Está en la página 1de 32

LAPORAN PRAKTIKUM BIOLOGI DASAR

PERCOBAAN V POPULASI, KOMUNITAS, DAN EKOSISTEM

NAMA NIM

: ANDI SUKMA INDAH : I11112275

HARI/TANGGAL PERC. : SELASA, 16 OKTOBER 2012 KELOMPOK ASISTEN :I : HENI MUTMAINNAH

LABORATORIUM BIOLOGI DASAR UNIT PELAKSANA TEKNIS MATA KULIAH BIOLOGI DASAR UNIVERSITAS HASANUDDIN MAKASSAR 2012

BAB I PENDAHULUAN

I. 1. Latar Belakang Setiap makhluk hidup memperoleh kebutuhannya untuk hidup, tumbuh, dan berkembang biak dari lingkungannya. Lingkungan merupakan sumber energi, sumber materi, dan tempat untuk membuang kotoran-kotoran yang tidak diperlukan lagi oleh makhluk hidup. Kehidupan suatu makhluk hidup sangat bergantung pada lingkungannya sehingga ia harus mampu beradaptasi atau menyesuaikan diri dengan keadaan lingkungannya (Pujianto, 2008). Lingkungan tempat tinggal makhluk hidup juga dapat dipengaruhi oleh makhluk hidup yang tinggal di dalamnya. Interaksi antarmakhluk hidup serta antara makhluk hidup dan lingkungan terjadi dalam suatu ekosistem. Dalam ekologi, ekosistem merupakan suatu fungsional dasar. Ekosistem itu sendiri tersusun atas satuan-satuan makhluk hidup. Suatu ekosistem itu sendiri tersusun atas satuan-satuan makhluk hidup, yaitu individu, populasi, komunitas, dan bioma (Pujianto, 2008). Ekosistem merupakan kajian yang kompleks sehingga pemahaman tentang keanekaragaman hayati, bakteri, protista, fungi, tumbuhan, dan hewan sangat dibutuhkan. Selain itu, pengetahuan tentang unsur dan senyawa kimia, pH, suhu, tekanan, udara, serta kelembaban juga dibutuhkan untuk mempelajari materi ini. Oleh karena itu, pada percobaan kali ini dilakukan untuk mengetahui pertumbuhan populasi dengan menggunakan model yang tidak berwujud dan mempelajari komunitas dan ekosistem dengan daerah penelitian (Pariwara, 2008).

I. 2. Tujuan Percobaan Percobaan ini bertujuan untuk menggunakan model untuk mengetahui bagaimana suatu populasi dapat tumbuh dan mempelajari suatu komunitas, dimana pada saat percobaan dilakukan pengumpulan data kemudian memeriksa hubungan antara masing-masing spesies agar mengetahui urutan mana yang paling penting dan untuk mengetahui struktur komunitas itu. I. 3. Waktu dan Tempat Percobaan Percobaan ini dilaksanakan pada pukul 11.00 sampai pukul 14.00 hari Selasa tanggal 16 Oktober 2012 di Laboratorium Biologi Dasar lantai 1 Universitas Hasanuddin dan pengambilan data dilaksanakan pada pukul 11.30 sampai pukul 13.00 di parkiran Rektorat Universitas Hasanuddin dan pelataran Fakultas Tekhnik Universitas Hasanuddin.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Tidak ada satu pun makhluk hidup yang dapat hidup tanpa bergantung terhadap makhluk hidup lain atau materi lain di dunia ini. Semua makhluk hidup, baik itu manusia, hewan, maupun tumbuhan membutuhkan energi dan berbagai materi dari lingkungannya untuk dapat bertahan hidup (Setiawan, 2010). Lingkungan hidup adalah suatu ruang yang ditempati makhluk hidup beserta komponen abiotiknya. Cabang Biologi yang mempelajari hubungan antara makhluk hidup dan lingkungannya adalah Ekologi. Secara umum, Ekologi adalah ilmu tentang hubungan timbal balik antara makhluk hidup dan lingkungannya (Setiawan, 2010). Di alam, baik itu makhluk hidup yang hidup di darat maupun di air, berusaha memenuhi kebutuhan energinya. Makhluk hidup autotrof akan melakukan sintesis makanan untuk mendapatkan energi, dan pada makhluk hidup heterotrof akan ada peristiwa memakan untuk mendapatkan energi. Pengurai (dekomposer) akan memecah materi organik kompleks menjadi lebih sederhana untuk dirinya dan dapat digunakan kembali oleh makhluk hidup autotrof (Setiawan, 2010). Ekosistem adalah tatanan kesatuan secara utuh menyeluruh antara segenap unsur lingkungan hidup yang saling mempengaruhi. Ekosistem merupakan hubungan timbal balik yang kompleks antara makhluk hidup dan lingkungannya, baik lingkungan hidup maupun maupun tak hidup. Dalam ekologi, ekosistem merupakan satuan fungsional dasar. Ekosistem itu sendiri terdiri atas satuan-

satuan makhluk hidup, yaitu individu, populasi, komunitas, dan bioma (Pujianto, 2008). Dalam ekologi, individu adalah makhluk hidup tunggal yang tidak dapat dibagi-bagi. Seorang manusia, sebatang pohon kelapa, seekor kucing, dan seekor belalang merupakan individu. Demikian pula dengan tiap-tiap ekor sapi dalam sekawanan sapi, seekor ikan dalam kelompoknya, dan tiap-tiap pohon karet dalam suatu perkebunan. Dari atas tanah, serumpun jahe itu terlihat sendiri atas beberapa tanaman jahe (Pujianto, 2008). Satuan makhluk hidup dalam ekosistem dapat berupa individu, populasi, atau komunitas. Individu adalah makhluk tunggal. Contohnya: seekor kelinci, seekor serigala, atau individu yang lainnya. Sejumlah individu sejenis (satu spesies) pada tempat tertentu akan membentuk Populasi. Contoh : dipadang rumput hidup sekelompok kelinci dan sekelompok serigala. Jumlah anggota populasi dapat mengalami perubahan karena kelahiran, kematian, dan migrasi (emigrasi dan imigrasi). Sedangkan komunitas yaitu seluruh populasi makhluk hidup yang hidup di suatu daerah tertentu dan diantara satu sama lain saling berinteraksi. Contoh: di suatu padang rumput terjadi saling interaksi antarpopulasi rumput, populasi kelinci. dan populasi serigala. Setiap individu, populasi dan komunitas menempati tempat hidup tertentu yang disebut habitat. Komunitas dengan seluruh faktor abiotiknya membentuk suatu ekosistem. Suatu komunitas di suatu daerah yang mencakup daerah luas disebut bioma. Contoh: bioma padang rumput, bioma gurun, dan bioma hutan tropis. Semua bagian bumi dan atmosfer yang dapat dihuni makhluk hidup disebut biosfer (Julianty, 2012).

Berdasarkan proses terjadinya, ekosistem dibedakan atas dua macam yaitu ekosistem alami, yaitu ekosistem yang terjadi secara alami tanpa campur tangan manusia. Contoh: danau, gurun, dan laut. Ekosistem Buatan, yaitu ekosistem yang terjadi karena buatan manusia. Contoh: kolam, sawah, waduk, dan kebun. Ekosistem tidak akan tetap selamanya, tetapi selalu mengalami perubahan. Antara faktor biotik dan abiotik selalu mengadakan interaksi, hal inilah yang merupakan salah satu penyebab perubahan. Perubahan suatu ekosistem dapat disebabkan oleh proses alamiah atau karena campur tangan manusia (Julianty, 2012). Komponen Penyusun Ekosistem terdiri atas komponen biotik dan abiotik. Komponen Biotik (bio = hidup) meliputi semua makhluk hidup yang terdapat dalam ekosistem. Berdasarkan fungsinya, makhluk hidup dibagi menjadi tiga, yaitu (Daus, 2012): 1. Produsen Produsen adalah makhluk hidup yang dapat menghasilkan makanan sendiri. Yang termasuk dalam kelompok ini adalah tumbuhan hijau atau tumbuhan yang mempunyai klorofil serta organisme autotrof. Di dalam ekosistem perairan, komponen biotik yang berfungsi sebagai produsen adalah berbagai jenis alga dan fitoplankton. Autotrof adalah organisme yang mampu menyediakan makanan sendiri yang berupa bahan organik dari bahan anorganik dengan bantuan energi seperti matahari dan kimia.

Alga adalah sekelompok organisme autotrof yang tidak memiliki organ dengan perbedaan fungsi yang nyata. Alga bahkan dapat dianggap tidak memiliki organ seperti yang dimiliki tumbuhan (akar, batang, daun, dan sebagainya). Fitoplankton adalah salah satu komponen autotrof plankton yang

memperoleh energi melalui proses fotosintesis sehingga mereka harus berada pada bagian permukaan (disebut sebagai zona euphotic) lautan, danau atau kumpulan air yang lain. Melalui fotosintesis, fitoplankton menghasilkan banyak oksigen yang memenuhi atmosfer Bumi. 2. Konsumen Konsumen adalah makhluk hidup yang memperoleh energi dari bahan makanan yang dibuat oleh produsen. Yang termasuk dalam kelompok ini adalah manusia dan hewan. Karena tidak dapat membuat makanan sendiri dan selalu bergantung pada makhluk hidup lain, maka konsumen

bersifat heterotrof. Heterotrof adalah organisme yang tergantung pada organisme lain untuk mendapatkan makanan. Berdasarkan jenis makanannya, konsumen dapat dibagi menjadi tiga jenis yaitu sebagai berikut. Herbivora, konsumen yang hanya mengonsumsi tumbuhan dan merupakan konsumen tingkat pertama. Karnivora, organisme pemakan daging saja dan juga memakan hewan herbivora sehingga disebut dengan konsumen kedua. Omnivora, pemakan segala (tumbuhan dan hewan). 3. Dekomposer Dekomposer atau Pengurai adalah komponen biotik yang berperan menguraikan bahan organik yang berasal dari organisme yang telah mati ataupun hasil pembuangan sisa pencernaan. Makhluk hidup yang berperan sebagai pengurai adalah bakteri dan jamur saprot. Dengan adanya organisme pengurai, zat mineral atau unsur hara hasil penguraian yang sangat dibutuhkan oleh tumbuhan dapat meresap ke dalam tanah. Bakteri Saprofit adalah bakteri yang menguraikan tumbuhan atau hewan mati, serta

sisa-sisa atau kotoran organisme. Bakteri saprofit menguraikan protein, karbohidrat, dan senyawa organik lain menjadi CO2, gas amoniak, dan senyawa-senyawa lain yang lebih sederhana sehingga keberadannya sangat berperan dalam membersihkan sampah organik di lingkungan sekitar. Komponen Abiotik adalah komponen yang tidak hidup. Komponen abiotik menyediakan tempat hidup, makanan, dan kondisi yang diperlukan oleh komponen biotik, sehingga komposisi komponen abiotik sangat memengaruhi jenis komponen biotik yang dapat hidup. Berikut yang termasuk komponen abiotik (Daus, 2012) : 1. Air Air berfungsi sebagai pelarut zat-zat dalam tubuh, sistem pengangkut, dan tempat berlangsungnya reaksi-reaksi biokimia di dalam tubuh. Keberadaan air pada suatu ekosistem sangat memengaruhi jenis makhluk hidup yang dapat hidup. Hewan dan tumbuhan juga beradaptasi untuk menyesuaikan dengan keadaan air di lingkungannya. 2. Tanah Keadaan tanah menentukan jenis tumbuhan yang dapat hidup dan jenis-jenis tumbuhan akan menentukan jenis-jenis hewan yang dapat hidup. 3. Suhu Suhu memengaruhi reaksi biokimiawi di dalam tubuh. Suhu yang terlalu rendah atau terlalu tinggi dapat menyebabkan gangguan pada reaksi-reaksi biokimiawi di dalam tubuh sehingga aktivitasnya terganggu. Oleh karena itu setiap makhluk hidup memerlukan suhu optimum untuk pertumbuhan dan perkembangannya.

4. Cahaya Matahari Cahaya matahari diperlukan untuk proses fotosintesis tumbuhan hijau. Cahaya matahari juga memengaruhi suhu bumi menjadi sesuai untuk kehidupan berbagai makhluk hidup. 5. Udara Udara merupakan campuran berbagai macam gas. Gas-gas tersebut memiliki fungsi berbeda pada ekosistem. Misalnya Oksigen diperlukan oleh makhluk hidup untuk respirasi/bernapas. Semua makhluk hidup, baik manusia, hewan, tumbuhan, maupun mikroorganisme, menghuni suatu lingkungan. Lingkungan adalah segala sesuatu yang ada disekeliling makhluk hidup dan berpengaruh terhadap kehidupan

makhluk hidup diperoleh dari lingkungannya. Agar dapat memperoleh semua itu, setiap makhluk hidup harus memiliki lingkungan yang sesuai. Sebagai contoh, seekor sapi tumbuh, memperoleh makanan, dan berkembang biak di lingkungan darat (Pujianto, 2008). Setiap makhluk hidup harus hidup dan tinggal di lingkungan alaminya atau lingkungan yang dapat memenuhi seluruh persyaratan hiduo makhluk hidup tersbut. Lingkungan tertentu tempat suatu makhluk hidup tumbuh dan hidup secara alami dinamakan habitat. Setiap jenis makhluk hidup memiliki habitat yang berbeda, contohnya habitat cacing pita adalah usus hewan Mammalia, habitat belut adalah tanah persawahan, dan habitat pohon bakau adalah daerah pasang surut tropis. Istilah habitat juga digunakan untuk menunjukkan tempat hidup dan tumbuh sekelompok organisme dari berbagai jenis yang membentuk suatu

komunitas, misanya habitat padang rumput dan habitat hutan mangrove (Pujianto, 2008). Dalam ekosistem ataupun lingkungan tempat hidupnya, setiap jenis makhluk hidup memiliki kedudukan, peran, atau fungsi yang spesifik sesuai dengan habitatnya. Kekhususan kedudukan,peran, atau fungsi itu dinamakan nisia (niche) atau relung. Jika habitat disamakan dengan alamat, nisia dapat disamakan dengan cara hidup, profesi, atau pekerjaan suatu jenis makhluk hidup. Istilah nisia pertama kali digunakan dalam pengertian status fungsional suatu organisme dalam omunitas tertentu oleh seorang ilmuwan Inggris bernama Charles Elton (1927) (Pujianto, 2008). Suatu jenis makhluk hidup yang sama sering kali menempati nisia yang berbeda jika berada di lingkungan yang berbeda, bergantung padaorganisasi komunitas setempat. Dalam suatu kelompok taksonomi yang sama, jenis-jenis makhluk hidup itu tidak akan pernah menempati nisia yang sama jika berada dalam habitat yang sama. Hal serupa juga terjadi pada makhluk hidup yang mengalami beberapa tahap perkembangan (metamorfhosis). Dalam setiap tahap perkembangan tersebutsuatu makhluk hidup menempati nisia yang berbeda. Sebagai contoh, jentik-jentik nyamuk memiliki habitat dan nisia yang berbeda dengan nyamuk dewasa. Jika dalam suatu habitat ada dua jenis atau lebih makhluk hidup yang memiliki nisia yang sama maka akan tejadi kompetisi di antara makhluk hidup tersebut. jenis yang lebih mampu beradaptadi dan mengambil keuntungan dari lingkungan tersebutakan mampu bertahan (survive), sedangkan yang tidak mampu beradaptasi dengan baik dan mengambil keuntungan akan kalah. Jenis yang kalah kalau tetap bertahan pada nisia tersebut

kemungkinan besar akan mati atau punah. Agar dapat mempertahankan jenisnya dari kepunahan, jenis tersebut harus pindah ke habitat lain yang tingkat kompetisinya lebih rendah. Nisia suatu jenis makhluk hidup merupakan akibat dari adaptasi struktural, fisiologi, dan perilaku spesifik makhluk hidup (Pujianto, 2008). Setiap makhluk hidup atau organisme di alam selalu melakukan kegiatankegiatan. Harimau menangkap mangsa, rumpun padi tumbuh membesar, bungabunga mekar dan kemudian menjadi layu, serta bakteri membusukkan bangkai hewan, semua itu adalah contoh-contoh kegiatan yang dilakukan oleh organisme. Setiap kegiatan memerlukan energi (Pujianto, 2008). Semua bentuk kehidupan di muka bumi ini memperoleh energi dari matahari, baik secara langsung maupun tidak langsung..Produsen atau organisme autotrof memperoleh energi secara lansung dari cahaya matahari. Hal ini disebabkan organisme autotrof memiliki komponen, yaitu klorofil, yang berfungsi sebagai penangkap cahaya matahari. Oleh organisme autotrof, cahaya matahari digunakan untuk melakukan fotosintesis (Pujianto, 2008). Apabila produsen dimakan oleh konsumen I atau konsumen primer (herbivor), energi kimia yang tersimpan dalam tubuh produsen tadi akan berpindah ke tubh konsumen I dan digunakan untuk aktifitas tubuhnya. Sebagian energy akan hilang dalam bentuk panas. Jika tubuh konsumen I dimakan oleh konsumen II atau sekunder (karnivor), terjadi perpindahan energi dari konsumen I ke konsumen II. Demikian pula jika konsumen II dimakan oleh konsumen III atau tersier. Sebagian energy itu juga akan digunakan untuk aktivitas tubuhnya dan sebagian lagi juga akan hilang sebagai panas. Begitu pula saat konsumen III mati,

tubuhnya akan diuraikan oleh dekomposer. Dekomposer memperoleh energy dari penguraian ini, tetapi sebagian energi akan hilang sebagai panas (Pujianto, 2008). Dari seluruh energi cahaya yang ditangkapnya, hanya sekitar 0,01% yang digunakan tumbuhan untuk membentuk zat organik (gula). Namun, hanya sekitar 10% dari 0,01% energi itu yang benar-benar sampai ke konsumen I. begitu pula energi yang sampai ke konsumen II, hanya sekitar 10% dari yang diterima konsumen I. demikian seterusnya. Jadi, dalam setiap perpindahan energi melalui proses memakan dan dimakan, selalu terjadi kehilangan energi (energi panas). Dalam hali ini, konsumen puncak selalu menerima energi yang paling kecil. Ada tiga faktor yang menyebabkan hilangnya energi dalam suatu proses memakan dan dimakan, yaitu sebagai berikut (Pujianto, 2008). 1. Populasi konsumen tidak dapat memanfaatkan seluruh sumber makanan yang ada. 2. Ketidaksempurnaan dapat melakukan pencernaan makanan. 3. Gerakan serta respirasi menyebabkan energi hilang dalam bentuk panas. Dalam suatu ekosistem, terjadi peristiwa memakan dan dimakan sederetan organisme dengan urutan tertentu dinamakan rantai makanan. Dalam rantai makanan terjadi proses perpindahan energi dari produsen ke konsumen (I, II, III, dan seterusnya) kemudian ke pengurai. Semua rantai makanan selalu dimulai dari tumbuhan berklorofil yang berperan sebagai produsen dan berakhir pengurai yang berperan sebagai dekomposer. Pengurai tersebut menghasilkan unsur-unsur hara (senyawa-senyawa kimia) yang dapat digunakan lagi oleh produsen (Pujianto, 2008).

Sebagian besar rantai makanan saling berhubungan dengan rantai makanan lainnya karena banyak organisme yang merupakan mangsa bagi lebih dari satu predator (pemangsa). Rantai-rantai makanan itu saling terkait dan berhubungan membentuk suatu jaring-jaring makanan. Sebagai contoh, pada suatu ekosistem sawah tidak hanya terdapat satu rantai makanan, tetapi beberapa rantai makanan yang saling berhubungan (Pujianto, 2008). Adaptasi yaitu proses penyesuaian diri makhluk hidup dengan

lingkungannya. Adaptasi terbagi menjadi 2 yaitu adaptasi morfologi dan adaptasi fisiologi. Adaptasi morfologi yaitu penyesuaian bentuk tubuh, struktur tubuh, atau alat alat tubuh. Adaptasi morfologi dapat dengan mudah mengamati morfologi adaptasi sebab tampak dari luar. Adaptasi fisiologi adalah penyesuaian fungsi alatalat tubuh orgnisme terhadap lingkungannya. Pengamatan terhadap adaptasi fisiologi tidak mudah karena menyangkut fungsi alatalat tubuh yang umumnya terletak di bagian dalam tubuh (Julianty, 2012). Seleksi alam adalah proses alam, yang dapat memilih organisme yang dapat bertahan diala atau tidak dapat bertahan di alam. Misalnya proses makan dimakan, perubahan lingkungan, dan persaingan antarorganisme. (Julianti, 2012). Keseimbangan ekosistem dapat terganggu bila terjadi perubahan dalam ekosistem. Perubahan ekosistem dapat disebabkan oleh dua faktor yaitu faktor pengganggu alami dan faktor pengganggu buatan. Faktor pengganggu alami misalnya, banjir, gempa bumi, tanah longsor, angin topan, dan gelombang tsunami. Faktor pengganggu buatan berasal dari aktivitas manusia seperti pembukaan lahan, pembakaran hutan, pembuangan limbah beracun, dan penggunaan bahan kimia dalam pertanian (Pariwara, 2008).

BAB III METODE PERCOBAAN

III. 3. 1. Alat Alat-alat yang digunakan pada percobaan ini adalah pulpen dan penggaris. III. 3. 2. Bahan Bahan yang digunakan dalam percobaan ini adalah kertas grafik. III. 3. Cara Kerja III. 3. 1. Model Pertumbuhan Populasi 1. Mempersiapkan model. Model yang digunakan tidak mempunyai wujud, tetapi hanya suatu anganangan yang terdiri atas 4 model. a. Model I Mengumpamakan di suatu daerah pada tahun 2010 dihuni oleh 10 burung merpati (5 pasang jantan dan betina). Asumsi I : Setiap musim bertelur, setiap pasang burung merpati menghasilkan 10 keturunan, selalu 5 ekor jantan dan 5 ekor betina. Asumsi II : Setiap tahun semua tetua induk (induk jantan dan betina) mati sebelum musim bertelur berikutnya. Asumsi III : Setiap tahun semua keturunan hidup sampai pada musim bertelur berikutnya. Asumsi IV : Selama pengamatan tidak ada burung yang meninggalkan atau yang datang ke daerah tersebut. b. Model II

Mengumpamakan di suatu daerah pada tahun 2010 dihuni oleh 10 burung merpati (5 pasang jantan dan betina). Asumsi I : Setiap musim bertelur, setiap pasang burung merpati menghasilkan 10 keturunan, selalu 5 ekor jantan dan 5 ekor betina. Asumsi II : Setiap tahun dua perlima dari tetua (jantan dan betina sama jumlahnya) masih dapat mempunyai keturunan lagi untuk kedua kalinya, baru kemudian mati. Asumsi III : Setiap tahun semua keturunan hidup sampai pada musim bertelur berikutnya. Asumsi IV : Selama pengamatan tidak ada burung yang meninggalkan atau yang datang ke daerah tersebut. c. Model III Mengumpamakan di suatu daerah pada tahun 2010 dihuni oleh 10 burung merpati (5 pasang jantan dan betina). Asumsi I : Setiap musim bertelur, setiap pasang burung merpati menghasilkan 10 keturunan, selalu 5 ekor jantan dan 5 ekor betina. Asumsi II : Setiap tahun semua tetua induk (induk jantan dan betina) mati sebelum musim bertelur berikutnya. Asumsi III : Setiap tahun dua perlima dari keturunannya (jantan dan betina sama jumlahnya) mati sebelum musim bertelur. Asumsi yang lain tidak mengalami perubahan. Asumsi IV : Selama pengamatan tidak ada burung yang meninggalkan atau yang datang ke daerah tersebut. d. Model IV

Mengumpamakan di suatu daerah pada tahun 2010 dihuni oleh 10 burung merpati (5 pasang jantan dan betina). Asumsi I : Setiap musim bertelur, setiap pasang burung merpati menghasilkan 10 keturunan, selalu 5 ekor jantan dan 5 ekor betina. Asumsi II : Setiap tahun semua tetua induk (induk jantan dan betina) mati sebelum musim bertelur berikutnya. Asumsi III : Setiap tahun semua keturunan hidup sampai pada musim bertelur berikutnya. Asumsi IV : Setiap tahun 50 burung merpati (jantan dan betina sama jumlahnya) datang ke daerah tersebut dari tempat lainnya. Tidak seekor burung yang meninggalkan daerah tersebut. Asumsi yang lain tidak mengalami perubahan. 2. Menghitung besarnya pertumbuhan populasi tiap-tiap model. 3. Membuat grafik untuk tiap-tiap model. III. 3. 2. Struktur Ekosistem 1. Memilih daerah penelitian. 2. Mengadakan survey tempat. 3. Menentukan data apa yang harus diteliti. 4. Mengumpulkan data dengan mencatat komponen biotik (organisme) dan abiotik yang terdapat di daerah penelitian dan kuantitasnya.

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. 1. Hasil IV. 1. 1.Model PertumbuhanPopulasi A. Data Populasi a. Model I Tahun 2010 : 10 burung gereja = 5 pasang burung gereja Asumsi I : 5 10 = 50 ekor 50 + 10 = 60 ekor Asumsi II Asumsi III Asumsi IV : 60 10 = 50 ekor : 50 ekor : 50 ekor

Tahun 2011 : 50 burung gereja = 25 pasang burung gereja Asumsi I : 25 10 = 250 ekor 250 + 50 = 300 ekor Asumsi II Asumsi III Asumsi IV : 300 50 = 250 ekor : 250 ekor : 250 ekor

Tahun 2012 : 250 burung gereja = 125 pasang burung gereja Asumsi I : 125 10 = 1250 ekor 1250 + 250 = 1500 ekor Asumsi II Asumsi III : 1500 250 = 1250 ekor : 1250 ekor

Asumsi IV

: 1250 ekor

Tahun 2013 : 1250 burung gereja = 625 pasang burung gereja Asumsi I : 625 10 = 6250 ekor 6250 + 1250 = 7500 ekor Asumsi II Asumsi III Asumsi IV : 7500 1250 = 6250 ekor : 6250 ekor : 6250 ekor

Tahun 2014 : 6250 burung gereja = 3125 pasang burung gereja Asumsi I : 3125 10 = 31250 ekor 31250 + 6250 = 37500 ekor Asumsi II Asumsi III Asumsi IV : 37500 6250 = 31250 ekor : 31250 ekor : 31250 ekor

Tahun 2015 : 31250 burung gereja = 15625 pasang burung gereja Asumsi I : 15625 10 = 15650 ekor 156250 + 31250 = 187500 ekor Asumsi II Asumsi III Asumsi IV b. Model II Tahun 2010 : 10 burung gereja = 5 pasang burung gereja Asumsi I : 5 10 = 50 ekor 50 + 10 = 60 ekor Asumsi II : 2/5 10 = 4 ekor (hidup) : 187500 31250 = 156250 ekor : 156250 ekor : 156250 ekor

10 4 = 6 ekor (mati) 60 6 = 54 ekor Asumsi III Asumsi IV : 54 ekor : 54 ekor

Tahun 2011 : 54 burung gereja = 27 pasang burung gereja Asumsi I : 27 10 = 270 ekor 54 4 = 50 ekor 270 + 50 = 320 ekor Asumsi II : 2/5 50 = 20ekor (hidup) 50 20 = 30 ekor (mati) 320 30 = 290 ekor Asumsi III Asumsi IV : 290 ekor : 290 ekor

Tahun 2012 : 290 burung gereja = 145 pasang burung gereja Asumsi I : 145 10 = 1450 ekor 290 20 = 270 ekor 1450 + 270 = 1720 ekor Asumsi II : 2/5 270 = 108 ekor (hidup) 270 108 = 162 ekor (mati) 1720 162 = 1558 ekor Asumsi III Asumsi IV : 1558 ekor : 1558 ekor

Tahun 2013 : 1558 burung gereja = 779 pasang burung gereja Asumsi I : 779 10 = 7790 ekor

1558 108 = 1450 ekor 7790 + 1450 = 9240 ekor Asumsi II : 2/5 1450 = 580 ekor (hidup) 1450 580 = 870 ekor (mati) 9240 870 = 8370 ekor Asumsi III Asumsi IV : 8370 ekor : 8370 ekor

Tahun 2014 : 8370 burung gereja = 4185 pasang burung gereja Asumsi I : 4185 10 = 41850 ekor 8370 580 = 7790 ekor 41850 + 7790 = 49640 ekor Asumsi II : 2/5 7790 = 3116 ekor (hidup) 7790 3116 = 4674 ekor (mati) 49640 4674 = 44966 ekor Asumsi III Asumsi IV : 44966 ekor : 44966 ekor

Tahun 2015 : 44966 burung gereja = 22483 pasang burung gereja Asumsi I : 22483 10 = 224830 ekor 44966 3116 = 41850 ekor 224830 + 41850 = 266680 ekor Asumsi II : 2/5 41850 = 16740 ekor (hidup) 41850 16740 = 25110 ekor (mati) 266680 25110 = 241570 ekor Asumsi III : 241570 ekor

Asumsi IV c. Model III

: 241570 ekor

Tahun 2010 : 10 burung gereja = 5 pasang burung gereja Asumsi I : 5 10 = 50 ekor 50 + 10 = 60 ekor Asumsi II Asumsi III : 60 10 = 50 : 2/5 50 = 20 ekor (mati) 50 20 = 30 ekor (hidup) Asumsi IV : 30 ekor

Tahun 2011 : 30 burung merpati = 15 pasang burung merpati Asumsi I : 15 10 = 150 ekor 150 + 30 = 180 ekor Asumsi II Asumsi III : 180 30 = 150 : 2/5 150 = 60 ekor (mati) 150 60 = 90 ekor (hidup) Asumsi IV : 90 ekor

Tahun 2012 : 90 burung gereja = 45 pasang burung gereja Asumsi I : 45 10 = 450- ekor 450 + 90 = 540 ekor Asumsi II Asumsi III : 540 90 = 450 : 2/5 450 = 180 ekor (mati) 450 180 = 270 ekor (hidup) Asumsi IV : 270 ekor

Tahun 2013 : 270 burung gereja = 135 pasang burung gereja

Asumsi I

: 135 10 = 1350 ekor 1350 + 270 = 1620 ekor

Asumsi II Asumsi III

: 1620 270 = 1350 : 2/5 1350 = 540 ekor (mati) 1350 540 = 810 ekor (hidup)

Asumsi IV

: 810 ekor

Tahun 2014 : 810 burung gereja = 405 pasang burung gereja Asumsi I : 405 10 = 4050 ekor 4050 + 810 = 4860 ekor Asumsi II Asumsi III : 4860 810 = 4050 : 2/5 4050 = 1620 ekor (mati) 4050 1620 = 2430 ekor (hidup) Asumsi IV : 2430 ekor

Tahun 2015 : 2430 burung gereja = 1215 pasang burung gereja Asumsi I : 1215 10 = 12150 ekor 50 + 10 = 60 ekor Asumsi II Asumsi III : 60 10 = 50 : 2/5 50 = 4860 ekor (mati) 12150 4860 = 7290 ekor (hidup) Asumsi IV d. Model IV Tahun 2010 : 10 burung gereja = 5 pasang burung gereja Asumsi I : 5 10 = 50 ekor 50 + 10 = 60 ekor : 7290 ekor

Asumsi II Asumsi III Asumsi IV

: 60 10 = 50 ekor : 50 ekor : 50 + 50 = 100 ekor

Tahun 2011 : 100 burung gereja = 50 pasang burung gereja Asumsi I : 50 10 = 500 ekor 500 + 100 = 600 ekor Asumsi II Asumsi III Asumsi IV : 600 100 = 500 ekor : 500 ekor : 500 + 50 = 550 ekor

Tahun 2012 : 550 burung gereja = 275 pasang burung gereja Asumsi I : 275 10 = 2750 ekor 2750 + 550 = 3300 ekor Asumsi II Asumsi III Asumsi IV : 3300 550 = 2750 ekor : 2750 ekor : 2750 + 50 = 2800 ekor

Tahun 2013 : 2800 burung gereja = 1400 pasang burung gereja Asumsi I : 1400 10 = 14000 ekor 14000 + 2800 = 16800 ekor Asumsi II Asumsi III Asumsi IV : 16800 2800 = 14000 ekor : 14000 ekor : 14000 + 50 = 14050 ekor

Tahun 2014 : 14050 burung gereja = 7025 pasang burung gereja Asumsi I : 7025 10 = 70250 ekor 70250 + 14050 = 84300 ekor

Asumsi II Asumsi III Asumsi IV

: 843000 14050 = 70250 ekor : 70250 ekor : 70250 + 50 = 70300 ekor

Tahun 2015 : 70300 burung gereja = 35150 pasang burung gereja Asumsi I : 35150 10 = 351500 ekor 351500 + 70300 = 421800 ekor Asumsi II Asumsi III Asumsi IV : 421800 70300 = 35150 ekor : 351500 ekor : 351500 + 50 = 351550 ekor

B. Grafik Populasi a. Model I Pertumbuhan Populasi Model I


180000 160000 140000 120000 100000 80000 60000 40000 20000 0 2010 2011 2012 2013 2014 2015

b. Model II

Pertumbuhan Populasi Model II


300000 250000 200000 150000 100000 50000 0 2010 2011 2012 2013 2014 2015

c. Model III Pertumbuhan Populasi Model III


8000 7000 6000 5000 4000 3000 2000 1000 0 2010 2011 2012 2013 2014 2015

d. Model IV Pertumbuhan Populasi Model IV


400000 350000 300000 250000 200000 150000 100000 50000 0 2010 2011 2012 2013 2014 2015

IV. 1. 2. Struktur Ekosistem A. Tabel Ekosistem


No. 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. 13. 14. 15. 16. 17. 18. 19. Komponen biotik Mangga Jati merah Pepaya Lidah mertua Asoka Melati Kupu-kupu Lalat Kucing Laba-laba Lebah Kucing Mahoni Kodok Burung gereja Anjing Semut Belalang Nyamuk Kuantitas 5 3 2 5 3 3 3 2 1 9 3 1 Komponen abiotik Tanah Air Udara Batu Pasir Kuantitas

B. Skema Rantai Makanan dan Jaring-jaring Makanan a. Rantai makanan 1. Mangga burung gereja kucing dekomposer 2. Jati merah belalang katak dekomposer 3. Pepaya belalang katak dekomposer 4. Lidah mertua belalang katak dekomposer 5. Asoka kupu-kupu - dekomposer 6. Melati belalang katak dekomposer 7. Mahoni belalang katak - dekomposer 8. Mangga lalat laba-laba dekomposer 9. Mangga lalat kodok kucing - dekomposer

10. Mangga semut kodok dekomposer 11. Pepaya semut kodok - dekomposer b. Jaring-jaring makanan Mangga burung gereja

Jati merah

lalat

kodok

Pepaya

belalang

dekomposer

Asoka

kupu-kupu

kucing

Melati

semut

Mahoni IV. 2. Pembahasan IV. 2. 1. Model Pertumbuhan Populasi Pertumbuhan populasi ini terdiri atas empat model. Pada model I tahun 2010 yaitu 50 ekor burung gereja (25 pasang burung gereja), tahun 2011 yaitu 250 ekor burung gereja (125 pasang burung gereja), tahun 2012 yaitu 1250 ekor burung gereja (625 pasang burung gereja), tahun 2013 yaitu 6250 ekor burung gereja (3125 pasang burung gereja), tahun 2014 asumsi IV yaitu 31250 ekor burung gereja (15625 pasang burung gereja),dan pada tahun 2015 yaitu 156250 ekor burung gereja (78125 pasang burung gereja). Model ini menunjukkan bahwa pertumbuhan populasi pada tiap tahunnya itu semakin meningkat. Ini

menunjukkan bahwa model I menunjukkan kelahiran dalam populasi (natalitas) yang sangat tinggi namun dengan kematian (mortalitas) yang sangat rendah. Pada model II jumlah burung di populasi pada daerah tersebut tahun 2010 yaitu 54 ekor burung gereja (27 pasang burung gereja), tahun 2011 yaitu 290 ekor burung gereja (145 pasang burung gereja), tahun 2012 yaitu 1558 ekor burung gereja (779 pasang burung gereja), tahun 2013 yaitu 5470 ekor burung gereja (2735 pasang burung gereja), tahun 2014 yaitu 19526 ekor burung gereja (9763 pasang burung gereja), tahun 2015 yaitu 69518 ekor burung gereja (34759 pasang burung gereja) yang menunjukkan bahwa pertumbuhan populasi pada tiap tahunnya itu semakin meningkat. Pada asumsi II setiap tahun dua per lima dari tetua mati, hal ini menunjukkan bahwa terjadi mortalitas (kematian) induk tiap tahunnya setelah memperoleh keturunan namun dengan tingkat rendah sehingga pertumbuhan populasi pada model II lebih tinggi dari model I. Pada model III jumlah burung di populasi pada daerah tersebut tahun 2010 yaitu 30 ekor burung gereja (15 pasang burung gereja), tahun 2011 yaitu 90 ekor burung gereja (45 pasang burung gereja), tahun 2012 yaitu 270 ekor burung gereja (135 pasang burung gereja), tahun 2013 yaitu 810 ekor burung gereja (405 pasang burung gereja), tahun 2014 yaitu 2430 ekor burung gereja (1215 pasang burung gereja), tahun 2015 yaitu 7290 ekor burung gereja (3645 pasang burung gereja) yang menunjukkan bahwa pertumbuhan populasi pada tiap tahunnya itu semakin meningkat. Pada asumsi II setiap tahun dua per lima dari keturunan mati, hal ini menunjukkan bahwa terjadi mortalitas (kematian) yang cukup tinggi pada keturunan tiap tahunnya sebelum musim bertelur berikutnya yang dapat

mengimbangi natalitas (kelahiran) pada daerah tersebut. Sehingga model II menunjukkan pertumbuhan populasi yang lebih rendah dari model I. Pada model IV jumlah burung di populasi pada daerah tersebut tahun 2010 pada yaitu 100 ekor burung gereja (50 pasang burung gereja), tahun 2011 pada yaitu 550 ekor burung gereja (275 pasang burung gereja), tahun 2012 pada yaitu 2800 ekor burung gereja (1400 pasang burung gereja), tahun 2013 pada yaitu 14050 ekor burung gereja (7025 pasang burung gereja), tahun 2014 pada yaitu 70300 ekor burung gereja (35150 pasang burung gereja), tahun 2015 pada yaitu 351550 ekor burung gereja (175775 pasang burung gereja) yang menunjukkan bahwa pertumbuhan populasi pada tiap tahunnya itu semakin meningkat yang ditambadengan faktor migrasi karena pada asumsi IV terjadi migrasi (perpindahan populasi) burung gereja setiap tahunnya sebanyak 50 ekor tiap tahunnya. Pertumbuhan populasi pada model IV lebih tinggi dibandingkan model I dan juga model II. Jadi, bisa dituliskan bahwa model pertumbuhan populasi IV yang paling tinggi. Jadi, pertumbuhan populasi yang menggunakan empat model tersebut menunjukkan bahwa dipengaruhi oleh tingkat mortalitas (kematian), tingkat natalitas (kelahiran), dan tingkat migrasi (perpindahah ke luar atau emigrasi dan perpindahan ke dalam atau imigrasi). IV. 2. 2. Struktur Ekosistem Berdasarkan pengamatan yang kami lakukan di tempat pengambilan data yang menjadi komponen abiotiknya yaitu tanah, air, udara, batu, dan pasir sedangkan komponen biotiknya yaitu mangga, jati merah, lidah mertua, asoka, melati, kupu-kupu, lalat, kucing, laba-laba, lebah, kucing, mahoni, kodok, burung

gereja, anjing, semut, belalang, dan nyamuk. Komponen yang paling dominan dalam ekosistem tersebut yaitu mangga, jati merah, lidah mertua, burung gereja, semut, belalang, nyamuk, dan semua komponen abiotiknya. Produsen di ekosistem ini adalah tumbuhan hijau atau tumbuhan yang mempunyai klorofil serta organisme autotrof melalui proses fotosintesis. Yang bertindak sebagai produsen yakni mangga, jati merah, asoka, mahoni, melati dan lidah mertua. Namun, produsen tersebut sengaja ditanam oleh manusia dan ditata sedemikian rupa. Yang menjadi konsumen pertamanya yaitu burung gereja, lalat, belalang, kupu-kupu, semut dan konsumen keduanya yaitu burung gereja, kodok dan kucing. Konsumen ketiganya yaitu kucing, dan setelah konsumen ketiga mati maka akan diuraikan oleh dekomposer. Siklus ini akan Jadi, dalam ekosistem komponen abiotik membantu menyiapkan kebutuhan komponen biotik yang berlansung secara terus-menerus.

BAB V PENUTUP

V. 1. Kesimpulan Pertumbuhan populasi dipengaruhi oleh faktor mortalitas (kematian), natalitas (kelahiran), dan migrasi (perpindahan masuk dan keluar). Dan dalam ekosistem terjadi hubungan timbal balik antara faktor biotik dan abiotik, dimana komponen biotiknya terdiri atas produsen, konsumen, dan dekomposer. V. 2. Saran Sebaiknya kakak-kakak asisten memberikan tenggang waktu yang lebih lama. .

DAFTAR PUSTAKA

Daus. 2012. Ekologi. http://dauzbiotekhno.blogspot.com. Diakses pada hari Senin tanggal 22 Oktober 2012 pukul 05:36. Julianty, Novi. 2012. Laporan Praktikum Biologi. http://novyjuli.blogspot.com. Diakses pada hari Senin tanggal 22 Oktober 2012 pukul 04.45. Pariwara, Intan. 2008. Detik-Detik Ujian Nasional SMA/MA. Klaten: PT Macanan Jaya Cemerlang. Pujianto, Sri. 2008. Menjelajah Dunia Biologi 1. Solo: PT Tiga Serangkai. Setiawan, Arif. 2010. Ekosistem. http://biologi.engviet.com/biologi/ekosistem. Diakses pada hari Senin tanggal 22 Oktober 2012 pukul 04:45.

También podría gustarte