Está en la página 1de 12

ACUTE PANCREATITIS

Hernomo Kusumobroto Division of Gastroenterology Department of Internal Medicine Airlangga University School of Medicine Sutomo Hospital Surabaya

Presented in : PENDIDIKAN KEDOKTERAN BERKELANJUTAN ILMU PENYAKIT DALAM XII Surabaya, 29 30 September 2000

ACUTE PANCREATITIS
Hernomo Kusumobroto Gastroenterology Division Department of Internal Medicine Airlangga University School of Medicine Sutomo General Hospital Surabaya Acute pancreatitis is a clinical syndrome of sudden-onset abdominal pain and elevations in the levels of serum pancreatic enzymes, caused by an acute necro-inflammatory response in the pancreas. The hospitalization rate for acute pancreatitis vary between communities because of the demographic differences in the cause of the acute pancreatitis. In the United States, > 80 % of cases are associated with alcohol use or billiary stones; while in Asian population, infection with Ascaris lumbricoides may be the cause of pancreatitis in 10 20 % of patients. The most common prognostic criteria used to assess acute pancreatitis are the Ranson criteria, which are observation made at admission and at 24 hours after admission, and the simplified Glasgow criteria, which are variables measured at anytime during the first 48 hours.The prognostic accuracy of the two scales is similar. Therapy for most cases of acte pancreatitis is supportive, although severe cases may require massive volume repletion with crystalloids and colloids. Patients should receive nutrition and electrolytes intravenously, not enterally. If symptoms are expected to persist more than 2 to 3 days, total parenteral nutrition shpuld be considered. Parenteral meperidine is preferred over morphine as an analgesic, because of the risk of morphine-induced sphincter Oddi spasm.

Pankreatitis akut (PA) merupakan sindroma klinik yang ditandai dengan serangan nyeri perut yang mendadak disertai peningkatan kadar enzim-enzim pankreas dalam serum., akibat respons keradangan dan nekrosis pada pankreas. Angka kejadian pankreatitis akut di rumah sakit sangat bervariasi karena perbedaan demografik dari penyebab pankreatitis sendiri. Di Amerika serikat, lebih dari 80 % PA berhubungan dengan alkoholisme atau batu empedu, sementara di daerah Asia, infeksi cacing Ascaris diduga menjadi penyebab pada 10 20 % kasus. . Kriteria prognostik yang paling banyak dipakai adalah kriteria Ranson, di mana observasi dilakukan segera setelah penderita masuk rumah sakit dan dalam waktu 24 jam setelah MRS. Sementara kriteria Glasgow yang disederhanakan, lebih lugas karena dapat dilakukan pada setiap saat dalam waktu 48 jam setelah MRS. Kedua kriteria ini mempunyai akurasi yang sama sebagai penilai prognostik penderita. Pengobatan PA pada umumnya adalah supportive, meskipun pada beberapa kasus yang berat dapat dibutuhkan pemberian cairan kristaloid maupun koloid dalam jumlah banyak. Penderita harus diberi nutrisi secara intravena, bukan par enteral. Bila keluhan diduga akan bertahan sampai lebih dari 2 3 hari, pamberian nutrisi parenteral total harus dipertimbangkan.. Sebagai analgetik, pemberian meperidine intravena lebih terpilih dari pada morphine, karena r3esiko efek spasme morphine terhadap sfinter Oddi..

PENDAHULUAN
Pankreatitis akut adalah suatu sindroma klinik yang ditandai dengan serangann nyeri perut yang mendadak diserta peningkatan kadar enzim-enzim pankreas dalam serum, akibat respons keradangan dan nekrosis dalam pankreas (Gorelick, 1995). Diagnosis disokong dengan hasil gambaran yang khas pada USG dan CT scan (Banks, 1995). Laporan PA pertama kali ditemukan sekitar tahun 1700, namun laporan langkapnya baru dikemukakan oleh Fitz pada tahun 1889, yang meliputi temuan klinik dan patologi, juga termasuk fator-faktor penyebabnya (dikutip dari Gorelick, 1955). Pankreatitis akut merupakan proses keradangan kelenjar pankreas, di mana pankreas mengeluarkan ensim-ensim pencernaan, insulin dan glukagon.

ANGKA KEJADIAN
Angka kejadian PA sangat bervariasi, dari 1 - 5 per 10.000 setiap tahunnya. Variasi ini tergantung pada banyak faktor, antara lain (Gorelick, 1995) : 1. Karena diagnosis histologi sulit dikerjakan, maka sebagian besar diagnosis berdasarkan pemeriksaan klinik. Selain itu pemeriksaan biokimia dan radiologi sensitivitasnya juga terbatas. 2. Insidensi faktor pencetus (seperti alkoholisme dan batu empedu) sangat bervariasi tergantung populasi yang diambil. 3. Beberapa penderita dengan keluhan ringan, biasanya luput didiagnosis, dan beberapa di antaranya mungkin tidak sampai berobat ke dokter. Di Indonesia, PA belum banyak dilaporkan.

PENYEBAB
Di Amerika > 80 % kasus PA ada hubungannya dengan batu empedu dan alkoholisme. Meskipun terdapat banyak faktor lain yang dapat menjadi pencetus PA, namun alkoholisme merupakan penyebab terbanyak yang dapat membawa penderita ke pankreatitis kronik. Salah satu penyebab PA di kalangan penduduk Asia adalah infeksi cacing Ascaris lumbricoides, yang diduga dapat menjadi penyebab pada 10 20 % penderita. Tabel 1 menunjkkan beberapa penyebab PA menurut kelompok penyebab utama (Gorelick, 1955).

Batu empedu dan biliary sludge diduga dapat menimbulkan pankreatitis dengan cara menimbulkan obstruksi sementara dari duktus pankreatikus. Penderita dengan batu empedu mempunyai resiko 20 x lebih tinggi mengalami pankreatitis, namun insidensi pankreatitis sendiri hanya < 0.2 % per tahun pada kelompok ini. Mikrolitiasis, kristal mikroskopik dari cholesterol monohidrat atau Ca bilirubinat, juga adanya biliary sludge pada USG, juga dapat meningkatkan resiko timbulnya pankreatiti, mungkin dengan mekanisme yang sama dengan batu empedu. Adanya mikrolitiasis dan biliary sludge mempunyai resiko 2 3 x terjadinya pankreatitis idiopatik. (Gorelick, 1995). Etanol dapat menimbulkan pankreatitis dengan berbagai cara : obstruski saluran utama pankreas akibat gangguan fungsi sfingter Oddi, obstruksi saluran yang lebih kecil akibat mengerasnya protein yang disekresi, perubahan fluiditas membran sel pankreas, dan hipertrigliseridemi akibat etanol sendiri. Pankreatitis biasanya timbul pada penyalah gunaan alkohol jangka lama atau peminum berat, tetapi hanya 5 % dari peminum berat ini yang mengalami pankreatitis secara klinik. Sebagian besar penderita PA akibat etanol biasanya sudah mempunyai penyakit dasar pankreatitis kronik. (Gorelick, 1995). Obstruksi sekresi pankreas sendiri jarang yang dapat menimbulkan PA. Obstruksi dapat terjadi akibat disfungsi sfingter Oddi pasca kholesistektomi, pancreas divisum, accessory duct dari duktus Santorini, dan adanya papila minor (Gorelick, 1995). Beberapa penyakit yang dapat menimbulkan PA, antara lain : adeno Ca pankreas, tukak duodenum yang mengalami penetrasi, hiperkalsemia, hipertrigliseridemia, dan infark pankreas akibat penyakit aterosklerosis atau vaskulitis. Beberapa infeksi virus, seperti : parotitis, coxsackie B, cytomegalo, hepatitis, juga dapat menimbulkan PA (Gorelick, 1995 ; Mishra, 1999). Juga infeksi Ascaris lumbricoides dan AIDS (Gorelick, 1995). Trauma dan manipulasi duktus pankreatikus, baik pasca ERCP maupun pasca bedah, semua dapat menimbulkan PA (tabel 1) (Gorelick, 1995).

KLASIFIKASI
PA dapat dibagi menurut patologi, etiologi, dan gambaran klinik dan perjalanannya. Bradley membuat klasifikasi berdasar sejumlah parameter klinik, dengan membedakan antara PA yang ringan dan berat, berdasar temuan fisiologik, laboratorik dan gambaran radiologi : PA ringan , tidak disertai gangguan fungsi organ maupun komplikasi, dan dapat kembali sembu. Sedang PA berat disertai penurunan fungsi pankreas, komplikasi lokal maupun sistemik, dan dapat menyembuh dengan beberapa komplikasi (Gorelick, 1995). Menurut klasifikasi morfologi, PA dapat dibagi menjadi : PA interstisialis dan PA hemoragik (Gorelick, 1995).

PANKREATITIS INTERSTISIALIS Gambaran makroskopis dari pankreas masih tampak baik, tetapi membengkak (edematus), tidak ditemukan perdarahan, adanya edema interstisial dan keradangan sel dalam parenkim tampak menonjol (Gorelic, 1995).

PANKREATITIS HEMORAGIK Makroskopik tampak nekrosis jaringan dan perdarahan-perdarahan, dikelilingi nekrosis lemak yang tampak menonjol. Juga tampak daerah dengan jaringan lemak yang mati, hampir di seluruh abdomen. Hematoma yang luas sering tampak di daerah retroperitoneal. Gambaran mikroskopis tampak sesuai dengan gambaran makroskopis,, dengan nekrosis lemak dan pankreas. Keradangan vaskuler dan trombosis sering dijumpai (Gorelic, 1995).

PATOFISIOLOGI
Mekanisme seluler yang mengawali terjadinya PA, telah lama diperdebatkan. Dasar dari kelainann ini tampaknya adalah kerusakan fungsi eksokrin dan pertahanan seluler dari pankreas. Aktivasi prematur enzim-enzim pankreas mungkin memegang peranan yang penting untuk mengawali terjadinya PA. Aktivasi prematur ini mungkin merupakan langkah awal dalam proses yang menyebabkan "autodigestion" pankreas, dan selanjutnya menimbulkan bentuk lain kerusakan pankreas. Aktivasi zymogen intrapankreatik oleh otoaktivasi trypsinogen atau enzim lysosomal cathepsin B tampaknya merupakan poros kelainan dan dapat terjadi akibat retensi intraseluler dan gangguan transportasi seluler dari zymogen granules. Zymogen granules yang normal mempunyai efek protektif terhadap inhibitor pancreatic trypsin, yang secara kuantitatif dapat menurun atau berkurang fungsinya pada pankreatitis. Sekali aktivasi zymogen intrapankreatik dimulai, akan segera terjadi rangkaian kelainan berupa penumpukan sel radang dan mediator kimiawi yang mampu menimbulkan destruksi sel, meningkatkan permeabilitas vaskuler, dan menimbulkan iskhemia. Meskipun penyebab PA sangat bervariasi, aktivasi zymogen intraseluler yang diikuti dengan respons keradangan dan nekrosis (necro-inlamatory) dalam bermacam tingkatan, tampaknya merupakan hasil akhir dari perjalanan penyakit ini (Gorelik, 1995). 1.

DIAGNOSIS
Diagnosis PA hampir selalu berdasar adanya keluhan nyeri perut dan kelainan biokimia yang menunjukkan kerusakan pankreas. Diagnosis nyeri perut ini tidak selalu mudah, karena keluhan sangat bervariasi, mulai dari nyeri perut yang samar-samar, sampai nyeri perut hebat di daerah epigastrium, menembus ke punggung. Sering disertai tumpahtumpah, keluhan kembung, tidak bisa flatus, mirip dengan ileus paralitik. Nyeri bisa merata seluruh abdomen, dengan tanda-tanda peritonitis generalisata, dan demam

tinggi. Kelainan biokimia juga tidak selalu khas, sementara pemeriksaan radiologi biasanya masih terlalu mahal untuk dilakukan secara rutin. lebih menyulitkan lagi, pada beberapa kasus yang berat, beberapa penderita tidak disertai nyeri perut. Bahkan kadangkadang diagnosis PA baru dibuat sesaat sebelum penderita meninggal (Gorelick, 1995). Kemajuan diagnosis rupanya tidak disertai dengan menurunnya angka kematian penderita dengan PA yang tidak terdeteksi. Sebelum tahun 1980, insidensi kematian PA rata-rata 45 %(variasi 7 - 86 %). Selama tahun 1980, angka kematian PA yang terdeteksi sekitar 22 - 44 %. Ada beberapa alasan mengapa PA sulit dideteksi : 1. Keluhan khas PA sering negatip, meskipun sering terdapat tanda-tanda gagal nafas dan koma, nyeri perut yang timbul, mungkin tertutup dengan pemberian analgetika.

2. Amilasesering tidak diperiksa secara rutin, atau diperiksa sudah dalam keadaan terlambat. 3. Diagnosis dengan USG ternyata luput mendiagnosis adanya PA. Dari sini dapat disimpulkan bahwa PA dapat muncul dengan gagal multi-organ, tanpa disertai nyeri perut. Untuk ini, diagnosis PA dapat dibuat dengan pemeriksaan CT scan (Gorelick, 1995).

a. Gambaran klinik
Nyeri merupakan keluhan utama penderita PA, timbul pada 95 % penderita, bersifat viseral yang dapat timbul selama lebih dari beberapa jam. Umumnya nyeri mulai dari epigastrium atau sekitar umbilikus, menjalar ke punggung bawah bagian belakang. Intensitas nyeri biasanya tidak akan mencapai puncak dalam waktu 30 menit, sampai beberapa jam, dan dapat berakhir sampai beberapa jam atau hari. Penderita biasanya mengeluh sulit beristirahat, gelisah, nyeri meningkat dalam posisi tidur. Pada beberapa penderita nyeri bisa menghilang dalam posisi duduk atau membungkuk. Keluhan ini disebabkan posisi retroperitoneal pankreas. Mual dan munah timbul pada 85 % penderita, dan dapat timbul tanpa adanya ileus atau obstruksi pilorus. Tidak seperti penderita tukak peptik, nyeri pada PA tidak dapat menghilang dengan muntah. (Gorelick, 1995). Pada pemeriksaan fisik penderita PA dapat menunjukkan beberapa kelainan, antara lain : dinding perut teraba tegang, terutama daerah epigastrium . Bising usus menurun atau menghilang akibat superimposed ileus. Meskipun jarang, PA dapat disertai dengan gagal napas, penurunan kesadaran sampai koma, dan tanpa nyeri perut. Demam dapat timbul pada 60 % penderita, tapi biasanya tidak terlalu tinggi. Bila demam tinggi, harus dipikirka kemungkinan adanya kholangitis, atau nekrosis yang terinfeksi. Takhikardi dan hipotensi terdapat pada 40 % penderita. Takhikardi dapat timbul akibat nyeri. Hipovolemi bisa terjadi, dan pada kasus yang berat bisa timbul hipotensi akibat ekstravasasi cairan atau perdarahan retroperitoneal. Pada beberapa penderita dapat timbul ekhimosis periumbilikal (Cullens sign), atau di pinggang (Grey Turners sign). Pada pankreatitis akibat alkohol (ethanol-induced pancreatitis), kadang-kadang dapat disertai

gejala-gejala penyakit hati alkoholik, seperti : ikterus, hepatomegali, asites, dan ensefalopati hepatik. Gallstone pancreatitis juga dapat disertai ikterus akibat sumbatan batu di saluran empedu. Namun harus disadari bahwa hampir setiap PA yang berat, ikterus dapat timbul akibat obstruksi saluran empedu karena edema atau akibat penumpukan cairan. (Gorelick, 1995).

b. Pemeriksaan laboratorium
Peningkatan amilase dan lipase serum, merupakan kelainan laboratorium yang paling sering ditemukan pada PA. Amilase serum meningkat pada PA akibat meningkatnya pelepasan amilase ke dalam darah dan menurunnya klirens ginjal. Amilase biasanya meningkat pada jam-jam pertama serangan PA, paralel dengan meningkatnya lipase serum. Setelah itu amilase akan menurun lebih cepat dari pada lipase, dan dapat kembali normal dalam waktu 24 jam. Karena itu, kadar lipase bisa lebih bermanfaat untuk dipakai sebagai diagnosis PA setelah beberapa hari. Peningkatan yang melebihi 5 x harga normal, merupakan diagnostik yang dapat dipercaya. Namun beratnya penyakit tidak ada hubungannya dengan tingginya kadar enzim (Gorelick, 1995). Namun kadar lipase yang tingg (sampai > 3 x harga normal), dengan kadar amilase yang normal, tidak dapat dipakai petunjuk adanya pankreatis, karena banyak penyakit lain yang dapat menunjukkan kelainan seperti ini (Frank, 1999). Beberapa pemeriksaan laboratorium lain, seperti : lekositosis, dapat timbul akibat inflamasi atau infeksi; hematokrit (PCV) yang tinggi menunjukkan adanya penurunan volume plasma akibat ekstravasasi cairan, sebaliknya PCV yang rendah dapat disebabkan oleh perdarahan retroperitoneal. Kelainan elektrolit juga dapat terjadi berupa hipokalsemia, akibat sekuestrasi garam Ca karena saponifikasi lemak dalam ruang peripankreas. Kelainan faal hati dapat timbul, bila penderita sebelumnya sudah mempunyai penyakit hati atau akibat kholedokolitiasis (Gorelik, 1995).

c. Pemeriksaan penunjang
USG, merupakan pemeriksaan noninvasif yang paling peka, untuk melihat adanya batu empedu, dilatasi saluran empedu, dan adanya sludge kandung empedu. Adanya gas intraluminal dapat menggangu gambaran pankreas, namun dengan tehnik tertentu, gangguan ini dapat diatasi (Gorelick, 1995). CT scan, lebih superior dibanding USG, terutama untuk melihat daerah peripankreas (peripancreatic bed). Pada PA yang ringan, pankreas tampak edema atau membesar. Fase dinamik arterial pada CT scan dapat menunjukkan daerag yang nekrosis, yang mempunyai resiko tinggi untuk terjadi infeksi. Adanya nekrosis pankreas ini dapat dipakai untuk menilai prognosis penderita. Karena biaya relatif tinggi, CS scan seyogyanya hanya dicadangkan untuk penderita dengan dengan penyakit yang berat. Setelah pankreatitis membaik, CT scan juga dapat dipakai untuk menyingkirkan

kemungkinan adanya Ca pankreas sebagai penyebab PA pada usia klanjut (Gorelick, 1995). ERCP, hanya dipakai untuk tindakan pengobatan PA. Pemeriksaan ini tidak mempunyai tempat untuk diagnosis PA. Bila PA telah membaik, ERCP dapat diacarakan untuk mencari penyebab PA, bila masih belum jelas (Gorelic, 1995).

PROGNOSIS
Kritria prognosis yang paling banyak dipakai untuk menetapkan beratnya PA adalah kriteria Ranson, yang dipakai untuk memantau penderita pada saat masuk rumah sakit (MRS) dan 48 jam setelah MRS. Kriteria Glasgow yang disederhanakan, lebih luwes karena dapat dikerjakan setiap saat dalam waktu 48 jam pertama. Akurasi kedua kriteria ini sama. Meskipun kriteria Ranson sebenarnya dibuat untuk pankreatitis alkoholik, namun sering dipakai juga untuk PA akibat penyakit lain. Bila < atau sama dengan 2, mortalitas biasanya < 1 %. Adanya 3 5 kriteria yang positif, angka kematian akan meningkat menjadi 5 %. Bila terdapat 6 atau lebih kriteria yang positif, mortalitas dapat mencapai 20 %. Beberapa faktor lain yang dapat memperburuk prognosis, antara lain : obesitas dan nekrosis pankreas (Gorelick, 1995).

KOMPLIKASI
Penderita dengan pankreatitis yang berat dapat timbul timbunan cairan peripankreas atau nekrosis pankreas, yang keduanya dapat terinfeksi. Pemberian antobiotika profilaksis pada PA yang berat ini, masih menjadi kontroversi. Bila diberikan, kombinasi quinolone dan metronidazole dapat memnimbulkan resistensi terhadap kuman gram negatif dan anaerob. Infeksi yang timbul 1 2 minggu pertama, biasanya mengenai cairan peripankreas ataupun nekrosis pankreas., dan memberikan gambran klinik yang khas, berupa memburuknya keadaan umum penderita dengan cepat (gorelick, 1995).

PENGOBATAN
Pengobatan utama PA adalah pengobatan penunjang (supportive), meskipun pada beberapa kasus yang berat, dapat dibutuhkan pemberian cairan kristaloid dan koloid dalam jumlah yang banyak. Penderita sebaiknya diberi nutrisi dan elektrolit secara intravena, bukan enteral. Bila gejala diduga dapat bertahan sampai lebih dari 2 3 hari, harus segera disiapkan untuk pemberian nutrisi parenteral total. Pemberian meperidine parenteral, lebih terpilih dari pada morphine sebagai analgetika, karena resiko spasme sfingter Oddi akibat morphine. Pemasangan pipa naso-gastrik dengan suction hanya diberikan pada penderita yang muntah-muntah hebat. Pemakaian antibiotika dan somatostatin, hanya atas indikasi. Pemberian diit oral sebaiknya jangan didasarkan pada tingginya kadar enzim serum, tetapi pada keadaan umum penderita. Menghilangnya rasa

nyeri dan timbulnya rasa lapar pada penderita, dapat dipakai sebagai petunjuk kapan penderita mulai boleh makan (Gorelick, 1995). Dalam penelitiannya secara random dengan memakai kontrol, juga dengan melakukan metaanalisis terhadap kasus-kasus PA bilier, Sharma dan Howden berkesimpulan bahwa terapi ERCP + sfingterotomi, terbukti dapat menurunkan baik morbiditas, maupun mortalitas penderita pankreatitis akut bilier (Sharma, 1999).

DAFTAR PUSTAKA
1. Banks, P.A. 1995. Acute pancreatitis. In Bockus Gastroenterolgy, Vol. IV, 5th Ed., Edited by W. Haubrich et al, WB Saunders Co, Philadelphia, p. 2888. 2. Bradley, E.L. 1993. A clinically based classification system for acute pancreatitsi. Arch. Surg. 128 : 586. 3. Frank, B and Gottlieb, K. 1999. Amylase normal, lipase elevated : Is it pancreatitis ? A case series and review of the literature. Am J. Gasteoenterol. 94 : 463. 4. Gorelick, F.S. 1995. Acute pancreatitis. In Textbook of Gastroenterology, Vol. II, 2nd. Ed., Edited by T. Yamada et al, JB Lippincott Co, Philadelphia, p. 2064. 5. Mishra, H. ; Saigal, S ; Gupta, R et al. 1999. Acute pancreatitis associated with viral hepatitis : a report of six cases with review of literature. Am. J. Gastroenterol. 94 : 2292. 6. Rinderknecht, H. 1997. Inflammatory mediators in acute pancreatitis. In Gastrointestinal Pharmacology and Therapeutics, Edited by G. Friedman et al, Lippincott-Raven, Philadelphia - New York, p. 549. 7. Sharma, V.K. and Hoden, C.W. 1999. Metaanalysis and randomized controlled trial of endoscopic retrograde cholangiography and endoscopic sphincterotomy for the treatment of acute biliary pancreatitis. Am J. Gastroenterol. 94 : 3211. 8. Steer, M.L. 1997. Pathophysiology of acute pancreatitis. In Gastrointestinal Pharmacology and Therapeutics, Edited by G. Friedman et al, Lippincott-Raven, Philadelphia - New York, p. 541. 9. Tenner, S. and Banks, P.A. 1997. Treatment of acute pancreatitis. From animal models to randomized human trials. In Gastrointestinal Pharmacology and Therapeutics, Edited by G. Friedman et al, Lippincott-Raven, Philadelphia - New York, p. 559.
----oo0oo----

10

Tabel 1. Beberapa penyebab pankreatitis akut

1. Etanol. 2. Batu empedu (kholedokolitiasis, sludge, mikrolitiasis). 3. Mekanik (disfungsi sfingter Oddi, pancreas divisum, trauma, pasca ERCP, keganasan pankreas, tukak peptik, IBD). 4. Medik (azathioprine/6-mp, sulfonamide, diuretik thiazide, l-asparaginase). 5. Metabolik (hiperlipidemi, hiperkalsemi). 6. Infeksi (virus, bakteri, parasit). 7. Vaskuler (vaskulitis, aterosklerosis). 8. Lain-lain (gigitan scorpion, heriditer, idiopatik, cystic fibrosis, coronary bypass, tropical pancreatitis).

Tabel 2 Kriteria prognostik pada PA

Ranson Criteria
On admission Age > 55 yrs Leucocytes count > 16,000/ul LDH > 350 IU/liter Glucose > 200 mg/dl Aspartate aminotransaminase > 250 IU/l 48 hrs after admission Hematocrit decrease by > 10 % BUN increase by > 5 mg/dl Calcium < 8 mg/dl Arterial PO2 < 60 mm Hg Base deficit > 4 mEq/liter Estimated fluid sequestration > 6 liter

Simplified Glasgow Criteria


Winthin 48 hrs of admssion Age > 55 yrs Leucocytes count > 15,000/ul LDH > 600 IU/liter Glucose > 180 mg/dl Albumin < 3.2 g/dl Calcium < 8 mg/dl Arterial PO2 < 60 mm Hg Serum urea nitrogen > 45 mg/dl

11

Tabel 3 Penilaian prognosa penderita dengan Sistem skor APACHE III (Acute Physiology and Chronic Health Evaluation)

Temperature Mean arterial pressure Heart rate Respiratory rate Oxygenation (PaO2) Arterial pH

Serum sodium and potassium Serum glucose Serum creatinine Blood urea nitrogen Leucocytes Hematocrit Albumin Bilirubin

Additional scoring factors : Age, history of severe organ system insufficiency or immunocompromize, neurologic state (GCS), and post operative state are also scored. Each category is assigned a numerical value weighted by its deviation from the normal range. The sum of the numeric scores predicts the severity of the patients disease (Gorelick, 1995). .

12

También podría gustarte