Está en la página 1de 24

Askep Penyakit Jantung Paru (Cor Pulmonal)

PENYAKIT JANTUNG PARU (KOR PULMONAL) A. Konsep Medis 1. Pengertian Menurut Irman Sumantri (2009), Kor pulmonal adalah terjadinya pembesaran dari jantung kanan (dengan atau tanpa gagal jantung kiri) sebagai akibat dari penyakit yang mempengaruhi struktur atau fungsi dari paru-paru atau vaskularisasinya. Pulmonary heart disease adalah pembesaran ventrikel kanan (hipertrofi dan/atau dilatasi) yang terjadi akibat kelainan paru, kelainan dinding dada, atau kelainan pada kontrol pernafasan. Tidak termasuk di dalamnya kelainan jantung kanan yang terjadi akibat kelainan

jantung kiri atau penyakit jantung bawaan. Pulmonary heart disease dapat terjadi akut maupun kronik. Penyebab pulmonary heart disease akut tersering adalah emboli paru masif, sedangkan pulmonary heart disease kronik sering disebabkan oleh penyakit paru obstruktif kronik (PPOK). Pada pulmonary heart disease kronik umumnya terjadi hipertrofi ventrikel kanan, sedangkan pada pulmonary heart disease akut terjadi dilatasi ventrikel kanan. Tidak semua pasien PPOK akan mengalami pulmonary heart disease, karena banyak usaha pengobatan yang dilakukan untuk mempertahankan kadar oksigen darah arteri mendekati normal sehingga dapat mencegah terjadinya Hipertensi Pulmonal. Pada umumnya, makin berat gangguan keseimbangan ventilasi perfusi, akan semakin mudah terjadi ganguan analisis gas darah sehingga akan semakin besar terjadinya Hipertensi Pulmonal dan pulmonary heart disease. Penyakit yang hanya mengenai sebagian kecil paru tidak akan begitu mempengaruhi pertukaran gas antara alveoli dan kapiler sehingga jarang menyebabkan terjadinya Hipertensi Pulmonal dan pulmonary heart disease. Tuberculosis yang mengenai kedua lobus paru secara luas akan menyebabkan terjadinya fibrosis disertai gangguan fungsi paru sehingga menyebabkan terjadinya pulmonary heart disease. Hipoventilasi alveoli sekunder akibat sleep apnea syndrome tidak jarang disertai dengan Hipertensi Pulmonal dan pulmonary heart disease Kronik. 1. Anatomi Dan Fisiologi

Saluran pernafasan bagian atas terdiri atas : 1. Lubang hidung (cavum nasalis ) Hidung dibentuk oleh tulang sejati (os) dan tulang rawan (kartilago). Hidung dibentuk oleh sebagian tulang sejati, sisanya terdiri atas kartilago dan jaringan ikat (connective tissue). Bagian dalam hidung merupakan suatu lubang yang dipisahkan menjadi lubang kiri dan kanan oleh sekat (septum). Rongga hidung mengandung rambut (fimbrie) yang berfungsi sebagai penyaring (filter) kasar terhadap benda asing yang masuk. Pada permukaan (mukosa) hidung terdapat epitel bersilia yang mengandung sel goblet. Sel tersebut mengeluarkan lender sehingga dapat menangkap benda asing yang masuk ke dalam saluran pernafasan. Kita dapat mencium aroma karena di dalam lubang hidung terdapat reseptor. Reseptor bau terletak pada cibriform plate, didalamnya terdapat ujung dari saraf krania I (nervous olfactorium) Hidung berfungsi sebagai jalan nafas, pengatur udara, pengatur kelembaban udara (humidifikasi), pengatur suhu, pelindung dan penyaring udara, indra pencium, dan resonator suara. Fungsi hidung sebagai pelindung dan penyaring dilakukan oleh vibrissa, lapisan lender, dan enzim lozosim. Vibrissa adalah rambut vestibulum nasi yang bertugas sebagai penyaring debu dan kotoran (partikel berukuran besar). Debu-debu kecil dan kotoran (partikel kecil) yang masih dapat melewati vibrissa akan melekat pada lapisan lender dan selanjutnya dikeluarkan oleh refleks bersin. Jika dalam udara masih terdapat bakteri (partikel sangat kecil), maka enzim lizosim yang menghancurkannya. 1. Sinus para nasal Sinus para nasalis merupakan daerah yang terbuka pada tulang kepala. Dinamakan sesuai dengan tulang tempat dia berada yaitu sinus frontalis, sinus ethmoidalis, sinus sphenoidalis, dan sinus maxilaris. Sinus berfungsi untuk : 1) 2) 3) Membantu menghangatkan dan humidifikasi Meringankan berat tulang tengkorak Mengatur bunyi suara manusia dengan ruang resonansi 1. Faring Faring merupakan pipa berotot berbentuk cerobong (+ 13 cm) yang letaknya bermula dari dasar tengkorak sampai persambungannya dengan esophagus pada ketinggian tulang rawan (kartilago) krikoid. Faring digunakan pada saat digestion (menelan) seperti pada saat bernafas. Berdasarkan letaknya faring dibagi menjadi tiga yaitu dibelakang hidung (nasifaring), belakang mulut (oro-faring), dan belakang (laringo-faring). 1. Laring Laring sering disebut dengan voice box dibentuk oleh struktur epitrlium lined yang berhubungan dengan faring (di atas) dan trakea (di bawah). Lring terletak di anterior tulang belakang (vertebra) ke-4 dan ke-6. Bagian atas dari esophagus berada di posterior laring.

Fungsi utama laring adalah untuk pembetukan suara, sebagai protek jalan nafas bawah dari benda asing dan untuk memfasilitasi proses terjadinya batuk. Laring terdiri atas : 1) 2) Eoiglotis : katup kartilago yang menutup dan membuka selama menelan. Glotis : lubang antara pita suara dan laring.

3) Kartilago tiroid : kartilago yang terbesar pada trachea, terdapat bagian yang membentuk jakun (adams apple). 4) Kartilago krikoid : cicin kartilago yang utuh di laring (terletak di bawah kartilago tiroid). 5) Kartilago aritenoid : digunakan pada pergerakan pita suara bersama dengan kartilago tiroid. 6) Pita suara : sebuah ligament yang dikontrol oleh pergerakan otot yang menghasilkan suara dan menempel pada lumen laring. Saluran pernafasan bagian bawah (tracheobronchial tree) terdiri atas : 1. Trachea Trachea merupakan perpanjangan dari laring pada ketinggian tulang vertebrae torakal ke-7 yang bercabang menjadi dua bronkus. Ujung cabang trachea disebut carina. Trachea bersifat sangat fleksibel, berotot dan memiliki panjang 12 cm dengan cincin kartilago berbentuk huruf C. pada cincin tersebut terdapat epitel bersilia tegak yang mengandung banyak sel goblet yang mensekresikan lender (mucus). 1. Bronchus dan bronkhiolus Cabang bronchus kanan lebih pendek, lebih lebar, dan cenderung lebih vertical daripada cabang yang kiri. Hal tersebut menyebabkan benda asing lebih mudah masuk ke dalam cabang sebelah kanan daripada cabang bronchus sebelah kiri. Segmen dan subsegmen bronchus bercabang lagi dan berbentuk seperti ranting masuk ke setiap paru-paru. Bronchus disusun oleh jaringan kartilago sedangkan bronkiolus yang berakhir di alveoli tidak mengandung kartilago. Tidak adanya kartilago menyebabkan bronkhiolus mampu menangkap udara, namun juga dapat mengalami kolaps. Agar tidak kolaps, alveoli dilengkapi dengan porus/lubang kecil yang terletak antar alveoli (kohn pores) yang berfungsi untuk mencegah kolaps alveoli. Saluran pernafasan mulai dari trakea sampai bronkiolus terminal tidak mengalami pertukaran dan merupakan area yang dinamakan anatomical dead space. Banyaknya udara yang berada dalam area tersebut adalah sebesar 150 ml. awal dari proses pertukaran gas terjadi di bronkeolus respiratorius. 1. Alveoli

Parenkim paru-paru merupakan area yang aktif bekerja dari jaringan paru-paru. Parenkim tersebut mengandung berjuta-juta unit alveolus. Alveolus merupakan kantong udara yang berukuran sangat kecil, dan merupakan akhir dari bronkhiolus respiratorius sehingga memungkinkan pertukaran O2 dan CO2. Seluruh dari unit alveoli terdiri dari bronkhiolus respiratorius, duktus alveolus, dan alveolar sacs. Fungsi utama dari unit alveolus adalah pertukaran O2 dan CO2 di antara kapiler pulmoner dan alveoli. 1. Paru-paru Paru-pau terletak pada rongga dada, berbentuk kerucut yang ujungnya berada di atas tulang iga pertama dan dasarnya berada pada diafragma. Paru-paru kanan mempunyai tiga lobus sedangkan paru-paru kiri mempunyai dua lobus. Kelima lobus tersebut dapat terlihat dengan jelas. Setiap paru-paru terbagi lagi menjadi beberapa subbagian menjadi sekita sepuluh unit terkecil yang disebut bronchopulmonary segments. Paru-paru kanan dan kiri dipisahkan oleh ruang yang sebut mediastinum. Jantung, aorta, vena cava, pembuluh paru-paru, esophagus bagian dari trachea dan bronchus, serta kelenjar timus terdapat pada mediastinum. Sirkulasi pulmoner Suplai darah ke dalam paru-paru merupakan suatu yang unik. Paru-paru mempunyai dua sumber suplai darah yaitu arteri bronkhialis dan arteri pulmonalis. Sirkulasi bronchial menyediakan darah teroksigenasi dari sirkulasi siatemik dan berfungsi memenuhi kebutuhan metabolism jaringan paru-paru. Arteri bronkhialis berasal dari aorta torakalis dan berjalan sepanjang dinding posterior bronchus. Vena bronkhialis akan mengalirkan darah menuju vena pulmonalis. Kendali pernafasan Fungsi mekanik pergerakan udara masuk dan keluar dari paru-pau dinamakan ventilasi. Mekanisme tersebut dilaksanakan oleh sejumlah komponen factor yang saling berinteraksi. Factor tersebut mengendalikan proses masuknya udara ke dalam paru-paru agar pertukaran gas dapat berlangsung. Factor yang dapat mengendalikan pernafasan adalah : 1. Factor local Kondisi paru itu sendiri dan dinding dada yang mengelilingi paru-paru, dimana keduanya berperan dalam pompa resiprokatif (timbale balik) yang disebut hembusan nafas. 1. Control medulla oblongata Sebagai pusat control pernafasan, terdapat daerah ritmik medulla oblongata yang terdiri dari neuron inspirasi dan ekspirasi. 1. Control pons Mengatur transisi dari fase inspirasi ke ekspirasi 1. Reflek hering breur

Reseptor yang mengatur tingkat peregangan paru-paru sebagai pelindung agar tidak terjadi pengembangan yang berlebihan. 1. Kendali korteks Kendali korteks terbatas yaitu hanya dapat mengubah ritmik sebagai proteksi terhadap paruparu. 1. Efek latihan jasmani Olahraga berat menyebabkan penggunaan O2 lebih besar dan poduk CO2 lebih besar pula. 1. efek altitude/ ketinggian tempat ketinggian akan menyebabkan penurunan tekanan oksigen atmosfer, akibatnya seseorang yang berada pada tempat tinggi akan mengalami peningkatan ritme nafas, denyut jangtung, dan kedalaman pernafasan yang lazim terlihat pada seseorang yang sedang melakukan aktivitas. Fisiologi pernafasan Proses respirasi dapat dibagi menjadi tiga proses utama : 1. ventilasi pulmonal adalah proses keluar masuknya udara dan atmosfer dal alveoli paru-paru 2. difusi adalah proses pertukaran O2 dan Co2 antara alveoli dan darah 3. transfortasi adalah proses beredarnya gas dalam darah dan cairan tubuh ked an dari sel-sel Proses fisiologi respirasi dibagi menjadi tiga stadium yaitu : 1. difusi gas-gas antara alveolus dengan kapiler paru-paru dan darah sistemik dengan sel-sel jaringan. 2. Distribusi darah adalah sirkulasi pulmoner dan penyesuaiannya dengan distribusi udara dalam alveolus-alveolus. 3. Reaksi kimia dan fisik O2 dan CO2 dengan darah Proses repirasi eksternal 1. Ventilasi Udara bergerak masuk dan keluar dari paru-paru dikarenakan adanya selisih tekanan udara di atmosfer dan alveolus dan didukung oleh kerja mekanik otot-otot. Selama inspirasi, volume rongga dada bertambah besar karena diafragma turun dan iga terangkat akibat kontraksi beberapa otot. Otot serratus, otot skaleneus, dan otot interkostalis eksternus berperan mengangkat iga, sedangkan otot sternokleidomastoideus mengangkat sternum ke atas. 1. Difusi

Stadium kedua proses respirasi mencakup proses difusi gas-gas melintasi membrane antara alveolus-kapiler yang tipis. Kekuatan pendorong untuk pemindahan ini adalah selisih tekanan parsial antara darah dan fase gas. Tekanan O2 dalam atmosfer sama dengan tekanan laut yakni + 149 mmHg. Pada waktu O2 diinspirasi dan sampai pada alveolus, tekanan parsial ini mengalami penurunan sampai sekitar 103 mmHg sebagai akibat dari udara yang tercampur dengan ruang rugi anatomis pada saluran udara dan dengan uap air. 1. Transportasi Transportasi gas antar paru-paru dan jaringan meliputi proses-proses berikut ini : 1) Transport oksigen dalam darah

Sistem pengangkutan O2 dalam tubuh terdiri atas paru-paru dan sistem kardiovaskuler. 2) 3) Transport karbonsioksida dalam darah Kurva disosiasi oksihemoglobin

Oksihemoglobin adala struktur terikatnya oksigen pada hemoglobin. 1. Etiologi Banyak penyakit yang mempengaruhi paru dan hubungan dengan hipoksemia dapat menyebabkan kor pulmonal disebabkan oleh hal-hal berikut ini. 1. Penyakit paru-paru merata Terutama emfisema, bronchitis kronis (COPD), dan fibrosis akibat TB 1. Penyakit pembuluh darah paru Terutama thrombosis dan embolus paru dan fibrosis akibat penyinaran yang menyebabkan penurunan elastisitas pembuluh darah paru. 1. Hipoventilasi alveolar menahun Yaitu semua penyakit yang menghalangi pergerakan dada normal, seperti : 1) 2) Penebalan pleura bilateral Kelainan neuromuskuler, misalnya poliomyelitis dan distrofi otot

3) Kifoskoliosis yang mengakibatkan penurunan kapasistas rongga torak sehingga pergerakan torak berkurang 1. Penyebab penyakit pulmonary heart disease antara lain :

1) Penyakit paru menahun dengan hipoksia : a) b) c) d) e) 2) Penyakit paru obstrutif kronik, Fibrosis paru, Penyakit fibrokistik, Cryptogenic fibrosing alveolitis, Penyakit paru lain yang berhubungan dengan hipoksia Kelainan dinding dada : Kifos koliosis, torakoplasti, fibrosis pleura Penyakit neuromuscular 3) Gangguan mekanisme control pernafasan : Obesitas, hipoventilasi idopatik, Penyakit serebro vascular. 4) Obstruksi saluran nafas atas pada anak : a) Hipertrofi tonsil dan adenoid. 5) Kelainan primer pembuluh darah : Hipertensi pulmonale primer emboli paru berulang dan vaskulitis pembuluh darah paru. (nuzulul-fkp09.web.unair.ac.id) 1. Klasifikasi Secara umum kor pulmonal di bagi menjadi dua jenis, yaitu sebagai berikut 1. Kor pulmonal akut Yaitu dilatasi mendadak dari ventrikel kanan dan dekompensasi. Etiologi : embolus multiple pada paru-paru atau massif yang secara mendadak akan menyumbat aliran darah dan ventrikel kanan. Gejala : biasanya segera di susul oleh kematian, Terjadi dilatasi dari jantung kanan. 1. Kor pulmonal kronik Merupakan jenis kor pulmonal yang paling sering terjadi. Dinyatakan sebagai hipertropi ventrikel kanan akibat penyakit paru atau pembuluh darah atau adanya kelainan pada torak, yang akan menyebabkan hipertensi dan hipoksia sehingga terjadi hipertropi ventrikel kanan.

Mekanisme terjadinya hipertensi pulmonale pada cor pulmunale dapat di bagi menjadi 4 kategori yaitu : 1. Obstuksi Terjadi karena adanya emboli paru baik akut maupun kronik. Chronic Thromboembolic Pulmonary Hypertesion (CTEPH) merupakan salah satu penyebab hipertensi pulmonale yang penting dan terjadi pada 0.1 0.5 % pasien dengan emboli paru. Pada saat terjadi emboli paru, system fibrinolisis akan bekerja untuk melarutkan bekuan darah sehingga hemodinamik paru dapat berjalan dengan baik. Pada sebagian kecil pasien system fibrinolitik ini tidak berjalan baik sehingga terbentuk emboli yang terorganisasi disertai pembentukkan rekanalisasi dan akhirnya menyebabkan penyumbatan atau penyempitan pembuluh darah paru. 1. Obliterasi Penyakit intertisial paru yang sering menyebabkan hipertensi pulmonale adalah lupus eritematosus sistemik scleroderma, sarkoidosis, asbestosis, dan pneumonitis radiasi. Pada penyakit-penyakit tersebut adanya fibrosis paru dan infiltrasi sel-sel yang prodgersif selain menyebabkan penebalan atau perubahan jaringan interstisium, penggantian matriks mukopolisakarida normal dengan jaringan ikat, juga menyebabkan terjadinya obliterasi pembuluh paru. 1. Vasokontriksi Vasokontriksi pembuluh darah paru berperan penting dalam pathogenesis terjadinya hipertensi pulmonale. Hipoksia sejauh ini merupakan vasokontrikstor yang paling penting. Penyakit paru obstruktif kronik merupakan penyebab yang paling di jumpai. Selain itu tuberkolosis dan sindrom hipoventilasi lainnya misalnya sleep apnea syndrome, sindrom hipoventilasi pada obesitas, dapat juga menyebabkan kelainan ini. Asidosis juga dapat berperan sebagai vasokonstriktor pembuluh darah paru tetapi dengan potensi lebih rendah. Hiperkapnea secara tersendiri tidak mempunyai efek fasokonstriksi tetepi secara tidak langsung dapat meningkatkan tekanan arteri pulmunalis melalui efek asidosisnya. Eritrositosis yang terjadi akibat hipoksia kronik dapat meningkatkan vikositas darah sehingga menyebabkan peningkatan tekanan arteri pumonalis. 1. Idiopatik Kelainan idiopatik ini di dapatkan pada apsien hipertensi pulmonale primer yang di tandai dengan adanya lesi pada arteri pumonale yang kecil tanpa di dapatkan adanya penyakit dasar lainnya baik pada paru maupun pada jantung. Secara histopatologis di dapatkan adanya hipertrofitunikamedia, fibrosistunikaintima, lesi pleksiform serta pembentukan mikro thrombus. Kelainan ini jarang di dapat dan etiologinya belum di ketahui Waupun sering di kaitkan dengan adanya penyakit kolagen, hipertensi portal, penyakit autoimun lainnya serta infeksi HIV. 1. Patofisiologi Beratnya pembesaran ventrikel kanan pada kor pulmonal berbaring lurus dengan fungsi pembesaran dari peningkatan afterload. Jika resistensi vaskuler paru meningkat dan relative

tetap, seperti pada penyakit vaskuler atau parenkim paru, peningkatan curah jantung sebagaimana terjadi pada pengerahan tenaga fisik, maka dapat meningkatkan tekanan arteri pulmonalis secara bermakna. Afterload ventrikel kanan secara kronik meningkat jika volume paru membesar, seperti pada penyakit COPD, pemanjangan pembuluh paru, dan kompresi kapiler alveolar. Pathway

Penyakit paru dapat menyebabkan perubahan fisiologis dan pada suatu waktu akan mempengaruhi jantung serta menyebabkan pembesaran ventrikel kanan. Kondisi ini sering kali menyebabkan terjadinya gagal jantung. Beberapa kondisi yang menyebabkan penurunan oksigenasi paru dapat mengakibatkan hipoksemia (penurunan PaO2) dan hiperkapnea (peningkatan PaO2), yang nantinya akan mengakibatkan insufisiensi ventilasi. Hipoksia dan hiperkapnea akan menyebabkan vasokontriksi arteri pulmonal dan memungkinkan terjadinya penurunan vaskularisasi paru seperti pada emfisemi dan emboli paru. Akibatnya akan terjadi peningkatan tahanan pada sistem sirkulasi pulmonal, yang akan menjadikannya hipertensi

pulmonal. Tekanan rata-rata pada arteri paru (arterial mean pressure) adalah 45 mmHg, jika tekanan ini meningkat dapat menimbulkan kor pulmonal. Ventrikel kanan akan hipertropi dan mungkin diikuti oleh gagal jantung kanan. 1. Manifestasi Klinik Gejala klinis yang muncul pada klien dengan penyakit kor pulmonal adalah sebagai berikut. 1. Sesuai dengan penyakit yang melatarbelakangi, misalnya COPD akan menimbulkan gejala nafas pendek, dan batuk. 2. Gagal ventrikel kanan akan muncul, distensi vena leher, liver palpable , efusi pleura, asites, dan murmur jantung. 3. Sakit kepala, confusion, dan somnolen terjadi akibat peningkatan PCO2. Informasi yang di dapat bisa berbeda-beda antara satu penderita yang satu dengan yang lain tergantung pada penyakit dasar yang menyebabkan pulmonary heart disease. 1. Kor-pumonal akibat Emboli Paru : sesak tiba-tiba pada saat istirahat, kadang-kadang didapatkan batuk-batuk, dan hemoptisis. 2. Kor-pulmonal dengan PPOM : sesak napas disertai batuk yang produktif (banyak sputum). 3. Cor pulmonal dengan Hipertensi Pulmonal primer : sesak napas dan sering pingsan jika beraktifitas (exertional syncope). 4. Pulmonary heart disease dengan kelainan jantung kanan : bengkak pada perut dan kaki serta cepat lelah. Gejala predominan pulmonary heart disease yang terkompensasi berkaitan dengan penyakit parunya, yaitu batuk produktif kronik, dispnea karena olahraga, wheezing respirasi, kelelahan dan kelemahan. Jika penyakit paru sudah menimbulkan gagal jantung kanan, gejala gejala ini lebih berat. Edema dependen dan nyeri kuadran kanan atas dapat juga muncul. Tanda- tanda pulmonary heart disease misalnya sianosis, clubbing, vena leher distensi, ventrikel kanan menonjol atau gallop ( atau keduanya), pulsasi sternum bawah atau epigastrium prominen, hati membesar dan nyeri tekan, dan edema dependen. Gejala- gejala tambahan ialah: Sianosis, Kurang tanggap/ bingung, Mata menonjol 1. Pemeriksaan Penunjang 1. Pemeriksaan radiologi Perluasan hilus dapat dinilai dari perbandingan jarak antara permulaan percabangan pertama arteri pulmonalis utama kanan dan kiri dibagi dengan diameter transversal torak. Perbandingan > 0,36 menunjukkan hipertensi pulmonal. Batang pulmonal dan hilus membesar 1. Ekokardiografi Memungkinkan pengukuran ketebalan dinding ventrikel kanan, meskipun perubahan volume tidak dapat diukur, teknik ini dapat memperlihatkan pembesaran kavitas ventrikel kanan

dalam yang menggambarkan adanya pembesaran ventrikel kiri. Septum interventrikel dapat bergeser ke kiri. 1. Magnetic resonance imaging (MRI) Berguna untuk mengukur massa ventrikel kanan, ketebalan dinding, volume kavitas, dan fraksi ejeksi. 1. Biopsi paru Dapat berguna untuk menunjukkan vaskulitis pada beberapa tipe penyakit vaskuler paru seperti penyakit vaskuler kolagen, arthritis rheumatoid, dan Wegener granulomatosis. 1. Penatalaksanaan Medis Tujuan dari penatalaksanaan adalah peningkatan ventilasi klien dan mengobati penyakit yang melatarbelakangi beserta manifestasi dari gagal jantungnya. Secara umum penatalaksanaan medis yang dapat dilakukan adalah sebagai berikut. 1. Pada klien dengan penyakit asal COPD dapat diberikan O2 pemberian O2 sangat dianjurkan untuk memperbaiki pertukaran gas dan menurunkan tekanan arteri pulmonal dan tahanan vaskuler pulmonal. 2. Bronchial hygiene, diberikan obat golongan bronkodilator. 3. Jika terdapat gejala gagal jantung, maka harus memperbaiki kondisi hipoksemia dan hiperkapnea. 4. Bedrest, diet rendah sodium, dan pemberian diuretic 5. Digitalis, bertujuan untuk meningkatkan kontraktilitas dan menurunkan denyut jantung, selain itu juga mempunyai efek digitalis ringan. 6. Komplikasi Komplikasi dari pulmonary heart disease diantaranya: 1. 2. 3. 4. 5. Sinkope Gagal jantung kanan Edema perifer Kematian Prognosis

Belum ada pemeriksaan prospektif yang dilakukan untuk mengetahui prognosis pulmonary heart disease kronik. Pengamatan yang dilakukan tahun 1950 menunjukkan bahwa bila terjadi gagal jantung kanan yang menyebabkan kongestinvena sistemik, harapan hidupnya menjadi kurang dari 4 tahun. Walaupun demikian, kemampuan dalam penanganan pasien selama episode akut yang berkaitan dengan infeksi dan gagal napas mangalami banyak kemajuan dalam 5 tahun terakhir. Prognosis pulmonary heart disease berkaitan dengan penyakit paru yang mendasarinya. Pasien yang mengalami pulmonary heart disease akibat obeliterasi pembuluh darh arteri kecil

yang terjadi secara perlahan-lahan akibat penyakit intrinsiknya (misal emboli), atau akibat fibrosis intertisial harapan juntuk perbaikannya kecil karena kemungkinan perubahan anatomi yang terjadi subah menetap. Harapan hidup pasien PPOK jauh lebih baik bila analisis gas darahnya dapat dipertahankan mendekati normal. 1. Pencegahan Menghindari perilaku yang mengarah pada penyakit paru-paru kronis (terutama merokok) dapat mencegah perkembangan akhir cor pulmonale. Evaluasi seksama murmur jantung anak dapat mencegah cor pulmonale yang disebabkan oleh cacat jantung tertentu. (http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmedhealth) 1. B. Konsep Keperawatan

1. Pengkajian Anamnesa,meliputi: 1. Identitas pasien Kor pulmonal dapat terjadi pada orang dewasa dan pada anak-anak. Untuk orang dewasa, kasus yang paling sering ditemukan adalah pada lansia karena sering didapati dengan kebiasaan merokok dan terpapar polusi. Hal ini di dasarkan pada epidemiologi penyakitpenyakit yang menjadi penyebab kor pulmonal, karena hipertensi pulmonal merupakan dampak dari beberepa penyakit yang menyerang paru-paru. Untuk kasus anak-anak, umumnya terjadi kor pulmonal akibat obstruksi saluran napas atas seperti hipertrofi tonsil dan adenoid. Jenis pekerjaan yang dapat menjadi resiko terjadinya kor pulmonal adalah para pekerja yang sering terpapar polusi udara dan kebiasaan merokok yang tinggi. Lingkungan tempat tinggal yang dapat menjadi resiko terjadinya kor pulmonal adalah lingkungan yang dekat daerah perindustrian, dan kondisi rumah yang kurang memenuhi persyaratan rumah yang sehat. Contohnya ventilasi rumah yang kurang baik,hal ini akan semakin memicu terjadinya penyakit-penyakit paru dan berakibat terjadinya kor pulmonal. 1. Riwayat Sakit dan Kesehatan 1) Keluhan utama

Pasien dengan kor pulmonal sering mengeluh sesak, nyeri dada 2) Riwayat penyakit saat ini

Pada pasien kor pulmonal, biasanya akan diawali dengan tanda-tanda mudah letih, sesak, nyeri dada, batuk yang tidak produktif. Perlu juga ditanyakan mulai kapan keluhan itu muncul. Apa tindakan yang telah dilakukan untuk menurunkan atau menghilangkan keluhankeluhan tersebut.

Penyebab kelemahan fisik setelah melakukan aktifitas ringan sampai berat. Seperti apa kelemahan melakukan aktifitas yang dirasakan, biasanya disertai sesak nafas. Apakah kelemahan fisik bersifat local atau keseluruhan system otot rangka dan apakah disertai ketidakmampuan dalam melakukan pergerakan. Bagaimana nilai rentang kemampuan dalam melakukan aktifitas sehari-hari. Kapan timbulnya keluhan kelemahan beraktifitas, seberapa lamanya kelemahan beraktifitas, apakah setiap waktu, saat istirahat ataupun saat beraktifitas 3) Riwayat penyakit dahulu Klien dengan kor pulmonal biasanya memilki riwayat penyakit seperti penyakit paru obstruktif kronik (PPOK), fibrosis paru, fibrosis pleura, dan yang paling sering adalah klien dengan riwayat hipertensi pulmonal. 1. Pemeriksaan fisik : Review Of System (ROS) 1)

B1 (BREATH) Pola napas : irama tidak teratur Jenis: Dispnoe Suara napas: wheezing Sesak napas (+) B2 (BLOOD)

2)

Irama jantung : ireguler s1/s2 tunggal (-) Nyeri dada (+) Bunyi jantung: murmur CRT : tidak terkaji Akral : dingin basah B3 (BRAIN)

3)

Penglihatan(mata) Pupil : tidak terkaji Selera/konjungtiva : tidak terkaji

Gangguan pendengaran/telinga: tidak terkaji Penciuman (hidung) : tidak terkaji Pusing Gangguan kesadaran B4 (BLADDER)

4)

Urin: Jumlah : kurang dari 1-2 cc/kg BB/jam Warna : kuning pekat Bau : khas

Oliguria B5 (BOWEL)

5)

Nafsu makan : menurun Mulut dan tenggorokan : tidak terkaji Abdomen : asites Peristaltic : tidak terkaji B6 (BONE)

6)

Kemampuan pergerakan sendi: terbatas Kekuatan otot : lemah Turgor : jelek Oedema

1. Psikososial Meliputi perasaan pasien terhadap penyakitnya, bagaimana cara mengatasinya serta bagaimana perilaku pasien terhadap tindakan yang dilakukan terhadap dirinya, kecemasan terhadap penyakit. 2. Diagnosa keperawatan 1. Kerusakan pertukaran gas yang berhubungan dengan kurangnya suplai oksigen, obstruksi alveoli 2. Ketidakefektifan pola napas berhubungan dengan sempitnya lapang respirasi dan penekanan toraks. 3. Perubahan perfusi jaringan kardiopulmonal berhubungan dengan masalah pertukaran pada tingkat alveolar atau tingkat jaringan 4. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan penurunan nafsu makan (energi lebih banyak digunakan untuk usaha bernapas, sehingga metabolisme berlangsung lebih cepat). 5. Intoleransi aktifitas yang berhubungan dengan kelemahan fisik dan keletihan. 6. Kerusakan pertukaran gas yang berhubungan dengan kurangnya suplai oksigen, obstruksi alveoli 3. Perencanaan Keperawatan

Tujuan tubuh. Kriteria hasil

: Mempertahankan tingkat oksigen yang adekuat untuk keperluan :

o o o o o

Klien tidak mengalami sesak napas. Tanda-tanda vital dalam batas normal Tidak ada tanda-tanda sianosis. Pao2 dan paco2 dalam batas normal Saturasi O2 dalam rentang normal

Intervensi dan Rasional : 1) Pantau frekuensi, kedalaman pernapasan. Catat penggunaan otot aksesori, nafas bibir, tidakmampuan bicara/ berbincang. Rasional : Berguna dalam evaluasi derajat distress pernapasan dan/atau kronisnya proses penyakit. 2) Tinggikan kepala tempat tidur, bantu pasien untuk memilih posisi yang mudah untuk bernapas. Dorong nafas perlahan atau nafas bibir sesuai kebutuhan atau toleransi individu. Rasional : Pengiriman oksigen dapat diperbaiki dengan posisi duduk tinggi dan latihan nafas untuk menurunkan kolaps jalan nafas, dispnea dan kerja nafas. 3) Awasi secara rutin kulit dan warna membran mukosa.

Rasional : Sianosis mungkin perifer (terlihat pada kuku) atau sentral (terlihat sekitar bibir/atau daun telinga). Keabu-abuan dan diagnosis sentral mengindikasikan beratnya hipoksemia. 4) Dorong mengeluarkan sputum; penghisapan bila diindikasikan.

Rasional : Kental, tebal, dan banyaknya sekresi adalah sumber utama gangguan pertukaran gas pada jalan nafas kecil. Penghisapan dibutuhkan bila batuk tidak efektif. 5) Auskultasi bunyi nafas, catat area penurunan aliran udara dan/atau bunyi tambahan.

Rasional : Bunyi nafas mugkin redup karena aliran udara atau area konsolidasi. Adanya mengi mengindikasikan secret. Krekel basah menyebar menunjukkan cairan pada intertisial/dekompensasi jantung. 6) Palpasi fremitus.

Rasional : Penurunan getaran fibrasi diduga ada pengumpulan cairan atau udara terjebak. 7) Awasi tingkat kesadaran/ status mental. Selidiki adanya perubahan.

Rasional : Gelisah dan ansietas adalah manifestasi umum pada hypoxia, GDA memburuk disertai bingung/ somnolen menunjukkan disfungsi sersbral yang berhubungan dengan hipoksemia. 8) Evaluasi tingkat toleransi aktifitas. Berikan lingkungan yang tenang dan kalem. Batasi aktifitas pasien atau dorong untuk tidur/ istirahat dikursi selama fase akut. Mungkinkan pasien melakukan aktifitas secara bertahap dan tingkatkan sesuai toleransi individu.

Rasional : Selama distress pernapasan berat/akut/refraktori pasien secara total tak mampu melakukan aktifitas sehari-hari karena hipoksemia dan dispnea. Istirahat diselingi aktifitas perawatan masih penting dari program pengobatan. Namun, program latihan ditujukan untuk meningkatkan ketahanan dan kekuatan tanpa menyebabkan dispnea berat, dan dapat meningkatkan rasa sehat. 9) Awasi tanda vital dan irama jantung

Rasional : Tachycardia, disritmia, dan perubahan tekanan darah dapat menunjukkan efek hipoksemia sistemik pada fungsi jantung. 10) Kolaborasi a) Awasi/gambarkan seri GDA dan nadi oksimetri.

Rasional : Paco2 biasanya meningkat (bronchitis, enfisema) dan pao2 secara umum menurun, sehingga hipoksia terjadi dengan derajat lebih kecil atau lebih besar. Catatan: paco2 normal atau meningkat menandakan kegagalan pernapasan yang akan datang selama asmatik. b) Berikan oksigen tambahan yang sesuai dengan indikasi hasil GDA dan toleransi pasien. Rasional : Dapat memperbaiki/mencegah memburuknya hypoxia. Catatan: emfisema kronis, mengatur pernapasan pasien ditentukan oleh kadar CO2 dan mungkin dieluarkan dengan peningkatan pao2 berlebihan. c) Berikan penekanan SSP (misal: ansietas, sedative, atau narkotik) dengan hati-hati.

Rasional : Digunakan untuk mengontrol ansietas/gelisah yang meningkatkan konsumsi oksigen/kebutuhan, eksaserbasi dispnea. Dipantau ketat karena dapat terjadi gagal nafas. d) Bantu instubasi, berikan/pertahankan ventilasi mekanik,dan pindahkan UPI sesuai instruksi pasien. Rasional : Terjadinya/kegagalan nafas yang akan datang memerlukan penyelamatan hidup. 1. Ketidakefektifan pola napas berhubungan dengan Hipoksia.

Tujuan
o o

: Memperbaiki atau mempertahankan pola pernapasan normal Pasien mencapai fungsi paru-paru yang maksimal. :

Kriteria hasil

Pasien menunjukkan frekuensi pernapasan yang efektif. Pasien bebas dari dispnea, sianosis, atau tanda-tanda lain distress pernapasan

Intervensi dan Rasional : 1) Kaji jumlah/kedalaman pernafasan dan pergerakan dada

Rasional : evaluasi awal untuk melihat kemajuan dari hasil intervensi yang telah dilakukan. 2) Auskultasi daerah paru, catat area yang menurun/tidak adanya aliran udara, adanya suara tambahan seperti crekels, wheezing. Rasional : penurunan aliran udara timbul pada area yang konsolidasi dengan cairan. Suara nafas bronchial (normal di atas bronkus ) dapat juga. Ronki , krecels, weezing terdengar pada saat inspirasi dan atau ekspirasi sebagai respon dari akumulasi cairan. 3) Berikan posisi fowler atau semi fowler

Rasional : Memaksimalkan ekspansi paru, menurunkan kerja pernapasan, dan menurunkan resiko aspirasi 4) Ajarkan teknik napas dalam dan atau pernapasan bibir atau pernapasan diafragmatik abdomen bila diindikasikan Rasional : Membantu meningkatkan difusi gas dan ekspansi jalan napas kecil, memberika pasien beberapa kontrol terhadap pernapasan, membantu menurunkan ansietas. 1. Perubahan perfusi jaringan kardiopulmonal berhubungan dengan masalah pertukaran pada tingkat alveolar atau tingkat jaringan. Tujuan : mempertahankan perfusi jaringan Kriteria hasil : Tanda vital normal, tidak ada tanda sianosis Intervensi : 1) 2) 3) 4) 5)

Auskultasi HR dan ritme, serta catat suara jantung tambahan Observasi perubahan status mental Observasi warna dan temperatus kulit/membrane mukosa Evaluasi ekstremitas dari adanya kualitas nadi Kolaborasi : Berikan cairan sesuai dengan indikasi Monitor hasil diagnostic/ laboratorium, misalnya EKG, elektrolit, BUN Berikan terapi sesuai dengan indikasi : heparin, agen trombolitik

1. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan Penurunan nafsu makan (energi lebih banyak digunakan untuk usaha bernapas, sehingga metabolism berlangsung lebih cepat).

Tujuan

: Nafsu makan membaik.

Kriteria hasil : o Gizi untuk kebutuhan metabolik terpenuhi o Massa tubuh dan berat badan klien berada dalam batas normal.

Intervensi dan Rasional : 1) Beri motivasi pada klien untuk mengubah kebiasaan makan.

Rasional : Agar pasien mau memenuhi diet yang disarankan untuk kebutuhan nutrisi dalam metabolisme. 2) Sajikan makanan untuk klien semenarik mungkin.

Rasional : Mengurangi anorexia pada pasien. 3) Pantau nilai laboratorium, khususnya transferin, albumin, dan elektrolit.

Rasional : Untuk mengetahui perkembangan asupan gizi klien melalui sampel darah 4) Timbang berat badan pasien pada interval yang tepat.

Rasional : Untuk mengetahui perkembangan klien dalam mempertahankan berat badan normal. 5) Diskusikan dengan ahli gizi dalam menentukan kebutuhan protein untuk klien.

Rasional : Untuk bisa lebih tepat memberikan diet kepada pasien sesuai zat gizi dan kalori yang dibutuhkan. 6) Pertahankan kebersihan mulut yang baik

Rasional : Menambah nafsu makan dan membersihkan kuman-kuman yang ada dalam mulut, sehingga makanan yang klien makan akan terasa lebih nikmat 1. Intoleransi aktivitas berhubungan ketidakseimbangan antara suplai dan demand oksigen

Tujuan : keseimbanagn antara suplai dan demand oksigen. Kriteria hasil : mentoleransi aktivitas yang biasa dilakukan dan di tunjukkan dengan daya tahan, menunjukkan penghematan energi. Intervensi dan Rasional : Evaluasi respons klien terhadap aktivitas

1)

Rasional : memberikan kemampuan/ kebutuhan klien dan memfasilitasi dalam pemilihan intervensi. 2) Beri lingkungan yang nyaman dengan membatasi pengunjung. Anjurkan untuk menggunakan menejemen stress dan aktivitas diversional

Rasional : mengurangi stress dan stimulasi yang berlebihan, meningkatkan istirahat. 3) Jelaskan pentingnya beristirahat pada rencana terapi dan perlunya keseimbangan antara aktivitas dengan istirahat Rasional : bedrest akan memelihara selama fase akut untuk menurunkan kebutuhan metabolic, memelihara energy untuk penyembuhan. 4) Bantu klien untuk mengambil posisi yang nyaman untuk beristirahat dan atau tidur.

Rasional : klien mungkin merasa nyaman dengan kepala dalam keadaan elevasi, tidur di kursi atau istirahat pada meja dengan bantuan bantal 5) ada Ajarkan klien bagaimana meningkatkan rasa control dan mandiri dengan kondisi yang

6) Ajarkan klien bagaimana menghadapi aktivitas menghindari kelelahan dan berikan periode istirahat tanpa gangguan di antara aktifitas Rasional : Istirahat memungkinkan tubuh memperbaiki energy yang digunakan selama aktifitas 7) Kolaborasi dengan ahli gizi mengenai menu makanan pasien

Rasional : Dengan ahli gizi,perawat dapat menentukan jenis-jenis makanan yang harus dikonsumsi untuk memaksimalkan pembentukan energy dalam tubuh pasien 4. Evaluasi 1. Mempertahankan tingkat oksigen yang adekuat untuk keperluan tubuh.

Klien tidak mengalami sesak napas. Tanda-tanda vital dalam batas normal Tidak ada tanda-tanda sianosis. Pao2 dan paco2 dalam batas normal Saturasi O2 dalam rentang normal

1. Memperbaiki atau mempertahankan pola pernapasan normal


Pasien mencapai fungsi paru-paru yang maksimal. Pasien menunjukkan frekuensi pernapasan yang efektif. Pasien bebas dari dispnea, sianosis, atau tanda-tanda lain distress pernapasan

1. Nafsu makan membaik.


Gizi untuk kebutuhan metabolik terpenuhi Massa tubuh dan berat badan klien berada dalam batas normal.

1. keseimbanagn antara suplai dan demand oksigen.

Mentoleransi aktivitas yang biasa dilakukan dan di tunjukkan dengan daya tahan, menunjukkan penghematan energi. 5. Kode Etik Dan Legal Keperawatan 1. Prinsip Etik 1) Otonomi

Otonomi berarti kebebasan setiap individu untuk memilih rencana kehidupan dan cara bermoral mereka sendiri Menghargai otonomi (autonomy) berarti komitmen terhadap klien dalam mengambil keputusan tentang semua aspek pelayanan Klien bertanggung jawab untuk pengambilan keputusan mengenai kesehatan mereka 2) Kebaikan ( beneficience )

Kebaikan (beneficence) adalah tindakan positif untuk membantu orang lain. Terkadang, dalam situasi pelayanan kesehatan, terjadi konflik antara prinsip ini dengan otonomi 3) Tidak mencederai ( non maleficience )

Rentang dari bahaya yang tidak berarti sampai menguntungkan orang lain dengan melakukan yang baik Dalam kondisi klinis sering sulit menggambarkan garis antara bahaya yang tidak berarti dengan melakukan yang baik. contoh : perawat yang memberikan imunisasi pada bayi memberi suatu derajat bahaya yaitu nyeri namun tindakan ini juga benificient karena tindakan ini mencegah bahaya serius penyakit anak 4) Keadilan ( justice )

Menuntut perlakuan yang adil dan memberikan apa yang menjadi kebutuhan klien 5) Kesetiaan ( fidelity)

Prinsip fidelity dibutuhkan individu untuk menghargai janji dan komitmennya terhadap orang lain. Contoh : Perawat setia pada komitmennya dan menepati janji serta menyimpan rahasia klien. Ketaatan, kesetiaan, adalah kewajiban seseorang perawat untuk mempertahankan komitmen yang dibuatnya kepada pasien. 6) Kejujuran ( veracity )

Prinsip veracity berarti penuh dengan kebenaran. Nilai ini diperlukan oleh pemberi pelayanan kesehatan untuk menyampaikan kebenaran pada setiap klien 1. Legal Dalam kasus cor pulmonal peran perawat sebagai advokat yaitu harus bertanggung jawab membantu klien dan keluarga dalam hal inform concern atas tindakan tindakan medis maupun tindakan tindakan keperawatan yang akan dilakukan. Selain itu, perawat juga harus mampu mempertahankan dan melindungi hak hak klien serta memastikan bahwa kebutuhan klien yang berhubungan dengan status kesehatannya terpenuhi. 6. Pendidikan Kesehatan

SATUAN ACARA PENYULUHAN (SAP) Tema Sub Tema Sasaran Tempat Hari/Tanggal Waktu : Penyakit Cor Pulmonal : Perawatan Penyakit Cor Pulmonal : Bp. X : Rumah Sakit H : Jumat, 5 Desember 2012 : 30 Menit

1. A. Tujuan Instruksional Umum Setelah mengikuti penyuluhan selama 30 menit, diharapkan Bp. H dapat menjelaskan penyakit Cor Pulmonal. 1. B. Tujuan Instruksional Khusus Setelah mengikuti penyuluhan selama 30 menit, diharapkan Klien dapat: 1. 2. 3. 4. 5. Menjelaskan pengertian penyakit Cor Pulmonal dengan benar Menyebutkan faktor penyebab yang dapat menimbulkan penyakit Cor Pulmonal Menyebutkan tanda/gejala dari penyakit Cor Pulmonal Menjelaskan penatalaksanaan penyakit Cor Pulmonal Menjelaskan patofisiologi penyakit Cor Pulmonal 1. C. Materi

1. 2. 3. 4. 5.

Pengertian penyakit Cor Pulmonal Faktor penyebab dari penyakit Cor Pulmonal Tanda/gejala penyakit Cor Pulmonal Penatalaksanaan penyakit Cor Pulmonal Patofisiologi penyakit Cor Pulmonal

1. D. Metode 1. Ceramah 2. Tanya jawab 1. E. Kegiatan Penyuluhan No Kegiatan 1. Pembukaan Penyuluh Peserta Salam pembuka Mendengarkan, menjawab Menyampaikan tujuan pertanyaan penyuluhan Menjawab salam Menyimak,

Waktu

5 Menit

2.

Kerja/ isi

Penjelasan pengertian, penyebab, gejala, penatalaksanaan dan patofisiologi penyakit Cor Pulmonal Memberi kesempatan peserta untuk bertanya Menjawab pertanyaan Evaluasi Mendengarkan dengan penuh perhatian Menyimpulkan Salam penutup Mendengarkan Menjawab salam

Menanyakan hal-hal yang belum jelas Memperhatikan jawaban dari penceramah Menjawab pertanyaan 15 menit

3.

Penutup

10 Menit

1. F. Media Leaflet: Tentang penyakit Cor Pulmonal 1. G. Sumber/Referensi 2. Doenges, E. Marilynn. 2002. Rencana Asuhan Keperawatan Ed. 3. EGC : Jakarta. 3. FKUI. 1999. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam jilid 1. FKUI : Jakarta. 1. H. Evaluasi Formatif:

1. 2. 3. 4. 5.

Klien dapat menjelaskan pengertian penyakit Cor Pulmonal Klien mampu menjelaskan faktor penyebab dari penyakit Cor Pulmonal Klien dapat menjelaskan tanda/gejala penyakit Cor Pulmonal Klien mampu menjelaskan penatalaksanaan penyakit Cor Pulmonal Klien mampu menjelaskan Patofisiologi penyakit Cor Pulmonal

Sumatif: Klien dapat memahami penyakit Cor Pulmonal Yogyakarta, 5 Desember 2012 Pembimbing (Diah Pujiastuti, S. Kep., Ns) 7. Jurnal Penyuluh (Ni Gusti Ayu Kadek D.)

The association between obesity, mortality and filling pressures in pulmonary hypertension patients; the obesity paradox
Zafrir B, Adir Y, Shehadeh W, Shteinberg M, Salman N, Amir O.

B. Source
Department of Cardiovascular Medicine, Lady Davis Carmel Medical Center, Haifa, Israel; The Heart Failure Center, Lin medical Center, Haifa, Israel. Electronic address: barakzmd @ gmail. com.

C. Abstract
BACKGROUND: The term obesity paradox, refers to lower mortality rates in obese patients, and is evident in various chronic cardiovascular disorders. There is however, only scarce data regarding the clinical implication of obesity and pulmonary hypertension (PH). Therefore, in the current study, we evaluated the possible prognostic implications of obesity in PH patients. METHODS: We assessed 105 consecutive PH patients for clinical and hemodynamic parameters, focusing on the possible association between Body Mass Index (BMI) and mortality. Follow-up period was 19 13 months.

RESULTS: Sixty-one patients (58%) had pre-capillary PH and 39 patients (37%) out-of-proportion postcapillary PH. During follow-up period, 30 patients (29%) died. Death was associated with reduced functional-class, inverse-relation with BMI, higher pulmonary artery and right atrial pressures, pulmonary vascular resistance and signs of right ventricular failure. In multivariate analysis, obesity (BMI 30 kg/m), was the variable most significantly correlated with improved survival [H.R 0.2, 95% C.I 0.1-0.6; p = 0.004], even after adjustment for baseline characteristics. Obese and very-obese (BMI 35 kg/m) patients had significantly less mortality rates during follow-up (12% and 8%, respectively) than non-obese patients (41%), p = 0.01. The tendency of survival benefit for the obese vs. non-obese patients was maintained both in the pre-capillary (10% vs. 46% mortality, p = 0.008) and disproportional post-capillary PH patients (11% vs. 40% mortality, p = 0.04). CONCLUSIONS: Obesity was significantly associated with lower mortality in both pre-capillary and disproportional post-capillary PH patients. It seems that in PH, similarly to other chronic clinical cardiovascular disease states, there may be a protective effect of obesity, compatible with the obesity paradox. Daftar Pustaka Irman, Sumantri. 2009. Asuhan Keperawatan Pada Pasien Dengan Gangguan Sistem Pernafasan. Jakarta : Salemba Medika Nuzurul . 2012. Asuhan Keperawatan Cor Pulmonal. Diakses Tanggal 29 November 2012 Jam 20.00 Wib Http://Nuzulul-Fkp09.Web.Unair.Ac.Id/Artikel_Detail-35530Kep%20Respirasi-Askep%20Cor%20Pulmonal.Html Pubmed. 2012. Jounal Cor Pulmonal. Diakses Tgl 2 Desember 2012 Jam 22.00 Wib Http://Www.Ncbi.Nlm.Nih.Gov/Pubmed/23199841 Syarifudin. 2006. Anatomi Fisiologi Untuk Mahasiswa Keperawatan. Jakarta : EGC

También podría gustarte