan agar timbul minat pegawai terhadap pelaksaan kerja, jika telah timbul minatnya maka hasratnya menjadi kuat untuk mengambil keputusan dan melakukan tindakan kerja dalam mencapai tujuan yang diharapkan oleh pemimpin. Dengan demikian, pegawai akan bekerja dengan motivasi tinggi dan merasa puas terhadp hasil kerjanya. 2.1.5. Motivasi Berprestasi 2.1.5.1. Pendahuluan Prof. Dr. David C. McClelland, seorang ahli psikologi bangsa Amerika dari Universitas Harvard, dalam teori motivasinya mengemukakan bahwa produktivitas

Quality Is Our Tradition

Tinjauan Pustaka

Bab II - 15

seeorang sangat ditentukan oleh virus mental yang ada pada dirinya. Virus mental adalah kondisi jiwa yang mendorong seseorang untuk mampu mencapai prestasinya secara maksimal. Virus mental yang dimaksud terdiri dari 3 golongan kebutuhan, yaitu Need of achievement (kebutuhan untuk berprestasi), Need of affiliation (kebutuhan untuk memperluas pergaulan), dan Need of power (kebutuhan untuk menguasai sesuatu). Berdasarkan teori McClelland tersebut sangat penting membina virus mental manajer dengan cara mengembangkan potensi mereka melalui lingkungan kerja secara efektif agar terwujud produktifitas perusahaan yang berkualitas tinggi dan tercapai tujuan utama organisasi. Pada kesempatan ini, penulis hanya membahas virus mental yang berhubungan dengan motif berprestasi. 2.1.5.2. Pengertian Motivasi Berprestasi Motivasi berprestasi dapat diartikan sebagai suatu dorongan dalam diri seseorang untuk melakukan atau mengerjakan suatu kegiatan atau tugas dengan sebaik baiknya agar mencapai prestasi dengan predikat terpuji. Hal ini sesuai dengan pendapat Jhonson (1984:101) yang

Quality Is Our Tradition

Tinjauan Pustaka

Bab II - 16

mengemukakan bahwa Achievement motive is impetus to do well relative to some standard of excellence. Sebagai contoh, manajer yang mempunyai motivasi berprestasi tinggi cenderung akan bekerja sebaik baiknya agar dapat mencapai pestasi kerja dengan predikat terpuji. 2.1.5.3. Karakteristik Motivasi Berprestasi a.Karakteristik motivasi berprestasi tinggi David C. McClelland (1961:112) mengemukakan 6 karakteristik orang yang mempunyai motif berprestasi tinggi, yaitu sebagai berikut: 1. 2. 3. 4. 5. 6. memiliki tingkat tanggung jawab pribadi yang tinggi berani mengambil dan memikul resiko memiliki tujuan yang realistic memiliki rencana kerja yang menyeluruh dan berjuang untuk merealisasi tujuan memanfaatkan umpan balik yang konkret dalam semua kegiatan yang dillakukan mencari kesempatan untuk merealisasikan rencana yang telah diprogramkan

Quality Is Our Tradition

Tinjauan Pustaka

Bab II - 17

Edward

Murray

(1957)

berpendapat

bahwa

karakteristik orang yang mempunyai motivasi berprestasi tinggi adalah sebagai berikut : 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. melakukan sesuatu dengan sebaik baiknya melakukan sesuatu untuk mencapai kesuksesan menyelesaikan tugas tugas yang memerlukan uasaha dan keterampilan berkeinginan menjadi orang terkenal menguasai bidang tertentu melakukan pekerjaan yang sukar dengan hasil yang memuaskan mengerjakan sesuatu yang sangat berarti melakukan sesuatu yang lebih baik dari pada orang lain menulis novel atau cerita yang bermutu berdasarkan pendapat McClelland dan Edward Murray, dapat dikemukakan bahwa karakteristik manajer yang mempunyai motivasi berprestasi tinggi, antara lain: 1. 2. memiliki tanggung jawab pribadi yang tinggi memiliki program kerja berdasarkan rencana dan tujuan yang realistic serta berjuang untuk merealisasikannya atau

Quality Is Our Tradition

Tinjauan Pustaka

Bab II - 18

3. 4. 5.

memiliki kemampuan untuk mengambil keputusan dan berani mengambil resiko yang dialaminya melakukan pekerjaan yang berarti dan menyelesaikannya dengan hasil yang memuaskan mempunyai keinginan menjadi orang terkemuka yang menguasai bidang trtentu

b. Karakteristik motivasi berprestasi rendah karakteristik manajer yang motif berprestasinya rendah dapat dikemukakan, antalain : 1. 2. kurang memiliki tanggung jawab pribadi dalam mengerjakan suatu pekerjaan atau kegiatan memiliki program kerja tetapi tidak didasarkan pada rencana 3. 4. 5. 2.1.5.4. dan tujuan yang realistic, serta lemah melaksanakannya bersikap apatis dan tidak percaya diri rata rata dalam mengambil keputusan tindakannya kurang terarah pada tujuan Hubungan Motivasi Berprestasi dengan

Pencapaian Prestasi Kerja Berdasarkan hasil penelitian McClelland (1961), Edward Murray(1957), Miller dan Gordon W.(1970),

Quality Is Our Tradition

Tinjauan Pustaka

Bab II - 19

menyimpulkan bahwa ada hubungan yang positif antara motivasi berprestasi denngan pencapaian prestasi. Artinya, manajer yang mempunyai motivasi berprestasi tinggi cenderung memiliki prestasi kerja tinggi, dan sebaliknya mereka yang berprestasi kerja rendah dimungkinkan karena motivasi berprestasinya rendah 2.1.5.5. Faktor faktor yang harus diperhatikan penulis berpendapat ada 2 faktor yang sangat mempengaruhi motivasi berprestasi dan pencapian prestasi, yaitu tingkat kecerdasan (IQ) dan kepribadian. Artinya, orang yang mempunyai motivasi prestasinya tinggi bila memiliki kecerdasan yang memadai dan kepribadian yang dewasa akan mampu mencapai prestasi maksimal. Hal ini karena IQ merupakan kemampuan potensi, dan kepribadian merupakan kemampuan seseorang untuk mengintegrasikan fungsi psikofisiknya yang sangat menentukan dirinya dalam menyesuaikan diri terhadap lingkungan 2.2 Kinerja 2.2.1 Pengertian kinerja (Prestasi kerja) Istilah kinerja berasal dari kata job Performance atau Actual Performance (prestasi kerja atau prestasi

Quality Is Our Tradition

Tinjauan Pustaka

Bab II - 20

sesungguhnya yang dicapai oleh seseorang). Pengertian kinerja (prestasi kerja) adalah hasil kerja secara kualitas dan kuantitas yang dicapai dan perilaku karyawan (ketangguhan dan sikap kerja) dalam melaksanakan tugasnya sesuai dengan tanggung jawab yang diberikan kepadanya. 2.2.2 faktor factor yang Mempengruhi Kinerja factor yang mempengaruhi pencapaian kinerja adalah factor kemampuan (ability) dan factor motivasi (motivation). Hal ini sesuai dengan pendapat Keith Davis, (1964:484) yang merumuskan bahwa : Human Performance = ability + Motivation Motivation = Attitude + Situation Ability = Knowledge + skill a. Faktor Kemampuan Secara psikologis, kemampuan (ability) pegawai terdiri dari kemampuan potensi (IQ) dan kemampuan reality (knowledge + skill). Artinya, pegawai yang memiliki IQ diatas rata rata (IQ 110 120) dengan pendidikan yang memadai untuk jabatannya dan terampil dalam mengerjakan pekerjaan sehari hari, maka ia akan lebih mudah mencapai kinerja yang diharapkan. Olehkarena itu pegawai perlu ditempatkan pada pekerjaan yang sesuai dengan keahliannya

Quality Is Our Tradition

Tinjauan Pustaka

Bab II - 21

(the right man in the right place, the right man on the right job). b. Faktor Motivasi Motivasi terbentuk dari sikap (attitude) seorang pegawai dalam menghadapi situasi (situation) kerja. Motivasi merupakan kondisi yang menggerakan diri pegawai yang terarah untuk mencapai tujuan organisasi (tujuan kerja). Sikap mental merupakan kondisi mental yang mendorong diri pgawai untuk berusaha menvapai prestasi kerja secara maksinmal. Sikap mental seorang pegwai harus sikap mental yang siap secara psikofisik (siap secara menal, fisik,tujuan,dan situasi). Artinya, seorang pegawai harus siap mental, mampu secara fisik, memahami tujuan utama dan target kerja yang akan dicapai, mampu memanfaatkan, dan menciptakan situasi kerja. Sikap mental yang siap secara psikofisik terbentuk karena pegawai mempunyai MODAL dan KREATIF. Modal merupakan singkatan dari M = Mengolah, O = Otak, D= dengan, A = Aktif, L = Lincah, sedangkan Kreatif singkatan dari K = keinginan maju, R = Rasa ingin tahu tinggi, E = Energik, A= Analisis sistematik, T = Terbuka dari kekurangan, I = Inisiatif tinggi, energik, analisis sistematik,

Quality Is Our Tradition

Tinjauan Pustaka

Bab II - 22

terbuka untuk menerima pendapat, inisiatif tinggi, dan pikiran luas terarah. David C McClelland (1987) berpendapat bahwa ada hubungan yang positif antara motif berprestasi dengan pencapaian kinerja. Motif berprestasi adalah suatu dorongan dalam diri pegawai untuk melakukan suatu kegiatan atau tugas dengan sebaik baiknya agar mampu mencapai prestasi kerja (kinerja) dengan predikat terpuji. Selanjutnya McClelland mengemukakan 6 karakteristik dari pegawai yang memiliki motif berprstasi tinggi, yaitu pertama, memiliki tanggung jawab pribadi yang tinggi. Kedua, berani mengambil resiko.ketiga, memiliki tujuan yang realistis. Keempat, memiliki rencana kerja yang menyeluruh dan berjuang untuk merealisaikan tujuannya. Kelima, memanfaatkan umpan balik (feed back) yang konkret dalam seluruh kegiatan kerja yang dilakukannya. Keenam, mencari kesempatan untuk merealisasikan rencana yang telah diprogramkan. Berdasarkan pendapat McClelland tersebut, pegawai akan mampu mencapai kinerja maksimal jika ia memiliki motif berprestasi tinggi. Motif berprestasi yang perlu dimiliki oleh pegawai harus ditumbuhkan dari dalam

Quality Is Our Tradition

Tinjauan Pustaka

Bab II - 23

diri sendiri selain dari lingkungan kerja. Hal ini karena motif berprestasi yang ditumbuhkan dalam diri sendiri akan membentuk suatu kekuatan diri dan jika situasi lingkungan kerja turut menunjang maka pencapaian kinerja akan lebih mudah. Oleh karena itu, kembangkanlah motif berprestasi dalam diri dan manfaatkan serta ciptakan situasi yang ada pada lingkungan kerja guna mencapai kinerja maksimal.

2.3 Skala Pengukuran


Skala adalah suatu ukuran yang disusun sedemikian rupa sehingga dapat menyuratkan responden dalam ukuran yang lebih tepat berdasarkan variable tertentu. Macam-macam skala pengukuran dalam suatu penelitian adalah : a. Skala Nominal Skala nominal sebenarnya tidak melakukan

pengukuran, namun lebih pada mengkategorikan, memberi nama, dan menghitung fakta-fakta dari objek yang diteliti. Skala nominal akan menghasilkan data yang disebut data nominal atau data diskrit, yaitu data yang diperoleh dari mengkategorikan, memberi nama, dan menghitung faktafakta dari objek yang diteliti. b. Skala Ordinal

Quality Is Our Tradition

Tinjauan Pustaka

Bab II - 24

Skala ini mengartikan bahwa peneliti sudah melakukan pengukuran terhadap variable yang diteliti. Skala ordinal adalah skala yang berjenjang dimana sesuatu lebih atau lebih kurang dari yang lain. Data yang diperoleh dari pengukuran dengan skala ini disebut data ordinal, yaitu data berjenjang yang jarak antara satu data lainnya tidak sama. c. Skala Interval Pada skala ini peneliti telah melakukan dengan data yang

pengukuran terhadap variable yang akan diteliti, hanya data yang diperoleh berbda dengan data ordinal. Skala interval adalah skala yang jarak antara satu data dengan data yang lain sama , tetapi tidak mempunyai nilai nol (0) absolute. d. Skala Ratio Skala ini digunakan untuk pengukuran terhadap variable tertentu, seperti halnya skala ordinal dan interval. Data yang diperoleh berbeda dengan data ordinal dan interval. Data ratio adalah data yang antara interval satu dengan yang lainnya mempunyai jarak yang sama, tetapi mempunyai nilai nol absolute. Dari 4 jenis skala pengukuran yang telah disebutkan diatas, ternyata skala interval lebih banyak digunakan untuk mengukur fenomena atau gejala sosial. Para

Quality Is Our Tradition

Tinjauan Pustaka

Bab II - 25

ahli sosiologi membedakan 2 jenis skala menurut fenomena sosial yang diukur, yaitu : 1. Skala pengukuran untuk mengukur perilaku sosial dan kepribadian, yang termasuk kedalam jenis ini adalah sikap moral, uji karakter, dan skala partisipasi sosial. 2. Skala pengukuran untuk mengukur berbagai berbagai aspek budaya lain dan lingkungan sosial, yang termasuk kedalam jenis ini adalah skala untuk mengukur sistem sosial ekonomi, lembaga-lembaga sosial, lembaga kemasyarakatan, kerumahtanggaan. Para peneliti sering menggunakan skala pengukuran yang dapat digunakan dalam berbagai bidang, hanya perbedaanya terletak pada isi dan penekanannya saja. Para ahli sosiologi lebih menekankan pada pengembangan instrumen untuk mengukur prilaku manusia. Adapun berbagai skala sikap yang sering digunakan ada 5 macam, yaitu : a. Skala Likert Skala ini dikembangkan oleh Rensis Likert, digunakan untuk mengukur sikap, pendapat, dan persepsi seseorang atau sekelompok orang mengenai fenomena sosial. Dalam penelitian femnomena sosial ini telah ditetapkan secara spesifik oleh peneliti dan selanjutnya sebagai variabel kebudayaan, dan kondisi

Quality Is Our Tradition

Tinjauan Pustaka

Bab II - 26

penelitian. Dengan skala likert, maka variabel yang akan diukur dijabarkan menjadi sub variabel, lalu sub variabel ini dijabarkan menjadi komponen yang diukur. Komponen yang diukur ini kemudian dijadikan sebagai titik tolak untuk menyusun item instrumen yang dapat berupa pertanyaanpertanyan yang kemudian dijawab oleh responden. Tetapi kelemahannya adalha tidak dapat diketahuinya seberapa kali satu responden lebih baik atau lebih buruk dari responden lainnya dalam skala.

b.

Skala Guttman Dengan skala pengukuran jenis ini didapat

jawaban yang tegas, seperti ya-tidak, benar-salah, pernah tidak pernah dan lainnya. Data yang diperoleh dapat berupa data interval atau ratio dikotomi (dua alternatif). Penelitian ini menggunakan skala guttman bila menginginkan didapat jawaban yang tegas terhadap suatu permasalahan yang ditanyakan. c. Skala Rating Untuk pengukuran skala-skala sebelumnya, data yang didapat adalah data kualitatif lalu kemudian diubah menjadi data kuantitatif. Dengan skala ini, data yang

Quality Is Our Tradition

Tinjauan Pustaka

Bab II - 27

diperoleh berupa angka lalu ditafsirkan kedalam pengertian kualitatif. Responden tidak akan menjawab salah satu dari jawaban kualitatif yang tersedia, tetapi menjawab salah satu dari jawaban kuantitaf yang telah disediakan. Skala rating ini sifatnya fleksibel, tidak terbatas untuk pengukuran sikap kerja, tetapi untuk mengukur persepsi responden terhadap fenomena lainnya, lainnya. seperti untuk mengukur status sosial ekonomi, kelembagaan, pengetahuan, proses kegiatan dan

d. Skala

Skala Differensial berbentuk sementik differensial,

dikembangkan oleh Osgord. Skala ini juga mengukur sikap, hanya bentuknya bukan pilihan ganda ataupun checklist, tetapi tersusun dalam suatu garis kontinu, jawaban sangat positifnya terdapat dibagian baris kanan garis, dan jawaban negatifnya terdapat dibagian kiri garis atau sebaliknya. Data yang diperoleh adalah data interval dan besarnya skala ini digunakan untuk mengukur sikap atau karakteristik tertentu yang dimiliki oleh seseorang. e. Skala KonsistensiInterval / Thurstone

Quality Is Our Tradition

Tinjauan Pustaka

Bab II - 28

Skala ini bertujuan untuk mengurutkan responden berdasarkan kriteria tertentu. Skala thurstone menggunakan ukuran interval yang mendekati sama besar.

2.4 Metoda Sampling


Sampel digunakan untuk memperoleh data mengenai populasi, pemilihan sample merupakan prosedur yang mendasar dalam suatu penelitian. Keuntungan dalam menggunakan teknik sampling antara lain adalah mengurangi ongkos, mempercepat waktu penelitian, dan dapat memperbesar ruang lingkup penelitian.

2.4.1 Penentuan Sampel


Untuk menentukan jumlah sample minimum yang diperlukan, digunakan persamaan Bernoulli sebagai berikut :
n= Z2 (1 ) 2 E

Dimana : n = Jumlah sample yang diperlukan Z =Unit standard error dari distribusi normal yang akan menghasilkan tingkat kepercayaan yang diinginkan. = Poporsi populasi yang akan diteliti.

Quality Is Our Tradition

Tinjauan Pustaka

Bab II - 29

E = Tingkat ketelitian atau perbedaan maksimum antara proporsi sample dengan proporsi populasi yang dapat diterima untuk tingkat kepercayaan yang telah ditetapkan

2.4.2 Pengambilan Sampel


Pada a. dasarnya terdapat 2 macam metode pengambilan sample, yaitu : Pengambilan sample secara acak / probabilitas Penganbilan sample secara acak adalah suatu metode pemilihan ukuran sample, dimana setiap anggota populasi mempunyai peluang yang sama untuk dipilih menjadi anggota sample, sehingga metode ini sering disebut sebagai cara terbaik. Beberapa cara pengambilan sample dengan metode ini adalah sebagai berikut : b. Cara undian Cara table bilangan random Cara sistematis Cara Stratifikasi (Stratified Random Sampling) Populasi yang dianggap heterogen menurut suatu karakteristik tertentu terlebih dahulu dikelompokan dalam beberapa sub populasi sehingga tiap sub-populasi yang ada memiliki anggota sample yang honogen. c. Cara Kluster (Cluster Sampling)

Quality Is Our Tradition

Tinjauan Pustaka

Bab II - 30

Pengambilan sample dengan cara ini mirip dengan cara stratifikasi mengakibatkan adanya sub populasi yang homogen, sedangkan cara kluster unsur-unsurnya heterogen. d. Pengambilan Sampel non Probabilistic / Tidak acak Dengan metode ini semua elemen populasi belum tentu memiliki peluang yang sama untuk dipilih menjadi sample karena ada bagian tertentu yang tidak dimasukan dalam penelitian untuk mewakili populasi. Beberapa cara pengambilan sample metode ini adalah sebagai berikut : Cara keputusan (Judgement Sampling) Cara Kuota (Quota Sampling) Cara Dipermudah (Convindence Sampling) Cara Bola Salju (Snow ball Sampling) Cara Sampling Jenuh

2.4.3 Alat Ukur Penelitian


Pada perinsipnya terdapat tiga langkah dalam penusunan sebuah alat ukur. Yaitu : 1. Menetapkan sebuah konstruk (variabel laten), yaitu membuat batasan mengenai variabel yang akan diukur

Quality Is Our Tradition

Tinjauan Pustaka

Bab II - 31

2.

Menetapkan faktor-faktor (variabel manifes), yaitu mencoba menemukan unsur-unsur yang ada dari sebuah konstruk faktor pada dasarnya adalah perincian lebih lanjut dari sebuah konstruk.

3.

Menyusun butir-butir pertanyaan, yaitu mencoba menjabarkan sebuah faktor lebih lanjut dalam berbagai pertanyaan yang langsung berinteraksi dengan pengisi kuesioner. Sebuah kuesioner dapat disusun dengan

pertanyaan yang besifat terbuka atau tertutup, maupun campuran. Berikut ini adalah keuntungan dan kerugian dari kuesioner tertutup, yaitu : Keuntungannya : 1. Responden tidak memerlukan waktu yang tidak terlalu lama untuk mengisi kuesioner. 2. 3. Data dapat diperoleh dengan lebih mudah yaitu secara kuantitatif Peluang kuesioner dikembalikan lebih besar dibandingkan dengan kuesioner terbuka. Kekerugiannya : 1. Responden tidak memiliki kesempatan memberikan jawaban diluar pilihan yang ada. 2. 3. Pilihan jawaban belum tentu lengkap. tidak membuka objek penelitian seluas luasnya.

Quality Is Our Tradition

Tinjauan Pustaka

Bab II - 32

Kuesioner yang baik adalah kuesioner yang mengandung pertanyaan yang mudah dimengerti oleh responden dan tidak menimbulkan pengetian ganda yang dapat membingungkan responden dalam menjawabnya. Ada serangkaian asumsi yang harus diperhatikan, diantranya adalah : Responden dianggap sebagai individu yang

mengetahui dan mengerti akan dirinya sendiri Jawaban keadaan atas sikap responden mencerminkan tanpa

sikap

atau

pendapat

sebenarnya

dipengaruhi orang lain. Interpretasi responden terhadap pertanyaan-

pertanyaan yang dipakai dalam kuesioner adalah sama atau sesuai dengan apa yang dimaksud oleh peneliti.

2.4.4 Uji validitas dan reliabilitas Alat Ukur


Ada dua syarat pentng yang berlaku untuk sebuah alat ukur (kuesioner), yaitu keharusan sebuah alat ukur valid dan reliabel.

2.4.4.1 Uji validitas

Quality Is Our Tradition

Tinjauan Pustaka

Bab II - 33

suatu alat ukur dinyatakan valid jika pertanyaan pada alat ukur tersebut mampu untuk mengungkapkan sesuatu yang akan diukur. Validitas alat ukur mempunyai pengertian bahwa kemampuan dari alat ukur tersebut menyeleksi itemitem pertanyaan yang baik. Uji validitas pada umumnya menggunakan teknik korelasi product moment dari pearson, yang persamaannya adalah sebagai berikut :

r=

N ( X ij Yij ) ( X ij Yi ) {N X ij ( X ij ) 2 }{N Yij ( Yij ) 2 }


X = skor pertanyaan j dari responden ke-I Y = skor total responden ke-i N = jumlah responden Korelasi mutlak yang dipergunakan diambil dari
2 2

Dimana : r = angka korelasi

tabel angka kritik nilai r yang ditetapkan, kemudian dibandingkan dengan hasil perhitungan korelasi product moment dari pearson. Jika hasil perhitungan kurang dari tabel angka kritik nilai r, maka item pertanyaan tersebut dibuang, sedangkan jika hasil perhitungan lebih besar dari nilai tabel angka kritik nilai r, maka item pertanyaan dapat digunakan.

Quality Is Our Tradition

Tinjauan Pustaka

Bab II - 34

2.4.4.2 Uji Reliabilitas


reliabilitas adalah tingkat konsistensi atau ketetapan suatu alat ukur dalam menilai kemampuan seseorang yang tidak berubah atau tetap sama hasilnya bila dilakukan beberapa kali pengukuran. Penelitian ini menggunakan satu alat tes tunggal dan dilakukan satu kali pengukuran, maka menggunakan metoda internal consistency dengan menggunakan koefisien alpha cronbach (), dengan rumus sebagai berikut :
kr = 1+( k 1) r

Dimana : k = jumlah variabel manifes yang membentuk variabel laten r = rata-rata korelasi antara variabel manifes = koefisien keandalan alat ukur Tinggi rendahnya reliabilitas ditunjukan oleh suatu angka yang disebut koefisien reliabilitas, walaupun secara teoritis berkisar antara 0 sampai 1, tapi pada kenyataannya koefisien 1 tidak pernah tercapai dan koefisien yang nilainya kurang dri nol (negatif) tidak ada artinya karena interpretasi reliablitas selalu mengacu pada koefisien yang positif. Menurut Kaplan dan Sakujo (1993), variabel-variabel yang diuji dinyatakan reliabel dan dianggap paling baik jika hasil perhitungan yang diperoleh minimal berada diatas 0,7.

Quality Is Our Tradition

Tinjauan Pustaka

Bab II - 35

2.5 Trnnsformasi data


Data yang berukuran ordinal tidak memungkinkan diperolehnya nilai mutlak (abslut) dari objek yang diteliti, tetapi hanya kecenderungannya saja. Untuk mendapatkan nilai mutlak diperlukan pengubahan atau transformasi data dari data yang berskala ordinal ke skala interval, dimana skala interval dapat menghasilkan data yang bernilai absolut. Metode yang digunakan adlah metode succesive Interval, adapun langkah-langkahnya adalah sebagai berikut : 1. 2. 3. 4. 5. Mengelompokan data berskala ordinal dalam masing-masing variabel. Menghitung proporsi seluruh jawaban ysng jatuh pada setiap kategori untuk masing-masing variabel. Menghitung proporsi kumulatif pada setiap kategori untuk semua variabel. Mencari nilai batas Z dari hasil proporsi kumulatif yang diperoleh dari kurva normal. Menghitung nilai fungsi padat probabilitas pada absis Z dengan rumus :
1 2 Z 2 2 e

( Z) =

Quality Is Our Tradition

Tinjauan Pustaka

Bab II - 36

, - < Z < + dengan rataan Z= 0 dan variansinya 1. 6. Menghitung nilai skala (NS) dengan rumus :

NS =

( Batas bawah kepada tan) ( Batas atas kepada tan) ( Daerah dibawah batas atas) ( Daerah dibawah batas baw
nilai konversi (K) dengan rumus :

7. Menghitung 8

K=1+|min(NS)| Menghitung interval dengan rumus : Nilai rataan interval = (NS)+K nilai rataan

2.6 Analisis Faktor


Analisis faktor merupakan salah satu metode statistika multivariat yang tujuan utamanya adalah untuk mereduksi dan mengikhtisarkan data. Dari hasil ini dapat diketahui variabel manifes mana yang membentuk variabel laten dari dimensi yang diukur. Tujuan umum analisis faktor adalah untuk mendapatkan cara mengikhtisarkan informasi yang terkandung dalam sejumlah variabel asal menjadi dimensi (faktor) komposit baru yang lebih sedikit, dan mencari serta

Quality Is Our Tradition

Tinjauan Pustaka

Bab II - 37

mendefinisikan dimensi-dimensi yang dianggap mendasari variabel-variabel asal. Fungsi utama analisis faktor adalah untuk mereduksi banyaknya variabel penelitian dengan tetap mempertahankan sebanyak mungkin informasi dari data awal. Banyaknya variabel awal dapat dikurangi menjadi variabel yang lebih sedikit dengan tetap mempertahankan variabel data. Adapun kelebihan dari analisis faktor adalah sebagai berikut : Dapat mengungkapkan karakteristik variabel

dominan yang dimilki faktor Dapat menganalisis sejumlah variabel manifes Dapat menggabungkan sejumlah variabel manifes yang diteliti menjadi sejumlah variabel laten yang lebih sedikit Dapat mereduksi faktor, sehingga akan didapat faktor-faktor mana saja yang dianggap penting dalam penelitian. Analisis faktor didasarkan pada keyakinan bahwa variabel-variabel yang diobservasi dalam suatu penelitian sebagian besar memiliki interkorelasi satu sama lain. Hal ini akan memungkinkan adanya faktor-faktor umum yang

Quality Is Our Tradition

Tinjauan Pustaka

Bab II - 38

mendasari keterakuratan pada data. Dalam analisis faktor terdapat dua asumsi penting, yaitu : Keunikan masing-masing variabel tidak memberikan kontribusi pada hubungan antar variabel Faktor-faktor yang terbentuk dalam analisis faktor bersifat bebas satu dengan yang lainnya Langkah-langkah analisis faktor adalah sebagai berikut : 1. Pembentukan Matriks Korelasi Tujuan pembentukan matriks korelasi adalah untuk mendapatkan nilai kedekatan hubungan antar variabel manifes. Nilai kedekatan ini dapat digunakan untuk melihat kesesuaian dengan nilai korelasi yang diperoleh dari analisis faktor. Analisis faktor ini dilakukan pada variabel-variabel yang mempunyai korelasi tinggi, dan nilainya dapat dilihat pada nilai determinasi matriks yang mendekati nol. Matriks korelasi yang didapat perlu diuji apakah berbentuk matriks identitas atau bukan. Pengujian yang dilakukan adalah dengan metode Bartlett Test of Sphericity. Pengujian korelasi ini dilakukan dengan pengujian terhadap nilai korelasi parsial. Korelasi parsial ini merupakan estimasi atau faktor unik dan harus mendekati nol untuk memenuhi asumsi analisis faktor..

Quality Is Our Tradition

Tinjauan Pustaka

Bab II - 39

Untuk menguji kesesuaian penggunaan analisis faktor digunakan pengukuran Kaiser-Meyer-Olkin (KMO), harga KMO ini merupakan indeks untuk membandingkan besarnya koefisien korelasi observasi dengan besarnya koefisien korelasi parsial. Nilai KMO yang mendekati 1 artinya nilai kuadrat koefisien korelasi parsial dari semua pasangan variabel kurang dari jumlah kuadrat koefisien korelasinya. Harga KMO yang terkecil menandakan bahwa analisis faktor yang digunakan kurang sesuai untuk digunakan, selain itu juga disebabkan karena korelasi antar pasanan variabel tidak dapat dijelaskan oleh variabel lainnya. Menurut Kaiser-Meyer-Olkin (1974), skala nilai KMO yang menyatakan baik atau tidaknya digunakan analisis faktor untuk menganalisis data, adalah sebagai berikut : KMO 0,9 = menyatakan sangat memuaskan 0,7 KMO < 0,9 = menyatakan memuaskan 0,6 KMO < 0,7 = menyatakan cukup memuaskan 0,5 KMO < 0,6 = menyatakan jelek KMO < 0,5 = menyatakan ditolak Untuk pengukuran kesesuaian data digunakan besarnya Measures of Sampling Adequacy (MSA). Kecukupan sampling setiap variabel dinyatakan cukup atau berhasil ditunjukan dengan nilai MSA yang berada diatas 0,5.

Quality Is Our Tradition

Tinjauan Pustaka

Bab II - 40

jika angka MSA dibawah 0,5 menunjukan bahwa item pertanyaan yang ada atau variabel harus dibuang dan pembuangannya harus sau persatu. Jika dalam proses pengolahan data terdapat lebih dari dua item pertanyaan yang nilai MSA-nya dibawah 0,5, pembuangan item pertanyaan dimulai dengan nilai MSA terkecil, kemudian dilakukan iterasi kembali dengan item pertanyaan yang telah dikurangi untuk melihat apakah masih terdapat nilai MSA dibawah 0,5. fungsi dari penghilangan nilai MSA dibawah 0,5 ini adalah untuk memperoleh faktor-faktor mana saja yang mengalami proses reduksi. 2. Ekstraksi Faktor Pada tahap ini dilakukan ekstraksi faktor yang bertujuan untuk mengekstraksi vriabel-variabel manifes sehingga membentuk variabel laten. Proporsi variansi yang tergabung dalam suatu faktor disebut sebagai komunalitas (jumlah kuadrat dari loefisien faktor-faktor kesamaan atau loading faktor) dan dapat dijadikan ukuran sejauh mana variansi variabel dapat diterangkan oleh variansi faktorfaktor. Kesamaan komunalitas tergantung dari banyaknya faktor yang diasumsikan, sedangkan untuk mempermudah proses penentuan jumlah faktor yang diekstraksi maka digunakan kriteria nilai eigen yang menyatakan nilai

Quality Is Our Tradition

Tinjauan Pustaka

Bab II - 41

komunalitas dari variabel penelitian untuk mewakili faktor yang terbentuk. Jadi dalam ekstraksi faktor terdapat dua besaran penting, yaitu komunalitas dan nilai eigen. Nilai komunalitas menunjukan proporsi variansi dari variabel-variabel yang dapat dijelaskan oleh faktor-faktor yang dapat diekstraksi, besarnya nilai komunalitas antara 0 dan 1. Nilai komunalitas yang cukup baik harus menunjukan nilai 1. Nilai eigen adalah nilai yang menggambarkan variansi dari variabel-variabel manifes, nilai ini menunjukan variabel manifes untuk mewakili variabel laten.

3.

Rotasi Faktor Rotasi faktor bertujuan untuk mengidentifikasi

variabel-variabel manifes sehingga dapat mempermudah interpretasi dalam menentukan variabel-variabel mana saja yang tercakup dalam suatu faktor. Rotasi yang digunakan adalah metode varimax. Metode varimax adalah proses mencari harga maksimum dari kontribusi variabel manifes pada suatu variabel laten dengan memperbesar variansi bobot faktor untuk suatu faktor dengan tujuannya adalah untuk mendapatkan harga maksimum dari

Quality Is Our Tradition

Tinjauan Pustaka

Bab II - 42

kontribusi variabel manifes pada salah satu variabel laten sehingga memudahkan interpretasi pada variabel laten tersebut. 4. Identifiksi Faktor Tahap ini merupakan tahap akhir analisis faktor, identifikasi faktor dilakukan untuk mengetahui variabel manives mana saja yang membentuk variabel laten. Variabel manifes yang memiliki bobot faktor yang lebih besar memiliki pengaruh yang lebih besar terhadap variabel laten. Untuk melakukan eliminasi terhadap variabel manifes, bobot faktor yang ditentukan dengan jumlah responden kurang dari 100 adalah |0,3|, sedangkan untuk jumlah responden lebih dari atau sama dengan 100 adalah |0,5| (Dillion dan Goldstein 84)

2.7 Analisis Multiregresi Linier


Dalam tahap ini data setiap variabel manifes yang telah membentuk variabel laten dijumlahkan kemudian dibagi dengan jumlah variabel manifes yang tergabung dalam variabel laten yang bersangkutan. Tujuan pengolahan ini adalah agar kontribusi setiap nilai antara variabel laten yang satu dengan yang lain sama besarnya. Dengan demikian kontribusi variabel independen terhadap variabel dependen menjadi lebih mudah untuk dibandingkan.

Quality Is Our Tradition

Tinjauan Pustaka

Bab II - 43

a. Proses kuadrat terkecil least square Metode ini mencari garis yang memiliki jarak ratarata terkecil dengan titik data yang diambil. Persamaan matematisnya adalah sebagai berikut :

Y = 0 + 1 X 1 + 2 X 2 + .... + k X k +
dimana : Y = variabel dependen X = variabel independen = error random 1k = koefisien kemiringan regresi

Tujuan dari proses kuadrat terkecil adalah untuk mencari koefisien kemiringan regresi untuk setiap variabel independen sehingga diketahui kontribusinya terhadap variabel dependen dari variabel independen yang satu dibandingkan dengan variabel independen yang lain. b. Perhitungan nilai R2, nilai t dan nilai F Ada beberapa notasi yang penting dalam analisi multi regresi linier yang pertama adalah nilai koefisien determinan (R2) nilai ini dipakai untuk menguji apakah variabel dependen bergantung secara linier terhadap variable independen. Nilai koefisien R2 diperoleh dengan rumus :

R2 =

SS Re gresi SStotal

R2 =

SStotal SS Re sidu SStotal

Dimana : SS Regresi = jumlah kuadrat regresi SS Residu = jumlah kuadrat error

Quality Is Our Tradition

Tinjauan Pustaka

Bab II - 44

SS Total = SS Regresi + SS Residu Koefisien ini menunjukan proporsi variabel total pada variabel dependen yang dijelaskan oleh model regresi. Koefisien multi korelasi R2 mempunyai nilai minimal 0 dan maksimal 1. nilai R2 yang mendekati 1 menunjukan bahwa variansi data variabel dependen dapat diterangkan secara linier oleh variabel independen. Akan tetapi nilai R2 yang mendekati nol bukan berarti variabel dependen tidak dapat dijelaskan oleh variabel independen, melainkan hubungan antara variabel dependen dan variabel independen tidak berhubungan linier. Nilai R2 ini perlu disesuaikan karena model persamaan biasanya
2

tidak

menggambarkan

populasi

sesungguhnya. Nilai R yang telah disesuaikan ini disebut R 2 adjusted (Ra2) yang dimiliki lebih mencerminkan kecocokan model dengan dunia nyata yang diwakilinya. Nilai Ra2, dapat diperoleh dari nilai R2 dengan rumus :

Ra 2 = R 2 k

(1 R 2 ) N k 1

dimana ; Ra =koefisien determinan ytang sudah disesuaikan k = banyaknya variabel independen dalam persamaan regresi N = ukuran sampel.

Quality Is Our Tradition

Tinjauan Pustaka

Bab II - 45

Nilai t digunakan untuk uji signifikansi koefisien regresi () terhadap model regresi yang diperoleh dengan

tingkat kepercayaan tertentu dapat ditentukan apakah nilai koefisien regresi yang diperoleh mempunyai pengaruh signifikansi terhadap nilai variabel dependen Nilai signifikansi F merupakan gambaran kesesuaian garis regresi dengan data sampel. Signifikansi F=0,1 memiliki arti bahwa data yang ada memiliki probabilitas penolakan data tersebut sesuai dengan persamaan regresi yang diperoleh adalah sebesar 0,1.

Quality Is Our Tradition

También podría gustarte