Nama : Fitra Hayatun Nisa NIM : 10/299087/SP/24053 Teori Politik Internasional Title : Leviathan Author : Thomas Hobbes Realisme

yang diuraikan oleh Hobbes dalam Leviathan merupakan sebuah analogi antara negara dengan seorang manusia. Dalam buku tersebut Hobbes menguraikan bahwa kehidupan politik dapat dianalisis dari kondisi alami (state of nature) seorang manusia. Terdapat beberapa pendapat yang merepresentasikan pemikiran Hobbes dalam Leviathan. Hal tersebut karena Leviathan ditulis oleh Hobbes dalam bahasa latin dan bahasa Inggris. Akibatnya terdapat penafsiran berbeda yang dijelaskan satu sama lain dalam buku berbahasa latin maupun bahasa inggris. Sehingga terdapat beberapa pendapat lain yang muncul karena istilah-istilah latin yang dianggap lebih menggambarkan yang dimaksud oleh Hobbes dalam Leviathan berbahasa Inggris. Pada bagian pertama buku Leviathan, Hobbes menjabarkan mengenai kondisi manusia serta hubungannya dengan kekuasaan -yang menjadi nature manusia - menjadi 16 bagian. Namun sebelum menjabarkan, pada bagian pengantar, terdapat analogi sederhana antara sebuah negara dengan seorang manusia. Salah satu bagian menarik dalam bagian pertama adalah 19 law of nature seorang manusia yang dijabarkan oleh Hobbes, yaitu :
" First law of nature: Seek peace and follow it. Second law of nature: When a man thinks that peace and self-defence require it, he should be willing (when others are too) to lay down his right to everything, and should be contented with as much liberty against other men as he would allow other men against himself. Third law of nature: Men should perform the covenants they make. Without this, covenants are useless, are mere empty words, and all men retain the right to all things so that we are still in the condition of war. Source of justice. Fourth law of nature: A man who receives benefit from another out of mere grace should try to bring it about that the giver of the benefit doesnt come to have reasonable cause to regret his good will. Fifth law of nature: Every man should strive to accommodate himself to the rest. Sixth law of nature: A man ought to pardon the past offences of those who repent of their offences, want to be pardoned, and provide guarantees of good behaviour in the future. Seventh law of nature: In revenge (that is, returning evil for evil), men should look not at the greatness of the past evil but at the greatness of the future good. Ninth law of nature: Every man should acknowledge every other as his equal by nature. Tenth law of nature: At the entrance into conditions of peace, no man should insist that he retain some right which he is not content to be retained by everyone else. Eleventh law of nature: If a man is trusted to judge between man and man, he should deal equally between them. Twelfth law of nature: Anything that cannot be divided should be enjoyed in common, if that is possible: enjoyed without limit, if there is enough of it for that, otherwise those who have a right to it should have equal shares of it. Thirteenth law of nature: If a thing that cannot be divided or enjoyed in common, a lottery should be set up to determine who is to have the entire right to the thing or (for an alternating use of it) who is to have it first. Fourteenth law of nature: Things that cant be enjoyed in common or divided ought to be judged to have been acquired through a lottery to the first possessor, or in some cases to the first-born. Fifteenth law of nature: All men who mediate peace should be allowed safe conduct. Sixteenth law of nature: When men have a controversy, they should submit their right to the judgment of an arbitrator. Seventeenth law of nature: No man is a fit arbitrator in his own cause Eighteenth law of nature: No man ought to be accepted as an arbitrator in any case where it seems that he will get greater profit or honour or pleasure from the victory of one party than from the victory of the other.

Nineteenth law of nature: In a controversy of fact, the judge should not give more credence to one party than to the other (if there is no other evidence), so he must give credence to a third person as witness, or to a third and fourth, or more; For otherwise the question is undecided, and left to be settled by force, which is contrary to the first law of nature. "

Kemudian pada bagian kedua, Hobbes menjelaskan mengenai proses pembentukan sebuah negara, sistem dan berbagai perangkat yang berlaku. Dalam bagian kedua, Hobbes memberikan penjelasan mengenai kriteria negara berdaulat serta sistem dan bentuk negara. Berdasarkan pendapat Hobbes, negara berdaulat memiliki 12 hak, yaitu :
" The sovereign has twelve principal rights: 1.because a successive covenant cannot override a prior one, the subjects cannot (lawfully) change the form of government. 2.because the covenant forming the commonwealth results from subjects giving to the sovereign the right to act for them, the sovereign cannot possibly breach the covenant; and therefore the subjects can never argue to be freed from the covenant because of the actions of the sovereign. 3.the sovereign exists because the majority has consented to his rule; the minority have agreed to abide by this arrangement and must then assent to the sovereign's actions. 4.every subject is author of the acts of the sovereign: hence the sovereign cannot injure any of his subjects and cannot be accused of injustice. 5.following this, the sovereign cannot justly be put to death by the subjects. 6.because the purpose of the commonwealth is peace, and the sovereign has the right to do whatever he thinks necessary for the preserving of peace and security and prevention of discord. Therefore, the sovereign may judge what opinions and doctrines are averse, who shall be allowed to speak to multitudes, and who shall examine the doctrines of all books before they are published. 7.to prescribe the rules of civil law and property. 8.to be judge in all cases. 9.to make war and peace as he sees fit and to command the army. 10.to choose counsellors, ministers, magistrates and officers. 11.to reward with riches and honour or to punish with corporal or pecuniary punishment or ignominy. 12.to establish laws about honour and a scale of worth."

Berdasarkan Leviathan dapat diambil kesimpulan bahwa sebelum terbentuknya negara berdaulat, manusia hidup dalam keadaan alami atau sesuai dengan nature nya. Hobbes menjelaskan bahwa keadaan alami adalah lingkungan manusia yang chaos atau keadaan kacau dimana setiap manusia merasakan ancaman terhadap satu sama lain, serta ketidakyakinan akan kelangsungan hidup dan keamanan jangka panjang. Leviathan juga dapat diartikan sebagai konsep negara yang didasarkan atas kondisi paranoid satu sama lain antar individu. Terdapat persepsi paranoid atau ketakutan satu sama lain yang dapat menyebabkan mereka berusaha bekerja sama walaupun dengan perasaan tidak tenang. Terkesan seolah perdamaian dan ketenangan yang dicapai adalah sesuatu yang semu dan suatu saat dapat runtuh apabila salah seorang individu atau kelompok melanggar kesepakatan bersama. Untuk mengatasi keadaan saling mencurigai satu sama lain, Hobbes menyatakan bahwa jalan keluar adalah dengan membentuk dan menciptakan negara berdaulat sebagai alat pelarian. Dengan pembentukan negara berdaulat maka akan terjadi kerjasama untuk membentuk kesepakatan keamanan antara satu sama lain. Sehingga secara ironis mereka akan bekerjasama secara politik karena ketakutan mereka terhadap satu sama lain. Meski demikian keadaan tersebut dapat menjauhkan umat manusia dari hasrat alaminya yaitu berperang karena merasa ketidakamanan.

Persatuan yang dibentuk untuk perdamaian dan keamanan (ketertiban) dengan penciptaan negara berdaulat bukan dimotivasi oleh intelegensi namun berdasarkan emosi. Emosi yang dimaksud adalah perasaan ketakutan satu sama lain. Dengan terciptanya perasaan aman dan tenteram maka manusia (relatif) dapat melakukan perkembangan tanpa harus menghadapi ancamanancaman ketertiban. Pembentukan negara berdaulat sekaligus melambangkan kepercayaan terhadap segolongan tertentu atas keamanan mereka. Hal ini penting sebagai landasan keadaan aman sehingga dapat meraih kebahagiaan atau kesejahteraan. Dalam bagian kedua Leviathan, Hobbes memperkenalkan konsep demokrasi representatif dan kepercayaan terhadap kontrak sosial. Hal ini termasuk dalam pemberian kepercyaan terhadap suatu kelompok tertentu untuk menjaga perdamaian dan keamanan bersama. Namun Hobbes memberikan gambaran akan perlunya pembatasan terhadap pers atau media dalam masyarakat untuk menjaga kedaulatan negara. Sehingga Hobbes memberikan kesan bahwa monopoli negara atas pergerakan alat kekerasan adalah penting demi keamanan bersama. Hobbes juga menerangkan mengenai konsep dasar yang sekarang dikenal dengan security dilemma, yang diartikan bahwa dalam politik yang berlaku di dunia pencapaian keamanan personal dan keamanan domestik selalu diikuti dengan kondisi rasa tidak aman di ranah nasional dan internasional. Hal tersebut terjadi karena dasar anarki dalam sistem negara. Konsep lain yang diterangkan oleh Hobbes adalah mengenai penciptaan hukum internasional atau perjanjian internasional. Hal ini dalam rangka menjamin keadaan alami internasional dengan membentuk bingkai persetujuan dan peraturan yang menyatukan kepentingan setiap negara. Meski demikian hukum tersebut hanya akan dipatuhi jika dan hanya jika sejalan dengan kepentingan dan keamanan atas berlangsungnya hidup negara. Dapat ditarik kesimpulan bahwa konsep dasar pandangan Hobbesian adalah perdamaian di ranah domestik atau perdamaian dalam konsep kerja negara berdaulat serta kesempatan bahwa hanya perdamaian dalam lingkungan sipil yang dapat menyediakan kebahagiaan bagi manusia. Motif dari realisme itu sendiri adalah meraih dan mengelola keamanan negara, memuaskan permintaan ekonomi yang memiliki pengaruh signifikan dalam politik domistik serta meningkatkan martabat di ranah internasional. Sehingga dapat dikatakan terdapat dua buah tujuan utama yang mendasari pemikiran realisme klasik masa Hobbes. Pertama adalah kondisi anarki internasional yang mendeterminasi faktor struktural yang memicu pembuat kebijakan untuk mendahulukan strategi keamanan dalam rangka melindungi dan memaksimalkan kepentingan mereka sebagai negara berdaulat yang terhormat. Kedua, karakter dan akibat yang muncul akibat interaksi antara negara ditentukan dari keseluruhan pola kepentingan nasional, atau dengan kata lain kekerabatan dan kerjasama yang terjadi antar negara dianggap berasal dari titik temu antar kepentingan nasional masing-masing.