Está en la página 1de 14

II-1

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pengertian Aspal
Aspal didefinisikan sebagai material berwarna hitam atau coklat tua, pada suhu
ruang berbentuk padat sampai agak padat. Jika dipanaskan sampai suhu tertentu aspal
akan mencair sehingga dapat membungkus partikel agregat pada waktu pembuatan aspal
beton atau masuk ke dalam pori-pori yang ada pada waktu penyiraman pada perkerasan
macadam atau pelaburan. Jika temperatur mulai turun, aspal akan mengeras dan mengikat
agregat pada tempatnya yang disebut dengan sifat thermoplastis (Sukirman, 1995).
Aspal yang umum digunakan yaitu aspal yang berasal dari destilasi minyak bumi
dan disamping itu pula mulai banyak juga dipergunakan aspal alam yang berasal dari
pulau Buton.
Aspal minyak yang dipergunakan dalam konstruksi perkerasan jalan raya
merupakan proses hasil residu dari destilasi minyak bumi, sering disebut aspal semen.
Aspal semen bersifat mengikat agregat pada campuran aspal beton dan memberikan
lapisan kedap air, serta tahan terhadap pengaruh asam, basa, dan garam.
Sebagai salah satu bahan konstruksi perkerasan lentur, aspal merupakan
komponen kecil yang umumnya hanya terdiri dari 4 % - 10 % berdasarkan berat atau 10
% - 15 % dari volume, namun merupakan komponen yang relatif mahal.
2.1.1 Jenis-jenis Aspal
Aspal yang digunakan sebagai bahan perkerasan jalan terdiri dari aspal alam dan
aspal buatan (Sukirman, 2003) :
1. Aspal alam
Merupakan aspal yang berasal dari proses alamiah, terdiri dari aspal danau
(aspal dari Bermudez, Trinidad) dan aspal gunung (aspal dari pulau Buton).
2. Aspal buatan
Aspal buatan dibuat dari minyak bumi, sebagai bahan baku pada umumnya
minyak bumi yang banyak mengandung aspal dan sedikit paraffin. Aspal buatan
terdiri dari aspal minyak, dan ter.
Menurut Sukirman (2003), aspal minyak dengan bahan dasar aspal dibedakan
menjadi :
1. Aspal Keras (Asphalt Cement)
Aspal jenis ini merupakan aspal murni, dimana sifat aspal ini ditunjukkan
melalui derajat kekerasan yang disebut penetrasi dan dapat diketahui melalui
II-2
percobaan penetrasi. Nilai penetrasi yang tinggi menunjukkan aspal tersebut semakin
lembek.
Jenis-jenis aspal semen berdasarkan nilai penetrasinya antara lain :
a. AC penetrasi 40/50, yaitu AC dengan penetrasi antara 40 - 50
b. AC penetrasi 60/70, yaitu AC dengan penetrasi antara 60 - 70, seperti pada
Tabel 2.1.
c. AC penetrasi 80/100, yaitu AC dengan penetrasi antara 80 - 100
d. AC penetrasi 120/150, yaitu AC dengan penetrasi antara 120 - 150
e. AC penetrasi 200/300, yaitu AC dengan penetrasi antara 200 - 300
Aspal keras dengan penetrasi rendah digunakan di daerah bercuaca panas atau
lalu lintas dengan volume tinggi, sedangkan aspal penetrasi tinggi digunakan untuk
daerah yang bercuaca dingin atau lalu lintas dengan volume sedang atau rendah. Di
negara kita umumnya digunakan AC penetrasi 60/70 atau AC penetrasi 80/100.
2. Aspal Cair / dingin (cut back asphalt)
Aspal cair merupakan suatu pencampuran aspal semen dengan bahan pencair
dari hasil penyulingan minyak bumi.
3. Aspal Emulsi (emultion asphalt)
Aspal emulsi adalah aspal yang lebih cair daripada aspal cair dan mempunyai
sifat dapat menembus pori-pori halus dalam batuan, yang tidak dapat dilalui oleh
aspal cair biasa.
2.1.2 Sifat Aspal
Aspal yang digunakan pada konstruksi perkerasan jalan berfungsi sebagai bahan
pengikat dan pengisi, hal ini berarti aspal harus mempunyai daya tahan terhadap cuaca
dan memberikan sifat elastis yang baik (Sukirman, 2003).

Sifat-sifat aspal adalah sebagai berikut :
1. Penetrasi, yaitu sifat yang menunjukkan tingkat kekerasan aspal.
2. Titik lembek (softening point), yaitu suhu dimana aspal mulai melembek. Aspal
merupakan material yang thermoplastis, berarti akan menjadi keras atau lebih kental jika
suhu berkurang dan akan menjadi lunak atau lebih cair jika suhu bertambah.
3. Titik nyala (flash point), yaitu suhu saat aspal mulai mengeluarkan api dalam
hitungan detik tertentu dan ketahanan aspal terhadap suhu panas.
4. Berat jenis, yaitu perbandingan berat aspal terhadap berat air sehingga dapat
diketahui kuantitas pemakaian aspal dalam pelaksanaan (banyaknya aspal dalam
campuran).
II-3
5. Kekentalan (viscosity), yaitu sifat yang menyatakan sulit mudahnya suatu bahan
(aspal) mengalir.
6. Kelekatan pada Bitumen, yaitu sifat yang menunjukkan baik tidaknya aspal melekat
pada batuan.
7. Kadar air, yaitu jumlah air yang terkandung dalam aspal.
8. Daktilitas, yaitu sifat plastis aspal dan kohesi dalam aspal sendiri.
9. Kelarutan dalam organik, yaitu sifat-sifat yang memastikan aspal tidak
tercampur dengan material luar.
Aspal dengan penetrasi 60/70 menurut spesifikasi BM.2005 dapat dilihat pada
Tabel 2.1.
Tabel 2.1 Spesifikasi Aspal Penetrasi 60/70
No Jenis Pemeriksaan
Spesifikasi BM.2005 aspal Penetrasi 60/70
Minimal Maksimal
1 Penetrasi (0,1 mm) 60 79
2 Titik Lembek (
0
C) 48 58
3 Titik Nyala (
0
C) 200 -
4 Titik Bakar (
0
C) 300 -
5 Kehilangan Berat - -
6 Daktilitas (cm) 100 -
7 Berat Jenis (gr/cm
3
) 1,0 -
Sumber : Departemen Pekerjaan Umum, 2005.
2.1.3 Karakteristik Aspal
Karakteristik aspal menurut Sukirman (2003), sebagai material perkerasan jalan
yang perlu diketahui adalah sebagai berikut :
1. Daya Tahan (Durability)
Daya tahan aspal adalah sifat yang menunjukkan kemampuan aspal untuk
mempertahankan sifat asalnya yang diakibatkan pengaruh cuaca atau iklim selama
masa pelayanan jalan. Sifat ini juga dipengaruhi oleh sifat agregat, campuran dengan
aspal, faktor pelaksanaan dan lain-lain.
2. Kekerasan Aspal
Sifat ini menunjukkan tingkat kekerasan aspal. Aspal pada proses pencampuran
dipanaskan dan dicampurkan dengan agregat, sehingga agregat dilapisi aspal. Pada
proses pelaksanaan selanjutnya, terjadi oksidasi yang menyebabkan aspal menjadi
getas (viskositas bertambah tinggi). Peristiwa perapuhan ini terus terjadi sampai masa
pelayanan selesai. Jadi selama masa pelayanan, aspal mengalami oksidasi dan
polimerisasi yang besarnya dipengaruhi juga oleh ketebalan aspal yang menyelimuti
agregat.
II-4
3. Kepekaan Terhadap Temperatur
Aspal merupakan material yang bersifat thermoplastis, artinya aspal akan
menjadi keras atau kental pada suhu rendah dan akan menjadi lunak atau cair pada
suhu tinggi. Kepekaan terhadap temperatur dari masing-masing aspal berbeda-beda
tergantung dari asalnya walaupun aspal tersebut dari jenis yang sama.
4. Adhesi dan Kohesi
Adhesi adalah sifat yang menunjukkan kemampuan aspal untuk mengikat
agregat sehingga menghasilkan ikatan yang baik antara aspal dengan agregat. Kohesi
adalah sifat yang menunjukkan kemampuan aspal untuk tetap mempertahankan
agregat tetap ditempatnya setelah terjadi pengikatan. Karakteristik-karakteristik
tersebut perlu diuji dan diperhatikan sehingga dapat digunakan sebagai bahan
konstruksi perkerasan jalan yang baik.
2.1.4 Kegunaan aspal
Menurut Direktorat Bina Marga (1976), aspal umumnya dipergunakan sebagai
material perkerasan jalan. Fungsi aspal didalam konstruksi jalan adalah sebagai berikut :
1. Mengikat batuan atau antara lapisan-lapisan konstruksi.
2. Membuat permukaan jalan menjadi kedap air (water proving).
3. Menambah stabilitas atau memberikan semacam bantalan pada batuan.
4. Menutup permukaan jalan hingga tidak becek dan berdebu.
2.2 Campuran Aspal Beton
2.2.1 Lapis Perkerasan
Menurut Suprapto (2000), perkerasan lentur (flexible pavement) merupakan jenis
perkerasan yang menggunakan bahan pengikat aspal dan konstruksinya terdiri dari
beberapa lapisan. Susunan lapisan perkerasan lentur terdiri dari surface course, base
course, dan subbase course. Masing-masing bisa terdiri dari satu lapis atau lebih, dan
kesemuanya digelar diatas permukaan tanah asli yang dipadatkan disebut subgrade.
1. Lapis permukaan (LP) atau surface course
Lapis permukaan adalah bagian perkerasan yang paling atas. Fungsi lapisan ini
meliputi :
a. Struktural
Ikut mendukung dan menyebarkan beban kendaraan yang diterima oleh
perkerasan, baik beban vertikal maupun beban horizontal (gaya geser). Untuk ini,
persyaratan yang harus dituntut adalah kuat, kokoh, dan stabil.
b. Nonstruktural
II-5
Yaitu lapis kedap air, mencegah masuknya air ke dalam lapisan perkerasan yang
ada di bawahnya, menyediakan permukaan yang tetap rata agar kendaraan dapat
berjalan dan memperoleh kenyamanan yang cukup dan membentuk permukaan
yang tidak licin, sehingga tersedia koefisien gerak yang cukup untuk menjamin
tersedianya keamanan lalu lintas.
2. Lapis pondasi atas (LPA) atau base course
Lapis pondasi atas adalah bagian dari perkerasan yang terletak antara lapis
permukaan dan lapis pondasi bawah.
Fungsi lapisan ini adalah :
a. Lapis pendukung bagi lapis permukaan.
b. Pemikul beban horizontal dan beban vertikal.
c. Lapis peresapan bagi lapis pondasi bawah.


3. Lapis pondasi bawah (LPB) atau subbase course
Lapis pondasi bawah adalah bagian perkerasan yang terletak antara lapis
pondasi dan tanah dasar. Fungsi lapisan ini adalah :
a. Menyebarkan beban roda.
b. Sebagai lapis peresapan.
c. Lapisan yang mencegah masuknya tanah dasar ke lapis pondasi.
d. Lapis pertama pada pembuatan perkerasan.
4. Tanah dasar (TD) atau subgrade
Tanah dasar atau subgrade adalah permukaan tanah semula, permukaan tanah
galian atau permukaan tanah timbunan yang dipadatkan dan merupakan tanah dasar
untuk perletakan bagian-bagian perkerasan lainnya.
2.2.2 Klasifikasi Campuran Aspal
Secara umum menurut spesifikasi BM.2005, campuran aspal panas dapat
diklasifikasikan dalam :
1. Latasir (sand sheet) kelas A dan B
Campuran ini ditujukan untuk jalan dengan lalu-lintas rencana kurang dari 0,5
juta ESA dan khususnya pada daerah dimana agregat kasar sulit diperoleh. Pemilihan
kelas A atau B terutama tergantung pada gradasi pasir yang digunakan.
2. Lataston (HRS)
Lataston terdiri dari dua macam campuran, yaitu lataston lapis pondasi (HRS-
Base) dan lataston lapis permukaan (HRS-Wearing Course). Ukuran maksimum
II-6
agregat masing-masing campuran adalah 19 mm. Lataston lapis pondasi (HRS-Base)
mempunyai proporsi fraksi agregat kasar lebih besar daripada lataston lapis
permukaan (HRS-Wearing Course). Campuran ini ditujukan untuk jalan dengan lalu-
lintas rencana kurang dari 1 juta ESA.
3. Laston (AC)
Laston (AC) terdiri dari tiga macam campuran, yaitu laston lapis aus (AC-WC),
laston lapis antara (AC-BC), dan laston lapis pondasi (AC-Base). Ukuran maksimum
agregat masing-masing campuran adalah 19 mm, 25,4 mm, dan 37,5 mm. Setiap jenis
campuran AC yang menggunakan bahan aspal polimer atau aspal dimodifikasi
dengan asbuton atau aspal multigrade disebut masing-masing sebagai AC-WC
Modified, AC-BC Modified, dan AC-Base Modified. Laston ditujukan untuk jalan
dengan lalu lintas rencana berkisar antara 1 - 10 juta ESA, sedangkan laston
dimodifikasi (AC modified) ditujukan untuk jalan dengan lalu lintas rencana lebih
besar dari 10 juta ESA (Departemen Pekerjaan Umum, 2005).
Tebal aktual campuran aspal yang dihampar harus sama atau lebih besar dari
tebal nominal rancangan yang ditentukan. Tebal nominal rencana ini dapat dilihat pada
Tabel 2.2.
Tabel 2.2 Tebal Nominal Minimum Lapisan Beraspal dan Toleransi
Jenis campuran Simbol Tebal Nominal
Minimum (cm)
Toleransi
Tebal (mm)
Latasir kelas A SS-A 1,5 2,0
Latasir kelas B SS-B 2,0 2,0
Lataston Lapis Aus HRS-WC 3,0 3,0
Lapis Pondasi HRS-Base 3,5 3,0

Laston
Lapis Aus AC-WC 4,0 3,0
Lapis Pengikat AC-BC 5,0 4,0
Lapis Pondasi AC-Base 6,0 5,0
Sumber : Departemen Pekerjaan Umum, 2005.
2.3 Agregat
Agregat atau batu, atau granular material adalah material berbutir yang keras dan
kompak. Istilah agregat mencakup batu bulat, batu pecah, abu batu, dan pasir. Pada
campuran beraspal agregat memberikan kontribusi sampai 90 %- 95 % terhadap
campuran, sehingga sifat-sifat agregat merupakan salah satu faktor penentu dari kinerja
campuran tersebut (Sukirman, 2003).
Sebagai bahan penyusun campuran menurut spesifikasi BM.2005, berdasarkan
ukuran partikel agregat dapat dibedakan atas:
II-7
1. Agregat Kasar
Fraksi agregat kasar yang digunakan adalah agregat yang tertahan ayakan No. 8
(2,36 mm). Agregat ini harus dipastikan bersih, keras, awet dan bebas dari lempung
ataupun bahan organik lain yang tidak dikehendaki. Agregat kasar berupa batu pecah
atau kerikil pecah sebaiknya dipersiapkan dalam ukuran nominal tunggal. Agregat
kasar haruslah mempunyai angularitas yaitu persen terhadap berat agregat yang lebih
besar dari 2,36 mm permuka bidang pecah satu atau lebih. Adapun ketentuan-
ketentuan yang disyaratkan dapat dilihat pada Tabel 2.3.
Tabel 2.3 Ketentuan Agregat Kasar
Pengujian Spesifikasi BM.2005 Nilai
Abrasi dengan mesin Los Angeles SNI 03-2417-1991 Maksimal 40 %
Angularitas (kedalaman dari
permukaan < 10 cm)
SNI 03-2417-1991
95/90 %
Angularitas (kedalaman dari
permukaan > 10 cm)
80/75 %
Partikel pipih dan lonjong ASTM D-4791 Maksimal 10 %
Material lolos Saringan No. 200 SNI 03-2417-1991 Maksimal 1 %
Sumber : Departemen Pekerjaan Umum, 2005.
2. Agregat Halus
Agregat halus yang digunakan merupakan pasir atau pengayakan batu pecah
(abu batu) yang lolos ayakan No. 8 (2,36 mm). Dalam pencampuran aspal persentase
maksimum agregat halus yang disarankan untuk Laston (AC) adalah 15 %. Sama
halnya dengan agregat kasar, agregat halus yang digunakan merupakan bahan yang
bersih, keras, bebas dari lempung ataupun bahan lainnya yang tidak dikehendaki
dapat dilihat pada Tabel 2.4.
Tabel 2.4 Ketentuan Agregat Halus
Pengujian Spesifikasi BM.2005 Nilai
Nilai Setara Pasir SNI 03-4428-1997 Minimal 50 %
Material lolos Saringan No.200 SNI 03-4142-1996 Maksimal 8 %
Angularitas (kedalaman dari
permukaan < 10 cm)
SNI 03-2417-1991
Minimal 45 %
Angularitas (kedalaman dari
permukaan > 10 cm)
Minimal 40 %
Sumber : Departemen Pekerjaan Umum, 2005.
II-8


2.4 Gradasi Agregat
Ukuran butiran agregat dan persentase berat dari setiap jenis agregat yang
diperlukan, ditentukan dalam persyaratan teknisnya. Menurut Sukirman (2003), gradasi
adalah susunan butiran agregat sesuai ukurannya. Ukuran butir agregat akan dapat
diperoleh melalui pemeriksaan analisis saringan. Gradasi agregat harus mempunyai jarak
terhadap batas-batas toleransi seperti terlihat pada Tabel 2.5.
Tabel 2.5 Gradasi Agregat Untuk Campuran Aspal Beton
Ukuran Ayakan
% Berat Yang Lolos
Latasir (SS) Lataston (HRS) Laston (AC)
ASTM (mm)
Kelas
A
Kelas
B
WC Base WC BC Base
1
37,5 100
1
25 100
Maks.9
0
1/4
19 100 100 100 100 100 90-100
1/2
12,5
90 -
100
90 -
100
90 -
100
Maks.9
0

3/8 9,5 90 - 100 75 - 85
65 -
100
Maks.9
0

No. 8 2,36
75 -
100
50 - 72 35 - 55 28 - 58 23 - 49 19 - 45
No. 16 1,18
No. 30 0,600 36 - 60 16 - 35
No.
200
0,075 10 - 15 8 - 13 6 - 12 2 - 9 4 - 10 4 - 8 3 - 7
Daerah Larangan Untuk Laston (AC)
ASTM (mm) WC BC Base
No. 4 4,75 - - 3,95
No. 8 2,36 39,1 34,6 28,6 -30,8
No. 16 1,18 25,6 -31,6 22,3 -28,3 18,1 -24,1
No. 30 0,600 19,1 -23,1 16,7 -20,7 13,6 -17,6
No. 0,800 15,5 13,7 11,4
II-9
200
Sumber: Departemen Pekerjaan Umum, 2005.
2.5 Serbuk Besi
2.5.1 Pengertian Serbuk Besi
Menurut Daryus (2008), serbuk besi adalah bagian dari hasil sisa potongan atau
sisa pembubutan besi tuang yang merupakan hasil pemakaian di industri. Ada tiga jenis
besi tuang yang banyak digunakan, yaitu besi tuang kelabu (grey cast iron), besi tuang
ulet atau besi tuang nodular (nodular cast iron) dan besi tuang putih (white cast iron).
Ketiga jenis besi tuang ini mempunyai komposisi kimia yang hampir sama. Pemakaian
besi pada industri menghasilkan limbah buangan berupa serbuk besi yang merupakan
hasil langsung dari sisa pembubutan dan pemotongan besi seperti Gambar 2.1.






Gambar 2.1 Serbuk Besi
2.5.2 Senyawa Utama Serbuk Besi
Secara umum kandungan kimia serbuk besi terdapat dalam Tabel 2.6.
Tabel 2.6 Kandungan Kimia Serbuk Besi
Kandungan Kimia Persentase ( % )
Silikon (Si) 1-3
Carbon (C) 2-4
Mangan (Mn) 0,8
Fospor (P) 0,1
Sulfur (S) 0,05
Besi (Fe) Sisa
Sumber : Besi Tuang, 2000.
2.6 Bahan Pengisi (Filler)
Menurur spesifikasi BM.2005, bahan pengsi (filler) adalah bahan pengisi yang
lolos saringan No. 200 tidak kurang dari 75 % terhadap beratnya dan mempunyai sifat
non plastis. Filler biasanya dipakai bahan-bahan seperti abu batu, kapur padaman, semen
II-10
(PC), dan bahan non plastis lainnya. Menurut Miharjo (1995), penggunaan bahan pengisi
campuran beton aspal adalah sebagai berikut :
1. Dapat berfungsi ganda dalam campuran beton aspal, yaitu sebagai bagian dari agregat
bahan pengisi akan mengisi rongga dan menambahkan bidang kontak antara butiran
agregat. Kemudian apabila dicampur dengan aspal bahan pengisi akan membentuk
pengikat sehingga akan meningkatkan kekuatan campuran.
2. Penambahan bahan pengisi pada aspal akan meningkatkan kosistensi aspal.
3. Viskositas campuran aspal bahan pengisi pada suhu tinggi sangat bervariasi pada
kisaran yang lebar, tergantung pada jenis bahan pengisi dan kadarnya.
4. Bahan pengisi yang berkonsentrasi tinggi akan menciptakan hasil yang baik antara
viskositas dengan pemadatan campuran.
5. Terdapat korelasi yang baik antara stabilitas campuran aspal dan kekentalan aspal
pada pemadatan campuran dengan kadar void yang sama.
Pada penelitian ini bahan pengisi (filler) yang digunakan dalam pencampuran
aspal beton adalah semen Padang tipe I.
2.7 Pengujian Marshall
Pengujian Marshall merupakan pengujian laboratorium untuk perkerasan yang
meliputi pengujian karakteristik campuran dan perencanaan kadar aspal optimum (KAO).
Menurut Sukirman (2003), kinerja aspal beton padat dapat ditentukan melalui pengujian
benda uji yang meliputi :
1. Penentuan berat volume benda uji
Pengujian nilai stabilitas, adalah kemampuan maksimum aspal beton padat
menerima beban sampai terjadi kelelehan plastis yang dinyatakan dalam mm atau
0,01 mm. Kemampuan lapisan perkerasan menerima beban lalu-lintas tanpa terjadi
perubahan bentuk seperti gelombang, alur, bleeding atau tanda-tanda lain yang
mengubah campuran. Stabilitas terjadi dari hasil geseran antar butir, penguncian antar
partikel dan daya ikat yang baik dari lapisan aspal. Stabilitas akan meningkat jika
kadar aspal bertambah, sampai mencapai nilai maksimum, dan setelah itu stabilitas
akan menurun.
2. Pengujian kelelehan (flow)
Adalah perubahan bentuk plastis dari beton aspal padat akibat adanya beban
sampai batas keruntuhan. Kelehan atau flow akan terus meningkat seiring
bertambahnya kadar aspal.
3. Perhitungan Marshall Quotient (MQ)
Adalah perbandingan antara nilai stabilitas dan flow.
II-11
4. Perhitungan berbagai jenis volume pori dalam beton aspal padat
Perhitungan sifat volumetrik dalam aspal beton padat diperoleh dari
perhitungan analitis. Adapun jenis volume pori tersebut adalah :
a. Volume pori dalam agregat campuran (VMA)
Merupakan banyaknya pori diantara butir-butir agregat didalam beton aspal padat
jika seluruh selimut aspal ditiadakan. VMA akan meningkat jika selimut aspal
lebih tebal, atau agregat yang digunakan bergradasi terbuka.
b. Volume pori dalam beton aspal padat (VIM)
Banyaknya pori yang berada dalam beton aspal padat atau banyaknya pori
diantara butir-butir agregat yang diselimuti aspal. VIM dinyatakan dalam persen
terhadap volume aspal beton. VIM dibutuhkan untuk tempat bergesernya butir-
butir agregat, akibat pemadatan tambahan yang terjadi oleh repetisi beban lalu
lintas. VIM yang terlalu besar akan mengakibatkan aspal beton padat berkurang
kekedapan airnya, sehingga berakibat meningkatnya proses oksidasi aspal yang
dapat mempercepat penuaan aspal dan akan menurunkan sifat durabilitas beton
aspal. VIM yang terlalu kecil akan mengakibatkan perkerasan mengalami
bleeding jika temperatur meningkat.
c. Volume pori antara butir agregat terisi aspal (VFA)
Banyaknya pori-pori antara butir agregat didalam aspal padat yang terisi oleh
aspal dinyatakan sebagai VFA. Dengan demikian aspal yang mengisi VFA
adalah aspal yang berfungsi untuk menyelimuti butir-butir agregat di dalam aspal
beton padat, atau dengan kata lain VFA merupakan persentase volume aspal
beton padat yang menjadi film atau selimut aspal.
Adapun ketentuan sifat-sifat campuran laston menurut spesifikasi BM.2005
dapat dilihat pada Tabel 2.7.





Tabel 2.7 Ketentuan Sifat-sifat Campuran Laston
Sifat-sifat Campuran
Laston
WC BC Base
II-12
Penyerapan Aspal (%) Max 1,2
Jumlah Tumbukan Per Bidang 75 112
Rongga Dalam Campuran (VIM) (%)
Min 3,5
Max 5,5
Rongga Dalam Agregat (VMA) (%) Min 15 14 13
Rongga Terisi Aspal (VFA) (%) Min 65 63 60
Stabilitas Marshall
Min 800 1500
Max - -
Kelelehan (mm) Min 3 5
Marshall Quotient (MQ) (kg/mm) Min 250 300
Stabilitas Marshall Sisa (%) setelah
perendaman 24 jam, 60
0
C
Min 75
Rongga Dalam Campuran (%) Pada
Kepadatan Membal (refusal)
Min 2,5
Sumber : Departemen Pekerjaan Umum, 2005.
2.8 Perhitungan Statistik
1. Rumus perhitungan statistik yang disyaratkan :
x =
n
x
..................................................................................................(2.1)
s = .....................................................................................(2.2)

Dimana :
: Nilai rerata
x : Nilai masing-masing pengamatan
s : Deviasi standar
n : Jumlah sampel


2. Analisis Varians
Menurut Harinaldi (2005), analisis varian adalah suatu teknik statistik yang
memungkinkan kita untuk mengetahui apakah dua atau lebih mean populasi akan
bernilai sama dengan menggunakan data dari sampel-sampel masing-masing
populasi. Dalam uji Anava, hipotesis nolnya adalah sampel-sampel yang diambil dari
1
) (
2

n
x x
x
II-13
populasi-populasi saling independen yang memiliki mean sama. Dengan kata lain,
hipotesis nol dan hipotesis alternatifnya :
Ho :
1
=
2
=
3
= ....... =
k
.
H
1
:

tidak seluruh mean populasi sama.
k : jumlah populasi yang dikaji.
Jika hipotesis Ho diterima, berarti F
hitung
yang didapat lebih kecil dari F
tabel
(F
hitung
< F
tabel
) . Namun apabila hipotesis H
1
diterima, jadi F
hitung
lebih besar dari F
tabel
(F
hitung
> F
tabel
) dan dapat disimpulkan bahwa sekurangnya terdapat satu mean
populasi yang berbeda dari populasi yang lainnya, serta F
tabel
terdiri dari taraf
signifikan 5 %. Untuk perhitungan analisis varians dapat dilihat pada tabel 2.8.
Tabel 2.8 Perhitungan Analisis Varians
Sumber Variasi dk JK KT F
hitung

Rata-rata
Antar Kelompok
Dalam Kelompok
1
k 1
(n
i
1)
Ry
Ay
Dy
R = Ry/1
A = Ay/(k 1)
D = Dy/( (n
i
1)

A/D
Total n
i

Sumber : Sudjana, 1992.
Ry =
i
n
j

2
, dengan J = J
1
+ J
2
+......+ J
k
.............................................. (2.3)
Ay = Ry
n
j
i

|
|
.
|

\
|

2
................................................................................ (2.4)
Dy = Y
2
Ry Ay............................................................................... (2.5)
Y
2
= J
1
2
+ J
2
2
+......+ J
k
2
.......................................................................... (2.6)

Dimana :
JK : Jumlah kuadrat
KT : Kuadrat tengah
dk : Derajat kebebasan
Ry : Variasi rata-rata
Ay : Antar kelompok
Dy : Dalam kelompok
Y
2
: Total
II-14
k : Jumlah perlakuan
Jk : Jumlah benda uji pada perlakuan k
F
hitung
: Nilai statistik F
ni : Jumlah benda uji ke i
2.9 Penelitian Sebelumnya
Banyak penelitian yang telah dilakukan dalam pemanfaatan pasir besi, sebagai
bahan pengganti sebagian semen. Selain pasir besi, penelitian juga pernah dilakukan pada
limbah terak besi sebagai pengganti sebagian filler pada campuran aspal beton.
Berdasarkan penelitian Suryadi (2007), pada penelitian beton pasir besi sebagai
bahan pengganti semen dengan jumlah fraksi pasir besi 10 %, 20 %, 30 %, 40 %, dan
50 % dari berat semen. Uji kuat tekan beton dilakukan pada umur 3, 7, 21, 28, 56 dan 90
hari. Dari hasil penelitian menunjukkan bahwa subsitusi 10 % pasir besi kuat tekannya
meningkat 9,34 %. Tegangan dan regangan dengan penambahan 10 % pasir besi juga
meningkat sekitar 10,25 % terhadap beton normal, sedangkan modulus elastisitas
meningkat 7,65 % dan poison rationya meningkat sekitar 14,16 %.
Selain pasir besi, penelitian juga pernah dilakukan pada terak besi oleh Piscesika
(2004) terhadap pengaruh penggunaan terak besi sebagai filler pada campuran aspal
beton dengan penambahan fraksi terak besi sebesar 0 %, 25 %, 50 %, 75 %, dan 100 %
dari berat agregat. Untuk karakteristik Marshall, penggunaan terak besi dengan kadar 50
% akan menaikkan nilai stabilitas maksimal pada kadar aspal 7 % yaitu 1.492,589 kg.

También podría gustarte