Está en la página 1de 46

12

BAB III DASAR TEORI


3.1. TINJAUAN UMUM Dalam pengkajian terhadap Candi Semarang Golf Club di Kelurahan Tinjomoyo Kecamatan Banyumanik untuk

Semarang

diperlukan

tinjauan

pustaka

mengetahui dasar-dasar teori dalam penanganan air limpasan dari daerah yang berada diatasnya dan air hujan lokal yang terjadi. Selain itu tinjauan

pustaka juga mengkaji dasar-dasar teori alternatif yang dapat digunakan untuk melakukan pengendalian terhadap debit dan erosi yang terjadi di daerah tersebut.

3.2. PENGENDALIAN DEBIT Pengendalian dilakukan terpenting dengan adalah debit air pada dasarnya namun dapat yang secara

berbagai

cara,

mempertimbangkan

keseluruhan dan mencari sistem yang paling optimal. Kegiatan pengendalian debit air berdasarkan daerah pengendalian yaitu: Bagian hulu, yaitu air air dengan yang dan membuat dapat bangunan dapat dikelompokkan menjadi dua,

pengendali waktu debit tiba air,

debit debit dan

memperlambat besarnya atau

menurunkan waduk

pembuatan

lapangan

kolam penampungan air yang dapat merubah pola hidrograf debit air serta penghijauan di Daerah Aliran Sungai (DAS).

13

Bagian hilir, yaitu dengan melakukan normalisasi sungai dan tanggul, sudetan pada aliran kritis, pembuatan alur pengendalian genangan debit untuk air, serta

pemanfaatan basin.

daerah

retarding

3.3. ANALISIS DATA HIDROLOGI Hidrologi adalah bidang ilmu yang mempelajari kejadian serta penyebab air alamiah di bumi. Salah satu faktor yang berpengaruh adalah curah hujan

(presipitasi). Curah hujan suatu daerah menentukan besarnya tersebut. perhitungan debit yang mungkin terjadi hidrologi dengan pada daerah

Dalam debit

analisis rencana

dilakukan ulang

periode

tertentu berdasarkan data curah hujan yang telah diperoleh dan erosi yang akan terjadi.

3.3.1. Perhitungan Curah Hujan Daerah Analisis data curah hujan dimaksudkan

untuk memperoleh besar curah hujan daerah yang diperlukan Beberapa untuk metode perhitungan yang dapat curah rencana. dalam

digunakan

perhitungan curah hujan daerah. Metode tersebut diantaranya adalah metode rata-rata aljabar,

metode poligon Thiessen, dan metode Isohyet. Metode Rata-Rata Aljabar Metode (arithmatic perhitungan mean) adalah rata-rata cara yang aljabar paling

sederhana. Metode ini bisanya digunakan untuk daerah yang datar, dengan jumlah pos curah hujan yang cukup banyak dan dengan anggapan

14

bahwa

curah

hujan bersifat Curah

di

daerah seragam

tersebut (uniform metode

cenderung

distribution).

hujan

daerah

rata-rata aljabar dihitung dengan persamaan 3.1.


d = d1 + d 2 + d3 + ... + dn n di = .................(3.1) n i =1 n

dimana : d n : Tinggi curah hujan rata-rata (mm) : Jumlah stasiun pengukuran hujan curah hujan yang tercatat

d1.dn : Besarnya

pada masing-masing stasiun (mm) (CD. Soemarto, 1993, Hidrologi Teknik)

Metode Poligon Thiessen Metode ini dilakukan dengan menganggap

bahwa setiap stasiun hujan dalam suatu daerah mempunyai luas pengaruh tertentu dan luas

tersebut merupakan faktor koreksi bagi hujan stasiun menjadi hujan daerah yang

bersangkutan. Caranya adalah dengan memplot letak stasiun-stasiun curah hujan ke dalam gambar DAS yang bersangkutan. Kemudian dibuat garis penghubung di antara masing-masing

stasiun dan ditarik garis sumbu tegak lurus. Cara ini merupakan cara terbaik dan

paling banyak digunakan walau masih memiliki kekurangan karena tidak memasukkan pengaruh topografi. Metode ini dapat digunakan apabila pos hujan tidak banyak. Curah hujan daerah metode poligon Thiessen dihitung dengan

persamaan 3.2.

15

d=

n A1d1 + A2 d 2 + A3 d3 + ..... + An d n A d = i i ........(3.2) A1 + A2 + A3 + ..... + An Ai i =1

dimana : d A1-An :Curah hujan daerah (mm) :Luas daerah pengaruh tiap-tiap stasiun (km2) d1-dn :Curah hujan yang tercatat di stasiun 1 sampai stasiun ke n (mm) (CD. Soemarto, 1993, Hidrologi Teknik)
Stasiun Hujan 1 A1 Batas DAS n An 2 A2 1, 2, n A1, An Sungai Garis Penghubung Poligon Thiessen Stasiun Hujan Luas Area

Gambar 3.1. Metode Poligon Thiessen

Metode Isohyet Isohyet menghubungkan mempunyai diperoleh adalah garis lengkung kedudukan sama. yang yang

tempat-tempat hujan cara yang

curah dengan

Isohyet kontur

menggambar

tinggi hujan yang sama, lalu luas area antara garis ishoyet nilai metode yang berdekatan diukur Curah dan hujan dengan

dihitung daerah

rata-ratanya. Isohyet

dihitung

persamaan 3.3 atau persamaan 3.4.

d 0 + d1 d + dn d + d2 A1 + 1 A2 + ... + n 1 An 2 2 2 d= .........(3.3) A1 + A2 + ... + An

16

d=

d +d i12 i Ai i =1
n

A
i =1

i =1

di 1 + di Ai 2 ..............(3.4) A

dimana : d A1An : Curah hujan rata-rata areal (mm) : Luas daerah untuk ketinggian curah berdekatan (km2)

hujan Isohyet yang d1dn A

: Curah hujan di garis Isohyet (mm) : Luas total (A1+A2++An)

(CD. Soemarto, 1993, Hidrologi Teknik)

d1=10mm 10m mm

Stasiun Hujan A2 A3 n An 2 A4 1, 2, n A1, An Batas DAS Sungai Garis Isohyet Stasiun Hujan Luas Area antara dua garis Isohyet yang berdekatan

A1

20mm d2=20mm

d3=30mm

d4=40mm d5=50mm

Gambar 3.2. Metode Isohyet berdekatan 3.3.2. Perhitungan Curah Hujan Rencana Analisis curah hujan rencana digunakan

untuk mengetahui besarnya curah hujan maksimum dengan periode dalam ulang tertentu yang akan

digunakan

perhitungan

debit

rencana.

Metode yang digunakan untuk perhitungan curah hujan, yaitu pada DAS. cara curah statistik hujan atau metode maksimum rencana beberapa

distribusi rata-rata dapat jenis

harian hujan

Analisis dengan

curah

dilakukan

menggunakan

distribusi

diantaranya

Distribusi

17

Normal,

Distribusi

Log

Normal

Parameter,

Distribusi Gumbel,

Log Normal 3 Parameter, Distribusi Pearson Type III, dan

Distribusi

Distribusi Log Pearson Type III.


Distribusi

Normal distribusi dalam bentuk normal rata-rata dapat dan

Peluang dituliskan

simpangan baku, sebagai berikut :


1 P( X ) = e2 2 1 X
2

.......................(3.5)

dimana :

P( X ) : Peluang terjadinya x
e

: 3,14159 : 2,71828 : Variabel acak kontinyu : Rata-rata nilai X : Deviasi standar dari nilai X

(Soewarno, 1995, Hidrologi) Apabila sebuah populasi dari data

hidrologi mempunyai distribusi normal (Gambar 2.4.), maka : 1. Kira-kira deviasi 68,27% standar terletak sekitar didaerah nilai satu rata-

ratanya, yaitu antara (-) dan (+). 2. Kira-kira deviasi 95,45% standar terletak sekitar didaerah nilai satu rata-

ratanya, yaitu antara (-2) dan (+2). 3. Kira-kira deviasi 99,73% standar terletak sekitar didaerah nilai satu rata-

ratanya, yaitu antara (-3) dan (+3).

18

Sedangkan

nilai

50%-nya

terletak

didaerah

antara (-0,6745) dan (+0,6745).


P(x)

Luas 68,27% Luas 95,45% Luas 99,75% 0 3 2 2 X= 3

Gambar 3.3. Kurva Distribusi Frekuensi Normal (Soewarno, 1995, Hidrologi) Dalam pemakaian praktis digunakan rumus umum, sebagai berikut :
X t = X + k * S ............................(3.6)

dimana : Xt : Perkiraan nilai x yang diharapkan

terjadi dengan periode ulang t tahun

X
S k

: Nilai rata-rata hitung variat X : Deviasi standar nilai variat X : Faktor dari frekuensi, periode ulang merupakan dan tipe fungsi model yang

matematik digunakan

distribusi untuk

peluang

analisis

peluang

(lihat tabel 3.1)

19

Tabel 3.1. Nilai variabel Reduksi Gauss


Periode Ulang T (Tahun) 1,001 1,005 1,010 1,050 1,110 1,250 1,330 1,430 1,670 2,000 2,500 3,330 4,000 5,000 10,000 20,000 50,000 100,000 200,000 500,000 1000,000 (Bonnier, 1980) 0,999 0,995 0,990 0,950 0,900 0,800 0,750 0,700 0,600 0,500 0,400 0,300 0,250 0,200 0,100 0,050 0,020 0,010 0,005 0,002 0,001 -3,05 -2,58 -2,33 -1,64 -1,28 -0,84 -0,67 -0,52 -0,25 0 0,25 0,52 0,67 0,84 1,28 1,64 2,05 2,33 2,58 2,88 3,09 Peluang k

Distribusi Log Normal 2 Parameter


Distribusi mempunyai berikut : Log Normal 2 Parameter sebagai

persamaan

transformasi,

1 log( X ) ( X ) 2 1 P( X ) = *exp .....(3.7) S ( X )( S )( 2 ) 2

20

dimana : P(X) : Peluang terjadinya distribusi log

normal sebesar X X : Nilai variat pengamatan : Nilai variat rata-rata X, umumnya dari logaritmik nilai

dihitung

rata-rata geometriknya S : Deviasi standar dari logaritmik nilai variat X (Soewarno, 1995, Hidrologi) Aplikasi parameter distribusi log normal dua x

untuk

menghitung

nilai

variat

yang mempunyai kala ulang t tahun mempunyai persamaan, sebagai berikut :


log( X t ) = log( X ) + k * S log( X ) ..................(3.8)

dimana : log(Xt) : Nilai variat X yang diharapkan

terjadi pada peluang atau periode ulang t tahun

log( X )

Rata-rata nilai log(X) standar logaritmik nilai

Slog(X) : Deviasi log(X) k

: Karakteristik normal dapat dua

dari

distribusi Nilai k

log dari yang

parameter. dari

diperoleh

tabel

merupakan fungsi dari periode ulang dan nilai koefisien variasinya (lihat tabel 3.2.) (Soewarno, 1995, Hidrologi)

21

Tabel 3.2. Faktor Frekuensi k Distribusi Log Normal 2 Parameter


Koef. Variasi Periode Ulang (tahun) (CV) 2 5 10 20 50 0,0500 -0,0250 0,8334 1,2965 1,6863 2,1341 0,1000 -0,0496 0,8222 1,3078 1,7247 2,2130 0,1500 -0,0738 0,8085 1,3156 1,7598 2,2899 0,2000 -0,0971 0,7926 1,3200 1,7911 2,3640 0,2500 -0,1194 0,7746 1,3209 1,8183 2,4318 0,3000 -0,1406 0,7647 1,3183 1,8414 2,5015 0,3500 -0,1604 0,7333 1,3126 1,8602 2,5638 0,4000 -0,1788 0,7100 1,3037 1,8746 2,6212 0,4500 -0,1957 0,6870 1,2920 1,8848 2,6731 0,5000 -0,2111 0,6626 1,2778 1,8909 2,7202 0,5500 -0,2251 0,6379 1,2613 1,8931 2,7613 0,6000 -0,2375 0,6129 1,2428 1,8915 2,7971 0,6500 -0,2185 0,5879 1,2226 1,8866 2,8279 0,7000 -0,2582 0,5631 1,2011 1,8786 2,8532 0,7500 -0,2667 0,5387 1,1784 1,8677 2,8735 0,8000 -0,2739 0,5118 1,1548 1,8543 2,8891 0,8500 -0,2801 0,4914 1,1306 1,8388 2,9002 0,9000 -0,2852 0,4686 1,1060 1,8212 2,9071 0,9500 -0,2895 0,4466 1,0810 1,8021 2,9103 1,0000 -0,2928 0,4254 1,0560 1,7815 2,9098 (Soewarno, 1995, Hidrologi)

100 2,4570 2,5489 2,2607 2,7716 2,8805 2,9866 3,0890 3,1870 3,2799 3,3673 3,4488 3,5211 3,3930 3,3663 3,7118 3,7617 3,8056 3,8137 3,8762 3,9035

Distribusi Log Normal 3 Parameter


Metode ini tidak lain adalah sama dengan distribusi log normal dua parameter, kecuali bahwa tidak ditambahkan sama parameter batas bawah

dengan

nol.

Persamaan

distribusinya adalah :
1 P( X ) = e2 ln( X ) 2 1 ln( X ) n n

................(3.9)

dimana :

P( X ) : Peluang terjadinya X
X : Variabel random kontinyu : Parameter batas bawah

22

: 3,14159 : 2,71828 : Rata-rata dari variat ln (X-) : Deviasi standar dari variat ln (X-)

n n

(Soewarno, 1995, Hidrologi) Parameter distribusi log normal tiga

parameter, adalah :

Koefisien variasi :
CV = ..............................(3.10)

Untuk menghitung :

............................(3.11) CV

Koefisien kemencengan :
CS = 3CV + CV3 ......................(3.12) dimana :

: Nilai rata-rata dari variat ln (X-)

: Deviasi standar dari ln (X-)


(Soewarno, 1995, Hidrologi) Aplikasi parameter distribusi log normal tiga x

untuk

menghitung

nilai

variat

yang mempunyai kala ulang t tahun mempunyai persamaan, sebagai berikut :

X t = X + ( k S ) ...........................(3.13)
dimana : Xt : Ln (X-) pada periode ulang t tahun

X
S

: Rata-rata kejadian ln(X-) : Deviasi standar dari kejadian ln(X-)

23

: Karakteristik dari distribusi log normal tiga dari parameter koefisien yang merupakan CS fungsi (lihat

kemencengan

tabel 3.3.) (Soewarno, 1995, Hidrologi)

Tabel 3.3. Faktor Frekuensi k Distribusi Log Normal 3 Parameter


Koef.Kemencengan (CS) -2,00 -1,80 -1,60 -1,40 -1,20 -1,00 -0,80 -0,60 -0,40 -0,20 0,00 0,20 0,40 0,60 0,80 1,00 1,20 1,40 1,60 1,80 2,00 2 0,2366 0,2240 0,2092 0,1920 0,1722 0,1495 0,1241 0,0959 0,0654 0,0332 0,0000 -0,0332 -0,0654 -0,0959 -0,1241 -0,1495 -0,1722 -0,1920 -0,2092 -0,2240 -0,2366 5 -0,6144 -0,6395 -0,6654 -0,6920 -0,7186 -0,7449 -0,7700 -0,7930 -0,8131 -0,8296 0,0000 0,8296 0,8131 0,7930 0,7700 0,7449 0,7186 0,6920 0,6654 0,6395 0,6144 Periode Ulang (tahun) 10 20 -1,2437 -1,8916 -1,2621 -1,8928 -1,2792 -1,8901 -1,2943 -1,8827 -1,3057 -1,8696 -1,3156 -1,8501 -1,3201 -1,8235 -1,3194 -1,7894 -1,3128 -1,7478 -1,3002 -1,5993 0,0000 0,0000 1,3002 1,5993 1,3128 1,7478 1,3194 1,7894 1,3201 1,8235 1,3156 1,8501 1,3057 1,8696 1,2943 1,8827 1,2792 1,8901 1,2621 1,8928 1,2437 1,8916 50 -2,7943 -2,7578 -2,7138 -2,6615 -2,6002 -2,5294 -2,4492 -2,3660 -2,2631 -2,1602 0,0000 2,1602 2,2631 2,3660 2,4492 2,5294 2,6002 2,6615 2,7138 2,7578 2,7943 100 -3,5196 -3,4433 -3,3570 -3,2001 -3,1521 -3,0333 -2,9043 -2,7665 -2,6223 -2,4745 0,0000 2,4745 2,6223 2,7665 2,9043 3,0333 3,1521 3,2001 3,3570 3,4433 3,5196

(Soewarno, 1995, Hidrologi)

Distribusi Gumbel
Distribusi Gumbel umumnya digunakan untuk analisis data ekstrem, misalnya untuk

analisis frekuensi banjir. Peluang kumulatif dari distribusi Gumbel adalah :

P ( X ) = e( e )

A ( X B )

..........................(3.14)

24

A=

1, 283 ................................(3.15)

B = 0, 455 ............................(3.16)
dimana : P(X) X e

: Peluang terjadinya X : Variabel acak kontinyu : 2,71828 : Nilai rata-rata dari variat X : Deviasi standar dari X

(Soewarno, 1995, Hidrologi) Persamaan garis lurus untuk distribusi

Gumbel menggunakan persamaan empiris, sebagai berikut :


X =X+ S (Y Yn ) ........................(3.17) Sn

dimana : X
X

: Nilai variat yang diharapkan terjadi : Nilai rata-rata hitung variat : Nilai reduksi variat dari variabel yang diharapkan terjadi pada periode ulang

tertentu (hubungan antara periode ulang T dengan Y dapat dilihat pada tabel

3.4), atau dapat dihitung dengan rumus :

T 1 Y = ln ln ....................(3.18) T
untuk T > 20, maka Y = ln T Yn : Nilai (mean rata-rata of dari reduksi variat nilainya (n) dan

reduced dari

variate) data

tergantung

jumlah

dapat dilihat pada tabel 3.5.

25

Sn

: Deviasi (standard

standar

dari

reduksi of the

variat reduced

deviation

variat), nilainya tergantung dari jumlah data (n) dan dapat dilihat pada Tabel 3.6. (Soewarno, 1995, Hidrologi) Tabel 3.4. Hubungan Periode Ulang (T) dengan Reduksi Variat dari Variabel (Y) T 2 5 10 20 50 100 Y 0,3065 1,4999 2,2504 2,9702 3,9019 4,6001

(Soewarno, 1995, Hidrologi) Tabel 3.5. Hubungan Reduksi Variat Rata-Rata (Yn ) dengan Jumlah Data (n)
n 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33 Yn 0,4952 0,4996 0,5035 0,5070 0,5100 0,5128 0,5157 0,5181 0,5202 0,5220 0,5236 0,5252 0,5268 0,5283 0,5296 0,5309 0,5320 0,5332 0,5343 0,5353 0,5362 0,5371 0,5380 0,5388 n 34 35 36 37 38 39 40 41 42 43 44 45 46 47 48 49 50 51 52 53 54 55 56 57 Yn 0,5396 0,5402 0,5410 0,5418 0,5424 0,5430 0,5439 0,5442 0,5448 0,5453 0,5458 0,5463 0,5468 0,5473 0,5477 0,5481 0,5485 0,5489 0,5493 0,5497 0,5501 0,5504 0,5508 0,5511 n 58 59 60 61 62 63 64 65 66 67 68 69 70 71 72 73 74 75 76 77 78 79 80 81 Yn 0,5515 0,5518 0,5521 0,5524 0,5527 0,5530 0,5533 0,5535 0,5538 0,5540 0,5543 0,5545 0,5548 0,5550 0,5552 0,5555 0,5557 0,5559 0,5561 0,5563 0,5565 0,5567 0,5569 0,5570 N 82 83 84 85 86 87 88 89 90 91 92 93 94 95 96 97 98 99 100 Yn 0,5572 0,5574 0,5576 0,5578 0,5580 0,5581 0,5583 0,5585 0,5586 0,5587 0,5589 0,5591 0,5592 0,5593 0,5595 0,5596 0,5598 0,5599 0,5600 -

(Soewarno, 1995, Hidrologi)

26

Tabel 3.6. Hubungan antara Deviasi Standar (sn) dengan Jumlah Data (n)
n 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 sn 0,9496 0,9676 0,9833 0,9971 1,0095 1,0206 1,0316 1,0411 1,0493 1,0565 1,0628 1,0696 1,0754 1,0811 1,0864 1,0915 1,0961 1,1004 1,1047 1,1086 1,1124 1,1159 1,1193 N 33 34 35 36 37 38 39 40 41 42 43 44 45 46 47 48 49 50 51 52 53 54 55 sn 1,1226 1,1255 1,1285 1,1313 1,1339 1,1363 1,1388 1,1413 1,1436 1,1458 1,1480 1,1499 1,1519 1,1538 1,1557 1,1574 1,1590 1,1607 1,1623 1,1638 1,1658 1,1667 1,1681 n 56 57 58 59 60 61 62 63 64 65 66 67 68 69 70 71 72 73 74 75 76 77 78 sn 1,1696 1,1708 1,1721 1,1734 1,1747 1,1759 1,1770 1,1782 1,1793 1,1803 1,1814 1,1824 1,1834 1,1844 1,1854 1,1863 1,1873 1,1881 1,1890 1,1898 1,1906 1,1915 1,1923 n 79 80 81 82 83 84 85 86 87 88 89 90 91 92 93 94 95 96 97 98 99 100 sn 1,1930 1,1938 1,1945 1,1953 1,1959 1,1967 1,1973 1,1980 1,1987 1,1994 1,2001 1,2007 1,2013 1,2020 1,2026 1,2032 1,2038 1,2044 1,2049 1,2055 1,2060 1,2065 -

(Soewarno, 1995, Hidrologi)

Distribusi Pearson Type III


1 x c P ( x) = * a(b) a
dimana : P(X) : Fungsi kerapatan peluang distribusi
b 1

*e

x c a

.................(3.19)

Pearson tipe III X a b c : Variabel acak kontinyu : Parameter skala : parameter bentuk : Parameter letak

Fungsi (U ) = e x xU 1dx ..................(3.20)


0

Untuk U = 1, maka (1) = e x dx = 1 ..........(3.21)


0

27

Bila dilakukan transformasi :


dX / a = dW , maka :

X C =W a

dan

Ke tiga parameter fungsi kerapatan(a,b,dan c) dapat ditentukan dengan metode momen, dengan cara menghitung nilai :
X

: Rata-rata : Deviasi standar : Koefisien kemencengan

S CS

Sehingga :

a=

CS .S ...............................(3.22) 2
2

1 b= *2 CS c=X

............................(3.23)

2S .............................(3.24) CS

X t = X + k .S ............................(3.25)

Persamaan

(3.25)

dapat

digunakan

untuk

menentukan persamaan distribusi Pearson tipe III, dengan faktor k = faktor sifat dari

distribusi Pearson tipe III yang merupakan fungsi dari besarnya CS yang dapat dilihat pada tabel 3.7. (Soewarno, 1995, Hidrologi)

Distribusi Log Pearson Type III P( X ) = 1 X C * a(b) a


b 1

* e

X C a

............(3.26)

dimana : P(X) X : : Peluang dari variat x nilai variat x

28

a,b,c

: :

parameter Fungsi gamma untuk menentukan kurva distribusi

Prosedur -

Log Pearson tipe III, adalah : Tentukan logaritma dari semua nilai variat X. Hitung nilai rata-ratanya :

log( X ) =
n :

log( X )
i =1

......................(3.27)

jumlah data

Hitung standar deviasi dari logaritma X :

S log( X ) =

( Log ( X ) log( X ) )
n i =1

n 1

...........(3.28)

Hitung koefisien kemencengan Skewness


__________ Log ( X ) Log ( X ) i =1 ...............(3.29) CS = ( n 1)( n 2 ) (S log( X ))3 n 3

Sehingga Didapatkan persamaan :


log( X t ) = log( X ) + k ( S log( X )) ..............(3.30)

29

Tabel 3.7. Nilai k Distribusi Pearson Type III dan Log Pearson Kemencengan CS
Koef.Kemencengan (CS) 3,0 2,5 2,2 2,0 1,8 1,6 1,4 1,2 1,0 0,9 0,8 0,7 0,6 0,5 0,4 0,3 0,2 0,1 0,0 -0,1 -0,2 -0,3 -0,4 -0,5 -0,6 -0,7 -0,8 -0,9 -1,0 -1,2 -1,4 -1,6 -1,8 -2,0 -2,2 -2,5 -3,0 2 -0,396 -0,360 -0,330 -0,307 -0,282 -0,254 -0,225 -0,195 -0,164 -0,148 -0,132 -0,116 -0,099 -0,083 -0,066 -0,050 -0,033 -0,017 0,000 0,017 0,033 0,050 0,066 0,083 0,099 0,116 0,132 0,148 0,164 0,195 0,225 0,254 0,282 0,307 0,330 0,360 0,396 5 0,420 0,518 0,574 0,609 0,643 0,675 0,705 0,732 0,758 0,769 0,780 0,790 0,800 0,808 0,816 0,824 0,830 0,836 0,842 0,836 0,850 0,853 0,855 0,856 0,857 0,857 0,856 0,854 0,852 0,844 0,832 0,817 0,799 0,777 0,752 0,711 0,636 Periode Ulang (Tahun) 10 1,180 1,250 1,284 1,302 1,318 1,329 1,337 1,340 1,340 1,339 1,336 1,333 1,328 1,323 1,317 1,309 1,301 1,292 1,282 1,270 1,258 1,245 1,231 1,216 1,200 1,183 1,166 1,147 1,128 1,086 1,041 0,995 0,945 0,895 0,844 0,771 0,666 25 2,278 2,262 2,240 2,219 2,193 2,163 2,128 2,087 2,043 2,018 1,998 1,967 1,939 1,910 1,880 1,849 1,818 1,785 1,751 1,716 1,680 1,643 1,606 1,567 1,528 1,488 1,448 1,407 1,366 1,282 1,198 1,116 1,035 0,959 0,888 0,793 0,666 50 3,152 3,048 2,970 2,912 2,848 2,780 2,706 2,626 2,542 2,498 2,453 2,407 2,359 2,311 2,261 2,211 2,159 2,107 2,054 2,000 1,945 1,890 1,834 1,777 1,720 1,663 1,606 1,549 1,492 1,379 1,270 1,166 1,069 0,980 0,900 0,798 0,666 100 4,051 3,845 3,705 3,605 3,499 3,388 3,271 3,149 3,022 2,957 2,891 2,824 2,755 2,686 2,615 2,544 2,472 2,400 2,326 2,252 2,178 2,104 2,029 1,955 1,880 1,806 1,733 1,660 1,588 1,449 1,318 1,197 1,087 0,990 0,905 0,799 0,667 200 4,970 4,652 4,444 4,298 4,147 3,990 3,828 3,661 3,489 3,401 3,312 3,223 3,132 3,041 2,949 2,856 2,763 2,670 2,576 2,482 2,388 2,294 2,201 2,108 2,016 1,926 1,837 1,749 1,664 1,501 1,351 1,216 1,097 0,995 0,907 0,800 0,667 1000 7,250 6,600 6,200 5,910 5,660 5,390 5,110 4,820 4,540 4,395 4,250 4,105 3,960 3,815 3,670 3,525 3,330 3,235 3,090 2,950 2,810 2,675 2,540 2,400 2,275 2,150 2,035 1,910 1,800 1,625 1,465 1,280 1,130 1,000 0,910 0,802 0,668

Type III untuk Koefisien

(Soewarno, 1995, Hidrologi)

30

Untuk dalam

menentukan

distribusi hujan

yang

tepat dengan

menghitung

curah

rencana

periode ulang t tahun, maka perlu diperhatikan syarat-syarat dalam tabel 3.8. Tabel 3.8. Kriteria Pemilihan Distribusi No. 1. 2. 3. Jenis Distribusi Distribusi Normal Distribusi Log Normal Distribusi Gumbel Syarat Cs = 0, Cs = 3 Cv, Ck = 3 Cv = 0,6

Cs < 1,1396 Ck < 5,4002 Cs 0, Cs < 0,

4. 5.

Distribusi Pearson III Distribusi Log Pearson III

Cv = 0,3 Cv = 0,3

3.3.3. Uji Keselarasan Distribusi Uji menentukan telah keselarasan persamaan dimaksudkan distribusi mewakili peluang untuk yang

dipilih

dapat

distribusi

statistik sampel data yang dianalisis. Ada dua jenis uji keselarasan, yaitu Chi Square dan

Smirnov Kolmogorof. Pada tes ini yang diamati adalah nilai hasil perhitungan yang diharapkan. Metode Chi Square Uji sebaran ini dimaksudkan untuk yang

mengetahui

distribusi-distribusi

memenuhi syarat untuk dijadikan dasar dalam menentukan debit air rencana dengan periode ulang tertentu. Metode Chi Square sebagai berikut : ini dapat dijelaskan

31

Penggambaran

distribusi

curah

hujan

dilakukan untuk setiap metode distribusi. Penggambaran untuk yang distribusi beda (Ef) ini antara dengan dilakukan frekuensi frekuensi dihitung hujan

mengetahui diharapkan Sebelum (P)

terbaca. peluang

penggambaran,

masing-masing

curah

rata-rata dengan rumus :


P= m .............................(3.31) n +1

dimana : P : Peluang terjadinya curah hujan tertentu m : Nomor ranking curah hujan n : Jumlah data
-

Setelah plotting data selesai maka dibuat garis yang memotong daerah rata-rata titik tersebut, nilai nilai nilai titik-titik yang terbaca merupakan (Of), dan yang

frekuensi pada garis

adalah

frekuensi

diharapkan (Ef)
-

Menentukan parameter uji Chi Square hasil plotting data dengan rumus :
X2 =
i k

(O f E f ) 2 Ef

......................(3.32)

dimana : X2 k Of : Harga Chi Square : Jumlah data : Frekuensi yang dibaca pada kelas yang sama

32

Ef
-

: Frekuensi yang idharapkan sesuai dengan pembagian kelasnya

Menentukan berdasarkan

parameter nilai

Uji

Chi

Square

derajat

kepercayaan

sebesar 0,95% atau 95% ( = 0,05atau 5% ) dan derajat kebebasan (dk) di mana : dk = K (p+1) ......................(3.33) dimana : K : Jumlah data P : Probabilitas Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel 3.9. (Suripin, Dr, Ir, M.Eng., 2004, Sistem

Drainase Perkotaan Yang Berkelanjutan) Tabel 3.9. Nilai Kritis untuk Distribusi Chi Square (Uji Satu Sisi)
dk 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 0,995 0,0000393 0,0100 0,0717 0,207 0,412 0,676 0,989 1,344 1,735 2,156 2,603 3,074 3,565 4,075 4,601 5,142 5,697 6,265 6,844 7,434 8,034 0,99 0,000157 0,0201 0,115 0,297 0,554 0,872 1,239 1,646 2,088 2,558 3,053 3,571 4,107 4,660 5,229 2,812 6,408 7,015 7,633 8,260 8,897 derajat kepercayaan 0,975 0,95 0,05 0,000982 0,00393 3,841 0,0506 0,103 5,991 0,216 0,352 7,815 0,484 0,711 9,488 0,831 1,145 11,070 1,237 1,635 12,592 1,690 2,167 14,067 2,180 2,733 15,507 2,700 3,325 16,919 3,247 3,940 18,307 3,816 4,575 19,675 4,404 5,226 21,026 5,009 5,892 22,362 5,629 6,571 23,685 6,262 7,261 24,996 6,908 7,962 26,296 7,564 8,672 27,587 8,231 9,390 28,869 8,907 10,117 30,144 9,591 10,851 31,410 10,283 11,591 32,671 0,025 5,024 7,378 9,348 11,143 12,832 14,449 16,013 17,535 19,023 20,483 21,920 23,337 24,736 26,119 27,488 28,845 30,191 31,526 32,852 34,170 35,479 0,01 6,635 9,210 11,345 13,277 15,086 16,812 18,475 20,090 21,666 23,209 24,725 26,217 27,688 29,141 30,578 32,000 33,409 34,805 36,191 37,566 38,932 0,005 7,879 10,597 12,838 14,860 16,750 18,548 20,278 21,955 23,589 25,188 26,757 28,300 29,819 31,319 32,801 34,267 35,718 37,156 38,582 39,997 41,401

33

22 23 24 25 26 27 28 29 30

8,643 9,260 9,886 10,520 11,160 11,808 12,461 13,121 13,787

9,542 10,196 10,856 11,524 12,198 12,879 13,565 14,256 14,953

10,982 11,689 12,401 13,120 13,844 14,573 15,308 16,047 16,791

12,338 13,091 13,848 14,611 15,379 16,151 16,928 17,708 18,493

33,924 36,172 36,415 37,652 38,885 40,113 41,337 42,557 43,773

36,781 38,076 39,364 40,646 41,923 43,194 44,461 45,722 46,979

40,289 41,638 41,980 44,134 45,642 46,963 48,278 49,588 50,892

42,796 44,181 45,558 46,928 48,290 49,645 50,993 52,336 53,672

(Bonnier, 1980) Metode Smirnov Kolmogorof Dikenal parametric menggunakan


-

dengan karena fungsi

uji

kecocokan

non tidak

pengujiannya distribusi

tertentu.

Prosedurnya sebagai berikut : Urutkan data dari besar ke kecil atau dari

sebaliknya
-

dan

tentukan

peluangnya

masing-masing data tersebut. Tentukan nilai variabel reduksi {f(t)}.


f (t ) = (X X ) .........................(3.34) S

Tentukan

peluang

teoritis

{P(Xi)}

dari

nilai f(t) dengan tabel. Dari kedua nilai peluang tersebut tentukan selisih teoritis. D maks
-

antara

pengamatan

dan

peluang

Maks {P(Xi) P(Xi)}....(3.35) tabel nilai kritis Smirnov

Berdasarkan Kolmogorof

tentukan harga Do. Lihat tabel

3.10 dan 3.11. (Suripin, Dr, Ir, M.Eng., 2004, Sistem

Drainase Perkotaan Yang Berkelanjutan)

34

Tabel 3.10. Wilayah Luas di bawah Kurva Normal Uji Smirnov Kolmogorov untuk =0,05
-3,4 -3,3 -3,2 -3,1 -3,0 -2,9 -2,8 -2,7 -2,6 -2,5 -2,4 -2,3 -2,2 -2,1 =0,05 0,0003 0,0004 0,0006 0,0008 0,0011 0,0016 0,0022 0,0030 0,0040 0,0054 0,0071 0,0094 0,0122 0,0158 t -1,4 -1,3 -1,2 -1,1 -1,0 -0,9 -0,8 -0,7 -0,6 -0,5 -0,4 -0,3 -0,2 -0,1 =0,05 0,0735 0,0885 0,1056 0,1251 0,1469 0,1711 0,1977 0,2266 0,2578 0,2912 0,3264 0,3632 0,4013 0,4404 t 0,5 0,6 0,7 0,8 0,9 1,0 1,1 1,2 1,3 1,4 1,5 1,6 1,7 1,8 =0,05 0,7088 0,7422 0,7734 0,8023 0,8289 0,8591 0,8749 0,8944 0,9115 0,9265 0,9394 0,9505 0,959 0,9678 t 2,5 2,6 2,7 2,8 2,9 3,0 3,1 3,2 3,3 3,4 =0,05 0,9946 0,9960 0,9970 0,9978 0,9984 0,9989 0,9992 0,9994 0,9996 0,9997

Tabel 3.11. Nilai Kritis (Do) Smirnov Kolmogorov


N 5 10 15 20 25 30 35 40 45 50 n>50

0,2 0,45 0,32 0,27 0,23 0,21 0,19 0,18 0,17 0,16 0,15 1,07/n 0,1 0,51 0,37 0,3 0,26 0,24 0,22 0,20 0,19 0,18 0,17 1,22/n 0,05 0,546 0,41 0,34 0,29 0,27 0,24 0,23 0,21 0,20 0,19 1.36/n 0,01 0,67 0,49 0,4 0,36 0,32 0,29 0,27 0,25 0,24 0,23 1,63/n

(Suripin,Dr,Ir,M.Eng.,2004,Sistem Perkotaan Yang Berkelanjutan)

Drainase

3.3.4. Perhitungan Intensitas Curah Hujan Curah hujan dalam jangka pendek dinyatakan dalam intensitas per jam yang disebut dengan intensitas curah hujan. Hujan dalam intensitas yang besar umumnya terjadi dalam waktu yang

pendek. Hubungan intensitas hujan dengan waktu hujan banyak dirumuskan, yang pada umumnya

tergantung pada parameter setempat.

35

Intensitas curah hujan rata-rata digunakan sebagai parameter perhitungan debit. Rumus intensitas curah hujan yang sering

digunakan, sebagai berikut : Rumus Dr. Mononobe


R 24 I = 24 24 t
2/3

........................(3.36)

dimana : I t : Intensitas curah hujan (mm/jam) : Lamanya curah hujan (jam)

R24 : Curah hujan maksimum dalam 24 jam (mm) (CD. Soemarto, 1993, Hidrologi Teknik) 3.3.5. Perhitungan Debit Untuk beberapa mencari metode Rencana debit rencana digunakan empiris

diantaranya

hubungan

antara curah hujan dengan limpasan.Metode ini paling banyak dikembangkan sehingga didapat

beberapa persamaan, antara lain : Metode Rasional (Luas DAS < 300 ha)
H S = L ................................(3.37)

tc = 0, 0195* H 0,77 * S 0,385 .....................(3.38)


R 24 3 I= ............................(3.39) 24 tc
2

Q=

CI A ............................(3.40) 3,6

dimana : Q : Debit
3

air

periode

ulang

tertentu

(m /detik) C : Koefisien Aliran

36

I : Intensitas hujan

(mm/jam)

A : Luas daerah Aliran sungai (km2) Tc :Waktu konsentrasi (jam) R : Hujan harian (mm) L : Panjang sungai utama V : Kecepatan perjalanan banjir H : Beda tinggi antara titik tertinggi DAS

dan titik peninjauan. (Ir. Suyono Sosrodarsono, Hidrologi Untuk

Pengairan) Koefisien Aliran (C) tergantung dari

beberapa faktor, antara lain : jenis tanah, kemiringan, luas dan bentuk Aliran sungai. Sedangkan besarnya nilai koefisien Aliran

dapat dihitung dengan rumus :

Cgab =

AC
i =1 n i

Ai
i =1

............................(3.41)

dimana : Ai : Prosentase (%) luasan lahan Ci : Koefisien aliran dari masing-masing tata guna lahan

37

Tabel 3.12. Koefisien Aliran


Kondisi Daerah Aliran - Rerumputan - Bisnis - Perumahan - Industri - Pertamanan - Tempat bermain - Daerah pegunungan berlereng terjal - Daerah perbukitan - Tanah bergelombang dan bersemak-semak - Tanah dataran yang digarap - Persawahan irigasi - Sungai di daerah pegunungan - Sungai kecil di dataran - Sungai yang besar dengan wilayah 0,50 0,75 Koefisien Aliran (C) 0,05 0,35 0,50 0,95 0,25 0,75 0,50 0,90 0,10 0,25 0,20 0,35 0,75 0,90 0,70 0,80 0,50 0,75 0,45 0,65 0,70 0,80 0,75 0,85 0,45 0,75

Aliran lebih dari seperduanya terdiri dari dataran

(Ir.Joesron Loebis, M.Eng, Banjir Rencana Untuk Bangunan Air) 3.4. EROSI Erosi adalah peristiwa pindahnya tanah

dari suatu tempat ke tempat lain oleh media alami, yaitu air dan angin (Arsyad, 1979).

Didaerah beriklim basah seperti Indonesia erosi air adalah yang paling membahayakan lahan-lahan pertanian. Berdasarkan proses terjadinya erosi dibagi dalam dua tipe, yaitu erosi geologi dan erosi dipercepat erosi (Schawb, 1966). Erosi alami atau

geologi

adalah masih

erosi

dimana dengan

proses proses

pengangkutan

seimbang

38

pembentukan tanah, yang masih mengikuti prinsip keseimbangan alami. Sedangkan erosi dipercepat adalah erosi akibat pengangkutan/perusakan

tanah akibat kegiatan manusia yang tidak lagi mengikuti keseimbangan pembentukan tanah secara alami. Menurut mempengaruhi Baver erosi faktor-faktor lain adalah yang faktor

antara

iklim (I), tanah (t), topografi (s), vegetasi (v), manusia (m), yang dapat ditulis menurut persamaan deskriptif sebagai berikut :
E = f ( i, t , s, v, m ) ........................(3.42)

3.4.1. Iklim Faktor erosi iklim mempengaruhi suhu terjadinya udara, dan dan

adalah

hujan,

kecepatan curah hujan

angin.

Kelembaban

besarnya dispersi hujan selalu

hujan

menentukan tanah.

kekuatan Jumlah

terhadap yang

curah

rata-rata

tinggi

tidak

menyebabkan erosi jika kelebatannya rendah, demikian terjadi juga dalam kalau waktu kelebatannya yang singkat tinggi tidak

menyebabkan erosi. Curah hujan yang tinggi dan kelebatan yang tinggi akan

mengakibatkan erosi yang besar. Kemampuan hujan dalam menghancurkan

agregat tanah ditentukan energi kinetiknya. Energi kinetik ini dapat dihitung 3.42 dengan

menggunakan

persamaan

(Hudson,

1976,Kohnke dan Bertrand, 1959) :

39

Ek =

1 2 mv ..........................(3.43) 2

dimana : Ek m v : Energi kinetik hujan : massa butiran hujan : kecepatan jatuh butir hujan

selanjutnya besarnya energi kinetik secara kuantitatif dihitung berdasarkan persamaan yang ditemukan oleh Wischmeir (1959) yaitu:

E = 210 + log I .......................(3.43)


dimana : E : energi ton/ha/cm I : intensitas hujan (cm/jam) Weischmeir EI30 sebagai (1959) indek mengusulkan erosivitas kinetik hujan dalam

selanjutnya penggunaan hujan. 3.4.2. Tanah

Interaksi sifat fisik dan kimia tanah menentukan terjadinya kepekaan erosi. tanah terhadap tanah yang

Sifat-sifat

mempengaruhi kepekaan erosi adalah tekstur, struktur, kedalaman tingkat kandungan kandungan tanah, sifat bahan lapisan tanah. organik organik, bawah dan

kesuburan bahan

Sedangkan berpengaruh

terhadap stabilitas struktur tanah (Arsyad, 1979). Tanah liat dengan dan kandungan bahan erosi debu organik yang tinggi ,

rendah

sedikit tinggi.

mempunyai

kepekaan

40

Kepekaan

erosi

yang

tinggi

ini

disebut

erodibilitas tanah (K) yaitu mudah tidaknya tanah tererosi. Semakin tinggi nilai

erodibilitas tanah semakin mudah tanah itu tererosi atau sebaliknya. Faktor kepekaan erosi tanah

didefinisikan sebagai laju erosi per satuan indeks erosivitas untuk keadaan standart ada standart. adalah suatu tanah dalam dalam keadaan tidak 9% dan

Tanah yang

tanah

terbuka

vegetasi bentuk

sama

sekali

pada

lereng

dengan

lereng

yang

seragam

panjang lereng 22,13m. Nilai ini ditandai dengan huruf K dinyatakan dengan persamaan 3.45 :

K=

E ............................(3.45) E30

dimana : K E : nilai kepekaan erosi suatu tanah : erosi pada keadaan standart

EI30 : indeks erosivitas hujan 3.4.3. Topografi Kemiringan dan panjang lereng adalah dua unsur topografi yang paling berpengaruh dan erosi Panjang limpasan terdapat endapan)

terhadap

limpasan

permukaan

(Arsyad,1979, lereng permukaan pengurangan adalah

Weischmeier,1978). jarak titik titik dimana (terjadi

sampai

kemiringan

sehingga kecepatan aliran sangat berkurang. Kemiringan lereng adalah sudut antara

41

perbedaan tinggi dua buah titik (vertikal) dibagi dua beda jarak (horisontal).

Kemiringan lereng dinyatakan dalam derajad atau persen. Faktor lereng (LS). panjang lereng dan faktor kemiringan topografi

disebut Faktor

kesatuan LS

dihitung

berdasarkan

kehilangan tanah dari kemiringan lereng 9% (S) dan panjang lereng 22,13m (L). Sudah dikonversikan kedalam satuan matrik, maka

persamaan yang dikemukakan oleh Wischmeier dan Smith (1978) adalah sebagai berikut :

LS =

L 0, 065 + 0, 045S + 0, 00065S 2 .....(3.46) 22,13

dimana : LS L S : faktor topografi : panjang lereng (m) : kemiringan lereng (%)

3.4.4. Vegetasi Vegetasi mengintersepsi curah hujan yang jatuh pada daun, batang jatuh lebih daun yang serta akan memecah Curah

mengurangi butiran hujan

kecepatan menjadi

hujan yang

kecil. akan

mengenai

menguap

kembali ke udara dan inilah yang disebut kehilangan 1979). Demikian Bertrand pukulan tanah, juga menurut Kohnke dan intersepsi tanaman (Weirsum.

(1959)

bahwa

vegetasi pada

mengurangi permukaan dalam

butir-butir tanaman

hujan

juga

berpengaruh

42

menurunkan kecepatan limpasan permukaan dan mengurangi transpirasi. kandungan Berkurangnya air melalui air

kandungan

tanah menyebabkan tanah mampu mengabsorbsi air lebih banyak sehingga jumlah limpasan permukaan berkurang. 3.4.5. Manusia Manusia terjadinya mengatur Dengan tanah merupakan erosi, faktor penentu manusia bagi dapat lain.

karena

keseimbangan cara

faktor-faktor dan dengan

pengelolaan disesuaikan

penggunaan tindakan

yang

pengawetan tanah, erosi dapat dikurangi. Namun demikian dari manusia itu sendiri banyak faktor yang menyebabkan secara 1979). manusia bijaksana Faktor-

mempergunakan atau

tanahnya

sebaliknya

(Arsyad,

faktor itu antara lain : 1. Luas tanah pertanian yang diusahakan. 2. Tingkat pengetahuan dan penguasaan

teknologi. 3. Harga hasil usaha tani di pasar. 4. Perpajakan dan ikatan hutang. 5. Infra struktur dan fasilitas

kesejahteraan. Dengan mengetahui faktor-faktor diatas, kiranya pihak pemerintah atau yang

berwenang akan lebih mudah untuk mengatasi masalah keseimbanganalami ini.

43

3.4.6. Limpasan Permukaan Limpasan permukaan adalah bagian dari

hujan yang tidak diabsorbsi oleh tanah dan tidak mengumpul kebawah di permukaan, permukaan di baru sungai terjadi tetapi tetapi atau bila

melimpas dan

melalui

akhirnya

mengumpul ini

saluran. kelebatan

Limpasan hujan

melampaui tidak

batas

presapan dengan

(infiltrasi),

namun

terjadi

segera mungkin (Tajang, 1980). Limpasan permukaan mempunyai jumlah

laju, kecepatan dan gejolak yang menetukan kemampuannya ini karena untuk menimbulkan erosi. Hal juga tanah. limpasan

limpasan bagian-bagian yang

permukaan dari

mengangkut Faktor-faktor

mempengaruhi

permukaan adalah : 1. Curah hujan. 2. Tanah. 3. Luas daerah aliran. 4. Teknis tanah. Sebelum mungkin menetapkan besarnya suatu erosi yang perlu tanaman dan jenis pengolah

terjadipada

daerah,

ditetapkan besarnya erosi yang masih dapat di toleransikan untuk tanah tersebut, karena

tidaklah mungkin menurunkan erosi menjadi nol pada tanah-tanah pertanian terutama pada tempat yang berlereng (Tejoyuwono, kerugian 1980). Erosi di

toleransi

adalah

kesuburan

tanah

maximum yang masih dapat diimbangi oleh usaha-

44

usaha tanah,

pengawetan tanpa

dan menutup

pelestarian

kesuburan untuk

kemungkinan

memperoleh pendapatan bersih yang memadai. Untuk menentukan tindakan konservasi tanah yang efektif digunakan nilai pendugaan erosi. Salah satu metode pendugaan erosi yang

dikembangkan oleh bagian konservasi tanah USDA adalah yang diberikan Wischmeier. Tabel

besarnya erosi yang masih dapat ditoleransikan (Thomson, 1975). 1957 dalam Suwardjo dan Sukmono,

Tabel 3.13. Besarnya erosi berdasarkan sifat tanahnya


Sifat tanah dan substrata Besarnya erosi yang masih di toleransikan (ton/ha/th) Tanah dangkal diatas batuan keras Tanah dalam diatas batuan keras Tanah yang lapisan dibawahnya (sub soil) yang padat terletak diatas substrata yang tidak keras Tanah dengan lapisan bawah yang permeabilitasnya lambat diatas substrata yang tidak keras Tanah dengan lapisan bawah yang agak permeabel diatas substrata yang tidak keras Tanah yang lapisan bawahnya permeabel lambat diatas substrata yang tidak keras 13,45 11,21 8,97 1,13 2,24 4,48

(Konsevasi Tanah dan Air , Suripin 2001)

45

3.5.

UNIVERSAL

SOIL

LOSS

EQUATION

(USLE)

Ada beberapa metode untuk memprediksi adanya erosi dan YIL sedimen dari DTA, yang tidak dapat digunakan untuk memprediksi adanya erosi lahan yang tanah, terjadi. Menurut penelitian atas para ahli

pembentukan

lapisan

tanah

setebal

2,5 cm atau kira-kira 300 ton/ha (bulk density 1,2 ton/m3) pada kondisi alamiah akan memakan

waktu 300 tahun (Bannet , 1939, Hudson, 1976). Tetapi waktu tersebut dapat diperpendek menjadi 30 tahun saja apabila dilakukan pengolahan tanah dengan baik. Sehingga secara umum dianggap bahwa apabila besarnya erosi untuk lahan pertanian

khususnya masih lebih kecil dari 10 ton/ha/th, maka erosi masih dapat dibiarkan, selama

pengelolaan tanah dan penambahan bahan organik terus dilakukan. Salah satu persamaan yang pertama erosi kali lahan

dikembangkan adalah

untuk

mempelajari Musgrave yang

persamaan

selanjutnya

berkembang menjadi persaaman yang disebut dengan Universal Soil Loss Equation (USLE). laju USLE erosi

memungkinkan

perencana

memprediksi

lahan tertentu pada suatu kemiringan dengan pola hujan tertentu untuk setiap jenis tanah dan

penerapan pengolahan tanah (tindakan konservasi lahan). Parameter digunakan fisik dan pengelolaan lima yang

dikelompokan

menjadi

variabel

utama yang nilainya untuk setiap tempat dapat dinyatakan secara numeris. Kombinasi lima

46

variabel ini dikenal dengan sebutan USLE adalah sebagai berikut :

Ea = R.K .LS .C.P ...........................(3.47)


dimana :

Ea

: Banyaknya tanah erosi per satuan luas per satuan waktu yang dinyatakan

sesuai dengan satuan K dan periode R yang dipilih, dalam praktek dipilih

satuan ton/ha/tahun R : Faktor erosivitas hujan dan aliran

permukaan K LS C P : Faktor erodibilitas tanah : Faktor panjang kemiringan lereng, : Faktor tanaman penutup lahan : Faktor konservasi praktisi

3.5.1

Faktor Erosivitas (R) Pada metode USLE, prakiraan besarnya

erosi dalam kurun waktu per tahun (tahunan), dengan dihitung sebanyak persamaan : demikian dari angka data rata-rata curah dengan hujan faktor R

tahunan

mungkin

menggunakan

R = EI 30 /100 X .....................(3.48)
i =1

dimana : R : erosivitas tahunan N : jumlah kejadian hujan dalam hujan rata-rata

kurun waktu 1 tahun

47

jumlah

tahun

atau

musim

hujan

yang digunakan Besarnya EI proposional dengan curah

hujan total untuk kejadian hujan dikalikan dengan intensitas hujan maksimum 30 menit. Sementara, Bowles (1978) dalam Asdak

(2002), dengan menggunakan data curah hujan bulanan di 47 stasiun penakar hujan di Pulau Jawa yang dikumpulkan bahwa besarnya selama 38 tahun hujan

menentukan

erosivitas

tahunan rata-rata adalah sebagai berikut :

EI 30 = 6,12( RAIN )1,21 ( DAYS ) 0,47 ( MAXP)0,53 ........(3.49)


dimana : EI30 : erosivitas hujan rata-rata tahunan

RAIN : curah hujan rata-rata tahunan (cm) DAYS : jumlah hari hujan rata-rata per tahun (hari) MAXP : curah hujan maximum rata-rata dalam 24 jam per bulan untuk kurun waktu satu tahun (cm) Cara erosivitas menggunakan dikembangkan menentukan hujan yang besarnya lain adalah indeks dengan yang Mahmud

metode oleh

matematis Utomo dan

berdasarkan hubungan antara R dengan besarnya hujan tahunan. Rumus yang digunakan adalah : R = 237,4 + 2,61 P dimana : R = EI 30 (erosivitas hujan rata-rata tahunan) (N/h) P = Besarnya curah hujan tahunan (cm) ...................(3.74)

48

Cara erosivitas sederhana

menentukan hujan karena yang hanya

besarnya terakhir ini

indeks lebih data

memanfaatkan

curah hujan bulanan.

3.5.2

Faktor Erodibilitas (K) Faktor erodibilitas tanah (K) menunjukan

resistensi pengelupasan

partikel dan

tanah

terhadap partikel-

transportasi

partikel tanah tersebut oleh adanya energi kinetik resistensi air hujan. Meskipun akan besarnya tergantung

tersebut

diatas

pada topografi, kemiringan lereng, besarnya gangguan tanah. Wischmeier bersama kelompoknya telah oleh manusia, dan karakteristik

mengembangkan dasar-dasar untuk mencantumkan aspek erodibilitas tata yang guna digunakan tanah yang tidak begitu EI30, untuk aman, dapat saja yaitu

perencanaan meskipun

beberapa

parameternya universal penetuan

diberlakukan (misalnya

secara dalam

intensitas hujan maksimum selamo periode 30 menit dalam daerah iklim dingin dan tropik sangat berbeda). Persaman yang menghubungkan karakteristik tanah dengan tingkat

erodibilitas tanah adalah :

( P 3) .(3.50) K = 2, 713.104 (12 O ) M 1,14 + 3, 25 ( S 2 ) + 2,5 100

49

dimana : K O S : erodibilitas tanah : persen unsur organik : kode klasifikasi strutur tanah

(granular, platy, massive) P M : permeabilitas tanah : prosentase ukuran partikel

Tabel 3.14 Nilai M untuk beberapa kelas tekstur tanah


Kelas tanah Lempung berat Lempung sedang Lempung pasiran Lempung ringan Geluh lempung Pasir debuan Geluh lempungan Campuran merata 2830 4000 Debu 8245 lempung 210 750 1213 1685 2160 2830 tekstur Nilai M Kelas tanah Pasir Pasir geluhan Geluh berlempung Geluh pasiran Geluh Geluh debuan 3035 1245 3770 4005 4390 6330 tekstur Nilai M

(RLKT DAS Citarum, 1987, dalam Asdak,2002)

Tabel 3.15. Kode Struktur Tanah Kelas struktur tanah Granuler sangat halus (<1mm) Granuler halus Granuler sedang sampai kasar (2 sampai 10mm) Berbentuk blok, blocky, platm masif Kode (S) 1 2 3 4

50

Faktor K juga bisa didapat dari tabel jenis tanah yang dikeluarkan diberikan Dinas pada RLKT, Tabel

Departemen 3.16

Kehutanan,

Tabel 3.16. Jenis Tanah dan Nilai Erodibilitas (K) No 1 2 3 4 5 6 Jenis Tanah Latosol coklat kemerahan dan litosol Latosol kuning kemerahan dan litosol Komplek mediteran dan litosol Latosol kuning Grumosol Aluvial Faktor K 0,43 0,36 0,46 0,56 0,20 0,47

3.5.3

Faktor Panjang Kemiringan Lereng (LS) Pada prakteknya, variabel S dan L dapat

disatukan, karena erosi akan bertambah besar dengan bertambangnya kemiringan permukaan

medan dan bertambah panjangnya kemiringan. Faktor panjang lereng (L) didefinisikan secara matematik sebagai berikut (Schwab et al, 1981 dalam Asdak, 2002) :
l L= .........................(3.51) 22,1
m

dimana : l : panjang kemiringan lereng (m) m : angka exponen yang dipengaruhi oleh interaksi kemiringan vegetasi. bervariasi antara panjang tanah lereng, dan

lereng, Angka 0,3

exponen untuk

tersebut yang

lereng

panjang dan kemiringan lereng < 5%,

51

0,6 untuk lereng lebih pendek dengan kemiringan lereng >10%. Angka

eksponen yang umumnya dipakai adalah 0,5. Faktor didefinisikan berikut : kemiringan secara lereng (S) sebagai

matematis

( 0, 43 + 030s + 0, 04s ) ...............(3.52) S=


2

6, 61

dimana : S : kemiringan lereng aktual (%) kali dalam USLE prakiraan komponen (L erosi panjang S)

Sering menggunakan dan

persaman

kemiringan

lereng

dan

diintegrasikan menjadi faktor LS dan dapat dihitung dengan persamaan 3.78 :

LS = L ( 0, 00138S 2 + 0, 00965S + 0, 0138 ) ....(3.53)


dimana : L S Rumus : panjang lereng (m) : kemiringan lereng (%) diatas diperoleh dari percobaan

dengan menggunakan plot erosi pada lereng 3 18%, sehingga kurang memadai untuk topografi terjal. Untuk lahan berlereng terjal

disarankan menggunakan persamaan 3.79 (Foster and Wischmeier, 1973 dalam Asdak, 2002) :
1,50 1,25 2,25 l LS = C ( cos ) 0,5 ( sin ) + ( sin ) ....(3.54) 22 m

52

dimana : m : 0,5 untuk lereng 5% atau lebih, untuk lereng 3,54,9%, 0,3 0,4 untuk

lereng 3,5% C : 34,71 : sudut lereng : panjang lereng (m) Faktor LS juga bisa ditentukan

berdasar kelas lereng, didapat dari tabel yang dikeluarkan Departemen Kehutanan,

diberikan pada tabel 3.17. Tabel 3.17. Penilaian Kelas Lereng dan Faktor LS Kelas lereng I II III IV V Kemiringan lereng (%) 0-8 8-15 15-25 25-40 >40 Faktor LS 0,4 1,4 3,1 6,8 9,5

3.5.4

Faktor Penutup Lahan (C) Faktor C merupakan faktor pengaruh tanah, yang dari dan tanah

menunjukan vegetasi, pengelolaan

keseluruhan kondisi lahan

permukaan terhadap

besarnya

yang hilang (erosi). Adapun bentuk matematis dari perhitungan C gabungan:

Cgab =

AC
i =1 n i

A
i =1

.......................(3.55)

53

Tabel 3.18. Nilai C untuk jenis dan pengelolaan tanaman


Jenis tanaman/tata guna lahan Tanaman rumput Tanaman kacang jogo Tanaman gandum Tanaman ubi kayu Tanaman kedelai Tanaman serai wangi Tanaman padi lahan kering Tanaman padi lahan basah Tanaman jagung Tanaman jahe, cabe Tanaman kentang ditanam searah lereng Tanaman kentang ditanam searah kontur Pola tanam tumpang gilir + mulsa jerami (6 ton/ha/th) Pola tanam berurutan + mulsa sisa tanam Pola tanam berurutan Pola tanam tumpang gilir + mulsa sisa tanaman Kebun campuran Ladang berpindah Tanah kosong diolah Tanah kosong tidak diolah Hutan tidak terganggu Semak tidak terganggu Alang-alang permanen Alang-alang dibakar Sengon disertai semak Sengon tidak disertai semak dan tanpa seresah
Pohon tanpa semak

Nilai C 0,290 0,161 0,242 0,363 0,399 0,434 0,560 0,010 0,637 0,900 1,000 0,350 0,079 0,347 0,398 0,357 0,200 0,400 1,000 0,950 0,001 0,010 0,020 0,700 0,012 1,000
0,320

(Abdurachman, 1984

dalam Asdak, 2002)

54

3.5.5

Faktor Konservasi Praktis (P) Pengaruh aktivitas pengelolaan dan

konservasi tanah (P) terhadap besarnya erosi dianggap ditimbulkan tanaman (C). Tabel 3.19. Faktor pengelolaan dan konsevasi tanah
Teknik konsevasi tanah Teras bangku : a. b. Baik Jelek 0,20 0,35 0,06 0,02 0,40 0,01 0,06 0,01 0,11 Nilai P

berbeda oleh

dari

pengaruh

yang

aktivitas

pengelolaan

Teras bangku : jagung ubi kayu / kedelai Teras bangku : sorghum sorghum Teras tradisional Teras gulud : padi - jagung Teras gulud : ketela pohon Teras gulud : jagung kacang + mulsa sisa tanaman Teras gulud : kacang kedelai Tanaman dalam kontur a. b. c. Kemiringan 0 - 8% Kemiringan 9 20% Kemiringan > 20%

0,50 0,75 0,90 0,05

Tanaman dalam jalur-jalur : jagung kacang tanah + mulsa Mulsa limbah jerami a. b. c. 6 ton/ha/th 3 ton/ha/th 1 ton/ha/th

0,30 0,50 0,80

Tanaman perkebunan a. b. Disertai penutup tanah rapat Disertai penutup tanah sedang 0,10 0,50

Padang rumput a. b. Baik Jelek 0,04 0,40

(Abdurachman, 1984

dalam Asdak, 2002)

55

3.5.6

Keterkaitan Tata guna Lahan dan Teori USLE Dari pembahasan variabel USLE , tampak

bahwa terjadi keterkaitan antara tata guna lahan yang ada disuatu wilayah dengan nilai erosi yang mungkin suatu nilai terjadi. wilayah, LS. Begitu Semakin maka pula besar akan dengan

kelandaian mempengaruhi

variabel lainnya yaitu faktor penutup lahan (C) dan konservasi praktis (P), juga akan

mengalami perubahan seiring dengan perubahan tata guna lahan yang terjadi.

3.6.

Tata Guna Lahan Pengertian Umum Tata Jayadinata penggunaan guna J.T. tanah. tanah (1999) Dalam (land use) menurut

3.6.1

adalah tata

pengaturan guna budaya tanah dan

diperhitungkan faktor geografi

faktor alam

geografi serta

relasi

antara

manusia dan alam yang berupa kegiatan sosial dan ekonomi. Secara guna tanah umum di menurut Jayadinata, berdasarkan tata jenis

Indonesia

wilayahnya dibedakan menjadi 2 jenis, yaitu tata guna tanah wilayah pedesaaan dan tata guna tanah wilayah perkotaan. Penggunaan

tanah didesa maupun dikota tidak lepas dari kegiatan Dalam manusia yang terjadi didalamnya. sosial

kaitannya

dengan

kegiatan

penggunaan tanah didesa maupun dikota secara

56

umum

sama

yaitu

tempat

pendidikan

peribadatan,

kesehatan,

rekreasi,

olahraga

dan sebagainya. Sedangkan dalam kegiatan ekonomi,

penggunaan tanah yang terjadi didesa memiliki perbedaan dengan dikota. Penggunaan tanah

pada wilayah pedesaan terdiri dari pertanian primitif, pertanian maju, kehutanan,

perikanan, dan peternakan. Sedangkan wilayah perkotaan terdiri dari industri, jasa,sektor informal. Jenis tata guna tanah kawasan perkotaan juga dilihat dari bentuk dan fungsi dari kota itu sendiri. Secara umum terdapat beberapa jenis penggunaan tanah pada baku perkotaan lokasi industri, tanah yang

berdasarkan yaitu perumahan pendidikan,

standart dan

pemukiman, dan

ruang

terbuka,

tidak/belum terpakai. 3.6.2 Perubahan Tata Guna Lahan Pertumbuhan suatu wilayah baik pedesaan maupun perkotaan adalah suatu hal yang tidak bisa dihindari. Seiring peran suatu dengan daerah daerah adanya sangat akan

desentralisasi besar,

dimana

perkembangan

bergantung pada kemampuan daerah itu sendiri dalam Dengan menyusun mendorong baik. Maka memanfaatkan demikian, kebijakan potensi pemerintah yang dimiliki. perlu dapat lebih dan

daerah yang yang ditinjau

pembangunan kearah perlu

perkembangan dari itu

57

disusun

kembali

penataan

ruang

kota,

yang

diwujudkan dalam bentuk Rencana Detail Tata Ruang Kota (RDTRK). Bagian Untuk lokasi Kota studi VII

terletak

pada

Wilayah

(Kecamatan Banyumanik) dan pada sub blok 1.1 (Kelurahan Tinjomoyo).

También podría gustarte