Está en la página 1de 10

A.

Pengertian

Cidera kepala adalah pukulan atau benturan mendadak pada kepala dengan atau tanpa kehilangan kesadaran (Tucker, 1998). Cidera kepala (terbuka dan tertutup) terdiri dari fraktur tengkorak, commusio (gegar) serebri, contusio (memar) serebri, laserasi dan perdarahan serebral yaitu diantaranya subdural, epidural, intraserebral, dan batang otak (Doenges, 2000:270). Cidera kepala diklasifikasikan berdasarkan: 1. Keadaan kulit kepala dan tulang tengkorak a. Cidera kepala terbuka b. Cidera kepala tertutup 2. Cidera pada jaringan otak (secara anatomis) a. Commusio serebri (gegar otak) b. Edema serebri c. Contusio serebri (memar otak) d. Laserasi 1) Hematoma epidural 2) Hematoma subdural 3) Perdarahan sub arakhnoid 3. Adanya penetrasi durameter (secara mekanisme) a. Cidera tumpul 1) Kecepatan tinggi (tabrakan otomobil) 2) Kecepatan rendah (terjatuh, dipukul) b. Cidera tembus c. Luka tembus peluru dan cidera tembus lainnya 4. Tingkat keparahan cidera (berdasarkan GCS) a. Cidera Kepala Ringan (CKR) GCS 13-15 b. Cidera Kepala Sedang (CKS) GCS 9-12 c. Cidera Kepala Berat (CKB) GCS 3-8 5. Berdasarkan morfologi a. Fraktur tengkorak 1) Kranium: linear/ stelatum, depresi/ non depresi, terbuka/ tertutup. 2) Basis: dengan/ tanpa kebocoran cairan cerebrospinal, dengan/ tanpa kelumpuhan nervus VIII b. Lesi intra cranial 1) Foxal: epidural, subdural, intraserebral 2) Difus: konkusi ringan/ klasik, cidera aksonal difus.

GCS (Glasgow Coma Scale) Membuka mata (E) spontan Dipanggil/diperintah Tekanan pada jari/rangsang nyeri Tidak berespon Verbal (V) Orientasi baik: dapat bercakap-cakap Bingung, dapat bercakap tapi disorientasi Kata yang diucapkan tidak tepat, kacau Tidak dapat dimengerti, mengerang Tidak bersuara dengan rangsang nyeri Motorik Mematuhi perintah Menunjuk lokasi nyeri Reaksi fleksi Fleksi abnormal thdp nyeri (postur dekortikasi) Ekstensiabnormal Tidak ada respon, flacid

4 3 2 2

5 4 3 2 1

6 5 4 3 2 1

B. Etiologi

Cidera kepala merupakan salah satu penyebab kematian dan kecacatan utama pada kelompok usia produktif dan sebagian besar terjadi akibat kecelakaan lalu lintas ( Mansjoer, 2000:3). Penyebab cidera kepala antara lain: kecelakaan lalu lintas, perkelahian, terjatuh, dan cidera olah raga. Cidera kepala terbuka sering disebabkan oleh peluru atau pisau (Corkrin, 2001:175).
C. Patofisiologi

Cidera kepala dapat terjadi karena benturan benda keras, cidera kulit kepala, tulang kepala, jaringan otak, baik terpisah maupun seluruhnya. Cidera bervariasi dari luka kulit yang sederhana sampai gegar otak, luka terbuka dari tengkotak, disertai kerusakan otak, cidera pada otak, bisa berasal dari trauma langsung maupun tidak langsung pada kepala. Trauma tak langsung disebabkan karena tingginya tahanan atau kekuatan yang merobek terkena pada kepala akibat menarik leher. Trauma langsung bila kepala langsung terbuka, semua itu akibat terjadinya akselerasi, deselerasi, dan pembentukan rongga, dilepaskannya gas merusak jaringan syaraf. Trauma langsung juga menyebabkan rotasi

tengkorak dan isinya. Kerusakan itu bisa terjadi seketika atau menyusul rusaknya otak oleh kompresi, goresan, atau tekanan. Cidera yang terjadi waktu benturan mungkin karena memar pada permukaan otak, laserasi substansia alba, cidera robekan, atau hemmorarghi.Sebagai akibat, cidera skunder dapat terjadi sebagai kemampuan auto regulasi serebral dikurangi atau tidak ada pada area cidera, konsekuensinya meliputi hiperemia (peningkatan volume darah, peningkatan permeabilitas kapiler, serta vasodilatasi arterial, tekanan intra cranial) (Huddak & Gallo, 1990:226). Pengaruh umum cidera kepala juga bisa menyebabkan kram, adanya penumpukan cairan yang berlebihan pada jaringan otak, edema otak akan menyebabkan peningkatan tekanan intra cranial yang dapat menyebabkan herniasi dan penekanan pada batang otak (Price and Wilson, 1995:1010).
D. Manifestasi Klinik

Berdasarkan anatomis 1. Gegar otak (comutio selebri) a. Disfungsi neurologis sementara dapat pulih dengan atau tanpa kehilangan kesadaran b. Pingsan kurang dari 10 menit atau mungkin hanya beberapa detik/menit c. Sakit kepala, tidak mampu konsentrasi, vertigo, mungkin muntah d. Kadang amnesia retrogard 2. Edema serebri a. Pingsan lebih dari 10 menit b. Tidak ada kerusakan jaringan otak c. Nyeri kepala, vertigo, muntah 3. Memar otak (kontusio selebri) a. Pecahnya pembuluh darah kapiler, tanda dan gejalanya bervariasi tergantung lokasi dan derajad b. Ptechie dan rusaknya jaringan saraf disertai perdarahan c. Peningkatan tekanan intracranial (PTIK) d. Penekanan batang otak e. Penurunan kesadaran f. Edema jaringan otak g. Defisit neurologis h. Herniasi 4. Laserasi a. Hematoma Epidural talk dan die tanda klasik: penurunan kesadaran ringan saat benturan, merupakan periode lucid (pikiran jernih), beberapa menit s.d beberapa jam, menyebabkan penurunan kesadaran dan defisit neurologis (tanda hernia): 1) kacau mental koma 2) gerakan bertujuan tubuh dekortikasi atau deseverbrasi 3) pupil isokhor anisokhor b. Hematoma subdural 1) Akumulasi darah di bawah lapisan duramater diatas arachnoid, biasanya karena aselerasi, deselerasi, pada lansia, alkoholik.

2) Perdarahan besar menimbulkan gejala-gejala seperti perdarahan epidural 3) Defisit neurologis dapat timbul berminggu-minggu sampai dengan berbulan-bulan 4) Gejala biasanya 24-48 jam post trauma (akut) 5) perluasan massa lesi 6) peningkatan TIK 7) sakit kepala, lethargi, kacau mental, kejang 8) disfasia

c.

Perdarahan sub arachnoid 1) Nyeri kepala hebat 2) Kaku kuduk

Berdasarkan nilai GCS (Glasgow Coma Scale) 1. Cidera kepala Ringan (CKR) a. GCS 13-15 b. Kehilangan kesadaran/amnesia <30 menit c. Tidak ada fraktur tengkorak d. Tidak ada kontusio celebral, hematoma 2. Cidera Kepala Sedang (CKS) a. GCS 9-12 b. Kehilangan kesadaran dan atau amnesia >30 menit tetapi kurang dari 24 jam c. Dapat mengalami fraktur tengkorak 3. Cidera Kepala Berat (CKB) 4. GCS 3-8 5. Kehilangan kesadaran dan atau terjadi amnesia > 24 jam 6. Juga meliputi kontusio celebral, laserasi, atau hematoma intracranial (Hudak dan Gallo, 1996:226)
E. Komplikasi

Kemunduran pada kondisi pasien mungkin karena perluasan hematoma intrakranial, dema serebral progresif, dan herniasi otak 1. Edema serebral dan herniasi Edema serebral adalah penyebab paling umum peningkatan TIK pada pasien yang mendapat cedera kepala, puncak pembengkakan yang terjadi kira kira 72 jam setelah cedera. TIK meningkat karena ketidakmampuan tengkorak untuk membesar meskipun peningkatan volume oleh pembengkakan otak diakibatkan trauma. Sebagai akibat dari edema dan peningkatan TIK, tekanan disebarkan pada jaringan otak dan struktur internal otak yang kaku. Bergantung pada tempat pembengkakan, perubahan posisi kebawah atau lateral otak (herniasi) melalui atau terhadap struktur kaku yang terjadi menimbulkan iskemia, infark, dan kerusakan otak irreversible, kematian.

2. Defisit neurologik dan psikologik Pasien cedera kepala dapat mengalami paralysis saraf fokal seperti anosmia (tidak dapat mencium bau bauan) atau abnormalitas gerakan mata, dan defisit neurologik seperti afasia, defek memori, dan kejang post traumatic atau epilepsy. Pasien mengalami sisa

penurunan psikologis organic (melawan, emosi labil) tidak punya malu, emosi agresif dan konsekuensi gangguan. Komplikasi lain secara traumatic 1. Infeksi sitemik (pneumonia, ISK, sepsis) 2. Infeksi bedah neurologi (infeksi luka, osteomielitis, meningitis, ventikulitis, abses otak) 3. Osifikasi heterotropik (nyeri tulang pada sendi sendi) Komplikasi lain: 1. Peningkatan TIK 2. Hemorarghi 3. Kegagalan nafas F. Penatalaksanaan 1. Penatalaksanaan Keperawatan a. Menjamin kelancaran jalan nafas dan control vertebra cervicalis b. Menjaga saluran nafas tetap bersih, bebas dari secret c. Mempertahankan sirkulasi stabil d. Melakukan observasi tingkat kesadaran dan tanda tanda vital e. Menjaga intake cairan elektrolit dan nutrisi jangan sampai terjadi hiperhidrasi f. Menjaga kebersihan kulit untuk mencegah terjadinya decubitus g. Mengelola pemberian obat sesuai program 2. Penatalaksanaan Medis a. Oksigenasi dan IVFD b. Dexamethasone 10 mg untuk dosis awal, selanjutnya: 1) 5 mg/6 jam untuk hari I dan II 2) 5 mg/8 jam untuk hari III 3) 5 mg/12 jam untuk hari IV 4) 5 mg/24 jam untuk hari V c. Terapi neurotropik: citicoline, piroxicam d. Terapi anti perdarahan bila perlu e. Terapi antibiotik untuk profilaksis f. Terapi antipeuretik bila demam g. Terapi anti konvulsi bila klien kejang h. Terapi diazepam 5-10 mg atau CPZ bila klien gelisah i. Intake cairan tidak boleh > 800 cc/24 jam selama 3-4 hari G. Pemeriksaan Diagnostik 1. X Ray tengkorak 2. CT Scan 3. Angiografi 4. Pemeriksaan neurologist
H. Asuhan Keperawatan CKS

1. Pengkajian Data fokus yang perlu dikaji: a. Riwayat kesehatan meliputi: keluhan utama, kapan cidera terjadi, penyebab cidera, riwayat tak sadar, amnesia, riwayat kesehatan yang lalu, dan riwayat kesehatan keluarga.

b. Pemeriksaan fisik 1) Keadaan umum 2) Pemeriksaan persistem a) Sistem persepsi dan sensori (pemeriksaan panca indera: penglihatan, pendengaran, penciuman, pengecap, dan perasa) b) Sistem persarafan (tingkat kesadaran/ nilai GCS, reflek bicara, pupil, orientasi waktu dan tempat) c) Sistem pernafasan (nilai frekuensi nafas, kualitas, suara, dan kepatenan jalan nafas) d) Sistem kardiovaskuler (nilai TD, nadi dan irama, kualitas, dan frekuensi) e) Sistem gastrointestinal (nilai kemampuan menelan, nafsu makan/ minum, peristaltik, eliminasi) f) Sistem integumen ( nilai warna, turgor, tekstur dari kulit, luka/ lesi) g) Sistem reproduksi h) Sistem perkemihan (nilai frekuensi b.a.k, volume b.a.k) c. Pola fungsi kesehatan 1) Pola persepsi dan pemeliharaan kesehatan (termasuk adakah kebiasaan merokok, minum alcohol, dan penggunaan obat obatan) 2) Pola aktivitas dan latihan (adakah keluhan lemas, pusing, kelelahan, dan kelemahan otot) 3) Pola nutrisi dan metabolisme (adakah keluhan mual, muntah) 4) Pola eliminasi 5) Pola tidur dan istirahat 6) Pola kognitif dan perceptual 7) Persepsi diri dan konsep diri 8) Pola toleransi dan koping stress 9) Pola seksual dan reproduktif 10) Pola hubungan dan peran 11) Pola nilai dan keyakinan 2. Diagnosa Keperawatan Diagnosa keperawatan yang mungkin muncul pada klien dengan cidera kepala adalah sebagai berikut: a. Gangguan perfusi jaringan serebral berhubungan dengan edema otak (Depkes, 1996 : 68 69) Tujuan : 1) Tingkat kesadaran dalam batas normal 2) Fungsi kognitif dan sensori / motorik normal Intervensi : 1) Kaji faktor-faktor yang menyebabkan koma, kesadaran menurun dan peningkatan TIK. 2) Monitor dan catat status neurologik tentang frekuensi terjadi dan bandingkan dengan GCS. a) Respon mata terhadap rangsangan.

b) Respon verbal terhadap orang, waktu dan tempat. c) Respon motorik (ekstremitas atas, bawah) 3) Evaluasi pupil, besar dan responnya terhadap cahaya. 4) Kurangi stimulus yang tidak berarti.
b. Gangguan rasa nyaman nyeri kepala berhubungan dengan kerusakan jaringan otak

dan perdarahan otak atau peningkatan tekanan intrakranial (Elyna S. Laura Siahaan, 1996). Tujuan : Kebutuhan rasa nyaman terpenuhi. Intevensi : 1) Kaji mengenai lokasi, intensitas, penyebaran, tingkat kegawatan dan keluhankeluhan pasien. 2) Ajarkan latihan tehnik relaksasi. 3) Buat posisi kepala lebih tinggi. 4) Kolaborasi dengan tim medis dalam pemberian obat-obatan analgetika.
c. Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan penurunan kekuatan otot (Marilyn E.

Doenges, 2001) Tujuan : 1) Pasien dapat melakukan kembali atua mempertahankan posisi fimasi optimal. 2) Tidak ada kontraktur. 3) Mempertahankan integritas kulit. Intervensi : 1) Periksa kembali kemampuan dan keadaan secara fungsional pada kerusakan yang terjadi. 2) Kaji derajat imobilisasi pasien dengan skala ketergantungan (0-4). 3) Letakkan pasien pada posisi tertentu untuk menghindari kerusakan karena tekanan. 4) Instruksikan atau bantu pasien dengan program masuknya latihan dan penggunaan alat mobilisasi.
d. Gangguan integriatas kulit berhubungan dengan terjadinya kerusakan jaringan kulit.

Tujuan : 1) Pasien dapat mengidentifikasi faktor-faktor resiko terjadinya gangguan integritas kulit. 2) Pasien dapat berpartisipasi / kooperatif pada setiap tindakan. Intervensi : 1) Inspeksi area kulit, kemerahan, bengkak, penekanan, kelembaban. 2) Observasi keutuhan / integritas kulit catata adanya pembengkakan, kemerahan, bersihkan secara rutin, berikan salf antibiotik sesuai jadwal / instruksi. 3) Rubah posisi pasien setiap dua jam miring kanan-kiri. 4) Gunakan pakaian tidur yang kering dan lunak.

e. Resiko tinggi cedera aspirasi berhubungan dengan kesulitan menelan. ( Lynda Jual,

1998) Tujuan : Cedera aspirasi tidak terjadi. Intervensi : 1) Kaji faktor-faktor penyebab dan pendukungnya. 2) Kurangi resiko terjadinya aspirasi. 3) Pertahankan pada posisi miring, jika tidak merupakan kontra indikasi cedera. 4) Tinggikan kepala. 5) Beritahu individu dan keluarga penyebab-penyebab dan pencegahan aspirasi.

DAFTAR PUSTAKA

Brunner dan Suddarth. 2001. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah. Volume II. Edisi 8 Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC. Carpenito, L.J. 1999. Rencana Asuhan dan Dokumentasi Keperawatan dan Masalah Kolaborasi. Edisi 8. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC. Doenges, M.E. 1999. Rencana Asuhan Keperawatan. Edisi 3. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC. Hudak dan Gallo. 1996. Keperawatan Kritis Pendekatan Holistik. Volume II. Edisi 6. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC. Marion Johnson, dkk. 2000. Nursing Outcomes Classification (NOC) Second Edition. Mosby. Mc. Closkey dan Buleccheck. 2000. Nursing Interventions Classification (NIC) Second Edition. Mosby. NANDA. 2005. Nursing Diagnosis: Definition and Classification. Philadelphia: North American Nursing Diagnosis Association.

LAPORAN PENDAHULUAN CIDERA KEPALA RINGAN

OLEH BAGUS MUKTI WIBOWO 10010

AKADEMI KEPERAWATAN PPNI SURAKARTA 2013

También podría gustarte