Está en la página 1de 30

BAB I STATUS PASIEN

I. Identitas pasien Nama Umur Jenis kelamin Alamat Pekerjaan Agama Status Tanggal masuk : Dini Suwarno : 33 tahun : perempuan : jl. Simpang tiga no.33, Ramanuju-Purwakarta. : guru : islam : menikah : 9 Agustus 2012

Jenis pembiayaan : III/umum Jenis pembedahan : SC Tehnik anestesi II. Anamnesis Diambil dari autoanamnesis pada tanggal 9 agustus 2012 pukul 11.15 WIB III. Keluhan utama Pasien mengatakan keluar air-air jernih dari kemaluan sejak pukul 06.00 pagi WIB IV. Keluhan tambahan Pasien merasa mulas frekuensi jarang dan disertai flek berwarna kecoklatan dengan jumlah sedikit. V. Riwayat penyakit sekarang 5 jam SMRS pasien mengaku keluar air-air dengan jumlah sedikit dan berwarna jernih kekeruhan dari kemaluannya. Keluhan tersebut diserta dengan rasa mulas pada perutnya dengan frekuensi jarang juga diikuti terdapatnya fle berwarna kecoklatan dalam jumlah sedikit. Oleh karena keadaan tersebut pasien datang ke IGD RSUD Cilegon pada pukul 11.15 WIB. Pasien mengelak memiliki kebiasaan merokok, minum alkohol, : SAB SP L3-L4 LCS (+) 27

menggunakan obat-obat tertentu atau memiliki tattoo.

Pasien mengatakan dirinya tidak memiliki riwayat penyakit asma dan penyakit sistemik/kronik seperti hipertensi, diabetes mellitus, penyakit jantung dan batuk yang lama.

VI.

Riwayat Penyakit Dahulu: ( - ) Malaria ( - ) Disentri ( - ) Hepatitis ( -) Tifus Abdominalis ( - ) Skirofula ( - ) Sifilis ( - ) Gonore ( - ) Hipertensi ( - ) Wasir ( - ) Diabetes ( -) Asthma ( - ) Tumor ( - ) Penyakit Pembuluh ( - ) Perdarahan Otak ( - ) Psikosis ( - ) Neurosis ( - ) Batu Ginjal / Saluran Kemih ( - ) Burut (Hernia) ( - ) Penyakit Prostat

( -) Cacar ( -) Cacar air ( - ) Difteri ( - ) Batuk Rejan ( - ) Campak ( +) Influenza ( - ) Tonsilitis ( - ) Khorea

( - ) Demam Rematik Akut ( - ) Ulkus Ventrikuli ( - ) Pneumonia ( - ) Pleuritis ( -) Tuberkulosis Lain-lain : ( - ) Operasi ( + ) Kecelakaan ( - ) Maag VII. Riwayat Keluarga: Umur (tahun) Tidak diketahui Jenis Kelamin Laki-laki ( - ) Ulkus Duodeni ( - ) Gastritis ( - ) Batu Empedu

Hubungan Kakek

Keadaan Kesehatan Meninggal

Penyebab Meninggal Tidak diketahui

Nenek

Tidak diketahui

Perempuan

Meninggal

Tidak diketahui

Ayah

Tidak diketahui

Laki-laki

Meninggal

Tidak diketahui

Ibu

Tidak diketahui

Perempuan

sehat

Suami

29 tahun

Laki-laki

Sehat

Anamnesis Sistem: Catatan keluhan tambahan positif disamping judul-judul yang bersangkutan Kulit ( - ) Bisul ( - ) Kuku ( - ) Ptechie Kepala ( - ) Trauma ( - ) Sinkop Mata ( - ) Nyeri ( - ) Sekret ( -) Kuning / ikterus Telinga ( - ) Nyeri ( +) Serumen ( - ) Tinitus Hidung ( - ) Trauma ( - ) Nyeri ( - ) Sekret ( - ) Epistaksis Mulut ( + ) Bibir kering ( - ) Gusi sariawan ( - ) Selaput Tenggorokan ( -) Nyeri tenggorokan ( +) Terasa kering Leher ( - ) Benjolan Dada (Jantung/Paru)
3

( - ) Rambut ( -) Kuning / ikterus ( - ) Lain-lain

( - ) Keringat malam ( - ) Sianosis

( - ) Sakit kepala ( - ) Nyeri pada sinus

( - ) Radang ( - ) Hipermetropi

( - ) Gangguan pendengaran ( - ) Kehilangan pendengaran

( - ) Gejala penyumbatan ( - ) Gangguan penciuman ( - ) Pilek

( - ) Lidah kotor ( - ) Gangguan pengecap ( - ) Stomatitis

( - ) Perubahan suara

( - ) Nyeri leher

( - ) Nyeri dada ( - ) Berdebar ( - ) Ortopnoe Abdomen (Lambung/Usus) ( - ) Rasa kembung ( - ) Mual ( - ) Muntah ( - ) Muntah darah ( - ) Sukar menelan ( - ) Nyeri perut/kolik ( + ) Perut membesar Saluran Kemih/Alat kelamin ( - ) Disuria ( - ) Stranguria ( - ) Poliuria ( - ) Polakisuria ( - ) Hematuria ( - ) Kencing batu ( - ) Ngompol (tidak disadari) Saraf dan Otot ( - ) Anestesi ( - ) Parestesi ( - ) Otot lemah ( - ) Kejang ( - ) Afasia ( - ) Amnesia ( - ) Lain-lain Ekstremitas ( - ) Bengkak pada kedua tungkai ( - ) Nyeri sendi ( - ) Deformitas ( - ) Sianosis VIII. Riwayat Hidup Riwayat Kelahiran

( - ) Sesak napas ( - ) Batuk darah ( -) Batuk

( - ) Wasir ( - ) Mencret ( - ) Tinja darah ( - ) Tinja berwarna dempul ( - ) Tinja berwarna hitam ( +) Mulas

( - ) Kencing nanah ( - ) Kolik ( - ) Oliguria ( - ) Anuria ( - ) Retensi urin ( - ) Kencing menetes ( - ) Penyakit prostat

( - ) Sukar mengingat ( - ) Ataksia ( - ) Hipo/hiper-esthesi ( - ) Pingsan ( - ) Kedutan (Tick) ( - ) Pusing (vertigo) ( - ) Gangguan bicara (disartri)

Tempat lahir

:( (

) Di rumah ) Puskesmas ) Dokter ) Lain-lain

( ) Rumah Bersalin ( ( ) Bidan

) RS Bersalin

Ditolong oleh

:( (

) Dukun

Riwayat Imunisasi ( + ) Hepatitis ( +) Polio Riwayat Makanan Frekuensi/hari : 3-4x/hari Jumlah/hari Variasi/hari : 3 piring : variasi ( + ) BCG ( + ) Tetanus ( + ) Campak ( + ) DPT

Nafsu makan : baik Pendidikan ( ( C. X. a. ) SD ) Akademi ( - ) SLTP ( ) Universitas ( ( ) SLTA ) Kursus ( ( ) Sekolah Kejuruan ) Tidak Sekolah

Pemeriksaan Pemeriksaan umum Keadaan umum Kesadaran BB sebelum hamil BB saat hamil LILA TB : baik : composmentis : 42 kg : 47 kg : 24 cm : 155 cm

b.

Tanda-tanda vital TD Nadi RR Temp IMT Sianosis : 110/70 mmHg : 90 x/menit : 20 x/menit : 36,50C : 19,56 Kg/m2 (Gizi kurang) : Tidak ada

Udema umum : Tidak ada Aspek Kejiwaan Tingkah laku Alam perasaan : Tenang : Biasa
5

Proses pikir Kulit Warna Efloresensi Jaringan parut Pigmentasi

: Wajar

: sawo matang :(-) : Tidak ada : Tidak ada

Pertumbuhan rambut : Distribusi baik merata Lembab/kering Suhu raba Pembuluh darah Keringat Turgor Ikterus Lapisan lemak Kelenjar Getah Bening Submandibula Supraklavikula Lipat paha Leher Ketiak Kepala Ekspresi wajah Rambut Mata Exopthalamus Kelopak Konjungtiva Sklera : Tidak ada : Udema ( - ) : Anemis ( - ) : Ikterik ( - ) Enopthalamus Lensa Visus Nistagmus Tekanan bola mata : Tidak ada : Jernih : Tidak dilakukan : Tidak ada : Normal : Gelisah : Hitam dan merata Simetri muka : Simetris : Tidak teraba membesar : Tidak teraba membesar : Tidak teraba membesar : Tidak teraba membesar : Tidak teraba membesar : Kering : Hangat : Tidak ada pelebaran pembuluh darah : Umum : Baik : Tidak : Normal

Lapangan penglihatan : Normal Gerak bola mata Telinga Tuli Lubang Serumen : +/+ : -/: Normal

Selaput pendengaran : Utuh : Liang telinga lapang Penyumbatan Perdarahan : -/6

: -/-

Cairan Mulut Bibir Tonsil Langit-langit Bau pernpasan Gigi geligi Trismus Faring Selaput lendir Lidah Leher JVP Kelenjar tiroid

: -/-

: Tidak sianosis, kering : T1/T1 : Tidak ada kelainan : Tidak ada : Tidak lengkap : Tidak ada : Tidak hiperemis : Normal : Tidak tampak atrofi papil lidah

: 5+1 cmH2O : Tidak tampak membesar

Kelenjar limfe kanan : Tidak tampak membesar Dada Bentuk Pembuluh darah Buah dada Paru-paru Depan Kiri Inspeksi Kanan Belakang : Simetris : Tidak tampak pelebaran, tidak ada spider nevi : Simetris, normal

Simetris saat statis dan Simetris saat statis dan dinamis dinamis

Simetris saat statis dan Simetris saat statis dan dinamis - Tidak ada benjolan - Fremitus simetris - Tidak ada benjolan - Fremitus simetris - Redup dinamis - Tidak ada benjolan - Fremitus simetris - Tidak ada benjolan - Fremitus simetris - Redup - Redup - Suara bronkial - Tidak ada wheezing
7

Kiri Palpasi Kanan Kiri

Perkusi

Kanan - Redup Kiri - Suara bronkial - Tidak ada wheezing

Auskultasi

- Tidak ada Ronkhi - Suara bronkial Kanan - Tidak ada wheezing - Ronkhi basah halus

- Tidak ada Ronkhi - Suara bronkial - Tidak ada wheezing - Ronkhi basah halus

Jantung Inspeksi Palpasi Tampak pulsasi iktus cordis Teraba iktus cordis pada ICS V, 2 jari sebelah lateral dari garis midklavikula kiri Perkusi Auskultasi Batas kanan Batas kiri Batas atas : ICS IV linea sternalis kanan : ICS V linea midklavikula kiri : ICS II linea parasternal kiri

Bunyi jantung I-II murni reguler, Gallop (-), Murmur (-)

Perut 1) Inspeksi Tidak ada luka bekas operasi, pembesaran perut sesuai usia kehamilan, tidak ada strie gravidarum. 2) Palpasi : TFU pertengahan antara pusat dan Px, pada fundus teraba bagian yang agak

leopold I

keras tapi tidak melenting berarti bokong. TFU: 31cm leopold II : Sebelah kiri teraba seperti paparan keras memanjang yang berarti punggung

janin. Sedangkan bagian kanan teraba bagian-bagian kecil yang berarti ektremitas leopold III : Bagian terendah teraba bulat, keras dan melenting berarti kepala-kepala

sebagian sudah masuk PAP. Leopold IV 3) Auskultasi BJJ: 13bx/menit teratur 4) Gynekologi Ano genital: Inspeksi : Pengeluaran pervaginam: blood (-) Vulva vagina : tak
8

: Bagian terendah janin sudah masuk PAP, divergen

Inspekulo

: Vagina: tak

Vaginal toucher: Portio tebal lunak. 1 cm

Anggota Gerak Lengan Otot Tonus Massa Sendi Gerakan Kekuatan Oedem Lain-lain Petechie Tungkai dan Kaki Luka Varises Otot Tonus Massa Sendi Gerakan Kekuatan Oedem Lain-lain Petechie : : : : : : : baik tidak ada baik aktif +5 tidak ada tidak ada tidak ada baik tidak ada baik aktif +5 tidak ada tidak ada tidak ada : : : : : : : : : : baik tidak ada tidak ada kelainan aktif +5 tidak ada tidak ada tidak ada Kanan tidak ada tidak ada baik tidak ada tidak ada kelainan aktif +5 tidak ada tidak ada tidak ada Kiri tidak ada tidak ada Kanan Kiri

XI.

Hasil laboratorium

Tanggal 9 Agustus 2012 pukul 11.59 WIB Pemeriksaan Hasil Nilai normal

Hematologi Hemoglobin Leukosit Laju endap darah Hematokrit Eritrosit Trombosit Total eosinofil Masa pendarahan Masa pembekuan Golongan darah 9,9 g/dl 10.270/uL 28.4% 274.000/uL 2 menit 10 menit B rhesus (+) P:14-18 W:12-16 5000-10000 P:0-10 W:0-15 P:40-48 W:37-43 P:4.5-5.5 W:4-5 150-450rb/u 50-350 1-6 5-15

XII.

Kesimpulan

Berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan fisik dapat disimpulkan diagnosis preoperatif: G1P0A0 hamil 38 minggu inpartu kala 1fase laten Status operasi: ASA 1 E Mallampati 1 Jenis operasi: sectio caesarea Jenis anestesi: regional anestesi XIII. Tindakan Anestesi -Regional Anestesi 1. Preoperasi Informed consent (+)
10

Pasien puasa selama 6 jam sebelum operasi dimulai Tidak ada gigi goyang dan tidak memakai gigi palsu Kandung kemih telah terpasang kateter Sudah terpasang cairan infus RL/Asering Keadaan umum: compos mentis Tanda vital Tekanan darah: 76/50 mmHg Nadi : 80x/menit

Frekuensi napas: 20x/menit Suhu : 36 derajat celcius

2. Premedikasi Sebelum pasien diinduksi, disuntikkan Ondansetron 4 mg IV dengan tujuan sebagai penanganan mual dan muntah selama dan sesudah operasi. 3. Anestesi yang diberikan Tindakan anestesi Pastikan alat-alat dan medikasi yang dibutuhkan selama proses anestesi sudah lengkap seperti: Kassa steril Povidon Iodine Plester Jarum spinocaine no. 27 Bupivacaine 4 ml Spuit 5 cc Sarung tangan steril Lampu Monitor tanda vital Alat-alat resusitasi
11

Medikasi yang dibutuhkan seperti ephedrin 50 mg/ml, pethidin 50 mg/ml, sedacum 5mg/ml, fentanyl 10 ml/kgbb, ketamin 10 ml/kgbb, roculax 5 ml/kgbb, atropin 0,25 ml/kgbb, recofol 0,25 ml/kgbb, pospargin 10 iU, induxin 0,25 mg/kgbb.

Memeriksa apakah cairan infus berjalan dengan baik karena melalui infus terbeut adalah media agar obat-obat bisa masuk ke dalam tubuh pasien. Cairan infus yang biasa diberikan adalah ringer laktat 500 cc diberikan secara loading. Posisi pasien duduk dengan vertebrae lumbal dalam keadaan posisi fleksi, agar lebih mudah maka kepala pasien ikut difleksikan ke arah dada sehingga menambah fleksi vertebra dan panggul. Asisten harus mempertahankan posisi pasien tersebut. Tandailah posisi penyuntikan yaitu titik pertemuan garis 2 SIAS ( Spina Illiaca Anterior Superior), titik tersebut bertumpu di antara L3-L4 . Setelah menentukan lokasi penyuntikan kemudian lakukan tindakan asepsis Dengan menggunakan kassa yang dibasahi povidon iodine gerakan sirkuler dari dalam ke arah luar. Setelah itu suntik di lokasi penyuntikan dengan menggunakan spit 5 cc yang telah diisi oleh bupivacaine secara perlahan dan lakukan aspirasi apakah LCS keluar atau tidak, jika LCS keluar maka obat dapat disuntikkan secara perlahan sampai habis dan tetap pastikan diakhir penyuntikan LCS tetap keluar saat diaspirasi yang artinya obat telah dimasukkan ke dalam dengan benar. Penyuntikan selesai kemudian tutup tempat penyuntikan dengan kapas steril dan posisikan pasien dalam keadaan berbaring. Selama operasi berlangsung disuntikkan pula obat-obat antara lain: induxin 0,25 mg(drip), pospargin 10 iu, Tramadol 100 mg im, Ketorolac thormethamin 30 mg (iv/bolus), pronalges 100 g ( via rectal). Tanda vital yang terdapat pada monitor setiap 5 menit dicatat dalam kertas lembaran anestesi agar kondisi pasien terpantau. 4. Pasca Operasi Lama operasi: 55 menit Setelah operasi selesai, pasien dibawa ke Recovery Room dan observasi tanda vital seperti tekanan darah, nadi, dan saturasi pernapasan. Pasien dapat dipindahkan ke ruangan bila alderete score lebih dari 8

12

Aldrete Score (dewasa) Penilaian : Nilai Warna


Merah muda, 2 Pucat, 1 Sianosis, 0

Pernapasan

Dapat bernapas dalam dan batuk, 2 Dangkal namun pertukaran udara adekuat, 1 Apnoea atau obstruksi, 0

Sirkulasi

Tekanan darah menyimpang <20% dari normal, 2 Tekanan darah menyimpang 20-50 % dari normal, 1 Tekanan darah menyimpang >50% dari normal, 0

Kesadaran

Sadar, siaga dan orientasi, 2 Bangun namun cepat kembali tertidur, 1 Tidak berespons, 0

Aktivitas

Seluruh ekstremitas dapat digerakkan, 2 Dua ekstremitas dapat digerakkan,1 Tidak bergerak, 0

Pada pasien ini Alderete score sama dengan 8.

13

BAB II PEMBAHASAN

PENILAIAN DAN PERSIAPAN PRA-ANESTESIA

Tindakan pre-operatif ditujukan untuk menyiapkan kondisi pasien seoptimal mungkin dalam menghadapi operasi. Persiapan prabedah menentukan keberhasilan suatu operasi.

Persiapan prabedah yang kurang memadai merupakan faktor penyumbang sebabsebab terjadinya kecelakaan anestesia. Dokter spesialis anestesiologi hendaknya

mengunjungi pasien sebelum pasien dibedah, agar dapat mempersiapkan fisik dan mental pasien secara optimal, merencanakan dan memilih teknik anesthesia serta obat-obatan yang dipakai, dan menentukan klasifikasi pasien berdasarkan ASA. Persiapan praanestesia yang dilakukan meliputi persiapan alat, penilaian dan persiapan pasien, serta persiapan obat anestesi yang diperlukan.Penilaian dan persiapan pasien diantaranya meliputi: 1. Anamnesis: - Identifikasi pasien (nama, umr, alamat, dll). - Keluhan saat ini dan tindakan operasi yang akan dihadapi - Riwayat penyakit yang sedang/pernah diderita untuk mengetahui kemungkinan penyulit anestesi (misalnya alergi, diabetes melitus, penyakit paru kronis, penyakit jantung, penyakit ginjal, dan penyakit hati. - Riwayat pemakaian obat-obatan meliputi alergi obat, intoleransi obat, dan obat yang sedang digunakan dan dapat menimbulkan interaksi dengan obat anestetik - Riwayat anestetik/operasi sebelumnya, meliputi tanggal, jenis pembedahan, dan anestesi, komplikasi dan perawatan intensif pasca bedah. - Riwayat kebiasaan sehari-hari yang dapat mempengaruhi tindakan (merokok, minum alcohol, obat penenang, narkotik). Kebiasaan buruk ini hendaknya dihentikan 1-2 hari sebelum operasi agar tidak mempengaruhi system kardiosirkulasi serta organ lain. - Riwayat berdasarkan system organ
14

- Makanan yang terakhir dimakan

2. -

Pemeriksaan Fisik Tinggi dan berat badan, untuk memperkirakan dosis obat, terapi cairan yang diperlukan, serta jumlah urin selama dan sesudah pembedahan. - Frekuensi nadi, tekanan darah, pola dan frekuensi pernafasan, serta suhu tubuh. - Jalan nafas (air way), - Jantung, paru-paru, abdomen, punggung (apakah ada deformitas), neurologis, Ekstremitas.

3. Pemeriksaan Laboratorium Rutin: darah, urin, foto dada (terutama untuk bedah mayor),elektrokardiografi (untuk pasien diatas umur 40 tahun). Khusus: dilakukan bila ada riwayat atau indikasi

4. Persiapan Hari Operasi

Pembersihan dan pengosongan saluran pencernaan untuk mencegah aspirasi isi lambung karena regurgitasi/muntah. Pada operasi elektif hernia, pasien dewasa dipuasakan 8 jam sebelum operasi.

Jika ada gigi palsu, perhiasan, bulu mata dilepas. Bahan kosmetik (lipstick, cat kuku) dibersihkan sehingga tidak mengganggu pemeriksaan.

Rectum dan kandung kemih dikosongkan, jika perlu pasang kateter. Pasien masuk kamar operasi mengenakan pakaian khusus Cukur rambut pubis 2 jam sebelum operasi. Pemberian obat-obatan premedikasi (jika perlu) dapat diberikan 1-2 jam sebelum induksi anesthesia. Antibiotika profilaksis, diberikan bersama

premedikasi (Sefalosporin generasi pertama). Setelah persiapan pre-operatif dan pasien diputuskan siap untuk mendapatkan operasi maka proses anestesi dapat dilakukan. Pada kasus ini, diputuskan untuk menggunakan teknik anestesi regional yaitu subarachnoid block atau anestesi spinal. Karena secara umum, keadaan pasien baik, dan area operasi berada di bawah umbilicus.
15

Dalam kondisi ibu dan fetus normal, dapat dilakukan 2 pilihan teknik anestesi yaitu General Anestesia dan Regional Anestesia. GA dan RA yang dilakukan dengan terampil, hampir sama pengaruhnya terhadap bayi baru lahir. Namun demikian, karena risiko untuk ibu dan kaitannya dengan Apgar skor yang lebih rendah dengan GA, maka RA untuk bedah Cesar lebih disukai. RA akan memberikan hasil neonatal terpapar lebih sedikit obat anestesi (terutama saat digunakan teknik spinal), memungkinkan ibu dan pasangannya juga dapat mengikuti proses kelahiran bayi mereka. Penggolongan anestesi lokal:
Ester Struktur Kimia obat Amide Kokain , Klorprokain, Benzokain, Prokain, Tetrakain Lidokain, Prilokain, Etidokain, Bupivakain, Mepivakain, Ropivakain Topical Blok Saraf Tepi infiltrasi Blok nerv spinal Blok Saraf Sentral epidural Regional iv ganglion pleksus

Anestesi Lokal

Cara Pemberian

servikal torakal lumbal

Short Acting Potensi Obat Sacral/ Medium Acting kaudal Long acting

I.

ANESTESI SPINAL
16

Anestesi spinal merupakan teknik anestesi regional yang baik untuk tindakantindakan bedah, obstetrik, operasi-operasi bagian bawah abdomen dan ekstremitas bawah. Teknik ini dilakukan dengan memasukkan larutan anestesi lokal kedalam ruang subarakhnoid paralisis temporer syaraf

Lokasi :

L2 S1

Keuntungan teknik anestesi spinal : biaya relatif murah perdarahan lebih berkurang mengurangi respon terhadap stress (perubahan fisiologis tubuh terhadap kerusakan jaringan) kontrol nyeri yang lebih sempurna menurunkan mortalitas pasca operasi

Indikasi
17

a. b. c. d. e.

bedah abdomen bagian bawah, misal: op hernia, apendiksitis bedah urologi bedah anggota gerak bagian bawah bedah obstetri ginekologi bedah anorectal & perianal, misal: op hemoroid

Kontra indikasi 1. 2. 3. 4. 5. 2. 3. 4. 5. 6. Absolut kelainan pembekuan darah (koagulopati) infeksi daerah insersi hipovolemia berat penyakit neurologis aktif pasien menolak Relative R. pembedahan utama tulang belakang nyeri punggung aspirin sebelum operasi Heparin preoperasi Pasien tidak kooperatif atau emosi tidak stabil

Komplikasi Akut 1. 2. 3. hipotensi dikarenakan dilatasi pembuluh darah max bradikardi dikarenakan blok terlalu tinggi, berikan SA Hipoventilasi berikan O2
18

4. 5.

Mual muntah dikarenakan hipotensi terlalu tajam, berikan epedril total spinal obat anestesi naik ke atas, berikan GA

Pasca tindakan 1. 2. 3. 4. nyeri tempat suntikan nyeri punggung nyeri kepala retensi urin dikarenakan sakral terblok pasang kateter

Prosedur a. Persiapan 1. 2. sama dengan persiapan general anestesi Persiapan pasien 3. Informed consent Pasang monitor ukur tanda vital Pre load RL/NS 15 ml/kgBB

Alat dan obat Spinal nedle G 25-29 Spuit 3 cc/5cc/10cc Lidokain 5% hiperbarik , Bupivacaine Efedrin, SA Petidin, katapres, adrenalin Obat emergency

b. Posisi pasien

19

Posisi pasien duduk atau dekubitus lateral. Posisi duduk merupakan posisi termudah. Biasanya dikerjakan di atas meja operasi tanpa di pindah lagi,karena perubahan posisi berlebihan dalam waktu 30 menit pertama akan menyebabkan penyebaran obat. Jika posisinya duduk, pasien disuruh memeluk bantal, agar posisi tulang belakang stabil, dan pasien membungkuk agar prosesus spinosus mudah teraba. Jika posisinya dekubitus lateral, maka beri bantal kepala, agar pasien merasa enak dan menstabilkan tulang belakang.

Tentukan tempat tususkan. Perpotongan antara garis yang menghubungkan kedua krista iliaka dengan tulang punggung ialah L4 atau L4-5. Untuk operasi hernia ini, dilakukan tusukan pada L3-4. Tusukan pada L1-2 atau dia atasnya berisiko trauma terhadap medulla spinalis.

Sterilkan tempat tusukan dengan betadin atau alcohol Beri anestetik lokal pada tempat tusukan. Pada kasus ini diberikan obat anestesi lokal bupivakain.

Lakukan penyuntikan jarum spinal di tempat penusukan pada bidang medial dengan sudut 10-30 derajad terhadap bidang horizontal ke arah cranial. Jarum lumbal akan menembus kulit-subkutis-lig.supraspinosum-lig.interspinosum-lig.flavum-ruang

epidural-duramater-ruang sub arakhnoid. Kira-kira jarak kulit-lig.flavum dewasa 6cm. Cabut stilet maka cairan serebrospinal akan menetes keluar.
20

Pasang spuit yang berisi obat, masukkan pelan-pelan (0,5 ml/detik) diselingi aspirasi sedikit, untuk memastikan posisi jarum tetap baik. Posisi duduk Keuntungan : lebih nyata, processus spinosum lebih mudah diraba, garis tengah lebih teridentifikasi (gemuk) & posisi yang nyaman pada pasien PPOK

II. BUPIVACAINE -

Farmakodinamik :

Obat menembus saraf dalam bentuk tidak terionisasi (lipofilik), tetapi saat di dalam akson terbentuk beberapa molekul terionisasi, dan molekul-molekul ini memblok kanal Na+, serta mencegah pembentukan potensial aksi. Absorpsi sistemik anestetik ini dapat mengakibatkan perangsangan dan atau penekanan sistem saraf pusat. Rangsangan pusat biasanya berupa gelisah, tremor dan menggigil, kejang, diikuti depresi dan koma, akhirnya terjadi henti napas. Fase depresi dapat terjadi tanpa fase eksitasi sebelumnya. Farmakokinetik :

Kecepatan absorpsi anestetik ini tergantung dari dosis total dan konsentrasi obat yang diberikan, cara pemberian, dan vaskularisasi tempat pemberian, serta ada tidaknya epinefrin dalam larutan anestetik. Bupivacaine mempunyai awitan lambat (sampai dengan 30 menit) tetapi mempunyai durasi kerja yang sangat panjang,sampai dengan 8 jam bila digunakan untuk blok syaraf. Lama kerja bupivacaine lebih panjang secara nyata daripada anestetik lokal yang biasa digunakan. Juga terdapat periode analgesia yang tetap setelah kembalinya sensasi. Efek samping :

Penyebab utama efek samping kelompok obat ini mungkin berhubungan dengan kadar plasma yang tinggi, yang dapat disebabkan oleh overdosis, injeksi intravaskuler yang tidak disengaja atau degradasi metabolik yang lambat.

Sistemik : Biasanya berkaitan dengan sistem saraf pusat dan kardiovaskular seperti hipoventilasi atau apneu, hipotensi dan henti jantung.
21

SSP : Gelisah, ansietas, pusing, tinitus, dapat terjadi penglihatan kabur atau tremor, kemungkinan mengarah pada kejang. Hal ini dapat dengan cepat diikuti rasa mengantuk sampai tidak sadar dan henti napas. Efek SSP lain yang mungkin timbul adalah mual, muntah, kedinginan, dan konstriksi pupil.

Kardiovaskuler : Depresi miokardium, penurunan curah jantung, hambatan jantung, hipotensi, bradikardia, aritmia ventrikuler, meliputi takikardia

ventrikuler dan fibrilasi ventrikuler, serta henti jantung.

Alergi : Urtikaria, pruritus, eritema, edema angioneuretik (meliputi edema laring), bersin, episode asma, dan kemungkinan gejala anafilaktoid (meliputi hipotensiberat).

Neurologik : Paralisis tungkai, hilangnya kesadaran, paralisis pernapasan dan bradikardia (spinal tinggi), hipotensi sekunder dari blok spinal, retensi

urin,inkontinensia fekal dan urin, hilangnya sensasi perineal dan fungsi seksual;anestesia persisten, parestesia,

kelemahan, paralisis ekstremitas bawah dan hilangnya kontrol sfingter, sakit kepala, sakit punggung, meningitis septik, meningismus, lambatnya persalinan, meningkatnya kejadian persalinan dengan forcep, atau kelumpuhan saraf kranial karena traksi saraf pada kehilangan cairanserebrospinal. III. ONDANCETRON

Farmakodinamik

Mekanisme kerja obat ini sebenarnya belum diketahui dengan pasti. Meskipun demikian yang saat ini sudah diketahui adalah bahwa Ondansetron bekerja sebagai antagonis selektif dan bersifat kompetitif pada reseptor 5HT3, dengan cara menghambat aktivasi aferen-aferen vagal sehingga menekan terjadinya refleks muntah.

Farmakokinetik

Konsentrasi akan diserap dengan cepat maksimum (30 ng / ml) dalam plasma dapat dicapai dalam 10 menit dengan pemberian Ondansetron 4 mg i.v. Bioavalibilitas oral absolut Ondansetron sekitar 60%. Kondisi sistemik yang setara juga dapat dicapai melalui pemberian secara i.m atau i.v. Waktu paruhnya sekitar 3 jam.
22

Volume distribusi dalam keadaan statis sekitar 140 L. Ondansetron yang berikatan dengan protein plasma sekitar 70 76%. Ondansetron dimetabolisme sanagt baik di sistem sirkulasi, sehingga hanya kurang dari 5 % saja yang terdeteksi di urine.

Indikasi Mencegah dan mengobati mual-muntah akut pasca bedah Mencegah dan mengobati mual-muntah pasca kemoterapi pada penderita kanker Mencagah dan mengobati mual-muntah pasca radioterapi pada penderita kanker

Kontra Indikasi Pasien hipersensitif terhadap Ondansetron

Interaksi Obat Karena Ondansetron dimetabolisme oleh enzim metabolik sitokrom P-450, perangsangan dan penghambatan terhadap enzim ini dapat mengubah klirens dan waktu paruhnya. Pada penderita yang sedang mendapat pengobatan dengan obat-obat yang secara kuat merangsang enzim metabolisme CYP3A4 (seperti Fenitoin, Karbamazepin dan Rifampisin), klirens Ondansetron akan meningkat secara signifikan, sehingga konsentrasi dalam darah akan menurun.

Peringatan dan Perhatian Ondansetron sebaiknya tidak digunakan pada wanita hamil, khususnya pada trimester I, kecuali jika terdapat resiko yang lebih berat pada bayi akibat penurunan berat badan ibu. Ondansetron dieksresi pada air susu ibu, sehingga dianjurkan untuk tidak diberikan pada ibu menyusui.

Efek Samping Ondansetron pada umumnya dapat ditoleransi dengan baik. Konstipasi merupakan efek samping yang paling sering ditemukan (11%). Kadang dapat dijumpai sakit kepala, wajah ke merahan (flushing), rasa panas atau hangat di kepala dan epigastrium yang bersifat sementara. Peningkatan aminotransferase tanpa disertai gejala-gejala, Kadang juga dapat
23

dijumpai peningkatan serum transaminase (5%) dan ruam kulit (1%), sedasi dan diare, karena meningkatnya waktu transfer di usus besar.

Pernah dilaporkan terjadinya reaksi hipersensitif sampai kejadian anafilaksis dan gangguan visual sementara (pandangan kabur). Juga pernah dilaporkan terjadinya gerakan-gerakan tanpa sadar, setelah pemberian Ondansetron secara cepat, tetapi kasus ini sangat jarang dan tanpa disertai gejala-gejala sisa

IV. TRAMADOL Tramadol adalah analgesik kuat yang bekerja pada reseptor opiat. Tramadol mengikat secara stereospesifik pada reseptor di sistem saraf pusat sehingga mengeblok sensasi nyeri dan respon terhadap nyeri. Di samping itu tramadol menghambat pelepasan neurotransmitter dari saraf aferen yang sensitif terhadap rangsang, akibatnya impuls nyeri terhambat. Indikasi: Efektif untuk pengobatan nyeri akut dan kronik yang berat, nyeri pasca pembedahan. Dosis umum: Dosis tunggal 50 mg. Dosis tersebut biasanya cukup untuk meredakan nyeri, apabila masih terasa nyeri dapat ditambahkan 50 mg setelah selang waktu 30-60 menit. Dosis maksimum: 400 mg sehari. Dosis sangat tergantung pada intensitas rasa nyeri yang diderita. Penderita gangguan hati dan ginjal dengan "creatinine clearances" <30 ml/menit: 50-100 mg setiap 12 jam, maksimum 200 mg sehari. Peringatan dan perhatian:

Pada penggunaan jangka panjang dapat terjadi ketergantungan, sehingga dokter harus menentukan lama pengobatan.

Tramadol tidak boleh diberikan pada pasien ketergantungan obat.

24

Hati-hati penggunaan pada pasien trauma kepala, meningkatnya tekanan intrakranial, gangguan fungsi ginjal dan hati yang berat atau hipersekresi bronkus, karena dapat mengakibatkan meningkatnya resiko kejang atau syok.

Penggunaan bersama dengan obat-obat penekanan SSP lain atau penggunaan dengan dosis berlebihan dapat menyebabkan menurunnya fungsi paru.

Penggunaan selama kehamilan harus mempertimbangkan manfaat dan resikonya baik terhadap janin maupun ibu.

Hati-hati penggunaan pada ibu menyusui, karena tramadol diekskresikan melalui ASI.

Tramadol dapat mengurangi kecepatan reaksi pasien, seperti kemampuan mengemudikan kendaraan ataupun mengoperasikan mesin.

Depresi pernapasan akibat dosis yang berlebihan dapat dinetralisir dengan nalokson, sedangkan kejang dapat diatasi dengan pemberian benzodiazepin.

Meskipun

termasuk

antagonis

opiat,

tramadol

tidak

dapat

menekan

gejala "withdrawal" akibat pemberian morfin. Efek samping: Efek samping yang umum terjadi seperti pusing, sedasi, lelah, sakit kepala, pruritus, berkeringat, kulit kemerahan, mulut kering, mual, muntah. Dispepsia dan obstipasi. Kontraindikasi: Pasien hipersensitif terhadap Tramadol atau Opiat dan penderita yang mendapatkan pengobatan dengan penghambat MAO, intoksikasi akut dengan alkohol, hipnotika, analgetik atau obat-obat yang mempengaruhi SSP lainnya. Interaksi obat: Efek analgesik dan sedasi tramadol ditingkatkan pada penggunaan bersama dengan obatobat yang bekerja pada SSP seperti tranquiliser, hipnotik.

V. KETOROLAC TROMETHAMINE
25

Farmakodinamik Ketorolac tromethamine merupakan suatu analgesik non-narkotik. Obat ini merupakan obat anti-inflamasi nonsteroid (NSAID) yang menunjukkan aktivitas antipiretik dan antiinflamasi yg lemah. Ketorolac tromethamine menghambat sintesis prostaglandin dan dapat dianggap sebagai analgesik yang bekerja perifer karena tidak mempunyai efek terhadap reseptor opiat. Ketorolac dapat diberikan secara oral, intramuskular atau intravena. Setelah suntikan intramuskular atau intravena efek analgesinyadicapai dalam 30 menit, maksimal setelah 1-2 jam dengan lama kerja sekitar 4-6 jam dan dosis penggunaannya dibatasi untuk 5 hari. Dosis awal 10-30mg dan dapat diulang setiap 4-6 jam sesuai kebutuhan. Untuk pasien normal dosis sehari dibatasi maksimal 90mg dan untuk berat <50kg , manula atau gangguan faal ginjal dibatasi maksimal 60mg. Sifat analgesik ketorolak setara dengan opioid yaitu 30 mg ketorolak=12 mg morfin=100 mg petidin. Ketorolak dapat digunakan bersama opioid. Indikasi

Ketorolac diindikasikan untuk penatalaksanaan jangka pendek terhadap nyeri akut sedang sampai berat setelah prosedur bedah. Durasi total Ketorolac tidak boleh lebih dari lima hari. Ketorolac secara parenteral dianjurkan diberikan segera setelah operasi. Harus diganti ke analgesik alternatif sesegera mungkin, asalkan terapi Ketorolac tidak melebihi 5 hari. Ketorolac tidak dianjurkan untuk digunakan sebagai obat prabedah obstetri atau untuk analgesia obstetri karena belum diadakan penelitian yang adekuat mengenai hal ini dan karena diketahui mempunyai efek menghambat biosintesis prostaglandin atau kontraksi rahim dan sirkulasi fetus.

Kontra indikasi

Pasien yang sebelumnya pernah mengalami alergi dengan obat ini, karena ada kemungkinan sensitivitas silang.

Pasien yang menunjukkan manifestasi alergi serius akibat pemberian Asetosal atau obat anti-inflamasi nonsteroid lain.

Pasien yang menderita ulkus peptikum aktif. Penyakit serebrovaskular yang dicurigai maupun yang sudah pasti.
26

Diatesis hemoragik termasuk gangguan koagulasi. Sindrom polip nasal lengkap atau parsial, angioedema atau bronkospasme. Terapi bersamaan dengan ASA dan NSAID lain. Hipovolemia akibat dehidrasi atau sebab lain. Gangguan ginjal derajat sedang sampai berat (kreatinin serum >160 mmol/L). Riwayat asma. Pasien pasca operasi dengan risiko tinggi terjadi perdarahan atau hemostasis inkomplit, pasien dengan antikoagulan termasuk Heparin dosis rendah (2.5005.000 unit setiap 12 jam).

Terapi bersamaan dengan Ospentyfilline, Probenecid atau garam lithium. Selama kehamilan, persalinan, melahirkan atau laktasi. Anak < 16 tahun. Pasien yang mempunyai riwayat sindrom Steven-Johnson atau ruam vesikulobulosa. Pemberian neuraksial (epidural atau intratekal). Pemberian profilaksis sebelum bedah mayor atau intra-operatif jika hemostasis benar-benar dibutuhkan karena tingginya risiko perdarahan.

Dosis Ketorolac ampul ditujukan untuk pemberian injeksi intramuskular atau bolus intravena. Dosis untuk bolus intravena harus diberikan selama minimal 15 detik. Ketorolac ampul tidak boleh diberikan secara epidural atau spinal. Mulai timbulnya efek analgesia setelah pemberian IV maupun IM serupa, kira-kira 30 menit, dengan maksimum analgesia tercapai dalam 1 hingga 2 jam. Durasi median analgesia umumnya 4 sampai 6 jam. Dosis sebaiknya disesuaikan dengan keparahan nyeri dan respon pasien. Lamanya terapi : Pemberian dosis harian multipel yang terus-menerus secara intramuskular dan intravena tidak boleh lebih dari 2 hari karena efek samping dapat meningkat pada penggunaan jangka panjang.
27

Dewasa Ampul : Dosis awal Ketorolac yang dianjurkan adalah 10 mg diikuti dengan 1030 mg tiap 4 sampai 6 jam bila diperlukan. Harus diberikan dosis efektif terendah. Dosis harian total tidak boleh lebih dari 90 mg untuk orang dewasa dan 60 mg untuk orang lanjut usia, pasien gangguan ginjal dan pasien yang berat badannya kurang dari 50 kg. Lamanya terapi tidak boleh lebih dari 2 hari. Pada seluruh populasi, gunakan dosis efektif terendah dan sesingkat mungkin. Untuk pasien yang diberi Ketorolac ampul, dosis harian total kombinasi tidak boleh lebih dari 90 mg (60 mg untuk pasien lanjut usia, gangguan ginjal dan pasien yang berat badannya kurang dari 50 kg). Efek Samping : Efek samping di bawah ini terjadi pada uji klinis dengan Ketorolac IM 20 dosis dalam 5 hari.

Insiden antara 1 hingga 9% : Saluran cerna : diare, dispepsia, nyeri gastrointestinal, nausea. Susunan Saraf Pusat : sakit kepala, pusing, mengantuk, berkeringat.

VI.

EPHEDRIN HCL

Pemberian vasopresor, seperti efedrin, sering sekali dipakai untukpencegahan maupun terapi hipotensi pada pasien kebidanan. Obat ini merupakan suatu simpatomimetik non katekolamin dengan campuran aksi langsung dan tidak langsung. obat ini resisten terhadap metabolisme MAO dan metiltransferase katekol (COMT), menimbulkan aksi yang berlangsung lama. Efedrin meningkatkan curah jantung, tekanan darah, dan nadi melalui stimulasi adrenergik alfa dan beta. meningkatkan aliran darah koroner dan skelet dan menimbulkan bronkhodilatasi melalui stimulasi reseptor beta 2. Efedrin mempunyai efek minimal terhadap aliran darah uterus. dieliminasi dihati, dan ginjal. Namun, memulihkan aliran darah uterus jika digunakan untuk mengobati hipotensi epidural atau spinal pada pasien hamil. Efek puncak : 2-5 menit, Lama aksi : 10-60 menit. Interaksi/Toksisitas: peningkatan resiko aritmia dengan obat anetesik volatil, dipotensiasi oleh anti depresi trisiklik, meningkatkan MAC anestetik volatil.Keuntungan pemakaian efedrin ialah menaikan kontraksi miokar, curah jantung, tekanan darah dampai 50%, tetapi sedikit sekali menurunkan vasokonstriksi
28

pembuluh darah uterus. Menurut penyelidikan Wreight, efedrin dapat melewati plasenta dan menstimulasi otak bayi sehingga menghasilkan skor Apgar yang lebih tinggi.

Dianjurkan pemberian efedrin cara intravena kalau terjadi hipotensi atau sudah terjadi penurunan tekanan darah 10 mmHg; dosisnya 10 mg yang diulang sampai tekanan darah kembali ke awa1. Bayi yang dilahirkan dengan cara ini mempunyai skor Apgar sangat baik; pemeriksaan pH dan base-excessnya dalam batas normal, dan sikap neurologi bayi setelah 4 - 24 jam dilahirkan sangat baik.

INSTRUKSI POST OPERASI SC SPINAL

1. Bed rest total 24 jam post op dengan bantal tinggi. Boleh miring kanan kiri, tak boleh
duduk 2. Ukur TD dan N tiap 15 menit selama 1 jam pertama. Bila TD < 90 beri efedrin 10 mg, bila N<60 beri SA 0,5 mg 3. bila tidak ada mual muntah boleh minum sedikit-sedikit dengan sendok

29

DAFTAR PUSTAKA

1. Latief. S. A, Suryadi K. A, dan Dachlan M. R, Petunjuk Praktis Anestesiologi, Edisi II, Bagian Anestesiologi dan Terapi Intensif FK-UI, Jakarta, Juni, 2001, hal ; 77-83, 161. 2. Dobson MB. Penuntun Praktis Anestesi. Penerbit Buku Kedokteran EGC. Jakarta: 1988. 3. Muttaqien F. Menguak Misteri Kamar Bius. Available at: http://www.scribd.com/doc/51439743/Menguak-Misteri-Kamar-Bius. Accessed: August, 11th 2012. 4. Anestesi Spinal. Available at: http://www.scribd.com/doc/79664764/Anestesi-Spinal. Accessed: August, 11th 2012. 5. Analgesik Opioid. Available at: http://www.scribd.com/doc/57353203/ANALGESIK-OPIOID. Accessed: August, 11th 2012.

30

También podría gustarte