Está en la página 1de 5

BAB III

AL-MAQAMAT DAN AL-AHWAL

A. Definisi. (Hal. 48-50)


Menurut Jafar (2016: 48) Al-Maqamat adalah tingkatan-tingkatan spiritual
seorang sufi, dari tingkatan paling mendasar sampai tingkatan tertinggi, yaitu dekat
dengan Allah Swt., yang diperoleh salik secara mandiri melalui pelaksanaan ibadah,
mujahadah, dan riyadha secara terus menerus. Al-ahwal merupakan keadaan hati
seorang salik yang bukan merupakan hasil usahanya secara mandiri, melainkan
pemberian Allah Swt. Kaum sufi telah merumuskan al-muqamat dan al-ahwal dalam
karya-karya mereka.

B. Pondasi al-Maqamat. (Hal. 52-56)


Menurut Jafar (2016: 48) Dalam mendapatkan al-maqam dan al-ahwal
tertentu, menurut al-Kalabazi, seorang sufi harus menjalankan amalan-amalan agama
secara benar. Ia mengatakan bahwa ilmu-ilmu sufi adalah ilmu-ilmu tentang keadaan-
keadaan (al-ahwal) yang diwariskan dari amal-amal tertentu dan hanya dialami oleh
orang yang mengamalkan agama secara benar. Langkah menuju amal yang benar
adalah mengetahu hukum-hukum syariat (al-ahkam al-syariah), memahami Alquran
(al-kitab), sunnah (al-sunnah), ijmak salaf (ijma al-salaf), akidah ahlussunnah
waljamaah, dan ilmu makrifat (ilm marifah).

C. Hierarki al-Maqamat. (Hal. 56-84)


Abi Nashr Abd Allah ibn Ali al-Sarraj al-Thusi (w.998 M) menyusun al-
maqamat dari maqam pertama sampai maqam paling puncak, yang dimulai dari tobat
(al-taubah), warak (wara), zuhud (al-zuhd), kefakiran (al-faqr), sabar (al-shabr),
tawakal (al-tawakkul), sampai rida (al-ridha). Susunan al-maqamat menurut al-
Ghazali adalah tobat (al-taubah), sabar (al-shabr), fakir (al-faqr), zuhud (al-zuhd),
tawakal (al-tawakkul), cinta (al-mahabbah) dan rida (al-ridha).

Tobat (al-taubah)
Dalam bahasa Indonesia, tobat bermakna sadar dan menyesal akan dosa
(perbuatan yang salah atau jahat) dan berniat akan memperbaiki tingkah laku dan
perbuatan.. Istilah tobat berasal dari bahasa Arab, taba, yatubu,tobatan, yang berarti
kembali.
Menurut al-Ghazali, tobat adalah meninggalkan dosa, dan tidak akan
mungkin akan dapat meninggalkan dosa bila tidak mengenal macam-macam dosa,
sedangkan hukum mengetahui macam-macam dosa adalah wajib. Manusia tobat
dibagi menjadi emapt tingkat. Pertama, seorang hamba melakukan maksiat dan
bertobat, serta istikamah sampai akhir hidupnya. Inilah tingkat tobat para nabi dan
rasul. Kedua, seorang hamba bertobat, istikamah menjalankan ibadah dan
meninggalkan dosa-dosa besar, tetapi tidak dapat terlepas dari dosa-dosa yang
dilakukan tanpa sengaja dan menyesali perbuatan dosa yang dilakukan tanpa sengaja
tersebut. Ketiga, seorang hamba bertobat secara terus menerus sampai akhir nafsu
syahwat mengalahkannya sehingga ia melakukan sebagian dosa. Hamba tersebut rajin
beribadah, meninggalkan sejumlah dosa, meskipun terkadang kalah dengan godaan
hawa nafsu sehingga melakukan sebagian dosa. Keempat, seorang hamba bertobat,
tetapi akhirnya kembali melakukan perbuatan dosa, dan ai sama sekali tidak
menyesali perbuatannya tersebut.

Warak (wara)
Kata warak berasal dari bahasa Arab, waraa, yariu, waraan yang
bermakna berhati-hati, tetapi dalam kamus bahasa indonesia warak bermakna patuh
dan taat kepada Allah.
Menurut Ibn Qayyim al-jauziyah, warak adalah menjaga diri dari perbuatan
dan barang haram dan syhubhat. Menurutnya, ada tiga derajat warak, yakni manjauhi
keburukan karena hendak menjaga diri, memperbanyak kebaikan dan menjaga iman;
menjaga hukum dalam segala hal yang mubah, melepaskan diri dari kehinaan, dan
menjaga diri agar tidak melampaui hukum; dan menjauhi segala sesuatu yang
mengajak kepada perpecahan.

Zuhud (al-zuhd)
Kata zuhud berasal dari bahasa Arab, zahada, yazhudu,zuhdan yang artinya
menjauhkan diri, tidak menjadi berkeinginan, dan tidak tertarik. Dalam bahasa
Indonesia, zuhud berarti perihal meninggalkan keduniawian; pertapaan. Dalam
Alquran, kata zuhud memang tidak digunakan, melainkan kata al-zahidin sebanyak 1
kali yang disebutkan dalam Q..S Yunus/12:20.
Para sufi memberikan banyak penjelasan mengenai hakikat zuhud. Menurut
Ibn Qayyim al-Jauziyah mengatakan bahwa zuhud bermakna meniggalkan segala hal
yang tidak bermanfaat demi kepentingan akhirat, atau meniggalkan segala sesuatu
selain Allah Swt. Secara total tanpa menoleh kepadanya dan tidak mengharapkannya.
Zuhud dibagi menjadi tiga: zuhud terhadap hal-hal yang syubhat, zuhud terhadap hal-
hal yang berlebihan, dan zuhud terhadap zuhud. Menurutnya, tidak layak disebut
zahid kecuali menghindari harta, rupa, kekuasaan, manusia, nafsu, dan segala hal
selain Allah Swt.

Kefakiran (al-faqr)
Dalam terminologi Alquran, istilah fakir berasal dari bahasa Arab, faqura,
yafquru, faqran yang artinya miskin. Istilah faqr bermakna kemiskinan. Dalam
bahasa Indonesia, fakir berarti rang yang sangat berkekurangan, orang yang terlalu
miskin, atau orang yang dengan sengaja membuat dirinya menderita kekurangan
untuk mencapai kesempurnaan batin.
Menurut Ibn Qayyim al-Jauhziyah, fakir tidak bermakna menafikan kekayaan
dan harta, sebab para nabi dan rasul adalah orang kaya dan memiliki kekuasaan,
tetapi makna fakir adalah seorang hamba senantiasa memiliki kebutuhan terhadap
Allah Swt. Hakikat fakir adalah tidak membutuhkan kepada segala hal dan hanya
membutuhkan Allah Swt.
Menurut al-Ghazali, fakir dapat bermakna tidak memiliki harta. Menurutnya,
ada lima tingkatan fakir, dua di antaranya yang paling tinggi derajatnya, yakni
seorang hamba yang tidak suka diberi harta, merasa tersiksa dengan harta, dan
menjaga diri dari kejahatan dan kesibukan untuk mencari harta; dan seorang hamba
tidak merasa senang bila mendapatkan harta, dan tidak merasa benci bila tidak
mendapatkan harta.
Sabar (al-shabr)
Kata sabr berasal dari bahasa Arab, shabara, yashbiru, shabran, maknanya
adalah mengikat, bersabar, menahan dari larangan hukum, dan menahan diri dari
kesedihan. Dalam bahasa Indonesia, sabr bermakna tahan menghadapi cobaan (tidak
lekas marah, tidak lekas putus asa, tidak lekas patah hati), dan tabah, tenang, tidak
tergesa-gesa, dan tidak terburu nafsu.
Al-Ghazali, Ibn Qudamah, dan Ibn Qayyim al-Jauhziyah membagi sabar
menjadi 3: sabar dalam ketaatan kepada Allah, sabar dari godaan untuk melakukan
perbuatan maksiat, dan sabar atas musibah dari Allah Swt.
Tawakal (al-tawakkul)
Berasal dari bahasa Arab, wakila, yakilu,wakilan yang berarti
mempercayakan, memberi, membuang urusan,bersandar, dan bergantung, Dalam
bahasa Indonesia , tawakal adalah pasrah diri kepada kehendak Allah; percaya
dengan sepenuh hati kepada Allah (dalam penderitaan dan sebagainya), atau sesudah
berikhtiar baru berserah kepada Allah.
Menurut Ibn Qudamah, ada tiga derajat tawakal: menyerahkan diri hanya
kepada Allah Swt. Dan selalu mengharapkan pertolongan-Nya; pasrah dan tidak
bersandar kecuali hanya kepada Allah seperti seorang anak yang hanya bersandar
kepada ibunya; dan tidak berpisah dengan Allah Swt. Dan melihat diri sendiri seperti
orang mati yang posisinya seperti kepasrahan mayit di tangan orang-orang yang
memandikannya. Akan tetapi, tawakal tidak menafikan usaha, sebab usaha menjadi
sangat penting dalam Islam.

Cinta (al-mahabbah)
Menurut al-Ghazali, al-mahabbah adalah al-maqam sebelum rida, Kaum sufi
mendasari ajaran mereka tentang cinta dengan Alquran, hadia, dan atsar. Di antara
dalilnya adalah Q.S al-Maidah/5:54 Q.S. al-Shaff/61:4; dan Q.S. Ali Imran/3:31. Kata
cinta disebut Alquran secara berulang kali, meskipun tidak hanya dalam cinta kepada
Allah Swt. Sebagaimana yang dimaksudkan oleh kaum sufi. Kata hub disebut
Alquran sebanyak 99 kali dalam berbagai bentuk kata, antara lain hubb dan
yuhibbu,sedangkan dalam kata al-mahabbah tidak digunakan Alquran.
Pengertian cinta menurut Ibn Qudamah, tanda kepada Allah Swt. Adalah
senantiasa berzikir kepada Allah; gemar mengasingkan diri hanya untuk bermunajat
kepada-Nya seperti membaca Alquran dan tahajud; merasa rugi bila melewatkan
waktu tanpa menyebut nama-Nya; dan menyayangi semua hamba Allah, mengasihi
mereka dan bersikap tegas terhadap musuh-musuh-Nya. Menurut al-Ghazali,
mengutip pendapat Yahya bin Muaz, indikator seorang hamba mencintai Allah
Swt.adalah mengutamakan perkataan Allah dari pada perkataan manusia,
mengutamakan bertemu dengan Allah dari pada bertemu dengan makhluk, dan
mengutamakan ibadah kepada Allah Swt. Daripada melayani manusia.

Rida (al-ridha)
Kata rida berasal dari kata radhiya, yardha, ridhwana yang artinya senang,
puas, memilih, persutujuan, memilih, menyenangkan, dan menerima.. Dalam kamus
bahasa Indonesia, rida adalah rela, suka, senang hati,perkenan, dan rahmat. Kata
rida dari berbagai bentuk disebut di dalam Alquran sebanyak 73 kali.
Pengertian rida menurut Ibn Qayyim al-Jauziyah, rida memilki dua derajat:
rida kepada Allah Swt. Sebagai Rabb dan membenci ibadah kepada selain-Nya; dan
rida terhadap qada dan qadar Allah Swt. Makna rida adalah seorang hamba
menyadari bahwa pengaturan Allah Swt. Lebih baik dari pengaturan manusia; dan
rida atas penderitaan, karena dibalik penderitaan ada pahala apalagi penderitaan itu
berasal dari Allah Swt. Sebagai Kekasihnya.

También podría gustarte