Está en la página 1de 25

BAB I PENDAHULUAN

1. Latar Belakang
Pendinginan telah dilakukan oleh manusia sejak lama. Proses ini dilakukan terutama untuk mendinginkan air atau bahan makanan. Bangsa Cina dan Italia mengambil es atau salju dan menyimpannya dengan jerami agar tidak mencair. Es tersebut kemudian digunakan untuk mendinginkan, sedangkan salju digunakan saat musim panas untuk mendapatkan kesegaran. Bangsa Mesir menampung air di bejana yang diletakkan di atap pada malam hari untuk mendapatkan air dingin. Dengan berkembangnya peradaban, berkembang pula cara pendinginan. Pendinginan yang dilakukan saat ini umumnya bertujuan untuk pengawetan bahan makanan ataupun untuk mendinginkan ruangan. Terdapat beberapa sistem ataupun siklus yang dapat digunakan untuk mendapatkan pendinginan ini, antara lain sistem jet uap, siklus absorpsi, siklus udara, pendinginan termoelektris, dan siklus kompresi uap. Siklus kompresi uap bekerja berdasarkan siklus Carnot. Siklus kompresi uap merupakan sistem yang paling sering digunakan dalam proses pendinginan karena dapat beroperasi pada suhu yang beragam dan efisiensi proses yang berlangsung mudah diketahui. Dalam siklus ini, panas akan diserap dan dilepaskan oleh fluida kerja sehingga didapatkan efek pendinginan. Adanya pertukaran panas menyebabkan pendinginan siklus kompresi uap dikategorikan sebagai pendinginan mekanis. Pada siklus kompresi uap, terdapat empat proses yang terjadi pada fluida pendingin, yaitu kompresi fluida pendingin berfase uap, kondensasi fluida pendingin berfase uap, ekpansi fluida pendingin berfase cair serta evaporasi fluida pendingin berfase cair. Dengan demikian siklus kompresi uap membutuhkan tiga komponen utama, yaitu heat exchanger, kompresor dan katup ekspansi. Terdapat dua jenis heat exchanger yang digunakan, yang pertama disebut sebagai evaporator dan berfungsi untuk mengambil panas dan yang kedua disebut sebagai kondensor yang berfungsi untuk membuang panas. Setiap komponen mesin pendingin

kompresi uap mempunyai parameter masing-masing untuk mengetahui efisien tidaknya proses yang terjadi pada komponen mesin pendingin tersebut.

2. Tujuan
Dalam makalah mengenai sistem pendingin ini memiliki beberapa tujuan yaitu : 1. Dapat mengetahui sejarah, jenis-jenis sistem pendingin, media pendingin, dan komponen utama dari system pendingin. 2. Dapat menganalisis kinerja dari sistem pendingin melalui grafik siklus kerja ideal mesin pendingin. 3. Dapat mengetahui dan menghitung sumber-sumber beban pendingin.

BAB II TEORI DASAR


1. Sejarah Mesin Pendingin
Sejarah teknik pendinginan berkembang sejalan dengan perkembangan peradaban manusia di wilayah sub-tropik. Secara alamiah, manusia yang tinggal di wilayah subtropik menyadari bahwa bahan pangan yang mudah rusak ternyata dapat disimpan lebih lama dan lebih baik pada saat musim dingin dibandingkan dengan pada saat musim panas. Kesadaran inilah yang memandu manusia pada saat itu mulai memanfaatkan es alam untuk memperpanjang masa simpan bahan pangan yang mudah rusak. Penggunaan es alam ini bahkan masih dilakukan hingga abad ke-20, dan bahkan menurut catatan IIR (Intenational Institute of Refrigeration) hingga awal abad ke-20 penggunaan es alam masih lebih banyak dibandingkan es buatan. Es alam adalah es yang dihasilkan tanpa peralatan refrigerasi, baik yang diperoleh dari sungai atau danau yang membeku pada musim dingin atau yang sengaja dibekukan secara alamiah akibat radiasi termal dari permukaan air ke langit. Di wilayah dengan kelembaban udara yang rendah, seperti Timur Tengah, sejarah pendinginan dimulai dengan pendinginan evaporatif, yaitu dengan menggantungkan tikar basah di depan pintu yang terbuka untuk mengurangi panasnya udara dalam ruangan. Pada abad ke-15, Leonardo da Vinci telah merancang suatu mesin pendingin evaporatif ukuran besar. Konon, mesin ini dipersembahkan untuk Beatrice dEste, istri Duke of Milan (Pita, 1981). Mesin ini mempunyai roda besar, yang diletakkan di luar istana, dan digerakkan oleh air (sekali-sekali dibantu oleh budak) dengan katup-katup yang terbuka-tutup secara otomatis untuk menarik udara ke dalam drum di tengah roda. Udara yang telah dibersihkan di dalam roda dipaksa keluar melalui pipa kecil dan dialirkan ke dalam ruangan. Perkembangan teknik pendinginan selanjutnya masih terjadi secara tidak sengaja, yaitu penggunaan larutan air-garam untuk mendapatkan suhu yang lebih rendah. Menurut

catatan Ibn Abi Usaibia, seorang penulis Arab, penggunaan larutan air-garam ini sudah dilakukan di India sekitar abad ke-4. Garam yang digunakan pada larutan tersebut adalah potasium nitrat, sebagaimana dicatat oleh seorang dokter Italia bernama Zimara pada tahun 1530 dan dokter Spanyol bernama Blas Villafranca pada tahun 1550. Fenomena pencampuran garam pada salju untuk mendapatkan suhu lebih rendah baru dapat dijelaskan oleh Battista Porta pada tahun 1589 dan Trancredo pada tahun 1607. Teknik pendinginan mulai berkembang secara ilmiah sejak abad ke-17, dimulai dari penelitian tentang pemantulan melalui efek panas dan dingin yang dilakukan oleh Robert Boyle (1627-1691) di Inggris dan Mikhail Lomonossov (1711-1765) di Rusia. Selanjutnya, penelitian mengenai termometri yang dimulai oleh Galileo dikembangkan kembali oleh Guillaume Amontons (1663-1705) di Perancis, Isaac Newton (1642-1727) di Inggris, Daniel Fahrenheit (1686-1736) orang German yang bekerja di Inggris dan Belanda, Ren de Raumur (1683-1757) di Perancis dan Anders Celsius (1701-1744) di Swedia. Tiga ilmuwan yang disebutkan terakhir merupakan penemu sistem skala pengukuran suhu, dan masing-masing namanya diabadikan pada sistem skala tersebut yaitu Fahrenheit, Reaumur dan Celsius. Setelah Anders Celsius menemukan

termometer skala centesimal pada tahun 1742 di Swedia, disepakati bahwa sistem skala yang digunakan pada Sistem Internasional adalah Celsius. Pada awal abad ke-18, William Cullen (1710-1790) menemukan terjadinya penurunan suhu pada saat ethyl ether menguap. Cullen, bahkan, pada tahun 1755 berhasil mendapatkan sedikit es dengan cara menguapkan air di labu uap. Murid dan penerus Cullen, yaitu seorang Scotland yang bernama Joseph Black (1728-1799) berhasil menjelaskan pengertian panas dan suhu, sehingga sering dianggap sebagai penemu kalorimetri. Bidang ini akhirnya dikembangkan dengan sangat baik oleh para ilmuwan Perancis, seperti Pierre Simon de Laplace (1749-1827), Pierre Dulong (1785-1838), Alexis Petit (1791-1820), Nicolas Clment-Desormes (1778-1841) dan Victor Regnault (1810-1878).

Perkembangan Mesin Pendingin Sistem Kompresi Uap Tulisan Sadi Carnot (1796-1832), seorang Perancis, yang sangat terkenal pada tahun 1824 menjadi inspirasi bagi banyak penelitian yang dilakukan mengenai berbagai konsep termodinamika dan sistem pendinginan, termasuk James Prescot Joule (Inggris, 1818-1889), Julios von Mayer (Jerman, 1814-1878), Herman von Helmholtz (Jerman, 1821-1894), Rudolph Clausius (Jerman, 1822-1888), Ludwig Boltzmann (Austria, 1844-1906), dan William Thomson (Lord Kelvin, Inggris, 1824-1907). Penemuan-penemuan di atas menjadi awal yang sangat berharga dalam sejarah penemuan mesin-mesin pendinginan dan zat-zat pendinginnya. Perkembangan ini dimulai dengan mesin pendingin mekanis, setelah seorang Amerika bernama Oliver Evans (1755-1819) mampu menjelaskan siklus refrigerasi kompresi uap. Pada tahun 1835, seorang Amerika lainnya yang bekerja di Inggris yaitu Jacob Perkins (1766-1849) berhasil mendapatkan paten untuk mesin pendingin temuannya yang bekerja berdasarkan siklus kompresi uap tersebut. Fluida kerja (refrigeran) yang digunakan Perkins pada mesin pendinginnya tersebut adalah ethyl ether. James Harrison (1816-1893), seorang Skotlandia yang pindah ke Australia, berhasil membuat mesin pendingin yang dapat bekerja dengan baik pada skala industrial. Mesin tersebut dipatenkan oleh Harrison pada tahun 1855, 1856, dan 1857. Mesin pendingin Harrison, yang diproduksi di Inggris, masih menggunakan ethyl ether sebagai fluida kerja, dan mampu menghasilkan es maupun larutan pendingin (refrigeran sekunder). Dengan ditemukannya mesin pendingin sistem kompresi uap, terjadi perkembangan yang cepat dalam penemuan zat-zat pendingin (refrigeran). Charles Tellier (18281913), seorang Perancis, memperkenalkan penggunaan dimethyl ehter sebagai refigeran. Pada tahun 1862, Tellier juga meneliti penggunaan amonia (NH3) sebagai refrigeran, meskipun penggunaannya secara luas pada skala industrial baru dapat dilakukan oleh seorang Jerman Carl von Linde (1842-1934). Refrigeran amonia masih banyak digunakan hingga sekarang, khususnya pada industri pembekuan pangan.

Thaddeus Lowe (1832-1913) mulai menggunakan karbon-dioksida (CO2) sebagai refrigeran. Meskipun sempat ditinggalkan, penggunaan karbon-dioksida belakangan ini kembali dikembangkan sebagai refrigeran yang ramah lingkungan. Sulfur-dioksida (SO2) pertama kali digunakan sebagai refrigeran oleh ahli fisika Swiss Raoul Pierre Pictet (1846-1929), tetapi akhirnya tidak digunakan lagi sesaat sebelum perang dunia II. Metil-klorida (Ch3Cl) juga digunakan oleh orang Perancis C. Vincent sebagai refrigeran pada tahun 1878, meskipun akhirnya hilang dari peredaran pada tahnun 1960an. Didasarkan pada hasil penelitian Swarts yang dilakukan selama kurun 1893-1907 di Ghent, suatu tim peneliti Frigidaire Corporation di Amerika, yang dipimpin oleh Thomas Midgley berhasil mengembangkan refrigeran fluoro-carbon pertama pada tahun 1930. Refrigeran fluoro-carbon dianggap sebagai refrigeran yang aman karena tidak bersifat toksik dan tidak mudah terbakar. Refrigeran CFC (chloro-fluoro-carbon) pertama, yaitu R12 (CF2Cl2) mulai dilepas ke pasar pada tahun 1931, diikuti dengan refrigeran HCFC (hidro-chloro-fluoro-carbon) pertama, yaitu R22 (CHF2Cl) pada tahun 1934. Pada tahun 1961, campuran azeotropik pertama, yaitu R502 (R22/R115), diperkenalkan ke pasar sebagai refrigeran. Refrigeran CFC, khususnya R12, dianggap sebagai zat yang sangat istimewa sebagai fluida kerja mesin pendingin sistem kompresi uap, hingga pemenang Nobel dari Amerika (F.S. Rowland dan M.J. Molina) mempublikasikan hasil penelitiannya pada tahun 1974. Rowland dan Molina menyimpulkan bahwa klorin yang dilepaskan oleh zat halogenasi hidrokarbon menyebabkan terjadinya perusakan lapisan ozon di angkasa. Untuk menganggapi temuan ini, pada tahun 1987 telah disepakati Protokol Montreal mengenai pelarangan penggunaan zat-zat yang bersifat merusak lapisan ozon. Refrigeran CFC dan HCFC termasuk pada kategori zat perusak ozon, sehingga penggunaannya sebagai refrigeran juga dilarang. Sebagai gantinya, disarankan

penggunaan HFC (hidro-fluoro-carbon), yaitu refrigeran yang dihalogenasi tapi tidak diklorinasi. Akan tetapi, refrigeran HFC, baik yang murni (R134a) maupun

campurannya (R410A, R407A, R404A, dll), juga menimbulkan efek lingkungan yaitu

pemanasan global. Pada Protokol Kyoto, yang ditanda-tangani pada 11 Desember 1997, refrigeran HFC termasuk zat yang dilarang peredarannya karena menyebabkan pemanasan global. Indonesia, sebagai negara yang ikut meratifikasi Protokol Montreal maupun Protokol Kyoto, berkewajiban untuk melaksanakan setiap fasal dalam protokol yang disepakati tersebut. Perkembangan lain dalam sistem kompresi uap adalah pada komponen peralatannya. Pada awalnya mesin pendingin sistem kompresi uap menggunakan kompresor dengan piston yang besar dan lambat, tetapi sejak akhir abad ke-19 berubah menjadi lebih ringan dan cepat. Pada tahun 1934 A. Lysholm berhasil mengembangkan kompresor ulir dengan rotor ganda di Swedia, sedangkan pada tahun 1967 B. Zimmern mengembangkan kompresor ulir rotor tunggal di Perancis. Kompresor scroll sebenarnya telah dipatenkan oleh seorang Perancis bernama Leon Creux pada tahun 1905, tetapi baru dapat dikembangkan pada tahun 1970-an. Kompresor sentrifugal dikembangkan atas dasar penelitian seorang Perancis bernama Auguste Rateau tahun 1890 dan orang Amerika bernama Willis Carrier tahun 1911. Kompresor hermetik dikembangkan untuk mengatasi kebocoran refrigeran oleh Father Audiffren pada tahun 1905 di Perancis, dan digunakan sangat banyak saat ini.

2. Sistem Pendingin
Refrigerasi merupakan suatu proses penarikan kalor dari suatu benda/ruangan ke lingkungan sehingga temperatur benda/ruangan tersebut lebih rendah dari temperatur lingkungannya. Kinerja mesin refrigerasi kompresi uap ditentukan oleh beberapa parameter, diantaranya adalah kapasitas pendinginan kapasitas pemanasan,daya kompresi, koefisien kinerja dan faktor kinerja.Sesuai dengan konsep kekekalan energi, panas tidak dapat dimusnahkan tetapi dapat dipindahkan.Sehingga refrigerasi selalu berhubungan dengan proses-proses aliran panas dan perpindahan panas. Pada dasarnya sistem refrigerasi dibagi menjadi dua, yaitu:

1. Sistem refrigerasi mekanik Sistem refrigerasi ini menggunakan mesin-mesin penggerak atau dan alat mekanik lain dalam menjalankan siklusnya. Yang termasuk dalam sistem refrigerasi mekanik di antaranya adalah: a. Siklus Kompresi Uap (SKU) b. Refrigerasi siklus udara c. Kriogenik/refrigerasi temperatur ultra rendah d. Siklus sterling 2. Sistem refrigerasi non mekanik Berbeda dengan sistem refrigerasi mekanik, sistem ini tidak memerlukan mesinmesin penggerak seperti kompresor dalam menjalankan siklusnya. Yang termasuk dalam sistem refrigerasi non mekanik di antaranya: a. Refrigerasi termoelektrik b. Refrigerasi siklus absorbsi c. Refrigerasi steam jet d. Refrigerasi magnetic dan Heat pipe

Dari sekian banyak jenis-jenis sistem refigerasi, namun yang paling umum digunakan adalah refrigerasi dengan sistem kompresi uap.Komponen utama dari sebuah siklus kompresi uap adalah kompresor, evaporator, kondensor dan katup expansi.

3. Media Pendingin
Refrigerant adalah zat yang mudah diubah wujudnya dari gas menjadi cair, ataupun sebaliknya. Jenis bahan pendingin sangat beragam. Setiap jenis bahan pendingin memiliki karakteristik yang berbeda. Bahan pendingin diantaranya yang dewasa ini banyak dan secara umum digunakan Refrigerant-11 (R-11), R-12, R-13, R-22, freon R12 dan R134A. Pada sistem mesin pendingin berfungsi sebagai media pendingin yang mengalami proses penguapan sekaligus menyerap panas.

3.1 Syarat Refrigerant (bahan pendingin) Suatu bahan pendingin mempunyai syaratsyarat untuk keperluan proses pendinginan antara lain : a. Tidak beracun dan tidak berbau dalam semua keadaan. b. Tidak dapat terbakar atau meledak bila bercampur dengan udara, minyak pelumas dan sebagainya c. Tidak menyebabkan korosi terhadap bahan logam yang dipakai pada sistem pendingin. d. Bila terjadi kebocoran mudah diketahui dengan alatalat yang sederhana maupun dengan alat detector kobocoran e. Mempunyai titik didih dan tekanan kondensasi yang rendah f. Mempunyai kalor laten penguapan yang besar, agar panas yang diserap evaporator sebesarbesarnya. g. Viskositas dalam fase cair maupun fase gas rendah agar aliran refrigeran dalam pipa sekecil mungkin. h. Harganya tidak mahal dan mudah diperoleh. i. Konduktifitas thermal yang tinggi. j. Konstanta dieletrika dari refrigeran yang kecil, tahanan lisrtrik yan besar, serta tidak menyebabkan korosi pada material isolator listrik. k. Tidak merusak tubuh manusia.

3.2 Jenis-Jenis Refrigerant a. Refrigeran Primer Refrigeran adalah zat yang berfungsi sebagai media pendingin dengan menyerap kalor dari benda atau bahan lain seperti air atau udara ruangan, sehingga refrigeran tersebut dapat dengan mudah merubah phasanya dari cair menjadi gas. Sedangkan pada saat terjadinya pelepasan kalor oleh refrigeran terjadi perubahan phasa dari gas bertekanan tinggi jenuh menjadi cair.Refrigeran primer yang biasa digunakan dapat digolongkan sebagai berikut : Senyawa Halokarbon

Refrigeran yang memiliki satu atau lebih atom dari salah satu halogen yang tiga (klirin, fluorin, bromin). Ketentuan bilangan, nama kimia, dan rumus kimia sejumlah anggota kelompok ini yang ditemukan diperdagangan Tabel 1. Senyawa Halokarbon Ketentuan Panorama R-11 R-12 R-13 R-22 R-40 R-113 R-114 Nama Kimia Rumus Kimia

Trikloromonofluorometana Diklorodifluorometana Monoklorotrifluorometana Monoklorodifluorometana Meniklorida Triklorotrifluoroetan Diklorotetrafluoroetana

CCl3F CCl2F2 CClF3 CHClF2 CCH3Cl CCl2FCClF2 CClF2CClF2

Senyawa Anorganik Senyawa anorganik sering digunakan pada masa awal perkembangan bidang refrigerasi dan pengkondisian udara. Tabel 2. Senyawa Anorganik Ketentuan Panorama 717 718 729 744 764 Nama Kimia Rumus Kimia

Amoniak Air Udara Karbondioksida Sulfur dioksida

NH3 H2O O2 CO2 SO2

Senyawa Hidrokarbon Banyak senyawa hidrokarbon yang cocok digunakan sebagai refrigeran, khususnya dipakai untuk industri perminyakan dan petrokimia.

Azeotrop Campuran Azeotrop dua substansi adalah campuran yang tidakdapat dipisahkan menjadi komponen-komponennya dengan caradestilasi. Azeotrop menguap dan mengembun sebagai substansitunggal yang sifatnya berbeda dengan sifat pembentukannya. Azeotrop yang paling banyak dikenal adalah R-502 yang merupakan campuran 48,8% R-22 dan 51,2% R-115. b. Refrigeran Sekunder Refrigeran sekunder adalah fluida yang mengangkut kalor dari bahan yang sedang didinginkan ke evaporator pada sistem refrigerasi. Refrigeran sekunder mengalami perubahan temperatur bila menyerap kalor dan membebaskannya pada evaporator, tetapi tidak mengalami perubahan phasa. Anti beku yang banyak digunakan adalah larutan air dan glikol etalin, glikol propelin, ataupun kalsium kloida. Salah satu sifat larutan anti beku yang penting adalah titik pembekuannya.

Berikut ini adalah jenis-jenis refrigran dan penggunaannya. Udara Penggunaan umum refrigran udara sebagai refrigran adalah di pesawat terbang, sistem udara yang ringan menjadi kompensasi bagi COP-nya yang rendah. Ammonia Jenis ini digunakan pada instalasi suhu rendah pada industri besar. Banyak sistem ammonia yang baru, mulai yang digunakan pada setiap tahun. Karbondioksida Refrigran ini kadang-kadang digunakan untuk pembekuan dengan cara sentuhan langsung dengan bahan makanan. Tekanan pengembunannya yang tinggi biasanya membatasi penggunaannya hanya pada bagian suhu yang rendah dalam sistem kaskada (Cascade), yang untuk bagian suhu tingginya digunakan refrigran lain.

Refrigran 11 Bersama dengan refrigran 113, refrigran ini populer untuk sistem-sistem kompresor tunggal. Refrigran 12 Refrigran ini terutama digunakan dengan kompressor torak untuk melayani refrigerasi rumah tangga dan didalam pengkondisian udara kendaraan otomotif. Refrigran 22 Karena biaya kompressor dapat lebih murah jika menggunakan refrigran 22 dibandingkan dengan refrigran 12, maka refrigran ini telah banyak mengambil peranan refrigran 12 untuk keperluan pengkondisian udara. Refrigran 502 Refrigran ini adalah jenis refrigran yang terbaru, dengan sejumlah keuntungan seperti yang dimiliki refrigran 22, tetapi mempunyai kelebihan dari sifatnya terhadap minyak, dan suhu buang (discharge temperature) yang lebih rendah dibanding refrigran 22.

Tabel 3. Sifat-sifat refrigerant yang biasa digunakan

4. Komponen Utama Mesin Pendingin

Gambar 1. System pendingin kompresi uap

4.1 Kompressor
Kompresor memompa bahan pendingin ke seluruh sistem. Gunanya adalah untuk menghisap gas tekanan rendah dan suhu terendah dari evaporator dan kemudian menekan/ memampatkan gas tersebut, sehingga menjadi gas dengan tekanan dan suhu tinggi, lalu dialirkan ke kondensor. Jadi kerja kompresor adalah untuk Menurunkan tekanan di evaporator, sehingga bahan pendingin cair di evaporator dapat menguap pada suhu yang lebih rendah dan menyerap lebih banyak panas dari sekitarnya. Menghisap gas bahan pendingin dari evaporator, lalu menaikkan tekanan dan suhu gas bahan pendingin tersebut, dan mengalirkannya ke kondensor sehingga gas tersebut dapat mengembun dan memberikan panasnya pada medium yang mendinginkan kondensor.

Ada tiga macam kompresor yang banyak dipakai pada mesin-mesin pendingin yaitu : Kompresor Torak, kompresinya dikerjakan oleh torak. Kompresor Rotasi, kompresinya dikerjakan oleh blade atau vane dan roller Kompresor Centrifugal, kompresor centrifugal tidak mempunyai alat-alat tersebut, kompresi timbul akibat gaya centrifugal yang terjadi karena gas diputar oleh putaran yang tinggi kecepatannya dan impeller. Ketiga macam kompresor mempunyai keunggulan masing-masing. Pemakaiannya ditentukan oleh besarnya kapasitas, penggunaannya, instalasinya dan jenis bahan pendingin yang dipakai.

4.2 Kondensor
Kondensor adalah suatu alat untuk merubah bahan pendingin dari bentuk gas menjadi cair. Bahan pendingin dari kompresor dengan suhu dan tekanan tinggi, panasnya keluar melalui permukaan rusuk-rusuk kondensor ke udara. Sebagai akibat dari kehilangan panas, bahan pendingin gas mula-mula didinginkan menjadi gas jenuh, kemudian mengembun berubah menjadi cair.

4.3 Evaporator
Evaporator adalah jaringan atau bentuk pipa yang dikonstruksi sedemikian rupa. Fungsinya sebagai alat pendingin. Pipa evaporator ada yang terbuat dari bahan tembaga, besi, alumanium atau dari kuningan. Namun kebanyakan terbuat dari alumanium dan besi. Kerusakan yang sering dijumpai pada evaporator adalah kebocoran pipa. Hamper semua kerusakan terjadi karena kebocoran sehingga mesin pendingin tidak mampu mendinginkan ruangan (pada kulkas adalah ruang pendingin). Adapun cara kerja evaporator adalah menguapkan gas yang masuk dari pipa condenser. Gas refrigerant dari kompresor masih dalam temperatur yang sangat tinggi. Artinya kalorinya (panasnya) dinaikkan. Setelah itu karena dorongan dari kompresor, ia mengalir masuk ke pipapipa kondensor. Di dalam pipa condenser ini, gas mengalami perubahan menjadi dingin. Selanjutnya mengalir

4.4 Katup Expansi


Expantion valve berguna untuk mengekspansikan cairan refrigeran yang mempunyai tekanan tinggi sampai tekanan rendah. Alat ini mgenatur supaya evaporator selalu mendapat suplai refrigeran sehingga diperleh efisiensi siklus yang optimal. Katup ekspansi yang digunakan pada AC split adalah pipa kapiler. Pipa kapiler dipasang sebagai pengganti katup ekspansi. Tahanan dari pipa kapiler inilah yang dipergunakan untuk mentrotel dan menurunkan tekanan. Diameter dan panjang pipa kapiler ditetapkan berdasarkan kapasitas pendinginan, kondisi operasi dan jumlah refrigeran dari mesin refrigerasi. Konstruksi pipa kapiler sangat sederhana, sehingga jarang terjadi gangguan. Pada waktu kompresor berhenti bekerja, pipa kapiler menghubungkan baguan tekanan inggi dengan bagian tekanan rendah, sehingga menyamakan tekanannya dan memudahkan start berikutnya.

5. Analisis Sistem Pendingin

Gambar 2. Skema komponen utama mesin pendingin siklus kompresi uap dengan P-h diagram

Pada proses 1-2, kompresor menaikkan tekanan uap refrigeran. Kenaikan tekanan ini diikuti dengan kenaikan temperatur uap refrigeran. Pada tingkat keadaan (TK) 2, uap refrigeran berada pada kondisi uap super-panas. qw = h 1 h2 dimana : qw = besarnya kerja kompresor (kJ/kg) h1 = entalpi refrigeran saat masuk kompresor (kJ/kg) h2= entalpi refrigeran saat keluar kompresor (kJ/kg)

Pada proses 2-3, uap refrigeran sebelum memasuki kondensor untuk mendapatkan pendinginan. Pendinginan pada kondenor terjadi akibat pertukaran panas antara uap refrigeran dengan udara lingkungan. qc = h2 h3 (2) dimana : qc = besarnya panas dilepas di kondensor (kJ/kg) h1 = entalpi refrigeran saat masuk kondensor (kJ/kg) h2= entalpi refrigeran saat keluar kondensor (kJ/kg)

Pada Proses 3-4 Refrigeran keluar dari kondensor pada TK 3 dalam kondisi cair jenuh, atau bisa juga pada kondisi cair sub-dingin. Refrigeran kemudian memasuki katup ekspansi. Katup ekspansi ini pada prinsipnya berupa penyempitan daerah aliran yang berakibat pada penurunan tekanan fluida secara drastis. Idealnya, refrigeran melalui katup ekspansi secara iso-enthalpi (isenthalpi). Proses expansi ini berlangsung secara isoentalpi. Hal ini berarti tidak terjadi perubahan entalpi tetapi terjadi drop tekanan dan penurunan temperatur, atau dapat dituliskan dengan: h3 = h 4 Proses penurunan tekanan terjadi pada katup expansi yang berbentuk pipa kapiler atau orifice yang berfungsi untuk mengatur laju aliran refrigeran dan menurunkan tekanan.

Pada Proses 4-1, refrigeran berada dalam kondisi campuran cair dan uap. Karena refrigeran berada pada tekanan jenuhnya (tekanan penguapan), maka dia akan mengalami penguapan; hukum alam menyatakan bahwa penguapan membutuhkan energi, terjadilah penyerapan energi termal dari luar evaporator yang menyebabkan efek refrigerasi oleh mesin pendingin. Besarnya kalor yang diserap oleh evaporator adalah: Qe = h1 h4 (4) dimana : qe= besarnya panas yang diserap di evaporator (kJ/kg) h1 = entalpi refrigeran saat keluar evaporator (kJ/kg) h2= entalpi refrigeran saat masuk evaporator (kJ/kg)

6. Beban Pendingin
6.1 Defenisi Beban Pendingin Beban pendinginan adalah aliran energi dalam bentuk panas. Perlu diulang kembali bahwa tugas unit pendingin adalah menjaga kondisi suatu ruangan agar berada pada suhu dan kelembaban tertentu yang umumnya lebih rendah dari temperatur dan kelembaban lingkungan luar. Jenis beban pendingin, dapat dibagi menjadi dua, yaitu panas sensible dan panas laten. Panas sensible adalah panas yang diterima atau dilepaskan suatu materi sebagai akibat perubahan suhunya. Panas laten adalah panas yang diterima atau dilepaskan suatu materi karena perubahan fasanya. Untuk lebih menjelaskan arti masing-masing panas ini, misalkan kita mendinginkan air dari 100oC sampai mejadi es 0oC. Panas yang diserap dari air mulai dari 100oC menjadi 0oC (masih tetap air) disebut beban sensible. Jika air yang suhunya sudah 0oC didinginkan lagi hingga akhirnya menjadi es, di sini tidak terjadi perubahan suhu, tetapi perubahan fasa. Panas yang diserap di sini disebut panas laten.

Gambar 2 Jenis beban pendingin pada udara luar (Himsar Ambarita,2010) 6.2 Sumber-Sumber Beban Pendingin Beban pendingin bagi suatu ruangan yang dikondisikan bisa berasal dari beberapa sumber. Sumber-sumber ini umumnya dibagi 2 bagian besar, yaitu beban yang berasal dari luar ruangan dan beban yang berasal dari dalam ruangan. Panas yang berasal dari luar ruangan antara lain: panas yang berpindah secara konduksi dari dinding, dari kaca, dari atap, dan dari jendela. Panas radiasi sinar matahari yang masuk dari material yang tembus pandang seperti bahan kaca dan plastic. Panas dari masuknya udara luar, yaitu udara ventilasi dan udara infiltrasi. Sementara sumber panas yang berasal dari dalam dapat berupa panas akibat lampu penerangan, panas dari mesin yang ada di ruangan, panas akibat peralatan memasak yang ada di ruangan, komputer, dll. Dan juga panas dari mahluk hidup yang ada di ruangan (manusia). Semua sumber-sumber panas ini akan dihitung beban yang diakibatkannya pada unit pendingin. 6.3 Analisa Beban Pendingin Menghitung beban pendingin pada prinsipnya adalah menghitung laju perpindahan panas yang melibatkan semua jenis perpindahan panas, yaitu: konduksi, konveksi, radiasi, penguapan, dan pengembunan. Adalah sangat sulit jika harus menghitungnya satu persatu pada waktu tertentu. Oleh karena itu dikenal banyak metode perhitungan

beban pendingin. Metode yang umum digunakan antara lain Transfer function method (TFM), Cooling Load Temperatur Difference (CLTD), dan Time-averaging

(TETD/TA). Dari ketiga cara ini, hanya CLTD yang menggunakan perhitungan sederhana sehingga dapat dilakukan secara manual. Sementara TFM dan TETD/TA adalah perhitungan yang dirancang untuk diselesaikan dengan menggunakan komputer. Sebelum melakukan perhitungan beban pendinginan pada suatu ruangan yang akan dikondisikan, data-data pendukung harus dikumpulkan. Data yang harus dimiliki sebelum melakukan perhitungan adalah sebagai berikut: 1. Lokasi bangunan dan arahnya 2. Konstruksi dari bangunan Informasi ini dibutuhkan untuk mendapatkan koefisien perpindahan panas menyeluruh dari konstruksi bangunan. 3. Kondisi di luar gedung, misalnya apakah ada pelindung misalnya pohon atau bangunan tinggi yang menghindari gedung dari paparan sinar matahari. 4. Kondisi design di dalam gedung, misalnya pada temperatur dan RH berapa gedung akan dikondisikan. 5. Jadwal penghuni di dalam gedung, misalnya jika pusat perbelanjaan pada pukul berapa terjadi kunjungan terbanyak, dll. 6. Jumlah lampu dan peralatan listrik yang dipasang di dalam gedung 7. Jadwal masuknya/beroperasinya peralatan-peralatan di dalam gedung 8. Kebocoran udara (infiltrasi) dan penambahan udara (ventilasi). Informasi-informasi ini akan digunakan sebagai parameter pada perhitungan dan atau untuk mencari parameter-parameter tambahan yang akan digunakan dalam perhitungan beban pendingin. Prosedur perhitungan beban pendingin dengan menggunakan metode CLTD adalah sebagai berikut:

6.4 Beban Pendingin dari Luar

a.

Panas konduksi dari dingin, atap, dan konduksi dari dinding yang berbahan kaca.

Dimana adalah beban pendingin (Watt) dan merupakan beban sensible. Sebagai catatan panas konduksi tidak mempunyai beban latent. U koefisien perpindahan panas untuk bahan dinding, atap dan kaca (Lihat Lampiran1 dan Lampiran 2 pada bagian ketiga catatan ini). CLTD adalah cooling load temperatur difference ditampilkan pada Tabel 30 dan Tabel 32 Bab 28 ASHARE (Bahan ini akan saya bagi beserta tulisan ini, disebut sebagai bahan kedua). Data pada table tersebut adalah untuk kondisi di USA pada 400LU di bulan July, sementara untuk yang bukan lintang itu harus dikoreksi dengan menggunakan persamaan berikut:

Nilai LM dapat dilihat pada Lampiran 3 (catatan bagian 3). Dan k adalah koreksi karena pengaruh warna = 1 (Gelap), =0,83 (medium), dan =0,65 (cerah). Tr = temperatur ruangan yang direncanakan,. Tm = temperatur udara luar maksimum (beda temperatur harian/2).

b.

Panas transmisi dari dinding kaca

Dimana A adalah luas penampang, dan SC adalah koefisien bayang (shading coefficient), gunakan tabel 4 pada lampiran. SCL adalah solar cooling load factor ditampilkan pada table 36 ASHARE Bab 28. Panas ini adalah panas sensible.

c.

Panas dari atap, partisi, dan lantai

Dimana U dihitung berdasarkan bahan atap dan lantai. To temperatur di luar ruangan yang dijaga pada temperatur.

6.5 Beban Panas dari Dalam Ruangan

a.

Panas dari tubuh manusia di dalam ruangan

Tubuh manusia dalam beraktivitas, selalu mengeluarkan panas ke udara sekelilingnya. Panas yang dilepaskan oleh tubuh manusia ini terdiri dari 2 jenis, yaitu panas sensible dan panas laten. Masing-masing panas ini dapat dihitung sebagai berikut:

Sensible heat gain dan Laten heat gain adalah perkiraan panas sensible dan panas laten yang dikeluarkan manusia dan sesuai umur dan aktivitasnya. Datanya ditampilkan pada Tabel 3. Dan N adalah jumlah manusia yang ada di ruangan. CLF adalah cooling load factor datanya ditampilkan pada Table 37.

b.

Panas dari Lampu/Penerangan

Lampu atau alat penerangan mengubah energi listrik menjadi cahaya, dan sebagian energi ini akan berubah menjadi panas. Sebagai catatan bola lampu akan terasa panas setelah dihidupkan beberapa lama. Besar panas yang dilepaskan bola lampu/penerangan ke lingkungan adalah panas sensible dan dapat dihitung dengan menggunakan persamaan:

Dimana W adalah daya total lampu, lighting use (dibuat pada table), special allowance factor, dan CLF adalah cooling load factor untuk lampu

c.

Panas dari motor listrik

Di dalam ruangan yang dikondisikan juga umumnya terdapat motor listrik, misalnya motor listrik yang membuat perputaran udara melalui evaporator. Contoh lain misalnya motor penggerak pompa air. Data pata Tabel 4 dapat digunakan langsung atau dapat dihitung dengan menggunakan persamaan berikut:

P adalah total daya motor, factor efisiensi, dan CLF adalah cooling load factor untuk motor d. Panas dari peralatan dapur dan memasak (Appliances)

Sudah dapat dipastikan kegiatan memasak di dapur akan memberikan beban pendingin ke dalam ruangan yang akan didinginkan. Besar beban ini dapat dihitung dengan menggunakan persamaan berikut :

e.

Panas dari udara ventilasi dan udara infiltrasi

Arti dari udara ventilasi dan infiltrasi telah dijelaskan di bagian atas, saat menjelaskan jenis beban pendingin di persamaan (1) dan persamaan (2). Persamaan yang lebih praktis yang dapat digunakan untuk menghitung panas sensible dan panas laten dari tambahan udara ventilasi ini adalah persamaan berikut ini :

Dan beban total adalah:

Dimana Q adalah laju aliran udara ventilasi.

BAB III PENUTUP


1.

Kesimpulan

Dari hasil penyusunan makalah tentang mesin pendingin, maka dapat disimpulkan : Komponen utama dari mesin pendingin : 1. Kompresor yaitu : alat yang digunakan untuk memampatkan uap bahan pendingin 2. Kondensor yaitu : alat yang digunakan untuk mengembunkan atau merubah uap bahan pendingin bertekanan tinggi menjadi cairan bahan pendingin bertekanan tinggi 3. Katup ekspansi Yaitu : alat yang digunakan untuk mengembangkan atau menurunkan tekanan cairan bahan pendingin
4.

Evaporator yaitu alat yang digunakan untuk menguapkan atau merubah cairan bahan pendingin bertekanan rendah menjadi uap bahan pendingin bertekanan rendah

Prinsip Kerja siklus mesin pendingin secara keseluruhan adalah sebagai berikut : 1 Larutan encer campuran zat penyerap dengan refrigeran (konsentrasi zat penyerap rendah) masuk ke generator pada tekanan tinggi. Di generator panas dari sumber bersuhu tinggi ditambahkan untuk menguapkan dan memisahkan refrigeran dari zat penyerap, sehingga terdapat uap refrigeran dan larutan pekat zat penyerap. Larutan pekat campuran zat penyerap mengalir ke absorber dan uap refrigeran mengalir ke kondensor. 2 Larutan pekat campuran zat penyerap dengan refrigeran (konsentrasi zat penyerap tinggi) kembali ke absorber melalui katup cekik. Penggunaan katup cekik bertujuan untuk mempertahankan perbedaan tekanan antara generator dan absorber.

Di kondensor, uap refrigeran bertekanan dan bersuhu tinggi diembunkan, panas dilepas ke lingkungan, dan terjadi perubahan fase refrigeran dari uap ke cair. Dari kondensor dihasilkan refrigeran cair bertekanan tinggi dan bersuhu rendah.

Tekanan tinggi refrigeran cair diturunkan dengan menggunakan katup cekik (katup ekspansi) dan dihasilkan refrigeran cair bertekanan dan bersuhu rendah yang selanjutnya dialirkan ke evaporator.

Di evaporator, refrigeran cair mengambil panas dari lingkungan yang akan didinginkan dan menguap sehingga terjadi uap refrigeran bertekanan rendah.

Uap refrigeran dari evaporator diserap oleh larutan pekat zat penyerap di absorber dan membentuk larutan encer zat penyerap. Jika proses penyerapan tersebut terjadi secara adiabatik, terjadi peningkatan suhu campuran larutan yang pada gilirannya akan menyebabkan proses penyerapan uap terhenti. Agar proses penyerapan berlangsung terus-menerus, absorber didinginkan dengan air yang mengambil dan melepaskan panas tersebut ke lingkungan.

Pompa menerima larutan cair bertekanan rendah dari absorber, meningkatkan tekanannya, dan mengalirkannya ke generator sehingga proses berulang secara terus menerus

DAFTAR PUSTAKA

Surdia, Tata Dan Saito Shinkoru. 1984. Pengetahuan Bahan Teknik.Jakarta : Pradnya Paramita. Nainggolan, Werlin. 1977. Termodinamika Teori dan Soal-Penyelesaian. Bandung : Armico. Holman, J.P. 1988. Perpindahan Kalor. Jakarta : Erlangga Sumanto.1989. Dasar-Dasar Mesin Pendingin. Yogjakarta : Andi Offset K, Handoko.1987. Alat Kontrol Mesin Pendingin. Jakarta : P.T. Ichtiar Baru Cooper, William D. 1999. Instrumentasi Elektronik dan Teknik Pengukuran. Jakarta : Erlangga Stoecker, W.F dan Jones, J.W. 1994. Refrigasi Dan Pengkondisian Udara. Jakarta : Erlangga Wuryani, Sri. 1995. Perpindahan Panas. Bandung. Penerbit Pusat Pengembang Pendidikan Politeknik.

También podría gustarte