Está en la página 1de 52

STATUS ILMU PENYAKIT SARAF KEPANITERAAN KLINIK FK UKRIDA SMF ILMU PENYAKIT SARAF RS BHAKTI YUDHA

Tanda tangan Nama : Chrismicel NIM : 11-2011-212

Dr. Pembimbing : dr. Dini Andriani, SpS

I. IDENTITAS PASIEN Nama Umur Jenis kelamin Status perkawinan Pendidikan Pekerjaan Alamat No.CM Dirawat di ruang Tanggal masuk : Ny. R : 62 tahun : Perempuan : Sudah menikah ::: Jalan Pitara gg TaLim RT 3/15 no. 148 : 00282223 : Cattleya I : 8 Agustus 2012

II. SUBJEKTIF Alloanamnesis (anak) pada tanggal 8 Agustus 2012 jam 1300 WIB

Keluhan utama Pasien mengalami penurunan kesadaran 3 jam sebelum masuk ke rumah sakit

Riwayat penyakit sekarang Pasien seorang perempuan, berusia 62 tahun, datang ke UGD RSBY dibawa oleh keluarganya karenan tidak sadar sejak kurang lebih 3 jam sebelum masuk rumah sakit. Oleh anak pasien mengatakan bahwa pada pagi harinya kira-kira pukul 6.15 os masih sadar dan minum energen. Kemudian os dimandikan oleh anak pasien, setelah dimandikan, os mulai mengalami penurunan kesadaran ketika os sedang dipakaikan baju. Setelah os mengalami penurunan kesadaran, dengan wajah dan kedua bola mata melirik ke kiri, penurunan kesadaran ini terjadi tiba-tiba tanpa didahului dengan keadaan os yang mengantuk terlebih dahulu dan os sudah tidak dapat menjawab walaupun dipanggil dengan diguncangguncangkan badannya. Kemudian Anak os memanggil dokter setempat untuk diperiksa dan anak os menceritakan bahwa tensi os 210 untuk sistolik, dan kemudian oleh dokter setempat os dirujuk ke RSBY. Selama memanggila dokter dan sampai ke RSBY menurut pengakuan anak os, tidak terdapat perubahan dari kesadaran os. Os masih tetap tidak merespon ketika dipanggil dan wajah dan kedua mata os tetap melirik ke kiri. Sebelum kesadaran os menurun, menurut pengakuan dari anak os, os tidak mengalami muntah, sakit kepala, dan tidak terdapat riwayat demam. Riwayat muntah disangkal oleh anak os. Menurut pengakuan dari anak pasien, pasien tidak mengalami demam dalam beberapa hari kebelakang. Menurut pengakuan anak pasien, hal yang paling sering dikeluhkan oleh pasien adalah rasa sakit kepala yang nyut-nyutan saja, dan apabila os sakit, maka keluarga membawa os ke dokter setempat. Sejak 7 bulan yang lalu menurut pengakuan anak pasien, pasien sering mengeluhkan sakit kepala, batuk berdahak, darah (-). dan pilek, oleh keluarga pasien, pasien dibawa berobat ke dokter setempat dan diberikan obat antihipertensi berupa beta bloker. Menurut pengakuan anak pasien, 4 bulan yang lalu pasien sempat merasa kehilangan penglihatan, dimana pasien mengatakan bahwa pandangan pasien menjadi kabur, tetapi peristiwa tersebut hanya berlangsung beberapa jam saja, kemudian penglihatan pasien pulih kembali.
2

Riwayat penyakit keluarga Tidak ada Riwayat penyakit dahulu Pada tahun 2007 pasien pernah menderita stroke. Saat kejadian pasien mengalami gangguan lengan dan kaki sebelah kiri serta bicara pelo. Sewaktu kejadian, pasien mengalami kesukaran untuk menggerakan tangan dan kaki, tidak mampu berjalan sendiri. Setelah pengobatan pasien dikatakan sudah membaik sejak kejadian pertama tersebut. Pasien sudah bisa berjalan menggunakan tongkat . Walaupun begitu, pasien bicara sedikit pelo. Pasien mempunyai riwayat penyakit hipertensi, dan oleh dokter sudah diberikan obat beta bloker. Riwayat sosial, ekonomi, pribadi Kesan : Baik III. OBJEKTIF 1. Status Generalis Kesadaran : Sopor

Glasgow coma scale : E2 M5 V2 Tekanan darah Nadi Pernapasan Suhu Kepala Leher pembesaran : 170/100 mmHg : 82 kali/menit : 29 kali/menit : 38,5 oC : Normosefali : Tak teraba pembesaran kelenjar tiroid, tidak teraba KGB leher
3

Jantung Paru Perut pembesaran

: BJ I II regular, murmur (-), gallop (-) : SN Vesikuler, rhonki + / +, wheezing - / : Supel, BU (+) normal, NT abdomen (-), tidak teraba hepar dan lien

2. Status Psikikus Cara berpikir : Tidak dapat dinilai Perasaan hati : Tidak dapat dinilai Tingkah laku : Tidak dapat dinilai Ingatan Kecerdasan : Tidak dapat dinilai : Tidak dapat dinilai

3. Status Neurologikus A. Kepala Bentuk Nyeri tekan Simetris Pulsasi : Normosefali : Tidak ada : Tampak simetris : Tidak ada

B. Leher Sikap Pergerakan : Menengok ke kiri : bebas

C. Tanda rangsang meningeal Kaku kuduk Brudzinksi Kernig Lasegue : Negatif : Negatif : Negatif : Negatif

D. Pemeriksaan saraf cranial


i. N. I Subjektif Dengan bahan kanan kiri tidak bisa dinilai tidak dilakukan

ii. N. II Tajam penglihatan

kanan

kiri tidak bisa dinilai tidak bisa dinilai tidak bisa dinilai tidak dilakukan

Lapangan penglihatan Melihat warna Fundus okuli

iii. N. III Ptosis Pergerakan bulbus Strabismus Nistagmus Eksoftalmus Enoftalmus Pupil

kanan parese tidak bisa dinilai tidak bisa dinilai tidak bisa dinilai tidak bisa dinilai 4 mm bulat, isokor (+) Tidak dilakukan Tidak dilakukan tidak bisa dinilai

kiri parese tidak bisa dinilai tidak bisa dinilai tidak bisa dinilai tidak bisa dinilai 4 mm bulat, isokor (+)

Besar

- Bentuk Refleks terhadap sinar


Refleks konversi Refleks konsensuil Melihat ganda

tidak bisa dinilai

iv. N.IV Pergerakan mata (ke bawah-medial) Sikap bulbus Melihat ganda

kanan sulit dinilai tidak bisa dinilai tidak bisa dinilai

kiri sulit dinilai tidak bisa dinilai tidak bisa dinilai

v. N.V

kanan 5

kiri

Membuka mulut Mengunyah Menggigit Refleks kornea Sensibilitas

baik tidak bisa dinilai tidak bisa dinilai tidak dilakukan tidak bisa dinilai

baik tidak bisa dinilai tidak bisa dinilai

tidak bisa dinilai

vi. N.VI Pergerakan mata ke lateral Sikap bulbus Melihat ganda

kanan parese tidak bisa dinilai tidak bisa dinilai

kiri + tidak bisa dinilai tidak bisa dinilai

vii. N.VII Sulcus nasolabialis Mengerutkan dahi Menutup mata Memperlihatkan gigi Mengembungkan pipi

kanan kiri kesan hemiparese sinistra sentral tidak bisa dinilai (+) tidak bisa dinilai tidak bisa dinilai tidak bisa dinilai (+) tidak bisa dinilai tidak bisa dinilai

viii. N.VIII Detik arloji Suara berisik Weber Rinne

kanan tidak dilakukan tidak dilakukan tidak dilakukan tidak dilakukan

kiri

ix. N.IX Perasaan lidah 1/3 belakang Arcus pharynx

tidak dilakukan tidak bisa dinilai

x. N.X Arcus pharynx

tidak bisa dinilai

Menelan Bicara

tidak bisa dinilai tidak bisa dinilai

xi. N.XI Mengangkat bahu Memalingkan kepala Tropi otot bahu

kanan tidak bisa dinilai tidak bisa dinilai eutrofi

kiri tidak bisa dinilai tidak bisa dinilai eutrofi

xii. N.XII Julur lidah Tremor lidah Fasikulasi Atrofi

tidak bisa dinilai tidak bisa dinilai tidak bisa dinilai tidak bisa dinilai

E. Badan dan anggota gerak A. Badan Motorik - Respirasi - Duduk - Bentuk kolumna vertebralis - Pergerakan kolumna vertebralis : Takipnea : Tidak dapat dinilai : Tidak dapat dinilai : Tidak dapat dinilai

Sensibilitas - Taktil - Nyeri - Thermi - Lokalisasi Refleks


7

: Tidak dilakukan : Respons terhadap nyeri positif : Tidak dilakukan

- Diskriminasi : Tidak dilakukan : Tidak dilakukan

- Refleks kulit perut atas - Refleks kulit perut bawah - Refleks kulit perut tengah - Refleks kremaster

: Tidak dilakukan : Tidak dilakukan : Tidak dilakukan : Tidak dilakukan

B. Anggota Gerak Atas Motorik - Pergerakan - Kekuatan - Tonus - Atrofi Kanan Kiri

(kesan hemiparese duplex dimana kiri lesi lama) Normotonus Eutrofik Normotonus Eutrofik

Sensibilitas - Taktil - Nyeri - Thermi - Diskriminasi - Lokalis Tidak dilakukan Tidak dilakukan Tidak dilakukan Tidak dilakukan Tidak dilakukan

Refleks - Biceps - Triceps - Radius - Ulna - Tromner-Hoffman ++ ++ Tidak dilakukan Tidak dilakukan Tidak dilakukan ++ ++

C. Anggota Gerak Bawah Motorik - Pergerakan - Kekuatan Kanan Kiri

kesan hemiparese duplex kiri lesi lama -

- Tonus - Atrofi

Normotonus Eutrofik

Normotonus Eutrofik

Sensibilitas - Taktil - Nyeri - Thermi - Diskriminasi - Lokalis Tidak dilakukan Tidak dilakukan Tidak dilakukan Tidak dilakukan Tidak dilakukan

Refleks - Patella - Achilles - Babinsky - Chaddock - Schaefer - Oppenheim - Klonus paha ++ ++ + + + ++ ++ + + + -

E. Koordinasi, Gait dan Keseimbangan Cara berjalan Tes Romberg Disdiadokokinesia Ataksia : Tidak dilakukan : Tidak dilakukan : Tidak dilakukan : Tidak dilakukan

Rebound phenomenon: Tidak dilakukan Dismetria : Tidak dilakukan

F. Gerakan abnormal Tremor Miokloni Khorea : Tidak ada : Tidak ada : Tidak ada

G. Alat vegetative

Miksi Defekasi Ereksi

: Normal (Dipasang catheter) : Normal : Tidak dinilai

IV. PEMERIKSAAN PENUNJANG Pemeriksaan laboratorium 8 Agustus 2012. Jam 15:14 WIB Darah lengkap Hb Leukosit Trombosit Hematokrit MCV MCH MCHC LED Diff. count GDS SGOT SGPT : 15.6 : 22.53 : 316 : 46 : 88 : 30.2 : 34.3 : 15 : 0 / 0/ 1/ 93/ 2/ 4 : 168 mg/dL : 25 u/L : 18 u/L

AGD + Elektrolit Hb pH PCO2 PO2 tCO2 HCO3 BEecf SO2 (c) : 15.6 : 7,491 : 27.7 : 153.2 : 21.2 : 20.4 : -2.5 : 99.1%

10

Urine Lengkap Makroskopik Warna Reaksi pH Berat jenis Protein Glukosa Bilirubin Kuning agak kemerahan, keruh Asam 6.5 1.01 +++ negative negative

Urobilinogen negative Keton Blood Nitrit negative +++ negative

Mikroskopik Eritrosit Lekosit Ephitel Kristal Selinder Bakteri Candida 20-25 2-3 positive negative negative negative negative

Hasil Pemeriksaan Foto Thorax dan CT-Scan Kepala 10 April 2012 CT-Scan Kepala Polos

11

Hasil : MSCT Cerebral Cranium Potongan axial (tanpa kontras) Reformat sagital/coronal dengan hasil sbb : Tampak lesi hipodense batas tidak tegas dengan perifocal edema minimal di parietal kanan Sulci dan gyri tampak normal System ventrikel dan cisterna tampak normal Pons dan cerebelum tampak normal Tak tampak kalsifikasi abnormal Tak tampak deviasi midline struktur
12

Kesan :

Mastoid, sinus frontalis, ethmoidalis dan sphenoidalis kanan kiri tampak normal Tulang calvaria tampak normal

Suspect abses di lobus parietalis kanan Foto toraks

Hasil : X FOTO THORAX AP : Cor : kesan membesar

13

Aorta tampak normal Pulmones normal Diafragma normal Sinus costophrenicus kanan dan kiri : normal Tulang-tulang : tak tampak kelainan Kesan : sugestif cardiomegali Pulmo : gambaran pneumonia : tampak konsolidasi di parahiler kanan, corakan bronkovaskuler

V. RINGKASAN Subjektif :

Pasien seorang perempuan berusia 62 tahun datang ke UGD RSBY dengan penurunan kesadaran 3 jam SMRS. Pada saat kejadian pasien sedang duduk-duduk di kasur. Kedua bola mata melirik ke arah kiri. Muntah (-) sakit kepala (-), demam (+). Pasien sering mengeluhkan sakit kepala, dan terdapat riwayat stroke pada tahun 2007. Objektif :

Pasien dengan keadaan umum tampak sakit berat, kesadaran sopor dengan GCS = 9, E2 M5 V2. TD : 170/100 mmHg, N : 88 x/menit, RR : 29 x/menit, Suhu : 38,5oC. Pada pemeriksaan neurologikus didapatkan tanda rangsang meningeal (-), kesan parese N.VI dan IV kanan, parese N III (dolls eye (-)), hemiparese N VII sentral sinistra. Motorik kesan hemiparese dupleks dimana kiri lesi lama. Rangsang nyeri positif. Refleks fisologis normal, dengan reflex patologis Babinksi (+). Pemeriksaan penunjang: Leukosit : 22.53 ribu/mm3 CT-Scan Kepala Polos : Suspect abses di lobus parietalis kanan

Foto toraks : sugestif cardiomegali Pulmo : gambaran pneumonia

14

VI. DIAGNOSIS Diagnosa Klinik - Hipertensi - Hemiparese duplex (kiri lesi lama) - parese N.VI kanan, parese N III kiri (dolls eye (-)), paresis N VII kiri sentral. - Peningkatan suhu tubuh. Diagnosia Topik Diagnosa Etiologik Diagnosa Patologik : korteks : SOL, abses : inflamasi, penekanan :

- Penurunan kesadaran

VII. TATALAKSANA Nonmedikamentosa. Fisioterapi Medikamentosa NGT DC O2 2 liter IVFD aminofluid 1000cc : RL = 1:2/ 24 jam Mannitol 125 cc drip laju dihabiskan dalam 40 menit dilanjutkan dengan 4 x 125 cc drip laju dihabiskan dalam 35 menit, tiap kali pemberian Metronidazole 3x500 mg INH 1x300mg Rifampisin 1x450mg Pyrazinamide 2x500mg Ethambutol 3x250 mg Cortidex 4x i amp IV Ranitidine 2x1 amp IV Cefotaxime 1x 2 gr IV Sohobion 1x1 IV
15

Amlodipine 1x10 mg po Paracetamol 3x500 mg Diet cair 6x200 cc

VIII. PROGNOSIS Ad vitam Ad fungsionam Ad sanationam Follow up tanggal 9/8/2012 S: O: sudah mulai buka mata dan tutup mata, kontak (+), bicara (-) E3M5V2 Pupil bulat isokor diameter 4 mm/4mm RCL +/+ RCTL +/+ A: P: SOL (abses) dd/ Tuberkuloma Metronidazole 3x500 mg Manitol 125 cc drip dalam 40 menit (pk 13-19-01) INH 1x300 mg Rifampisin 1x450 mg Ethambutol 3x250 mg Cortidex 4x1 amp IV Ranitidine 2x 1 amp IV Cefotaxime 1 x 2gr iv Sohobion 1x1 iv Amlodipine 1x10 mg po : dubia ad malam : dubia : dubia

16

Paracetamol 3x500 mg Diet cair 6x200 cc

Follow up tanggal 10/8/2012 S: O: kadang buka mata sendiri, demam + E3M5V2 Pupil bulat isokor diameter 4mm/4mm, RCL +/+, RCTL +/+ Kaku kuduk N cranialis : dolls eye + Motorik : kesan hemiparesis duplex A: suspek SOL dd/tuberkuloma Riwayat stroke P: cek ulang darah rutin IVFD aminofluid 1000cc : RL : 1:2 Diet cair 6x200 cc Fisioterapi pasif dan chest fisioterapi, miring kiri kanan Terapi lanjut Manitol 100cc drip habis dalam 30 menit (09-17-01)

TINJAUAN PUSTAKA
17

PENURUNAN KESADARAN Seseorang disebut sadara bila ia sadar terhadap diri dan lingkungannya. Orang normal dapat berada dalam keadaan : sadar, mengantuk atau tidur. Bila ia tidur, ia dapat disadarkan oleh rangsang, misalnya rangsang nyeri, bunyi atau gerak. Rangsang ini disampaikan pada sistem aktivitas retikuler, yang berfungsi mempertahankan kesadaran. Sistem aktivitas retikuler terletak di bagian atas batang otak, terutama di mesensefalon dan hipothalamus. Lesi di otak yang terletak di atas hipotalamus tidak akan menyebabkan penurunan kesadaran, kecuali bila lesinya luas dan bilateral. Lesi fokal di cerebrum, misalnya oleh tumor atau stroke, tidak akan menyebabkan koma, kecuali bila letaknya dalam dan menggangu hipotalamus. Dalam memeriksa tingkat kesadaran, seseorang dokter melakukan inspeksi, konversasi dan bila perlu memberikan rangsang nyeri. 1. Inspeksi, Perhatikan apakah pasien berespon secara wajar terhadap stimulus visual, auditoar dan taktil yang ada disekitarnya. 2. Konversi. Apakah pasoen memberi reaksi wajar terhadap suara konversasi, atau dapat dibangunkan oleh suruhan atau pertanyaan yang disampaikan dengan suara kuat? 3. Nyeri. Bagaimana respon pasien terhadap rangsang nyeri?1

Kedaran (consciousness) didefiniksikan sebagai suatu keadaan menyadari keadaan dirinya sendiri juga keadaan lingkungannya (sebaliknya dengan koma, yaitu tidak adanya kesadaran terhadap dirinya sendiri dan lingkungannya). Gangguan kesadaran bisa berbentuk : Gangguan terhadap isi kesadaran (content) Bisa juga terhadap keadaan bangun (arousal)

Secara klinis keadaan bangun ditandai dengan kemampuan membuka mata, baik spontan maupun setelah diberi rangsangan, sedangkan indikator klinis dari isi kesadaran adalah dari fungsi bicara bahasanya.2 Perubahan Patologis tingkat Kesadaran

18

Penyakit dapat mengubah tingkat kesadaran ke dua arah, yaitu : meningkatkan atau menurunkan kesadaran. Peningkatan tingkat kesadaran dapat pula mendahului penurunan kesadaran, jadi mnerupakan suatu siklus. Pada kesadaran yang meningkat atau eksitasi serebral dapat ditemukan tremor, euforia, dan mania. Pada mania penderitanya dapat merasakan ia hebat; alur pikiran cepat berubah, hiperaktif, banyak bicara, dan insomnia. Delirium Penderita delirium menunjukkan penurunan kesadaran disertai peningkatan yang abnormal dari aktivitas psikomotor dan siklus tidur-bangun yang terganggu. Pada keadaan ini pasien tampak gaduh gelisah, kacau disorientasi, berteriak, aktivitas motoriknya meningkat, meronta-ronta. Penyebab delirium beragam, diantaranya ialah kurang tidur oleh berbagai obat, dan gangguan metabolik toksik. Pada manula, delirium kadang-kadang didapatkan waktu malam hari.2 Secara sederhana tingkat kesadaran dapat dibagi atas : Somnolen : keadaan mengantuk, kesadaran dapat pulih penuh bila dirangsang. Somnolen disebut juga : letargi, obtudansi. Tingkat kesadaran ini ditandai oleh mudahnya penderita dibangunkan, mampu memberi jawaban verbal dan menangkis rangsang nyeri. Sopor (stupor) : kantuk yang dalam. Penderita masih dapat dibangunkan dengan rangsang yang kuat, namun kesadarannya segera menurun lagi. Ia masih dapat mengikuti suruhan yang singkat, dan masih terlihat gerakan spontan. Dengan rangsang nyeri penderita tidak dapat dibangunkan sempurna. Reaksi terhadap perintah tidak konsisten dan samar. Tidak dapat diperoleh jawaban verbal dari penderita. Gerak motorik untuk menangkis rangsang nyeri masih baik. Koma-ringan : Pada keadaan ini, tidak ada respon terhadap rangsang verbal. Refleks (kornea, pupil dlsbnya) masih baik. Gerakan terutama timbul sebagai respon terhadap rangsang nyeri. Reaksi terhadap rangsang nyeri tidak terorganisasi, merupakan jawaban primitif. Penderita sama sekali tidak dapat dibangunkan. Koma : tidak ada gerakan spontan. Tidak ada jawaban sama sekali terhadap rangsang nyeri yang bagaimanapun kuatnya. Walaupun sudah dibagikan tahapan penurunan kesadaran seperti diatas, haruslah diingat bahwa pembagian dilakukan berdasarkan pengertian klinis dan batas antara satu tahapan ke
19

tahapan lain tidak tegas sehingga seorang pasien dapat dinyatakan berada dalam keadaan sporo-koma, atau somnolen-sopor.1

Pemeriksaan Penurunan Kesadaran Untuk mengikuti perkembangan tingkat kesadran dapat digunakan skala koma glasgow yang memperhatikan tanggapan penderita terhadap rangsang. a. Membuka mata - Spontan - Terhadap bicara (mengarahkan pasien membuka mata) - Dengan rangsang nyeri - Tidak ada reaksi b. Respons verbal - Baik dan tidak disorientasi - Kacau - Tidak tepat (kata-kata tidak berupa kalimat) - Mengerang (tidak ada kata-kata) - Tidak ada jawapan c. Respons motorik - Menurut perintah - Mengetahui lokasi nyeri - Reaksi menghindar - Reaksi fleksi (dekortikasi) - Reaksi ekstensi (deserebrasi) - Tidak ada reaksi 6 5 4 3 2 1 2 1 5 4 3 2 1 Nilai 4 3

Pemeriksan fisik Pada tiap penderita dengan kesadaran yang menurun atau koma harus dilakukan pemeriksaan yang sistematis. Hal ini menghemat waktu dan menghindarkan kekhilafan serta pemeriksaan laboratorium yang tidak perlu. Pemeriksaan harus mencakup :
20

Anamnesis Harus ditanyakan kepada orang yang mengetahui (allo-anamnesis) apakah ada : - Riwayat trauma kepala - Gangguan konvulsif (kejang), riwayat epilepsy - Diabetes mellitus, pengobatan hipoglikemia, insulin - Penyakit ginjal, hati, jantung atau paru - Perubahan suasana hati pasien (mood), tingkah laku, pikiran, depresi - Penggunaan obat-obat atau penyalahgunaan zat - Riwayat alergi, gigitan serangga, syok anafilaktik - Gejala kelumpuhan, demensia atau gangguan fungsi luhur - Penyakit terdahulu yang berat serta perawatan di rumah sakit sebelumnya Pemeriksaan umum Pemeriksaan umum harus mencakup; - Gejala vital. Periksalah jalan napas pasien, keadaan respiarasi dan sirkulasi. Pastikan bahwa jalan nafas terbuka dan pasien dapat bernafas. - Kulit. Diperhatikan apakah adanya tanda-tanda trauma, stigmata penyakit hati, bekas suntikan, kulit basah karena keringatan (misalnya pada hipoglikema, syok), kulit kering (seperti pada koma diabetik), perdarahan (misalnya, demam berdarah, DIC). - Kepala. Diperhatikan apakah terdapatnya tanda tanda trauma, hematoma di kulit kepala, hematoma di sekitar mata, perdarahan di liang telinga dan hidung. - Pemeriksaan toraks, jantung, paru, abdomen dan ekstremitas Pemeriksaan neurologis Pada tiap pasien yang dating dengan penurunan kesadaran atau koma, harus dilakukan pemeriksaan neurologis. Dengan pemeriksaan neurologis yang baik, diharapkan dapat mengungkap penyebab dari penuruan kesadaran. Pemeriksaan paling pertama dan paling mudah dapat dilakukan adalah inspeksi. Dilihat keadaan sikap penderita sewaktu berbaring, apakah tenang dan santai, yang menandakan bahwa penurunan kesadaran tidak dalam. Adanya gerak menguap atau menelan merupakan tanda bahwa penurunan kesadaran tidak dalam. Kelopak mata yang terbuka dan rahang yang kelihatan menggantung merupakan tanda kepada penurunan kesadaran yang dalam.
21

Pemeriksa haruslah sentiasa ingat bahwa tidak ada batasan yang tegas antara tingkat-tingkat kesadaran. Secara umum dapat dikatakan bahwa jika kuat rangsangan yang diperlukan untuk membangkitkan respons dari pasien itu adalah lebih tinggi, maka pasien berada dalam keadaan penurunan kesadaran yang lebih dalam.2 Pada pemeriksaan neurologis pasien dengan penurunan kesadaran dapat dilakukan pemeriksaan terhadap;3 - Respirasi. Diperhatikan pola pernafasan pasien. Hal ini dapat membantu dalam menentukan letak tingginya lesi dan kadang-kadang dapat membantu dalam menentukan jenis gangguan. Cheyne-Stokes. Pada pola pernafasan Cheyne-Stokes penderita bernafas semakin lama semakin dalam dan kemudian mendangkal, diikuti dengan fase apneu. Pola pernfasan ini dapat ditemui pada disfungsi hemisfer bilateral, sedangkan batang otak masih baik. Pola pernafasan ini juga merupakan tanda dari gangguan metabolic dan gagal jantung. Hal ini dapat merupakan gejala pertama pada herniasi transtentorial. Hiperventilasi-Neurogen-Sentral. Pola pernafasan yang cepat dan dalam dengan frekuensi kira-kira 25 kali per menit. Pada keadaan ini, lesi biasanya berada pada tinggi tegmentum otak, antara mesensefalon dan pons. Pada pemeriksaan, didapatkan ambang respirasi rendah, pemeriksaan darah menunjukkan alkalosis respiratorik, PCO2 arterial rendah, pH meningkat dan tedapat hipoksia ringan. Pemberian oksigen tidak mengubah pola nafas. Pola pernafasan ini sering didapatkan pada infark mesensefalon-pontin, anoksia, atau hipoglikemia yang melibatkan daerah ini dan pada kompresi mesensefalon karena herniasi tentorial. Apneustik. Pola pernafasan apnestik ditandai dengan inspirasi yang memanjang diikuti oleh apne pada saat ekspirasi dengan frekuensi 1 1 per menit. Pernafasan kluster. Atau cluster breathing ditandai dengan respirasi yang berkelompok diikuti oleh apne. Keadaan ini didapatkan apabila terjadinya kerusakan setinggi pons. Ataksik (ireguler). Pola pernafasan yang tidak teratur baik dalam maupun iramanya. Kerusakan biasanya setinggi medulla oblongata dan merupakan keadaan preterminal. Kerusakan yang luas pada batang otak jarang memberikan pola pernafasan yang normal.

22

- Pupil mata. Diperhatikan keadaan pupil, bagaimana ukurannya: normal, midriasis atau miosis, apakah sama besar. Stimulasi saraf simpatik mengakibatkan midriasis,sedangkan stimulasi parasimpatik menyebabkan miosis. Obat yang menyebabkan miosis ialah stimulator parasimpatik (contoh: bromide, reserpin, karpin, nikotin) atau inhibitor simpatik (contoh: kokain, efedrin, adrenalin). Pupul yang masih beraskis menandakan bahwa mesensefalon belum rusak. Pada penderita koma dengan reaksi kornea dan gerak mata ekstraokuler yang negative, sedangkan reaksi pupil masih ada, perlu dipikirkan adanya gangguan metabolic atau intoksikasi obat. Lesi mesensefalon menyebabkan dilatasi pupil yang tidak bereaksi terhadap cahaya. Pupil melebar satu sisi dan tidak bereaksi menandakan bahwa adanya tekanan pada N.III yang dapat disebabkan oleh herniasi tentorial (unkus). Kerusakan pons dapat mengakibatkan pupil yang kecil, yang masih bereaksi terhadap cahaya terang. Heroin menyebabkan pupil yang kecil. - Gerakan bola mata. Untuk pemeriksaan gerak bola mata dilakukan dolls eye maneuver. Kelopak mata penderita dibuka dan kepala diputar dari samping kiri ke samping kanan dan sebaliknya, kemudian ditekuk dan ditengadahkan. Reaksi positif apabila pada pemutaran kepala ke kanan, mata berdeviasi ke kiri. Mata berdeviasi ke atas apabila leher difleksi. Mata kemudian dengan cepat kembali ke sikap semula, walaupun kepala masih dalam sikap terputar atau terfleksi. Reaksi negative apabila bola mata tidak bergerak atau gerakannya asimetrik; yang dapat dijumpai pada kerusakan pons23

mesensefalon. Bila dicurigai adanya fraktur tulang servikal, tes di atas tidak boleh dilakukan karena boleh memperberat cedera tulang belakang dan menyebabkan kerusakan medulla spinalis. - Funduskopi. Pada pemeriksaan funduskopik diperhatikan keadaan papil, apakah edema, perdarahan dan eksudasi serta bagaimana keadaan pembuluh darah. Tekanan intracranial yang meninggi, menyebabkan terjadinya edema papil. Pada perdarahan subarachnoid dapat dijumpai perdarahan subhialoid. - Motorik Perhatikan adanya gerakan pasien, apakah asimetrik (paresis). Gerakan mioklonik dapat dijumpai pada ensefalopati metabolic (misalnya gagal hepar, uremia, hipoksia), demikian juga gerak asteriksis. Kejang multifocal dapat dijumpai pada gangguan metabolik. Sikap dekortikasi (lengan fleksi, tungkai ekstensi) menandakan lesi yang dalam pada hemsifer atau tepat pada mesensefalon. Sikap deserebrasi (lengan ekstensi, aduksi dan endorotasi, tungkai dalam sikap ekstensi) dijumpai pada lesi batang otak bagian atas, antara nucleus ruber dan nucleus vestibular.

Pemeriksaan penunjang
24

Dilakukan untuk mendeteksi apakah adanya gangguan metabolic misalnya hipoglikemia, hiperkalsemia, koma diabetic, uremia, gagal hepar dan gangguan elektrolit lainnya. Bila ada fasilitas, dapat dilakukan pemeriksaan CT-scan untuk mendeteksi ganguan serebral (hematomsa, perdarahan, dan tumor). Bila tidak ada kontraindikasi, maka pemeriksaan cairan serebrospinal perlu dilakukan untuk menyingkirkan kemungkinan meningitis dan perdarahan subarachnoid.1

Jaras Kesadaran Kesadaran ditentukan oleh kondisi pusat kesadaran yang berada di kedua hemisfer serebri dan Ascending Reticular Activating System (ARAS). Jika terjadi kelainan pada kedua sistem ini, baik yang melibatkan sistem anatomi maupun fungsional akan mengakibatkan terjadinya penurunan kesadaran dengan berbagai tingkatan. Ascending Reticular Activating System merupakan suatu rangkaian atau network system yang dari kaudal berasal dari medulla spinalis menuju rostral yaitu diensefalon melalui brain stem ntk kemudian difus di korteks serebri. Sehingga kelainan yang mengenai lintasan ARAS tersebut berada diantara medulla, pons, mesencephalon menuju ke subthalamus, hipothalamus, thalamus dan korteks serebri akan menimbulkan penurunan derajat kesadaran. Neurotransmiter yang berperan pada ARAS antara lain neurotransmiter kolinergik, monoaminergik dan gamma aminobutyric acid (GABA).

Reticular Activating System atau Sistem aktivasi reticuler merupakan bagian dari Formasio Retikularis

25

26

Formasio Retikularis menghubungkan semua jenis informasi neuronal melalui kolateralnya. Disini berbagai masukan diterima dan kemudian disebarluarkan serta dilakukan organisasi respon nya.

27

Penerimaan informasi yang luas, baik sumbernya yang berasal dari bagian sensoris yang melalui saraf tulang belakang dan dari seluruh bagian sensoris di batang otak, di kirim melalui bagian tepi dari formasio retikularis. Input yang berasal dari hidung (olfactory) melalui sistem saraf hidung masuk kebagian otak depan. Struktur yang berasal dari hipotalamus dan sistem limbic juga memberikan input ke formasio retikularis, beberapa bagian dari fungsi viseral dan fungsi saraf otonom, dan serebelum juga turut memberikan input ke bagian medial formasio retikularis untuk diaturnya.

28

Ascending Reticular Activating system (ARAS) dari formasio retikularis bertanggungjawab untuk kesadaran dan bangun. Perjalanan nya melalui nuclei tak spesifik dari talamus hingga ke korteks otak; kerusakan pada bagian ini dapat menyebabkan koma. Formasio Retikularis mengirimkan impuls kebagian sensorik, motorik dan bagian autonom dari sistem saraf ditulang belakang yang menerima masukan dari bagian sensoris yang ada disana, keluar dari masing-masing preganglion saraf autonom, dan keluar dari sistem saraf motorik bagian tepi (LMN). Formasio Reticularis mengirimkan secara luas hubungan dengan inti yang ada dibatang otak (seperti nucleus tractus solitarius) dan pusat regulator autonom dan nukleus yang memodulasi fungsi viseral. Proyeksi bagian Efferen formasio retikularis ke hipotalamus, nukleus di septum dan area limbic di otak depan membantu untuk memodulasi fungsi autonom bagian visceral, pengeluaran sistem saraf endokrin dan bertanggungjawab pada emosi dan perilaku.

29

Proyeksi Bagian efferent formasio reticularis ke serebelum bersama dengan ganglia basalis untuk memodulasi sistem motorik bagian atas (UMN) dan sistem motorik bagian bawah (LMN) RAS terdiri dari beberapa sirkuit saraf yang menghubungkan otak ke korteks. Jalur ini berasal di inti batang otak reticular bagian atas dan proyeksi sirkuitnya melalui riley sinaptik dalam rostral intralaminar dan inti talamus ke korteks serebri. Akibatnya, Individu dengan lesi/ kerusakan kedua belah inti intralaminar talamus berakibat menjadi lesu atau mengantuk, bahkan dapat menyebabkan penurunan kesadaran atau koma.

Batas RAS ini tidak jelas dan cenderung merupakan suatu kesatuan istilah fisiologi daripada anatomi. Beberapa daerah yang termasuk dalam RAS adalah : `1. Formasio Reticularis di Otak tengah 2. Inti mesencephalon di Mesencephalon

30

3. Nukleus Intralaminar di talamus 4. Hipotalamus bagian belakang 5. Tegmentum Sirkuit saraf RAS dimodulasi oleh interaksi kompleks neurotransmitter utama. RAS mengandung komponen kolinergik dan adrenergik yang memperlihatkan sinergi serta tindakan kompetitif untuk mengatur aktivitas talamus dan korteks (talamokortikal) dan kondisi perilaku yang sesuai. Fungsi RAS RAS juga turut mengatur perubahan fisiologi dari keadaan tidur nyenyak hingga terjaga dan bersifat reversible untuk hal ini. Selama tidur, neuron di RAS akan memiliki aktifitas yang jauh lebih rendah sebaliknya, RAS memiliki tingkat aktivitas yang lebih tinggi selama keadaan sadar. Agar otak dapat tidur, harus ada pengurangan aktivitas ascending aferen mencapai korteks dengan penekanan aktivitas RAS. Sistem retikuler juga membantu mediasi transisi dari terjaga santai hingga periode Perhatian tinggi. Ada peningkatan aliran darah di daerah ini (menunjukan peingkatan aktivitas saraf) dalam formasio retikularis otak tengah dan inti intralaminar thalamic selama kegiatan yang memerlukan kewaspadan dan perhatian. Mengingat pentingnya RAS untuk perubahan modulasi Korteks, gangguan RAS menghasilkan perubahan dari siklus tidur-bangun dan ganguan kesadaran. Beberapa kondisi patologi RAS dapat dikaitkan dengan usia, nampak adanya penurunan reaktivitas dari RAS dari waktu ke waktu.3 Etiologi Secara umum stupor dan koma dapat disebabkan menjadi 3 kategori besar : 1. Kelainan struktural (33%) : kebanyakan kasus ditegakkan melalui pemeriksaan imaging otak CT-Scan, MRI, atau melalui lumbal punksi 2. Kelainan metabolik atau keracunan (66%) : dikonfirmasi melalui pemeriksaan darah 3. Kelainan psikiatri (1%)

Stupor atau koma yang disebabkan oleh penyakit mempengaruhi kedua hemisferotak atau batang otak. Lesi unilateral dari satu hemisfer tidak menyebabkan stupor ataukoma kecuali
31

massa tersebut besar hingga menekan hemisfer kontralateral atau batangotak. Koma yang disebabkan kelainan fokal di batang otak terjadi karena terganggunya reticular activating system. Kelainan metabolik dapat menyebabkan gangguan kesadarankarena efek yang luas terhadap formasio retikularis dan korteks serebral.

Tiga penyebab koma yang dapat cepat menyebabkan kematian dan dapatditangani antara lain : 1. Herniasi dan penekanan batang otak : space occupying lesionyang menyebabkan koma merupakan keadaan emergensi bedah saraf. 2. Peningkatan tekanan intrakranial (TIK) : peningkatan tekanan intrakranial dapatmenyebabkan gangguan perfusi otak dan global hypoxic-ischemic injury 3. Meningitis atau encephalitis : kematian akibat meningitis bakterialis atau herpesencephalitis dapat dicegah dengan terapi secepatnya.4

Contih penyebab struktural koma

Lesi kompresif
Hemisfer cerebral Hematoma epidural dan subdural, tumor dan abses Perdarahan subarachnoid, infeksi (meningitis), tumor Perdarahan intracerebral, infark, tumor dan abses

Lesi destruktif
Hemisfer cerebral Hipoksia iskemik

Hipoglikemi

Vaskulitis

ensefalitis leukoensefalopati Penyakit prion Leukoensefalopati yang multifokal dan progresif Diensefalon Perdarahan basal ganglia, tumor, infarkm dan abses,Tumor pituitary, tumor pineal Batang otak Tumor cerebelar, perdarahan cerebelar, abses cerebelar
32

Diensefalon Infark thalamus, ensefalitis, fatal familia insomnia, sindrom praneoplastik, tumor Batang otak Infark, perdarahan, infeksi

Fungsi dan metabolisme otak sangat bergantung pada tercukupinya penyediaan oksigen. Adanya penurunan aliran darah otak (ADO), akan menyebabkan terjadinya kompensasi dengan menaikkan ekstraksi oksigen (O2) dari aliran darah. Apabila ADO turun lebih rendah lagi, maka akan terjadi penurunan konsumsi oksigen secara proporsional.2 Glukosa merupakan satu-satunya substrat yang digunakan otak dan teroksidasi menjadi karbondioksida (CO2) dan air. Untuk memelihara integritas neuronal, diperlukan penyediaan ATP yang konstan untuk menjaga keseimbangan elektrolit. O2 dan glukosa memegang peranan penting dalam memelihara keutuhan kesadaran. Namun, penyediaan O2 dan glukosa tidak terganggu, kesadaran individu dapat terganggu oleh adanya gangguan asam basa darah, elektrolit, osmolalitas, ataupun defisiensi vitamin. 6 Proses metabolik melibatkan batang otak dan kedua hemisfer serebri. Koma disebabkan kegagalan difus dari metabolisme saraf. 1. Ensefalopati metabolik primer Penyakit degenerasi serebri yang menyebabkan terganggunya metabolisme sel saraf dan glia. Misalnya penyakit Alzheimer. 2. Ensefalopati metabolik sekunder Koma terjadi bila penyakit ekstraserebral melibatkan metabolisme otak, yang mengakibatkan kekurangan nutrisi, gangguan keseimbangan elektrolit ataupun keracunan. Pada koma metabolik ini biasanya ditandai dengan gangguan system motorik simetris dan tetap utuhnya refleks pupil (kecuali pasien mempergunakan glutethmide atau atropin), juga utuhnya gerakan-gerakan ekstraokuler (kecuali pasien mempergunakan barbiturat).3 Tes darah biasanya abnormal, lesi otak unilateral tidak menyebabkan stupor dan koma. Jika tidak ada kompresi ke sisi kontralateral batang otak lesi setempat pada otak menimbulkan koma karena terputusnya ARAS. Sedangkan koma pada gangguan metabolik terjadi karena pengaruh difus terhadap ARAS dan korteks serebri. 6

33

No

Penyakit sistemik

metabolic

atau Keterangan

Elektrolit imbalace

Hipo- atau hipernatremia, hiperkalsemia, gagal ginjal dan gagal hati.

2 3 4 5 6 7

Endokrin Vascular Toksik Nutrisi Gangguan metabolic Gagal organ

Hipoglikemia, ketoasidosis diabetik Ensefalopati hipertensif Overdosis obat, gas karbonmonoksida (CO) Defisiensi vitamin B12 Asidosis laktat Uremia, hipoksemia, ensefalopati hepatik

Gangguan Struktur Intrakranial Penurunan kesadaran akibat gangguan fungsi atau lesi struktural formasio retikularis di daerah mesensefalon dan diensefalon (pusat penggalak kesadaran) disebut koma diensefalik. Secara anatomik, koma diensefalik dibagi menjadi dua bagian utama, ialah koma akibat lesi supratentorial dan lesi infratentorial.

Gambar 4 gangguan structural 2

Lindsay, KW dan Bone I. 1997. Coma and Impaired Conscious Level dalam Neurology and Neurosurgery Illustrated. Churchill Livingstone

1.

Koma supratentorial
34

a. Lesi mengakibatkan kerusakan difus kedua hemisfer serebri, sedangkan batang otak tetap normal. b. Lesi struktural supratentorial (hemisfer). Adanya massa yang mengambil tempat di dalam kranium (hemisfer serebri) beserta edema sekitarnya misalnya tumor otak, abses dan hematom mengakibatkan dorongan dan pergeseran struktur di sekitarnya, terjadilah herniasi girus singuli, herniasi transtentorial sentral dan herniasi unkus3 1)Herniasi girus singuli Herniasi girus singuli di bawah falx serebri ke arah kontralateral menyebabkan tekanan pada pembuluh darah serta jaringan otak, mengakibatkan iskemi dan edema. 2) Herniasi transtentorial/ sentral Herniasi transtentorial atau sentral adalah hasil akhir dari proses desak ruang rostrokaudal dari kedua hemisfer serebri dan nukli basalis; secara berurutan menekan disensefalon, mesensefalon, pons dan medulla oblongata melalui celah tentorium. 3 3)Herniasi unkus Herniasi unkus terjadi bila lesi menempati sisi lateral fossa kranii media atau lobus temporalis; lobus temporalis mendesak unkus dan girus hipokampus ke arah garis tengah dan ke atas tepi bebas tentorium yang akhirnya menekan mesensefalon.
2,3

2. Koma infratentorial Ada dua macam lesi infratentorial yang menyebabkan koma. 1. Proses di dalam batang otak sendiri yang merusak ARAS atau/ serta merusak pembuluh darah yang mendarahinya dengan akibat iskemi, perdarahan dan nekrosis. Misalnya pada stroke, tumor, cedera kepala dan sebagainya. 5 2. Proses di luar batang otak yang menekan ARAS 2 1. Langsung menekan pons

35

2. Herniasi ke atas dari serebelum dan mesensefalon melalui celah tentorium dan menekan tegmentum mesensefalon. 3. Herniasi ke bawah dari serebelum melalui foramen magnum dan menekan medulla oblongata. Dapat disebabkan oleh tumor serebelum, perdarahan serebelum dan sebagainya. Ditentukan lateralisasi (pupil anisokor, hemiparesis) dan dibantu dengan pemeriksaan penunjang.5 Gambar 5 Tipe herniasi

Patofisiologi Mempertahankan kesadaran membutuhkan fungsi utuh dari kedua belahan otak dan mempertahankan mekanisme arousal dalam system aktivasi retikuler (Reticular Activating System-juga dikenal sebagai sistem ascending arousal), suatu jaringan nucleus yang luas dan serat yang saling berhubungan di atas pons, otak tengah, dan diencephalon

posterior. Oleh karena itu, mekanisme gangguan kesadaran harus melibatkan keduabelahan otak atau disfungsi dari RAS.

Untuk dapat mengganggu kesadaran, disfungsi serebral harus bilateral; gangguan pada 1sisi belahan otak tidak cukup, meskipun dapat menyebabkan defisit neurologisberat. Namun,

36

jarang, sebuah lesi fokal unilateral besar (misalnya, stroke arteri serebralmedia kiri) merusak kesadaran jika sudah terkompensasi oleh belahan otak kontralateral. Biasanya, disfungsi RAS dapat timbul dari suatu kondisi yang memiliki efek menyebar,seperti gangguan toksik atau metabolik (misalnya, hipoglikemia, hipoksia, uremia,overdosis obat). Disfungsi RAS juga dapat disebabkan oleh iskemia fokal

(misalnya,infark batang otak),perdarahan, atau gangguan mekanik langsung.Kondisi yang meningkatkan tekanan intrakranial dapat menurunkan tekanan perfusi otak,mengakibatkan iskemia otak sekunder. Iskemia otak sekunder dapat mempengaruhi RASatau kedua belahan otak, dan merusak/mengganggu kesadaran.Ketika kerusakan otak luas, herniasi otak memberikan kontribusi untuk kerusakan neurologis karena langsung mengkompresi jaringan otak, meningkatkan tekananintrakranial, dan dapat menyebabkan hidrosefalus.4

Peningkatan TIK Otak berada didalam rongga tengkorak,yang dilindungi oleh selaput durameter. Struktur tulang tengkorak yang kaku dan keras serta selaput durameter yang tidak elastis mengurangi kemungkinan pengembangan jaringan otak dalam keadaan tertentu. Di dalam rongga tengkorak yang kaku terdapat jaringan otak,darah dan pembuluh darah serta cairan serebrospinalis. Tekanan intrakranial merupakan jumlah total dari tekanan yang mewakili volume jaringan otak, volume darah intrakranial dan cairan serebrospinalis. Apabila volume dari salah satu faktor tadi meningkat dan tidak dapat dikompensasi oleh kedua faktor yang lain, maka terjadilah tekanan tinggi intrakranial. Tekanan tinggi intrakranial secara klasik ditandai dengan suatu trias, yaitu nyeri kepala, muntah-muntah dan papil edem. Dalam hal ini foto polos kepala dapat membantu untuk menentukan ada tidaknya tekanan tinggi intrakranial.

Hukum Monroe Kellie Perubahan volume salah satu komponen intra kranial akan menyebabkan perubahan kompensatorik volume komponen intra kranial lainnya. Peningkatan tekanan intrakranial terjadi bila peningkatan volume dari satu atau lebih komponen tidak dapat diatasi dengan penurunan volume dari komponen lainnya.

37

Sebagian besar cairan serebrospinalis dibentuk oleh ventrikel lateral otak dengan kecepatan 0,3 0,4 meningococcus/menit atau 500 meningococcus/hari. Dalam keadaan normal jumlah cairan serebrospinalis adalah 100 - 150 meningococcus (Obrein MS 1980). Cairan kebanyakan keluar dari setiap ventrikel lateral, melalui foramen Monro menuju ventrikel III, melalui akuaduktus Sylvi masuk ke ventrikel IV dan mengalir ke ruang subrakhnoid melalui foramen Luschka dan Magendi. Ruang subarakhnoid mengelilingi otak dan medula spinalis, dan cairan serebrospinalis bersirkulasi diseluruh ruang tersebut (Gilroy J 1975). Kebanyakan absorpsi cairan serebrospinalis terjadi pada villi arakhnoid. Mekanisme yang pasti kenapa terutama mengambil tempat tersebut tidak diketahui, tetapi perbedaan diantara tekanan hidrostatik cairan serebrospinalis dan sinus-sinus venosus adalah sangat penting. Kapasitas absopsi adalah 2-4 kali lebih besar dari kecepatan normal sirkulasi cairan serebrospinalis (Obrein MS 1980). Otak dan cairan serebrospinalis bersama-sama dengan pembuluh darah otak diliputi oleh tulang yang kaku. Rongga kranium normal mengandung berat otak 1400 gram, 75 ml darah dan 75 ml cairan serebrospinalis. Otak, volume darah dan cairan serebrospinalis didlam kranium pada setiap saat harus relatif konstan (hipotesa Monro-Kellie). Yang lebih penting adalah penekanan pada pembuluh darah otak bila terjadi peninggian tekanan intrakranial (Ganong WF, Kandel ER)

Kranium dan kanalis vertebralis yang utuh, bersama-sama dengan durameter membentuk suatu wadah yang berisi jaringan otak, darah dan cairan serebrospinalis. Jika diukur tekanan intrakranial yang normal adalah 5-15 mm Hg (Kandal ER). Penulis lain mencatat tekanan intrakranial adalah 5-20 mm Hg (Adam RD)

Bila terjadi kenaikan yang relatif kecil dari volume otak, keadaan ini tidak akan cepat menyebabkan tekanan tinggi intrakranial. Sebab volume yang meninggi ini dapat dikompensasi dengan memindahkan cairan serebrospinalis dari ronga tengkorak ke kanalis spinalis dan disamping itu volume darah intrakranial akan menurun oleh karena berkurangnya peregangan durameter. Hubungan antara tekanan dan volume ini dikenal dengan complience. Jika otak, darah dan cairan serebrospinalis volumenya terus menerus meninggi, maka mekanisme penyesuaian ini akan gagal dan terjadilah tekanan tinggi intrakranial (Adams RD, Youmans JR).6

38

ETIOLOGI TEKANAN TINGGI INTRAKRANIAL 1. Volume intrakranial yang meninggi (Adams RD 1989) Volume intrakranial yang meninggi dapat disebabkan oleh: Tumor serebri Infark yang luas Trauma Perdarahan Abses Hematoma ekstraserebral Acute brain swelling 2. Dari faktor pembuluh darah Meningginya tekanan vena karena kegagalan jantung atau karena obstruksi mediastinal superior, tidak hanya terjadi peninggian volume darah vena di piameter dan sinus duramater, juga terjadi gangguan absorpsi cairan serebrospinalis. 3. Obstruksi pada aliran dan pada absorpsi dari cairan serebrospinalis, maka dapat terjadi hidrosefalus6

Edema Cerebri Jenis-jenis edema otak meliputi edema vasogenik, sitotoksik, hidrostatik, dan hipoosmotik. Edema otak dapat berperan sebagai faktor penyebab koma, dan dapat pula timbul sebagai komplikasi dari koma melalui berbagai mekanisme atai iatrogenik. Edema otak vasogenik merupakan bentuk edema ekstraseluler. Cairan terkumpul secara pasif di dalam ruang interstisial sesudah terjadi kerusakan sawar darah otak. Hal demikian diinduksi oleh meningginya tekanan hidrostatik lokal, misalnya pada hipertensi sistemik, blokade aliran vena, neoplasma, abses, trauma kapitis, dan sebagian besar episoda cerebrovaskular. Edema sitotoksik, adalah suatu akumulasi air di dalam sel-sel otak, disebabkan oleh abnormalitas tekanan osmotik intraseluler atau dinamika membran sel, tanpa terganggunya sawar darah-otak. Hal demikian ini disebabkan oleh tiadanya energi (hipoksemia dan atau iskemia) atau oleh toksin. Akibat dari edema sitotoksik ini adalah terganggunya fungsi sel otak. Edema hidrostatik merupakan mekanisme ensefalopati hipertensif, tetapi juga dapat terjadi pada truma kapitis dan pasca dekompresi massa intrakranial yang telah meningkatkan tekanan intrakranial dan menyebabkan terjadinya pergeseran jaringan otak. Edema hidrostatik
39

ini sebenarnya merupakan bentuk lain dari edema ekstraseluler, tetapi lebih disebabkan oleh takanan intravaskuler yang hebat oleh daripada kerusakan dinding pembuluh darah. Edema jenis ini akan terjadi apabila hipertensi arterial dikombinasikan dengan hilangnya vasokonstriksi protektif yang merupakan mekanisme autoregulasi. Edema hipo-osmotik akan terjadi apabila kadar natrim dalam serum turun di bawah 120 mEq/liter. Hiponatremia dapat terjadi pada pemberian infus dextrose 5% secara berlebihan, atau sebagai akibat dari syndrome of inappropiate antidiuretic hormone secretion. Sebagaimana telah diketahui edema otak dapat membahayakan kehidupan penderita melalui herniasi otak.7

Development

Permeability

Cytotoxic 1. Cell membrane Na+/K+ permeability 2. Na+/K+-ATPase failure 3. Uptake of osmotically active solutes Unchanged

Vasogenic Permeability of capillary endothelial cells (caused by tissue necrosis) (BBB disruption)

Osmotic Osmotic gradient (plasma tissue) Unchanged No proteins Rich in electrolytes (tissue hyperosmolality) Eletrolytes (serum hypo-osmolality) Cell swelling

Edema fluid

No proteins Rich in electrolytes

Rich in protein

Morphology

Cell swelling Interstitial space

No cell swelling Interstitial space

Herniasi otak Adanya tekanan tinggi intrakranial dapat menimbulkan cedera karena pergeseran otak dan herniasi. Sulit untuk menentukan apakah kerusakan otak yang terjadi merupakan akibat dari pengaruh tekanan pada neuron atau glia, atau karena iskhemia lokal akibat kompresi pada pembuluh darah setempat. Herniasi otak terjadi karena timbulnya perbedaan tekanan antarkompartmen kraniospinal. Ada beberapa jenis herniasi yang dikenal yaitu : herniasi transtentorial ke bawah (sentral dan unkal), herniasi subfaksial, herniasi transtentorial ke atas yang dikenal sebagai herniasi upward dan herniasi transforaminal. Lesi massa supratentorial dapat menyebabkan herniasi subfaksial dan herniasi transtentorial ke bawah, baik bilateral (sentral) atau unilateral (unkal), tergantung dari distribusi elevasi penekanannya. Pada herniasi transtentorial sentral,
40

pergeseran hemisfer otak dan ganglia basalis ke bawah akan menekan dan mendorong, diensefalon dan otak tengah ke kaudal melalui insisura tentorial. Herniasi tipe inin menimbulkan distorsi rostrokaudal dan disfungsi progresif dari diensefalon, otak tengah, pons, dan akhirnya medula oblongata. Sedangkan pada herniasi transtentorial unkal, unkus dan hipokampus tergeser ke medial ke arah tentorial knotch, antara tepi tentorium dan batang otak. Gejala dan tanda klinis pada peristiwa ini dapat disebabkan oleh distorsi batang otak dan regangan pembuluh darah atau kompresi batang otak oleh lobus temporalis medialis. Herniasi unkal menyebabkan kompresi N III pada level otak tengah dan kompresi batang otak ipsilateral oleh lobus temporalis medialis. Kompresi batang otak kontralateral dapat terjepit terhadap pinggir bebas tentorial knotch. Gejala ini disebut sebagai kernohan sign. Bila proses ini berlanjut, gangguan batang otak sebagai disfungsi rostro-kaudal dari pons dan medula terjadi seperti pada peristiwa herniasi sentral. Pada herniasi subfaksial, girus cinguli terdorong ke medial menyeberang garis tengah dan terjepit di bawah falks cerebri. Herniasi ini akan menyebabkan kompresi dan obstruksi vena serebri interna dan juga arteri serebri anterior ipsilateral. Biasanya lesi otak unilateral pada awalnya menyebabkan subfaksial dan baru herniasi sentral atau unkal. Lesi fossa posterior dapat menyebabkan herniasi transtentorial ke atas atau herniasi transforaminal. Pada herniasi transtentorial ke atas, serebelum dan batang otak terdorong ke atas, sedangkan herniasi transforaminal akan berakibat penekanan pada medula oblongata dan terjad igangguan respirasi yang progresif dan fatal. Herniasi sentral dan unkal menimbulkan dua gambaran klinis yang berbeda yaitu sindrom sentral dan sindrom unkal. Gejala klinis dari sindrom herniasi sentral berjalan rostro-kaudal, diawali dari stadium diensefalik kemudian berlanjut ke otak tengah, pons dan stadium medula. Indikasi adanya stadium kompresi diensefalon adalah perubahan tingkah laku atau penurunan kesadaran sampai koma. Selanjutnya tanda-tanda kelainan neurologis dapat ditentukan berdasarkan pola pernafasan, tanda okular, dan tanda motorik yang khas pada tiap fase. Pada fase diensefalik, bisa kita dapatkan pola pernafasan cheyne-stokes, pupil kecil dan hampir tidak bereaksi terhadap cahaya. Lesi unilateral dapat juga menimbulkan hemiparese kontralateral. Pada fase otak tengah, pola pernafasan berubah menjadi takipnea, pupil cenderung terfiksasi ke tengah (oftalmoplegia intranuklear), refleks okulo-vestibuler mulai terganggu dan motorik menampilkan postur deserebrasi. Fase pons biasanya merupakan
41

tahap selanjutnya, dimana pola pernafasan yang timbul adalah hiperventilasi menurun namun masih cepat dan dangkal, pupil tetap terfiksasi pada posisi tengah dan refleks okulovestibular tak lagi didapatkan. Motorik menjadi flasid. Pada fase medula oblongata pola pernafasan menjadi tak teratur, kadang hiperpnea yang diselingi dengan apnea. Hipoksia yang berkelanjutan menyebabkan pupil dilatasi, tekanan darah menurun. Bila proses ini terus berlanjut maka fase akhir yang kita dapatkan adalah menghilangnya fungsi batang otak, keadaan ini yang biasa disebut dengan mati otak.8

Tatalaksana Penurunan kesadaran Prinsip pengobatan kesadaran dilakukan dengan cepat, tepat dan akurat, pengobatan dilakukan bersamaan dalam saat pemeriksaan. Pengobatan meliputi dua komponen utama yaitu umum dan khusus. Umum a. Tidurkan pasien dengan posisi lateral dekubitus dengan leher sedikit ekstensi bila tidak ada kontraindikasi seperti fraktur servikal dan tekanan intrakranial yang meningkat. b. Posisi trendelenburg baik sekali untuk mengeluarkan cairan trakeobronkhial, pastikan jalan nafas lapang, keluarkan gigi palsu jika ada, lakukan suction di darah nasofaring jika diduga ada cairan. c. Lakukan imobilisasi jika diduga ada trauma servikal, pasang infus sesuai dengan kebutuhan bersamaan dengan sampel darah.
42

d. Pasang monitoring jantung jika tersedia bersamaan dengan melakukan elektrokardiogram (EKG). e. Pasang nasogastric tube, keluarkan isi cairan lambung untuk mencegah aspirasi, lakukan bilas lambung jika diduga ada intoksikasi. Berikan tiamin 100 mg iv, berikan destrosan 100 mg/kgbb. Jika dicurigai adanya overdosis opium/ morfin, berikan nalokson 0,01 mg/kgbb setiap 5-10 menit sampai kesadaran pulih (maksimal 2 mg).

Khusus Pada herniasi a. Pasang ventilator lakukan hiperventilasi dengan target PCO2: 25- 30 mmHg. b. Berikan manitol 20% dengan dosis 1-2 gr/ kgbb atau 100 gr iv. Selama 10-20 menit kemudian dilanjutkan 0,25-0,5 gr/kgbb atau 25 gr setiap 6 jam. c. Edema serebri karena tumor atau abses dapat diberikan deksametason 10 mg iv lanjutkan 4-6 mg setiap 6 jam. d. Jika pada CT scan kepala ditemukan adanya CT yang operabel seperti epidural hematom, konsul bedah saraf untuk operasi dekompresi. Pengobatan khusus tanpa herniasi a. Ulang pemeriksaan neurologi yang lebih teliti. b. Jika pada CT scan tak ditemukan kelainan, lanjutkan dengan pemeriksaan pungsi lumbal (LP). Jika LP positif adanya infeksi berikan antibiotik yang sesuai. Jika LP positif adanya perdarahan terapi sesuai dengan pengobatan perdarahan subarakhnoid. 5

43

SOL Definisi Lesi yang meluas atau menempati ruang dalam otak termasuk tumor, hematoma dan abses. Epidemiologi 1. Keganasan Metastase, glioma, menigioma, pituitary adenoma, dan acoustic neuroma (merupaka 95% dari seluruh tumor otak). Pada orang dewasa, 2/3 dari tumor otak primer termasuk supratentorial, sedangkan pada anak-anak 2/3 tumor otak adalah jenis infratentorial. Tumor primer meliputi astrositoma, glioblastoma, multifore, oligodendroglioma, dan ependioma. Semuanya mempunyai 5 years survival rate yang kurang dari 50%. Cerebelar hemangioblastoma memiliki tingkat survival rate 20 tahun sebesar 40%. Meningioma memiliki recovery total apabila dibuang. 30% tumor otak merupakan metastase dan 50%nya adalah multiple tumor. Primer tersering adalah kanker paru, diikuti oleh kanker payudara, karsinoma kolon dan melanoma maligna. 2. Penyebab lain Hematoma akibat trauma, faktor resikonya termasuk usia tua dan antikoagulasi. Abses cerebri cukup jarang, yang termasuk resikonya adalah COPD yang dapat menjadi sumber infeksi terhadap sirkulasi sistemik. Abses cerebri bersifat multiple pada 25% kasus. Amoebiasis dan sistiserkosis cerebral jarang terjadi. Infeksi dan limfoma CNS lebih sering terjadi dengan infeksi HIV. Granuloma dan tuberkuloma dapat terjadi. Manifestasi klinik Gejala dan tanda peningkatan tekanan intrakranial 1. Sakit kepala Gejala yang terberat, umumnya bertambah berat pada malam hari dan pada saat bangun tidur pagi serta pada keadaan dimana terjadi peninggian tekanan tinggi intrakranial seperti saat batuk, bersin, koitus atau waktu posisi berbaring, berjalan progresif 2. Muntah

44

Pada 1/3 penderita dengan gejala tumor otak dan biasanya diserta dengan nyeri kepala. Sering akibat tumor di fossa posterior. Bisa proyektil atautidak dan sering tidak disertai dengan perasaan mual. 3. Penurunan kesadaran 4. Penglihatan kabur 5. Papiledema 6. Bradikardia Gejala lain 1. Kejang 2. Gangguan kepribadian dan mental 3. Demam (jika da abses karena infeksi) 4. Defisit neurologis fokal yang progresif tergantung lokasi lesi. Terjadi akibat kompresi neuron oleh massa tumor dan edema disekitarnya Lobus frontalis : kelemahan lengan dan tungkai kontralateral, afasia motorik, perubahan kepribadian, emosional, tingkah laku dan gangguan intelektual Lobus temporalis : afasia sensorik (jika terkena lobus temporalis dominan), gangguan lapang pandang (kuadranopsia homonim atas) Lobus parietalis : gangguan sensorik, gangguan lapang pandang (kuadranopsia homonim bawah), agnosia jari, akalkulia, agrafia, apraksia Lobus oksipitalis : gangguan lapang pandang (hemianopsia homonim) Korpus kalosum : sindrom diskoneksi Hipotalamus/hipofisis : gangguan endokrin Batang otak : penurunan kesadaran, muntah, cegukan, tremor, kelainan gerakan bola mata, abnormalitas pupil Serebelum : ataksia berjalan, tremor intensional, disartia, nistagmus.

45

ABSES Abses otak adalah suatu proses infeksi dengan pernanahan yang terlokalisir diantara jaringan otak yang disebabkan oleh berbagai macam variasi bakteri, fungus dan protozoa. Walaupun teknologi kedokteran diagnostik dan perkembangan antibiotika saat ini telah mengalami kemajuan, namun rate kematian penyakit abses otak tetap masih tinggi yaitu sekitar 10-60% atau rata-rata 40%. Penyakit ini sudah jarang dijumpai di negara-negara maju, namun karena resiko kematiannya tinggi, abses otak termasuk golongan penyakit infeksi yang mengancam kehidupan masyarakat. Menurut Britt, Richard et al, penderita abses otak lebih banyak dijumpai pada laki-laki daripada perempuan dengan perbandingan 3:1 yang umumnya masih usia produktif yaitu sekita 20-50 tahun. Faktor etiologi dan presdisposisi Sebagian besar abses otak berasal langsung dari penyebaran infeksi telinga tengah, sinusitis (paranasal, ethmoidalis, sphenoidalis dan maxilaris). Abses dapat timbul akibat dari penyebaran secara hematogen dari infeksi paru sistemik (empyema, abses paru, bronkiektasis, pneumonia), endokarditis bakterial akut dan subakut dan pada penyakit jantung bawaan Tetralogi Fallot (abses multiple, lokasi pada substansi putih dan abu dari jaringan otak). Abses otak yang penyebarannya secara hematogen, letak absesnya sesuai dengan peredaran darah yang terdistribusi oleh arteri cerebri media terutama lobus parietalis, atau cerebellum dan batang otak. Abses dapat juga dijumpai pada penderita penyakit immunologik seperti AIDS, penderita penyakit kronis yang mendapat kemoterapi/steroid yang dapat menurunkan sistem kekebalan tubuh. 20-37% penyebab abses otak tidak diketahui. Penyebab abses yang jarang dijumpai, osteomyelitis tenglorak, sellulitis, erysipelas wajah, abses tonsil, pustula kulit, luka tembus pada tengkorak kepala, infeksi gigi luka tembak di kepala, septikemia. Berdasarkan sumber infeksi dapat ditentukan lokasi timbulnya abses dilobus otak. Infeksi sinus paranasal dapat menyebar secara retrograd thrombophlebitis melalui klep vena diploika menuju lobus frontalis atau temporal. Bentuk absesnya biasanya tunggal, terletak superficial di otak, dekat dengan sumber infeksinya. Sinusitis frontal dapat menyebabkan
46

abses di bagian anterior dan inferior lobus frontalis. Sinusitis sphenoidalis dapat menyebabkan abses pada lobus frontalis atau temporalis. Sinusitis maxillaris dapat menyebabkan abses pada lobus temporalis. Sinusitis ethmoidalis dapat menyebabkan abses pada lobus frontalis. Infeksi pada telinga tengah dapat menyebar ke lobus temporalis. Infeksi pada mastoid dan kerusakan tengkorak kepala karena kelainan bawaan seperti kerusakan tegmentum timpani, atau kerusakan tulang temporal oleh kolesteoma dapat menyebar ke dalam cerebellum. Infeksi parasit (schistosomiasis, amoeba, fungus(Actinonmycosis, Candida albicans) dapat menimbulkan abses, tetapi hal ini jarang terjadi. Neuropatologi dan gambaran CT Scan Proses pembentukan abses otak oleh bakteri Streptococcus alpha haemolyticus secara histologis dibagi dalam 4 fase dan waktu 2 minggu untuk terbentuknya kapsul abses. 1. Early cerebritis Terjadi reaksi radang lokal dengan infiltrasi polymorphonuclear leukosit, limfosit dan plasma sel dengan pergeseran aliran darah tepi yang dimulai pada hari pertama dan meningkat pada hari ke 3. Sel-sel radang terdapat pada tunika adventisia dari

pembuluh darah dan mengelilingi daerah nekrosis infeksi. Peradangan perivaskular ini disebut cerebritis. Saat ini terjadi edema disekitar otak dan peningkatan efek massa karena pembesaran abses. Gambaran CT Scan : Pada hari pertama terlihat daerah yang hipodens dengan sebagian gambaran seperti cincin. Pada hari ketiga gambaran cincin lebih jelas sesuai diameter serebritisnya. Didapati mengelilingi pusat nekrosis. 2. Late Cerebritis Saat ini terjadi perubahan histologis yang sangat berarti. Daerah pusat nekrosis membesar oleh karena peningkatan acellular debris dan pembentukan nanah karena pelepasan enzim-enzim dari sel radang. Ditepi pusat nekrosis didapati daerah sel radang, makrofag-makrofag besar dan gambaran fibroblast yang terpencar. Fibroblast mulai menjadi retikulum yang akan membentuk kapsul kolagen. Pada fase ini edema otak menyebar maksimal sehingga lesi menjadi sangat besar. Gambaran CT Scan : gambaran cincin sempurna, 10 menit setelah pemberian kontras perinfus. Kontras masuk ke daerah sentral dengan gambaran lesi homogen (menunjukkan adanya cerebritis) 3. Early capsule formation
47

Pusat nekrosis mulai mengecil, makrofag menelan acellular debris dan fibroblast meningkat dalam pembentukan kapsul. Lapisan fibroblast membentuk anyaman retikulum mengelilingi pusat nekrosis. Di daerah ventrikel, pembentukan dinding sangat lambat oleh karena kurangnya vaskularisasi di daerah substansia putih dibanding substansia abu. Pembentukan kapsul yang terlambat dipermukaan tengah memungkinkan abses membesar ke dalam substansia putih. Bila abses cukup besar, dapat robek ke dalam ventrikel lateralis. Pada pembentukan kapsul, terlihat daerah anyaman retikulum yang tersebar membentuk kapsul kollagen. Reaksi astrosit disekitar otak mulai meningkat. Gambaran CT Scan : hampir sama dengan fase cerebritis, tetapi pusat nekrosis lebih kecil dan kapsul terlihat lebih tebal. 4. Late capsule formation Terjadi perkembangan lengkap abses dengan gambaran histologis sebagai berikut : bentuk pusat nekrosis diisi oleh accelular debris dan sel-sel radang. Daerah tepi dari sel radang, makrofag dan fibroblast. Kapsul kolagen yang tebal. Lapisan neovaskular sehubungan dengan cerebritis yang berlanjut. Reaksi astrosit, gliosis dan edema otak diluar kapsul. Gambaran CT Scan : Gambaran kapsul dari abses terlihat jelas, sedangkan daerah nekrosis tidak diisi oleh kontras.

Gejala dan Tanda Klinis Hampir seluruh penderita abses didapati keluhan sakit kepala (70-90%), muntah-muntah (2530%), kejang-kejang (30-50%), Gejala pusing, vertigo, ataxia (pada penderita abses cerebelli), gangguan bicara (19,6%), hemianopsis (31%). Unilaral midriasis (20,5%) yang merupakan indikasi terjadinya herniasi tentorial. Gejala fokal (61%) pad apenderita abses supratentorial)

Pemeriksaan untuk Diagnosa GCS : untuk menentukan derajat kesadaran penderita Rontgen foto kepala, sinus atau mastoid, thorax : untuk mencari sumber infeksi CT Scan : untuk menentukan lokasi abses dengan tepat dan fase abses

Diagnosis Banding

48

Tumor ganas, thrombophlebitis intra cerebral, empyema subdural, abses extradural, ensefalitis.

Pemeriksaan Laboratorium Jumlah leukost : 10rb-20rb/cm# LED meningkat 45 mm/jam Lumbal punksi tidak dianjurkan (tidak spesifik untuk abses otak), karena dapat dengan cepat menunjukkan tanda-tanda herniasi otak

Komplikasi Robeknya kapsul abses ke dalam ventrikel atau ke ruang subarachnoid, penyumbatan cairan serebrospinal, edema otak, herniasi tentorial oleh massa abses otak

Prinsip pengobatan Untuk menghilangkan proses infeksi, efek massa dan edema terhadap otak. Pemberian antibiotik yang tepat selama 6-8 minggu untuk mengecilkan abses dan 10 minggu untuk menghilangkan efek massa dari abses otak.9

49

Analisa Kasus Pada pasien ini penurunan kesadaran diakibatkan karena terdapatnya lesi desak ruang yang disebabkan oleh karena abses. Pengambilan WD sebagai abses dikarenakan terdapatnya demam pada pemeriksaan tanda-tanda vital, dan didapatkannya leukositosis pada pemeriksaan laboratorium yang dimana dapat dikarenakan terjadinya infeksi pada parenkim otak. Sebagai DD adalah terjadinya stroke berulang, dikarenakan pasien memiliki riwayat stroke dan hipertensi yang dapat menyebabkan terjadinya stroke berulang, dan juga sebagai DD dapat diambil tumor cerebri maka dari itu untuk memastikan diagnosis dilakukan pemeriksaan CT Scan pada CT scan terdapat suspect abses pada lobus parietalis kanan, pemeriksaan CT Scan untuk mendiagnosis pasti abses haruslah dilakukan menggunakan kontras, tetapi karena keluarga dari pasien menolak, maka tidak dilakukan pemeriksaan CT scan menggunakan kontras. Abses pada pasien ini dapat diakibatkan karena penyebaran secara hematogen oleh karena infeksi paru, dimana didapatkan gambaran pneumonia pada pemeriksaan rontgen thorax PA, dan riwayat pasien yang menderita batuk dan pilek. Dengan adanya abses ini, maka dapat memungkinkan terjadinya peningkatan tekanan intrakranial yang dikarenakan karena efek massa. Hal ini dapat menimbulkan desakan dan
peregangan mikrovaskuler akibatnya terjadi pergeseran jaringan otak dan kerusakan jaringan. Pada

abses juga dapat terjadi edema otak, yang dapat meningkatkan kemungkinan terjadinya peningkatan tekanan intrakranial. Peningkatan tekanan intracranial yang terjadi pada pasien ini dapat menimbulkan penekanan pada jaras kesadaran yaitu ARAS, maka dapat terjadi penurunan kesadaran dan akibat dari peningkatan tekanan intrakranial dapat pula menimbulkan herniasi. Herniasi yang terjadi diakibatkan karena terdapatnya abses pada supratentorial sehingga dapat terjadi herniasi sentral dan unkus. Akibat dari herniasi tersebut terjadi penekanan ke batang otak. Parese-parese nervus III, IV dan VI yang terjadi pada pasien yang ditandai dengan pasien melirik ke kiri diakibatkan terdapatnya herniasi. Refleks dolls eye yang negatif pada pemeriksaan menunjukkan terjadinya penekanan pada mesensefalon-pons. Pada pasien juga terdapat pernafasan hiperventilasi dimana dapat diakibatkan karena terjadi penekanan pada mesensefalon dan pons. Pengobatan yang diberikan Pemberian Manitol pada pasien ini dimaksudkan untuk mengurangi peningkatan tekanan intrakranial yang terjadi pada pasien Manitol merupakan terapi pilihan pada penderita
peningkatan tekanan intracranial karena dianggap dianggap paling memadai sebab tidak 50

dimetabolisme oleh tubuh, stabil dan efeknya yang panjang.

Manitol bekerja dengan cara

meningkatkan perbedaan osmolaritas antara intra dan ekstravaskular sehingga menarik cairan dari jaringan otak ke dalam intravaskuler. Manitol menurunkan tekanan intracranial dengan cara

mengurangi volume otak yang normal dan tidak mengurangi volume jaringan patologis. Pengaruh dari hilangnnya cairan didalam jaringan otak yang edema ini akan mengurangi volume otak dan dengan demikian tekanan intracranial berkurang. Tetapi sesudah sekitar 1 jam tekanan mulai kembali lagi pada tingkat sebelumnya atau diatasnya dan ini disebut rebound phenomena. Untuk mencegah atau mengurangi rebound ini dengan pemberian manitol lebih lanjut. Kontraindikasi dalam pemberian manitol adalah adanya hipersensitivitas terhadap manitol, gagal ginjal berat (anuria), perdarahan intracerebral yang masih aktif, gagal jantung, edema pulmonal dan kongesti pulmonal. Pemberian cortidex pada pasien ini adalah untuk mengurangi edema cerebri. Kebanyakan studi klinis menunjukkan bahwa penggunaan steroid dapat mempengaruhi penetrasi antibiotik tertentu dan dapat menghalangi pembentukan kapsul abses. Tetapi penggunaannya dapat dipertimbangkan pada kasus-kasus dimana terdapat risiko edema cerebri. Amlodipine pada pasien ini digunakan untuk mengatasi hipertensi yang terjadi. Paracetamol digunakan untuk mengurangi demam akibat abses yang terjadi Cefotaxime merupakan antibiotik yang dapat menmbus kapsul abses dengan baik, dan pemberian metronidazole untuk kuman anaerob, dan pemberian obat OAT yaitu INH, rifampisin, ethambutol, dan pirazinamid daapt diberikan karena abses yang terjadi pada otak dapat disebabkan oleh tuberkuloma. Sohobion mengandung Vitamin B1 100 mg, Vitamin B6 200 mg, Vitamin B12 200, digunakan

untuk memelihara jaringan saraf.

51

Daftar Pustaka 1. Lumbantobing SM. Neurologi Klinik Pemeriksaan Fisik dan Mental. Cetakan ke-14. Balai penerbit Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Jakarta : 2011 2. Pengenalan dan Penatalaksanaan Kasus-kasus Neurologi. Buku ke-2. Penerbit Departemen Saraf RSPAD Gatot Soebroto Ditkesad. Jakarta : 2007 3. Fadly akhmad. 2011. RAS. Diunduh dari http://brainklinik.blogspot.com/2011/09/reticular-activating-system-ras.html, 19 agustus 2012.

4. Pratita S. 2011. Penurunan Kesadaran. Diunduh dari


http://www.scribd.com/doc/51538983/referat-pemeriksaan-neurologis-pada-pasien-koma, 19 agustus 2012.

5. Wulandari siti. 2011. Penurunan kesadaran. Diunduh dari


http://www.scribd.com/doc/57899613/Penurunan-Kesadaran, 19 agustus 2012.

6. Japardi iskandar. 2002. Tekanan Tinggi Intrakranial. Diunduh dari


http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/1988/1/bedah-iskandar%20japardi53.pdf, 20 agustus 2012.

7. Kapita selekta 8. Satyanegara. Ilmu bedah saraf. Diunduh dari


http://books.google.co.id/books?id=YmUwVAPSX1MC&pg=PA162&lpg=PA162&dq=gejal a+penekanan+pons&source=bl&ots=3iDNzWfzU1&sig=bfalwOK_wXo6zvAU-FdakVADFc&hl=id#v=onepage&q=gejala%20penekanan%20pons&f=false, 20 agustus 2012.

9. Adril arsyad. 2005. Abses otak. Diunduh dari


http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/15591/1/mkn-des2005-%20(9).pdf, 21 agustus 2012.

10. Erlina natalia. 2011. Space Occupying Lession. Diunduh dari


http://www.scribd.com/doc/83155983/Space-Occupying-Lession, 20 agustus 2011.

52

También podría gustarte