Está en la página 1de 8

BAB 1 PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang Pemanfaatan sungai-sungai di Indonesia sampai saat ini masih dianggap belum optimal. Kenyataan ini dapat dilihat dari pemanfaatan sungai yang sebagian besar hanya dipergunakan sebagai media transportasi dari satu daerah ke daerah lain karena dengan menggunakan jalur darat sangat sulit dilakukan. Selanjutnya sungai dipergunakan sebagai sumber mata pencaharian bagi masyarakat di daerah sepanjang aliran sungai. Sedangkan pemanfaatan sungai sebagai tempat wisata sungai, sumber air bersih, sumber tenaga listrik belum optimal untuk dikembangkan. Banyak hal yang mempengaruhi pengoptimalan sungai seperti bentuk topografi sungai, bentuk geometrik dan karakteristik material dasar. Pemanfaatan sungai untuk navigasi dan pertambahan aktivitas manusia pada umumnya memerlukan pengontrolan sungai dengan cara melakukan

perbaikan pengukuran perubahan sungai yang telah dilakukan. Hal ini karena banyak sungai mempunyai kecenderungan alam untuk berubah terus menerus pada alur sungainya, misalnya proses meander dan braided sungai dan pengaruh perkembangan di sekitarnya misalnya konstruksi jembatan, adanya perkotaan di sekitar sungai, tempat berlabuhnya kapal dan sebagainya, yang memerlukan alignmen sungai yang tetap pada beberapa tempat. Kegiatan tersebut dapat

meningkatkan erosi tanggul, erosi sekitar pilar jembatan, sedimentasi di saluran untuk navigasi, dan sebagainya, yang akan menyebabkan perubahan morfologi sungai secara alami. Fenomena alam di atas merupakan fenomena yang sangat kompleks. Usaha-usaha untuk mendekati fenomena tersebut hingga dapat dijadikan sebagai referensi solusi pendekatan dari permasalahan sungai di atas, adalah dengan melakukan penelitian-penelitian.

Model fisik atau matematika sering digunakan untuk memperkirakan perubahan morfologi sungai. Sampai sekarang sudah banyak model matematik morfologi satu dimensi yang dikembangkan. Biasanya model matematik satu dimensi tersebut untuk memperkirakan perubahan morfologi pada jangka waktu yang lama dan skala panjang. Untuk memprediksi pengaruh bend cut-off pada saluran yang digunakan untuk navigasi, pengaruh stabilitas alignment saluran , dan lain-lain, terhadap perubahan morfologi sungai diperlukan aplikasi model morfologi dua dimensi (horisontal). Demikian juga dengan adanya intake air, outlet, adanya anak sungai (tributary), pertemuan aliran (confluence), percabangan aliran (bifurcation) dan river bend, aplikasi model morfologi dua dimensi sangat relevan. Khususnya pada percabangan (bifurcation), perkiraan distribusi angkutan sedimen dan komposisi sedimen sangat penting. Hal ini karena distribusi dan komposisi sedimen akan mempengaruhi perkembangan morfologi sungai dalam jangka waktu lama. Selain pengembangan model dari satu dimensi ke dua dimensi, juga dikembangkan model morfologi berdasarkan jaringan sungainya (network river). Pada model morfologi jaringan sungai, terdapat pertemuan ataupun percabangan sungai. Di pertemuan sungai, terjadi penggabungan dua karakteristik aliran. Dengan penggabungan dua karakteristik aliran tersebut, banyak terjadi fenomenafenomena aliran, seperti terjadinya fenomena aliran balik, aliran separasi, aliran defleksi, kecepatan maksimum yang menyebabkan gerusan maksimum dan tinggi muka air yang fluktuatif. Untuk menyederhanakan perhitungan, pada umumnya perhitungan hidrolis dan morfologi sungai didasarkan pada asumsi menyamakan tinggi muka air yang terjadi di pertemuan sungai. Dengan menyamakan tinggi muka air yang terjadi di pertemuan sungai, padahal kenyataannya terjadi beda tinggi muka air, menyebabkan hasil perhitungan tidak sesuai dengan kondisi yang ada, dimana dengan hasil perhitungan yang tidak benar, bila digunakan dalam referensi perencanaan bangunan air, menyebabkan perencanaan yang dihasilkan tidak tepat. Penelitian yang telah dilakukan pada pertemuan saluran, pertama kali dikembangkan oleh Taylor (1944). Taylor mengaplikasikan model analitis untuk memprediksi tinggi muka air hulu anak sungai di pertemuan sungai. Kemudian

Webber dan Greated (1966), berdasarkan persamaan massa dan momentum, mengusulkan pendekatan teoritis untuk menyelesaikan rasio kedalaman air hulu anak sungai dengan kedalaman air hilir sungai utama (Liu, H. dkk, 2009). Modi dkk. menghitung ukuran daerah separasi (separation zone) menggunakan metode conformal mamping dengan asumsi inviscid dan aliran irotasional. Best dan Reid (1984) menganalisa geometri daerah separasi di pertemuan saluran yang meliputi panjang dan lebar maksimum daerah separasi. Dalam penelitiannya menunjukkan bahwa lebar dan panjang daerah separasi bertambah dengan bertambahnya debit dan sudut pertemuan (Kesserwani, G, 2008). Gurram dkk (1997) dan Hsu dkk (1998), membuat model matematika berdasarkan konservasi momentum dengan asumsi kedalaman air di hulu pertemuan sama. Shabayek mengusulkan model satu dimensi, subkritis dan steady, yang memasukkan batas internal, yaitu gaya geser dan gaya geser separasi. Selain model analitis tersebut, juga terdapat model numerik tiga dimensi yang dapat digunakan untuk mengetahui perilaku hidrolis pertemuan aliran seperti yang dilakukan oleh Pascale M. Biron dkk pada tahun 2004. Penelitian selanjutnya untuk aliran pada pertemuan sungai atau saluran mengembangkan alternatif-alternatif metode numerik yang dapat

memvisualisasikan fenomena yang terjadi pada pertemuan sungai mendekati fenomena yang terjadi di lapangan. Penelitian-penelitian yang disebutkan diatas berfokus pada perilaku hidrolis aliran pada pertemuan sungai atau saluran. Selain perilaku hidrolis, penelitian angkutan sedimen dan morfologi dasar sungai di pertemuan sungai juga dilakukan. J.L. Best, (1988), melakukan penelitian tentang angkutan sedimen dan perubahan dasar sungainya. Dalam penelitiannya, diperoleh hubungan sudut pertemuan dengan rasio maksimum kedalaman gerusan terhadap kedalaman aliran hulu saluran. R. Ghobadian (2007) meneliti tentang bentuk sedimentasi dan gerusan di pertemuan sungai. Pada penelitian R Ghobadian, untuk mengetahui bentuk sedimentasi dan gerusan di pertemuan sungai, Ghobadian menambahkan parameter yang berpengaruh selain sudut pertemuan, parameter yang berpengaruh adalah debit, material sedimen. Hasil penelitian yang diperoleh Ghobadian berupa persamaan untuk memperkirakan besarnya gerusan dan endapan yang terjadi di pertemuan saluran.

Pengembangan dan verifikasi dari hasil penelitian yang telah dilakukan masih sangat diperlukan. Hal ini disebabkan karena banyak perilaku aliran dan morfologi dasar sungai di pertemuan sungai yang harus diperhatikan, seperti akibat penggabungan aliran dari dua saluran menyebakan terjadi sedimentasi dan erosi yang dapat merubah morfologi sungai berupa percepatan terjadi erosi tebing sungai. Selain itu adanya daerah pemisahan (separation zone) di sebelah kiri tebing sungai di bagian hilir pertemuan, menyebabkan aliran vortex arah horisontal. Sedimen akan terakumulasi di daerah pemisahan (separation zone). Semakin besar sedimen yang terakumulasi menyebabkan kecepatan aliran di daerah bagian depan daerah separasi akan bertambah. Dengan bertambahnya kecepatan menyebabkan terjadinya gerusan semakin besar. Perilaku tersebut semakin lama akan menyebabkan terjadinya kelongsoran tebing di sebelah kanan tebing sungai dan sebuah meander akan terbentuk. Dengan memperhatikan perilaku aliran dan morfologi dasar sungai diharapkan dapat digunakan sebagai referensi dalam rekayasa sungai. Salah satu pertemuan sungai dapat dilihat pada Gambar 1-1 yaitu pertemuan Kali Brantras dan Kali Amprong. Gambar 1-1 merupakan pertemuan Kali Brantas dan Kali Amprong (hulu). Pada Gambar 1-1, dapat dilihat garis pertemuan aliran yang menimbulkan geseran antar aliran. Bagian hilir setelah pertemuan, lihat Gambar 1-2, terdapat daerah dimana mempunyai kedalaman yang tinggi dan rendah (dangkal). Daerah yang dangkal terdapat di bagian kanan aliran dekat tebing sungai. Sedangkan lokasi daerah yang dalam berada disekitar garis pertemuan aliran. Daerah dangkal di dekat tebing sungai merupakan daerah separation zone, sedangkan di garis pertemuan aliran terdapat bidang geser (shear plane). Pembentukan separation zone dan shear plane dipengaruhi oleh aliran yang masuk, sudut pertemuan dll. Oleh karena itu dalam disertasi ini dilakukan penelitian tentang karakteristik aliran dan sedimen yang terjadi di pertemuan sungai yang menyebabkan perubahan morfologi sungai tersebut.

Gambar 1-1. Pertemuan Kali Brantas dan Amprong (Hulu).

Gambar 1-2. Pertemuan Kali Brantas dan Kali Amprong (Hilir).

1.2. Perumusan Masalah Sebuah sungai alluvial adalah sebuah badan air yang mengalir melalui gravels, pasir (sands), lanau (silts) atau lempung (clays) yang diendapkan oleh aliran air (Holmes, 2003). Untuk sungai alluvial, geometri saluran dipengaruhi tidak hanya oleh aliran air tetapi oleh sedimen yang diangkut oleh air. Dalam permasalahan sungai alluvial, yang sangat menarik adalah pengertian kedinamisan aliran air dan angkutan sedimen dan kenyataan adanya ketergantungan antara

keduanya. Jika aliran berubah, angkutan sedimen akan berubah. Kemudian akan mempengaruhi geometri saluran (Holmes, 2003). Demikian pula halnya kejadian yang ada pada pertemuan sungai. Dengan adanya penambahan debit dan sedimen yang masuk dari anak sungai maka akan terjadi perubahan aliran dan angkutan sedimen pada sungai utamanya. Bila terjadi perubahan aliran dan angkutan sedimen maka akan menyebabkan perubahan morfologi sungai utama. Seberapa besar pengaruhnya terhadap perubahan

morfologi sungai utama dan bagaimana proses perubahannya, akan diteliti dalam penelitian ini. Berdasarkan semua uraian tersebut di atas, perumusan masalah disertasi dengan judul Karakteristik Aliran dan Sedimentasi di Pertemuan Sungai adalah : 1. Bagaimana karakteristik aliran yang terjadi di pertemuan sungai ? 2. Bagaimana pengaruh angkutan sedimen dan aliran yang terjadi pada perubahan morfologi di pertemuan sungai?

1.3. Tujuan dan Manfaat Penelitian Adapun tujuan dari penelitian ini adalah : 1. Untuk mengetahui perilaku aliran yang terjadi di pertemuan sungai. 2. Untuk mengetahui perubahan morfologi terutama dasar sungai akibat pertemuan aliran yang terjadi. Sedangkan manfaat dari penelitian ini adalah : 1. Dapat dimanfaatkan dalam pengaturan alur sungai. 2. Dapat dimanfaatkan dalam bidang perencanaan bangunan air. 3. Dapat dimanfaatkan untuk memprediksi perubahan morfologi dasar sungai di lokasi sebelum dan setelah pertemuan sungai.

1.4. Ruang Lingkup Ada dua tahap penelitian yang akan dilakukan, yaitu penelitian tentang perilaku hidrolis aliran di pertemuan sungai yang menimbulkan terbentuknya daerah separasi dan bidang geser dan perubahan morfologi dasar di pertemuan sungai meliputi erosi dan sedimentasi

Kedua tahap penelitian tersebut dilakukan di laboratorium, dengan menggunakan model fisik yang terdiri dari dua saluran berbentuk segiempat yang membentuk sudut dimana dalam penelitian ini menggunakan sudut sebesar 30. Adapun kerangka penulisannya adalah sebagai berikut : - BAB 1 berisi pendahuluan, terdiri dari latar belakang, rumusan masalah, tujuan dan manfaat penelitian, ruang lingkup penelitian. - BAB 2 berisi kajian pustaka, terdiri dari penelitian sebelumnya, landasan teori aliran dan sedimen, gerakan awal sedimen, kecepatan penurunan sedimen, angkutan sedimen, morfologi pertemuan sungai. - BAB 3 berisi metodologi penelitian, terdiri dari analisis, dan tahapan penelitian - BAB 4 berisi analisa dan pembahasan, terdiri dari karakteristik aliran dan perubahan morfologi di dasar pertemuan sungai. - BAB 5 Kesimpulan dan Saran. konsep penelitian, gap

Halaman ini sengaja dikosongkan

También podría gustarte