Está en la página 1de 7

Perencanaan Angkutan Umum di Kota dan Kabupaten Bercirikan Kepulauan Studi Kasus di Provinsi Maluku Utara

R. Didin Kusdian1 dan Triwidodo2 Jurusan Teknik Sipil, Fakultas Teknik, Universitas Sangga Buana YPKP, Jl. PHH Mustopa 68 Bandung Email: kusdian@yahoo.com 2 Pusat Penelitian Bidang Transportasi, BPPT, Jl. MH Thamrin Jakarta Email: triwidodo_2004@yahoo.com

ABSTRAK Perkembangan implementasi otonomi daerah dan arus reformasi di Indonesia telah melahirkan beberapa provinsi, kota, dan kabupaten baru sebagai hasil dari pemekaran. Ini terjadi juga di wilayah Indonesia bagian timur, khususnya di provinsi Maluku Utara. Ciri kota dan kabupaten di wilayah Maluku Utara secara geografis adalah kepulauan, dimana dalam satu kota atau kabupaten antara satu kecamatam dengan kecamatan lain yang menjadi bagian wilayah ibukota kabupaten tersebut dipisahkan oleh lautan. Setelah rencana tata ruang wilayah dan rencana detail tata ruang wilayah tersusun, maka persoalan selanjutnya adalah menyususun sistem atau tataran transportasi lokal untuk wilayah kota atau kabupaten tersebut. Melalui teknik pemodelan metoda Furness persoalan perencanaan transportasi tersebut dapat disusun dengan basis kuantitatif. Dimana informasi tentang demografi dijadikan sebagai dasar perkiraan pergerakan transportasi antar zona sampai 20 tahun kedepan. Selanjutnya dari matrik pergerakan antar zona dan pertimbangan kondisi geografis pemisahan oleh lautan dapat disusun perencanaan moda angkutan umum yang sesuai, berikut arah perencanaan infrastruktur yang diproyeksikan untuk mendukungnya. Kata kunci : wilayah kepulauan, pergerakan antar zona, metoda Furness, angkutan umum 1. PENDAHULUAN
Dengan konsep tujuan untuk lebih mendekatkan pelayanan terhadap masyarakat, beberapa daerah di wilayah Negara Kesatuan Repulik Indonesia, di mekarkan. Arti dimekarkan ini adalah status wilayah administratif ditingkatkan atau jumlah tingkat wilayah administratif tertentu ditambah, dalam artian satu provinsi di bagi menjadi lebih dari satu provinsi, demikian selanjutnya dalam satu provinsi kabupaten/kota dibagi kembali menjadi lebih banyak jumlahnya. Pemekaran memiliki arti positif untuk percepatan daerah tertinggal. Kemandirian visi, misi, serta tujuan dari suatu kota atau kabupaten hasil pemekaran yang berdasar pada alasan positif kekhasan karakter sosial-politik daerah tersebut, akan lebih memicu secara mandiri perkembangan melalui pembangunan yang lebih membumi. Dalam arti proses perencanaan, pelaksanaan, pengawasan, kemudian hasil dan operasionalnya lebih mengakar dan lebih mendekati kebutuhannya, karena muncul dari dalam secara otonomi. Hal ini akan selalu menjadi harapan keberhasilan implementasi yang tepat dan optimal dari otonomi daerah secara berkelanjutan, di semua sektor, termasuk sektor transportasi. Keterbelakangan suatu daerah, menurut pengamatan di lapangan, sangat terkait pada keterbelakangan sektor transportasinya. Suatu daerah yang jaringan infrastruktur dan jaringan pelayanan transportasinya masih sangat terbatas, pertumbuhan ekonominya akan sangat terbatas. Salah satu daerah hasil pemekaran yang masih tergolong daerah tertinggal adalah Provinsi Maluku Utara di wilayah Indonesia Timur, yang dibentuk berdasarkan UU Nomor 46 Tahun 1999. Tentu terbentuknya propinsi ini adalah bertujuan untuk mempercepat pembangunan dan meningkatkan kesejahteraan warganya. Salah satu upaya menuju peningkatan kesejahteraan adalah peningkatan aksesbilitas dan mobilitas penduduk melalui perencanaan, perancangan, konstruksi dan manajemen operasional dari jaringan infrastruktur dan jaringan pelayanan transportasi di wilayah ini.

2. KOTA DAN KABUPATEN DI PROVINSI MALUKU UTARA


Sampai kondisi tahun 2007, wilayah administrasi Provinsi Maluku Utara terdiri dari enam wilayah administrasi kabupaten dan dua wilayah kota, yaitu:

1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8.

Kabupaten Halmahera Barat terdiri dari 5 kecamatan Kabupaten Halmahera Selatan terdiri dari 9 kecamatan Kabupaten Halmahera Tengah terdiri dari 3 kecamatan Kabupaten Halmahera Timur terdiri dari 4 kecamatan Kabupaten Halmahera Utara terdiri dari 9 kecamatan Kabupaten Kepulauan Sula terdiri dari 6 kecamatan Kota Tidore Kepulauan terdiri dari 5 kecamatan Kota Ternate terdiri dari 4 kecamatan

Ciri sebagai wilayah kepulauan melekat tidak hanya di tingkat provinsi tetapi juga sedemikian rupa pembagian wilayah kota dan kabupaten di Provinsi Maluku Utara ini menyebabkan masing-masing secara terpisah bercirikan kepulauan. Dari sudut pandang teknik transportasi hal ini berarti di tingkat kabupaten atau kota diperlukan jaringan transportasi paling tidak dua moda yaitu darat dan laut atau penyebrangan, untuk menghubungkan zona-zona di dalam wilayahnya. Ciri geografis dijelaskan seperti tertera pada Gambar 1.

3. METODE DAN PEMBAGIAN ZONA


Perencanaan transportasi diturunkan atau terkait pada dari rencana tata ruang. Rencana tata ruang kota/kabupaten dibuat terstruktur dengan rencana tata ruang provinsi. Dan tentu perencanaan transportasi dalam tataran transportasi lokal kota/kabupaten merupakan bagian integral dari tataran transportasi wilayah propinsi, bahkan sistem transportasi nasional. Keterkaitan antar jenjang tataran transportasi secara luasan wilayah spasial ini akan menjadi sangat penting khusus untuk kota/kabupaten yang bercirikan kepulauan, apalagi untuk kategori daerah tertinggal, karena beberapa wilayah masih tergantung kepada persinggahan jalur pelayaran jarak jauh, sebagai pelayaran perintis. Perencanaan memiliki makna sebagai suatu kegiatan antisipasi terhadap kebutuhan masa datang yang sebelumnya harus diperkirakan. Perkiraan (estimasi) kebutuhan transportasi masa datang dapat dilakukan dengan melalui proses perhitungan kuantitatif, yang dalam hal ini digunakan model yang disebut Model Perencanaan Transportasi Empat Tahap. Tahapan tersebut dinamakan bangkitan pergerakan (trip generation), sebaran pergerakan (trip distribution), pemisahan moda (modal split), dan pembebanan perjalanan (trip assignment) (Tamin, 2008). Dalam tulisan ini analisa perencanaan angkutan umum dilakukan setelah hasil sebaran pergerakan yang merupakan matrik asal tujuan perjalanan orang antar zona di dalam kota/kabupaten dimana batas zona yang digunakan didasarkan pada kedekatan secara fisik, dan homogonitas (kesamaan tingkat kehidupan, kesamaan mata pencaharian) dan secara wilayah merupakan kecamatan atau gabungan kecamatan, mengingat kondisi daerah masih dalam taraf berkembang. Hasil analisa yang dilakukan dengan tahun awal acuan 2007, merupakan inisialisasi, dimana sebelumnya belum dilakukan studi tentang perencanaan transportasi yang lebih detail. Masukan data yang menjadi pertimbangan utama adalah jumlah penduduk dan sebarannya yang berbasis data potensi desa. Metoda estimasi yang digunakan untuk memperkirakan kebutuhan 5 tahun yang akan datang (sampai 2012) adalah metoda Furness (persamaan 1), dimana faktor pertumbuhan didasarkan pada pertumbuhan penduduk . Tij = tij x E dimana : Perjalanan dari zona i ke zona j masa yang akan datang Tij = Perjalanan dari zona i ke zona j masa sekarang tij = E = Faktor Pertumbuhan Pembagian zona yang digunakan untuk masing-masing kabupaten adalah seperti tertera pada Tabel 1, dengan pusat zona ibukota kecamatan. (1)

Kab. Hlm. Barat, Kab. Hlm.Utara, Kab. Hlm. Tmr

Kab. Hlm. Tengah, Kab. Hlm.Kab. Hlm. Timur

Kota Ternate, Kota Tidore Kepulauan

Kabupaten Halmahera Selatan

Kabupaten Kepulauan Sula

Gambar 1 Ilustrasi Ciri Geografis Transportasi Lokal Maluku Utara

Zona Ternate 1
Pulau Ternate

Tidore Kep.
Tidore

Halbar
Jailolo

Tabel 1 Pembagian Zona Kota/Kabupaten Haltim Halut


Maba Tobelo, Loloda Utara, Loloda Kepulauan, Tobelo Utara, Tobelo Timur, Tobelo Tengah, Tobelo Barat Tobelo Selatan Morotai Utara, Morotai Timur, Morotai Jaya) Morotai Selatan, Morotai Selatan Barat Galela, Galela Utara, Galela Barat, Galela Selatan Kao, Kao Utara, Kao Barat, Kao Teluk Malifut -

Halsel
Obi

Halteng
Weda

Kep.Sula
Taliabu Barat

2 3

Ternate Utara Ternate Selatan

Tidore Utara Tidore Selatan

Jailolo Selatan Sahu, Sahu Timur

Wasile Maba Selatan

Obi selatan Bacan

Patani Gebe

Taliabu Timur Mangoli Barat

Oba Utara

Ibu, Ibu Selatan, Ibu Utara

Wasile Selatan

Bacan Timur

Mangoli Timur

Oba Selatan

Loloda

Bacan Barat

Sanana

Gane Barat

7 8 9 10

Gane Timur Kayoa Pulau Makian -

4. ESTIMASI KEBUTUHAN SARANA ANGKUTAN UMUM


Jumlah sarana angkutan umum diturunkan dari hasil perhitungan estimasi MAT (Matriks Asal Tujuan) orang. Mengingat keterbatasan halaman yang disediakan proses perhitungan tidak mungkin dipaparkan secara rinci dalam tulisan ini. Mengingat secara spasial tergambar dalam peta bahwa ciri daerah adalah kepulauan, penentuan moda untuk pasangan asal-tujuan zona-zona tertentu bersifat captive, karena terpisah lautan, yaitu menggunakan perahu. Jumlah sarana angkutan yang dibutuhkan di estimasi berdasarkan okupasi rata-rata 12 orang per kendaraan, dapat berupa mobil minibus untuk transportasi darat, atau perahu untuk angkutan laut. Estimasi mempertimbangkan variabel-variabel: jarak tempuh, kecepatan rata-rata operasi, waktu tempuh, waktu menunggu di terminal, jam operasi per hari. Hasil estimasi disajikan dalam bentuk satu matrik yang tertera pada Tabel 2 sampai Tabel 9, sel

matrik menyatakan jumlah sarana angkutan antar zona, dimana antar zona tertentu yang terpisah lautan berarti kebutuhan perahu. Antara kebutuhan angkutan darat dan angkutan laut di dalam sajian matrik dibedakan dengan penulisan angka cetak tegak untuk darat dan cetak miring untuk laut, dimana zona yang terpisah lautan dapat dilihat dari peta.

Tabel 2 Jumlah Sarana Angkutan Umum Yang Dibutuhkan Untuk Perjalanan Antar Zona Di Kabupaten Halmahera Barat Tahun 2012 Zona 1 2 3 4 5 1 0 7 23 53 13 2 7 0 8 17 9 3 21 5 0 22 7 4 30 11 14 0 5 5 2 1 1 1 0

Tabel 3 Jumlah Sarana Angkutan Umum Yang Dibutuhkan Untuk Perjalanan Antar Zona Di Kabupaten Halmahera Selatan Tahun 2012 Zona 1 2 3 4 5 6 7 8 9 1 0 11 11 23 19 38 29 33 27 2 14 0 12 16 14 29 21 16 14 3 15 12 0 14 11 20 16 25 20 4 2 1 1 0 1 3 2 2 2 5 3 1 1 1 0 3 2 2 2 6 35 21 14 30 23 0 7 38 29 7 1 1 1 1 1 1 0 1 1 8 3 1 2 2 2 4 3 0 1 9 1 1 1 1 1 1 2 0 0

Tabel 4 Jumlah Sarana Angkutan Umum yang dibutuhkan untuk perjalanan Antar Zona di Kabupaten Halmahera Tengah Tahun 2012 Zona 1 2 3 1 0 6 7 2 2 0 3 3 1 1 0

Tabel 5 Jumlah Sarana Angkutan Umum Yang Dibutuhkan Untuk Perjalanan Antar Zona di Kabupaten Halmahera Timur Tahun 2012 Zona 1 2 3 4 1 2 3 4 0 1 1 1 8 0 9 5 8 8 0 12 14 6 16 0

Tabel 6 Jumlah Sarana Angkutan Umum Yang Dibutuhkan Untuk Perjalanan Antar Zona di Kabupaten Halmahera Utara Tahun 2012 Zona 1 2 3 4 5 6 7 1 0 29 107 97 46 47 23 2 8 0 11 15 7 5 2 3 2 1 0 1 1 1 1 4 62 18 11 0 32 39 14 5 24 7 30 26 0 14 8 6 27 5 39 36 16 0 4 7 83 14 87 80 57 23 0

Tabel 7 Jumlah Sarana Angkutan Umum Yang Dibutuhkan Untuk Perjalanan Antar Zona di Kabupaten Kepulauan Sula Tahun 2012 Zona 1 2 3 4 5 0 9 8 9 9 1 14 0 8 9 8 2 3 2 0 2 2 3 9 6 5 0 6 4 5 3 3 3 0 5

Tabel 8 Jumlah Sarana Angkutan Umum Yang Dibutuhkan Untuk Perjalanan Antar Zona di Kota Tidore Kepulauan Tahun 2012 Zona 1 2 3 4 5 1 0 58 43 40 55 2 196 0 30 23 34 3 168 35 0 11 8 4 21 4 3 0 5 5 125 23 16 21 0

Tabel 9 Jumlah Sarana Angkutan Umum Yang Dibutuhkan Untuk Perjalanan Antar Zona di Kota Ternate Tahun 2012 Zona 1 2 3 4 0 61 62 1 1 161 0 155 2 2 179 168 0 2 3 4 5 4 0 4

Terlihat dari rangkuman hasil akhir perhitungan yang tertera dalam tabel-tabel diatas bahwa hampir di semua kota dan kebupaten kondisi kebutuhan sarana angkutan umum tidak merata secara spasial, dalam arti ada pasangan zona yang membutuhkan sarana angkutan sampai ratusan sementara di pasangan zona lain masih dibawah angka puluhan. Sedangkan untuk satu pasangan zona tertentu, sebagai contoh misalnya pada Tabel 2, untuk Kabupaten Halmahera Barat, baris ke 3 kolom ke 4 menyatakan kebutuhan sarana untuk angkutan dari zona 3 menuju zona 4, dengan kapasitas 12 orang dibutuhkan 14 unit kendaraan angkutan, sedangkan sebaliknya, yaitu dari zona 4 menuju ke zona 3 dibutuhkan 22 angkutan, seperti tertera pada sel matrik baris ke 4 kolom ke 3. Jika pada pelaksanaan pengadaan angkutan disediakan 22 angkutan, maka load factor dari zona 3 menuju zona 4 akan rendah, untuk 8 unit kendaraan. Penggunaan jenis angkutan dengan kapasitas lebih besar, misalnya 30 orang, akan menunjukan angka kebutuhan 6 unit untuk trayek dari zona 3 menuju zona 4, dan 9 unit untuk trayek dari zona 4 menuju zona 3, perencanaan dengan kapasitas 30 orang per unit kendaraan ini akan lebih baik, karena hanya 3 unit kendaraan berpotensi load factor rendah. Hal ini dapat diterima dari sisi efisiensi mengingat selisih biaya operasional (bahan bakar) antara kendaraan dengan kapasitas 30 dan 12, tidak terlalu signifikan. Hal ini menunjukan bahwa sebaran penduduk dan sebaran kemajuan pembangunan belum merata. Angka kebutuhan yang makin mengecil terlihat jika antar zona dipisahkan oleh lautan. Ini berarti keterpisahan dan keterpencilan suatu zona oleh lautan juga menjadi kendala pemerataan kemajuan. Penggunaan perahu-perahu kecil dapat menjadi solusi untuk transportasi lokal, akan tetapi perahu dengan ukuran kecil menghadapi kendala yang rentan terhadap musim ombak besar. Untuk ini pengaturan persinggahan kapal-kapal besar (kapal perintis) yang tidak terlalu rentan terhadap tinggi gelombang, kan membantu pemecahan pembukaan aksesbilitas pada zona-zona terpencil ini.

5. KESIMPULAN
Beberapa kesimpulan dapat ditarik dari proses dan analisa terhadap hasil studi ini, yakni : 1. Untuk daerah kepulauan transportasi laut yang telah lama berlangsung perlu terus dikembangkan teknologi pendukungnya, sehingga sebagai moda captive untuk pulau-pulau kecil dapat ditingkatkan keandalannya. 2. Dalam menghadapi musim gelombang tinggi, persinggahan kapal-kapal besar di simpul-simpul pulaupulau terpencil tetap merupakan hal penting untuk menjamin aksesbilitas dan mobilitas masyarakat. 3. Aksesbilitas antar zona di hampir semua kota dan kabupaten di Maluku Utara, masih belum merata dan dapat dikatakan masih dalam fase awal pengembangan, untuk pasangan zona yang kebutuhan pergerakannya tidak seimbang perencanaan angkutan perlu mempertimbangkan load factor, dimana penggunaan kendaraan dengan kapasitas 30 orang per unit akan cenderung lebih baik.

DAFTAR PUSTAKA
1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. Kota dan Kabupaten di Maluku Utara Dalam Angka , 2007, Biro Pusat Statistik Maluku Utara RTRW Kabupaten Halmahera Barat, 2007, Bappeda Kabupaten Halmahera Barat RTRW Kabupaten Halmahera Utara , 2007, Bappeda Kabupaten Halmahera Utara RTRW Kabupaten Halmahera Selatan , 2007, Bappeda Kabupaten Halmahera Selatan RTRW Kabupaten Halmahera Timur, 2007, Bappeda Kabupaten Halmahera Timur RTRW Kabupaten Halmahera Tengah , 2007, Bappeda Kabupaten Halmahera Tengah RTRW Kabupaten Kepulauan Sula ,2007,Bappeda Kabupaten Kepulauan Sula RTRW Kota Tidore ,2007, Bappeda Kota Tidore RTRW Kota Ternate , 2007, Bappeda Kota Ternate Tataran Transportasi Wilayah Propinsi Maluku Utara, 2007, Pemerintah Provinsi Maluku Utara Tamin, O.Z., 2008, Perencanaan, Pemodelan, & Rekayasa Transportasi : Teori, Contoh Soal, dan Aplikasi, Penerbit ITB, Bandung.

También podría gustarte