Está en la página 1de 10

PENGARUH EKSTRAK JAHE (Zingiber officinale Rosc.) var.

Gajah TERHADAP JUMLAH DAN VIABILITAS SPERMATOZOA MENCIT (Mus musculus) YANG TERPAPAR 2-METHOXYETHANOL Erinda Trias Wardani, Alfiah Hayati, I.B.Rai Pidada Prodi S1-Biologi, Departemen Biologi, Fakultas Sains dan Teknologi, Universitas Airlangga, Surabaya ABSTRACT The research has done to investigated the effect of various doses of ginger extract on the recovery count and viability of spermatozoa of mice (Mus musculus) after exposure to 2-methoxyethanol. The research used experimental animals in for 30 male mices (Mus musculus) strain BALB/C advanced in years 89 weeks with 23-27 g weight. Those mices were divided into 5 groups, each with consist 6 mices. K0 is the positive control group were given 0.5 ml distilled water via gavage/day for 40 days. K1 is the negative control group was given 200 mg/kg bw 2-ME through intraperitonial/day for 5 days + 0.5 ml distilled water via gavage/day for 35 days. P1, P2, and P3 is the treatment group were each given 200 mg/kg bw 2-ME through intraperitonial/day for 5 days + ginger extract with variations of each dose 0,7 g/kg bw, 1,4 g/kg bw, and 2,8 g/kg bw via gavage/day for 35 days then has operation an took a part of cauda epididymis to get spermatozoa. The observations made on each mice to investigated count and viability of spermatozoa. The data was analyzed by ANOVA then continuing by LSD (Least Significant Differences). The results showed the count of spermatozoa of 5.238 x 106 sel/ml (K0), 3.561 x 106 sel/ml (K1), 5.100 x 106 sel/ml (P1), 5.001 x 106 sel/ml (P2), and 4.676 x 106 sel/ml (P3). Viability of spermatozoa of 70.0 % (K0), 51.1 % (K1), 69.1 % (P1), 68.7% (P2), and 64,7 % (P3). The conclusion of this study is the gift of ginger extract 0.7 g/kg bw the most optimal effect recover the count and viability of spermatozoa of mice after exposure to 2-ME. Key words: ginger extract, 2-methoxyethanol, count, and viability of spermatozoa.

PENDAHULUAN Sekitar 30% kasus infertilitas pasangan adalah karena faktor pria (Isidori et al., 2006). Salah satu penyebab infertilitas pada pria adalah karena pengaruh dari bahan-bahan kimia yang bersifat toksik bagi tubuh. Salah satu bahan kimia yang bersifat toksik bagi tubuh tersebut adalah 2-methoxyethanol (2-ME). Senyawa 2-methoxyethanol (2-ME) merupakan salah satu hasil metabolit dari dimethoxy ethilphthalate (DMEP), DMEP merupakan salah satu turunan dari phthalic acid ester (PAEs) yang banyak digunakan sebagai bahan pelentur (plasticizer) dalam pembuatan plastik. Jika senyawa DMEP masuk ke dalam tubuh manusia akan dihidrolisis menjadi 2-methoxyethanol (2-ME) yang selanjutnya akan dioksidasi oleh alcohol dehidrogenase menjadi 2-

methoxyacetaldehide (MALD), kemudian oleh aldehid dehidrogenase diubah menjadi methoxyacetic acid (MAA). Senyawa MAA merupakan bahan toksik dan teratogenik (Moslen et al., 1995). Senyawa MAA sebagai hasil metabolisme senyawa 2-ME merupakan oksidan yang kuat dan dapat menyebabkan stres oksidasi pada spermatozoa. Stres oksidasi menyebabkan gangguan pada proses oksidasi fosforilasi sehingga terjadi peningkatan produksi reactive oxygen species (ROS) spermatozoa. Kadar ROS yang tinggi dapat mengoksidasi lipid, protein, dan DNA. Oksidasi lipid pada membran spermatozoa menghasilkan senyawa malondialdehyde (MDA), yang bersifat toksik pada sel sehingga menyebabkan kerusakan membran spermatozoa. Membran spermatozoa yang rusak akan menyebabkan penurunan integritas membran spermatozoa, sehingga pada akhirnya menyebabkan penurunan kualitas sperma (Hayati et al., 2006). Untuk mengatasi efek dari senyawa 2-methoxyethanol tersebut di atas diperlukan zat yang bersifat antioksidan yang mampu menangkal radikal bebas yang disebabkan oleh senyawa tersebut. Zat antioksidan yang banyak terdapat di alam secara melimpah salah satunya adalah jahe. Jahe mengandung oleoresin, salah satu komponen oleoresin jahe adalah gingerol. Telah dilaporkan pula secara in vitro oleh Kikuzaki dan Nakatani (1993) bahwa oleoresin jahe mempunyai daya antioksidatif lebih tinggi dari - tokoferol.

Berdasarkan latar belakang tersebut di atas perlu dilakukan penelitian untuk mengetahui pengaruh pemberian ekstrak jahe berbagai dosis yang berbeda terhadap pemulihan jumlah dan viabilitas spermatozoa mencit setelah terpapar 2ME. BAHAN DAN CARA KERJA Hewan coba yang digunakan dalam penelitian ini adalah mencit (Mus musculus) jantan yang berumur 8-9 minggu, strain BALB/C dengan rentang berat badan 23-27 g sebanyak 30 ekor. Mencit dipelihara di kandang, diberi pakan berupa pelet dan air minum secara ad libitum. Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah larutan 2-ME murni produksi WAKO Pure Chemical Industries Ltd. Jepang, akuades steril, jahe gajah berumur 10 bulan diperoleh dari pasar Pamenang Pare - Kabupaten Kediri - Jawa Timur, kloroform, larutan garam fisiologis (NaCl 0,9 %), pewarna 1% eosin dan 10% nigrosin. Alat yang digunakan dalam penelitian ini meliputi: alat-alat pemeliharaan berupa bak plastik dengan penutup dari kawat kasa dan botol minuman, alat-alat untuk perlakuan berupa botol-botol kecil tempat larutan yang akan dicobakan, dispossible syringe 1 ml, timbangan, alat bedah, bak bedah, botol untuk membius, pipet tetes, mikropipet, object glass dan cover glass, object glass cekung, hand counter, cawan petri, mikroskop cahaya, gelas hemositometer. Pembuatan ekstrak jahe dilakukan dengan cara sebagai berikut, rimpang jahe dibersihkan, kemudian diiris tipis dengan ketebalan 1-2 mm, dikering anginkan, ditimbang lalu dihaluskan dengan blender sampai menjadi serbuk. Serbuk jahe dimaserasi dengan akuades selama 48 jam, sampai didapat cairan bening. Hasil maserasi dipekatkan dengan waterbath sampai diperoleh ekstrak yang pekat, kemudian ekstrak pekat ini di fresh dryer hingga menjadi ekstrak kering (Pangestuti, 2011). Mencit sebanyak 30 ekor dibagi 5 kelompok yang terdiri dari 2 kelompok kontrol (K0 dan K1) dan 3 kelompok perlakuan (P1, P2, dan P3), setiap kelompok terdiri dari 6 ekor mencit. Mencit kelompok kontrol K0 diberi akuades 0,5 ml melalui gavage satu kali sehari selama 40 hari. Kelompok kontrol K1 diinjeksi

0,05 ml 2-ME 200mg/kg bb melalui intraperitonial satu kali sehari selama 5 hari dan diberi akuades 0,5 ml melalui gavage satu kali sehari selama 35 hari. Kelompok perlakuan P1, P2, dan P3 diinjeksi 0,05 ml 2-ME 200mg/kg bb melalui intraperitonial satu kali sehari selama 5 hari dan diberi ekstrak jahe dengan dosis berturut turut 0,7 g/kg bb, 1,4 g/kg bb, dan 2,8 g/kg bb melalui gavage satu kali sehari selama 35 hari. Pemberian ekstrak jahe atau 2-ME dilakukan pada pagi hari pukul 08.00-11.00 WIB. Larutan 2-ME diberikan secara intraperitonial dan ekstrak jahe diberikan secara gavage dengan menggunakan disposible syringe 1 ml yang ujungnya telah diberi kanul. Setelah perlakuan berakhir hewan coba dikorbankan dengan dislokasi leher. Mencit dibedah di bagian bawah abdomen dan diambil testis beserta epididimis. Dalam larutan garam fisiologis (NaCl 0,9 %) epididimis bagian cauda dipisahkan dari testis dan dibersihkan dari lemak yang melekat sampai bersih, kemudian epididimis sepanjang 0,5 cm dicacah dalam 1 ml larutan garam fisiologis dengan menggunakan gunting dan scalpel sampai terbentuk suspensi spermatozoa. Jumlah spermatozoa dihitung dengan menggunakan bilik hitung Improved Neubauer (hemositometer). Suspensi spermatozoa diambil 10 l, kemudian diletakkan ke dalam kamar hitung (hemositometer). Hindari terbentuknya gelembung udara pada saat menutup kamar hitung dengan gelas penutup. Hemositometer yang berisi suspensi spermatozoa kemudian diamati di bawah mikroskop cahaya dengan perbesaran 400x dengan replikasi pengamatan sebanyak 10 kali untuk setiap mencit. Bilik hemositometer yang digunakan adalah bilik yang besar (ada 4 bilik: atas kiri dan kanan, bawah kiri dan kanan). Masing-masing bilik terdiri atas 16 kotak kecil (bujur sangkar). Jumlah spermatozoa yang dihitung adalah rata-rata jumlah spermatozoa yang ada di bilik-bilik tersebut yang dilambangkan dengan huruf L. Penghitungan jumlah spermatozoa per ml adalah sebagai berikut: Volume tiap bujur sangkar Volume tiap bilik = 1/4 x 1/4 x 1/10 = 1/160 mm3 = 16 x 1/160 = 0,1 mm3 = 0,1 l = 104 ml

Untuk per 1 ml maka harus x 104 : Jumlah spermatozoa (sel/ml) = L x 104 x pengenceran (Bijanti et al., 2002).

Untuk mengamati viabilitas spermatozoa menggunakan preparat hapusan spermatozoa yang diwarnai dengan pewarna 1% eosin dan 10% nigrosin. Viabilitas spermatozoa diamati dibawah mikroskop cahaya dengan perbesaran 400x. Spermatozoa yang berwarna merah menunjukkan spermatozoa yang mati dan sebaliknya yang tidak berwarna (bening) adalah yang masih hidup. Penghitungan viabilitas spermatozoa dilakukan pada 100 sel spermatozoa dengan replikasi pengamatan sebanyak 10 kali untuk setiap mencit. Data jumlah dan viabilitas spermatozoa diuji dengan uji Anova satu arah dan dilanjutkan dengan uji Beda Nyata Terkecil (BNT).

HASIL Jumlah Spermatozoa Telah dilakukan penelitian pengaruh pemberian ekstrak jahe berbagai dosis yang berbeda terhadap jumlah spermatozoa mencit yang terpapar 2-ME. Rerata jumlah spermatozoa mencit antara kelompok kontrol (K0 dan K1) dan kelompok perlakuan (P1, P2, dan P3) yang diuji dengan uji Anova dan uji BNT disajikan pada Gambar 4.1.
Jumlah spermatozoa (106 sel/ml) 80 60 40 20 0

a 5,238

b 3,561

a 5,100

a 5,001

c 4,676

K0

K1

P1 Kelompok

P2

P3

Gambar 4.1

Diagram batang rerata jumlah spermatozoa antara kelompok kontrol dan kelompok perlakuan. Angka yang diikuti dengan huruf berbeda menunjukkan adanya perbedaan yang nyata

Viabilitas Spermatozoa Telah dilakukan penelitian pengaruh pemberian ekstrak jahe berbagai dosis yang berbeda terhadap viabilitas spermatozoa mencit yang terpapar 2-ME. Rerata viabilitas spermatozoa mencit antara kelompok kontrol (K0 dan K1) dan kelompok perlakuan (P1, P2, dan P3) yang diuji dengan uji Anova dan uji BNT disajikan pada Gambar 4.2.
Viabilitas spermatozoa (%)
80 60 40 20 0

a 70,0

b 51,1 K1

a 69,1

a 68,7

c 64,7

K0

P1 Kelompok

P2

P3

Gambar 4.2 Diagram batang rerata viabilitas spermatozoa antara kelompok kontrol dan kelompok perlakuan. Angka yang diikuti dengan huruf berbeda menunjukkan adanya perbedaan yang nyata PEMBAHASAN Menurunnya jumlah dan viabilitas spermatozoa secara signifikan disebabkan karena adanya radikal bebas yang ditimbulkan oleh senyawa toksik 2ME. Senyawa 2-ME ini di dalam tubuh teroksidasi menjadi 2-

methoxyacetaldehide (MALD) yang selanjutnya akan mengalami proses oksidasi lagi menjadi 2-methoxyacetic acid (MAA). Senyawa MAA bersifat toksik yang dapat menyebabkan kerusakan sel (Moslen et al., 1995). Senyawa MAA ini merupakan oksidan yang kuat dan dapat menyebabkan stres oksidasi pada membran spermatozoa. Stres oksidasi pada membran spermatozoa menyebabkan gangguan pada proses oksidasi fosforilasi, sehingga terjadi peningkatan produksi reactive oxygen species (ROS) spermatozoa. Secara normal ROS dapat dinetralisir oleh antioksidan yang ada di dalam mitokondria, tetapi apabila ROS melebihi kapasitas antioksidan akan menimbulkan terjadinya peroksidasi lipid. Kadar ROS yang tinggi dalam sel dapat mengoksidasi lipid pada membran spermatozoa. Hal ini dikarenakan membran plasma spermatozoa terdiri dari lipid ganda yang mengandung asam lemak tidak jenuh yang sangat rentan terhadap ROS, sehingga

menimbulkan peroksidasi lipid (Sjodin et al., 1990). Hal ini menunjukkan bahwa membran spermatozoa adalah target utama ROS dan lipid merupakan sasaran yang potensial (Lamirande et al., 1997). Oksidasi lipid (lipid peroksidase) pada membran spermatozoa menghasilkan senyawa malondialdehyde (MDA), yang bersifat toksik pada sel sehingga menyebabkan kerusakan membran spermatozoa dan penurunan integritas membran spermatozoa (Hayati et al., 2006). Senyawa MDA dapat dijadikan indikator dari kerusakan membran. Kerusakan pada membran plasma spermatozoa mengakibatkan kematian pada sel (apoptosis), sel yang mengalami apoptosis dengan cepat diserap oleh sel Sertoli, sehingga berpengaruh pada jumlah spermatozoa. Toksisitas senyawa 2-ME juga mampu menurunkan viabilitas

spermatozoa. Menurunnya viabilitas spermatozoa karena adanya MAA yang menyebabkan stres oksidatif, yang mampu meningkatkan kadar ROS. Kadar ROS yang tinggi dapat mengoksidasi lipid, protein, dan DNA. Oksidasi lipid pada membran spermatozoa menghasilkan senyawa malondialdehyde (MDA), yang bersifat toksik pada sel sehingga menyebabkan kerusakan membran spermatozoa (Hayati et al., 2006). Kerusakan membran spermatozoa menyebabkan struktur vital dan fungsinya berubah. Dalam penelitian Wresdiyati et al., (2003), mekanisme oleoresin dapat mengatasi inflamasi pada ginjal tikus akibat stres, sebagai anti inflamasi, dapat dijelaskan sebagai berikut, senyawa fenolik yang terdapat dalam oleoresin seperti gingerol, zingeron, dan shogaol, yang bersifat antioksidatif menangkap radikal bebas yang jumlahnya meningkat dalam kondisi stres tersebut dengan cara memberikan atom hidrogennya (Nabet, 1996), sehingga radikal bebas menjadi lebih stabil dan tidak merusak. Adanya senyawa radikal bebas yang lebih stabil, maka kerusakan sel dapat terhindari. Adanya radikal bebas yang lebih stabil mampu menurunkan kadar ROS spermatozoa, menurunnya kadar ROS spermatozoa mampu menghentikan reaksi berantai peroksidasi lipid, sehingga kadar MDA sebagai produk hasil peroksidasi lipid menjadi menurun, dengan menurunnya kadar MDA maka kerusakan membran plasma spermatozoa dapat terhenti, sehingga kematian pada sel

(apoptosis) dapat dihindari, sehingga jumlah spermatozoa dapat meningkat dan pulih kembali. Menurunnya kadar ROS spermatozoa mampu menghentikan reaksi berantai peroksidasi lipid, sehingga kadar MDA sebagai produk hasil peroksidasi lipid menjadi menurun, dengan menurunnya kadar MDA maka kerusakan membran plasma spermatozoa dapat terhenti, sehingga struktur vital dan fungsi spermatozoa pulih kembali. Pada hasil penelitian yang telah dilakukan menunjukkan bahwa dosis ekstrak jahe pada P1 (0,7 g/kg bb) memberikan hasil paling tinggi dan paling optimal dalam memulihkan jumlah dan viabilitas spermatozoa mencit setelah terpapar 2-ME, walaupun pemulihannya secara statistik tidak berbeda nyata dengan dosis ekstrak jahe pada P2 (1,4 g/kg bb). Namun pada pemberian dosis lebih tinggi ekstrak jahe pada P3 (2,8 g/kg bb), pemulihan jumlah dan viabilitas spermatozoa secara statistik masih berbeda nyata di bawah dosis ekstrak jahe pada P1 dan P2 dan belum mencapai kontrol (K0) kembali. Pemberian dosis ekstrak jahe pada P1 (0,7 g/kg bb) memberikan hasil yang positif, yaitu proses penurunan oksidan paling optimal yang ditimbulkan oleh senyawa toksik 2-ME. Kandungan antioksidan jahe pada P1 paling optimal dalam menekan oksidan atau radikal bebas yang berada pada testis mencit, sehingga jumlah dan viabilitas spermatozoa mencit setelah terpapar oleh senyawa toksik 2ME dapat pulih kembali sebagaimana pada kontrol (K0).

KESIMPULAN Kesimpulan dari penelitian ini adalah pemberian ekstrak jahe 0,7 g/kg bb berpengaruh paling optimal memulihkan jumlah dan viabilitas spermatozoa mencit setelah terpapar 2-ME.

SARAN Pemanfaatan jahe pada dosis 0,7 g/kg bb sebagai antioksidan dianjurkan untuk menangkal efek dari radikal bebas. Pemanfaatan jahe pada dosis 0,7 g/kg bb paling optimal dalam menangkal efek radikal bebas terutama yang disebabkan oleh senyawa toksik 2-methoxyethanol.

KEPUSTAKAAN Bijanti, R., Partosoewignjo, S., Wahyuni, R.S., dan Utomo, B., 2002, Penuntun Praktika Laboratorium Klinik Veteriner, Cetakan ke-tiga, Laboratorium Patologi Klinik Veteriner Fakultas Kedokteran Hewan, Universitas Airlangga, Surabaya. Hayati, A., Mangkoewidjojo, S., Hinting A dan Moeljopawiro, S., 2006, Hubungan Kadar MDA Sperma dengan Integritas Membran Spermatozoa Tikus (Rattus norvegicus) Setelah Pemaparan 2Methoxyethanol. Berkala Penelitian Hayati, 11(1): 151-154.

Isidori A.M., Pozza C., Gianfrilli D., dan Isidori A., 2006, Medical Treatment to Improve Sperm Quality. Reproductive Biomedicine Online, 12(6): 704714. Kikuzaki H. dan Nakatani N. 1993. Antioxidant effects of some ginger constituents. Di dalam: Wresdiyati T., Astawan M., dan Adnyane I.K.M., 2003, Aktivitas Anti Inflamasi Oleoresin Jahe (Zingiber officinale) pada Ginjal Tikus yang Mengalami Perlakuan Stres, Jurnal Teknologi dan Industri Pangan, XIV(2): 113-120. Lamirande E, Jiang H, Zini A, Kodama H, dan Gagnon C, 1997. Reactive oxygen species and sperm physiology. Reviews of Reproduction 2(1): 4854. Moslen, M.T., L. Kaphalia, H. Balasubramanian, Y.M. Yin, dan W.W. Au. 1995. Species Differences in Testicular and Hepatic Biotransformation of 2methoxyethanol. Toxicology. 96(3): 217-224.

Nabet F.B., 1996, Zat gizi antioksidan penangkal senyawa radikal pangan dalam sistem biologis, Di dalam: Prosiding Seminar Senyawa Radikal dan Sistem Pangan: Reaksi Biomolekuler, Dampak Terhadap Kesehatan dan Penangkalan, Kerjasama Pusat Studi Pangan dan Gizi IPB dengan Kedutaan Perancis, Jakarta. Zakaria F.R., Dewanti R., Yasni S., (editor), Jakarta, 4 April 1996. Pangestuti D. 2011. Pengaruh Pemberian Ekstrak Jahe (Zingiber officinale ROSC.) Terhadap Kadar Malondialdehid (MDA) Testis dan Gambaran Histopatologi Tubulus Seminiferus Testis Mencit Yang Diberi Plumbum Asetat. Tesis, Program Studi Magister Ilmu Biomedik, Fakultas Kedokteran, Universitas Sumatera Utara, Medan. Sjodin B, Westing YH, Apple FS, 1990. Biochemical mechanisms for oxygen free radical formation during exercise. Sports Medicine 10(4): 23654. Wresdiyati T., Astawan M., dan Adnyane I.K.M., 2003, Aktivitas Anti Inflamasi Oleoresin Jahe (Zingiber officinale) pada Ginjal Tikus yang Mengalami Perlakuan Stres, Jurnal Teknologi dan Industri Pangan, XIV(2): 113120.

También podría gustarte