Está en la página 1de 29

Hak Milik dalam Islam

Makalah ini disusun sebagai tugas pada mata kuliah Hukum Bisnis Islam

Dosen: Djawahir Hejazziey

Disusun Oleh : Kurnialif Triono Moh. Rifki Alpiandi Rudy Hartono

PROGRAM STUDI ILMU HUKUM FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM UIN SYARIFHIDAYATULLAH JAKARTA 2013

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberikan hidayah dan taufiq-Nya kepada kami, sehingga karena rida-Nyalah kami dapat menyelesaikan tugas makalah ini. Adapun maksud dan tujuan dari makalah ini adalah untuk memenuhi salah satu tugas dari mata kuliah Hukum Bisnis Islam Materi makalah ini berupa bahan-bahan yang kami susun secara sederhana, praktis dan sistematis. Tujuannya ialah agar makalah ini mudah dipahami oleh mahasiswa sehingga dengan adanya makalah ini dapat membantu mahasiswa dalam hal menambah pengetahuan dan wawasan yang mendalam tentang hak milik dalam Islam Akhirulkalam, diharapkan kritik dan saran dari para pembaca baik itu mahasiswa maupun dosen pembimbing demi kesempurnaan makalah ini.

Jakarta,

Maret 2013

Penyusun

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ......................................................................................... i DAFTAR ISI ....................................................................................................... ii BAB 1 PENDAHULUAN ................................................................................... 1 BAB II PEMBAHASAN ..................................................................................... 2 A. Definisi Kepemilikan ...................................................................................... 2 B. Konsep Kepemilikan Kapitalis, Sosialis, Dan Islam ....................................... 3 C. Pandangan Islam Terhadap Kepemilikan........................................................ 15 BAB III KESIMPULAN ..................................................................................... 24 DAFTAR PUSTAKA

ii

BAB I PENDAHULUAN

Masalah kepemilikan sekarang ini masih menjadi perselisihan. Ada yang menganggap milik nasional dan masyarakat harus mengakui bahwa pemerintah lah yang memiliki semua sumber. Ada juga yang memperlakukan sebagai milik perorangan, sehingga setiap orang bisa menikmati kebebasan hak memiliki. Kepemilikan sebagai persoalan ekonomi mendapat perhatiaan yang cukup besar dalam islam. Pada dasarnya, kepemilikan merupakan pokok persoalan dalam aktivitas ekonomi manusia. Secara teologis, kepemilikan yang hakiki berada di tangan Allah. Manusia hanya di beri kesempatan untuk menjalankan dalam bentuk amanat. Islam menggariskanbahwa kepemilikan senantiasa dipahami dalam dunia dimensi, kepemilikan umum, dan khusus. Kepemilikan umum berkaitan dengan karakter manusia sebagai makhluk sosial, sedangkan kepemilikan khusus merupakan pengejawantahan sebagai makhluk individu. Manusia harus diberikan ruang yang sama untuk mengakses sumber kekayaan umum. Tidak ada pembedaan hirarkhis mengingat manusia mempunyai kedudukan sama dihadapan Tuhan. Hanya ketakwaan, dan kepatuhan terhadap demarkasi ketetapan Tuhan yaqng membedakan manusia. Dalam hal ini, kreativitas dan kapasitas personal memiliki peran penentu dalam mewujudkan kesejahteraan dari usaha pemanfaatan kekayaan alam yang telah disediakan oleh Tuhan. Karakter makhluk sosial bukanlah hal dominan yang berkembang dalam diri manusia. Pada saat tertentu, manusia menunjukkan sisi lainnya yaitu sikap egois dan tidak memperdulikan orang lain yang merupakan pengejawantahan sisi sebagai makhluk hidup. Bahkan dalam batas-batas tertentu, manusia dapat saling menjatuhkan dan menyingkirkan orang lain. Sebagai perimbangan, harus ada institusi sosial yang mengatur dan memberikan regulasi dalam relasi sosial.

BAB II PEMBAHASAN

A.

DEFINISI KEPEMILIKAN

Kepemilikan berasal dari kata milik yang berarti pendapatan seseorang yang diberi wewenang untuk mengalokasikan harta yang dikuasai orang lain dengan keharusan untuk selalu memperhatikan sumber ( pihak ) yang menguasainya. Dimensi kepenguasaan ini direfleksikan dalam bentuk bahwa orang yang memiliki suatu barang berarti mempunyai kekuasaan atas barang tersebut, sehingga ia dapat mempergunakannya sesuai dengan kehendahnya dan tidak ada orang lain baik secara individual maupun kelembagaan yang dapat menghalanghalanginya dari memanfaatkan barang yang dimilikinya tersebut Milik secara bahasa, sebagaimana dikatakan oleh Raghib al Ashfihani adalah : Pembelanjaan ( alokasi harta ) dengan dasar legal formal berupa perintah dan larangan yang berlaku ditengah masyarakat.1 Milik atau hak milik sebagaimana yang dianut dalam KUH. Perdata pasal 570 adalah : Hak untuk menikmati kegunaan sesuatu kebendaan dengan leluasa, dan untuk berbuat bebas terhadap kebendaan itu dengan kedaulatan sepenuhnya, asal tidak bersalahan dengan undang-undang atau peraturan umum yang telah ditetapkan oleh suatu kekuasaan yang berhak menetapkannya, dan tidak mengganggu hak orang lain, kesemuanya itu dengan tak mengurangi kemungkinan akan pencabutan hak itu demi kepentingan umum berdasar atas ketentuan undang-undang, dan dengan pembayaran ganti rugi.2

Abdullah Abdul Husein at-Tariqi. Ekonomi Islam, prinsip, dasar, dan tujuan. Yogyakarta: Magistra Insani Press.2004. hal 58. 2 Muhamad, Alimin. Etika Dan Perlindungan Konsumen Dalam Ekonomi Islam. Yogyakarta: BPFE. 2004. Hal 150

Milik menurut pendapat para ahli fiqh sebagaimana yang didefinisikan oleh al Qurafi adalah : Hukum syariat yang terkandung dalam suatu benda atau dalam suatu yang dimanfaatkan yang dituntut adanya pemberdayaan bagi siapapun yang menguasainya dengan cara memanfaatkan barang yang dimiliki itu. Menurut ulama syari kepemilikan dalam syariah islam adalah kepemilikan atas sesuatu sesuai dengan sturan hukum yang mana seseorang mempunyai hak untuk bertindak dari apa yang dimiliki sesuai jalur yang benar, dan sesuai dengan hukum Melihat dari definisi-definisi diatas, memberikan implikasi bahwa kepemilikan akan sesuatu harus atas dasar syara, dan bahwa pemilik tersebut mempunyai hak eksklusifitas atas miliknya, dan bahwa otoritas seseorang atas milik dapat dicabut apabila terdapat alasan syara seperti orang yang dianggap tidak cakap bertindak hukum, gila, bodah, zalim, dan kanak-kanak.

B. 1.

KONSEP KEPEMILIKAN KAPITALIS, SOSIALIS, DAN ISLAM. Konsep kepemilikan Kapitalis

Sistem kapitalis memandang bahwa manusia merupakan pemilik satu-satunya terbadap harta yang telah diusahakan. Tidak ada hak orang lain di dalamnya. Ia memiliki hak mutlak untuk membelanjakan sesuai dengan keinginannya. Sosok pribadi dipandang memiliki hak untuk memonopoli sarana-sarana produksi sesuai kekuasaannya. Ia akan mengalokasikan hartanya hanya pada bidang yang memiliki guna materi (Provite Oriented).3 Dalam sistem kapitalis, individu merupakan poros perputaran ekonomi. Individu merupakan penggerak sekaligus tujuan akhir aktivitas ekonomi tersebut. Negara tidak berhak mengatur individu, bahkan Negara harus memberikan kebebasan seluas-luasnya kepada individu. Individu bebas melaksanakan aktivitas ekonomi dan berbuat sesuka hati, baik itu mendatangkan laba atau sebaliknya. Mereka
3

Abdullah Abdul Husein at-Tariqi. Ekonomi Islam, prinsip, dasar, dan tujuan. Yogyakarta: Magistra Insani Press.2004. hal 40

tidak peduli apakah tindakan mereka ini menimbulkan danpak positif maupun dampak negative bagi masyarakat. Faktor pendorong adanya kebebasan tanpa batas antara lain : a. Pandangan terhadap eksistensi individu sebagai pusat dunia dan tujuan yang akan diraih. b. Adanya tujuan untuk merealisasikan tujuan kekuasaan terbesar bagi kepentingan individu, dengan pertimbangan bahwa kepentingan umum dinyatakan sebagai kumpulan kepentingan-kepentingan individu. c. Urgensi kebebasan ekonomi tanpa batas dan persaingan sempurna yang diharapkan akan memberikan jaminan kebutuhan para konsumen. Kelemahan sistem kapitalis : a. Munculnya kesenjangan perimbangan dalam distribusi kekayaan antar individu, dan sarana-sarana produksi hanya akan terkumpul pada satu kelompok. Pengaruh semangat materialis akan membagi masyarakat ke dalam dua kelompok, golongan kaya dan golongan miskin. b. Timbulnya krisis dan merajalelanya kejahatan karena meningkatnya pengangguran yang diakibatkan banyaknya produsen yang berhenti berproduksi dan menutup pabrik. Hal ini disebabkan karena produsen komoditas berbagai kebutuhan mewah tertentu meningkat demi memenuhi kebutuhan-kebutuhan pemilik modal besar, dan langkah ini memaksa pasar untuk menyerapnya c. Meningkatnya praktek monopoli secara empiris-aplikatif dan yuridis sebagai bagian dari usaha untuk melemahkan samangat persaingan. Regulasi-regulasi monopoli dan semi sering di tujukan untuk mengeruk keuntunghan yang masih deapat diraih dengan jalan aturan hukum dalam produksi dan diaya (cost) melalui strategi penguatan aturan-aturan produksi. Banyak pihyak dengan sengaja menghancurkan bahan produksi dan melarang bidang pertanian atau bidang bsolute beberapa komoditi tertentu untuk menghancurkan harga.

d. Kerbebasan tanpa batas dalam pekerjaan dasn alokasi kekayaan. Harta hanya dikelola dengan segala cara, baik halal ataupun haram.

2.

Konsep Kepemilikan sosialis

Sistem ekonomi sosialis memandang bahwa segala bentuk sumber kekayaan dan alat-alat produksi adalah milik bersama masyarakat. Para anggota masyarakat secara individu tidak memiliki hak kecuali pada retribusi yang mereka peroleh sebagai bentuk pelayanan bsolu. Negara hadir menggantikan masyarakat dengan dominasi sebagai kekuatan tunggal.4 Posisi individu menurut paham ini ibarat tentara atau prajurit dalam front peperangan. Mereka tidak menerapkan strategi peperangan dan tidak

diikutsertakan dalam pemikiran apa yang terbaik. Tu8gas mereka hanya melaksanakan apa yang telah digariskan oleh komandan tertinggi yang harus dipatuhi. Mengakui hak milik pribadi bagi kaum sosialis merupakan kezaliman dan penyimpangan sehingga harus dihapus. Segala usaha yang mengarah kepada pengakuan hak milik pribadi harus dimusnahkan. Satu prinsip penting yang harus diwujudkan ialah Sama Rata dan Sama Rasa .

Faktor pendorong sistem sosialis : Sistem ekonomi sosialis tumbuh pesat sejak pertengahan abad 19 M hingga pertumbuhan kapitalis produksi yang menyebabkan terjadinya transformasi penting pada dua hal yang ditimbulkan oleh sistem kapitalis yaitu ekonomi dan kemasyarakatan.

Ibid, hal 42

a.

Dari sudut ekonomi, sistem kapitalis diharapkan dapat menambah sumber kekayaan dan kemakmuran yang tidak pernah dibayangkan sebelumnya. Padahal kenyataannya dalam praktek, sistem kapitalis hanya menyebabkan terjadinya krisis produksi yang berlebihan secara bsolute setiap tujuh atau sepuluh tahun. Akibatnya pasar menjadi stagnan dan tidak dinamis, harga komoditas merosot yang

mengakibatkan pailit, dan merebaknya kejahatan antar para pekerja. b. Dari sudut kemasyarakatan, sistem ekonomi kapitalis menciptakan dua kelompok masyarakat yang paling bertentangan, kelas pemilik modal dan kelas buruh. Setiap kelompok berusaha untuk saling menjatuhkan kepentingan lawannya. Mereka bersatu dalam organisasi pertahanan dan asosiasi pemilik modal di satu sisi dan serikat buruh di sisi lainnya. Adanya tugas buruh yang berat yang dibebankan oleh pemilik modal dan tidak adanya kesesuaian upah yang dituntut oleh para pekerja dijalankan menjadi sebab merajalelanya kejahatan dan

kezaliman.

Akibat-akibat secara ekonomi dan kemasyarakatan inilah yang kemudian mendorong munculnya pemikiran-pemikiran sosialis. Kelemahan sistem sosialis : a. Adanya kontradiksi antara kecenderungan yang ditetapkan oleh sistem sosialis dengan fitrah yang telah digariskan oleh Allah, yaitu naluri untuk memiliki. b. Gradasi kedudukan individu pada derajat budak dalam periode yang penuh dengan ketidakadilan dan angan-angan untuk menciptakan kesejajaran dalam masyarakat. Hal itu hanya melemahkan semangat berproduksi dan lebih merupakaqn langkah penyesuaian dengan rencana yangt telah dikalkulasi oleh kelompok yang telah menguasai pemerintahan.

c.

Semakin menyempitnya sumber pendapatan Negara-negara sosialis. Mereka hidup di bawah garis kemiskinan dan kekurangan dikarenakan produksi-produksi Negara yang digali dari tenaga kerja yang terlarang bagi adanya investasi bagi golongan kecil dalam masyarakat. Kendali pengelolaan kekayaan hanya tersentral pada kelompok kecil penguasa. Kekuasaan produksi terbatas dan hanya dapat diakses oleh para anggata partai yang berkuasa.

3.

Konsep Kepemilakan Islam

Kepemilikan kekayaan pribadi dianggap sebagai motivasi untuk merangsang upaya terbaik manusia untuk memperluas kekayaan masyarakat. Akan tetapi bagi kaum sosialis ini merupakan penyebab utama dari distribusi kekayaan yang irasional dan tidak adil. Konsep islam dalam kepemilikan pribadi bersifat unik. Kepemilikan, dalam esensinya merupakan kepemilikan Tuhan, sementara hanya sebagiannya saja, dengan syaray-syarat tertentu, menjadi milik manusia sehingga ia bisa memenuhi tujuan Tuhan. Yaitu, tujuan masyarakat dengan cara bertindak sebagai wali bagi mereka yang membutuhkan.5 Kepemilikan dalam signifikannya yang komprehensif, menyatakan hubungan antar seseorang dan semua hak-hak yang mana terletak padanya. Apa yang dimiliki manusia adalah hak dalam segala hal. Hak seperti itu dalam islam membawa kemurnian ketika hak itu tidak digunakan untuk kepentingan pemilik semata akan Islam menolak paham , bahwa kepemilikan adalah tugas kolektif. Posisi islam dengan pengikut paham ini jelas berbeda. Islam juga berbeda dengan paham kapitalis yang menganggap bahwa kepemilikan individu sangat bsolute, selain itu islam juga menolak bahwa kepemilikan adalah hak bersama. Islam sangat mengakui dan tidak menentang bahwa kepentingan umum harus dipertimbangkan
5

Djuwaini. Dimyauddin. Pengantar fiqih muamalah. Pustaka pelajar. Yogyakarta. April 2008. Hal 25

dan didahulukan daripada kepentingan sekelompok kecil atau segelintir orang. Sebab mempertimbangkan kemaslahatan umum adalah satu hal yang harus diterima dalam rumusan kepemilikan.6 Islam tidak menghendaki kepincangan antara hak individu pemilik dengan hak masyarakat lain. Keberhakkan pemilik dalam pandangan islam adalah baku. Hanya saja pemerintah mempunyai hak intervensi atas nama undang-undang. Ini pun sangat terbatas pada kasus-kasus tertentu yang kaitannya adalah target sosial kemasyarakatan yang hendak diwujudkan. Posisi islam yang demikian dimaksudkan untuk membuat perimbangan antara hak milik dan hak intervensi yang ditakutkan berlebihan dengan dalih : demi kesejahteraan umum a. Sifat Hak Milik

Pemilikan pribadi dalam pandangan islam tidaklah bersifat mutlak/absolute ( bebas tanpa kendali dan batas ). Sebab Di dalam islam ketentuan hukum dijumpai beberapa batasan dan kendali yang tidak boleh dikesampingkan oleh seorang muslim dalam pengelolaan dan pemanfaatan harta benda miliknya. Untuk itu dapat disebutkan prinsip dasarnya, yaitu :7 1) Pada hakikatnya individu hanya wakil masyarakat.

Prinsip ini menekankan bahwa sesungguhnya individu hanya wakil masyarakat yang diserahi amanah. Pemilikan atas harta benda tersebut hanyalah bersifat sebagai uang belanja. Dalam hal ini ia mempunyai sifat hak kepemilikan yang lebih besar dabanding anggota masyarakat lainnya. Sesungguhnya keseluruhan harta benda tersebut, secara umum adalah milik masyarakat. Masyarakat diserahi tugas oleh Allah untuk mengurus harta tersebut. Sedangkan yang memiliki harta secara mutlak tersebut ialah Allah Firman Allah :

6 7

An Nababan Faruq. Sistem Ekonomi Islam. Yogyakarta: UII Pres. 2000. Hal 41 K.Lubis Suhrawardi. Hukum Ekonomi Islam. Jakarta: Sinar Grafika.2000. hal 5

Berimanlah kamu kepada Allah dan Rasul-Nya dan nafkahkanlah sebagian dari hartamu yang Allah telah menjadikan kamu menguasainya. ( QS. Al-Hadiid :7 ) a. Harta Benda Tidak Boleh Hanya Berada di Tangan Pribadi ( Sekelompok ) Anggota Masyarakat. Prinsip ini dimaksudkan untuk menjaga keseimbangan dan kestabilan dalam masyarakat. Ketidakbolehan penumpukan harta ini didasarkan pada ketentuan : .Supaya harta itu tidak hanya beredar diantara orang-orang kaya saja diantara kamu. ( QS. Al-Hasyr:7 )

b. Pembagian Jenis kepemilikan Dalam Islam Pengaturan kepemilikan dalam islam bertujuan uyntuk memberikan perlindungan agar tidak terjadi persoalan yang mendasar, yaitu : 1) Penguasaan Harta oleh seseorang secara berlebihan dan menjadikannya tak terbatas. Firman Allah : ketahuilah! Sesungguhnya manusia benar-benar melampaui batas.

Karena dia melihat dirinya serba cukup (Al alaq :6-7) 2) Munculnya kemiskinan dan efek-efek negatifnya, baik dalam dalam ukuran individu maupun sosial.

Kepemilikan dalam islam dibagi dua macam, yaitu kepemilikan umum dan kepemilikan khusus.8

Abdullah Abdul Husein at-Tariqi. Ekonomi Islam, prinsip, dasar, dan tujuan. Yogyakarta: Magistra Insani Press.2004. hal 57

1. Kepemilikan Umum a. Arti kepemilikan Umum Jika dilogikakan pada parkembangan saat ini, maka harta hanya di khususkan untuk kegunaan umum, kegunaan bagi kaum muslimin. Dalam kajian kontemperer pemikiran arab, Al Khailani menyebutkan bahwa jenis kepemilikan ini dapat disamakan dengan kepemilikan Negara, sehingga ia mendefinisikan kepemilikan umum atau kepemilikan Negara sebagai lepemilikan yang nilai gunanya berkaitan dengan semua kewajiban Negara terhadap rakyatnya, termasuk bagi kelompok non-muslim. Yang tercakup dalam jenis kepemilikan ini ialah semua kekayaan yang tersebar diatas dan perut bumi diwilayah Negara tersebut.. Pengkaitan kepemilikan Negara dengan kepemilikan umum tidak terlepas dari nilai guna terhadap benda-benda yang ada bagi kepentingan semua orang tanpa diskriminatif dan memang ditujukan untuk menciptakan kesejahteraan sosial. b. Tujuan Kepemilikan Umum Kepemilikan umum bertujuan untuk merealisasikan beberapa tujuan umum, diantaranya : 1) Untuk memberikan kesempatan seluruh manusia terhadap sumber kekayaan umum yang mempunyai manfaat sosial, baik yang tergolong pada kebutuhan primer maupun jenis kebutuhan lain dan diperluas bagi kaum muslim secara umum. Diantara hal penting yang berkaitan dengan tujuan itu adalah pelayanan yang mempunyai fungsi sosial harus dimiliki secara kolektif oleh semua manusia, baik yang tergolong kebutuhan primer maupun jenis kebutuhan lain. Rasullulah bersabda : Kaum muslim bersekutu dalam tiga hal, yaitu air, rumput, dan api ( HR. Ahmad dan Abu Daud ).

10

2)

Jaminan pendapatan Negara. Negara menjaga hak-hak warganya dan bertanggung jawab atas berbagai kewajiban dengan menjauhkan dari mara bahaya.

3)

Pengembangan dan penyediaan semua jenis pekerjaan produktif yang diperuntukan bagi masyarakat yang membutuhkannya.

4)

Urgensi kerja sama antar Negara dalam usaha menciptakan kemakmuran bersama. Karakter manusia terbentuk berdasarkan fitrahnya, yaitu keharusan untuk selalu berhubungan dengan banyak orang. Diperlukan adanya pertukaran kemaslahatan dan kemajuan antar mereka Mereka saling menyempurnakan. Karena begitu banyaknya kebutuhan dan tuntutan dalam kehidupan ini, tampak bahwa Negara atau bangsa manapun tidak akan mampu memenuhi kebutuhannya sendiri tanpa bantuan orang lain. Negara akan merealisasikan adanya kemakmuran dalam semua bidang kehidupan. Realisasinya hanya dengan menjalin kerja sama dengan pihak lain untuk menutupi semua kekurangan dari Negara tersebut.

c. Bidang Dan sumber Kepemilikan Umum 1) Wakaf 2) Proteksi, adalah proteksi Negara terhadap tanah tak bertuan yang diperbolehkan untuk kepentingan masyarakat. 3) Barang barang tambang 4) Zakat Allah berfirman dalam sura At-taubah : Sesungguhnya zakat itu hanya untuk orang-orang fakir, orang-orang miskin, para pengurus zakat, para muaalaf yang dibujuk hatinya, untuk memerdekakan budak, orang-orang yang berhutang, untuk jalan Allah, dan orang yang sedang dalam perjalanan, sebagai ketetapan yang telah diwajibkan oleh Allah; dan Allah maha mengetahui lagi maha bijaksana. ( At-Taubah : 60).

11

Zakat merupakan income bebas yang masuk dalam area kepemilikan umum. Pada sisi lain, zakat terpisah dengan sumber pemasukan lainnya dengan limitasi alokasi penyalurannyauntuk membantu kelompok tertentu 5) Pajak Dalam konsepsi islam, pajak merupan harta yang diambil dari kelompok masyarakat dewasa yang berada dibawah perlindungan pemerintah islam. Kewajiban ini merupakan bentuk partisipasi warga Negara dengan menyumbangkan kekayaan untuk kas Negara demi untuk kepentingan umum. 2. Kepemilikan Khusus a. Arti Kepemilikan Khusus Kepemilikan seperti yang diutarakan oleh Qurafi yaitu hukum syariat yang diberlakukan pada suatu benda atau manfaat yang memungkinkan orang yang bersangkutan memanfaatkan harta yang dimiliki dang menggantinya jika memang menghendaki. Dengan kata lain, kepemilikan semacam ini dimaksudkan agar manusia memiliki hah atas harta, hasil usaha, hak pemanfaatan, dan hak membelanjakan sesuai dengan fungsinya.

b. Tujuan Kepemilikan khusus 1) Untuk meningkatkan kerjasama internasional melalui kerjasama antar individu dan kelompok-kelompok non-pemerintahan. 2) Untuk merealisasikan kebaikan, kemakmuran, dan kemanfaatan umum melalui persaingan sehat antar produsen. 3) Menimgkatkan kreatifitas individu 4) Untuk memenuhi dan menginvestasikan naluri cinta materi dalam bidang yang telah ditentukan Allah. Islam merupakan agama yang sesuai dengan fitrah menusia. Islam menjaga dan menumbuhkan naluri itu dengan sempurna melalui

12

pemenuhan naluri kecintaan terhadap benda secara seimbang tanpa adanya dominasi terhadap salah satunya

c. Jenis-Jenis Kepemilikan Khusus 1) Kepemilikan pribadi Merupakan kepemilikan yang manfaatnya hanya berkaitan dengan satu orang. 2) Kepemilikan perserikatan Merupakan kepemilikan yang manfaatnya dapat digunakan oleh beberapa orang yang dibentuk dengan cara tartentu, seperti kerjasama yang melibatkan beberapa orang tanpa melibatkan sekelompok orang lainnya. 3) Kepemilikan kelompok Merupakan kepemilikan yang tidak boleh dimiliki secara perorangan, atau kelompok kecil orang, namun pembagiannya harus didasarkan pada persebaran terhadap banyak pihak.

d. Sebab-Sebab Kepemilikan Khusus 1) Penguasaan, ada beberapa mediasi yang dapat digunakan manusia untuk menguasai harta orang lain tanpa melalui usaha keras atau perniagaan. Contoh : Warisan dan Wasiat. 2) Kepemilikan barang-barang halal, dimana seseorang memiliki sesuatu yang belum dimiliki orang lain, seperti mencari kayu bakar dihutan atau mencari ikan dilaut 3) Transaksi, diantaranya adalah transaksi barang seperti jual beli dan sewa. 4) Keputusan hakim terhadap perubahan status kepemilikan umum seperti tentang tanah dan perkebunan.

13

5) 6)

Zakat, nafkah, hasil denda, dan harta nadzar. Wakaf

e. Kewjiban Dalam kepemilikan Khusus 1) 2) Memberikan nafkah bagi mereka yang berhak seperti istri, anak, dll. Zakat, yaitu sebagian dari fardlu yang diwajibkan Allah dalam harta orang-orang kaya dan dialokasikan kepada orang-orang miskin. 3) Beberapa hak yang harus ditunaikan selain zakat sebelum zakat ditunaikan, maka semua hak selain zakat harus ditunaikan terlebih dahulu. Rasulullah bersabda : Sesungguhnya dalam harta terdapat hak yang harus ditunaikan selain zakat. (HR. At-Tirmidzi).

f. Sumber Kepemilikan Khusus 1) Perniagaan Allah berfirman : Dan Allah menghalalkan perniagaan dan mengharamkan riba. ( AlBaqarah : 275 ). 2) 3) 4) Upah pekerjaan Pertanian Mengelola tanah mati Rasulullah bersabda : Barang siapa yang menghidupkan tanah yang mati, maka tanah itu menjadi miliknya. ( HR. Abu Daud ) 5) Keahlian profesi, dll. Sistem ekonomi islam yang didasarkan atas konsep harmonisasi merupakan sarana yang dapat dibedakan dengan kapitalisme dan sosialisme. Ia mengkombinasikan hal-hal yang dianggap baik dari kedua

14

sistem ekonomi tersebut dengan menghindari atau meminimalisir kesalahan dan kekurangan keduanya.9 Oleh karena itu cara memperoleh kekayaan tersebut harus dibatasi dengan mekanisme tertentu, yang mencerminkan kesederhanaan yang bisa dijangkau orang dengan perbedaan tingkat kemampuan dan kebutuhan mereka. Pada hakikatnya semua sumber daya alam yang diciptakan Allah adalah untuk kesejahteraan seluruh umat manusia, bukan untuk seseorang, suatu Negara, atau suatu kaum saja. Namun secara teknisnya untuk mencapai distribusi yang adil diatur hak-hak kepemilikan dalam islam, yaitu kepemilikan individu, Negara, dan masyarakat.10

C. PANDANGAN ISLAM TERHADAP KEPEMILIKAN Islam mencakup sekumpulan prinsip dan doktrin yang memedomani dan mengatur hubungan seorang muslim dengan Tuhan dan masyarakat. Dalam hal ini, Islam bukan hanya layanan Tuhan seperti halnya agama Yahudi dan Nasrani, tetapi juga menyatukan aturan perilaku yang mengatur dan mengorganisir umat manusia baik dalam kehidupan spiritual maupun material.11 Dalam pandangan Islam, pemilik asal semua harta dengan segala macamnya adalah Allah SWT karena Dialah Pencipta, Pengatur dan Pemilik segala yang ada di alam semesta ini:

Rahman Afzahur. Doktrin Ekonomi Islam I. Yogyakarta: PT. Dana Bhakti Wakaf.1995 Abu Saud Mahmud. Garis-Garis Besar Ekonomi Islam. Jakarta: Gema Insani Press. 1984 11 Lativa M. Algoud, Mervyn K. Lewis, Perbankan Syariah, Terj. Burhan W. (Jakarta: Serambi Ilmu Semesta, 2003), 49.
10

15

"Kepunyaan Allahlah kerajaan langit dan bumi dan apa yang diantara keduanya. Dia menciptakan apa yang dikehendakiNya. Dan Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu".12 Sedangkan manusia adalah pihak yang mendapatkan kuasa dari Allah SWT untuk memiliki dan memanfaatkan harta tersebut "Berimanlah kamu kepada allah dan RasulNya dan nafkahkanlah sebagian dari hartamu yang Allah telah menjadikan kamu menguasainya..."13 Seseorang yang telah beruntung memperoleh harta, pada hakekatnya hanya menerima titipan sebagai amanat untuk disalurkan dan dibelanjakan sesuai dengan kehendak pemilik sebenarnya (Allah SWT), baik dalam pengembangan harta maupun penggunaannya. Sejak semula Allah telah menetapkan bahwa harta hendaknya digunakan untuk kepentingan bersama. Bahkan tidak berlebihan jika dikatakan bahwa "pada mulanya" masyarakatlah yang berwenang menggunakan harta tersebut secara keseluruhan, kemudian Allah menganugerahkan sebagian darinya kepada pribadi-pribadi (dan institusi) yang mengusahakan perolehannya sesuai dengan kebutuhan masing-masing.14 Sehingga sebuah kepemilikan atas harta kekayaan oleh manusia baru dapat dipandang sah apabila telah mendapatkan izin dari Allah SWT untuk memilikinya. Ini berarti, kepemilikan dan pemanfaatan atas suatu harta haruslah didasarkan pada ketentuan-ketentuan shara' yang tertuang dalam al-Qur'an, al-Sunnah, ijma' sahabat dan al-Qiyas. Sebagai sebuah sistem tersendiri, ekonomi Islam telah menjelaskan segala hal yang berkaitan dengan mekanisme perolehan kepemilikan, tata cara mengelola dan mengembangkan kepemilikan, serta cara mendistribusikan kekayaan tersebut di tengah-tengah manusia secara detail melalui ketetapan hukum-hukumnya. Atas dasar itu, maka hukum-hukum yang menyangkut masalah ekonomi dalam Islam,

12 13

QS. al-Maidah 17. QS. al-Hadid 7. 14 Sihab, M. Quraish, Membumikan Al-Quran (Bandung : Mizan, 2003), 324.

16

dibangun atas kaidah-kaidah umum ekonomi Islam (al-qawaid al-'ammah aliqtisadi al-Islamyyah) yang meliputi tiga kaidah, yakni:

kepemilikan (al-milkiyyah), mekanisme pengelolaan kekayaan (kayfiyyah al-tasarruf fi al-mal) dan distribusi kekayaan di antara manusia (al-tawzi' al-tharwah bayna alnas).15

Dari beberapa keterangan nash-nash shara' dapat dijelaskan bahwa kepemilikan terklasifikasi menjadi tiga jenis, yakni: a. Kepemilikan pribadi (al-milkiyat al-fardiyah/private property) Adalah hukum shara' yang berlaku bagi zat ataupun kegunaan tertentu, yang memungkinkan pemiliknya untuk memanfaatkan barang tersebut, serta memperoleh kompensasinya--baik karena diambil kegunaannya oleh orang lain seperti disewa ataupun karena dikonsumsi--dari barang tersebut.16 Adanya wewenang kepada manusia untuk membelanjakan, menafkahkan dan melakukan berbagai bentuk transaksi atas harta yang dimiliki, seperti jual-beli, gadai, sewa menyewa, hibah, wasiat, dll adalah meriupakan bukti pengakuan Islam terhadap adanya hak kepemilikan individual. Karena kepemilikan merupakan izin al-shari' untuk memanfaatkan suatu benda, maka kepemilikan atas suatu benda tidak semata berasal dari benda itu sendiri ataupun karena karakter dasarnya, semisal bermanfaat atau tidak. Akan tetapi ia berasal dari adanya izin yang diberikan oleh al-shari' serta berasal dari sebab yang diperbolehkan al-shari' untuk memilikinya (seperti kepemilikan atas rumah, tanah, ayam dsb bukan minuman keras,

15 16

Taqiyy al-Din al-Nabhani, al-Nizam al-Iqtisadi fi al-Islam (Beirut: Dar al-Ummah, 1990), 57. Yunus al-Misri, Usul al-iqtisadi al-islami (Damaskus: Dar al-Qalam, 1999), 41-40. 7 Al-Nabhani, al-Nizam al-Iqtisadi, 72-73.

17

babi, ganja dsb), sehingga melahirkan akibatnya, yaitu adanya kepemilikan atas benda tersebut.17 b. Kepemilikan Umum (al-milkiyyat al-'ammah/ public property) Adalah izin al-shari' kepada suatu komunitas untuk bersama-sama memanfaatkan benda, Sedangkan benda-benda yang tergolong kategori kepemilikan umum adalah benda-benda yang telah dinyatakan oleh alshari' sebagai benda-benda yang dimiliki komunitas secara bersama-sama dan tidak boleh dikuasai oleh hanya seorang saja.18 Karena milik umum, maka setiap individu dapat memanfaatkannya namun dilarang

memilikinya. Setidak-tidaknya, benda yang dapat dikelompokkan ke dalam kepemilikan umum ini, ada tiga jenis, yaitu: 1) Fasilitas dan sarana umum19 Benda ini tergolong ke dalam jenis kepemilikan umum karena menjadi kebutuhan pokok masyarakat dan jika tidak terpenuhi dapat menyebabkan perpecahan dan persengketaan.20 Jenis harta ini dijelaskan dalam hadith nabi yang berkaitan dengan sarana umum: "Manusia berserikat (bersama-sama memiliki) dalam tiga hal: air, padang rumput dan api " (HR Ahmad dan Abu Dawud) dan dalam hadith lain terdapat tambahan: "...dan harganya haram" (HR Ibn Majah dari Ibn Abbas).21

8 9

Al-Nabhani, al-Nizam al-Iqtisadi, 213. Husain Sahatah, al-Khaskhasah fi Mizan al-Islam (tt: Maktabah al-Taqwa, 2001), 37. 10 Al-Nabhani, al-Nizam al-Iqtisadi, 213. 11 al-Shawkani, Nayl al-Awtar (Beirut: Dar al-Fikr, 1994), jil. 6, 48. 12 Al-Mawardi, al-Ahkam al-Sultaniyyah wa al-Wilayah al-Diniyyah (Beirut: Dar alFikr, 1960), 180184.

18

Air yang dimaksudkan dalam hadith di atas adalah air yang masih belum diambil, baik yang keluar dari mata air, sumur, maupun yang mengalir di sungai atau danau bukan air yang dimiliki oleh perorangan di rimahnya. Oleh karena itu pembahasan para fuqaha mengenai air sebagai kepemilikan umum difokuskan pada air-air yang belum diambil tersebut.22 Adapun al-kala' adalah padang rumput, baik rumput basah atau hijau (alkhala) maupun rumput kering (al-hashish) yang tumbuh di tanah, gunung atau aliran sungai yang tidak ada pemiliknya. Sedangkan yang dimaksud al-nar adalah bahan bakar dan segala sesuatu yang terkait dengannya, termasuk didalamnya adalah kayu bakar.23 Bentuk kepemilikan umum, tidak hanya terbatas pada tiga macam benda tersebut saja melainkan juga mencakup segala sesuatu yang diperlukan oleh masyarakat dan jika tidak terpenuhi, dapat menyebabkan perpecahan dan persengketaan. Hal ini disebabkan karena adanya indikasi al-shari' yang terkait dengan masalah ini memandang bahwa benda-benda tersebut dikategorikan sebagai kepemilikan umum karena sifat tertentu yang terdapat didalamnya sehingga dikategorikan sebagai kepemilikan umum. 2) Sumber alam yang tabiat pembentukannya menghalangi dimiliki oleh individu secara perorangan Meski sama-sama sebagai sarana umum sebagaimana kepemilikan umum jenis pertama, akan tetapi terdapat perbedaan antara keduanya. Jika kepemilikan jenis pertama, tabiat dan asal pembentukannya tidak menghalangi seseorang untuk memilikinya, maka jenis kedua ini, secara tabiat dan asal pembentukannya, menghalangi seseorang untuk

memilikinya secara pribadi. Sebagaimana hadits nabi:

13

Abd al-Rahman al-Maliki, Politik Ekonomi Islam, terj. Ibn Sholah (Bangil: al-Izzah, 2001),

19

"Kota Mina menjadi tempat mukim siapa saja yang lebih dahulu (sampai kepadanya)" (HR al-Tirmidhi, ibn Majah, dan al-Hakim dari 'Aishah).24 Mina adalah sebuah nama tempat yang terletak di luar kota Makkah alMukarramah sebagai tempat singgah jama'ah haji setelah menyelesaikan wukuf di padang Arafah dengan tujuan meleksanakan syiar ibadah haji yang waktunya sudah ditentukan, seperti melempar jumrah, menyembelih hewan hadd, memotong qurban, dan bermalam di sana. Makna "munakh man sabaq" (tempat mukim orang yang lebih dahulu sampai) dalam lafad hadith tersebut adalah bahwa Mina merupakan tempat seluruh kaum muslimin. Barang siapa yang lebih dahilu sampai di bagian tempat di Mina dan ia menempatinya, maka bagian itu adalah bagiannya dan bukan merupakan milik perorangan sehingga orang lain tidak boleh memilikinya (menempatinya). Demikian juga jalan umum, manusia berhak lalu lalang di atasnya. Oleh karenanya, penggunaan jalan yang dapat merugikan orang lain yang membutuhkan, tidak boleh diizinkan oleh penguasa.25 Hal tersebut juga berlaku untuk Masjid.26 Termasuk dalam kategori ini adalah kereta api, instalasi air dan listrik, tiang-tiang penyangga listrik, saluran air dan pipapipanya, semuanya adalah milik umum sesuai dengan status jalan umum itu sendiri sebagai milik umum, sehingga ia tidak boleh dimiliki secara pribadi. 3) Barang tambang yang depositnya tidak terbatas Dalil yang digunakan dasar untuk jenis barang yang depositnya tidak terbatas ini adalah hadith nabi riwayat Abu Dawud tentang Abyad ibn Hamal yang meminta kepada Rasulullah agar dia diizinkan mengelola tambang garam di daerah Ma'rab:
24 25

al-SuyutI, al-Jami' al-Saghir, jil 2, 183. Abu Ya'la al-Farra', al-Ahkam al-Sultaniyyah (Beirut: Dar al-Fikr), 253. 26 Al-Nabhani, al-Nizam al-Iqtisadi, 182.

20

"Bahwa ia datang kepada Rasulullah SAW meminta (tambang) garam, maka beliaupun memberikannya. Setelah ia pergi, ada seorang laki-laki yang bertanya kepada beliau: "Wahai Rasulullah, tahukah apa yang engkau berikan kepadanya? Sesungguhnya engkau telah memberikan sesuatu yang bagaikan air mengalir". Lalu ia berkata: Kemudian Rasulullah pun menarik kembali tambang itu darinya" (HR Abu Dawud).27 Larangan tersebut tidak hanya terbatas pada tambang garam saja, melainkan meliputi seluruh barang tambang yang jumlah depositnya banyak (laksana air mengalir) atau tidak terbatas. Ini juga mencakup kepemilikan semua jenis tambang, baik yang tampak di permukaan bumi seperti garam, batu mulia atau tambang yang berada dalam perut bumi seperti tambang emas, perak, besi, tembaga, minyak, timah dan sejenisnya.28 Barang tambang semacam ini menjadi milik umum sehingga tidak boleh dimiliki oleh perorangan atau beberapa orang. Demikian juga tidak boleh hukumnya, memberikan keistimewaan kepada seseorang atau lembaga tertentu untuk mengeksploitasinya tetapi pewnguasa wajib

membiarkannya sebagai milik umum bagi seluruh rakyat. Negaralah yang wajib menggalinya, memisahkannya dari benda-benda lain, menjualnya dan menyimpan hasilnya di bayt al-Mal. Sedangkan barang tambang yang depositnya tergolong kecil atau sangat terbatas, dapat dimiliki oleh perseorangan atau perserikatan. Hal ini didasarkan kepada hadith nabi yang mengizinkan kepada Bilal ibn Harith al-Muzani memiliki barang tambang yang sudah ada dibagian Najd dan

27 28

al-Shawkani, Nayl al-Awtar, jil. 6 53. Al-Maliki, Politik Islam, 80.

21

Tihamah.29 Hanya saja mereka wajib membayar khumus (seperlima) dari yang diproduksinya kepada bayt al-Mal.30 c. Kepemilikan Negara (milkiyyat al-dawlah/ state private) Adalah harta yang merupakan hak bagi seluruh kaum muslimin/rakyat dan pengelolaannya menjadi wewenang khalifah/negara, dimana

khalifah/negara berhak memberikan atau mengkhususkannya kepada sebagian kaum muslim/rakyat sesuai dengan ijtihadnya. Makna

pengelolaan oleh khalifah ini adalah adanya kekuasaan yang dimiliki khalifah untuk mengelolanya.31 Kepemilikan negara ini meliputi semua jenis harta benda yang tidak dapat digolongkan ke dalam jenis harta milik umum (al-milkiyyat al'ammah/public property) namun terkadang bisa tergolong dalam jenis harta kepemilikan individu (al-milkiyyat al-fardiyyah). Beberapa harta yang dapat dikategorikan ke dalam jenis kepemilikan negara menurut al-shari' dan khalifah/negara berhak mengelolanya dengan pandangan ijtihadnya adalah: 1. Harta ghanimah, anfal (harta yang diperoleh dari rampasan perang dengan orang kafir), fay' (harta yang diperoleh dari musuh tanpa peperangan) dan khumus 2. Harta yang berasal dari kharaj (hak kaum muslim atas tanah yang diperoleh dari orang kafir, baik melalui peperangan atau tidak) 3. Harta yang berasal dari jizyah (hak yang diberikan Allah kepada kaum muslim dari orang kafir sebagai tunduknya mereka kepada Islam) 4. Harta yang berasal dari daribah (pajak)

29 30

Riwayat lengkap beserta penjelasannya lihat: Abu Ya'la al-Farra', al-Ahkam al-Sultaniyyah, 264. 'Abd al-Qadim Zallum, al-Amwal fi Dawlat al-Khilafah (Beirut: Dar al-'Ilm li al- Malayin, 1983), 89. 31 Al-Nabhani, al-Nizam al-Iqtisadi, 218.

22

5. Harta yang berasal dari ushur (pajak penjualan yang diambil pemerinyah dari pedagang yang melewati batas wilayahnya dengan pungutan yang diklasifikasikan berdasarkan agamanya) 6. Harta yang tidak ada ahli warisnya atau kelebihan harta dari sisa waris (amwal al-fadla) 7. Harta yang ditinggalkan oleh orang-orang murtad 8. Harta yang diperoleh secara tidak sah para penguasa, pegawai negara, harta yang didapat tidak sejalan dengan shara' 9. Harta lain milik negara, semisal: padang pasir, gunung, pantai, laut dan tanah mati yang tidak ada pemiliknya.32

32

Abd al-Qadim Zallum, al-Amwal fi Dawlat al-Khilafah, 39

23

BAB III KESIMPULAN


A. Kesimpulan

1. Definisi Kepemilikan Kepemilikan berasal dari kata milik yang berarti pendapatan seseorang yang diberi wewenang untuk mengalokasikan harta yang dikuasai orang lain dengan keharusan untuk selalu memperhatikan sumber ( pihak ) yang menguasainya. Dimensi kepenguasaan ini direfleksikan dalam bentuk bahwa orang yang memiliki suatu barang berarti mempunyai kekuasaan atas barang tersebut, sehingga ia dapat mempergunakannya sesuai dengan kehendahnya dan tidak ada orang lain baik secara individual maupun kelembagaan yang dapat menghalanghalanginya dari memanfaatkan barang yang dimilikinya tersebut. 2. Konsep kepemilikan Kapitalis Sistem kapitalis memandang bahwa manusia merupakan pemilik satu-satunya terbadap harta yang telah diusahakan. Tidak ada hak orang lain di dalamnya. Ia memiliki hak mutlak untuk membelanjakan sesuai dengan keinginannya. Sosok pribadi dipandang memiliki hak untuk memonopoli sarana-sarana produksi sesuai kekuasaannya. Ia akan mengalokasikan hartanya hanya pada bidang yang memiliki guna materi (Provite Oriented). 3. Konsep Kepemilikan sosialis Sistem ekonomi sosialis memandang bahwa segala bentuk sumber kekayaan dan alat-alat produksi adalah milik bersama masyarakat. Para anggota masyarakat secara individu tidak memiliki hak kecuali pada retribusi yang mereka peroleh sebagai bentuk pelayanan bsolu. Negara hadir menggantikan masyarakat dengan dominasi sebagai kekuatan tunggal. 4. Konsep Kepemilakan Islam.
24

Islam tidak menghendaki kepincangan antara hak individu pemilik dengan hak masyarakat lain. Keberhakkan pemilik dalam pandangan islam adalah baku. Hanya saja pemerintah mempunyai hak intervensi atas nama undang-undang. Ini pun sangat terbatas pada kasus-kasus tertentu yang kaitannya adalah target ocial kemasyarakatan yang hendak diwujudkan. Posisi islam yang demikian dimaksudkan untuk membuat perimbangan antara hak milik dan hak intervensi yang ditakutkan berlebihan dengan dalih : demi kesejahteraan umum.

DAFTAR PUSTAKA
'Abd al-Qadim Zallum, al-Amwal fi Dawlat al-Khilafah (Beirut: Dar al-'Ilm li al- Malayin, 1983) Abd al-Rahman al-Maliki, Politik Ekonomi Islam, terj. Ibn Sholah (Bangil: al-Izzah, 2001) Abdullah Abdul Husein at-Tariqi. Ekonomi Islam, prinsip, dasar, dan tujuan. Yogyakarta: Magistra Insani Press.2004. Abdurrahim Ahim. Dalil-Dalil Naqli Seri Ekonomi Islam. Yogyakarta: CV. Mitra Karya Santoso.2001. Abu Saud Mahmud. Garis-Garis Besar Ekonomi Islam. Jakarta: Gema Insani Press. 1984. Abu Ya'la al-Farra', al-Ahkam al-Sultaniyyah (Beirut: Dar al-Fikr) Al-Maliki, Politik Islam Al-Mawardi, al-Ahkam al-Sultaniyyah wa al-Wilayah al-Diniyyah (Beirut: Dar alFikr, 1960) Al-Nabhani, al-Nizam al-Iqtisadi al-Shawkani, Nayl al-Awtar (Beirut: Dar al-Fikr, 1994), jil. 6 al-Suyuti, al-Jami' al-Saghir, jil 2 Djuwaini. Dimyauddin. Pengantar fiqih muamalah. Pustaka pelajar. Yogyakarta. April 2008 Husain Sahatah, al-Khaskhasah fi Mizan al-Islam (tt: Maktabah al-Taqwa, 2001) K.Lubis Suhrawardi. Hukum Ekonomi Islam. Jakarta: Sinar Grafika.2000.

25

Lativa M. Algoud, Mervyn K. Lewis, Perbankan Syariah, Terj. Burhan W. (Jakarta: Serambi Ilmu Semesta, 2003) Muhamad, Alimin. Etika Dan Perlindungan Konsumen Dalam Ekonomi Islam. Yogyakarta: BPFE. 2004. Nabhani Tayudin. Membangun sistem Ekonomi Alternatif. Surabaya: Risalah Gusti.2002. Qardawi yusuf. Norma Dan Etika Ekonomi Islam. Jakarta: Gema Insani Press.1997. Rahman Afzahur. Doktrin Ekonomi Islam I. Yogyakarta: PT. Dana Bhakti Wakaf.1995 Sihab, M. Quraish, Membumikan Al-Quran (Bandung : Mizan, 2003) Taqiyy al-Din al-Nabhani, al-Nizam al-Iqtisadi fi al-Islam (Beirut: Dar alUmmah, 1990) Yunus al-Misri, Usul al-iqtisadi al-islami (Damaskus: Dar al-Qalam, 1999)

26

También podría gustarte