Está en la página 1de 12

Pentingnya Keberlangsungan Jampersal

sebagai Upaya Terobosan Percepatan Penurunan Angka Kematian Ibu


Policy Brief ditujukan kepada Menteri Kesehatan Repubik Indonesia cc. Dirjen Bina Gizi dan Kesehatan Ibu & Anak

Ringkasan Eksekutif
Hasil Studi Evaluasi Jampersal 2012 yang dilaksanakan oleh Pusat Penelitian Humaniora, Kebijakan Kesehatan dan Pemberdayaan Masyarakat menghasilkan evidence yang meyakinkan bahwa Program Jaminan Persalinan (Jampersal) berhasil mengajak ibu hamil untuk melahirkan di fasilitas pelayanan kesehatan. Perluasan Jampersal, peran serta aktif bidan, serta fasilitasi oleh pemerintah daerah diyakini akan semakin meningkatkan jumlah ibu hamil yang memeriksakan kehamilan pada tenaga kesehatan serta melakukan persalinan di fasilitas pelayanan kesehatan. Jaminan ketersediaan obat dan peralatan kesehatan serta ketersediaan tenaga kesehatan yang kompeten di puskesmas PONED dan rumah sakit PONEK dalam studi evaluasi ini terbukti sebagai faktor penentu untuk mencegah kematian maternal. Walaupun Jaminan Kesehatan Nasional yang diselenggarakan oleh Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) mulai efektif pada 1 Januari 2014, namun belum tentu semua ibu hamil berhak memperoleh pelayanan di fasilitas kesehatan dari Penyedia Pelayanan Kesehatan (PPK) pemerintah atau swasta yang mempunyai perjanjian kerjasama dengan BPJS. Selanjutnya, ternyata belum tentu semua ibu hamil yang berhak memperoleh JKN dapat mengakses PPK pemerintah atau swasta yang mempunyai perjanjian kerjasama dengan BPJS. Dari penelitian Tety R,dkk (2012) didapatkan bahwa sasaran yang memanfaatkan Jampersal pada pelayanan persalinan pada umumnya (95,3%) sudah di fasilitas kesehatan. Terlepas dari keluhan masyarakat yang ada, termasuk kekhawatiran Jampersal akan mengakibatkan ledakan penduduk. Namun karena menyadari besar- Page |1

nya manfaat yang diperoleh dari program Jampersal, khususnya bagi keluarga tidak mampu, semua masyarakat di semua daerah studi berpendapat dan mempunyai harapan yang sama. Program Jampersal diharapkan dapat dilanjutkan.

Fakta diatas menjadi alasan kuat Jampersal harus tetap dipertahankan keberlangsungannya sebagai upaya terobosan yang efektif untuk mencegah kematian maternal dan neonatal, dengan berbagai perbaikan dalam proses pelaksanaannya.

Latar Belakang
hatan yang bertujuan meningkatkan kapaProgram Jampersal adalah respons sitas puskesmas untuk menyelenggarakan pemerintah melalui Kementerian Kesehatan kegiatan outreach. untuk mengembangkan program/kegiatan Program Jampersal dilaksanakan seyang bersifat quick wins dalam upaya cara bertahap mulai 2011 dengan harapan menurunkan kematian maternal. Hasil studi dapat meningkatkan cakupan pembiayaan District Health Account di 80 kabupaten/ persalinan dari 1,7 juta ibu hamil per tahun kota (Gani, 2012) menunjukkan rendahnya (melalui Jamkesmas) menjadi 4,6 juta ibu komitmen pemerintah daerah untuk mehamil per tahun. Secara nyediakan anggaran keseumum, Program Jampersal hatan dalam jumlah yang Jampersal adalah bertujuan untuk meningmemadai, termasuk di daintervensi pembiayaan katnya akses pelayanan lamnya anggaran untuk kehamilan, persalinan, niuntuk menanggung program kesehatan ibu dan fas, bayi baru lahir dan anak. Oleh karena itu, salah seluruh biaya persalinan keluarga berencana pasca satu faktor penting untuk mulai dari masa persalinan yang dilakukan meningkatkan akses masyakehamilan, persalinan oleh tenaga kesehatan yang rakat terhadap persalinan hingga masa nifas berkompeten dan berwesehat adalah dengan memtermasuk bayi, bagi siapa nang di fasilitas kesehatan. berikan kemudahan pembiSecara khusus, Program saja, tidak tergantung ayaan untuk ibu hamil. Jampersal bertujuan untuk: Jampersal adalah instatus sosial ekonomi (i) Meningkatkan cakupan tervensi pembiayaan untuk yang bersangkutan. pemeriksaan kehamilan, menanggung seluruh biaya pertolongan persalinan, persalinan mulai dari masa dan pelayanan nifas ibu oleh tenaga kehamilan, persalinan hingga masa nifas kesehatan yang kompeten; (ii) Meningtermasuk bayi, bagi siapa saja, tidak katkan cakupan pelayanan bayi baru lahir, tergantung status sosial ekonomi yang KB pasca persalinan serta penanganan bersangkutan. Program Jampersal merupakomplikasi ibu hamil, ibu bersalin, ibu nifas kan penguatan terhadap intervensi pemdan bayi baru lahir, keluarga berencana biayaan persalinan melalui mekanisme Jampasca persalinan oleh tenaga kesehatan kesmas yang cakupannya hanya terbatas yang kompeten; serta (iii) Terselenggaranya untuk kelompok masyarakat sangat miskin, pengelolaan keuangan yang efisien, efektif, miskin dan hampir miskin. Selain itu Protransparan dan akuntabel. gram Jampersal juga merupakan penguatan terhadap Program Biaya Operasional Kese- Page |2

Diharapkan dengan diluncurkannya Jampersal, angka kematian ibu (AKI) dan juga angka kematian bayi (AKB) akan menurun sehingga bisa mencapai target MDGs

pada tahun 2015. Policy brief ini diharapkan dapat memberikan masukan kepada pengambil kebijakan terhadap implementasi program Jaminan Persalinan.

Mengapa Jampersal Jampersal Perlu Dilanjutkan?


Hasil penelitian menunjukkan alasan yang sangat kuat mengapa Jampersal perlu dilanjutkan, dengan tetap memperhatikan permasalahan yang perlu perbaikan dalam implementasinya ke depan. Kebijakan Jampersal di dukung oleh pemerintah Daerah dengan menindaklanjuti kebijakan dengan Peraturan Bupati/ Walikota atau dengan mengacu pada petunjuk teknis (Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 2562/Menkes/ Per/XII/2011) yang diterbitkan Kemenkes dalam rangka implementasi Jaminan Persalinan. Hal ini seperti yang dilaksanakan di antara lain kabupaten Sampang, kota Blitar, Kota Mataram, kab. Lombok tengah dan kab. Mojokerto. Beberapa Kabupaten/kota masih dalam proses dalam menerbitkan Perbup/Perwali seperti Kota Balikpapan, Kota Batam dll. Kab Aru, Kab. Wakatobi, Kab Bogor dan Kota Bandung dan Kota Kendari pemerintah Daerah tidak mengeluarkan peraturan khusus untuk Jampersal tetapi melaksanakan kebijakan Jampersal dengan mengacu petunjuk teknis yang ada. Dalam implementasinya pada umumnya provider mengharapkan kepesertaan pengguna Jampersal lebih mengutamakan pada sasaran yang kurang mampu dan ada pembatasan jumlah anak. Dalam implementasi di lapangan persyaratan pemanfaatan Jampersal adalah dengan kepemilikan KTP, dikabupaten/kota dipermudah dengan memperluas persyaratan antara lain dengan KTP suami, surat keterangan domisili, kartu keluarga, surat ijin mengemudi, kartu mahasiswa/pelajar dan paspor. Sasaran Jampersal seperti dalam petunjuk teknis adalah Ibu hamil, bersalin dan nifas yang tidak mempunyai jaminan apapun, namun dari hasil penelitian pada sasaran Jampersal yang memanfaatkan Jampersal adalah seperti tergambar pada Gambar 1.
lainnya; 5,00%

Jamsostek; 11,30%

Askes; 12,10%

Jamkesda; 19,60%

jamkesmas; 52,00%

Gambar 1. Kepemilikan Jaminan Lain Pada Sasaran Pengguna Jampersal (Sumber: Tety Rachmawati dkk, 2012)

Dari data sasaran penelitian ini ternyata yang memanfaatkan Jampersal 95% sudah memiliki jaminan kesehatan sebelumnya (Jamkesmas, Jamkesda, Askes, Jamsostek. Dan hanya 5% yang tidak mempunyai jaminan (lainnya). Hal ini terjadi karena di kabupaten/kota sejak pembiayaan Jampersal mulai dilaksanakan maka pembiayaan Jamkesmas untuk pelayanan KIA (ANC, persalinan, PNC, KB) dibiayai dengan Jampersal. Untuk Jamkesda beberapa kabupaten /kota juga cenderung memanfaatkan pembiayaan Jampersal atau dialihkan menjadi
- Page |3

Jampersal, namun ada juga kabupaten/kota yang masih menggunakan Jaminan Kesehatan Daerah. Yang masih menjadi masalah adalah mengenai kepersertaan Jamkesmas. Karena untuk sasaran Jampersal, harus dilakukan pemilahan dulu, apakah sasaran tersebut bukan peserta Jamkesmas. Kenyataan di lapangan, peserta Jamkesmas seringkali ke pelayanan tidak membawa kartu, karena kartu di simpan di Kepala Desa. Setiap pasien berobat mengambil kartu di kepala desa dan setelah berobat dikembalikan lagi ke kepala desa, sehingga membuat pasien enggan untuk memanfaatkan kartunya. Askes juga dimanfaatkan oleh sasaran untuk persalinan anak ke 3 (tiga) dst, hal ini dikarenakan Askes hanya membiayai sampai anak ke 2 (dua), sehingga anak ke 3 (tiga) dst sasaran tidak dapat memanfatkan Askes. Selain itu kemudahan pemanfaatan Jampersal dengan persyaratan cukup KTP dan bersifat portabilitas, sehingga lebih mudah untuk dimanfaatkan dibandingkan jaminan
100,00% 90,00% 80,00% 70,00%

kesehatan yang lain. Untuk kedepan pengguna Jampersal seharusnya lebih ditekankan pada peserta yang belum mempunyai jaminan kesehatan khususnya untuk persalinan, sehingga pemanfaatan Jampersal lebih tepat sasaran. Provider pemberi layanan Jaminan Persalinan (bidan) di pelayanan dasar (puskesmas, polindes dan BPS) dalam mendukung pelaksanaan program Jampersal ditunjukkan dalam gambar 2. Dari hasil self assessment bidan terhadap kebijakan Jampersal, 94,6% bidan menyatakan setuju dan mendukung program Jampersal, bidan menyatakan sebaiknya Jampersal dilanjutkan karena banyak bermanfaat untuk masyarakat miskin. Selain itu 94,6% bidan menyatakan bahwa Jampersal mendukung program KIA, yaitu upaya penurunan AKI dan AKB, program ini juga dinilai mampu memberi dukungan pada masyarakat yang kurang memiliki akses secara pembiayaan ke tenaga kesehatan.
94,30% 82,70% 81,50% 85,60%

94,60%

94,60%

60,60%
60,00% 50,00%

64,50% 55,60% 44,40%

39,40%
40,00% 30,00% 20,00% 10,00% 0,00%

35,50%

17,30% 5,40% 5,40%


Dukungan Jampersal pada program KIA Sosialisasi Jampersal

18,50%

14,40%

5,70%
Dukungan Kendala Tugas Jangkauan Jampersal sarana implementasi sebagai Jampersal penolong pada sasaran persalinan Persepsi tentang merujuk pasien Kepuasan terhadap reward

Dukungan pada kebijakan Jampersal

Baik

Buruk

Gambar 2. Persepsi Bidan Puskesmas terhadap Jaminan Persalinan (Sumber: Tety Rachmawati dkk, 2012)

- Page |4

Sosialisasi masih menjadi tanggung jawab dinas kesehatan. Di puskesmas sosialisasi kebijakan Jampersal dan sosialisasi pada masyarakat menurut bidan masih kurang (60,6%). Demikian pula sarana untuk menolong persalinan di puskesmas/polindes menurut 44,4% responden bidan juga kurang memadai. Persepsi bidan terhadap kendala meliputi kendala dalam meyakinkan masyarakat untuk memanfaatkan Jampersal, budaya untuk bersalin di non nakes, akses ke nakes karena kendala geografis dan masyarakat yang masih lebih senang bersalin dirumah. Ternyata 35,5% bidan menyatakan masih mempunyai kendala terhadap hal diatas. Terdapat 94,3% bidan menyatakan senang dengan tugas yang menjadi tupoksinya yaitu menolong persalinan, tapi lebih senang jika memberi pelayanan pengobatan karena menolong persalinan dianggap sangat berisiko. Namun demikian hasil penelitian ini dengan adanya Jampersal 81,5% bidan menyatakan senang menolong persalinan sendiri daripada merujuk ke layanan rujukan. Persepsi bidan terhadap keterjangkauan (akses jarak) masyarakat terhadap Jampersal, 82,7 % bidan menyatakan yang memanfatkan Jampersal tidak hanya sasaran yang dekat dengan puskesmas/polindes saja tetapi juga yang jauh. Kesesuaian reward Jampersal dengan tugas yang dibebankan dan kepuasan adanya kepastian pembiayaan dengan adanya Jampersal, hasil penelitian didapatkan 85,6% bidan menyatakan baik. Dari data diatas dapat dikatakan bahwa pada umumnya provider di tingkat layanan dasar mendukung kebijakan Jampersal walaupun masih ada permasalahan antara lain yang perlu diperhatikan yaitu kurang optimalnya sosialisasi baik di tingkat provider maupun di masyarakat. Hal ini disebabkan tidak tersedianya anggaran untuk

sosialisasi, kurang melibatkan lintas sektor dan masyarakat (toma, Toga, kader dll) dalam sosialisasi Jampersal. Sosialisasi juga masih dirasakan kurang oleh sasaran Jaminan persalinan yaitu Ibu hamil, bersalin dan nifas. Hal ini tergambar seperti terlihat dalam gambar 3.

29,10%

3,40% 0,20% 0,60%

66,70%

Tidak Tahu Kalau ada Jampersal Dilarang oleh tenaga kesehatan Dilarang oleh kader kesehatan dilarang oleh suami lainnya

Gambar 3. Alasan Tidak Menggunakan Jampersal Pada Sasaran (Sumber: Tety Rachmawati dkk, 2012)

Sosialisasi menjadi faktor yang penting untuk keberhasilan pelaksanaan program jampersal. Dari data diatas menujukkan bahwa sasaran yang tidak memanfaatkan Jampersal 66,70% karena tidak tahu adanya Jampersal. Disini juga terlihat bahwa peran suami juga sangat mempengaruhi sasaran memanfaatkan atau tidak Jampersal. Yang menarik ada 0,8% dari sasasan tidak memanfaatkan Jampersal karena dilarang oleh tenaga kesehatan dan kader kesehatan. Hal ini dapat dipahami karena di beberapa kabupaten/Kota besaran tarif Jampersal dianggap belum memadai dan penerimaan klaim terlalu lama, sehingga membuat keengganan dari tenaga kesehatan un- Page |5

tuk memanfaatkan Jampersal untuk jasa jauh lebih kecil dari ketentuan di petunjuk pelayanannya. teknis. Besar-kecilnya jasa medis yang diMenurut petunjuk teknis Jampersal di kembalikan tergantung pada komitmen atau kabupaten/kota dana Jampersal di pelayaaturan yang berlaku di daerah tersebut. nan kesehatan dasar disalurkan ke Rekening Untuk proses klaim dana Jampersal Dinas kesehatan kabupaten/kota, terintepada bidan BPS yang melakukan PKS dengan grasi (menjadi satu kesatuan) dengan dana dinas kesehatan pada umumnya tidak diJamkesmas. Setelah dana tersebut disalurtemukan kendala dalam prosesnya. Proses kan Kementerian Kesehatan ke rekening cairnya juga lebih cepat dan lancar dibanDinas Kesehatan sebagai penanggung jawab dingkan bidan di puskesmas dan jaringannya program (melalui SP2D), maka status dana yang non BLUD. Besaran tarif pada bidan tersebut berubah menjadi dana peserta PKS pada umumnya diterima sesuai dengan Jamkesmas dan masyarakat penerima manpetunjuk teknis yang berlaku. Lebih mudahfaat Jaminan Persalinan. nya proses klaim dan pencairan dana pada Setelah hasil verifiBPS dikarenakan tidak perlu kasi klaim dibayarkan sebamelalui mekanisme keuanggai penggantian pelayanan an daerah tapi langsung Yang sering menjadi kesehatan, maka status damelalui Dinas Kesehatan. masalah yang dapat na menjadi pendapatan Hasil penelitian menmenyebabkan demotivasi fasilitas kesehatan/puskesdapat fakta bahwa secara provider adalah mas yang belum menerapumum tidak ada masalah kelambatan proses klaim kan BLUD. Sehingga dana dengan besaran tarif untuk dan pencairannya pada yang sudah di klaim setelah ANC. Di Kabupaten/kota locair ke fasilitas kesehatan/ kasi penelitian besaran tarif provider di puskesmas puskesmas akan disetorkan persalinan menurut sebadan jaringannya (non kembali seluruhnya pada gian besar provider di laBLUD). Hal ini kas daerah. Yang kemudian yanan dasar sudah cukup disebabkan karena harus akan dikembalikan pada fabagus sesuai dengan perda melalui mekanisme silitas kesehatan sesuai de(antara Rp. 200.000,keuangan daerah. ngan besaran yang diatur sampai Rp.700.000,-). dalam Perbup atau Perwali. Walaupun di beberapa kaDalam implementasi bupaten/kota tarif Jamperdilapangan secara umum kabupaten/kota sal masih di bawah tarif yang berlaku pada melaksanakan alur dana seperti dalam umumnya di wilayah tersebut, terutama petunjuk teknis, namun ada beberapa untuk BPS misalnya seperti di Balikpapan, daerah yang masih beranggapan bahwa Batam, Bandung dll. Alasan perlu dinaikkan dana Jampersal masuk dalam rekening tarif tersebut karena ada biaya lain yang Pemerintah Daerah sehingga sering meperlu dibayarkan ketika menolong persanimbulkan polemik di daerah. linan, misalnya biaya dukun untuk pasien Dalam petunjuk teknis Jampersal yang merupakan rujukan dukun, memberi 2012 diterangkan bahwa besaran jasa medis makan pada pengantar pasien selama pasien yang dikembalikan pada fasilitas kesehatan dirawat melahirkan, pengadaan bahan habis minimal 75%. Namun demikian pada kenyapakai, dll. taannya tidak demikian, terdapat daerah yang lebih besar dari 75% tapi ada juga yang

- Page |6

Tabel 1. Tempat Persalinan Pengguna Jampersal di Lokasi Penelitian Periode Oktober 2011-April April 2012 (Sumber: Tety Rachmawati dkk, , 2012 2012)
Kabupaten/Kota 1. Kab Sampang 2. Kota Blitar 3. Kota Mataram 4. Kab Loteng 5. Kota Bandung 6. Kab Bogor 7. Kota Ambon 8. Kab Kep Aru 9. Kota Kendari 10. Kab Wakatobi 11. Kota Batam 12. Kota Balikpapan 13. Paser Total Tempat Persalinan Jampersal Faskes Non Faskes 75 (100,0%) 33 (100,0%) 64 (100,0%) 65 (100,0%) 11 (100,0%) 60 (100,0%) 58 (100,0%) 63 (72,4%) 47 (100,0%) 119 (97,5%) 54 (100,0%) 51 (100,0%) 26 (74,3%) 726 (95,3%) 0 (0,0%) 0 (0,0%) 0 (0,0%) 0 (0,0%) 0 (0,0%) 0 (0,0%) 0 (0,0%) 24 (27,6%) 0 (0,0%) 3 (2,5%) 0 (0,0%) 0 (0,0%) 9 (25,7%) 36 (4,7%)

gambar 5 menjelaskan persentase penolong persalinan bagi yang tidak menggunakan Jampersal.
Kab Paser Kota Balikpapan Kota Batam Kab Wakatobi Kota Kendari Kab Kep Aru Kota Ambon Kab Bogor Kota Bandung Kab Lombok Tengah Kota Mataram Kota Blitar Kab Sampang 0,0% 1,9% 1,8% 16,7% 0,0% 0,0% 0,0% 5,1% 6,1% 1,4% 0,0% 5,0% 47,6% 52,4% 100,0% 98,1% 98,2% 83,3% 100,0% 100,0% 100,0%

94,9% 93,9% 98,6% 100,0% 95,0%

Untuk sasaran Jampersal yang me memanfaatkan Jampersal sebesar 95,3% melakukan persalinan di fasilitas tas kesehatan, seperti terurai dalam tabel 1. Terdapat sepuluh kabupaten/kota yang sasarannya memanfaatkan pela pelayanan persalinan dengan Jampersal, persa persalinannya dilakukan di fasilitas kesehatan (100%). Dari data tersebut terlihat bahwa dengan me memanfaatkan Jampersal, sasaran dilayani oleh tenaga kesehatan dan di fasilitas litas kesehatan. Ada 3 (tiga) tiga) kabupaten yang sasaran per persalinan menggunakan Jampersal tetapi masih dilakukan di non fasilitas kesehatan kesehatan, yaitu di Kepulauan Aru (27,8%), Wak Wakatobi (2,5%) dan Paser (25,7%). Ha al ini lebih dikarenakan daerah tersebut secara geo geografis memang sulit serta ada anya keterbatasan sumberdaya. Bagaimana dengan sasara an yang tidak memanfaatkan Jampersal? Terli erlihat adanya pergeseran dari ditolong tenaga kesehatan saat ANC, menjadi ditolong t tenaga non kesehatan saat persalinan. Gambar 4 menjelaskan enjelaskan siapa tenaga pemeriksa kehamilan pada sasaran yang tidak menggunakan Jampersal ini, sedang

0% 20% 40% 60% 80% 100% Tenaga Non Kesehatan Tenaga Kesehatan

Grafik 4. Tenaga Pemeriksa Kehamilan Pengguna Non Jampersal di Lokasi Penelitian Periode Oktober 2011-April 2011 2012 (Sumber: Tety Rachmawati achmawati dkk, dkk 2012)

Dari data sasaran yang tidak memanmeman faatkan Jampersal didapatkan bahwa terter dapat sasaran ibu hamil yang yan sudah memeriksakan kehamilannya di tenaga kesehatan, ketika persalinan pindah ke tenaga non kesehatan seperti nampak pada dua gambar diatas. Nampak jelas pergeseran sasaran dari nakes ketika pemeriksaan kehamilan ke non nakes ketika persalinan di kabupaten/ kab kota Balikpapan, Kota Batam, Kota Kendari, Kepulauan Aru, Bogor, Bandung Lombok Tengah dan Kota Mataram. Bahkan B di kepulauan Aru, Lombok Tengah T dan Kota Mataram antara 29%-50% 29% perubahan dari pasien yang ketika pemeriksaan kehamilan dilakukan oleh tenaga enaga kesehatan dan beruberu
- Page |7

bah menjadi bersalin pada tenaga non kesehatan.


Kab Paser Kota Balikpapan Kota Batam Kab Wakatobi Kota Kendari Kab Kep Aru Kota Ambon Kab Bogor Kota Bandung Kab Lombok Tengah Kota Mataram Kota Blitar Kab Sampang 0,0% 0,0% 0,0% 7,7% 5,1% 50,0% 50,0% 50,0% 50,0% 100,0% 100,0% 5,3% 9,7% 10,3% 0,0% 15,8% 23,8% 54,8% 90,0% 92,9% 84,0% 76,2% 100,0% 92,3% 94,9%

94,7%

0% 20% 40% 60% 80% 100% Tenaga Non Kesehatan Tenaga Kesehatan

Gambar 5. Tenaga enaga Penolong Persalinan Pada Responden Non Pengguna Jampersal di Lokasi Penelitian Periode Oktober 2011-April April 2012 (Sumber: Tety Rachmawati dkk, 2012)

Dari gambar 4 nampak bahwa ibu hamil yang sudah memanfatkan Jampersal hanya sebagian kecil (4,7%) yang tidak bersalin di fasilitas kesehatan. Kondisi ini berbeda dengan ibu hamil ya yang tidak memanfaatkan Jampersal, walaupaun ketika ANC sudah di tenaga kesehatan tapi ketika bersalin masih banyak yang beralih ke tenaga non kesehatan. Pada tabel 2 menguraik kan tentang persentase continum of care dari sasaran yang menggunakan Jampersal. l. Sasaran yang diambil adalah ibu yang sedang masa nifas sehingga sudah melewati masa ANC, per persalinan, dan PNC.

Dapat apat dijelaskan bahwa ibu bersalin memanfaatkan Jampersal, sebagian besar akan memanfaatkan layanan sampai dengan PNC. Hanya saja tidak dapat dijelaskan lebih lanjut kelengkapan dalam paket PNC. Tapi api secara umum dapat dikatakan bahwa pengguna Jampersal yang memanmeman fatkan layanan K1 dan K4 dengan Jampersal di Kota Bandung, Bogor, Kota Ambon, Kep. Aru, Wakatobi, Kota Batam dan Paser, 100% bersalin dengan Jampersal dan 100% memanfaatkan layanan Paska persalinan. Dapat disimpulkan continum of care terutama dari ANC sampai dengan persa-linan persa pada ibu hamil pengguna Jampersal lebih baik dibandingkan dengan ibu hamil non pengguna Jempersal. Dilihat dari penerimaan masyarakat terhadap Jampersal, ternyata relatif r barunya pelaksanaan Jampersal, tidak membuat mama syarakat kurang peduli dengan keberkeber adaannya. Dengan merasakan manfaatnya, banyak harapan masyarakat terhadap JamJam persal. Dalam pelaksanaan suatu pro-gram, pro kegiatan sosialisasi merupakan hal penting untuk menentukan keberhasilannya. DihaDiha rapkan agar sosialisasi ke masyarakat harus lebih ditingkatkan gkatkan lagi. Dalam pelaksanaan, ada beberapa kasus yang dikeluhkan masyarakat. Untuk persalinan yang tidak dapat dilakukan di bidan dapat dilakukan rujukan ke rumah sakit yang sudah ditentukan. Selama berber kaitan dengan kehamilan dan persalinan, harusnya biaya aya pelayanan di rumah sakit ditanggung oleh Jampersal. Masyarakat berber harap adanya kepastian pembiayaan JamJam persal sebab di beberapa Kabupaten, masih terdengar keluhan masyarakat tentang adaada nya tambahan pembiayaan pada pengguna Jampersal. Termasuk keluhan tentang t kurangnya fasilitas, pelayanan dan terbatasnya sarana transportasi untuk rujukan.

- Page |8

Tabel 2. Continum of Carepada Responden Sasaran Ibu Nifas Pengguna Jampersal Per Kabupaten/Kota (Sumber: Tety Rachmawati dkk, 2012) K1 + K4 + K1 + K4 + Kabupaten/Kota K1 K1 + K4 Persalinan Persalinan + PNC Kab Sampang Kota Blitar Kota Mataram Kab Lombok Tengah Kota Bandung Kab Bogor Kota Ambon Kab Kep Aru Kota Kendari Kab Wakatobi Kota Batam Kota Balikpapan Kab Paser 13 kab/kota 91.4% 76.0% 90.6% 64.5% 33.3% 41.2% 86.1% 66.3% 100.0% 94.6% 14.3% 66.7% 77.8% 74.9% 72.9% 72.0% 52.8% 62.9% 33.3% 39.2% 27.8% 58.1% 66.7% 87.5% 14.3% 66.7% 72.2% 61.8% 71.4% 68.0% 43.4% 59.7% 33.3% 39.2% 27.8% 58.1% 50.0% 87.5% 14.3% 63.0% 72.2% 59.9% 67.1% 68.0% 43.4% 59.7% 33.3% 39.2% 25.0% 55.8% 33.3% 87.5% 14.3% 63.0% 50.0% 57.9%

Keterangan : Responden: Ibu Nifas yang pernah memanfaatkan Jampersal K1, K4, Persalinan atau Pn K1 : Ibu Nifas dengan K1 memanfaatkan Jampersal K1 + K4 : Ibu Nifas dengan K1 dan K4 memanfaatkan Jampersal K1 + K4 + Persalinan : Ibu Nifas dengan K1, K4 dan Persalinannya memanfaatkan Jampersal K1 + K4 + Persalinan + Pn : Ibu Nifas dengan K1, K4 , Persalinan & Pn memanfaatkan Jampersal

Terlepas dari keluhan masyarakat yang ada, termasuk kekhawatiran Jampersal akan mengakibatkan ledakan penduduk. Namun karena menyadari besarnya manfaat yang diperoleh dari program Jampersal,

khususnya bagi keluarga tidak mampu, semua masyarakat di semua daerah studi berpendapat dan mempunyai harapan yang sama. Program Jampersal diharapkan dapat dilanjutkan di tahun-tahun mendatang.

Opsi Kebijakan
(dalam konteks JKN yang diselenggarakan oleh BPJS) 1. Stop, karena pelayanan kesehatan perseorangan sudah dicakup oleh JKN-BPJS pada tahun 2014. 2. Dilanjutkan seperti sekarang, sesuai dengan hasil studi evaluasi yang menunjukkan Masyarakat mendukung dan memerlukan Jampersal walaupun dalam implementasi masih banyak dilakukan perbaikan. 3. Interim strategy sampai pemerintah kabupaten/kota mampu menyelenggarakan sistem pelayanan kesehatan secara mandiri.

- Page |9

Rekomendasi
Dengan dukungan dari Pemerintah Daerah, provider dan masyarakat. Perlu adanya kesinambungan ketersediaan alokasi dana Pusat dalam pelaksanaan Jampersal. Adapun saran untuk perbaikan Kebijakan Jaminan Persalinan adalah dilanjutkan seperti pelaksanaan sekarang dengan perbaikan dalam implementasinya. Adapun rekomendasi dar penelitian ini sebagai berikut: f) Penguatan Tim Pengelola Jamkesmas/Jampersal di Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota dalam peningkatan kemampuan proses verifikasi dan pembayaran klaim Jampersal. Sosialisasi menjadi kunci penting dalam keberhasilan, pelibatan lintas program, lintas sektor dan masyarakat (Toma, Toga, kader) dalam sosialisasi lebih di tingkatkan. Disamping itu perlu penganggaran khusus untuk sosialisasi. Pengetatan mekanisme pengawasan dan sanksi agar seluruh penyedia pelayanan kesehatan (PPK) Jampersal tidak menarik biaya tambahan dari penerima manfaat Jampersal dengan melakukan uji petik. Peningkatan kemampuan tenaga kesehatan yang ada di wilayah tertentu khususnya di daerah terpencil dan terisolir yang kurang diminati, di antaranya melalui pemberian kewenangan tambahan/khusus mengingat keterbatasan tenaga sesuai kompetensi. Penguatan komitmen pelayanan KB pasca persalinan sebagai paket dan bagian tak terpisahkan dari pelayanan Jampersal dengan didorong untuk penggunaan metode kontrasepsi jangka panjang, dengan menerapkan informed consent. Pada daerah kepulauan atau wilayah dengan geografis sulit harus dipertimbangkan beberapa pilihan : o Menyediakan dana pendamping untuk penggantian transport rujukan bila diperlukan. o Menyediakan rumah singgah. o Menyediakan pelayanan one stop service, dalam pengertian memenuhi ketersediaan sarana pelayanan kesehatan tingkat dasar sampai dengan rujukan.
- P a g e | 10

2.

Jangka pendek
1. Pedoman Pelaksanaan harus memberi ruang untuk menampung kebijakan lokal a) Diterbitkannya turunan kebijakan Jampersal berupa Peraturan Bupati atau Peraturan Walikota. b) Mendorong daerah untuk berontribusi terhadap pemenuhan sarana prasarana, obat, bahan habis pakai, dan peralatan kesehatan Puskesmas dan Poskesdes agar mampu melakukan pertolongan persalinan di Puskesmas dan Poskesdes secara memadai. c) Ketentuan besaran jasa pelayanan dan kelancaran klaim menjadi perhatian sebagai salah satu manfaat Jampersal untuk tenaga kesehatan yaitu adanya kepastian akan menerima jasa pelayanan medis sesuai ketentuan yang berlaku. d) Memberi penekanan pada pemerintah daerah untuk menepati ketentuan se-suai juknis, bahwa sasaran Jampersal adalah ibu hamil, bersalin dan nifas yang belum mempunyai jaminan. e) Penguatan sinergisme berbagai sumber pembiayaan dalam mendukung pelaksanaan Jampersal, seperti BOK, Jamkesmas, Jamkesda, dll.

3.

4.

5.

6.

Jangka Panjang
Rekomendasi jangka panjang ini lebih diperuntukkan bagi pelayanan kesehatan ibu dan anak secara keseluruhan. 1. Aspek Sarana dan Prasarana dan SDM a. Dukungan Kementerian Pekerjaan Umum, Kementerian rian Perhubungan, dan Pemerintah Daerah dalam per percepatan pembangunan infrastruktur jalan dan transportasi yang memadai, khususnya di daerah tertinggal, per perbatasan, dan kepulauan, dalam rang rangka memudahkan proses rujukan KIA. b. Penguatan Puskesmas PONED dan RS PONEK, baik aspek tenaga, sarana, obat dan peralatan, serta keteram keterampilan (skill) petugas sebagai penyedia layanan emergensi obstetrik dan neo neonatal tingkat dasar dan komprehensif.

c. Penguatan sistem rujukan (improvement collaborative) antara Puskesmas PONED dan RS PONEK. d. Keberadaan bidan sebagai anggota masyarakat syarakat memiliki keterbatasan yang harus diperhatikan, sehingga diupayakan adanya pendamping di wilayah kerja bidan karena bidan mempunyai keterbatasan kete . 2. Pemberdayaan Masyarakat sangat penpen ting untuk mendukung menduk pelaksanaan kebijakan Jampersal. Peningkatan pempem berdayaan masyarakat melalui pembepembe rian KIE (Konseling, Informasi dan EduEdu kasi) tentang Jampersal untuk mengatasi hambatan non-medis medis dan non-finansial, non seperti hambatan kultural dan hambahamba tan informasi.

Untuk keterang eterangan lebih detail bisa dibaca pada buku

Riset Evaluasi Jampersal

Buku b bisa didownload pada tautan berikut http://www.scribd.com/doc/120760873/Riset http://www.scribd.com/doc/120760873/Riset-Evaluasi-Jampersal Jampersal


- P a g e | 11

Telp. Kepala (031) 3522952, Opr. (031) 3528748, Fax (031) 3528749, (031) 3555901

Pusat Humaniora, Kebijkan Kesehatan dan Pemberdayaan Masyarakat

Penyusun Tety Rahmawati Sandy Iljanto Setia Pranata Muhammad Agus Mikrajab Ira Ummu Aimanah Niniek L. Pratiwi Vita Kartika Mahirawati Rukmini Yurika Fauzia Yunita Fitrianti Sri Handayani Rozana Ika Agustiya Made Asri Budisuari Agung Dwi Laksono

Jl. Indrapura 17 Surabaya 60176.

- P a g e | 12

También podría gustarte